Anda di halaman 1dari 259

PEDOMAN

INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA BIOENERGI
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa, Pembangkit Listrik
Tenaga Biogas, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

AGUSTUS 2021
PEDOMAN INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI
© Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (KESDM) dan United Nations Development Programme, 2021.

Kutipan: DJEBTKE-KESDM. 2021. Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi. Direktorat Jenderal
Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Kontributor:

Direktorat Bioenergi, DJEBTKE-KESDM


United Nations Development Programme
PT Cagar Bentara Sakti (Konsultan)

Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi ini disiapkan di bawah Proyek Market Transformation
for Renewable Energy and Energy Efficiency (MTRE3), United Nations Development Programme (UNDP) dan
didanai oleh Global Environment Facility (GEF). Pedoman ini disusun melalui kerja sama erat dengan Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (KESDM), Republik Indonesia sebagai mitra pelaksana Proyek MTRE3. Koordinasi dengan pemangku
kepentingan terkait, meliputi Kementerian Investasi, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK), pemerintah
daerah, PT PLN (Persero), Independent Power Producers, dan lembaga pembiayaan, juga dilakukan melalui
Focus Group Discussion (FGD) untuk memastikan serta menjaga keakuratan materi yang dimuat dalam
pedoman ini.

Disclaimer:

Publikasi ini beserta materi di dalamnya disusun “sebagaimana adanya”. Upaya terbaik dan kehati-hatian telah dilakukan oleh
DJEBTKE-ESDM dan UNDP untuk memverifikasi keandalan materi dalam publikasi ini. Namun, DJEBTKE-KESDM maupun UNDP
tidak memberikan jaminan dalam bentuk apa pun, baik tersurat maupun tersirat, dan tidak bertanggung jawab atau berkewajiban
atas konsekuensi apa pun dari penggunaan publikasi ini serta materi yang termuat di dalamnya.

Apabila tidak terdapat ketentuan lain, materi dalam publikasi ini dapat digunakan, dibagikan, disalin, diproduksi ulang, dicetak
dan/atau disimpan secara bebas dengan memberikan referensi yang menjelaskan bahwa DJEBTKE-KESDM dan UNDP adalah
sumber sekaligus pemegang hak cipta. Publikasi ini tidak disiapkan untuk dijual kembali atau tujuan komersial lainnya dalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis sebelumnya dari DJEBTKE-KESDM dan/atau UNDP. Materi dalam publikasi ini yang berkaitan
dengan pihak ketiga mungkin tunduk pada persyaratan penggunaan dan pembatasan yang terpisah, dan izin yang sesuai dari
pihak ketiga ini mungkin perlu didapatkan sebelum penggunaan materi terkait.

i
ii
Kata Pengantar

Dalam rangka mendukung perencanaan dan implementasi aksi mitigasi perubahan iklim pada sektor
pembangkit dan pengguna akhir energi, UNDP Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia,
melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (KESDM), membentuk proyek Market Transformation through Design and
Implementation of Appropriate Mitigation Actions in the Energy Sector (MTRE3). Proyek MTRE3
diharapkan dapat mendukung pencapaian target pemerintah dalam pemanfaatan energi baru terbarukan
sebesar 23% dan mengurangi intensitas energi sebesar 1% di tahun 2025. Secara jangka panjang
pencapaian ini diharapkan dapat mendukung target SDGs 1 ( no poverty) dan 7 (affordable and clean
energy). Dalam implementasinya, proyek MTRE3 mencakup berbagai aktivitas di tingkat nasional maupun
subnasional, yaitu di 4 provinsi percontohan: Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Salah satu komponen proyek MTRE3, yaitu komponen II, bertujuan untuk mendukung transformasi pasar
melalui implementasi aksi mitigasi pada pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) dan efisiensi
energi (EE). Transformasi pasar EBT dan EE dilakukan melalui pemberian dukungan fasilitas Sustainable
Energy Fund (SEF) kepada para pengembang, fasilitas proyek percontohan manajemen energi dan
penguatan sistem informasi investasi, serta peningkatan kapasitas mengenai EBT/EE kepada pemerintah
daerah di 4 provinsi percontohan melalui kegiatan Integrated Market Service Center (IMSC).

Merujuk pada tujuan transformasi pasar di atas, pedoman ini disusun untuk memberikan informasi
mengenai prosedur investasi dan perizinan terkait pengembangan proyek pembangkit listrik energi
terbarukan (ET) di Indonesia yang dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan proyek PLT-
ET. Selain itu, pedoman ini juga memberikan gambaran umum potensi ET, kerangka regulasi dan kebijakan,
program pengembangan proyek PLT-ET, skema bisnis dan pembiayaan, serta penyedia dana potensial
terkait. Penyusunan pedoman ini merupakan bagian dari kegiatan “ Development of Renewable Energy &
Energy Efficiency Investment Guideline and Recommendation in Indonesia ”. Pembahasan dan analisis yang
dituangkan di dalam laporan ini dihasilkan melalui konsultasi dengan para pemangku kepentingan terkait,
khususnya DJEBTKE-KESDM.

Jakarta, Agustus 2021

Kontributor

iii
iv
Tentang Pedoman
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Indonesia telah
menargetkan porsi energi terbarukan di bauran energi primer nasional sebesar 23% di tahun 2025 dan 31%
di tahun 2050, serta menargetkan 17% penghematan energi di tahun 2025. Di antara berbagai hal yang
melandasi penetapan target tersebut adalah komitmen negara untuk mengurangi emisi karbon dan
kebutuhan untuk beralih menuju Green and Clean Energy yang sejalan dengan Sustainable Development
Goals (SDGs) No. 7 “Energi Bersih dan Terjangkau”. Oleh karena itu, United Nations Development
Programme (UNDP) mendukung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), khususnya
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), dalam upaya
pengembangan sektor energi terbarukan (ET) dan efisiensi energi (EE) di Indonesia melalui Proyek Market
Transformation for Renewable Energy and Energy Efficiency (MTRE3) dengan pendanaan dari Global
Environment Facility (GEF).

Dalam mencapai target yang telah ditetapkan, pengembangan sektor ET dan EE di Indonesia tidak dapat
diimplementasikan dengan optimal jika hanya bertumpu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Oleh karena itu, partisipasi sektor swasta dalam konteks mobilisasi investasi ( domestic & foreign
direct investment) menjadi sangat krusial untuk mempercepat pengembangan ET dan EE dan mencapai
target nasional. Namun demikian, mobilisasi investasi swasta dalam pengembangan ET dan EE masih
menemui berbagai kendala, utamanya adalah proses bisnis/investasi yang relatif kompleks dan panjang,
sementara—di sisi lain—pedoman investasi yang komprehensif dan terkini (updated) belum tersedia.

Dalam rangka menjawab tantangan tersebut, UNDP dan DJEBTKE melalui Proyek MTRE3
menyelenggarakan program kegiatan yang berjudul “Development of Renewable Energy (RE) & Energy
Efficiency (EE) Investment Guidelines and Recommendation in Indonesia ”. Program kegiatan ini bertujuan
untuk mengembangkan pedoman investasi ET & EE serta merumuskan rekomendasi sebagai referensi
untuk pengembangan Sistem Informasi Investasi ET & EE di Indonesia.

Mengingat kompleksitas proses bisnis/investasi dalam pengembangan ET/EE, kegiatan pengembangan


pedoman investasi ini memiliki signifikansi yang besar antara lain: (i) memberikan gambaran secara jelas
(clear) kepada investor/pengembang dan pemangku kepentingan terkait mengenai proses bisnis/investasi
dalam pengembangan ET & EE di Indonesia berdasarkan kerangka regulasi terkini; (ii) memberikan
panduan komprehensif dan sistematis, sehingga diharapkan mudah diikuti oleh investor/pengembang
serta pemangku kepentingan terkait.

Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (mencakup PLTBm, PLTBg, dan PLTSa) ini
merupakan salah satu dari empat (4) pedoman yang dihasilkan dari program kegiatan pengembangan
pedoman investasi ET & EE di Indonesia. Pedoman ini telah disusun secara sistematis dan dipresentasikan
kepada para pemangku kepentingan terkait. Sistematika dari masing-masing bab yang tercakup dalam
pedoman ini diuraikan secara ringkas di bawah ini.

v
Bab 1: Pendahuluan & Status Terkini

Bab ini disusun untuk memberikan gambaran tren teknologi dan biaya ( cost) dalam pengembangan PLT
Bioenergi (PLTBio) di dunia, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi/pembanding dengan Indonesia.
Di samping itu, bab ini juga mencakup uraian status terkini kapasitas terpasang PLTBio di Indonesia,
disertai dengan contoh success story pengembangan proyek PLTBio.

Bab 2: Potensi Bioenergi

Bab ini disusun untuk menyajikan informasi potensi sumber bioenergi di Indonesia berdasarkan data
termutakhir yang tersedia, disertai dengan referensi yang dapat dirujuk. Dalam bab ini disajikan pula daftar
rencana dan potensi pengembangan proyek PLTBio di 4 provinsi percontohan MTRE3 berdasarkan
dokumen RUPTL PT PLN (Persero) 2019-2028.

Bab 3: Pemangku Kepentingan Kunci dalam Pengembangan PLT Bioenergi

Bab ini disusun untuk memberikan informasi terkait pemangku kepentingan kunci ( key actors), termasuk
peran dan kewenangannya, dalam pengembangan PLTBio di Indonesia.

Bab 4: Program Pemerintah dalam Pengembangan PLT Bioenergi

Bab ini disusun untuk memberikan informasi mengenai program pemerintah dalam pengembangan proyek
PLTBio di Indonesia, termasuk program-program unggulan.

Bab 5: Kerangka Regulasi dalam Pengembangan PLT Bioenergi

Bab ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai kerangka regulasi terkini—telah merujuk pada
Undang Undang Cipta Kerja beserta turunannya—yang berkaitan dengan pengembangan PLTBio di
Indonesia. Kerangka regulasi disusun dalam bentuk diagram, dikelompokkan berdasarkan kategori, dan
ditabulasikan, lengkap dengan deskripsi umumnya.

Bab 6: Proses Bisnis/Investasi Proyek PLT Bioenergi

Sebagai komponen utama dari pedoman, bab ini disusun untuk menjabarkan proses bisnis/investasi
proyek PLTBio di Indonesia secara komprehensif dan sistematis, step-by-step. Bagian awal pada bab ini
menggambarkan secara jelas batasan (boundaries) penggunaan pedoman. Selain itu, bagian awal bab ini
disusun untuk memperkenalkan berbagai layanan perizinan dan nonperizinan yang digunakan dalam
proses bisnis/investasi PLTBio.

Bagian inti dari bab ini disusun untuk memberikan gambaran proses bisnis/investasi atau siklus
pengembangan proyek PLTBio, yang dituangkan dalam bentuk Gantt Chart, diagram alir, serta matriks
disertai dengan deskripsi tiap tahap pengembangan proyek secara komprehensif.

Bab 7: Penyedia Dana Potensial

Bab ini disusun untuk menguraikan opsi pembiayaan proyek beserta daftar penyedia dana potensial dalam
pengembangan proyek pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, termasuk PLTBio, di Indonesia.

Bab 8: Gambaran Keekonomian Proyek PLT Bioenergi

Bab ini disusun untuk memberikan gambaran umum keekonomian proyek pengembangan PLTBio di
Indonesia. Konten dari bab ini mencakup estimasi biaya proyek pengembangan PLTBio, ringkasan
komponen biaya proyek PLTBio berdasarkan breakdown struktur biaya proyek versi PT PLN (Persero),
serta gambaran umum economies-of-scale proyek PLTBio berdasarkan hasil analisis profitabilitas.

vi
Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................................................................................................... iii

Tentang Pedoman ................................................................................................................................................................. v

Daftar Isi ................................................................................................................................................................................ vii

Daftar Gambar ....................................................................................................................................................................... x

Daftar Tabel .......................................................................................................................................................................... xii

Daftar Box ............................................................................................................................................................................. xv

Daftar Singkatan ................................................................................................................................................................. xvi

Ringkasan Eksekutif............................................................................................................................................................ xx

1. Pendahuluan & Status Terkini ................................................................................................................................ xxi


2. Potensi Bioenergi .................................................................................................................................................... xxiii
3. Pemangku Kepentingan Kunci dalam Pengembangan PLT Bioenergi ................................................ xxiv
4. Program Pemerintah dalam Pengembangan PLTBio .............................................................................. xxviii
5. Kerangka Regulasi dalam Pengembangan PLT Bioenergi ....................................................................... xxix
6. Proses Bisnis/Investasi Proyek PLT Bioenergi ........................................................................................... xxxiii
7. Penyedia Dana Potensial ............................................................................................................................................. l
8. Gambaran Umum Keekonomian Proyek PLT Bioenergi ............................................................................... liii

BAGIAN I .................................................................................................................................................................................. 1

1 Pendahuluan & Status Terkini ................................................................................................................................ 5

1.1 Pendahuluan...........................................................................................................................................................5
1.2 Status Terkini PLTBio ......................................................................................................................................... 6

2 Potensi Bioenergi ..................................................................................................................................................... 17

2.1 Sumber Informasi Potensi Pengembangan PLTBio ............................................................................... 17


2.2 Potensi Pengembangan PLTBio di Indonesia ........................................................................................... 19
2.3 Potensi Pengembangan PLTBio di Provinsi Percontohan MTRE3 ................................................... 29

2.3.1 Provinsi Riau ......................................................................................................................................... 29


2.3.2 Provinsi Jambi ...................................................................................................................................... 29
2.3.3 Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) .......................................................................................... 33

3 Pemangku Kepentingan Kunci dalam Pengembangan PLT Bioenergi ..................................................... 37

3.1 Pengantar ............................................................................................................................................................. 37


3.2 Key Actors (Pemangku Kepentingan Kunci) dalam Pengembangan Energi Terbarukan .......40

4 Program Pemerintah dalam Pengembangan PLT Bioenergi...................................................................... 49

4.1 Sumba Iconic Island .......................................................................................................................................... 49


4.2 Program REBED ................................................................................................................................................. 49

vii
4.3 Program Percepatan Pembangunan PLTSa ............................................................................................. 50
4.4 Program Hutan Tanaman Energi (HTE) ..................................................................................................... 50

5 Kerangka Regulasi dalam Pengembangan PLT Bioenergi ........................................................................... 55

BAGIAN II ..............................................................................................................................................................................65

6 Proses Bisnis/Investasi Proyek PLT Bioenergi ............................................................................................... 69

6.1 Tentang Pedoman ............................................................................................................................................. 69


6.2 Pengenalan Layanan Perizinan & Nonperizinan dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik 71
6.3 Gambaran Umum Siklus Pengembangan Proyek .................................................................................. 78
6.4 Fase Pengembangan ........................................................................................................................................ 82

Tahap 1a dan 1b: Pelelangan Proyek ........................................................................................................... 86


Tahap 2a dan 2b: Studi Perencanaan ......................................................................................................... 97
Tahap 3: Legalitas Badan Usaha ................................................................................................................ 103
Tahap 4a: Pengajuan Fasilitas (Fase Pengembangan) ...................................................................... 106
Tahap 5a: Administrasi & Perizinan (Fase Pengembangan) ............................................................. 110
Tahap 6: Pendanaan ........................................................................................................................................ 123
Tahap 7: Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) .............................................................................126

6.5 Fase Pembangunan ........................................................................................................................................ 130

Tahap 8: Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) .................................................................... 132


Tahap 4b: Pengajuan Fasilitas (Fase Pembangunan) ......................................................................... 133
Tahap 5b dan 5c: Administrasi dan Perizinan (Fase Pembangunan) ............................................139
Tahap 9: Engineering, Procurement, and Construction (EPC) ........................................................ 150
Tahap 10: Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning ..................................................... 153

6.6 Fase Operasi .......................................................................................................................................................158

Tahap 11: Operasi dan Pemeliharaan (O&M) ...........................................................................................159


Tahap 4c: Pengajuan Fasilitas (Fase Operasi) ...................................................................................... 160

BAGIAN III ........................................................................................................................................................................... 163

7 Penyedia Dana Potensial .................................................................................................................................... 167

7.1 Fasilitas Pembiayaan .......................................................................................................................................167


7.2 Lembaga Jasa Keuangan di Indonesia..................................................................................................... 169
7.3 Penyedia Dana Potensial Lainnya ...............................................................................................................176

8 Gambaran Umum Keekonomian Proyek PLT Bioenergi ............................................................................. 181

8.1 Biaya Investasi ....................................................................................................................................................181


8.2 Biaya Operasi & Pemeliharaan (O&M) ......................................................................................................185
8.3 Struktur Biaya Berdasarkan Komponen Biaya PLN ............................................................................. 187
8.4 Asumsi Kunci Analisis Finansial .................................................................................................................. 189
8.5 Kurva Biaya ........................................................................................................................................................ 190

LAMPIRAN A ...................................................................................................................................................................... 193

Implementasi Pengembangan PLTBm di Indonesia Hingga Tahun 2020 .................................................193

viii
LAMPIRAN B ....................................................................................................................................................................... 197

Implementasi Pengembangan PLTBg di Indonesia Hingga Tahun 2020 ..................................................197

ix
Daftar Gambar

Gambar 1: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTBio di dunia, 2010–2019 ............................ 7

Gambar 2: Kapasitas terpasang PLTBm, PLTBg, dan PLTSa di ASEAN, 2019 .......................................................8

Gambar 3: Peta perserbaran PLTBio di Indonesia, 2020 ............................................................................................ 10

Gambar 4: Jenis sumber daya bioenergi sebagai bahan baku pembangkit listrik ............................................ 20

Gambar 5: Potensi energi biogas untuk penggunaan eksternal (potensi POME) ............................................. 24

Gambar 6 Komposisi sampah kota di Indonesia, 2020 ............................................................................................. 25

Gambar 7: Pemangku kepentingan kunci (key actors) dalam pengembangan pembangkit listrik
berbasis energi terbarukan ............................................................................................................................. 39

Gambar 8: Peta sebaran proyek Percepatan Pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota di Indonesia ....... 52

Gambar 9: Kerangka regulasi pengembangan bioenergi........................................................................................... 58

Gambar 10: Alur proses pengusahaan PLTBm dan PLTBg .......................................................................................... 70

Gambar 11: Alur proses pengusahaan PLTSa ................................................................................................................... 70

Gambar 12: Gantt Chart siklus pengembangan PLTBio ................................................................................................ 80

Gambar 13: Diagram alir siklus pengembangan PLTBio ................................................................................................ 81

Gambar 14: Gantt Chart Fase Pengembangan ................................................................................................................. 84

Gambar 15: Diagram alir Fase Pengembangan ................................................................................................................ 85

Gambar 16: Matriks prosedur Tahap 1a (Pemilihan Langsung—Pengusahaan PLTBm dan PLTBg) ............. 89

Gambar 17: Matriks prosedur Tahap 1b (Kegiatan Penunjukan Langsung—Pengusahaan PLTSa) ............... 94

Gambar 18: Matriks prosedur Tahap 3 (Legalitas Badan Usaha) ............................................................................ 104

Gambar 19: Matriks prosedur Tahap 4a (Pengajuan Fasilitas – Fase Pengembangan: Permohonan
Tax Allowance atau Tax Holiday) ............................................................................................................... 109

Gambar 20: Matriks prosedur Tahap 5a-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang/KKPR) ................................................................................. 112

Gambar 21: Matriks prosedur Tahap 5a-2 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Persetujuan Lingkungan melalui Amdal) ................................................................................................... 113

Gambar 22: Matriks prosedur Tahap 5a-2 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Persetujuan Lingkungan melalui UKL-UPL) ............................................................................................. 114

Gambar 23: Matriks prosedur Tahap 6 (Pendanaan) ....................................................................................................124

Gambar 24: Matriks prosedur Tahap 7 (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) ........................................................129

Gambar 25: Gantt Chart Fase Pembangunan ................................................................................................................... 131

Gambar 26: Diagram alir Fase Pembangunan .................................................................................................................. 131

x
Gambar 27: Matriks prosedur Tahap 8 (IUPTL) .............................................................................................................. 133

Gambar 28: Matriks prosedur Tahap 4b (Pengajuan Fasilitas pada Fase Pembangunan: Rencana
Impor Barang/RIB dan Pembebasan Bea Masuk) .................................................................................. 135

Gambar 29: Matriks prosedur Tahap 5b-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pembangunan:
Persetujuan Bangunan Gedung/PBG) ........................................................................................................ 141

Gambar 30: Matriks prosedur Tahap 5b-2 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: Izin
Gangguan/Hinder Ordonnantie/HO dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air/SIPPA) ............................................................................................................................................................142

Gambar 31: Matriks prosedur Tahap 5c-1 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: SLF) ............. 146

Gambar 32: Matriks prosedur Tahap 5c-2 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan:
Sertifikat Laik Operasi/SLO) ..........................................................................................................................147

Gambar 33: Matriks prosedur Tahap 10 (Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning) .................154

Gambar 34: Gantt Chart Fase Operasi................................................................................................................................158

Gambar 35: Diagram alir Fase Operasi...............................................................................................................................158

Gambar 36: Matriks prosedur Tahap 4c (Pengajuan Fasilitas pada Fase Operasi: Pemanfaatan Tax
Allowance atau Tax Holiday).........................................................................................................................162

Gambar 37: Kurva biaya PLTBm .......................................................................................................................................... 190

Gambar 38: Kurva biaya PLTBg .............................................................................................................................................191

Gambar 39: Kurva biaya PLTSa ............................................................................................................................................192

xi
Daftar Tabel

Tabel 1: Potensi energi biomassa berbasis limbah agroindustri ........................................................................ 22

Tabel 2: Produktivitas dan densitas energi dari berbagai tanaman energi .................................................... 23

Tabel 3: Potensi timbulan sampah dan jumlah sampah terangkut ke TPA di Indonesia, 2020 .............. 26

Tabel 4: Produksi listrik spesifik dari energi sampah berdasarkan teknologi konversi .............................. 27

Tabel 5: Potensi energi sampah yang dapat dimanfaatkan menjadi listrik ( waste-to-energy)
berdasarkan teknologi konversi dan komposisi bahan baku .............................................................. 28

Tabel 6: Rencana pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi


Riau .......................................................................................................................................................................... 30

Tabel 7: Potensi pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi


Riau ........................................................................................................................................................................... 31

Tabel 8: Rencana pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi


Jambi ....................................................................................................................................................................... 32

Tabel 9: Potensi pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi


Jambi ....................................................................................................................................................................... 32

Tabel 10: Rencana pengembangan pembangkit di Provinsi Nusa Tenggara Timur ...................................... 33

Tabel 11: Potensi pengembangan pembangkit di Provinsi Nusa Tenggara Timur ........................................ 33

Tabel 12: Kerangka regulasi pengembangan bioenergi........................................................................................... 59

Tabel 13: Regulasi yang mengatur Pelelangan Proyek ............................................................................................ 88

Tabel 14: Jaminan Penawaran untuk pelelangan melalui mekanisme Pemilihan Langsung ....................... 93

Tabel 15: Jaminan Penawaran untuk Pelelangan melalui mekanisme Penunjukan Langsung ................... 96

Tabel 16: Regulasi yang mengatur Studi Perencanaan ............................................................................................ 98

Tabel 17: Deskripsi tantangan pada Studi Perencanaan.......................................................................................... 98

Tabel 18: Rekomendasi konten Studi Kelayakan ........................................................................................................ 99

Tabel 19: Regulasi yang mengatur Legalitas Badan Usaha .................................................................................. 104

Tabel 20: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday .............................. 108

Tabel 21: Regulasi yang mengatur Pengajuan Fasilitas Fiskal (Fase Pengembangan) .............................. 108

Tabel 22: Regulasi yang mengatur Administrasi dan Perizinan (Fase Pengembangan) ............................... 111

Tabel 23: Deskripsi tantangan pada kegiatan Administrasi dan Perizinan Fase Pengembangan.............. 111

Tabel 24: Kelengkapan dokumen pendaftaran KKPR ............................................................................................... 115

Tabel 25: Persyaratan administrasi Persetujuan Lingkungan melalui Penyusunan Amdal dan Uji
Kelayakan Amdal .............................................................................................................................................. 120

xii
Tabel 26: Persyaratan administrasi Persetujuan Lingkungan melalui Penyusunan Formulir UKL-
UPL dan Pemeriksaan Formulir UKL-UPL ................................................................................................. 122

Tabel 27: Deskripsi tantangan pada Tahap 6 (Pendanaan) ...................................................................................124

Tabel 28: Regulasi yang mengatur PJBL ...................................................................................................................... 127

Tabel 29: Ketentuan harga pembelian tenaga listrik dari proyek percepatan pembangunan
PLTSa di 12 provinsi/kota ............................................................................................................................... 127

Tabel 30: Jaminan Pelaksanaan ....................................................................................................................................... 128

Tabel 31: Deskripsi tantangan pada Tahap 7 (PJBL) ...............................................................................................129

Tabel 32: Regulasi yang mengatur IUPTL .................................................................................................................... 132

Tabel 33: Dokumen persyaratan pengajuan IUPTL ................................................................................................... 133

Tabel 34: Regulasi yang mengatur kegiatan Fasilitas Fiskal Pembebasan Bea Masuk ................................134

Tabel 35: Dokumen persyaratan pengajuan permohonan Persetujuan dan Penandasahan


Rencana Impor Barang (RIB) ........................................................................................................................136

Tabel 36: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Pembebasan Bea Masuk ..............................................139

Tabel 37: Regulasi yang mengatur Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi
(SLF), dan Sertifikat Laik Operasi (SLO) .................................................................................................. 140

Tabel 38: Persyaratan Dokumen Permohonan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) .............................. 144

Tabel 39: Dokumen persyaratan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA) ...........................145

Tabel 40: Dokumen persyaratan pengajuan Sertifikat Laik Operasi (SLO) ..................................................... 150

Tabel 41: Regulasi yang mengatur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).............................................. 152

Tabel 42: Deskripsi tantangan pada Tahap 9 (Engineering, Procurement, and Construction/EPC) ...... 152

Tabel 43: Regulasi yang mengatur kegiatan Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning ....... 153

Tabel 44: Dokumen persyaratan fasilitas dari titik sambung ................................................................................156

Tabel 45: Konten yang disarankan untuk Prosedur Operasi Standar (SOP) ...................................................159

Tabel 46: Regulasi yang mengatur Tax Allowance dan Tax Holiday ...................................................................161

Tabel 47: Persyaratan permohonan pemanfaatan fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday .....................161

Tabel 48: Jenis fasilitas pembiayaan ............................................................................................................................. 168

Tabel 49: Penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan .................................................................................. 170

Tabel 50: Portofolio pembiayaan berkelanjutan PT SMI,, ........................................................................................ 173

Tabel 51: Implementasi SDG Indonesia One sektor energi terbarukan tahun 2020 .....................................174

Tabel 52: Portofolio pembiayaan ET PT IIF ................................................................................................................. 175

Tabel 53: Kemajuan dan target tahap pilot ACGF .................................................................................................... 177

Tabel 54: Konfigurasi PLTBm ............................................................................................................................................ 182

xiii
Tabel 55: Konfigurasi PLTBg ............................................................................................................................................. 182

Tabel 56: Rincian total biaya investasi PLTBm ........................................................................................................... 183

Tabel 57: Rincian total biaya investasi PLTBg ........................................................................................................... 184

Tabel 58: Konfigurasi PLTSa ............................................................................................................................................ 184

Tabel 59: Rincian total biaya investasi PLTSa .............................................................................................................185

Tabel 60: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTBm ..................................................................... 186

Tabel 61: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTBg ....................................................................... 186

Tabel 62: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTSa ........................................................................ 187

Tabel 63: Ringkasan komponen biaya proyek PLTBm ............................................................................................188

Tabel 64: Ringkasan komponen biaya proyek PLTBg .............................................................................................188

Tabel 65: Ringkasan komponen biaya proyek PLTSa ..............................................................................................188

Tabel 66: Asumsi yang digunakan ................................................................................................................................. 189

xiv
Daftar Box

Box 1: Implementasi pengembangan PLTBm di Indonesia ................................................................................. 11

Box 2: Implementasi pengembangan PLTBg di Indonesia ................................................................................. 12

Box 3: Implementasi pengembangan PLTSa di Indonesia.................................................................................. 13

Box 4: Klasifikasi potensi teknis bioenergi ............................................................................................................... 19

Box 5: Komposisi dan karakteristik timbulan sampah di Indonesia ............................................................... 25

Box 6: Konsep Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS ...................................................... 43

Box 7: Gambaran Umum Perizinan Melalui Online Single Submission (OSS) ............................................. 72

Box 8: Alur Verifikasi Izin dari Sistem OSS melalui K/L/D ................................................................................. 73

Box 9: Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) ................................................................. 74

Box 10: Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kementerian LHK (PTSP-KLHK) ....................................................... 74

Box 11: Aplikasi Perizinan Usaha dan Operasional Sektor ESDM...................................................................... 75

Box 12: Aplikasi e-Procurement PT PLN (Persero) ................................................................................................ 76

Box 13: Sistem Registrasi Sertifikat Laik Operasi (SLO)....................................................................................... 77

Box 14: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Tingkat
Provinsi ................................................................................................................................................................... 77

Box 15: Penunjukan Langsung untuk Pengusahaan PLTBm dan PLTBg ........................................................ 86

Box 16: Gambaran Umum Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) .............................................................................. 91

Box 17: Tahapan Pelaksanaan Kualifikasi Daftar Penyedia Terseleksi (DPT)................................................ 92

Box 18: Permintaan Evaluasi Sambung (Connection Evaluation Request) ................................................. 102

Box 19: Kriteria dan Fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday ......................................................................... 107

Box 20: Ketentuan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan ........................................................................... 117

Box 21: Verifikasi Rencana Impor Barang (RIB) oleh Surveyor ........................................................................ 137

Box 22: Proses Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen dan Kondisi Bangunan Gedung ........................... 149

Box 23: Besaran Nilai TKDN Barang dan Jasa untuk PLTBm .............................................................................. 151

Box 24: Commissioning dan Commercial Operation Date (COD) .................................................................... 157

Box 25: Pelaporan Realisasi Penanaman Modal dan Realisasi Produksi terkait Pemberian
Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan .........................................................................................161

xv
Daftar Singkatan

3T Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal COP Conference of Parties

AANE Austindo Aufwind New Energy DAS Daerah Aliran Sungai

ACGF ASEAN Catalytic Green Finance DEA Direktorat Aneka Energi Baru dan
Facility Terbarukan

ADB Asian Development Bank DEB Direktorat Bioenergi

AFD Agence Française de Développement DED Detailed Engineering Design

AIF ASEAN Infrastructure Fund DEK Direktorat Konservasi Energi

Amdal Analisis Mengenai Dampak DEN Dewan Energi Nasional


Lingkungan
DEP Direktorat Panas Bumi
Andal Analisis Dampak Lingkungan
DJEBTKE Direktorat Jenderal Energi Baru
API Angka Pengenal Impor Terbarukan dan Konservasi Energi

API-P Angka Pengenal Importir-Produsen DJK Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan

ASEAN Association of Southeast Asian DPMPTSP Dinas Penanaman Modal dan


Nations Pelayanan Terpadu Satu Pintu

ATR Agraria dan Tata Ruang DPT Daftar Penyedia Terseleksi

B2B Business to Business EBT Energi Baru Terbarukan

B3 Bahan Berbahaya dan Beracun EBTKE Energi Baru Terbarukan dan


Konservasi Energi
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional EE Efisiensi Energi

BaU Business as Usual EIB European Investment Bank

BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal EPC Engineering, Procurement, and


Construction
BOO Build, Own, and Operate
EPCC Engineering, Procurement,
BOM Bill of Material
Construction, and Commissioning
BOP Balance of Plant
ESDM Energi dan Sumber Daya Mineral
BPN Badan Pertanahan Nasional
ET Energi Terbarukan
BPP Biaya Pokok Penyediaan
EU European Union
BPPT Badan Pengkajian dan Penerapan
FABA Fly Ash and Bottom Ash
Teknologi
FBC Final Business Case
BUMN Badan Usaha Milik Negara
FCI Fixed Capital Cost
CDM Clean Development Mechanism
FGD Focus Group Discussion
COD Commercial Operation Date

xvi
FS Feasibility Study IUJPTL Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga
Listrik
FSA Fuel Supply Agreement
IUPTL Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
FTZ Free Trade Zone
K/L/D Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Gatrik Ketenagalistrikan
Daerah
GIZ Deutsche Gesellschaft fur
KA-Andal Kerangka Acuan – Analisis Dampak
Internationale Zusammenarbeit
Lingkungan Hidup
GmbH
KBLI Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
GRK Gas Rumah Kaca
Indonesia
GS Grid Study
KEK Kawasan Ekonomi Khusus
GW Gigawatt
KEN Kebijakan Energi Nasional
HAM Hak Asasi Manusia
KESDM Kementerian Energi dan Sumber
HJTL Harga Jual Tenaga Listrik Daya Mineral
HO Hinder Ordonnantie KfW Kreditanstalt für Wiederaufbau
HPE Harga Perkiraan Engineering KKPR Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
HTE Hutan Tanaman Energi Ruang

HTI Hutan Tanaman Industri KLHK Kementerian Lingkungan Hidup dan


Kehutanan
HTR Hutan Tanaman Rakyat
KMK Keputusan Menteri Keuangan
ICED Indonesia Clean Energy
Development KPBU Kerja Sama Pemerintah dan Badan
Usaha
IESR Institute for Essential Services
Reform kW kilowatt

IFC International Finance Corporation LCOE Levelised Cost of Electricity

IIF Indonesia Infrastructure Finance LFG Landfill Fuel Gas

IKBI Inisiatif Keuangan Berkelanjutan LIT Lembaga Inspeksi Teknik


Indonesia LHK Lingkungan Hidup dan Kehutanan
IMB Izin Mendirikan Bangunan LoI Letter of Intent
IMSC Integrated Market Service Center MACRS Modified Accelerated Cost Recovery
INSW Indonesia National Single Window System

IPP Independent Power Producer Minerba Mineral dan Batu Bara

IRENA International Renewable Energy Migas Minyak dan Gas Bumi


Agency MTRE3 Market Transformation through
IRR Internal Rate of Return Design and Implementation of
Appropriate Mitigation Actions in the
IUPHHK Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Energy Sector
Kayu

xvii
MW Megawatt PPh Pajak Penghasilan

NDC Nationally Determined Contribution PPL Pengembang Pembangkit Listrik

NIB Nomor Induk Berusaha PPN Pajak Pertambangan Nilai

NIK Nomor Induk Kependudukan PPN Perencanaan Pembangunan Nasional

NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak PPU Private Power Utility

NSPK Norma, Standar, Prosedur, Kriteria PSEL Pengolah Sampah menjadi Energi
Listrik
NTB Nusa Tenggara Barat
PT Perseroan Terbatas
NTT Nusa Tenggara Timur
PTSP Pelayanan Terpadu Satu Pintu
O&M Operation and Maintenance
PUPR Pekerjaan Umum dan Perumahan
OBC Outline Business Case
Rakyat
OECD Organisation for Economic
RBA Risk Based Approach
Cooperation and Development
RDF Refused Derived Fuel
OJK Otoritas Jasa Keuangan
RDTR Rencana Detail Tata Ruang
OSS Online Single Submission
REBED Renewable Energy Based Economic
PBG Persetujuan Bangunan Gedung
Development
Pemda Pemerintah Daerah
REBID Renewable Energy Based Industrial
PJBL Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Development
PKP Pengusaha Kena Pajak REDI Renewable Energy Data and
PKPLH Pernyataan Kesanggupan Information
Pengelolaan Lingkungan Hidup RIB Rencana Impor Barang
PLN Perusahaan Listrik Negara RIBP Rencana Impor Barang Perubahan
PLT Pembangkit Listrik Tenaga RKL-RPL Rencana Pengelolaan Lingkungan
PLTBio Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi Hidup – Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup
PLTBg Pembangkit Listrik Tenaga Biogas
RKS Rencana Kerja dan Syarat-syarat
PLTBm Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa
RTR Rencana Tata Ruang
PLT-ET Pembangkit Listrik Tenaga Energi
Terbarukan RUEN Rencana Umum Energi Nasional

PLTSa Pembangkit Listrik Tenaga Sampah RUKN Rencana Umum Ketenagalistrikan


Nasional
PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap
RUPTL Rencana Usaha Penyediaan Tenaga
POJK Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Listrik
POME Palm Oil Mill Effluent
RZ KAW Rencana Zonasi Kawasan Antar
PP&E Process Plant & Equipment Wilayah

PPA Power Purchase Agreement

xviii
RZ KSNT Rencana Zonasi Kawasan Strategis SPPL Surat Pernyataan Pengelolaan dan
Nasional Tertentu Pemantauan Lingkungan Hidup

SBU Sertifikat Badan Usaha SPV Special Purpose Vehicle

SDA Sumber Daya Air TCC Total Construction Cost

SDGs Sustainable Development Goals TCI Total Capital Investment

SII Sumba Iconic Island TD&IC Total Direct & Indirect Cost

SIMBG Sistem Informasi Manajemen TDC Total Direct Cost


Bangunan Gedung
TDP Tanda Daftar Perusahaan
SIPPA Surat Izin Pengambilan dan
TIC Total Indirect Cost
Pemanfaatan Air
TKDN Tingkat Komponen Dalam Negeri
SIUJS Surat Izin Usaha Jasa Survey
TPA Tim Profesi Ahli
SK Surat Keputusan
TPA Tempat Pembuangan Akhir
SKF Surat Keterangan Fiskal
TPST Tempat Pembuangan Sampah
SKKLH Surat Keputusan Kelayakan
Terpadu
Lingkungan Hidup
TPT Tim Penilai Teknis
SKTTK Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik
Ketenagalistrikan UKL-UPL Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup – Upaya Pemantauan
SLF Sertifikat Laik Fungsi
Lingkungan Hidup
SLO Sertifikat Laik Operasi
UNDP United Nations Development
SMI Sarana Multi Infrastruktur Programme

SNI Standar Nasional Indonesia USAID United States Agency for


International Development
SO Sumber Organik
UU Undang-Undang
SOP Standard Operational Procedures
WNA Warga Negara Asing
SPC Special Purpose Company
WNI Warga Negara Indonesia
SPH Surat Permintaan Harga

xix
xx RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif

1. Pendahuluan & Status Terkini

Bioenergi merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dimanfaatkan dalam penyediaan energi
bersih dan rendah karbon. Dalam pedoman ini, bioenergi didefinisikan sebagai energi berbasis biomassa
padat, biogas, dan sampah kota yang dimanfaatkan dalam penyediaan tenaga listrik. Secara khusus,
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (PLTBio) ini disusun dengan batasan
pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga Biogas
(PLTBg), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Indonesia. Secara khusus, bagian pertama
dalam pedoman ini ditujukan untuk memberikan gambaran tren teknologi dan cost pengembangan PLTBio
di dunia serta status terkini kapasitas terpasang PLTBio di Indonesia.

Tren Tekno-Ekonomi PLTBio di Dunia

Gambar E.1 menunjukkan grafik tren tekno-ekonomi pengembangan PLTBio di dunia yang terdiri dari total
biaya terpasang (total installed cost), faktor kapasitas (capacity factor), dan Levelised Cost of Electricity
(LCOE) dalam rentang tahun 2010 hingga 2019. Grafik tren—digambarkan dengan garis—menunjukkan
nilai rata-rata terbobotkan data pengembangan PLTBio secara global (global weighted average) yang
bersumber dari IRENA Renewable Cost Database.

Nilai rata-rata terbobotkan total biaya terpasang proyek PLTBio di dunia dari tahun 2010 hingga 2019
berada dalam kisaran 1.200 USD/kW hingga 3.000 USD/kW. Fluktuasi pada tren rata-rata terbobotkan
total biaya terpasang diakibatkan oleh sensitivitas biaya pengembangan PLTBio terhadap kondisi tiap
proyek (project-specific)—seperti teknologi konversi biomassa yang diterapkan, heterogenitas
karakteristik bahan baku, serta lokasi geografis pembangkit. Pada tahun 2019, rata-rata terbobotkan total
biaya terpasang berada pada nilai 2.141 USD/kW.

Merujuk pada grafik, tren faktor kapasitas PLTBio dari tahun 2010 hingga 2019 berada pada rentang 64%
hingga 86%. IRENA Renewable Cost Database mencatat bahwa pembangkit dengan bahan baku ampas
tebu, landfill gas, dan biogas lain cenderung memiliki faktor kapasitas yang rendah, sekitar 50–60%;
sementara bahan baku kayu, sekam padi, limbah industri, dan sampah kota sekitar 60–85%. Faktor
kapasitas yang tinggi, 85–95%, dapat dicapai apabila suplai bahan baku yang seragam tersedia sepanjang
tahun. Sementara itu, berdasarkan proyek yang telah diimplementasikan, faktor kapasitas pembangkit
berbasis biomassa di Indonesia berada pada rentang menengah, 70–85%.

Dengan beragamnya opsi teknologi pembangkit, nilai total biaya terpasang, faktor kapasitas, dan biaya
bahan baku, nilai LCOE dari proyek PLTBio memiliki rentang yang lebar. Nilai rata-rata terbobotkan LCOE
secara global di tahun 2019 adalah 6,6 cent-USD/kWh, naik dari nilai di tahun 2018 (5,7 cent-USD/kWh),
namun masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

xxi
Gambar E.1: Tren total biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTBio di dunia, 2010–2019

Sumber: IRENA. Renewable Power Generation Costs in 2019. 2020.

Status Pengembangan PLTBio di Indonesia

Pada tahun 2019, status kapasitas terpasang PLTBm di Indonesia menempati posisi kedua di antara negara
ASEAN setelah Thailand, atau sekitar 26% dari total kapasitas terpasang PLTBm di ASEAN. Dalam status
kapasitas terpasang PLTBg, Indonesia menempati posisi ketiga di antara negara ASEAN setelah Thailand
dan Malaysia. Sementara itu, berbeda dengan PLTBm dan PLTBg, pengembangan PLTSa di Indonesia
masih sangat minim. Pada tahun 2019, Indonesia berada di posisi terakhir dari total lima (5) negara yang
telah mengembangkan PLTSa, dengan total kapasitas terpasang hanya sekitar 0,5% dari total kapasitas
terpasang PLTSa di ASEAN.

Total kapasitas terpasang PLTBio (PLTBm, PLTBg, dan PLTSa) di Indonesia mencapai sekitar 1,9 GW hingga
akhir tahun 2020. Dari total tersebut, kontribusi kapasitas terpasang terbesar adalah PLTBm sebesar 1,8
GW, diikuti dengan PLTSa (12,15 MW) dan PLTBg (0,12 GW). Sebagian besar PLTBm berada di wilayah
barat Indonesia, khususnya di Provinsi Riau—sekitar 70% dari total kapasitas terpasang PLTBm. Di antara
PLTBm yang telah beroperasi, terdapat satu PLTBm dengan skema IPP yang umum dijadikan sebagai
contoh, yaitu PLTBm Siantan di Kalimantan Barat dengan kapasitas terpasang sebesar 15 MW. Selanjutnya,
PLTBg di Indonesia memiliki kapasitas terpasang yang jauh lebih kecil dibandingkan PLTBm, namun
memiliki sebaran pembangkit yang serupa—terkonsentrasi di wilayah Sumatera dengan kapasitas terbesar
di Provinsi Riau. Salah satu PLTBg on-grid yang telah beroperasi dan sukses diimplementasikan adalah
PLTBg Jangkang di Kepulauan Bangka Belitung dengan kapasitas terpasang sebesar 1,8 MW. Selain itu,
pengembangan PLTSa di Indonesia, hingga akhir tahun 2020 masih terpusat di pulau Jawa—khususnya di
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Saat ini, beberapa PLTSa yang sudah beroperasi di Indonesia
antara lain: (i) PLTSa Merah Putih (700 kW) di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat; (ii) PLTSa Benowo (1,65)
MW di Jawa Timur; dan (iii) PLTSa Jatibarang (800 kW) di Semarang, Jawa Tengah.

xxii RINGKASAN EKSEKUTIF


2. Potensi Bioenergi

Potensi sumber daya energi terbarukan, secara khusus bioenergi, adalah bersifat spesifik lokasi ( site-
specific). Sehubungan dengan hal itu, informasi terkait lokasi proyek serta karakteristik sumber bioenergi
sangatlah krusial bagi pengembang atau investor, khususnya dalam tahap pengembangan PLTBio.
Mengingat urgensi tersebut, sumber data informasi potensi bioenergi serta rencana pengembangan
PLTBio yang bersifat spesifik lokasi harus disediakan dan—secara berkala—dimutakhirkan.

Dalam proses pengembangan PLTBio, pengembang maupun investor dapat mengakses informasi potensi
sumber daya bioenergi melalui beberapa sumber informasi yang telah tersedia, antara lain ESDM One Map
dan Dasbor Potensi Bioenergi. ESDM One Map merupakan aplikasi berbasis web yang menampilkan peta
sebaran informasi energi dan sumber daya mineral, yang di dalamnya mencakup informasi potensi
bioenergi. Informasi tersebut dilengkapi dengan tabel informasi (attribute table), mencakup provinsi, nama
pabrik/perusahaan, kapasitas pengolahan, potensi limbah, jenis teknologi, jenis limbah, dan alamat.
Adapun Dasbor Potensi Bioenergi, yang juga merupakan aplikasi berbasis web, menampilkan data dan
informasi potensi bioenergi dari limbah agroindustri di Indonesia. Selain itu, untuk melihat rencana proyek
PLTBio yang telah ditetapkan, termasuk potensi proyek yang masih dalam tahap studi kelayakan,
pengembang maupun investor dapat merujuk pada dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik—
disingkat RUPTL—PT PLN (Persero).

Potensi Pengembangan PLTBio di Indonesia

Merujuk pada Dasbor Potensi Bioenergi, Indonesia memiliki total potensi teknis bioenergi mencapai sekitar
15 GW—namun hanya merepresentasikan limbah agroindustri. Dari total tersebut, potensi energi biomassa
adalah sebesar 14,3 GW, sedangkan potensi energi biogas adalah 1.1 MW. Sementara itu, potensi energi
sampah (waste-to-energy) di Indonesia mencapai sekitar 2.4 GW—hasil estimasi berdasarkan data
timbulan sampah di TPA dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian LHK.

Dalam cakupan 4 provinsi percontohan MTRE3—yaitu Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara
Timur (NTT)—potensi pengembangan PLTBio teridentifikasi terdapat di tiga provinsi, yaitu Riau, Jambi,
dan NTT. Di Provinsi Riau, potensi pengembangan PLTBm dan PLTBg secara berurutan adalah sebesar
95,6 MW dan 64,1 MW. Di Provinsi Jambi, terdapat potensi pengembangan PLTBm dan PLTBg masing-
masing total sebesar 15 MW dan 5.5 MW. Sementara itu, di Provinsi NTT hanya terdapat potensi
pengembangan PLTBm sebesar 1 MW.

Rencana Pengembangan PLTBio di Provinsi Percontohan MTRE3

Rencana pengembangan PLTBio di Indonesia tertuang dalam dokumen RUPTL PT PLN (Persero) dengan
Independent Power Producer (IPP) maupun PT PLN (Persero) sebagai pengembang. Merujuk pada RUPTL
PT PLN (Persero) 2019–2028, rencana pengembangan proyek PLTBio di Provinsi Riau mencakup PLTBio,
PLTBm, dan PLTBg masing-masing dengan kapasitas sebesar 142,6 MW (termasuk kuota tersebar
Sumatera), 11 MW, dan 3 MW. Di Provinsi Jambi, terdapat rencana pengembangan PLTBio sebesar 142,6
MW (termasuk kuota tersebar Sumatera), PLTBm 3 MW, dan PLTBg 1 MW. Sementara itu, di Provinsi NTT

xxiii
hanya terdapat rencana pengembangan PLTBm dengan total kapasitas sebesar 20 MW yang tersebar di
beberapa lokasi.

3. Pemangku Kepentingan Kunci dalam Pengembangan PLT


Bioenergi

Pengembangan PLT-ET di Indonesia, termasuk PLT Bioenergi (PLTBm, PLTBg, dan PLTSa), melibatkan
berbagai pemangku kepentingan kunci (key actors), meliputi pemerintah pusat dan daerah, PT PLN
(Persero), penyedia dana serta pengembang. Secara umum, susunan kelembagaan pemangku
kepentingan kunci dalam pengembangan PLT-ET di Indonesia dapat diilustrasikan pada Gambar 7.

Dalam hal pengembangan PLT-ET di Indonesia, Presiden memiliki peran dalam menetapkan ambisi sektor
ketenagalistrikan secara keseluruhan. Dalam hal ini, Presiden memberikan arahan nasional dalam rangka
penyediaan tenaga listrik yang disinkronisasikan dengan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim sesuai
target Nationally Determined Contribution (NDC) pada Paris Agreement (Conference of Parties, COP 21).
Di samping itu, Presiden juga berperan sebagai ketua dari Dewan Energi Nasional (DEN). Melalui Peraturan
Presiden Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan
Calon Anggota Dewan Energi Nasional—anggota DEN ditugaskan untuk merancang dan merumuskan
Kebijakan Energi Nasional (KEN), menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), menetapkan
langkah-langkah krisis dan darurat energi, serta melakukan pengawasan kebijakan energi yang bersifat
lintas sektoral.

Dalam implementasinya, terdapat berbagai kementerian yang berperan untuk mengatur tata laksana
pengembangan dan investasi PLT-ET—khususnya dalam hal ini, PLT Bioenergi—di Indonesia. Berbagai
kementerian yang dimaksud antara lain adalah Kementerian ESDM, Kementerian Investasi/Badan
Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Peran dan
kewenangan dari masing-masing kementerian secara ringkas dideskripsikan di bawah ini.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertanggung jawab atas kebijakan dan regulasi di
bidang energi, untuk merumuskan, mengawasi, dan mengevaluasi kebijakan energi, serta untuk
memastikan ketersediaan, akses, keterjangkauan, dan pemerataan energi. Secara spesifik, ranah
pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di Indonesia berada di bawah Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE) yang bertanggung jawab untuk
sektor energi terbarukan, serta Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) yang bertanggung jawab di
sektor ketenagalistrikan.

• Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE)


DJEBTKE menyelenggarakan fungsi dalam perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pelaksanaan
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan—di bidang
pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja,
lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bioenergi,
aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi.

xxiv RINGKASAN EKSEKUTIF


Secara khusus, Direktorat Bioenergi memiliki tugas dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
evaluasi dan pelaporan, serta pengendalian dan pengawasan—di bidang penyiapan program,
pelayanan dan pengawasan usaha, implementasi pengembangan, investasi dan kerja sama, serta
keteknikan dan lingkungan bioenergi.
• Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK)
DJK menyelenggarakan fungsi dalam perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi—
di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan,
keselamatan kerja, dan lingkungan di bidang ketenagalistrikan.

Kementerian Investasi (Badan Koordinasi Penanaman Modal, BKPM) mengakomodasi pelayanan


perizinan terkait investasi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, termasuk pengajuan
fasilitas/insentif dan permohonan tenaga kerja asing. Pada tahun 2018, BKPM telah mengembangkan suatu
sistem pelayanan perizinan—Online Single Submission (OSS)—untuk memudahkan pengembang dalam
melakukan permohonan perizinan dan memperoleh informasi terkait perizinan berusaha di Indonesia.
Sistem OSS merupakan sistem yang mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan berusaha yang menjadi
kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, atau Walikota/Bupati, secara elektronik. Konsep
paling penting dalam sistem OSS ini adalah menggunakan satu portal nasional, satu identitas perizinan
berusaha (Nomor Induk Berusaha, NIB), dan satu format perizinan berusaha. Perizinan berusaha seluruh
sektor wajib diterbitkan melalui OSS, kecuali sektor mineral dan batu bara, minyak dan gas bumi, serta
keuangan (perbankan dan asuransi).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memiliki kewenangan terhadap Persetujuan
Lingkungan. Kementerian Keuangan menyelenggarakan fungsi dalam perumusan dan pemberian
rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan, termasuk dalam pengembangan pembangkit listrik
berbasis energi terbarukan. Di sektor ketenagalistrikan, Kementerian Keuangan menyetujui jaminan
pemerintah terkait kewajiban PT PLN (Persero) dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL). Secara
spesifik dalam pengembangan energi terbarukan, Kementerian Keuangan berperan dalam merumuskan
dan menyetujui insentif fiskal seperti keringanan pajak dan ketentuan depresiasi yang dipercepat.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki kewenangan
terhadap Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) menyelenggarakan fungsi dalam perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang penataan bangunan gedung. Kementerian Perindustrian memformulasikan kebijakan
di sektor industri, termasuk menetapkan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam
pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) bertanggung jawab atas pengawasan BUMN, termasuk PT PLN (Persero)—dengan melakukan
pengawasan terhadap manajemen perusahaan, menetapkan dan meninjau target kinerja perusahaan,
serta menyetujui anggaran tahunannya.

xxv
PT PLN (Persero) bertanggung jawab atas sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia dengan
kewenangan atas transmisi, distribusi, dan pasokan listrik kepada masyarakat. Selain itu, PT PLN (Persero)
juga bertindak sebagai pembeli (offtaker) terhadap listrik yang dihasilkan oleh Independent Power
Producer (IPP) berdasarkan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL)—sesuai dengan proses pengadaan
dan rencana bisnis yang ditetapkan.

Pemerintah Daerah memiliki kewenangan terhadap beberapa perizinan berusaha di tingkat daerah,
utamanya dalam verifikasi dokumen persyaratan PBG dan SLF. Pemerintah daerah juga memiliki
kewenangan dalam memberikan perizinan berusaha lain di tingkat daerah, seperti Izin Gangguan (Hinder
Ordonnantie, HO) dan Surat Izin Pengambilan dan Air (SIPPA). Selain itu, pemerintah daerah juga terlibat
dalam penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah. Secara spesifik dalam pengembangan PLTSa,
pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam menetapkan pengembang PLTSa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyedia Dana untuk pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di Indonesia antara
lain PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), bank, lembaga
pembiayaan, dan program lainnya.

xxvi RINGKASAN EKSEKUTIF


Gambar E.2: Pemangku kepentingan kunci (key actors) dalam pengembangan PLT Bioenergi di Indonesia

Catatan: DEN: Dewan Energi Nasional; PUPR: Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; LHK: Lingkungan Hidup & Kehutanan; BKPM: Badan Koordinasi Penanaman Modal; ESDM: Energi & Sumber Daya
Mineral; BUMN: Badan Usaha Milik Negara; PLN: Perusahaan Listrik Negara; PLT-ET: Pembangkit Listrik Energi Terbarukan; KEN: Kebijakan Energi Nasional; RUEN: Rencana Umum Energi Nasional; SMI:
Sarana Multi Infrastruktur; IIF: Indonesia Infrastructure Finance.

xxvii
4. Program Pemerintah dalam Pengembangan PLTBio

Dalam upaya pencapaian target bauran energi terbarukan di tahun 2025, Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan berbagai program untuk percepatan pengembangan PLT-ET. Secara khusus dalam
pengembangan PLTBio, beberapa program yang telah disiapkan oleh Pemerintah Indonesia adalah Sumba
Iconinc Island, Renewable Energy Based Economic Development (REBED), Program Percepatan
Pembangunan PLTSa, serta Program Hutan Tanaman Energi (HTE). Program-program tersebut diharapkan
dapat menarik minat investor/pengembang dalam mengembangkan proyek PLTBio di Indonesia.
Desksripsi dari setiap program tersebut diuraikan secara ringkas di bawah ini.

Sumba Iconic Island

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3051 Tahun 2015 tentang Penetapan Pulau Sumba sebagai
Pulau Ikonis Energi Terbarukan, program Pulau Ikonis Sumba (Sumba Iconic Island, SII) bertujuan untuk
mendemonstrasikan bahwa kebutuhan energi di pulau-pulau kecil dan komunitas yang terisolasi dapat
terpenuhi melalui pemanfaatan energi berkelanjutan ( sustainable energy).

Melalui program ini, satu unit PLTBm kapasitas 30 kW telah berhasil terpasang di Sumba Timur dengan
menggunakan bahan baku sekam padi sekitar 45 kg/jam. Selain PLTBm, pembangunan 557 unit PLTBg
dengan total kapasitas 4.920 kW juga telah berhasil dilakukan dengan memanfaatkan kotoran hewan dan
sampah sebagai bahan baku (feedstock). Dalam program ini, potensi pengembangan PLTBm dan PLTBg
di Pulau Sumba teridentifikasi masing-masing mencapai 10 MW dan 8 juta m3 per tahun.

Program REBED

Program Renewable Energy Based Economic Development (REBED) merupakan salah satu program
penciptaan pasar baru (market creation) untuk energi terbarukan. Program REBED memiliki konsep
penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk memacu perekonomian wilayah di kawasan
terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Salah satu implementasi program ini adalah pengembangan
PLTBm skala kecil berbasis potensi bahan baku lokal.

Program Percepatan Pembangunan PLTSa

Melalui Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah
Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, pemerintah telah menetapkan
objektif dalam Percepatan Pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota, yaitu DKI Jakarta, Tangerang,
Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang,
dan Manado. Program ini memiliki konsep untuk mengelola dan memanfaatkan sampah, khususnya yang
terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Program ini diharapkan dapat mengurangi volume
timbunan sampah sekaligus meningkatkan nilai tambah ( added value) sampah melalui konversi menjadi
listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.

xxviii RINGKASAN EKSEKUTIF


Program ini telah diimplementasikan dengan satu (1) unit PLTSa berkapasitas 9 MW di TPA Benowo,
Surabaya, Jawa Timur yang telah beroperasi secara komersial (COD). Selain itu, dua (2) wilayah telah
melakukan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL), yakni Kota Surakarta dan Provinsi DKI Jakarta. Di dua
kota lain, yaitu Palembang dan Tangerang, pengembang telah ditetapkan. Di Kota Bandung,
pengembangan PLTSa saat ini masih dalam proses lelang. Sementara itu, pengembangan PLTSa di wilayah
program percepatan lainnya masih pada tahapan persiapan lelang, Prastudi Kelayakan (pre-FS), atau
penyusunan Outline Business Case (OBC)/Final Business Case (FBC).

Program Hutan Tanaman Energi (HTE)

Program Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk Bioenergi, atau disebut sebagai Hutan Tanaman Energi
(HTE), dibentuk dalam rangka mengembangkan hutan tanaman energi dan memanfaatkan lahan marjinal
dengan tujuan khusus, yaitu menyediakan bahan baku PLTBm. Program ini didukung oleh Peraturan
Menteri LHK Nomor 62 Tahun 2019 tentang Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Peraturan
Menteri LHK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Beberapa implementasi dari
program HTE ini mencakup:

• Pelepasan 6,91 juta hektar kawasan hutan dengan 78% adalah kebun sawit yang berpotensi untuk
menjadi sumber bioenergi.
• Izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 0,44 hektar untuk sektor energi.
• Komitmen untuk mengembangkan bioenergi oleh 18 unit usaha di 10 provinsi dengan
mengalokasikan lahan untuk tanaman energi seluas 46.600 hektar.

Menurut informasi dari KLHK, hingga awal tahun 2021 telah terdapat potensi HTE, yaitu seluas 156.032
hektar dari 14 unit usaha di berbagai provinsi. Jenis tanaman energi yang akan dikembangkan bervariasi,
antara lain sengon, kaliandra, akasia, bakau, gamal, bambu, dan sebagainya.

5. Kerangka Regulasi dalam Pengembangan PLT Bioenergi

Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi yang mengatur pemanfaatan sumber daya
bioenergi untuk penyediaan tenaga listrik (PLTBio, meliputi PLTBm, PLTBg, dan PLTSa). Regulasi yang
dimaksud mencakup regulasi pada tingkat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
dan Peraturan Menteri. Dalam pedoman ini, seluruh regulasi terkait pengembangan pembangkit listrik
berbasis bioenergi (PLTBio) dirangkai dalam bagan kerangka regulasi sebagaimana ditampilkan pada
Gambar 9.

Regulasi terkait Sumber Daya Energi

Seacara umum, regulasi yang mengatur pemanfaatan sumber daya energi di Indonesia didasari oleh
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Di samping itu, Undang-Undang ini secara khusus
mengatur aksesibilitas energi di Indonesia serta pembentukan Dewan Energi Nasional (DEN) yang
berwenang untuk merumuskan Kebijakan Energi Nasional (KEN).

xxix
Regulasi terkait Ketenagalistrikan

Sektor ketenagalistrikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, beserta regulasi turunannya. Rangkaian regulasi ini mengatur proses dan ketentuan
terkait penyelenggaraan ketenagalistrikan di Indonesia, khususnya mengenai kegiatan usaha penyediaan
tenaga listrik dan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).

Regulasi terkait Pengelolaan Sampah

Regulasi terkait pengelolaan sampah di Indonesia didasari oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008.
Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan, salah satunya melalui pemanfaatan sampah sebagai sumber energi.
Dalam hal pengembangan PLTSa, pemerintah secara khusus telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor
35 Tahun 2018 terkait percepatan pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota di Indonesia.

Regulasi terkait Cipta Kerja

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terdapat beberapa perubahan dan
penghapusan pasal pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dalam
konteks investasi dan pengembangan PLT-ET, perubahan yang teridentifikasi adalah penyederhanaan
perizinan berusaha terkait penyediaan tenaga listrik.

Lebih lanjut, pemerintah juga telah menerbitkan regulasi turunan terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja, yang berkaitan dengan pengembangan PLTBio, antara lain:

• Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
• Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
• Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
• Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
• Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM).

Regulasi terkait Pengelolaan Lingkungan Hidup

Regulasi yang mengatur tata cara dan persyaratan perizinan berusaha terkait lingkungan hidup dituangkan
dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 22 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 26 Tahun 2018.
Selain itu, terdapat Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2019 terkait tata cara dan persyaratan
permohonan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan.

xxx RINGKASAN EKSEKUTIF


Regulasi terkait Hutan Tanaman Energi

Dalam hal pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE) sebagai sumber bahan baku bioenergi,
Kementerian LHK menerbitkan dua regulasi, yaitu (i) Permen LHK Nomor 62 Tahun 2019 tentang
Pengembangan Hutan Tanaman Industri dan (ii) Permen LHK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Hutan
Tanaman Rakyat. Kedua regulasi tersebut mengatur tata kelola hutan, persyaratan, hingga jenis tanaman
dan pola penanaman untuk tanaman penghasil energi.

Regulasi terkait Fasilitas Fiskal

Dalam rangka meningkatkan investasi untuk pengembangan PLT Bioenergi, terdapat berbagai fasilitas
yang dapat dimanfaatkan oleh pengembang sebagaimana diatur melalui regulasi berikut:

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2015 untuk Pembebasan Bea Masuk
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 untuk Tax Allowance
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020 untuk Tax Holiday

Regulasi terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)

Regulasi terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) didasari oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 tentang Perindustrian. Adapun ketentuan terkait penggunaan produk dalam negeri untuk
infrastruktur ketenagalistrikan—dalam hal ini PLTBm—diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian
Nomor 54 Tahun 2012.

Regulasi oleh PT PLN (Persero)

Regulasi tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan diatur melalui
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020. Regulasi ini secara spesifik mengatur
mekanisme dan prosedur pembelian tenaga listrik dari energi terbarukan—termasuk PLTBm, PLTBg, dan
PLTSa—oleh PT PLN (Persero).

xxxi
Gambar E.3: Kerangka regulasi dalam pengembangan PLT Bioenergi di Indonesia

xxxii RINGKASAN EKSEKUTIF


6. Proses Bisnis/Investasi Proyek PLT Bioenergi

Pengantar Proses Bisnis/Investasi Proyek PLTBio

Bab ini berisikan pedoman sehubungan dengan proses dan prosedur untuk mengembangkan proyek
pembangkit listrik berbasis bioenergi (PLTBio), khususnya pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm),
pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg), dan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Kelompok
sasaran pedoman ini adalah pengembang proyek, investor, lembaga pembiayaan, pemerintah pusat dan
daerah, serta aktor-aktor lain yang terlibat dalam pengembangan proyek PLTBio dengan skema
pengusahaan Independent Power Producer (IPP). Pedoman ini ditujukan secara khusus untuk
pengembangan proyek PLTBio yang terkoneksi ke jaringan listrik PT PLN (Persero)—atau on-grid.

Prosedur bisnis/investasi yang disusun dalam pedoman ini merujuk pada mekanisme penyediaan tenaga
listrik berupa Pemilihan Langsung. Melalui mekanisme tersebut, calon pengembang proyek dan investor
harus terlebih dahulu mengikuti pelelangan melalui web e-Procurement PT PLN (Persero)—yang ditujukan
untuk PLTBm dan PLTBg. Selain itu, dalam pedoman juga disampaikan mengenai mekanisme Penunjukan
Langsung untuk PLTSa serta PLTBm dan PLTBg apabila terdapat kondisi khusus. Kedua mekanisme
tersebut merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Sumber
Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri ESDM
Nomor 50 Tahun 2017).

Pengenalan Layanan Perizinan dan Nonperizinan

Pada prinsipnya, saat ini layanan perizinan dan nonperizinan untuk pengembangan proyek pembangkit
listrik berbasis energi terbarukan (PLT-ET) di Indonesia hampir semuanya berbasis online. Secara lebih
spesifik, layanan perizinan dan nonperizinan yang digunakan dalam hal pengembangan proyek PLTBio
ditabulasikan pada Tabel E.1, mencakup nama Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah disertai dengan
aplikasi perizinan dan nonperizinan terkait.

Di Indonesia, Sistem Online Single Submission (OSS) merupakan layanan utama dalam hal pengajuan
perizinan dan nonperizinan—yang saat ini telah diperbarui menjadi sistem OSS Berbasis Risiko pada bulan
Agustus 2021—sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. OSS
Berbasis Risiko ini wajib digunakan oleh pelaku usaha, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas
Pelabuhan Bebas (KPBPB).

xxxiii
Tabel E.1: Layanan perizinan dan nonperizinan dalam pengembangan proyek PLT Bioenergi

Kementerian/Lembaga/
Aplikasi Perizinan & Nonperizinan
Pemerintah Daerah

Online Single Submission (oss.go.id)

Kementerian Investasi Sebagai starting point dalam pengajuan perizinan dan nonperizinan untuk
(BKPM) pengembangan PLT-ET, mencakup: permohonan Nomor Induk Berusaha (NIB),
pengajuan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, pengajuan perizinan berusaha
(Izin), dan pengajuan fasilitas.

Perizinan ESDM (perizinan.esdm.go.id)


• Bidang GATRIK, ditujukan untuk verifikasi dokumen persyaratan Izin Usaha
Kementerian ESDM Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan Rencana Impor Barang (RIB).
Sistem Registrasi SLO (slodjk.esdm.go.id)
Ditujukan untuk verifikasi dokumen persyaratan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

E-Procurement PT PLN (Persero) (eproc.pln.co.id)


PT PLN (Persero) • Pendaftaran Daftar Penyedia Terseleksi (DPT).
• Pengadaan proyek PLTBio dengan mekanisme Pemilihan Langsung.

Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung/SIMBG (simbg.pu.go.id)


Kementerian PUPR Ditujukan untuk pengajuan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik
Fungsi (SLF).

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kementerian LHK/PTSP-KLHK


(pelayananterpadu.menlhk.go.id)
Kementerian LHK Ditujukan untuk verifikasi dokumen persyaratan Persetujuan Lingkungan, untuk
dokumen: Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL); Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/DPMPTSP


• Ditujukan untuk verifikasi dokumen persyaratan PBG dan SLF.
Pemerintah Daerah • Ditujukan untuk pengajuan perizinan di tingkat provinsi yang tidak
diakomodasi di sistem OSS, misalnya: Izin Gangguan (Hinder
Ordonnantie/HO); Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko—sebagai regulasi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja—pengusahaan
ketenagalistrikan dikategorikan sebagai jenis usaha dengan risiko tinggi. Persyaratan yang harus dipenuhi
dalam hal ini mencakup Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Izin. Secara umum, alur perizinan pada
sistem OSS Berbasis Risiko yang harus dijalankan oleh pelaku usaha, diuraikan sebagai berikut:

1) Registrasi user OSS, menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk Warga Negara
Indonesia (WNI) atau paspor untuk Warga Negara Asing (WNA).
2) Registrasi legalitas pendirian badan hukum/usaha nonperseorangan, berupa Akta Pendirian/
Perubahan dan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (SK Kemenkumham).
3) Pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang disertai dengan pelengkapan data. NIB yang
diterbitkan juga berfungsi sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Angka Pengenal Impor
(API).

xxxiv RINGKASAN EKSEKUTIF


4) Pengajuan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, mencakup Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik
Fungsi (SLF).
5) Pengajuan perizinan berusaha berbasis risiko, atau disebut dengan Izin (untuk kegiatan usaha
kategori risiko tinggi), yang selanjutnya harus diverifikasi dan disetujui oleh Kementerian/
Lembaga/Pemerintah Daerah terkait.
6) Pengajuan fasilitas seperti tax allowance/holiday , pembebasan bea masuk, dan fasilitas lainnya.

Sebagai catatan, alur perizinan OSS merujuk pada langkah-langkah di atas, namun khusus untuk langkah
(4) hingga (6) dapat dilakukan secara paralel—menyesuaikan dengan persyaratan dalam pengembangan
proyek PLT-ET, secara spesifik untuk proyek PLTBio.

Merujuk pada poin (5) di atas, diperlukan verifikasi dan persetujuan oleh Kementerian/Lembaga/
Pemerintah Daerah terkait dengan pengajuan Izin—sebagaimana diilustrasikan pada Gambar E.4. Setelah
mengajukan perizinan berusaha di sistem OSS, badan usaha akan menerima NIB dan Izin Usaha dengan
status Belum Efektif. Untuk membuat Izin Usaha berlaku efektif, badan usaha harus melakukan pemenuhan
komitmen secara online ke layanan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah terkait, dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah
kemudian melakukan verifikasi persyaratan teknis. Apabila persyaratan teknis telah lengkap dan sesuai,
akan diterbitkan Izin Usaha dengan status Efektif melalui sistem OSS. Sebagai catatan, apabila
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum terintegrasi dengan sistem OSS, upaya pemenuhan
komitmen dilakukan sesuai dengan tata cara instansi terkait.

Gambar E.4: Alur verifikasi Izin oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah terkait

Pengajuan Perizinan Usaha di OSS Keterangan:


(oss.go.id)
OSS: Online Single Submission
Badan Usaha K/L/D: Kementerian/Lembaga/Daerah
(Pemohon) Nomor Induk Berusaha (NIB) *Dalam hal Aplikasi Perizinan K/L/D belum tersedia/belum terintegrasi
dengan OSS, pemenuhan komitmen izin usaha/verifikasi dilakukan
sesuai tata cara yang diterapkan di setiap K/L/D.
Izin Usaha
(Belum Efektif)

Penolakan Pemenuhan Komitmen Izin Usaha Verifikasi Persyaratan Teknis


(Aplikasi Perizinan K/L/D)* (Komitmen Izin Usaha) oleh K/L/D

Tidak
Lengkap & Sesuai

Ya
Izin Usaha Penerbitan Izin Usaha Efektif Penerbitan Surat Pemenuhan Komitmen
(Efektif) (oss.go.id) (Aplikasi Perizinan K/L/D)*

Surat Pemenuhan Komitmen

xxxv
Dalam konteks pengembangan proyek PLTBio melalui mekanisme Pemilihan Langsung—dalam hal ini
PLTBm dan PLTBg—calon pengembang harus terdaftar dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) PLN.
Dalam pelaksanaannya, registrasi calon pengembang hingga terdaftar sebagai DPT serta pelaksanaan
pengadaan difasilitasi melalui aplikasi e-Procurement PLN. Aktivitas pengadaan barang/jasa melalui e-
Procurement PLN secara umum diilustrasikan pada Gambar E.5. Merujuk pada gambar tersebut, proses
registrasi awal calon pengembang hingga terdaftar sebagai DPT dapat direpresentasikan dengan aktivitas
(01–02) “Persiapan Pengadaan Barang/Jasa”, sementara proses Pemilihan Langsung direpresentasikan
pada aktivitas (03–10) “Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa”.

Berdasarkan regulasi terkini, secara spesifik merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya,
seluruh kebutuhan administrasi dan perizinan untuk pengembangan proyek PLTBio ditabulasikan pada
Tabel E.2—disertai dengan pemangku kepentingan ( key actors) dalam pengajuan permohonan dan
verifikasi persyaratan teknis. Dalam tabel tersebut, daftar administrasi dan perizinan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu registrasi legalitas, pengajuan NIB, Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha,
perizinan berusaha berbasis risiko tinggi (Izin), dan pengajuan fasilitas. Sebagai catatan, apabila lokasi
PLTBio berada di kawasan hutan, maka diperlukan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan—
menggantikan KKPR (salah satu Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha).

Gambar E.5: Alur aktivitas pengadaan barang/jasa melalui aplikasi e-Procurement PLN

xxxvi RINGKASAN EKSEKUTIF


Tabel E.2: Daftar administrasi dan perizinan dalam pengembangan proyek PLT Bioenergi

Administrasi & Perizinan Pengajuan Permohonan Verifikasi Persyaratan Teknis

Registrasi Legalitas

Akta Pendirian/Perubahan Notaris

Pengajuan NIB
Kementerian Investasi: Sistem OSS
Nomor Induk Berusaha (NIB)
oss.go.id
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan


Kementerian LHK
Ruang (KKPR)

Persetujuan Penggunaan Kawasan Kementerian Investasi:


Kementerian Agraria & Tata
Hutan (apabila diperlukan: lokasi berada Sistem OSS
Ruang
di kawasan hutan) oss.go.id

Persetujuan Lingkungan, mencakup


dokumen: (i) Upaya Pengelolaan Kementerian Investasi:
Kementerian LHK: PTSP KLHK
Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Sistem OSS
pelayananterpadu.menlhk.go.id
Lingkungan Hidup/UKL-UPL; (ii) Analisis oss.go.id
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Kementerian PUPR: SIMBG Dinas Perizinan


Sertifikat Laik Fungsi (SLF) simbg.pu.go.id (Pemerintah Daerah)

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Tinggi (Izin)


Kementerian Investasi: Kementerian ESDM:
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
Sistem OSS Perizinan ESDM
(IUPTL) untuk Kepentingan Umum
oss.go.id perizinan.esdm.go.id—GATRIK
Kementerian Investasi: Kementerian ESDM:
Rencana Impor Barang (RIB) Sistem OSS Perizinan ESDM
oss.go.id perizinan.esdm.go.id—GATRIK
Kementerian Investasi: Kementerian ESDM:
Sertifikat Laik Operasi (SLO) Sistem OSS Sistem Registrasi SLO
oss.go.id slodjk.esdm.go.id
Izin Gangguan (Hinder Ordonnantie, HO) DPMPTSP (Pemerintah Daerah)

Surat Izin Pengambilan & Pemanfaatan


DPMPTSP (Pemerintah Daerah)
Air (SIPPA)

Pengajuan Fasilitas
Kementerian Investasi:
Pembebasan Bea Masuk Sistem OSS Kementerian Keuangan
oss.go.id
Kementerian Investasi:
Tax Holiday atau Tax Allowance Sistem OSS Kementerian Keuangan
oss.go.id

xxxvii
Gambaran Umum Siklus Pengembangan Proyek PLTBio

Dalam Pedoman Investasi yang disusun, siklus pengembangan PLTBio diklasifikasikan ke dalam tiga fase,
yaitu Fase Pengembangan, Fase Pembangunan, dan Fase Operasi. Dari tiga fase tersebut, siklus
pengembangan proyek PLTBio dibagi menjadi 11 tahap, yaitu: (1) Pelelangan Proyek; (2) Studi
Perencanaan; (3) Legalitas Badan Usaha; (4) Pengajuan Fasilitas; (5) Administrasi dan Perizinan; (6)
Pendanaan; (7) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL); (8) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL);
(9) Engineering, Procurement, and Construction (EPC); (10) Penyambungan Jaringan Listrik dan
Commissioning; serta (11) Operasi dan Pemeliharaan. Rangkaian fase dan tahap kegiatan tersebut
kemudian digambarkan dalam Gantt Chart dan diagram alir, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar E.6
dan Gambar E.7.

Gantt Chart didesain untuk menggambarkan rangkaian proses bisnis pengembangan PLTBio yang
kompleks di Indonesia. Desain Gantt Chart mencakup urutan tahap proses bisnis/investasi termasuk
administrasi dan perizinan yang harus dilakukan. Masing-masing tahap kegiatan dalam Gantt Chart
digambarkan dalam sebuah blok yang mendeskripsikan kebutuhan waktu secara kualitatif dan kapan
setiap tahap kegiatan harus dimulai. Selain itu, dalam Gantt Chart juga diberikan informasi mengenai
rangkaian keseluruhan fase pengembangan proyek—sehingga calon pengembang/investor diharapkan
dapat melihat tahap kegiatan/aktivitas yang harus dilakukan di setiap fase. Sedangkan diagram alir
didesain untuk menggambarkan alur prosedural proses bisnis/investasi—lebih menjelaskan hubungan
antar tahap kegiatan/aktivitas.

Uraian masing-masing tahap kegiatan/aktivitas dalam setiap fase pengembangan proyek PLT Bioenergi
dideskripsikan pada bagian setelah Gantt Chart dan diagram alir—mencakup Fase Pengembangan, Fase
Pembangunan, dan Fase Operasi. Rangkaian narasi ini kemudian dirangkum menjadi matriks proses
bisnis/investasi proyek pengembangan PLT Bioenergi—yang diilustrasikan pada Gambar E.8. Matriks
tersebut mencakup setiap tahap kegiatan/aktivitas yang disajikan secara berurutan, dilengkapi dengan
pemangku kepentingan (key actors) yang terlibat serta informasi-informasi terkait pengajuan permohonan
dan pelaksanaan verifikasi oleh pemangku kepentingan.

xxxviii RINGKASAN EKSEKUTIF


Gambar E.6: Gantt Chart proses/bisnis investasi proyek PLT Bioenergi

xxxix
Gambar E.7: Diagram alir proses/bisnis investasi proyek PLT Bioenergi

xl RINGKASAN EKSEKUTIF
Fase Pengembangan

Siklus pengembangan PLTBio dimulai dari Fase Pengembangan. Pada fase ini, pertama-tama badan usaha
mengikuti Pelelangan Proyek (Tahap 1) yang diadakan oleh PT PLN (Persero). Badan usaha yang
bermaksud untuk mengembangkan PLTBm dan PLTBg akan mengikuti pelelangan proyek dengan dengan
mekanisme Pemilihan Langsung (Tahap 1a). Sedangkan badan usaha yang bermaksud untuk
mengembangkan PLTSa akan mengikuti pelelangan proyek dengan mekanisme Penunjukan Langsung
(Tahap 1b). Akan tetapi, perlu menjadi catatan bahwa pengembangan proyek PLTBm dan PLTBg dapat
dilaksanakan melalui mekanisme Penunjukan Langsung pada kondisi tertentu.

Pada pelelangan proyek melalui mekanisme Pemilihan Langsung, badan usaha harus mengikuti proses
kualifikasi Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) terlebih dahulu. Setelah terdaftar sebagai DPT, badan usaha
berhak mengikuti lelang proyek berdasarkan undangan lelang dari PT PLN (Persero). Sedangkan, pada
pelelangan melalui mekanisme Penunjukan Langsung, PT PLN (Persero) akan menginisiasi proses
pelelangan PLTSa atas dasar Surat Usulan Pembelian Tenaga Listrik dari Pemerintah Daerah kepada
Menteri ESDM dan PT PLN (Persero).

Dalam mengikuti pelelangan proyek, badan usaha harus menyerahkan dokumen penawaran dan lampiran
dokumen penawaran berupa dokumen studi perencanaan. Oleh karena itu, badan usaha selanjutnya harus
melakukan Studi Perencanaan (Tahap 2a) berupa Studi Kelayakan dan Studi Penyambungan. Studi
kelayakan dilakukan untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan dari suatu proyek
PLTBio. Sedangkan studi penyambungan dilakukan untuk mengkaji kelayakan penyambungan dan
kebutuhan fasilitas penyambungan.

Setelah melakukan Studi Perencanaan, badan usaha menyerahkan dokumen studi kelayakan dan studi
penyambungan sebagai lampiran dokumen penawaran untuk diserahkan ke PT PLN (Persero). Kemudian
PT PLN (Persero) akan melakukan klarifikasi, evaluasi dan negosiasi terhadap dokumen penawaran.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, PT PLN (Persero) akan melakukan penunjukan pemenang lelang
proyek yang diikuti dengan penerbitan dan penandatanganan Surat Penunjukan Pemenang ( Letter of
Intent, LoI).

Badan usaha pemenang lelang selanjutnya harus mendirikan badan usaha baru yang umumnya dikenal
sebagai Perusahaan Bertujuan Khusus (PBK) atau Special Purpose Company (SPC) atau Special Purpose
Vehicle (SPV)—yang selanjutnya disebut dengan PBK. Sementara itu, pembentukan PBK untuk
pengembangan PLTSa dilakukan sebelum tahap lelang, yaitu setelah badan usaha ditetapkan sebagai
pengembang PLTSa oleh pemerintah daerah.

Badan usaha baru harus memperoleh pengesahan badan usaha oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan
cara mendaftarkan akta pendirian melalui sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) online dan kemudian
mengajukan permohonan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem OSS. Permohonan NIB dilakukan
melalui proses registrasi user, registrasi legalitas, hingga diterbitkannya NIB.

xli
Kemudian, calon pengembang dapat melakukan permohonan Pengajuan Fasilitas Tax Allowance atau Tax
Holiday (Tahap 4a). Permohonan pengajuan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday dapat dilakukan
mealui sistem OSS dengan menyampaikan dokumen persyaratan. Permohonan yang telah diterima secara
lengkap, akan disampaikan oleh sistem OSS kepada Kementerian Keuangan untuk diverifikasi. Setelah
permohonan pemberian fasilitas fiskal disetujui oleh Menteri Keuangan, penerbitan persetujuan
permohonan fasilitas diperoleh melalui sistem OSS.

Calon pengembang yang telah mengurus Legalitas Badan Usaha dan mendapatkan NIB (Tahap 3), harus
mulai mengajukan berbagai kelengkapan administrasi dan perizinan. Merujuk pada Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha wajib
memenuhi Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Persyaratan
Dasar Perizinan Berusaha merupakan perizinan yang wajib dimiliki oleh semua pelaku usaha untuk semua
kategori risiko usaha. Adapun Perizinan Berusaha Berbasis Risiko merupakan perizinan spesifik yang
diperuntukkan bagi pengusahaan tertentu, misalnya dalam hal pengembangan PLTBio.

Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha pada Fase Pengembangan PLTBio mencakup Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan Lingkungan. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
(KKPR) merupakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang
(RTR) serta menggantikan Izin Lokasi dan Izin Pemanfaatan Ruang. Merujuk pada Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Tata Ruang, terdapat tiga jenis KKPR yaitu Konfirmasi
KKPR, Persetujuan KKPR, dan Rekomendasi KKPR. Penentuan perolehan KKPR tersebut dilakukan
berdasarkan kesesuaian lokasi dengan tata ruang. Permohonan pengajuan KKPR dapat dilakukan melalui
sistem OSS dengan menyampaikan kelengkapan dokumen usulan kegiatan. Penilaian dokumen usulan
kegiatan akan dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN. Jika memenuhi persyaratan, penerbitan
Konfirmasi/Persetujuan/Rekomendasi KKPR dilakukan melalui OSS. Secara khusus, apabila lokasi kegiatan
usaha berada di kawasan hutan, diperlukan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan yang merupakan
kewenangan dari Kementerian LHK.

Persetujuan lingkungan merupakan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan
pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah—menggantikan Izin Lingkungan. Persetujuan Lingkungan dapat berupa Surat
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PKPLH). SKKLH merupakan Persetujuan Lingkungan untuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal), sedangkan PKPLH untuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup-Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL).

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Persetujuan Lingkungan dapat dilakukan melalui: (i) penyusunan dan uji
kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal); (ii) penyusunan dan pemeriksaan formulir
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL–UPL); atau (iii)
formulir Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).

xlii RINGKASAN EKSEKUTIF


Permohonan Persetujuan Lingkungan dilakukan melalui sistem OSS. Calon pengembang terlebih dahulu
harus mengajukan permohonan Persetujuan Lingkungan ke sistem OSS untuk penerbitan Persetujuan
Lingkungan dengan status “belum efektif”. Selanjutnya, calon pengembang harus melakukan upaya
pemenuhan komitmen, dengan menyampaikan dokumen persyaratan. Dokumen selanjutnya akan
diverifikasi oleh Kementerian LHK. Jika memenuhi persyaratan, Persetujuan Lingkungan akan diterbitkan
melalui OSS.

Calon pengembang yang telah memenuhi tahap administrasi dan perizinan selanjutnya akan melakukan
Studi Perencanaan Rinci (Tahap 2b). Studi Perencanaan Rinci yang telah disusun oleh calon pengembang
selanjutnya dapat digunakan untuk mengajukan permohonan Pendanaan (Tahap 6) pengembangan
PLTBio kepada pihak penyedia dana (bank atau lembaga pembiayaan).

Mengingat kebutuhan modal investasi yang besar dalam pengembangan PLTBio, calon pengembang pada
umumnya mendapatkan sumber pendanaan eksternal dari bank, lembaga pembiayaan, atau pemerintah.
Untuk mendapatkan dana pinjaman dari bank ataupun lembaga pembiayaan, calon pengembang harus
mengajukan permohonan dan juga memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak penyedia
dana. Setelah calon pengembang menyampaikan permohonan pendanaan, evaluasi akan dilakukan melalui
uji tuntas (due diligence) dan kajian risiko di setiap tahap pengembangan proyek. Berdasarkan hasil
evaluasi, apabila permohonan disetujui, maka akan disiapkan Perjanjian Pinjaman, yang harus dipenuhi
oleh calon pengembang—hingga diperolehnya Persetujuan Pendanaan. Setelah mendapatkan Persetujuan
Pendanaan, calon pengembang dapat memanfaatkan dana pinjaman tersebut untuk kegiatan konstruksi,
tahap Engineering, Procurement, and Construction (EPC) dan pendanaan jaminan pelaksanaan proyek
untuk keperluan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).

Selanjutnya, Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) antara calon pengembang dan PT PLN (Persero)
(Tahap 7) dapat dilakukan apabila telah tercapai kesepakatan Harga Jual Beli Tenaga Listrik dengan
diterbitkannya Surat Persetujuan Harga Jual Beli Tenaga Listrik oleh Menteri ESDM. PT PLN (Persero) akan
mengundang calon pengembang untuk penjelasan draf PJBL dan penyerahan persyaratan jaminan
pelaksanaan. Apabila persyaratan jaminan pelaksanaan telah terpenuhi, penandatanganan PJBL antara
calon pengembang dengan PT PLN (Persero) akan dilakukan.

Fase Pembangunan

Fase pembangnunan dimulai setelah pengembang melakukan Pemenuhan Biaya ( Financial Close).
Pengembang yang telah melakukan PJBL selanjutnya dapat mengajukan Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik (IUPTL) (Tahap 8). Syarat utama dalam mengajukan IUPTL adalah dokumen Studi Kelayakan yang
telah dievaluasi oleh Kementerian ESDM dan Kesepakatan Harga Jual Beli Tenaga Listrik yang telah dicapai
pada tahap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) (Tahap 7). Pengajuan permohonan IUPTL dapat
dilakukan melalui sistem OSS untuk penerbitan IUPTL dengan status “belum efektif”. Selanjutnya,
pengembang menyampaikan dokumen persyaratan melalui aplikasi Perizinan ESDM. DJK-KESDM akan
memberikan notifikasi kepada sistem OSS sehingga IUPTL yang diajukan oleh pengembang dapat
diterbitkan—melalui sistem OSS—dengan status “efektif”.

xliii
Selanjutnya, sebelum memulai kegiatan Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PLTBio
(Tahap 9), pengembang dapat melakukan permohonan Pengajuan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk atas
Impor Barang (Tahap 4b). Sebelumnya, pengembang harus menyusun dokumen Rencana Impor Barang
(RIB) serta memilih dan menunjuk Surveyor. Surveyor kemudian melakukan verifikasi terhadap dokumen
RIB, serta menyusun Laporan Hasil Verifikasi RIB apabila dokumen RIB telah memenuhi persyaratan.
Pengembang kemudian mengajukan permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang
(RIB) melalui web Perizinan ESDM pada menu Gatrik, disertai dengan Laporan Hasil Verifikasi RIB dari
Surveyor dan lampiran permohonan lainnya. Setelah diverifikasi, Persetujuan dan Penandasahan RIB akan
diberikan oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan atas nama Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan KESDM.

Selanjutnya, setelah mendapatkan Persetujuan dan Penandasahan RIB, pengembang dapat mengajukan
permohonan fasilitas Pembebasan Bea Masuk kepada Kementerian Investasi (BKPM)—melalui sistem
OSS—disertai dengan penyampaian dokumen pengajuan dan lampiran.Apabila seluruh dokumen telah
memenuhi persyaratan, Kepala BKPM (saat ini: Menteri Investasi) atas nama Menteri Keuangan akan
menerbitkan keputusan mengenai Pembebasan Bea Masuk atas impor barang modal. Sebaliknya, jika
dokumen belum disetujui, akan diterbitkan Surat Penolakan yang disertai dengan alasan penolakan.

Selain Pembebasan Bea Masuk, sebelum memulai kegiatan konstruksi, pengembang juga wajib harus
memenuhi persyaratan kelengkapan administrasi dan perizinan berupa Persetujuan Bangunan Gedung
(PBG) dan Izin Lainnya (Izin Gangguan dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air/SIPPA) (Tahap
5b). Untuk perolehan PBG, pengembang mengajukan permohonan PBG melalui aplikasi Sistem Informasi
Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG)—juga diikuti dengan penyampaian persyaratan administrasi dan
teknis, berupa data pemohon/pemilik, data bangunan gedung, dan dokumen rencana teknis. Kelengkapan
persyaratan tersebut akan diverifikasi oleh Sekretariat yang ditugaskan oleh Kepala Dinas Teknis. Setelah
itu, pemeriksaan dokumen rencana teknis akan dilakukan oleh Tim Profesi Ahli (TPA) atau Tim Penilai
Teknis (TPT)—yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah. Apabila dokumen rencana teknis telah memenuhi
standar teknis, maka akan diterbitkan Surat Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis oleh Dinas Teknis.
Setelah penerbitan Surat Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis, penetapan nilai retribusi daerah
dilakukan oleh Dinas Teknis. Pengembang diharuskan untuk membayar retribusi daerah yang dan
melengkapi formulir pembayaran dengan memasukkan nomor Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) dan
tanggal pembayaran. Formulir tersebut kemudian diunggah melalui web SIMBG. Selanjutnya, PBG akan
diterbitkan oleh Dinas Perizinan.

Sebagai persyaratan kegiatan konstruksi, pengembang harus mengajukan perizinan berusaha lainnya yang
diperlukan, yaitu Izin Gangguan (Hinder Ordonnantie, HO) dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air (SIPPA). Permohonan untuk kedua perizinan berusaha tersebut dapat diajukan kepada Pemerintah
Daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi—di lokasi
pengembangan proyek PLTBio. Dalam hal ini, pengembang harus menyampaikan dokumen persyaratan
untuk mendapatkan izin tersebut.

xliv RINGKASAN EKSEKUTIF


Setelah memperoleh pembebasan bea masuk dan perizinan yang dipersyaratkan, pengembang dapat
melaksanakan kegiatan Engineering, Procurement, and Construction (EPC) (Tahap 9). Tahap EPC diawali
dengan kegiatan penyusunan Detailed Engineering Design (DED) yang didasarkan pada hasil Studi
Perencanaan (Tahap 2). Pengembang dapat melaksanakan kegiatan pengadaan peralatan (procurement)
dan konstruksi (construction) berdasarkan dokumen keluaran DED. Spesifikasi teknis dan lembar data dari
DED akan disatukan dengan beberapa persyaratan dan ketentuan komersial untuk permohonan surat
permintaan harga (SPH) dalam rangka menentukan penyedia/vendor peralatan. Pengembang dan
penyedia peralatan terpilih melakukan perjanjian jual beli peralatan. Setelah proses kegiatan konstruksi
dan instalasi peralatan selesai, dilakukan Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning (Tahap 10)
untuk memastikan bahwa pembangkit listrik dapat dioperasikan dengan aman dan memenuhi persyaratan
serta standar yang berlaku.

Dalam rangka penyambungan jaringan listrik, pengembang harus mengajukan permohonan sambung
untuk pemberian tegangan (energize) kepada pengelola operasi sistem PT PLN (Persero) dengan
memenuhi persyaratan fasilitas titik sambung. Fasilitas yang dibangun oleh pengembang harus diperiksa
dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan oleh Lembaga Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik Akreditasi.
Dalam hal LIT menyatakan bahwa kondisi titik sambung memenuhi persyaratan Aturan Jaringan ( Grid
Code) dan siap untuk pemberian tegangan, LIT akan menerbitkan rekomendasi pemberian tegangan dan
percobaan pembebanan. Setelah LIT menerbitkan rekomendasi tersebut, pengembang dan pengelola
operasi sistem PT PLN (Persero) melaksanakan prosedur pemberian tegangan yang telah disusun dan
disepakati bersama.

Setelah proses kegiatan konstruksi selesai, pengembang juga harus memenuhi persyaratan kelengkapan
administrasi dan perizinan yang mencakup Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO)
(Tahap 5c). SLF diajukan setelah proses kegiatan konstruksi selesai, dengan melalui SIMBG dengan
melampirkan Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi. Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi diperoleh dari hasil
verifikasi Pengkaji Teknis dalam hal pemeriksaan kelaikan fungsi gedung. Pemerintah Daerah melalui Dinas
Teknis kemudian melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen serta menerbitkan Surat
Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis melalui aplikasi SIMBG. Selanjutnya, SLF akan diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Kemudian pada saat dilakukannya commissioning, dilakukan beberapa inspeksi serta pengujian peralatan
dan sistem hingga diterbitkannya SLO. Permohonan SLO diajukan melalui sistem OSS untuk penerbitan
SLO dengan status “belum efektif”. Selain itu, pengembang juga harus menghubungi salah satu Lembaga
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik yang berlisensi atau terakreditasi, dan melampirkan dokumen
persyaratan kepada LIT. LIT kemudian akan melakukan pemeriksaan dan pengujian dokumen persyaratan
secara online. Apabila dokumen telah lengkap dan sesuai, DJK-KESDM akan menerbitkan Registrasi SLO.
Selain itu, LIT juga akan melakukan pemeriksaan dan pengujian ke lokasi serta penyusunan laporan.
Merujuk pada Registrasi SLO dan laporan dari LIT, DJK-KESDM akan melakukan verifikasi dan validasi
keabsahan SLO. Selanjutnya, setelah semua dokumen memenuhi persyaratan, sistem OSS akan
menerbitkan SLO dengan status “efektif”.

xlv
Fase Operasi

Fase operasi dimulai setelah kegiatan konstruksi dan commissioning pembangkit selesai dilakukan, yang
ditandai dengan Commercial Operation Date (COD). Kegiatan utama pada tahap ini adalah produksi listrik
serta penjualan listrik dari PLTBio ke PT PLN (Persero). Pada fase ini, pengembang melaksanakan kegiatan
Operasi dan Pemeliharaan PLTBio secara rutin (Tahap 11) sesuai Standard Operational Procedure (SOP)
yang telah ditetapkan sebelumnya.

Selain itu, pengembang dapat melakukan permohonan Pengajuan Fasilitas Tax Allowance atau Tax
Holiday (Tahap 4c). Pengajuan pemanfaatan fasilitas tersebut dapat dilakukan melalui sistem OSS, dengan
menyampaikan dokumen persyaratan. Pengembang akan memperoleh fasilitas tersebut dengan
pemenuhan persyaratan dan pemeriksaan lapangan oleh Direktur Jenderal Pajak serta penetapan oleh
Menteri Keuangan—berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.

xlvi RINGKASAN EKSEKUTIF


Gambar E.8: Matriks proses/bisnis investasi proyek PLT Bioenergi

xlvii
xlviii RINGKASAN EKSEKUTIF
Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).

xlix
7. Penyedia Dana Potensial

Dalam pedoman, bagian ini ditujukan untuk memberikan gambaran umum kepada investor mengenai
penyedia dana potensial dalam pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga energi terbarukan (PLT-
ET) di Indonesia. Bagian ini mencakup informasi mengenai fasilitas pembiayaan serta penyedia dana
potensial di tingkat nasional dan internasional.

Fasilitas Pembiayaan

Secara umum, pembiayaan proyek PLT-ET berasal dari tiga sumber utama dengan definisi sebagai berikut:

a. Ekuitas, yaitu modal yang diperoleh dari pemegang saham akan dikembalikan kepada pemegang
saham perusahaan.
b. Pinjaman atau utang, yaitu sejumlah uang yang disediakan oleh pihak ketiga untuk proyek yang
harus dilunasi selama atau di akhir jangka waktu yang disepakati, ditambah bunga selama periode
peminjaman.
c. Hibah, yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh pihak ketiga untuk suatu proyek dan tidak perlu
dibayar kembali.

Jenis fasilitas pembiayaan yang umum digunakan untuk pengembangan proyek PLT-ET di Indonesia
mencakup pembiayaan ekuitas, senior debt, leasing, pembiayaan mezzanine (pinjaman subordinasi),
pembiayaan proyek, dan pembiayaan syariah.

Lembaga Jasa Keuangan di Indonesia

Di Indonesia, lembaga jasa keuangan yang dapat membiayai proyek pengembangan PLT-ET terdiri dari
bank dan lembaga pembiayaan. Saat ini, bank dan lembaga pembiayaan memiliki Program Keuangan
Berkelanjutan yang secara khusus memberikan pembiayaan untuk sektor hijau, mencakup Energi
Terbarukan dan Efisiensi Energi.

Delapan bank di Indonesia telah membentuk Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) sebagai
komitmen nyata industri perbankan dalam mendukung pembiayaan hijau. Saat ini, keanggotaan IKBI telah
berkembang menjadi 15 lembaga, yang terdiri dari 14 (empat belas) bank dan 1 (satu) perusahaan
pembiayaan infrastruktur. Dalam pelaksanaannya, penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan yang
telah dilakukan oleh delapan (8) lembaga anggota IKBI dapat dirangkum pada Tabel E.3.

Lembaga pembiayaan yang beroperasi di Indonesia meliputi: (a) perusahaan pembiayaan konvensional
dan syariah; (b) perusahaan modal ventura konvensional dan syariah; dan (c) perusahaan pembiayaan
infrastruktur konvensional dan syariah. Dalam implementasinya, lembaga pembiayaan yang saat ini telah
memiliki program pembiayaan berkelanjutan adalah PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan PT
Indonesia Infrastructure Finance.

l
Tabel E.3: Penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan

No. Bank Penyaluran Kredit

Bank BRI telah menyediakan fasilitas kredit SME untuk


pengembangan penyediaan ET kepada dua perusahaan, yaitu (i) PT
1. PT Bank BRI (Persero) Tbk Buana Energi Surya Persada—pengembangan PLTS Sumba Timur 1x1
MW; dan (ii) PT Indo Solusi Utama—pengembangan PLTS Maumere &
Ende 2x1 MW.

Bank BNI menyediakan kredit untuk pengembangan ET terutama


PLTA, PLTS, PLTBg dan PLTMH. Pada tahun 2020, BNI telah
2. PT Bank BNI (Persero) Tbk
menyalurkan kredit untuk 27 proyek dengan nilai kredit sebesar
Rp27,562 miliar.

Pada tahun 2020 Bank Mandiri telah menyalurkan kredit sebesar


3. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Rp7,466 miliar untuk sektor migas dan ET.

Portofolio pembiayaan kategori kegiatan usaha berkelanjutan dari


4. PT Bank Central Asia Tbk
Bank BCA pada tahun 2020 di bidang ET sebesar Rp4,643 miliar.

Bank BRIsyariah memiliki program Pembiayaan Proyek Green Banking


5. PT Bank BRIsyariah Tbk untuk pengembangan ET terutama Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro (PLTMH).

Bank Muamalat Indonesia menyediakan pembiayaan pada sektor ET,


6. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk
khususnya pada proyek Pembangkit Tenaga Listrik Minihidro (PLTM).

Bank OCBC NISP memiliki portofolio pembiayaan usaha berkelanjutan


7. PT Bank OCBC NISP Tbk pada tahun 2020 sebesar Rp29,98 miliar—pembiayaan ET sebesar
1,3%.

Realisasi penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan Bank Panin


8. PT Bank Panin Tbk
pada tahun 2019 sebesar Rp281,93 miliar untuk sektor ET.

PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) menyediakan pembiayaan berkelanjutan melalui penyediaan


fasilitas kredit investasi bagi proyek-proyek infrastruktur berkelanjutan, termasuk pengembangan energi
terbarukan (ET). Hingga Desember 2020, PT SMI (Persero) telah memiliki delapan (8) portofolio proyek
pembiayaan PLT-ET, dengan total kapasitas 404,3 MW dan total outstanding pembiayaan sebesar
Rp915,47 miliar sebagaimana tercantum pada Tabel E.4. Dalam menjalankan aktivitasnya, Divisi
Pembiayaan Berkelanjutan PT SMI (Persero) juga didukung oleh platform SDG Indonesia One yang
diresmikan oleh Menteri Keuangan pada Oktober 2018.

PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) merupakan institusi keuangan non-perbankan nasional yang
bergerak dalam bidang pembiayaan infrastruktur, dengan fokus investasi pada proyek-proyek
infrastruktur yang layak secara komersial. Sektor-sektor prioritas proyek infrastruktur yang didukung oleh
PT IIF mencakup infrastruktur ketenagalistrikan, energi terbarukan, konservasi energi, dan lainnya.
Portofolio pembiayaan proyek PLT-ET dari PT IIF hingga tahun 2020 dirangkum dalam Tabel E.5.

li
Tabel E.4: Portofolio pembiayaan berkelanjutan PT SMI (Persero) dalam proyek PLT-ET

No. Nama Proyek No. Nama Proyek

1. PLTS Sumba Timur, NTT 5. PLTA Kerinci Merangin (350 MW)

2. PLTBm Wapeko, Merauke (3,5 MW) 6. PLTBm Deli Serdang (9,9 MW)

3. PLTMH Tunggang, Bengkulu (3x3,33 MW) 7. PLPT Dieng Skala Kecil (10 MW)

4. PLTM Sako, Sumatera Barat (2x3 MW) 8. PLTM Padang Guci 2

Tabel E.5: Portofolio pembiayaan PT IIF dalam proyek PLT-ET

No. Nama Proyek No. Nama Proyek

1. PLTA Asahan, Sumatera Utara (180 MW) 7. PLTMH Tomasa, Sulawesi Tengah (2x5 MW)

2. PLTS Gorontalo Utara 8. PLTMH Cikopo-2, Jawa Barat (2x3,7 MW)

PLTMH Sangkir Solok, Sumatera Barat (2x25


3. 9. PLTMH Aek Sibundong, Sumatera Utara (2x4 MW)
MW)

4. PLTA Tomata, Sulawesi Tengah (3x3,7 MW) 10. PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan (70 MW)

5. PLTP Wayang Windu, Jawa Barat (227 MW) 11. PLTBm Aceh (1x12 MW)

6. PLTMH Sion, Sulawesi Utara (2x6 MW)

Penyedia Dana Potensial Lainnya

Beberapa contoh lembaga pembiayaan lain—secara khusus di level internasional—untuk pengembangan


proyek PLT-ET dapat diuraikan sebagai berikut:

a. ASEAN Catalytic Green Finance Facility (ACGF), yaitu sebuah fasilitas pembiayaan yang
diluncurkan pada April 2019 dengan tujuan untuk mendukung negara anggota ASEAN
(Association of Southeast Asian Nations) dalam mempersiapkan dan mencari pendanaan publik
maupun swasta untuk proyek infrastruktur yang mempromosikan energi terbarukan, efisiensi
energi, transportasi perkotaan hijau, pasokan air dan sanitasi, pengelolaan limbah, dan pertanian
tahan iklim.

b. International Finance Corporation (IFC), yaitu lembaga pembangunan global terbesar yang
berfokus pada sektor swasta di negara berkembang. Program IFC dirancang untuk memenuhi
kebutuhan klien di berbagai industri, dengan fokus khusus pada sektor infrastruktur, manufaktur,
agrobisnis, layanan jasa, dan pasar keuangan. Di sektor infrastruktur, IFC menawarkan pembiayaan
jangka panjang serta keahlian terdepan dalam industri untuk mengembangkan proyek
infrastruktur di beberapa bidang, salah satunya adalah energi.

lii
8. Gambaran Umum Keekonomian Proyek PLT Bioenergi

Dalam pedoman, bagian ini disusun untuk memberikan gambaran umum aspek keekonomian proyek PLT
Bioenergi (PLTBm, PLTBg, dan PLTSa) dengan menggarisbawahi prinsip economies of scale dalam
investasi. Pada bagian ini disajikan estimasi biaya proyek, ringkasan struktur biaya proyek berdasarkan
komponen biaya PT PLN (Persero), serta kurva biaya yang memberikan hubungan nilai biaya investasi
spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang PLT Bioenergi berdasarkan hasil analisis
profitabilitas. Seluruh biaya dan hasil estimasi yang disajikan dalam bab ini didasarkan pada data tekno-
ekonomi—yang telah melalui review para stakeholders—dalam kajian MTRE3 sebelumnya, yaitu
Pengembangan Marginal Abatement Cost Curve (MACC) Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan di
4 Provinsi Percontohan MTRE3.

Biaya Proyek

Ringkasan data tekno-ekonomi proyek PLTBm, PLTBg, dan PLTSa yang mencakup konfigurasi
pembangkit, data teknis, dan data biaya proyek untuk empat variasi kapasitas terpasang ( Case 1-4),
masing-masing ditunjukkan pada Tabel 59, Tabel E.7, dan Tabel E.8. Biaya investasi PLTBm 4 MW, PLTBg
1 MW, dan PLTSa 6,9 MW digunakan sebagai basis estimasi biaya investasi pada case kapasitas lainnya
melalui persamaan berikut.

0,7
Kapasitas rencana
Nilai Proyek rencana = Nilai Proyek referensi × ( )
Kapasitas referensi

Tabel E.6: Ringkasan data tekno-ekonomi proyek PLTBm

Deskripsi Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Konfigurasi Pembangkit 1x4 MW 1x10 MW 1x15 MW 2x25 MW

Data Teknis

Gross Power Output (MW) 4,00 10,00 30,00 50,00

Parasitic Load, 7% of Gross Capacity (MW) 0,60 1,50 4,50 7,50

Net Power Output (MW) 3,40 8,50 25,50 42,50

Capacity Factor (%) 80,00 80,00 80,00 80,00

Net Electricity Production (GWh/y) 23,83 59,57 178,70 297,84

Data Biaya

Total Biaya Investasi (juta USD) 9,12 17,18 36,89 52,68

Biaya Investasi Spesifik (juta USD/MW) 2,28 1,72 1,23 1,05

Biaya O&M Variabel (juta USD/tahun) 0,05 0,14 0,41 0,69

Biaya O&M Tetap (juta USD/tahun 0,45 1,11 3,34 5,57

Biaya Bahan Bakar (juta USD/tahun) 0,64 1,61 4,82 8,04

Total Biaya O&M (juta USD/tahun) 1,14 2,86 8,58 14,29

liii
Tabel E.7: Ringkasan data tekno-ekonomi proyek PLTBg

Deskripsi Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Konfigurasi Pembangkit 1x0,5 MW 1x1 MW 1x3 MW 1x5 MW

Data Teknis

Gross Power Output (MW) 0,50 1,00 3,00 5,00

Parasitic Load, 7% of Gross Capacity (MW) 0,08 0,15 0,45 0,75

Net Power Output (MW) 0,43 0,85 2,55 4,25

Capacity Factor (%) 80,00 80,00 80,00 80,00

Net Electricity Production (GWh/y) 2.98 5.96 17.87 29.78

Data Biaya

Total Biaya Investasi (juta USD) 1,35 2,19 4,73 6,76

Biaya Investasi Spesifik (juta USD/MW) 2,70 2,19 1,58 1,35

Biaya O&M Variabel (juta USD/tahun) - - - -

Biaya O&M Tetap (juta USD/tahun 0,08 0,16 0,48 0,81

Total Biaya O&M (juta USD/tahun) 0,08 0,16 0,48 0,81

Tabel E.8: Ringkasan data tekno-ekonomi proyek PLTSa

Deskripsi Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Konfigurasi Pembangkit 1x6.9 MW 1x10 MW 2x10 MW 2x15 MW

Data Teknis

Gross Power Output (MW) 6,90 10,00 20,00 30,00

Parasitic Load, 7% of Gross Capacity (MW) 0,69 1,00 2,00 3,00

Net Power Output (MW) 6,21 9,00 18,00 27,00

Capacity Factor (%) 82,40 82,40 82,40 82,40

Net Electricity Production (GWh/y) 44,83 64,96 129,93 194,89

Data Biaya

Total Biaya Investasi (juta USD) 29,80 38,36 61,73 81,69

Biaya Investasi Spesifik (juta USD/MW) 4.32 3.84 3.09 2.72

Biaya O&M Variabel (juta USD/tahun) 0,26 0,38 0,76 1,14

Biaya O&M Tetap (juta USD/tahun 0,60 0,84 1,59 2,31

Total Biaya O&M (juta USD/tahun) 0,86 1,22 2,35 3,45

liv
Struktur Biaya Proyek Berdasarkan Komponen Biaya PT PLN (Persero)

Rangkuman struktur biaya proyek sesuai dengan terminologi PT PLN (Persero) untuk PLTBm, PLTBg, dan
PLTSa masing-masing ditunjukkan pada Tabel 63, Tabel E.10, dan Tabel E.11, dengan empat komponen
biaya, yaitu: (i) Komponen A, capital cost recovery; (ii) Komponen B, biaya O&M tetap; (iii) Komponen C,
biaya bahan bakar; dan (iv) Komponen D, biaya O&M variabel. Komponen A diestimasi berdasarkan asumsi
umur proyek dan discount rate sebesar 10% tanpa memperhitungkan profit. Hasil penjumlahan keempat
komponen tersebut merupakan nilai Levelized Cost of Electricity (LCOE) atau biaya pokok pembangkitan.

Tabel E.9: Ringkasan komponen biaya proyek PLTBm

Komponen
Deskripsi Unit 10 MW 30 MW 50 MW 100 MW
Biaya

A Capital Cost Recovery cent-USD/kWh 8,02 6,39 5,80 5,14

B Biaya O&M Tetap cent-USD/kWh 0,19 0,19 0,19 0,19

C Biaya Bahan Bakar cent-USD/kWh - - - -

D Biaya O&M Variabel cent-USD/kWh 0,04 0,04 0,04 0,04

LCOE cent-USD/kWh 8,24 6,62 6,03 5,36

Tabel E.10: Ringkasan komponen biaya proyek PLTBg

Komponen
Deskripsi Unit 0,5 MW 1 MW 3 MW 5 MW
Biaya

A Capital Cost Recovery cent-USD/kWh 5,32 4,32 3,11 2,66

B Biaya O&M Tetap cent-USD/kWh 2,71 2,71 2,71 2,71

C Biaya Bahan Bakar cent-USD/kWh - - - -

D Biaya O&M Variabel cent-USD/kWh - - - -

LCOE cent-USD/kWh 8,03 7,03 5,82 5,38

Tabel E.11: Ringkasan komponen biaya proyek PLTSa

Komponen
Deskripsi Unit 4 MW 10 MW 30 MW 50 MW
Biaya

A Capital Cost Recovery cent-USD/kWh 7,32 6,51 5,23 4,62

B Biaya O&M Tetap cent-USD/kWh 1,34 1,29 1,22 1,19

C Biaya Bahan Bakar cent-USD/kWh - - - -

D Biaya O&M Variabel cent-USD/kWh 0,59 0,59 0,59 0,59

LCOE cent-USD/kWh 9,25 8,38 7,04 6,39

lv
Kurva Biaya Proyek PLT Bioenergi

Berdasarkan komponen biaya yang telah dirangkum di atas, analisis keekonomian dilakukan dengan hasil
ditampilkan dalam bentuk kurva biaya. Asumsi perhitungan yang digunakan dalam analisis meliputi: (i)
capacity factor untuk PLTBm dan PLTBg sebesar 80% dan untuk PLTSa sebesar 82,4%; (ii) rasio ekuitas
dan pinjaman adalah 30:70; (iii) umur pembangkit untuk PLTBm 30 tahun, PLTBg 20 tahun, dan PLTSa 25
tahun; (iv) tarif pajak penghasilan sebesar 25% per tahun; (v) suku bunga pinjaman sebesar 7% per tahun;
(vi) jangka waktu pinjaman selama 15 tahun; (vii) jadwal penyusutan menggunakan metode 7-year MACRS
schedule; (viii) periode konstruksi selama 2 tahun; (ix) discount rate sebesar 10%; dan (x) penetapan IRR
sebesar 11%.

Kurva Biaya Proyek PLTBm

Kurva biaya proyek PLTBm berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar 39. Hasil
plot estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTBm ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diambil contoh bahwa proyek PLTBm dengan
kapasitas 4 MW memberikan nilai investasi spesifik 2,28 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip
economies of scale, proyek PLTBm dengan kapasitas 50 MW memberikan nilai investasi spesifik 1,05 juta-
USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada biaya investasi spesifik proyek PLTBm ditunjukkan
dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari kapasitas 4 MW hingga 50 MW. Di samping itu,
economies of scale pada biaya investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual listrik PLTBm. Hasil plot
harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan tren biaya investasi spesifik, dengan PLTBm
berkapasitas 4 MW memberikan harga jual listrik 11,80 cent-USD/kWh, sedangkan PLTBm berkapasitas 50
MW memberikan harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu 8,04 cent-USD/kWh.

Gambar E.9: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTBm

lvi
Kurva Biaya Proyek PLTBg

Kurva biaya proyek PLTBg berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar E.10. Hasil
plot estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTBg ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diambil contoh bahwa proyek PLTBg dengan
kapasitas 0,5 MW memberikan nilai investasi spesifik 2,70 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip
economies of scale, proyek PLTBg dengan kapasitas 5 MW memberikan nilai investasi spesifik 1,35 juta-
USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada biaya investasi spesifik proyek PLTBg ditunjukkan
dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari kapasitas 0,5 MW hingga 5 MW. Di samping itu,
economies of scale pada biaya investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual listrik PLTBg. Hasil plot
harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan tren biaya investasi spesifik, dengan PLTBg
berkapasitas 0,5 MW memberikan harga jual listrik 11,33 cent-USD/kWh, sedangkan PLTBg berkapasitas 5
MW memberikan harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu 7,03 cent-USD/kWh.

Gambar E.10: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTBg

lvii
Kurva Biaya Proyek PLTSa

Kurva biaya proyek PLTSa berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar E.11. Hasil
plot estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTSa ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diambil contoh bahwa proyek PLTSa dengan
kapasitas 6,9 MW memberikan nilai investasi spesifik 4,32 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip
economies of scale, proyek PLTSa dengan kapasitas 30 MW memberikan nilai investasi spesifik 2,72 juta-
USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada biaya investasi spesifik proyek PLTSa ditunjukkan
dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari kapasitas 6,9 MW hingga 30 MW. Di samping itu,
economies of scale pada biaya investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual listrik PLTSa. Hasil plot
harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan tren biaya investasi spesifik, dengan PLTSa
berkapasitas 6,9 MW memberikan harga jual listrik 14,09 cent-USD/kWh, sedangkan PLTSa berkapasitas
30 MW memberikan harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu 9,44 cent-USD/kWh.

Gambar E.11: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTSa

lviii
BAGIAN I
PEDOMAN INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
BIOENERGI
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga
Biogas (PLTBg), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
1
Pendahuluan &
Status Terkini
Tren terkini PLTBio ET di kawasan ASEAN dan Indonesia, termasuk pengenalan
investasi PLTBio di dunia, serta success story PLTBio di Indonesia.
1 Pendahuluan & Status Terkini

1.1 Pendahuluan

Bioenergi merupakan salah satu sumber energi Pengembangan PLTBg di Indonesia umumnya
terbarukan yang dimanfaatkan dalam penyediaan dilakukan dengan pemanfaatan limbah cair
energi secara global. Mengingat ragam bahan biomassa (seperti POME) yang dikonversi menjadi
baku dan teknologi yang digunakan, pendefinisian biogas sebagai bahan bakar pembangkit.
istilah bioenergi dirasa penting dilakukan. Dalam Teknologi konversi yang umumnya digunakan
pedoman ini, bioenergi didefinisikan sebagai adalah mesin gas atau internal combustion engine.
energi berbasis biomassa padat, biogas, dan Dalam implementasinya, PLTBg di Indonesia
sampah kota yang dimanfaatkan dalam umum dijumpai di area agroindustri dengan
penyediaan tenaga listrik. Secara khusus, penggunaan output pembangkitan secara internal
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga serta excess power yang dijual ke jaringan.
Bioenergi ini disusun dalam batasan
pengembangan PLT Bioenergi (PLTBio) di Pengembangan PLTSa secara umum dapat
Indonesia, yang mencakup PLTBm, PLTBg, dan dilakukan dengan teknologi insinerasi, pirolisis,
PLTSa. gasifikasi, dan landfill gas. Jika dibandingkan
dengan PLTBm dan PLTBg, pengembangan PLTSa
Ditinjau dari sumber pasokannya, bahan baku secara komersial di Indonesia masih sangat minim.
pembangkit listrik berbasis bioenergi (PLTBio) Mengingat kaitannya yang erat dengan
dapat diperoleh dari limbah biomassa maupun pengelolaan sampah kota, pemerintah berupaya
tanaman energi. Limbah biomassa dapat mendorong percepatan implementasi PLTSa
bersumber dari sektor agroindustri, pertanian, melalui kerja sama dengan pemerintah daerah di
perkebunan, peternakan, dan sampah kota. beberapa lokasi.
Sementara itu, sumber bahan baku dari tanaman
energi dapat diperoleh dari hasil kebun maupun Meskipun potensi sumber daya bioenergi sangat
hutan tanaman energi. melimpah, pengembangan PLTBio—PLTBm,
PLTBg, dan PLTSa—di Indonesia masih
Pengembangan PLTBm dilakukan dengan menghadapi beberapa tantangan seperti
pemanfaatan bahan baku berupa biomassa padat kontinuitas suplai dan jaminan kestabilan harga
dari beragam sumber yang telah disebutkan di bahan baku. Selain itu, ketersediaan lahan untuk
atas. Berbagai opsi teknologi dalam kebun tanaman energi—dalam pengembangan
pengembangan PLTBm telah tersedia secara PLTBm—juga menjadi tantangan tersendiri. Dari
komersial, di antaranya adalah direct combustion perspektif pemilihan teknologi, pengembang
(insinerasi), pirolisis, dan gasifikasi. Implementasi PLTBio perlu melakukan studi perencanaan secara
PLTBm di Indonesia mencakup pemanfaatan komprehensif untuk mendapatkan opsi teknologi
internal oleh industri maupun penyediaan tenaga beserta hasil desain pembangkit yang sesuai
listrik untuk kepentingan publik. Pada praktiknya, dengan karakteristik bahan baku.
sebagian besar PLTBm yang beroperasi di
Indonesia memanfaatkan limbah agroindustri
sebagai bahan bakar.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 5


1.2 Status Terkini PLTBio

Tren Tekno-Ekonomi PLTBio di Dunia konversi bahan baku dan peralatan pembangkit).
Total biaya terpasang juga mencakup biaya
Gambar 1 menunjukkan grafik tren tekno-ekonomi tambahan dari interkoneksi jaringan dan
pengembangan pembangkit listrik berbasis infrastruktur (contoh, jalan akses). Dari seluruh
bioenergi (PLTBio) di dunia yang terdiri dari total komponen tersebut, biaya peralatan cenderung
biaya terpasang (total installed cost), faktor mendominasi total biaya terpasang, kecuali pada
kapasitas (capacity factor), dan Levelised Cost of beberapa kasus tertentu seperti PLTBio di area
Electricity (LCOE) dalam rentang tahun 2010 terpencil yang membutuhkan biaya tinggi untuk
hingga 2019. Grafik tren—digambarkan dengan infrastruktur/logistik atau interkoneksi jaringan.
garis—menunjukkan nilai rata-rata terbobotkan
dari data pengembangan PLTBio secara global
Total biaya terpasang PLTBio bersifat
(global weighted average) yang bersumber dari
IRENA Renewable Cost Database. Dalam grafik sangat project-specific mengingat
tersebut dapat dilihat pula rentang nilai—minimum beragamnya opsi teknologi yang
hingga maksimum—dari data yang disajikan. tersedia dan keterkaitannya dengan
kondisi lokasi.

Tiga faktor utama pengembangan


PLTBio meliputi tipe dan suplai bahan Nilai rata-rata terbobotkan total biaya terpasang
baku, proses konversi, dan teknologi proyek PLTBio di dunia periode 2010–2019 berada

pembangkitan listrik. dalam kisaran 1.200 USD/kW hingga 3.000


USD/kW. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
bauran teknologi, bahan baku, dan lokasi
Grafik pertama (kiri) memberikan gambaran tren pemasangan PLTBio—yang membuat setiap
total biaya terpasang dalam pengembangan proyek sangat spesifik—menyebabkan fluktuasi
PLTBio secara global. Pada prinsipnya, biaya pada tren rata-rata terbobotkan total biaya
terpasang PLTBio bervariasi karena sensitif terpasang tahunan. Pada tahun 2019, rata-rata
terhadap kondisi dari tiap proyek (project- terbobotkan total biaya terpasang berada pada
specific). Hal ini disebabkan karena biaya nilai 2.141 USD/kW.
terpasang sangat dipengaruhi oleh berbagai opsi
teknologi konversi biomassa yang tersedia, mulai Grafik kedua (tengah) menunjukkan tren faktor
dari proses pembakaran langsung di stoker boiler kapasitas PLTBio secara global. Sama halnya
hingga proses gasifikasi biomassa yang canggih, dengan total biaya terpasang, faktor kapasitas
serta lokasi geografis pembangkit. Sementara, juga sangat bervariasi karena sensitif terhadap
pemilihan teknologi berhubungan erat dengan karakteristik tiap proyek bioenergi—umumnya
tipe bahan baku yang digunakan akibat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku,
heterogenitas pada karakteristik bahan baku. apakah musiman atau sepanjang tahun.

Total biaya terpasang PLTBio mencakup biaya Nilai rata-rata terbobotkan faktor kapasitas
pengembangan perencanaan, biaya engineering PLTBio dari tahun 2010 hingga 2019 berada pada
dan konstruksi, biaya peralatan untuk penanganan rentang 64% hingga 86%. IRENA Renewable Cost
bahan baku dan peralatan lain (seperti peralatan Database mencatat bahwa pembangkit dengan

6 PENDAHULUAN & STATUS TERKINI


bahan baku ampas tebu, landfill gas, dan biogas direpresentasikan oleh faktor kapasitas yang
lain cenderung memiliki faktor kapasitas yang tinggi—sebagaimana diindikasikan dalam grafik.
rendah (sekitar 50–60%), sementara bahan baku Dampak nilai faktor kapasitas yang rendah dari
kayu, sekam padi, limbah industri, dan sampah suatu proyek terhadap LCOE dapat diimbangi
kota sekitar 60–85%. Faktor kapasitas yang tinggi dengan jaminan akses bahan baku rendah biaya—
(85–95%) dapat dicapai apabila suplai bahan baku seperti bahan baku limbah agrikultur—mengingat
yang seragam tersedia sepanjang tahun. Dari biaya bahan baku berperan 20–50% terhadap total
grafik, sejak tahun 2017 tren rata-rata terbobotkan LCOE.
faktor kapasitas dunia mengalami penurunan
hingga akhirnya mencapai 70% di 2019.
Dengan beragamnya opsi teknologi
Berdasarkan hasil survei oleh IESR terhadap pembangkitan, rentang biaya
proyek bioenergi yang telah ada, faktor kapasitas terpasang, faktor kapasitas, dan biaya
pembangkit berbasiskan biomassa di Indonesia bahan baku, LCOE PLTBio memiliki
1
berada pada rentang menengah (70–85%). Angka rentang yang lebar.
ini dipengaruhi oleh tipe bahan baku mayoritas
yang digunakan berasal dari limbah industri,
khususnya industri kelapa sawit. Dari grafik, dapat dilihat bahwa rata-rata
terbobotkan LCOE secara global di tahun 2019
Grafik ketiga (kanan) menunjukkan tren nilai LCOE adalah 6,6 cent-USD/kWh, naik dari sebelumnya
dari PLTBio secara global. Dari grafik dapat dilihat 5,7 cent-USD/kWh di 2018, namun masih relatif
bahwa tren LCOE cenderung mengikuti tren total lebih rendah dibandingkan tahun-tahun
biaya terpasang. Di sisi lain, keekonomian sebelumnya.
pembangkit bioenergi tidak selalu

Gambar 1: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTBio di dunia, 2010–2019

Sumber: IRENA. Renewable Power Costs Generation in 2019. 2020.

1
Institute for Essential Services Reform (IESR). Levelized Cost of Electricity in Indonesia: Understanding the Levelized Cost of
Electricity Generation. Desember 2019.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 7


Status Pengembangan PLTBio di ASEAN Selain PLTBm, Thailand juga mendominasi
pengembangan PLTBg di kawasan ASEAN dengan
Pembangkit listrik berbasiskan bioenergi (PLTBio) total kapasitas terpasang 0,53 GW—hampir 65%
umum dikembangkan di negara yang memiliki dari total kapasitas terpasang PLTBg. Adapun
industri sektor pertanian dan kehutanan dengan Indonesia menempati posisi ketiga pada 0,11 GW
kapasitas yang besar. PLTBio—PLTBm, PLTBg, dan setelah Thailand (0,53 GW) dan Malaysia (0,12
PLTSa—telah dikembangkan di hampir semua GW).
negara ASEAN dengan total kapasitas terpasang
mencapai 8,1 GW pada akhir tahun 2019 Selanjutnya, untuk pengembangan PLTSa,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Dari Thailand juga masih memimpin dengan kontribusi
diagram tersebut, dapat dilihat bahwa PLTBm 64% dari total kapasitas terpasang PLTSa (sekitar
berkontribusi paling besar (sekitar 84%) terhadap 0,3 GW). Berbeda dengan PLTBm dan PLTBg,
total kapasitas terpasang PLTBio di ASEAN, pengembangan PLTSa di Indonesia masih
dengan total kapasitas terpasang PLTBm adalah termasuk minim. Indonesia berada di posisi
6,8 GW, diikuti PLTBg sebesar 0,8 GW, dan paling terakhir dari total lima (5) negara yang telah
kecil PLTSa hampir 0,5 GW. mengembangkan PLTSa dengan total kapasitas
terpasang sekitar 2,35 MW—hanya sekitar 0,5%
Seperti yang ditampilkan pada grafik, kapasitas dari total kapasitas terpasang PLTSa di ASEAN.
PLTBm terpasang terbesar dimiliki oleh Thailand
dengan 3,4 GW—atau hampir 50% dari total Dari ketiga grafik tersebut, dapat disimpulkan
kapasitas terpasang PLTBm di ASEAN. Sementara bahwa pengembangan PLTBio paling masif di
itu, Indonesia berada di posisi kedua dengan total kawasan ASEAN saat ini berada di Thailand.
kapasitas terpasang hampir 1,8 GW, yakni Menimbang hal tersebut, Indonesia yang memiliki
setengah kali dari Thailand—atau hanya sekitar luas wilayah—dan tentunya potensi bioenergi—
26% dari total kapasitas terpasang di ASEAN. lebih besar dibandingkan Thailand semestinya
dapat memimpin pengembangan PLTBio di
kawasan ASEAN.

Gambar 2: Kapasitas terpasang PLTBm, PLTBg, dan PLTSa di ASEAN, 2019

1,3% 1,3% 0,2% 0,4% 0,5%


3,0%
5,0% 4,5%
6,5%
5,3%
13,6%
11,3%
PLTBm PLTBg 26,7% PLTSa
49,9%
6832 MW 15,0% 825 MW 482 MW
64,2% 65,3%
25,8%

Thailand Indonesia Malaysia Vietnam Filipina Singapura Lainnya

Sumber: (i) IRENA. Renewable Energy Capacity Statistics 2020. Maret 2020;
(ii) KESDM. Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2019. Juli 2020.

8 PENDAHULUAN & STATUS TERKINI


Status Pengembangan PLTBio di Status Pengembangan PLTBm di Indonesia

Indonesia
Peta sebaran PLTBm yang beroperasi di Indonesia
disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan peta
Hingga akhir tahun 2020, kapasitas terpasang
tersebut, dapat dilihat bahwa total kapasitas
PLTBio di Indonesia mencapai sekitar 1,9 GW.
terpasang PLTBm di Indonesia mencapai hampir
Adapun berdasarkan target bauran energi
1,8 GW di akhir 2020. Dari peta sebaran tersebut
terbarukan sebesar 23% di tahun 2025,
dapat dilihat bahwa sebagian besar PLTBm berada
pengembangan PLTBio ditargetkan mencapai 5,5
di wilayah barat Indonesia, khususnya di Provinsi
GW.2 Dengan demikian, diperlukan upaya
Riau—70% dari total kapasitas terpasang PLTBm.
pengembangan PLTBio sebesar 3,6 GW untuk
mencapai target 5,5 GW di tahun 2025. Gap yang
Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal
signifikan dan durasi yang singkat terhadap target
Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi –
ini menjadi motivasi tersendiri bagi pemerintah
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
dan pengembang/investor dalam mengakselerasi
(DJEBTKE-KESDM), hingga bulan Mei 2021,
pengembangan PLTBio di Indonesia.
terdapat 104 unit PLTBm yang telah beroperasi di
Indonesia—daftar lengkap dapat disajikan di
Lampiran A.3

Dari data tersebut juga diperoleh informasi bahwa


PLTBm di Indonesia didominasi oleh pembangkit
skala kecil dengan skema excess power—
kelebihan pasokan listrik dari industri dijual ke PT
PLN (Persero). Di antara PLTBm yang telah
beroperasi, terdapat beberapa PLTBm yang
dijalankan dengan skema IPP. Salah satu yang
umum dijadikan contoh adalah PLTBm Siantan di
Kalimantan Barat (lihat Box 1). Selain itu, terdapat
satu (1) unit PLTBm Merauke yang dibangun di
Wapeko, Kabupaten Merauke dengan kapasitas
3.5 MW pada tahun 2020.4 PLTBm ini merupakan
yang pertama di Indonesia menggunakan bahan
bakar energi terbarukan berbasis hutan energi di
Indonesia Timur.5

2
Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017. Rencana Energi Umum Nasional (RUEN).
3
DJEBTKE-KESDM. Kapasitas Terpasang PLT Bioenergi di Indonesia. 2021.
4
Institute for Essential Services Reform (IESR). Indonesia Energy Transition Outlook 2021: Tracking Progress of Energy
Transition in Indonesia. Januari 2021.
5
Antara News Papua. “PLN WP2B Beli Daya Biomassa dari PT MNE”. www,papua.antaranews.com/berita/459131/pln-wp2b-
beli-daya-biomassa-dari-pt-mne. 1 Februari 2017.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 9


Gambar 3: Peta perserbaran PLTBio di Indonesia, 2020

Catatan: Total kapasitas terpasang PLTBm termasuk kapasitas terpasang satu unit Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar Nabati (PLTBn) di Provinsi Kep. Bangka Belitung sebesar 5 MW.
Sumber: DJEBTKE-KESDM. Kapasitas Terpasang PLT Bioenergi di Indonesia. 2021.

10 PENDAHULUAN & STATUS TERKINI


Box 1: Implementasi pengembangan PLTBm di Indonesia

PLTBm Siantan 15 MW Lokasi : Desa Wajok Hulu, Kecamatan Siantan, Kab. Mempawah,
Kalimantan Barat

Pengembang : PT Rezeki Perkasa Sejahtera Lestari

Bahan Baku : Limbah pertanian dan perkebunan


(cangkang kelapa sawit, sekam padi, bonggol jagung,
ampas tebu, serbuk kayu)

Teknologi : Gasifikasi (boiler tipe water tube)

COD : 2018

PLTBm Siantan merupakan pembangkit listrik tenaga biomassa pertama di Kalimantan Barat yang
dikembangkan oleh swasta atau Independent Power Produced (IPP). Sebagai pembangkit listrik tenaga
energi terbarukan (PLT-ET), PLTBm Siantan memberikan dampak langsung terhadap ekonomi
masyarakat di sekitar pembangkit, dengan pengadaan bahan bakar biomassa melalui pemanfaatan
limbah pertanian/perkebunan dan penanaman tanaman short coppice yang menggerakan Hutan
Rakyat, Hutan Desa, dan Hutan Tanaman Rakyat. PLTBm ini beroperasi dengan faktor kapasitas sebesar
85% dan dijadikan sebagai pembangkit base load. PLTBm ini menghasilkan listrik sebesar 75.000 MWh
per tahun dan dapat disetarakan dengan potensi reduksi emisi GRK sebesar 25.000 ton CO2e.

Sumber: DJEBTKE-KESDM. Artikel: “PLTBm Siantan, PLT Biomassa Swasta Pertama di Kalimantan Barat.” 24 September 2018.

Status Pengembangan PLTBg di Indonesia diimplementasikan adalah PLTBg Jangkang (lihat


Box 2).
Sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3, total
kapasitas terpasang PLTBg di Indonesia pada akhir Status Pengembangan PLTSa di Indonesia
tahun 2020 adalah sekitar 120 MW. Berdasarkan
peta dapat dilihat bahwa kapasitasp terpasang Berdasarkan peta sebaran PLTSa (Gambar 3),
PLTBg jauh lebih kecil dibandingkan PLTBm, pengembangan PLTSa di Indonesia masih terpusat
namun memiliki sebaran pembangkit yang di pulau Jawa—khususnya di Jawa Barat, Jawa
serupa—terkonsentrasi di wilayah Sumatera Tengah, dan Jawa Timur. Hingga akhir tahun 2020,
dengan kapasitas terbesar di Provinsi Riau. Hingga Indonesia hanya memiliki tiga (3) PLTSa yang
akhir tahun 2020, masih belum ada PLTBg yang sudah beroperasi, yaitu (i) PLTSa Merah Putih
dikembangkan di kawasan Indonesia Timur (Nusa dengan kapasitas 700 kW di Bantargebang,
Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua). Bekasi, Jawa Barat; (ii) PLTSa Benowo dengan
kapasitas 1,65 MW di Sumberrejo, Surabaya, Jawa
Berdasarkan data dari DJEBTKE-KESDM, hingga Timur; dan (iii) PLTSa Jatibarang dengan kapasitas
bulan Mei 2021, terdapat 59 unit PLTBg yang telah 800 kW di Semarang, Jawa Tengah.
beroperasi di Indonesia—daftar lengkap dapat
disajikan di Lampiran B.3 Implementasi Sebagai tambahan kapasitas terpasang pada
pengembangan PLTBg sebagian besar merupakan tahun 2020, perlu diketahui bahwa pada bulan Mei
pembangkit tipe off-grid berskala kecil (0,6–7 2021, PLTSa Benowo menambahkan satu (1) unit
3
MW). Dari data kapasitas PLTBg terpasang, dapat pembangkit yang sudah resmi beroperasi dengan
diidentifikasi juga beberapa PLTBg on-grid yang kapasitas 9 MW. Dengan demikian, kapasitas
telah beroperasi. Salah satu yang sukses terpasang PLTSa Benowo saat ini bertambah
menjadi sekitar 11 MW dengan dua (2) unit

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 11


pembangkit yang beroperasi (lihat Box 3). Dengan tersebut, total kapasitas terpasang PLTSa di
adanya satu (1) tambahan unit pembangkit Indonesia mencapai 12,15 MW.3

Box 2: Implementasi pengembangan PLTBg di Indonesia

PLTBg Jangkang 1,8 MW Lokasi : Desa Jangkang, Kecamatan Dendang,


Kabupaten Belitung Timur,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Pengembang : PT Austindo Aufwind New Energy (AANE)

Bahan Baku : Limbah cair kelapa sawit (POME)

COD : 2012

PLTBg Jangkang merupakan PLTBg swasta dan komersial pertama di Indonesia serta terdaftar sebagai
proyek Clean Development Mechanism (CDM). Pembangkit ini juga merupakan PLTBg POME pertama
yang tersambung (on-grid) ke jaringan listrik PT PLN (Persero). Pada awal operasi, kapasitas
pembangkit ini hanya sebesar 1,2 MW, kemudian ditingkatkan menjadi 1,8 MW di tahun 2016. PLTBg
Jangkang mampu menampung sekitar 22.800 ton limbah untuk menghasilkan listrik 12 juta kWh per
tahun dengan harga jual listrik ke PLN sebesar Rp975/kWh. Implementasi PLTBg Jangkang diestimasi
mampu mereduksi emisi GRK lebih dari 25.000 ton/tahun.

Sumber: DJEBTKE-KESDM. Siaran Pers No. 00160.Pers/04/SJI/2017: “Tinjau Potensi Interkoneksi PLTBg dan PLTS ke Jaringan
PLN, Wamen ESDM Yakini Investasi Energi Terbarukan Menjajikan.” 15 Desember 2017.

12 PENDAHULUAN & STATUS TERKINI


Box 3: Implementasi pengembangan PLTSa di Indonesia

PLTSa Merah Putih


Lokasi : TPST Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat

Pengembang : Pemprov DKI Jakarta dan BPPT

Teknologi : Insinerasi (700 kW)

Tahun Operasi : 2019

Status : Pilot Project

PLTSa Merah Putih merupakan pilot project yang ditujukan sebagai percontohan nasional dalam
mengatasi timbunan sampah di kota besar. PLTSa yang berlokasi di Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu (TPST) Bantar Gebang ini juga merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk
menanggulangi sampah dan memperpanjang umur manfaat TPST Bantar Gebang itu sendiri. Dengan
kapasitas pengolahan sampah hingga 100 ton per hari, beroperasinya PLTSa Merah Putih mampu
mengurangi jumlah sampah secara signifikan, cepat, dan ramah lingkungan, serta menghasilkan energi
terbarukan berupa waste-to-energy. Pembangkit ini mampu menghasilkan listrik mencapai 783,6 MWh,
atau setara dengan 110,6 kWh per ton sampah yang dibakar, dengan residu atau Fly Ash and Bottom
Ash (FABA) sejumlah 1.918 ton. Adanya PLTSa ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengolahan
sampah, khususnya secara termal.

PLTSa Benowo 11 MW
Lokasi : TPA Benowo, Kota Surabaya, Jawa Timur

Pengembang : PT Sumber Organik (SO)

Teknologi : Sanitary landfill (1,65 MW) dan gasifikasi (9 MW)

COD : 2015 (sanitary landfill) dan 2021 (gasifikasi)

PLTSa Benowo merupakan fasilitas Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) pertama yang
beroperasi di Surabaya—salah satu dari 12 kota yang ditunjuk dalam Perpres No. 35 Tahun 2018. Dengan
beroperasinya PLTSa ini, timbulan sampah di TPA Benowo dapat berkurang hingga 1000 ton per hari.
Dari 11 MW listrik yang dihasilkan, 1,65 MW akan digunakan untuk konsumsi operasional PT SO dan 9
MW dijual ke PT PLN (Persero).

Sumber: (i) BPPT. Berita Teknologi Sumberdaya Alam & Kebencanaan: “BPPT Hadirkan Inovasi PLTSa Merah Putih
Bantargebang, Solusi Atasi Timbunan Sampah di Kota Besar.” 25 Maret 2019.
(ii) Sekretariat Kabinet RI. Berita: “Presiden Jokowi Resmikan Instalasi Pengolahan Sampah Jadi Energi Listrik Benowo”.
6 Mei 2021.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 13


14 PENDAHULUAN & STATUS TERKINI
2
Potensi Bioenergi

Sumber informasi potensi bioenergi di Indonesia, potensi pengembangan PLTBio


di Indonesia dan secara spesifik di provinsi percontohan MTRE3.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 15


16 PENDAHULUAN & STATUS TERKINI
2 Potensi Bioenergi

2.1 Sumber Informasi Potensi Pengembangan PLT Bio

Mengingat sumber daya energi terbarukan— Selain potensi bioenergi yang telah disebutkan
termasuk bioenergi—bersifat spesifik proyek sebelumnya, potensi dari sampah kota ditampilkan
(project-specific), informasi terkait lokasi proyek secara terpisah dengan label potensi PLTsa.
beserta karakteristik sumber dayanya sangatlah Informasi yang dimuat mencakup: nama dan
krusial bagi pengembang atau investor. Lokasi koordinat TPA, serta potensi sampah dan listrik di
proyek (project site) beserta gambaran potensi tiap TPA.
sumber daya bioenergi merupakan informasi
dasar yang diperlukan dalam tahap Selain potensi sumber daya, ESDM One Map juga
pengembangan PLTBio. Berdasarkan urgensi menyajikan informasi yang dapat mendukung
tersebut, pedoman ini merangkum beberapa pengembangan PLTBio seperti sebaran
sumber informasi potensi bioenergi serta rencana pembangkit eksisting, lokasi gardu induk, jaringan
pengembangan PLTBio yang dapat dirujuk oleh listrik, batas administrasi, dan lainnya.
pengembang atau investor.
Dasbor Potensi Bioenergi
ESDM One Map
Dasbor Potensi Bioenergi merupakan suatu
ESDM One Map merupakan suatu aplikasi berbasis aplikasi berbasis web yang menampilkan data dan
web yang menampilkan peta sebaran terkait informasi terkait potensi bioenergi dari limbah
energi dan sumber daya mineral—termasuk agroindustri di Indonesia—dikembangkan oleh
informasi terkait potensi bioenergi. ESDM One Map Deutsche Gesellschaft fur Internationale
dapat diakses dengan alamat Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Dasbor Potensi
www.geoportal.esdm.go.id. Bioenergi dapat diakses dengan alamat
www.gizexplore.shinyapps.io/biodbv5. Dasbor ini
Informasi terkait potensi bioenergi dapat dipilih bersifat sementara, data dan informasi di
untuk ditampilkan di bawah menu “Energi Baru dalamnya akan dialihkan ke Renewable Energy
Terbarukan”. Informasi potensi bioenergi Data and Information (REDI) yang dikembangkan
dilengkapi dengan label yang mencakup: potensi oleh Kementerian ESDM (www.redi.esdm.go.id).
limbah industri kelapa sawit, potensi limbah
industri tapioka, potensi limbah industri pulp and Informasi terkait potensi bioenergi dapat
paper, potensi limbah industri tebu, potensi limbah diperoleh pada tiga (3) menu utama berikut:
industri padi, dan potensi limbah industri kayu.
• Halaman Utama menampilkan data
Setiap jenis potensi dilengkapi dengan tabel
potensi bioenergi yang tersedia di
informasi (attribute table) yang memuat informasi
Indonesia, mencakup: potensi teoretis,
antara lain: provinsi, nama pabrik/perusahaan,
potensi teknis, potensi penggunaan
kapasitas pengolahan, potensi limbah, jenis
internal, dan potensi penggunaan
teknologi, jenis limbah, dan alamat.
eksternal untuk tiap provinsi dan jenis
limbah.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 17


• Detail Lokasi menyediakan data potensi • Proyeksi penjualan tenaga listrik dan
teknis spesifik yang dapat dipilih jumlah pelanggan, terbagi dalam empat
berdasarkan provinsi, kabupaten/kota, sektor yaitu sektor rumah tangga, bisnis,
dan jenis agroindustri sebagai sumber publik, dan industri. Informasi ini
potensi. Data yang tersedia mencakup: bermanfaat untuk melihat kebutuhan
jumlah agroindustri, distribusi potensi pembangkit di masa depan.
teknis berdasarkan jumlah industri, rata-
• Rencana pembangkit, berisi daftar
rata potensi bioenergi untuk masing-
pembangkit yang sudah direncanakan
masing jenis limbah, hingga lokasi dan
pengembangannya sepuluh tahun ke
informasi agroindustri yang berada di
depan. Pada rencana pembangkit
wilayah tersebut.
disajikan informasi tipe pembangkit,
lokasi, kapasitas, target tahun beroperasi
• Dokumentasi berfungsi sebagai
(Commercial Operation Date, COD),
penunjang dasbor yang menyediakan
status terkini (rencana, pengadaan, PPA,
dokumen Basis Data Potensi Bioenergi
konstruksi), dan pengembang proyek
dari Limbah Agro Industri. Dokumen ini
(IPP, PLN, belum teralokasi).
memberikan penjelasan terkait metode
penyusunan basis data dan metode • Rencana pengembangan transmisi dan
perhitungan potensi energi. gardu induk, secara rinci menjelaskan
besar tegangan, jangkauan lokasi, tipe
RUPTL PT PLN (Persero) konduktor, panjang, target operasi, dan
status terkininya. Informasi ini bermanfaat
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk melihat kesiapan lokasi dalam
(RUPTL) merupakan dokumen perencanaan kegiatan jual-beli listrik.
ketenagalistrikan tahunan yang dipublikasikan
oleh PT PLN (Persero). RUPTL menyajikan Di samping itu, RUPTL juga menyajikan data
informasi ketenagalistrikan di tingkat nasional potensi pengembangan pembangkit, termasuk
maupun secara spesifik di tingkat provinsi. PLBio, di setiap provinsi. Potensi pengembangan
Informasi ketenagalistrikan yang diberikan pembangkit yang dimaksud merupakan potensi
merupakan proyeksi dan rencana dalam sepuluh proyek berbasis hasil studi kelayakan (feasibility
tahun ke depan. Beberapa informasi penting yang study, FS) namun belum masuk dalam
disajikan mencakup: perencanaan RUPTL.

18 POTENSI BIOENERGI
2.2 Potensi Pengembangan PLTBio di Indonesia

Sumber daya bioenergi tersebar di seluruh wilayah Berdasarkan hasil Deutsche Gesellschaft fur
Indonesia dengan jenis dan besaran potensi yang Internationale Zusammenarbeit (GIZ) tahun 2020,
bervariasi. Bahan baku bioenergi untuk total potensi teknis bioenergi adalah sekitar 15
pembangkit listrik umumnya merupakan limbah GW. Namun, perlu dicatat bahwa potensi ini hanya
dari berbagai sektor, seperti sektor perkebunan, merepresentasikan potensi dari limbah
pertanian, kehutanan, dan persampahan, agroindustri—belum merepresentasikan potensi
sebagaimana digambarkan pada Gambar 4. bioenergi secara keseluruhan. Data potensi yang
dimaksud dapat diperoleh dari sistem informasi
Setiap jenis limbah dari berbagai sektor tersebut yang tersedia sebagaimana dijelaskan pada
umumnya digunakan sebagai bahan baku Subbab 2.1.
pembangkit listrik berbasis bioenergi (PLTBio)
Meskipun potensi bioenergi di Indonesia sangat
tertentu. Sebagai contoh, limbah dari tanaman
besar, namun hingga saat pemanfaatannya masih
kelapa sawit seperti batang, pelepah, cangkang,
belum optimal. Dari total potensi yang ada,
serat, dan tandan kosong dimanfaatkan sebagai
pemanfaatan bioenergi sebagai bahan baku energi
bahan baku PLTBm, sedangkan limbah cair kelapa
listrik hingga akhir tahun 2019 baru mencapai 1,9
sawit (POME) lazim dimanfaatkan sebagai bahan
GW. Melihat dari besarnya potensi bioenergi yang
baku PLTBg. Sementara itu, PLTSa menggunakan
belum dimanfaatkan, pengembangan PLTBio
bahan baku berupa sampah kota.
perlu ditingkatkan untuk mencapai target bauran
Berdasarkan pemanfaatannya, potensi teknis energi terbarukan (ET).
dapat diklasifikasikan dalam dua (2) kategori, yaitu
Dari potensi sumber daya bioenergi yang telah
potensi penggunaan internal dan potensi
dikaji, berbagai proyek PLTBio telah direncanakan
penggunaan eksternal (lihat Box 4). Sebagai
untuk dikembangkan. Dalam praktiknya, rencana
catatan, potensi teknis didefinisikan sebagai
pengembangan PLTBio di Indonesia tertuang
potensi maksimum dari pemanfaatan semua
dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
limbah yang secara tersedia di unit pengolahan
(RUPTL) PT PLN (Persero) dengan Independent
untuk memproduksi listrik, berdasarkan faktor
Power Producer (IPP) maupun PT PLN (Persero)
konversi teknologi yang ada saat ini.
sendiri sebagai pengembang.

Box 4: Klasifikasi potensi teknis bioenergi

Potensi teknis yang biasa digunakan untuk menyuplai kebutuhan energi internal
Internal
(panas dan/atau listrik)

Potensi teknis yang masih tersedia setelah dikurangi oleh potensi penggunaan
Eksternal
internal

Sumber: GIZ. Dasbor Potensi Bioenergi. www.gizexplore.shinyapps.io/biodbv5.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 19


Gambar 4: Jenis sumber daya bioenergi sebagai bahan baku pembangkit listrik

Sumber: GIZ. Dasbor Potensi Bioenergi. www.gizexplore.shinyapps.io/biodbv5.

20 POTENSI BIOENERGI
Potensi Energi Biomassa Indonesia, dengan konsentrasi di wilayah
Sumatera dan Kalimantan mengingat banyaknya
Potensi energi biomassa dalam pedoman ini jumlah industri kelapa sawit yang beroperasi di
didefinisikan sebagai potensi biomassa padat wilayah tersebut. Adapun potensi paling besar
(selain sampah) yang dapat dimanfaatkan sebagai berada di Provinsi Riau dengan 5,5 GW—hampir
bahan baku pembangkit listrik. Bahan baku yang 40% dari total potensi energi biomassa.
dimaksud dapat bersumber dari limbah biomassa
(limbah sektor kehutanan, perkebunan, dan Di Pulau Jawa, potensi energi berasal dari
pertanian, dll.), maupun tanaman energi. berbagai limbah agroindustri, utamanya limbah
industri gula, dengan total potensi yang bervariasi,
Tabel 1 menyajikan data potensi yang bersumber mulai dari 5 MW hingga 500 MW.
dari limbah biomassa. Perlu dicatat bahwa data
yang disajikan merupakan data limbah Sementara itu, wilayah Indonesia bagian timur
agroindustri—tidak mencakup limbah biomassa memiliki potensi yang lebih kecil (kurang dari 100
yang bersumber dari lahan. Data potensi MW) dibandingkan wilayah lainnya. Meskipun
diklasifikasikan berdasarkan provinsi dan potensinya relatif kecil dibanding wilayah lainnya,
sumbernya—yaitu limbah agroindustri dari industri implementasi PLTBm di wilayah Indonesia bagian
kelapa sawit, industri kayu, industri padi, industri timur tetap dapat dilakukan secara optimal
gula, dan industri pulp and paper. dengan memperhatikan jaminan suplai bahan
baku lokal serta tantangan spesifik proyek lainnya.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa
total potensi energi biomassa di Indonesia adalah Merujuk pada uraian sebelumnya, bahan baku
sekitar 14,3 GW. Berdasarkan sumbernya, potensi PLTBm juga dapat bersumber dari tanaman
energi biomassa paling besar berasal dari limbah energi. Tabel 2 menyajikan data produktivitas dan
industri pulp and paper sekitar 7,6 GW. Namun, densitas dari berbagai jenis tanaman energi. Data
merujuk pada hasil kajian GIZ, total potensi ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
tersebut didominasi oleh potensi penggunaan gambaran umum bagi pengembang terkait
internal sebesar 97%. Di samping itu, potensi dari kebutuhan luas kebun energi untuk bahan baku
industri kelapa sawit juga memiliki kontribusi yang PLTBm.
besar yaitu sekitar 5,8 GW. Berbeda dengan
Sebagai contoh, kaliandra memiliki produktivitas
industri pulp and paper, potensi dari industri
sekitar 40–60 ton/ha/tahun, dengan estimasi
kelapa sawit membuka peluang yang lebih besar
densitas energi sekitar 0,63 MW/km2. Artinya,
untuk penggunaan eksternal.
untuk setiap satu kilometer persegi area kebun
Dari sebarannya, potensi energi biomassa energi kaliandra berpotensi untuk menghasilkan
teridentifikasi hampir di seluruh provinsi di energi listrik sebesar 0,63 MW.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 21


Tabel 1: Potensi energi biomassa berbasis limbah agroindustri

Potensi Limbah (MW)*


Total
No. Provinsi Industri Industri Potensi
Industri Industri Industri
Kelapa Pulp and (MW)
Kayu Padi Gula
Sawit** paper
1 Aceh 158 15 174
2 Sumatera Utara 627 4 4 6 195 836
3 Sumatera Barat 112 2 114
4 Riau 1.735 2 1 3.809 5.548
5 Jambi 303 14 830 1.147
6 Sumatera Selatan 449 6 21 1.993 2.469
7 Bengkulu 87 87
8 Lampung 90 2 3 110 205
9 Bangka-Belitung 120 120
10 Jawa Barat 7 54 15 90 166
11 Jawa Tengah 18 11 51 81
12 D. I. Yogyakarta 5 5
13 Jawa Timur 13 125 209 118 464
14 Banten 8 8 10 102 128
15 Nusa Tenggara Barat 1 15 16
16 Kalimantan Barat 542 7 550
17 Kalimantan Tengah 635 6 1 642
18 Kalimantan Selatan 213 15 228
19 Kalimantan Timur 534 40 427 1.001
20 Kalimantan Utara 24 4 28
21 Sulawesi Tengah 33 33
22 Sulawesi Selatan 10 8 49 13 80
23 Sulawesi Tenggara 15 15
24 Gorontalo 6 6
25 Sulawesi Barat 29 2 31
26 Maluku 2 2
27 Papua Barat 16 14 29
28 Papua 75 11 86
TOTAL 5.822 168 283 452 7.564 14.290
Catatan: *) Potensi bioenergi merupakan total potensi penggunaan internal dan eksternal.
**) Potensi dari limbah industri kelapa sawit tidak termasuk potensi limbah cair kelapa sawit (POME).

Sumber: GIZ. Dasbor Potensi Bioenergi. gizexplore.shinyapps.io/biodbv5.

22 POTENSI BIOENERGI
Tabel 2: Produktivitas dan densitas energi dari berbagai tanaman energi

Produktivitas Densitas Energi


Tanaman Energi
(ton/ha/tahun) (MW/km2)

Kaliandra 40–60*) 0,63

Akasia 6,4–13,3 0,40

Eukaliptus 17,2–40 1,29

Sengon/Ozbeck 1,6 0,08

Gamal 4,3–6,4 0,24

Lamtoro 20–40 0,90

Rumput Gajah/Napier Grass 21,34 0,98

Jabon/Burflower 1,26 0,06

Catatan: Informasi produktivitas kaliandra diperoleh dari pengelola kebun energi di Provinsi Riau.

Potensi Energi Biogas eksternal, sedangkan seluruh limbah cair tapioka


merupakan potensi penggunaan internal.
Sumber daya biogas dapat bersumber dari limbah
peternakan maupun limbah cair sektor agrikultur. Dalam pemanfaatan biogas menjadi energi listrik
Biogas dari limbah peternakan atau kotoran untuk kepentingan umum, potensi yang dapat
hewan ternak umumnya dimanfaatkan dalam dikembangkan hanya potensi penggunaan
pengembangan biogas skala rumah tangga, yaitu eksternal saja, dalam hal ini pemanfaatan POME
sebagai bahan bakar untuk memasak. Adapun sebagai bahan baku. Gambar 5 disajikan untuk
pengembangan biogas skala komersial, biasanya menampilkan data potensi POME per provinsi di
untuk pembangkitan listrik, bersumber dari limbah Indonesia. Berdasarkan grafik, total potensi POME
cair agroindustri. di Indonesia adalah sekitar 1,1 GW, dengan porsi
terbesar berada di Provinsi Riau (337 MW atau
Potensi sumber daya biogas dari agroindustri 30% total potensi). Potensi POME di wilayah
paling banyak dihasilkan dari limbar cair sektor Sumatera (selain Riau) dan Kalimantan bervariasi
perkebunan (limbah cair kelapa sawit/POME) dan pada rentang 17–124 MW. Sementara, provinsi di
pertanian (limbah cair tapioka). Berdasarkan hasil luar wilayah Sumatera dan Kalimantan memiliki
kajian GIZ tahun 2020, seluruh POME yang potensi yang lebih kecil dengan variasi sekitar 1–15
tersedia tergolong sebagai potensi penggunaan MW.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 23


Gambar 5: Potensi energi biogas untuk penggunaan eksternal (potensi POME)

331
350
300 Total Potensi
POME:
Potensi POME (MW)

250
200 ~1.114 MW
123
119
104
102
150

86
58
100

41
30
24
21
17
16

6.4
14

5.5
4.5
2.9
2.8
1.9
1.6
1.3
50
0

Jawa Barat
Sumatera Utara

Jambi

Aceh

Lampung

Sulawesi Selatan
Papua

Kalimantan Utara

Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Riau

Kalimantan Barat

Kep. Bangka Belitung

Banten
Sumatera Selatan

Kalimantan Selatan

Sumatera Barat

Bengkulu

Sulawesi Barat

Papua Barat
Kalimantan Tengah

Kalimantan Timur

Sumber: GIZ. Dasbor Potensi Bioenergi. www.gizexplore.shinyapps.io/biodbv5.

Potensi Energi Sampah Indonesia menghasilkan timbulan sampah dalam


jumlah yang cukup besar, hampir 100 ribu ton per
Potensi Timbulan Sampah hari di tahun 2020—sebagaimana ditampilkan
pada Tabel 3. Sampah ini dihasilkan sebagian
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup besar dari rumah tangga, pasar, kawasan
dan Kehutanan (LHK), persentase pengelolaan perkantoran, dan lain-lain. Dalam pengembangan
sampah pada tahun 2020 hanya mencapai 53.3%, PLTSa, sampah yang dapat dimanfaatkan sebagai
sedangkan sisanya ditimbun atau dibuang. bahan baku merupakan sampah kota yang berhasil
Penimbunan dan pembuangan sampah dapat terangkut ke lokasi tempat pembuangan akhir
menimbulkan berbagai masalah, mulai dari (TPA) yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah
pencemaran lingkungan hingga gangguan (Pemda).6 Adapun jumlah sampah terangkut ke
kesehatan. Oleh karena itu, menimbang TPA yang menjadi potensi energi sampah
peningkatan volume timbulan sampah nasional mencapai 72 ribu ton per hari atau sekitar 26 miliar
per tahun, pemerintah mendorong upaya ton di tahun 2020.
pengelolaan sampah, salah satunya dengan
memanfaatkan sampah kota sebagai bahan baku
pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

6
Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019–2028.

24 POTENSI BIOENERGI
Box 5: Komposisi dan karakteristik timbulan sampah di Indonesia

Menurut Kementerian LHK, jenis dan komposisi sampah kota Gambar 6 Komposisi sampah kota
di Indonesia sangat beragam. Sampah kota di Indonesia di Indonesia, 2020
didominasi oleh sampah sisa makanan, diikuti oleh plastik,
kayu/ranting/daun, kertas/karton, logam, kain, kaca,
karet/kulit, dll. Sampah kota ini umumnya masih belum
terpilah berdasarkan jenisnya, baik di sumber penghasil
sampah (rumah tangga, pasar, perkantoran, dll.) maupun di
TPA, akibat manajemen dan pengelolaan sampah yang
belum terintegrasi. Hal ini dapat menjadi tantangan bagi
pengembang PLTSa karena adanya pemenuhan persyaratan
karakteristik sampah kota sebagai bahan baku yang spesifik
terhadap tipe teknologi konversi. Oleh karena itu, pada
praktiknya diperlukan proses pre-treatment—yang
bervariasi—sehingga diperoleh karakteristik bahan baku
yang sesuai dengan pilihan teknologi konversi.

Berdasarkan karakteristiknya, sampah kota dapat dikelompokkan menjadi dua (2) kategori menurut
kesesuaian bahan baku terhadap teknologi konversi, yaitu high organic content sebagai bahan baku
teknologi konversi biologis (sanitary landfill dan anaerobic digestion) untuk menghasilkan Landfill Fuel
Gas (LFG) dan high calorific value sebagai bahan baku teknologi termal (pirolisis/gasifikasi dan
insinerasi/pembakaran). Jenis sampah yang masuk dalam kategori high organic content adalah sampah
sisa makanan; sementara sampah plastik, kayu/ranting/daun, kertas/karton, kain, dan karet/kulit masuk
dalam kategori high calorific value.

Sumber: [1] Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN)-KLHK. www.sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/data/komposisi;


[2] DJEBTKE-KESDM. Waste to Energy Guideline. 2015.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 25


Tabel 3: Potensi timbulan sampah dan jumlah sampah terangkut ke TPA di Indonesia, 2020

Sampah Sampah
Timbulan Timbulan
Terangkut Terangkut
No. Provinsi Sampah* No. Provinsi Sampah*
ke TPA** ke TPA**
(ton/hari) (ton/hari)
(ton/hari) (ton/hari)

1. Aceh 841.56 612.45 18. NTB 483.44 351.82

2. Sumatera Utara 4,608.19 3,353.62 19. NTT 359.02 261.28

3. Sumatera Barat 1,924.39 1,400.48 20. Kalimantan Barat 1,539.31 1,120.24

4. Riau 7,623.57 5,548.07 21. Kalimantan Tengah 2,400.36 1,746.87

5. Jambi 1,140.05 829.67 22. Kalimantan Selatan 2,049.97 1,491.87

6. Sumatera Selatan 4,190.92 3,049.95 23. Kalimantan Timur 2,010.25 1,462.96

7. Bengkulu 466.62 339.58 24. Kalimantan Utara 221.14 160.94

8. Lampung 5,667.34 4,124.42 25. Sulawesi Utara 1,311.87 954.72

9. Kep. Bangka 26. Sulawesi Tengah


Belitung 527.67 384.01 881.27 641.35

10. Kep. Riau 1,806.07 1,314.37 27. Sulawesi Selatan 3,112.86 2,265.39

11. DKI Jakarta 8,369.34 6,090.80 28. Sulawesi Tenggara 519.81 378.29

12. Jawa Barat 11,652.29 8,479.97 29. Gorontalo 411.84 299.72

13. Jawa Tengah 9,626.43 7,005.65 30. Sulawesi Barat 250.55 182.34

14. D.I.Y. 2,090.69 1,521.50 31. Maluku 270.56 196.90

15. Jawa Timur 14,147.94 10,296.19 32. Maluku Utara 118.19 86.01

16. Banten 6,951.70 5,059.11 33. Papua Barat 171.24 124.62

17. Bali 1,816.00 1,321.60 34. Papua 150.73 109.69

TOTAL TOTAL 99,713.18 72,566.44

Catatan: Data sampah terangkut ke TPA diperoleh melalui perkalian antara potensi timbulan sampah dengan rata-rata efisiensi
pengangkutan tahun 2016 (72,8%). Rata-rata efisiensi pengangkutan tahun 2016 diperoleh dari SMI Insights.

Sumber: *) Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN)-KLHK. Timbulan Sampah.


www.sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/data/timbulan.
**) PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Insights. Waste Management. 2016.

26 POTENSI BIOENERGI
Potensi Waste-to-Energy Berdasarkan Teknologi Potensi energi sampah yang dapat dimanfaatkan
Konversi menjadi energi listrik dapat diestimasi
berdasarkan jumlah sampah terangkut ke TPA,
Proses konversi energi sampah menjadi tenaga komposisi bahan baku, dan nilai produksi listrik
listrik dapat menggunakan berbagai variasi spesifik untuk tiap teknologi pembangkit. Potensi
teknologi, dengan mempertimbangkan jenis berdasarkan berdasarkan hasil estimasi teoretis
bahan baku yang tersedia. Beberapa di antaranya tersebut ditampilkan pada Tabel 5.
adalah pembakaran langsung (insinerasi),
gasifikasi, plasma, sanitary landfill, dan lain-lain. Hasil estimasi yang ditampilkan dalam Tabel 5
Tiap teknologi memiliki efisiensi yang bervariasi, diklasifikasikan dalam tiga (3) kategori
sehingga besaran produksi listrik yang dihasilkan berdasarkan teknologi konversi secara terpisah.
juga berbeda-beda. Pada Tabel 4, disajikan nilai Artinya, pembacaan potensi teoretis hanya dapat
produksi listrik spesifik untuk beberapa teknologi dilakukan untuk masing-masing tipe teknologi—
PLTSa yang umum digunakan, antara lain tidak dapat dijumlahkan antar tipenya. Secara
teknologi konversi biologis berupa sanitary landfill tipikal, potensi berbasiskan teknologi
dan teknologi konversi termal berupa insinerasi pirolisis/gasifikasi memiliki nilai yang paling tinggi
(pembakaran) dan pirolisis/gasifikasi. dibandingkan opsi teknologi lainnya, karena
memiliki karakteristik performa (efisiensi) terbaik.

Tabel 4: Produksi listrik spesifik dari energi sampah berdasarkan teknologi konversi

Konversi Biologis Konversi Termal


Teknologi
Landfill Pirolisis/Gasifikasi Insinerasi

Dekomposisi Pirolisis: degradasi termal Konversi termal secara


sampah akibat tanpa adanya oksigen langsung melalui
Deskripsi*
aktivitas Gasifikasi: degradasi termal pembakaran dengan
mikroorganisme dengan proses oksidasi parsial oksigen berlebih

Produksi Listrik Spesifik


276 570–680 544
(kWh/ton sampah)**
Sumber: *) DJEBTKE-KESDM. Waste to Energy Guideline. 2015.
**) DJEBTKE-KESDM. Pedoman Investasi Bioenergi di Indonesia. 2016.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 27


Tabel 5: Potensi energi sampah yang dapat dimanfaatkan menjadi listrik (waste-to-energy)
berdasarkan teknologi konversi dan komposisi bahan baku

Potensi (MW)
No. Provinsi
Landfill Pirolisis/Gasifikasi Insinerasi
1. Aceh 2.31 9.94 8.65
2. Sumatera Utara 15.95 61.79 53.79
3. Sumatera Barat 10.40 18.50 16.10
4. Riau 12.01 106.40 92.61
5. Jambi 4.87 12.74 11.09
6. Sumatera Selatan 17.49 38.41 33.43
7. Bengkulu 1.44 6.82 5.94
8. Lampung 19.38 72.98 63.53
9. Kep. Bangka Belitung 1.97 6.73 5.86
10. Kep. Riau 8.25 19.87 17.29
11. DKI Jakarta 50.86 62.80 54.66
12. Jawa Barat 64.64 98.15 85.43
13. Jawa Tengah 47.40 103.49 90.08
14. D.I.Y. 12.70 15.69 13.65
15. Jawa Timur 72.71 136.50 118.81
16. Banten 33.08 70.36 61.24
17. Bali 1.44 37.98 33.06
18. Nusa Tenggara Barat 2.65 2.71 2.36
19. Nusa Tenggara Timur 0.60 5.87 5.11
20. Kalimantan Barat 8.42 13.71 11.94
21. Kalimantan Tengah 16.25 15.91 13.85
22. Kalimantan Selatan 9.34 23.20 20.19
23. Kalimantan Timur 10.10 19.57 17.03
24. Kalimantan Utara 0.97 2.53 2.20
25. Sulawesi Utara 6.00 13.79 12.01
26. Sulawesi Tengah 2.89 11.67 10.16
27. Sulawesi Selatan 11.52 20.50 17.84
28. Sulawesi Tenggara 2.10 6.14 5.34
29. Gorontalo 1.79 4.81 4.19
30. Sulawesi Barat 1.14 2.72 2.37
31. Maluku 1.10 2.85 2.48
32. Maluku Utara 0.52 1.26 1.09
33. Papua Barat 0.77 1.95 1.70
34. Papua 0.92 1.37 1.19
TOTAL 453.98 1,029.73 896.28
Catatan: Nilai potensi merupakan hasil estimasi.

28 POTENSI BIOENERGI
2.3 Potensi Pengembangan PLTBio di Provinsi Percontohan
MTRE3

Keempat provinsi percontohan MTRE3, yaitu Riau, di ketiga provinsi MTRE3 tersebut. Rencana dan
Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur potensi pengembang pembangkit yang
(NTT), teridentifikasi memiliki potensi bioenergi tercantum meliputi PLTBm, PLTBg, dan PLTBio
yang bervariasi. Pada subbab ini, akan diuraikan (belum terdefinisi antara PLTBm dan PLTBg).
secara lebih rinci data potensi bioenergi di
masing-masing provinsi percontohan MTRE3, 2.3.1 Provinsi Riau
yang bersumber dari RUPTL PT PLN (Persero).
Merujuk pada Subbab 2.2, total potensi energi
Merujuk pada RUPTL PT PLN (Persero) 2019– biomassa dan biogas masing-masing sebesar
2028, telah diidentifikasi rencana dan potensi 5.548 MW (total potensi penggunaan internal dan
pengembangan PLTBio, yang hanya terdapat di eksternal) dan 331 MW (total potensi penggunaan
tiga provinsi percontohan MTRE3, yaitu Provinsi eksternal). Adapun PLN telah menyusun rencana
Riau, Jambi, dan NTT—dengan tabulasi data pengembangan pembangkit dengan total
sebagai berikut: kapasitas 156,6 MW dan potensi pengembangan
pembangkit sebesar 159,7 MW—sebagaimana
• Rencana pengembangan pembangkit,
dirangkum pada Tabel 6 dan Tabel 7.
mencakup nama pembangkit, kapasitas,
target COD, serta pengembang dari IPP atau
2.3.2 Provinsi Jambi
PT PLN (Persero). Data rencana ini
menunjukkan proyek pembangkit yang telah
Merujuk pada Subbab 2.2, total potensi energi
teridentifikasi dan siap untuk dikembangkan.
biomassa dan biogas masing-masing adalah
• Potensi pengembangan pembangkit, sebesar 1.147 MW (total potensi penggunaan
mencakup nama pembangkit dan kapasitas, internal dan eksternal) dan 58 MW (total potensi
namun belum masuk dalam perencanaan penggunaan eksternal). Adapun PLN telah
RUPTL. menyusun rencana pengembangan pembangkit
dengan total kapasitas 146,6 MW dan potensi
Sebagai catatan, berdasarkan RUPTL, tidak pengembangan pembangkit sebesar 20,5 MW—
terdapat rencana dan potensi pengembangan sebagaimana dirangkum pada Tabel 8 dan
pembangkit berbasiskan energi sampah (PLTSa) Tabel 9.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 29


Tabel 6: Rencana pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi Riau

Kapasitas Target
No Sistem Lokasi/Nama Pembangkit Status Pengembang
(MW) COD

PLTBio

1. Sumatera PLTBio Sumatera (kuota) 50,0 2022 Perencanaan IPP


Tersebar*

2. Sumatera PLTBio Sumatera (kuota) 87,6 2024 Perencanaan IPP


Tersebar*

3. Sumatera PLTBio Sumatera (kuota) 5,0 2026 Perencanaan IPP


Tersebar*

PLTBm

1. Sumatera Rantau Sakti (EBTKE) 1,0 2019 Konstruksi IPP

2. Sumatera Rokan Jaya 10,0 2020 Konstruksi IPP

PLTBg

1. Sumatera Ujung Batu 3,0 2019 PPA IPP

Catatan: *Kuota Sistem Sumatera


Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) 2019–2028.

30 POTENSI BIOENERGI
Tabel 7: Potensi pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi Riau

Kapasitas Kapasitas
No. Lokasi/Nama Pembangkit No. Lokasi/Nama Pembangkit
(MW) (MW)

PLTBm PLTBg

1. Siak-1 15,0 1. Pelalawan-1 1,0

2. Siak-2 3,0 2. Rokan Hulu-1 1,0

3. Bengkalis-2 6,0 3. Rokan Hilir-1 1,0

4. Rokan Hulu-3 7,0 4. Pelalawan-1 1,2

5. Indragiri Hilir-1 1,0 5. Pelalawan-2 1,3

6. Tersebar 13,6 6. Pelalawan-3 2,0

7. Indragiri Hilir-3 10,0 7. Pelalawan-4 1,0

8. Dumai 40,0 8. Bengkalis-1 1,0

9. Pasir Pangaraian 1,0

10. Rokan Hulu-2 3,0

11. Rokan Hulu-4 3,0

12. Indragiri Hilir-2 5,0

13. Siak-3 1,0

14. Tersebar 23,3

15. Indragiri Hilir-4 10,0

16. Pelalawan-5 8,3

Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) 2019–2028.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 31


Tabel 8: Rencana pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi Jambi

Kapasitas Target
No Sistem Lokasi/Nama Pembangkit Status Pengembang
(MW) COD

PLTBio

1. Sumatera PLTBio Sumatera (kuota) 50,0 2022 Perencanaan IPP


Tersebar*

2. Sumatera PLTBio Sumatera (kuota) 87,6 2024 Perencanaan IPP


Tersebar*

3. Sumatera PLTBio Sumatera (kuota) 5,0 2026 Perencanaan IPP


Tersebar*

PLTBm

1. Sumatera Mersam 3,0 2021 PPA IPP

PLTBg

1. Sumatera Karang Anyer (EBTKE) 1,0 2020 Konstruksi IPP

Catatan: *Kuota Sistem Sumatera


Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) 2019–2028.

Tabel 9: Potensi pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi Jambi

Kapasitas Kapasitas
No. Lokasi/Nama Pembangkit No. Lokasi/Nama Pembangkit
(MW) (MW)

PLTBm PLTBg

1. Sungai Bahar 15,0 1. Sungai Gelam 2,0

2. Pelawan Sarolangun 1,3

3. Muaro Jambi 2,2

Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) 2019–2028.

32 POTENSI BIOENERGI
2.3.3 Provinsi Nusa Tenggara kaliandra dengan rentang potensi 10–50 MW yang
masih memerlukan kajian lebih lanjut. Berdasarkan
Timur (NTT) hal itu, PLN telah menyusun rencana
pengembangan pembangkit (yaitu PLTBm)
Merujuk pada Subbab 2.2, Provinsi NTT tidak
dengan total kapasitas 20 MW dan potensi
terindikasi memiliki potensi bioenergi yang
pengembangan pembangkit sebesar 1 MW—
bersumber dari limbah agroindustri. Adapun
sebagaimana dirangkum pada Tabel 10 dan Tabel
berdasarkan RUPTL, potensi yang tersedia di
11.
Provinsi NTT adalah energi biomassa dari kayu

Tabel 10: Rencana pengembangan pembangkit di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Kapasitas Target
No Sistem Lokasi/Nama Pembangkit Status Pengembang
(MW) COD

PLTBm

1. Sumba Tersebar 1,0 2020 Rencana IPP

2. Kalabahi Alor 1,0 2021 Rencana Unallocated

3. Rote Rote 1,0 2021 Rencana Unallocated

4. Kalabahi Alor 1,0 2022 Rencana Unallocated

5. Rote Rote 1,0 2022 Rencana Unallocated

6. Sumba Kuota Tersebar 5,0 2023 Rencana Unallocated

7. Sumba Kuota Tersebar 5,0 2025 Rencana Unallocated

8. Sumba Kuota Tersebar 5,0 2027 Rencana Unallocated

Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) 2019–2028.

Tabel 11: Potensi pengembangan pembangkit di Provinsi Nusa Tenggara Timur

No. Lokasi/Nama Pembangkit Kapasitas (MW)

PLTBm

1. Bodohula Sumba Barat 1,0

Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) 2019–2028.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 33


34 POTENSI BIOENERGI
3
Pemangku
Kepentingan Kunci
Key actors (pemangku kepentingan kunci) dalam pengembangan energi
terbarukan di Indonesia secara umum, serta secara spesifik untuk PLTBio

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 35


36 POTENSI BIOENERGI
3 Pemangku Kepentingan Kunci
dalam Pengembangan PLT
Bioenergi

3.1 Pengantar

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam Negara (BUMN); (iv) PT PLN (Persero);
pemanfaatan energi bersih dan upaya reduksi (v) Pemerintah Daerah; (vi) Penyedia Dana; serta
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor energi, (vii) Pengembang. Peran masing-masing
salah satunya melalui pengembangan pembangkit pemangku kepentingan kunci (key actors)
listrik berbasis energi terbarukan. Untuk sebagaimana digambarkan dalam Gambar 7
mengimplementasikan hal tersebut, Pemerintah diuraikan singkat di bawah ini.
Indonesia telah menyusun strategi dengan
melibatkan peran dan fungsi Kementerian/ Presiden, berperan sebagai pengarah dalam
Lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah, sektor ketenagalistrikan nasional yang
antara lain dalam hal perumusan kebijakan dan disinkronisasikan dengan upaya mitigasi
regulasi di sektor ketenagalistrikan (khususnya perubahan iklim. Melalui DEN—yang diketuai oleh
pemanfaatan sumber daya energi terbarukan Presiden—Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan
untuk pembangkitan listrik), sistem perizinan, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN)
proses investasi, dan lainnya. Setiap pemangku dirumuskan dan ditetapkan.
kepentingan kunci (key actors) memegang
Kementerian ESDM memegang peranan penting
peranan krusial dalam pengembangan
dalam hal perumusan kebijakan mengenai energi
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan
terbarukan dan sektor ketenagalistrikan.
(PLT-ET) di Indonesia, khususnya dalam
Kementerian ESDM memiliki kewenangan dalam
menciptakan iklim investasi yang menarik dan
mengatur pemanfaatan sumber daya energi
mendorong mobilisasi investasi.
terbarukan untuk pembangkit listrik serta
Dalam Gambar 7 disajikan pemangku kepentingan perumusan kebijakan pasar tenaga listrik.
kunci (key actors) dalam pengembangan
Dalam hal investasi energi terbarukan di Indonesia,
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan,
Kementerian Investasi (BKPM) memiliki peranan
terdiri dari: (i) Presiden; (ii) Dewan Energi Nasional
penting—utamanya dalam menyediakan sistem
(DEN); (iii) Kementerian terkait, yaitu Kementerian
dan layanan perizinan. Sejak 9 Juli 2018, BKPM
Energi & Sumber Daya Mineral (ESDM),
telah meluncurkan sistem online
pelayanan
Kementerian Investasi (Badan Koordinasi
berbasis-web, yaitu Online Single Submission
Penanaman Modal, BKPM), Kementerian
(OSS). OSS merupakan sistem yang
Lingkungan Hidup & Kehutanan (LHK)
mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan
Kementerian Keuangan, Kementerian
berusaha yang menjadi kewenangan Menteri/
Perindustrian, dan Kementerian Badan Usaha Milik
Pimpinan Lembaga, Gubernur, atau Walikota/

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 37


Bupati—secara elektronik. Sebagai catatan, mulai Sehubungan dengan Tingkat Komponen Dalam
bulan Juni 2021, akan diberlakukan Sistem Negeri (TKDN), Kementerian Perindustrian telah
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko ( Online Single merumuskan regulasi TKDN untuk pengembangan
Submission – Risk Based Approach, OSS–RBA), pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, baik
yaitu perizinan berusaha yang didasarkan pada komponen peralatan utama maupun jasa.
tingkat risiko. Seluruh perizinan berusaha dan
pengajuan fasilitas dilakukan melalui sistem OSS, Kementerian BUMN, bersama dengan
dengan pemenuhan komitmen (verifikasi Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan
persyaratan teknis) oleh Kementerian/Lembaga menjalankan fungsi pengawasan terhadap PT PLN
terkait, dan/atau Pemerintah Daerah. (Persero). Dalam hal pengawasan di sisi
manajemen, dilakukan oleh Kementerian BUMN.
Sebelum memulai usaha, setiap badan usaha wajib
memiliki izin terkait lokasi, lingkungan, dan PT PLN (Persero) turut berperan penting di sektor
bangunan—dengan upaya pemenuhan komitmen ketenagalistrikan, yaitu dalam hal pengembangan
melalui Pemerintah Daerah. Adapun untuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
perizinan berusaha di bidang lingkungan, upaya (RUPTL) di setiap tahun, dan juga sebagai pembeli
pemenuhan komitmen dilakukan melalui (offtaker) tenaga listrik.
Kementerian LHK. Sedangkan dalam hal
Secara lebih lengkap, peran dan fungsi masing-
pengajuan fasilitas/insentif terkait energi
masing pemangku kepentingan kunci (key actors)
terbarukan, Kementerian Keuangan berperan
dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis
sebagai verifikator dan akan memberikan
energi terbarukan akan diuraikan di Subbab
persetujuan terhadap fasilitas yang diajukan.
selanjutnya—termasuk peran yang spesifik dalam
pengembangan pembangkit listrik berbasis
bioenergi (PLTBm, PLTBg, dan PLTSa)7 di
Indonesia.

7
PLTBm: Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa; PLTBg: Pembangkit Listrik Tenaga Biogas; PLTSa: Pembangkit Listrik Te naga
Sampah.

38 PEMANGKU KEPENTINGAN KUNCI DALAM PENGEMBANGAN PLT


BIOENERGI
Gambar 7: Pemangku kepentingan kunci (key actors) dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan

Catatan: PUPR: Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; LHK: Lingkungan Hidup & Kehutanan; BKPM: Badan Koordinasi Penanaman Modal; ESDM: Energi & Sumber Daya Mineral; BUMN: Badan Usaha Milik
Negara; PLN: Perusahaan Listrik Negara; PLT-ET: Pembangkit Listrik Energi Terbarukan; KEN: Kebijakan Energi Nasional; RUEN: Rencana Umum Energi Nasional; SMI: Sarana Multi Infrastruktur; IIF: Indonesia
Infrastructure Finance.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 39


3.2 Key Actors (Pemangku Kepentingan Kunci) dalam
Pengembangan Energi Terbarukan

Presiden, menetapkan ambisi Nasional/Bappenas), Menteri Perhubungan,


dalam sektor ketenagalistrikan Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri
secara keseluruhan. Dalam hal ini, Riset Teknologi & Pendidikan Tinggi, serta Menteri
Presiden memberikan arahan nasional dalam Lingkungan Hidup & Kehutanan; dan (ii) delapan
rangka penyediaan tenaga listrik yang orang dari unsur pemangku kepentingan, yakni
disinkronisasikan dengan upaya-upaya mitigasi kalangan akademisi, industri, konsumen,
perubahan iklim sesuai Nationally
target teknologi, dan lingkungan hidup.
Determined Contribution (NDC) pada Paris
Melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2008
Agreement (Conference of Parties, COP 21).
tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional dan
Secara khusus, Presiden telah menetapkan Tata Cara Penyaringan Calon Anggota Dewan
Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Energi Nasional—anggota DEN ditugaskan untuk
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), melalui merancang dan merumuskan Kebijakan Energi
Dewan Energi Nasional (DEN), yang di dalamnya Nasional (KEN), menetapkan Rencana Umum
terdapat target-target sektor ketenagalistrikan, Energi Nasional (RUEN), menetapkan langkah-
termasuk bauran energi terbarukan di tahun 2025 langkah krisis dan darurat energi, serta melakukan
dan 2050. pengawasan kebijakan energi yang bersifat lintas
sektoral.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang telah disusun, Presiden memberikan arahan Kementerian Energi & Sumber
kepada Kementerian/Lembaga untuk pemenuhan Daya Mineral (ESDM),
target bauran energi terbarukan yang bertanggung jawab atas kebijakan
direncanakan, yaitu 23% di tahun 2025 dan 31% di dan regulasi di bidang energi, untuk merumuskan,
tahun 2050, serta target NDC, yaitu reduksi emisi mengawasi, dan mengevaluasi kebijakan energi,
GRK sebesar 29% (unconditional) atau 41% serta untuk memastikan ketersediaan, akses,
(conditional) dari Business as Usual (BaU) di tahun keterjangkauan, dan pemerataan energi.
2030. Salah satu bentuk perwujudan dari arahan Berdasarkan KEN dan RUEN, Kementerian ESDM
Presiden tersebut adalah pengembangan memiliki fungsi untuk menyusun Rencana Umum
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), melakukan
proyeksi kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik
Dewan Energi Nasional (DEN), selama 20 tahun, serta pemanfaatan energi
dibentuk berdasarkan Undang- terbarukan di Indonesia.
Undang Nomor 30 Tahun 2007
tentang Energi. DEN diketuai oleh Presiden, Secara spesifik mengenai pengembangan
dengan Wakil Presiden sebagai Wakil Ketua dan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di
Menteri ESDM sebagai Ketua Harian. Anggota DEN Indonesia, berada dalam ranah Direktorat Jenderal
terdiri dari: (i) unsur pemerintah, yaitu Menteri Energi Baru, Terbarukan, & Konservasi Energi
Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan (DJEBTKE) yang bertanggung jawab untuk sektor
Nasional/PPN (Badan Perencanaan Pembangunan energi terbarukan, serta Direktorat Jenderal

40 PEMANGKU KEPENTINGAN KUNCI DALAM PENGEMBANGAN PLT


BIOENERGI
Ketenagalistrikan (DJK) yang bertanggung jawab dan kerja sama, serta keteknikan dan lingkungan
di sektor ketenagalistrikan. bioenergi.

Dalam hal layanan perizinan, terdapat aplikasi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK),
Perizinan ESDM (www.perizinan.esdm.go.id), terdiri dari Sekretariat DJK, Direktorat Pembinaan
merupakan aplikasi layanan perizinan usaha dan Program Ketenagalistrikan, Direktorat Pembinaan
operasional sektor ESDM—yang dikelompokkan Pengusahaan Ketenagalistrikan, dan Direktorat
menjadi empat, yakni: Minyak & Gas Bumi (Migas); Teknik & Lingkungan Ketenagalistrikan.
Energi Baru Terbarukan & Konservasi Energi
(EBTKE); Ketenagalistrikan (Gatrik); serta Mineral DJK menyelenggarakan fungsi dalam perumusan
& Batu Bara (Minerba). Kementerian ESDM juga kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan
memiliki sistem Layanan Pengadaan Secara norma, standar, prosedur, dan kriteria serta
Elektronik (LPSE) Kementerian ESDM pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan
(www.eproc.esdm.go.id) untuk memfasilitasi supervisi—di bidang pembinaan, pengendalian,
pengadaan barang dan jasa secara elektronik. dan pengawasan kegiatan pengusahaan,
keteknikan, keselamatan kerja, dan lingkungan di
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, & bidang ketenagalistrikan.
Konservasi Energi (DJEBTKE), terdiri dari
Sekretariat DJEBTKE, Direktorat Panas Bumi Dalam hal permohonan perizinan berusaha
(DEP), Direktorat Bioenergi (DEB), Direktorat pengembangan pembangkit listrik berbasiskan
Aneka Energi Baru & Terbarukan (DEA), Direktorat energi terbarukan oleh Independent Power
Konservasi Energi (DEK), serta Direktorat Producer (IPP), terdapat berbagai izin yang
Perencanaan & Pembangunan Infrastruktur berada di bawah kewenangan DJK-KESDM, yaitu
EBTKE. Izin Persetujuan dan Penandasahan Rencana
Impor Barang (RIB), Izin Usaha Penyediaan
DJEBTKE menyelenggarakan fungsi dalam Tenaga Listrik (IUPTL) untuk kepentingan umum,
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL),
pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan dan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Pengembang
supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan dapat mengajukan perizinan berusaha tersebut
pelaporan—di bidang pembinaan, pengendalian, melalui sistem OSS, selanjutnya menyampaikan
dan pengawasan kegiatan pengusahaan, dokumen persyaratan teknis melalui aplikasi
keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta Perizinan ESDM untuk dilakukan verifikasi oleh
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di DJK-KESDM. Sebagai catatan, verifikasi SLO akan
bidang panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dilakukan melalui aplikasi Sistem Registrasi SLO.
dan terbarukan, dan konservasi energi.
Kementerian Investasi (Badan
Direktorat Bioenergi memiliki tugas dalam Koordinasi Penanaman Modal,
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, BKPM), mengakomodasi
penyusunan norma, standar, prosedur, dan pelayanan perizinan terkait investasi pembangkit
kriteria, pemberian bimbingan teknis dan listrik berbasis energi terbarukan, termasuk
supervisi, evaluasi dan pelaporan, serta pengajuan fasilitas/insentif dan permohonan
pengendalian dan pengawasan—di bidang tenaga kerja asing. BKPM di tahun 2018 telah
penyiapan program, pelayanan dan pengawasan membuat suatu sistem pelayanan perizinan—
usaha, implementasi pengembangan, investasi Online Single Submission (OSS)—untuk

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 41


memudahkan pengembang dalam melakukan dalam permohonan NIB dan perizinan berusaha
permohonan perizinan dan memperoleh informasi masih sama dengan sebelumnya.
terkait perizinan berusaha di Indonesia. OSS
merupakan sistem yang mengintegrasikan seluruh Selain perizinan berusaha, pengajuan fasilitas
pelayanan perizinan berusaha yang menjadi (insentif), berupa Tax Holiday, Tax Allowance,
kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga, Pembebasan Bea Masuk, dan fasilitas lainnya, juga
Gubernur, atau Walikota/Bupati, secara elektronik. dilakukan melalui sistem OSS—oleh pelaku usaha
Konsep paling penting dalam sistem OSS ini yang berhak mendapatkan fasilitas tersebut.
adalah menggunakan satu portal nasional, satu
Kementerian Lingkungan Hidup
identitas perizinan berusaha (Nomor Induk
Berusaha, NIB), dan satu format izin berusaha. & Kehutanan (LHK), memiliki
kewenangan terhadap Persetujuan
Penerapan sistem OSS melibatkan 25 Lingkungan—merujuk pada Peraturan Pemerintah
Kementerian/Lembaga, 34 Provinsi, 514 Kota/ Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Kabupaten, 13 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), 4 Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Pengembang
Free Trade Zone (FTZ), dan 111 Kawasan Industri. dapat mengajukan permohonan perizinan
Perizinan berusaha seluruh sektor wajib tersebut melalui sistem OSS, kemudian
diterbitkan melalui OSS, kecuali sektor mineral dan menyampaikan dokumen persyaratan teknis ke
batu bara, minyak dan gas bumi, serta keuangan Kementerian LHK untuk dilakukan verifikasi.
(perbankan dan asuransi). Adapun layanan OSS
dapat dilakukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Kementerian Keuangan,
Pintu (PTSP) BKPM Pusat dan seluruh Dinas menyelenggarakan fungsi dalam
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu perumusan dan pemberian
(DPMPTSP) Provinsi/Kota/Kabupaten. rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan,
termasuk dalam pengembangan pembangkit
Regulasi yang mendasari pembentukan OSS listrik berbasis energi terbarukan. Di sektor
adalah Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 ketenagalistrikan, Kementerian Keuangan
tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, serta menyetujui jaminan pemerintah terkait kewajiban
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 PT PLN (Persero) dalam Perjanjian Jual Beli
tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Tenaga Listrik (PJBL). Secara spesifik dalam
Elektronik—yang telah dicabut dan digantikan pengembangan energi terbarukan, Kementerian
oleh Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Keuangan berperan dalam merumuskan dan
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha menyetujui insentif fiskal seperti keringanan pajak
Berbasis Risiko, sebagai turunan dari Undang- dan ketentuan depresiasi yang dipercepat.
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Sejalan dengan regulasi terbaru di atas, akan Fasilitas (insentif) dalam pengusahaan
diberlakukan sistem OSS Perizinan Berusaha PLTBio meliputi: Pembebasan Bea
Berbasis Risiko (OSS–PBBR). Konsep Perizinan Masuk, serta Tax Allowance atau Tax
Berusaha Berbasis Risiko ini disajikan pada Box 6, Holiday.
merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5
Tahun 2021. Konsep dari peraturan sebelumnya
dimutakhirkan dengan adanya pengklasifikasian
kegiatan usaha berbasis risiko. Adapun prosedur

42 PEMANGKU KEPENTINGAN KUNCI DALAM PENGEMBANGAN PLT


BIOENERGI
Dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis Kementerian Agraria dan Tata
bioenergi (PLTBio), fasilitas (insentif) yang Ruang/Badan Pertanahan
disediakan mencakup Pembebasan Bea Masuk Nasional (ATR/BPN), memiliki
serta Tax Allowance atau Tax Holiday—masing- kewenangan terhadap Kesesuaian Kegiatan
masing diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Pemanfaatan Ruang (KKPR)—merujuk pada
Nomor 66 Tahun 2015 serta Nomor 11 Tahun 2020 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021
dan Nomor 130 Tahun 2020. Pengajuan fasilitas ini tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
dilakukan melalui sistem OSS dengan pemenuhan Berbasis Risiko. Pengembang dapat mengajukan
komitmen melalui Kementerian Keuangan. permohonan perizinan tersebut melalui sistem
OSS, kemudian menyampaikan dokumen
persyaratan teknis ke Kementerian ATR (BPN)
untuk dilakukan verifikasi.

Box 6: Konsep Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS

Sistem OSS menggunakan satu portal nasional, dengan satu identitas perizinan berusaha (Nomor Induk
Berusaha, NIB), yang juga berlaku sebagai: Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Impor
(API), dan hak akses kepabeanan.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha wajib memenuhi Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha mencakup: Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR),
Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)—yang
sebelumnya disebut sebagai izin sarana prasarana (izin terkait lokasi, lingkungan, dan bangunan).

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: (i) perizinan berusaha risiko
rendah, melalui penerbitan NIB; (ii) perizinan berusaha risiko menengah rendah, melalui penerbitan NIB
dan Sertifikasi Standar; (iii) perizinan berusaha risiko menengah tinggi, melalui penerbitan NIB dan
Sertifikasi Standar dengan verifikasi; serta (iv) perizinan berusaha risiko tinggi, melalui penerbitan NIB
dan Izin dengan verifikasi. Dalam hal pengembangan pembangkit listrik, kegiatan usaha ini
diklasifikasikan sebagai risiko tinggi.

Langkah-langkah pengajuan permohonan perizinan berusaha dan pengajuan fasilitas melalui sistem
OSS: (i) Pengembang mengajukan permohonan perizinan berusaha ke sistem OSS; (ii) Sistem OSS akan
menerbitkan perizinan berusaha dengan status “tidak efektif”; (iii) Pengembang menyampaikan
dokumen persyaratan teknis melalui Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D) secara online
atau offline; (iv) K/L/D akan melakukan verifikasi; (v) Apabila dokumen telah diverifikasi, sistem OSS
akan menerbitkan perizinan berusaha dengan status “efektif”.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 43


Kementerian Pekerjaan Umum Independent Power Producer (IPP) berdasarkan
dan Perumahan Rakyat (PUPR), Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL)—sesuai
menyelenggarakan fungsi dalam dengan pengadaan dan rencana bisnisnya. Secara
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan spesifik, Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit
kebijakan di bidang penataan bangunan gedung. Energi Baru & Terbarukan diatur melalui Peraturan
Kementerian PUPR menyediakan aplikasi Sistem Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun
Informasi Manajemen Bangunan Gedung 2020.
(www.simbg.pu.go.id) yang digunakan dalam
Merujuk pada RUKN, PT PLN (Persero)
mengajukan permohonan Persetujuan Bangunan
bertanggung jawab dalam penyusunan RUPTL
Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
dengan jangka waktu 10 tahun, meliputi wilayah
Kementerian Perindustrian, operasi atau Wilayah Usaha PT PLN (Persero),

memformulasikan kebijakan di termasuk proyeksi kebutuhan tenaga listrik, serta

sektor industri, termasuk rencana penambahan kapasitas pembangkit,

menetapkan persyaratan Tingkat Komponen transmisi, dan distribusi. Perkiraan penambahan

Dalam Negeri (TKDN) dalam pengembangan kapasitas pembangkit yang direncanakan juga

pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. mencakup pemisahan antara proyek yang akan

Persyaratan TKDN untuk PLTBm (teknologi boiler) dikembangkan oleh PT PLN (Persero) dan IPP,

diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian termasuk memuat perkiraan pengembangan

Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pedoman pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.

Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk


Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan— Calon pengembang wajib terdaftar di
diklasifikasikan sebagai PLTU,
e-DPT (Daftar Penyedia Terseleksi)

Kementerian Badan Usaha untuk dapat mengikuti pengadaan

Milik Negara (BUMN), proyek PLTBm atau PLTBg oleh PT PLN


bertanggung jawab atas pengawasan BUMN, (Persero).
termasuk PT PLN (Persero)—dengan melakukan
Registrasi e-DPT dan pengumuman
pengawasan terhadap manajemen perusahaan,
menetapkan dan meninjau target kinerja pengadaan disediakan melalui portal
perusahaan, serta menyetujui anggaran www.eproc.pln.co.id.
tahunannya.

PT PLN (Persero) memiliki portal e-procurement,


PT PLN (Persero), berada di bawah
www.eproc.pln.co.id, yang memuat tentang
pengawasan Kementerian ESDM,
pengumuman pengadaan, pengumuman Daftar
Kementerian Keuangan, dan
Penyedia Terseleksi (DPT), hasil pengadaan, hasil
Kementerian BUMN. PT PLN (Persero)
DPT, dan berita. Bagi pengembang yang tertarik
bertanggung jawab atas sebagian besar
mengikuti pengadaan barang dan jasa terkait
pembangkit listrik di Indonesia dengan
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan,
kewenangan atas transmisi, distribusi, dan
pasokan listrik kepada masyarakat. Selain itu, PT
PLN (Persero) juga bertindak sebagai pembeli
(offtaker) terhadap listrik yang dihasilkan oleh

44 PEMANGKU KEPENTINGAN KUNCI DALAM PENGEMBANGAN PLT


BIOENERGI
khususnya bioenergi (PLTBm, PLTBg)8—dapat Penyedia Dana, untuk pengembangan
mengakses portal e-procurement PT PLN pembangkit listrik berbasis energi terbarukan—
(Persero). Persyaratan utama dalam mengikuti antara lain PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), PT
pengadaan tersebut, yaitu pengembang (disebut Indonesia Infrastructure Finance, bank, lembaga
sebagai Calon Mitra Penyedia Barang/Jasa) pembiayaan, dan program lainnya.
diwajibkan untuk terdaftar di e-DPT. Proses
registrasi e-DPT disediakan melalui portal e- PT SMI merupakan salah satu lembaga/institusi
procurement PT PLN (Persero). penyedia dana yang aktif dalam pembiayaan
sektor ketenagalistrikan, infrastruktur energi
Pemerintah Daerah, memiliki kewenangan terbarukan, infrastruktur konservasi energi, dan
terhadap beberapa perizinan usaha terkait infrastruktur pengelolaan persampahan. PT SMI
pengembangan pembangkit listrik berbasis energi berperan sebagai katalis dalam mendukung
terbarukan, utamanya izin terkait lokasi, pembiayaan infrastruktur di Indonesia—yang
lingkungan, dan bangunan—yang akan diterbitkan bermuara pada dua tujuan utama, yaitu
melalui OSS dengan upaya pemenuhan komitmen mengoptimalisasi manfaat sosial dan ekonomi
melalui Pemerintah Daerah. Kegiatan usaha bagi masyarakat serta mendukung pencapaian
dengan lokasi di daratan, yang telah sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs) dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah— mitigasi perubahan iklim. Dalam menjalankan
sistem OSS secara otomatis akan menerbitkan peran tersebut, PT SMI memiliki tiga pilar, yakni
konfirmasi kegiatan pemanfaatan ruang sesuai pembiayaan dan investasi, jasa konsultasi, dan
kegiatan usaha. Apabila lokasi kegiatan usaha pengembangan proyek.
berada di kawasan hutan, upaya pemenuhan
PT SMI berada di bawah koordinasi Kementerian
komitmen dilakukan melalui Kementerian LHK.
Keuangan—memiliki peran untuk membantu
Secara spesifik untuk pengembangan PLTSa, pengembang dalam mendapatkan pembiayaan
pemerintah daerah akan menetapkan dalam negeri untuk hutang dan pendanaan ekuitas
pengembang PLTSa sesuai dengan ketentuan pembangunan infrastruktur termasuk proyek
peraturan perundang-undangan. pembangkit listrik. PT SMI juga didukung oleh
lembaga multilateral, termasuk Bank Dunia.

8
PLTBm: Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa; PLTBg: Pembangkit Listrik Tenaga Biogas; PLTS: Pembangkit Listrik Tenaga
Surya; PLTB: Pembangkit Listrik Tenaga Bayu; PLTA/M/MH: Pembangkit Listrik Tenaga Air/Minihidro/Mikrohidro.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 45


46 PEMANGKU KEPENTINGAN KUNCI DALAM PENGEMBANGAN PLT
BIOENERGI
4
Program Pemerintah
dalam Pengembangan
PLT Bioenergi
Program pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan bioenergi di Indonesia,
khususnya PLTBio.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 47


48 PEMANGKU KEPENTINGAN KUNCI DALAM PENGEMBANGAN PLT
BIOENERGI
4 Program Pemerintah dalam
Pengembangan PLT Bioenergi
Kebijakan Energi Nasional (KEN) menjadi dasar pemerintah menetapkan beberapa program
target pengembangan energi terbarukan sebesar pengembangan energi terbarukan. Program ini
23% pada tahun 2025 di Indonesia. Dari target dapat menjadi opsi bagi investor untuk
tersebut, porsi pembangkit listrik berbasiskan berinvestasi di bidang energi terbarukan,
bioenergi (PLTBio) adalah sebesar 5,5 GW. Melalui khususnya bioenergi. Program pengembangan
RUEN (Rencana Umum Energi Nasional), ambisi tersebut mencakup Sumba Iconic Island, program
tersebut dijabarkan dengan target tahunan yang REBED, program percepatan pembangunan
lebih detail. Dalam rangka mempercepat PLTSa, dan program Hutan Tanaman Energi (HTE).
tercapainya target dan ambisi tersebut,

4.1 Sumba Iconic Island

Didukung melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor sekitar 45 kg/jam. Selain PLTBm, pembangunan
3051 Tahun 2015 tentang Penetapan Pulau Sumba 557 unit PLTBg dengan total kapasitas 4.920 kW
sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan, program juga telah berhasil dilakukan yang memanfaatkan
Pulau Ikonis Sumba (Sumba Iconic Island, SII) kotoran hewan dan sampah lingkungan sebagai
bertujuan untuk mendemonstrasikan bahwa bahan baku (feedstock).10 Adapun potensi
kebutuhan energi di pulau-pulau kecil dan pengembangan PLTBm dan PLTBg di Pulau
komunitas yang terisolasi dapat terpenuhi melalui Sumba masing-masing mencapai 10 MW dan
9
pemanfaatan energi berkelanjutan. 8 juta m3 per tahun,11 dimana hal ini membuka
peluang yang menjanjikan untuk berinvestasi .
Melalui program ini, satu (1) unit PLTBm kapasitas Selain itu, keberadaan Pulau Ikonis Sumba juga
30 kW telah berhasil terpasang di Sumba Timur mempermudah pihak yang ingin berinvestasi
dengan menggunakan bahan baku sekam padi karena telah tersedianya pasar.

4.2 Program REBED

Program Renewable Energy Based Economic untuk memacu perekonomian wilayah di kawasan
Development (REBED) merupakan salah satu terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Salah satu
program penciptaan pasar baru untuk energi implementasi program ini adalah pengembangan
terbarukan. Program REBED memiliki konsep
penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT)

9
Hivos. Sumba: An Iconic Island to Demonstrate the Potential of Renewable Energy . 2012.
10
Sumba Iconic Island. www.sumbaiconicisland.org. Diakses pada 17 Mei 2021.
11
Sekretariat Sumba Iconic Island. Stakeholders Report 2013–2014. 2015.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 49


PLTBm skala kecil berbasis potensi bahan baku
lokal.12

4.3 Program Percepatan Pembangunan PLTSa

Dengan terbitnya Perpres Nomor 35 Tahun 2018 komersial (COD). Keberhasilan ini dapat menjadi
tentang Percepatan Pembangunan Instalasi contoh untuk pengembangan PLTSa di 11 provinsi/
Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis kota lainnya. Peluang dan potensi pengembangan
Teknologi Ramah Lingkungan, pemerintah PLTSa di 12 provinsi/kota tersebut ditampilkan
menetapkan objektif dalam Percepatan pada Gambar 8 yang bisa menjadi referensi bagi
Pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota, yaitu DKI investor untuk berinvestasi. Peta tersebut
Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, menampilkan besarnya volume sampah, kapasitas,
Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, nilai investasi dan tipping fee, serta target COD
Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado. untuk tiap rencana PLTSa di 12 provinsi/kota. Dari
Program ini memiliki konsep untuk mengelola dan 12 wilayah, dua (2) wilayah telah melakukan
memanfaatkan sampah, khususnya yang Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL), yakni
terangkut ke TPA. Dengan demikian, volume Kota Surakarta dan Provinsi DKI Jakarta. Dua kota,
timbunan sampah dapat dikurangi sekaligus yaitu Palembang dan Tangerang, sudah ada
meningkatkan nilai tambah sampah melalui pengembang. Pengembangan PLTSa di Kota
pemanfaatan energi sampah menjadi energi listrik Bandung saat ini masih dalam proses lelang.
berbasis teknologi ramah lingkungan. Sementara, wilayah lainnya masih pada tahapan
persiapan lelang, Prastudi Kelayakan (pre-FS),
Program ini sudah berhasil mendirikan satu (1) unit atau penyusunan Outline Business Case
PLTSa di TPA Benowo, Surabaya, Jawa Timur (OBC)/Final Business Case (FBC).13
dengan kapasitas 9 MW yang beroperasi secara

4.4 Program Hutan Tanaman Energi (HTE)

Program Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk dan Kehutanan (LHK), kementerian/lembaga
bioenergi, atau secara singkat disebut Hutan terkait lainnya, serta pemerintah daerah.14
Tanaman Energi (HTE), dibentuk dalam rangka
mengembangkan hutan tanaman energi dan Program ini didukung oleh Peraturan Menteri LHK
memanfaatkan lahan marjinal dengan tujuan Nomor 62 Tahun 2019 tentang Pengembangan
khusus, yaitu menyediakan bahan baku PLTBm. Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Peraturan
Program ini dijalankan melalui kerja sama antara Menteri LHK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Hutan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) dengan Kementerian Lingkungan Hidup

12
DJEBTKE-KESDM. Artikel: “Ciptakan Pasar Baru Energi Terbarukan melalui Program REBID dan REBED.” 17 November 2020.
13
Kontan.co.id. Berita: “Surabaya jadi kota pertama yang operasikan pembangkit listrik tenaga sampah.” 9 Mei 2021.
14
KESDM. Rencana Strategis DJEBTKE 2020–2024. 2020.

50 PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PLT BIOENERGI


Tanaman Rakyat (HTR). Beberapa implementasi dengan mengalokasikan lahan untuk
15
dari program HTE ini mencakup: tanaman energi seluas 46.600 Ha.

Menurut informasi dari KLHK, hingga awal tahun


• Pelepasan kawasan hutan 6,91 juta ha
2021 telah terdapat potensi HTE, yaitu seluas
dengan 78% adalah kebun sawit yang
156.032 Ha dari 14 unit usaha di berbagai provinsi.
berpotensi untuk menjadi sumber
Jenis tanaman energi yang akan dikembangkan
bioenergi.
bervariasi, antara lain sengon, kaliandra, akasia,
• Izin pinjam pakai kawasan hutan seluas bakau, gamal, bambu, dan sebagainya.
0,44 Ha untuk sektor energi.
Dengan adanya Program Hutan Tanaman Energi
• Komitmen untuk mengembangkan ini, suplai bahan baku untuk pembangkit listrik
bioenergi oleh 18 unit usaha di 10 provinsi berbasiskan bioenergi dapat diperoleh secara
berkelanjutan.

15
PPID KLHK. Siaran Pers Nomor SP.017/HUMAS/PP/HMS.3/01/2021: “Dukungan Kementerian LHK untuk Energi Baru
Terbarukan”. 28 Januari 2021.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 51


Gambar 8: Peta sebaran proyek Percepatan Pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota di Indonesia

Sumber: (i) KESDM. Rencana Strategis DJEBTKE 2020–2024. 2020;


(ii) Majalah.tempo.co. majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/160065/penyebab-proyek-pembangkit-listrik-sampah-tak-kunjung-rampung. 28 Maret 2020.

52 PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PLT BIOENERGI


5
Kerangka Regulasi
dalam Pengembangan
PLT Bioenergi
Regulasi terkait pengembangan PLTBio, mencakup sumber daya energi,
ketenagalistrikan, pengelolaan sampah, kehutanan, dan cipta kerja.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 53


54 PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PLT BIOENERGI
5 Kerangka Regulasi dalam
Pengembangan PLT Bioenergi
Pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa mengatur aksesibilitas energi di Indonesia serta
memiliki regulasi terkait pemanfaatan sumber pembentukan Dewan Energi Nasional (DEN) yang
daya bioenergi untuk penyediaan tenaga listrik berwenang untuk merumuskan Kebijakan Energi
(PLTBio—PLTBm, PLTBg, dan PLTSa). Regulasi Nasional (KEN). Selain itu, dalam kategori ini,
yang dimaksud mencakup regulasi pada tingkat terdapat juga sekumpulan regulasi turunan yang
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan mengatur pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Presiden, dan Peraturan Menteri. Dalam pedoman
ini, seluruh regulasi terkait pengembangan Regulasi terkait Ketenagalistrikan
pembangkit listrik berbasis bioenergi (PLTBio)
dirangkai dalam bagan kerangka regulasi Sektor ketenagalistrikan diatur dalam Undang-
sebagaimana ditampilkan pada Gambar 9. Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, beserta regulasi turunannya.
Dari gambar tersebut, regulasi mengenai PLTBio Rangkaian regulasi ini mengatur proses dan
dikelompokkan dalam delapan kategori—ditandai ketentuan terkait ketenagalistrikan di Indonesia,
dengan warna berbeda—yaitu kategori regulasi khususnya kegiatan usaha penyediaan tenaga
tentang pengelolaan energi secara umum, listrik dan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik
ketenagalistrikan, pengelolaan sampah (terkait (PJBL).
PLTSa), cipta kerja, pengelolaan lingkungan hidup
kawasan hutan, hutan tanaman energi, fasilitas Regulasi terkait Pengelolaan Sampah
fiskal, dan Tingkat Komponen Dalam Negeri
(TKDN). Selain itu, terdapat regulasi yang Pengelolaan sampah di Indonesia secara umum

dikeluarkan oleh direksi PT PLN (Persero), diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun

khususnya mengenai pembelian tenaga listrik dari 2008. Regulasi ini mengatur penyelenggaraan

energi terbarukan. pengelolaan sampah untuk meningkatkan


kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan—
Masing-masing kategori regulasi di atas akan salah satunya melalui pemanfaatan sampah
diuraikan secara singkat di bawah ini. Adapun sebagai sumber energi. Dalam rangka mengurangi
gambaran umum dari setiap peraturan akan volume timbulan sampah dan mengembangkan
dideskripsikan pada Tabel 12. Melalui bab ini, para pemanfaatan energi terbarukan, pemerintah
pengembang diharapkan dapat memperoleh menerbitkan regulasi turunan terkait pemanfaatan
gambaran umum isi dari masing-masing peraturan sampah kota menjadi energi listrik. Secara khusus,
terkait pengembangan PLTBio di Indonesia. pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden
Nomor 35 Tahun 2018 terkait percepatan
Regulasi terkait Sumber Daya Energi pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota di
Indonesia.
Sumber daya energi secara umum diatur dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi. Undang-Undang ini secara khusus

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 55


Regulasi terkait Cipta Kerja Pernyataaan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
• Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021
Cipta Kerja ditetapkan dengan tujuan untuk
tentang Penyelenggaraan Kehutanan—
menciptakan iklim usaha dan investasi berkualitas
mengatur tentang Persetujuan Penggunaan
bagi para pelaku bisnis, termasuk investor asing.
Kawasan Hutan (apabila lokasi kegiatan
Dalam Undang-Undang ini, terdapat beberapa
usaha berada di kawasan hutan).
perubahan dan penghapusan pasal pada Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Regulasi terkait Pengelolaan Lingkungan
Ketenagalistrikan. Perubahan yang teridentifikasi
Hidup
antara lain penyederhanaan perizinan berusaha
terkait penyediaan tenaga listrik.
Regulasi yang mengatur tata cara dan persyaratan
perizinan berusaha terkait lingkungan hidup
Pemerintah juga telah menerbitkan regulasi
dituangkan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor
turunan terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun
22 Tahun 2018 dan Nomor 26 Tahun 2018. Selain
2020 tentang Cipta Kerja, yakni:
itu, terdapat Peraturan Menteri LHK Nomor 7
• Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Tahun 2019 terkait tata cara dan persyaratan
tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko— permohonan penggunaan kawasan hutan untuk
mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 24 kepentingan pembangunan di luar kegiatan
Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan kehutanan.
Berusaha Terintegrasi secara Elektronik.
Regulasi terkait Hutan Tanaman Energi
• Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Dalam hal pengembangan Hutan Tanaman Energi
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang (HTE) sebagai sumber bahan baku bioenergi,
Bangunan Gedung—mengatur Persetujuan Kementerian LHK menerbitkan dua regulasi, yaitu
Bangunan Gedung/PBG (menggantikan Izin (i) Permen LHK Nomor 62 Tahun 2019 tentang
Mendirikan Bangunan/IMB) dan Sertifikat Pengembangan Hutan Tanaman Industri dan
Laik Fungsi (SLF). (ii) Permen LHK Nomor 11 Tahun 2020 tentang
• Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 Hutan Tanaman Rakyat. Kedua regulasi tersebut
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang— mengatur tata kelola hutan, persyaratan, hingga
mengatur Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan jenis tanaman dan pola penanaman untuk
Ruang/KKPR (menggantikan Izin Lokasi dan tanaman penghasil energi.
Izin Pemanfaatan Ruang).
Regulasi terkait Fasilitas Fiskal
• Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Dalam rangka meningkatkan investasi untuk
Pengelolaan Lingkungan Hidup—mengatur pengembangan PLTBio, terdapat berbagai
tentang Persetujuan Lingkungan, melalui: (i) fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan pengembang, yang diatur melalui regulasi berikut:
(Amdal); (ii) Upaya Pengelolaan Lingkungan (i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun
Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan 2015 untuk Pembebasan Bea Masuk; (ii) Peraturan
Hidup (UKP-UPL); atau (iii) Surat Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 untuk Tax
Allowance; serta (iii) Peraturan Menteri Keuangan

56 KERANGKA REGULASI DALAM PENGEMBANGAN PLT BIOENERGI


Nomor 130 Tahun 2020 untuk Tax Holiday. yaitu: PLTBm—diatur dalam Peraturan Menteri
Regulasi tersebut mengatur tata cara dan Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012. Regulasi
persyaratan pemberian serta pemanfaatan tersebut mengatur besaran nilai TKDN barang dan
fasilitas fiskal yang diberikan pemerintah kepada jasa untuk PLTBm—diklasifikasikan sebagai PLTU.
pengembang dalam rangka meningkatkan
investasi. Regulasi oleh PT PLN (Persero)

Regulasi terkait TKDN Regulasi tentang Pembelian Tenaga Listrik dari


Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan diatur
Regulasi terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri melalui Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor
(TKDN) dituangkan dalam Undang-Undang 0062 Tahun 2020. Regulasi ini secara spesifik
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian—yang mengatur mekanisme dan prosedur pembelian
mengatur tentang kewajiban penggunaan produk tenaga listrik dari energi terbarukan—termasuk
dalam negeri sesuai besaran komponen dalam PLTBm, PLTBg, dan PLTSa—oleh PT PLN
negeri. (Persero).

Pedoman terkait penggunaan produk dalam


negeri untuk infrastruktur ketenagalistrikan—

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 57


Gambar 9: Kerangka regulasi pengembangan bioenergi

58 KERANGKA REGULASI DALAM PENGEMBANGAN PLT BIOENERGI


Tabel 12: Kerangka regulasi pengembangan bioenergi

No. Regulasi Deskripsi

UMUM

1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 • Meningkatkan aksesibilitas energi di daerah terpencil


tentang Energi dan tertinggal, dan desa yang menggunakan sumber
energi setempat, khususnya sumber-sumber
terbarukan.
• Mendirikan Dewan Energi Nasional (DEN) yang
merumuskan Kebijakan Energi Nasional (KEN).

2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun Menetapkan rencana untuk meningkatkan pangsa energi
2014 tentang Kebijakan Energi Nasional baru dan terbarukan dalam bauran energi primer menjadi
(KEN) 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050.

3. Peratura Presiden Nomor 22 Tahun 2017 Mengatur rencana pengelolaan energi tingkat nasional
tentang Rencana Umum Energi Nasional dan rencana pelaksanaan kebijakan yang bersifat lintas
(RUEN) sektor untuk mencapai sasaran Kebijakan Energi Nasional
(KEN).

PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN

1. Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun • Mengatur pemanfaatan sumber energi terbarukan,
2017 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 termasuk bioenergi (energi biomassa, biogas, dan
Tahun 2018 dan Peraturan Menteri ESDM sampah kota).
Nomor 4 Tahun 2020 tentang • Mengatur pelaksanaan pembelian tenaga listrik dari
Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan pembangkit listrik tenaga energi terbarukan oleh PT
untuk Penyediaan Tenaga Listrik PLN (Persero).
• Mengatur penerimaan dan pengoperasian
pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber
energi terbarukan pada sistem ketenagalistrikan.

KETENAGALISTRIKAN

1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 • Memberikan pengertian umum bahwa


tentang Ketenagalistrikan ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang
menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga
listriks serta usaha penunjang tenaga listrik
• Mengatur pembagian wilayah usaha penyediaan
tenaga listrik yang terintegrasi, penetapan tarif
regional yang berlaku terbatas untuk suatu wilayah
atau usaha tertentu, pemanfaatan jaringan tenaga
listrik untuk kepentingan telekomunikasi, multimedia,
dan informatika, serta mengatur jual beli tenaga listik
lintas negara.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun Mengatur ketentuan terkait bisnis penyediaan tenaga
2012 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 23 listrik.
Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik

3. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 Mengatur pelaksanaan pembangunan infrastruktur


jo. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun ketenagalistrikan, penyediaan energi primer
2017 tentang Percepatan Pembangunan ketenagalistrikan, pemanfaatan energi terbarukan,
Infrastruktur Ketenagalistrikan perizinan, nonperizinan, dan lainnya.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 59


4. Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun • Mengatur ketentuan mengenai tata cara perizinan
2013 jo. Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 usaha ketenagalistrikan bagi Usaha Penyediaan
Tahun 2016 tentang Tata Cara Perizinan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum dan
Usaha Ketenagalistrikan kepentingan sendiri.
• Mengatur usaha jasa penunjang tenaga listrik yang
diberikan oleh Menteri.

5. Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun Mengatur tentang mekanisme penetapan BPP
2017 tentang Mekanisme Penetapan Biaya Pembangkitan atau biaya tenaga listrik oleh PT PLN
Pokok Penyediaan Pembangkitan PT (Persero) di pembangkit tenaga listrik, tidak termasuk
Perusahaan Listrik Negara (Persero) biaya penyaluran tenaga listrik.

6. Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun • Mengatur ketentuan mengenai pokok-pokok dalam
2017 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor PJBL antara PT PLN selaku pembeli dengan Badan
49 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Usaha selaku penjual pada Sistem Tenaga Listrik.
ESDM Nomor 10 Tahun 2018 tentang • Mengatur jaminan pelaksanaan proyek kepada PT
Pokok-pokok dalam Perjanjian Jual Beli PLN (Persero) oleh Badan Usaha.
Tenaga Listrik

7. Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun Mengatur pendelegasian wewenang pemberian izin di
2014 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 bidang usaha ketenagalistrikan yang menjadi
Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM kewenangan Menteri ESDM kepada Kepala BKPM dengan
Nomor 30 Tahun 2018 tentang hak substitusi.
Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin
Usaha Ketenagalistrikan dalam Rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
kepada Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal

8. Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun Mengatur ketentuan terkait tata cara akreditasi
2018 tentang Tata Cara Akreditasi dan ketenagalistrikan untuk usaha jasa penunjang tenaga
Sertifikasi Ketenagalistrikan listrik seperti Lembaga Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga
Listrik, serta sertifikasi ketenagalistrikan.

9. Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun Mengatur tata cara akreditasi dan sertifikasi
2018 tentang Pelayanan Perizinan ketenagalistrikan, termasuk ketentuan untuk lembaga
Berusaha Terintegrasi secara Elektronik sertifikasi.
Bidang Ketenagalistrikan

10. Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun Mengatur ketentuan manajemen jaringan, aturan
2020 tentang Aturan Jaringan Sistem penyambungan, aturan operasi, aturan perencanaan dan
Tenaga Listrik pelaksanaan operasi, aturan transaksi tenaga listrik,
aturan pengukuran, hingga rangkuman jadwal operasi
dan manajemen jaringan.

11. Keputusan Menteri ESDM Nomor 55 Mengatur penentuan besarnya BPP Pembangkitan PT
K/20/MEM/2019 tentang Besaran Biaya PLN (Persero).
Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan PT
PLN (Persero)

PENGELOLAAN SAMPAH

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 • Mengatur ketentuan pengelolaan sampah secara


tentang Pengelolaan Sampah terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan
kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang
Pemerintah dan pemerintah daerah untuk
melaksanakan pelayanan publik.

60 KERANGKA REGULASI DALAM PENGEMBANGAN PLT BIOENER GI


• Memperkenalkan paradigma baru dalam pengelolaan
sampah dengan memandang sampah sebagai
sumber daya yang memiliki nilai ekonomi dan dapat
dimanfaatkan—salah satunya sebagai sumber energi.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun Mengatur ketentuan penyelenggaraan pengelolaan


2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah sampah yang meliputi pengurangan sampah dan
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah penanganan sampah.
Rumah Tangga

3. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 Mengatur pengelolaan sampah, yakni pembangunan
tentang Percepatan Pembangunan Instalasi instalasi pengelolaan sampah menjadi energi listrik
Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis teknologi ramah lingkungan (PLTSa), yang
Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menjadi urusan pemerintah daerah untuk 12 kota besar di
Indonesia

CIPTA KERJA

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 • Memperkenalkan ketentuan untuk menyederhanakan


tentang Cipta Kerja prosedur perizinan usaha dan perubahan pada UU
ketenagakerjaan yang ada.
• Mengatur upaya cipta kerja yang diharapkan mampu
menyerap tenaga kerja Indonesia di tengah
persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan
globalisasi ekonomi.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Mengatur perizinan berusaha berbasis risiko yang meliputi
tentang Penyelenggaraan Perizinan ketentuan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK),
Berusaha Berbasis Risiko perizinan melalui layanan sistem perizinan berusaha
terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission),
tata cara pengawasan, pendanaan, dll.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun • Mengatur ketentuan terkait bangunan gedung.


2021 tentang Peraturan Pelaksanaan • Menghapus status Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 dan menggantikannya dengan Persetujuan Bangunan
Tentang Bangunan Gedung Gedung (PBG).

4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun Mengatur ketentuan terkait perencanaan tata ruang,
2021 tentang Penyelenggaraan Penataan pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang,
Ruang pengawasan penataan ruang, pembinaan penataan ruang,
dan kelembagaan penataan ruang.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun Mengatur ketentuan terkait persetujuan lingkungan,


2021 tentang Penyelenggaraan Perlindugan perlindungan dan pengeloaan mutu air, udara, dan laut,
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pengedalian kerusakan lingkungan hidup, pengelolaan
limbah B3, data penjamin untuk pemulihan fungsi
lingkungan hidup, sistem informasi lingkungan hidup,
pembinaan dan pengawasan serta pengenaan sanksi
administratif.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun • Mencabut PP No. 3 Tahun 2008; peraturan


2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan pelaksanaan (turunan) dari PP ini tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan PP No. 23
Tahun 2021.
• Mengatur perencanaan kehutanan, perubahan
peruntukan dan fungsi kawasan hutan, penggunaan
kawasan hutan, tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan,

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 61


pengelolaan perhutanan sosial, perlindungan hutan,
pengawasan, dan sanksi administratif.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun Mengatur kegiatan penyelenggaraan bidang energi dan
2021 tentang Bidang Energi dan Sumber sumber daya mineral yang mencakup usaha penyediaan
Daya Mineral tenaga listrik untuk kepentingan umum.

8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Mengatur bidang-bidang usaha yang terbuka dan
jo. Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun tertutup bagi kegiatan penanaman modal. Bidang usaha
2021 tentang Bidang Usaha Penanaman terbuka salah satunya adalah bidang usaha prioritas.
Modal

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN HUTAN

1. Peraturan Menteri LHK Nomor 22 Tahun Mengatur tata cara permohonan izin usaha dan izin
2018 tentang Norma, Standar, Prosedur, komersial/operasional terkait lingkungan hidup,
dan Kriteria Pelayanan Perizinan persyaratan permohonan dan pemenuhan komitmen izin,
Terintegrasi Secara Elektronik Lingkup serta pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan
Kementerian Lingkungan dan Kehutanan kewajiban.

2. Peraturan Menteri LHK Nomor 26 Tahun Mengatur ketentuan terkait penyusunan dan penilaian
2018 tentang Pedoman Penyusunan dan dokumen AMDAL serta penetapan keputusan kelayakan
Penilaian serta Pemeriksaan Dokumen atau ketidaklayakan lingkungan hidup, penyusunan dan
Lingkungan Hidup dalam Pelaksanaan pemeriksaan UKL-UPL serta penetapan persetujuan
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi rekomendasi UKL-UPL, dan sistem informasi dokumen
Secara Elektronik lingkungan hidup dan izin lingkungan.

HUTAN TANAMAN ENERGI

1. Peraturan Menteri LHK Nomor 11 Tahun • Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada
2020 tentang Hutan Tanaman Rakyat Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) diutamakan
pada kawasan Hutan Produksi yang tidak produktif
dan belum dibebani izin atau hak pengelolaan.
• Mekanisme permohonan dan pemberian IUPHHK-
HTR.
• Ketentuan jenis tanaman dan pola penanaman,
termasuk untuk tanaman penghasil bioenergi.

2. Peraturan Menteri LHK Nomor 62 Tahun • Mengatur ketentuan terkait pengelolaan Hutan
2019 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mencakup tanaman
Tanaman Industri penghasil bioenergi.
• Mengatur persyaratan dan ketentuan penataan areal
dalam Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Kayu
dalam Hutan Tanaman Industri (IPHHK-HTI).
• Mengatur ketentuan jenis tanaman dan pola
penanaman.
• Mengatur ketentuan penyediaan bahan baku industri,
termasuk bioenergi.

FASILITAS FISKAL

1. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun Mengatur ketentuan terkait jenis fasilitas Pajak
2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Penghasilan yang dapat diperoleh oleh wajib pajak badan
untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang dalam negeri, kriteria dan persyaratan penerima fasilitas
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Pajak Penghasilan, serta daftar bidang-bidang usaha
Tertentu tertentu yang dapat memperoleh fasilitas Pajak
Penghasilan.

62 KERANGKA REGULASI DALAM PENGEMBANGAN PLT BIOENERGI


2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21 Mengatur ketentuan terkait fasilitas perpajakan dan
Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas kepabeanan untuk kegiatan pemanfaatan sumber energi
Perpajakan dan Kepabeanan untuk terbarukan berupa fasilitas PPh, fasilitas PPN, fasilitas bea
Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi masuk, dan fasilitas pajak ditanggung pemerintah.
Terbarukan

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Mengatur ketentuan terkait kriteria penerima


Tahun 2015 tentang Pembebasan Bea pembebasan bea masuk, persyaratan permohonan
Masuk atas Impor Barang Modal dalam pembebasan bea masuk, dan pelaporan realisasi impor
Rangka Pembangunan atau barang.
Pengembangan Industri Pembangkitan
Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Mengatur ketentuan terkait subjek dan jenis fasilitas,
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan persyaratan dan tata cara penetapan nilai aktiva
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun berwujud, tata cara pengajuan permohonan pemberian
2019 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dan pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan, kewajiban
untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang pelaporan, tata cara penggantian aktiva, dan pencabutan
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah fasilitas pajak penghasilan.
Tertentu

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Mengatur kriteria dan prosedur pengajuan fasilitas,
Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas ketentuan fasilitas bagi wajib pajak yang mendapatkan
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan penugasan pemerintah, prosedur pemberian dan
pemanfaatan fasilitas pengurangan pajak penghasilan
badan, pemeriksaan lapangan dalam rangka
pemanfaatan fasilitas, pelaporan realisasi penanaman
modal dan realisasi produksi, serta periode pemberian
dan pencabutan pengurangan pajak penghasilan badan.

6. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Mengatur ketentuan terkait bidang usaha dan jenis
Modal Nomor 7 Tahun 2020 tentang produksi industri pionir yang dapat diberikan fasilitas
Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi pengurangan Pajak Penghasilan badan, ketentuan
Industri Pionir serta Tata Cara Pemberian pemenuhan kriteria dan permohonan pengurangan Pajak
Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Penghasilan badan secara luring, dan ketentuan
Badan keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak
Penghasilan badan.

7. Peraturan Direktur Jenderal Mengatur ketentuan permohonan persetujuan dan


Ketenagalistrikan Nomor 263 Tahun 2015 penandasahan RIB yang merupakan salah satu
tentang Tata Cara Permohonan persyaratan permohonan bea masuk.
Persetujuan dan Penandasahan Rencana
Impor Barang Modal Dalam Rangka
Pembangunan atau Pengembangan
Industri Pembangkitan Tenaga Listrik untuk
Kepentingan Umum

TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI (TKDN)

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Menjelaskan kewajiban penggunaan produk dalam negeri
tentang Perindustrian sesuai besaran komponen dalam negeri yang ditunjukkan
dengan tingkat komponen dalam negeri.

2. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54 Mengatur besaran nilai TKDN barang dan jasa untuk
Tahun 2012 jo. Peraturan Menteri PLTBm, yang diklasifikasikan sebagai PLTU.
Perindustrian Nomor 05 Tahun 2017
tentang Pedoman Penggunaan Produk
Dalam Negeri untuk Pembangunan
Infrastruktur Ketenagalistrikan

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 63


PERATURAN LAIN

1. Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor Mengatur ketentuan dalam pembelian tenaga listrik dari
0062 Tahun 2020 tentang Pembelian pembangkit energi baru dan terbarukan, yang mencakup
Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru mekanisme pembelian, harga pembelian tenaga listrik,
dan Terbarukan jaminan pengadaan, hingga alur proses bisnis mekanisme
pembelian.

Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) 2019–2028.

64 KERANGKA REGULASI DALAM PENGEMBANGAN PLT BIOENERGI


BAGIAN II
PEDOMAN INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
BIOENERGI
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga
Biogas (PLTBg), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 65


66 BAGIAN II
6
Proses Bisnis/Investasi
Proyek PLT Bioenergi
Pedoman tentang pengembangan—pengusahaan PLTBio, mencakup fase
pengembangan, pembangunan, dan operasi

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 67


68 BAGIAN II
6 Proses Bisnis/Investasi Proyek
PLT Bioenergi

6.1 Tentang Pedoman

Bab ini berisikan pedoman sehubungan dengan Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 50
proses dan prosedur untuk mengembangkan Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi
proyek pembangkit listrik berbasis bioenergi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik
(PLTBio), khususnya pembangkit listrik tenaga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
biomassa (PLTBm), pembangkit listrik tenaga Menteri ESDM Nomor 53 Tahun 2018 dan
biogas (PLTBg), dan pembangkit listrik tenaga Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020,
sampah (PLTSa). Sementara itu, pembangkit listrik pembelian tenaga listrik dari PLTBio oleh PT PLN
tenaga bahan bakar nabati (PLTBn) tidak dibahas (Persero) dapat diselenggarakan melalui dua
dalam pedoman ini. Kelompok sasaran pedoman mekanisme pelelangan, yaitu (i) pemilihan
ini adalah pengembang proyek, investor, lembaga langsung dan (ii) penunjukan langsung.
pembiayaan, pemerintah pusat dan daerah, serta Mekanisme pemilihan langsung diselenggarakan
aktor-aktor lain yang terlibat dalam untuk pengembangan proyek PLTBm dan PLTBg,
pengembangan proyek PLTBio. Pedoman ini sedangkan mekanisme penunjukan langsung
mencakup proses dan prosedur pengusahaan dilakukan untuk pengembangan proyek PLTSa.
pengembangan PLTBio dengan skema IPP
(Independent Power Producer). Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi-Kementerian ESDM (DJEBTKE-
Pedoman ini ditujukan secara khusus untuk KESDM) telah menyediakan matriks alur
pengembangan proyek PLTBio yang terkoneksi ke pengusahaan PLTBio sebagaimana ditampilkan
jaringan listrik PT PLN (Persero). Sementara itu, pada Gambar 10 (untuk PLTBm dan PLTBg) dan
kemungkinan proyek dengan skema bisnis atau Gambar 11 (untuk PLTSa). Matriks tersebut
skema penyaluran listrik yang lain tidak dibahas menggambarkan tahapan proses yang harus
dalam pedoman ini. Skema lain yang dimaksud ditempuh oleh pengembang/investor PLTBio,
adalah antara lain berdasarkan kelebihan daya mulai dari pelelangan proyek hingga
(excess power), captive power, dan pembangkit pengoperasian pembangkit (Commercial
listrik swasta terintegrasi (private power utility, Operation Date, COD), serta pemangku
PPU). kepentingan terkait di setiap tahapan proses.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 69


Gambar 10: Alur proses pengusahaan PLTBm dan PLTBg

Sumber: DJEBTKE-KESDM. Rencana Strategis DJEBTKE 2020-2024. April 2020.

Gambar 11: Alur proses pengusahaan PLTSa

Sumber: DJEBTKE-KESDM. Rencana Strategis DJEBTKE 2020-2024. April 2020

70 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


6.2 Pengenalan Layanan Perizinan & Nonperizinan dan
Layanan Pengadaan Secara Elektronik

Kemudahan berusaha dalam berbagai skala turut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021
didorong oleh Pemerintah Indonesia melalui tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
reformasi struktural, termasuk dengan reformasi Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
sistem perizinan. Sejak 9 Juli 2018, BKPM telah Pelaku usaha mengajukan permohonan KKPR dan
meluncurkan sistem pelayanan online berbasis- Persetujuan Lingkungan melalui sistem OSS,
web, yaitu Online Single Submission (OSS)— sedangkan permohonan PBG dan SLF melalui
merupakan sistem yang mengintegrasikan seluruh Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung
pelayanan perizinan berusaha yang menjadi (SIMBG).
kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga,
Gubernur, atau Bupati/Walikota—yang dilakukan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Tinggi),
secara elektronik. mencakup Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin.
Pengajuan permohonan NIB dan Izin dilakukan
Sebagai catatan, pemerintah telah mengeluarkan melalui sistem OSS. Verifikasi Izin kemudian
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 dilakukan oleh Kementerian/Lembaga/
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Pemerintah Daerah (K/L/D) sesuai dengan yang
Berusaha Berbasis Risiko, sebagai regulasi turunan dipersyaratkan.
dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja. Dalam hal pelaksanaan Pada pedoman ini, bagian Administrasi dan
regulasi tersebut, sistem OSS yang ada saat ini Perizinan utamanya disusun dengan merujuk pada
akan diperbarui menjadi sistem OSS Perizinan serangkaian regulasi di atas, namun juga masih
Berusaha Berbasis Risiko (OSS-PBBR)—yang akan mempertimbangkan regulasi turunan (Peraturan
diterapkan mulai 2 Agustus 2021. Melalui regulasi Menteri) eksisting (sebelum tahun 2021)—
tersebut, pengusahaan ketenagalistrikan sehubungan dengan pelayanan perizinan
dikategorikan sebagai jenis usaha risiko tinggi— berusaha yang terintegrasi dengan sistem OSS.
dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
Secara lebih spesifik, layanan perizinan berusaha
pelaku usaha terdiri atas Persyaratan Dasar
yang digunakan dalam hal pengusahaan
Perizinan Berusaha dan Perizinan Berusaha
ketenagalistrikan (khususnya PLTBio) mencakup:
Berbasis Risiko.
(i) Sistem OSS (Box 7 dan Box 8); (ii) SIMBG
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, mencakup: (Box 9); (iii) Pelayanan Terpadu Satu Pintu –
(i) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Kementerian LHK (PTSP-KLHK) (Box 10);
(KKPR), diatur melalui Peraturan Pemerintah (iv) Layanan Perizinan Kementerian ESDM
Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan (Box 11); (v) E-Procurement PT PLN (Persero)
Penataan Ruang; (ii) Persetujuan Lingkungan, (Box 12); (vi) Sistem Registrasi Sertifikat Laik
diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Operasi (SLO) (Box 13); dan (vii) Web Dinas
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Pintu (DPMPTSP) di masing-masing provinsi
serta (iii) Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) (Box 14).
dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), diatur melalui

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 71


Box 7: Gambaran Umum Perizinan Melalui Online Single Submission (OSS)

Konsep perizinan melalui Online Single Submission (OSS) (www.oss.go.id) menggunakan satu portal
nasional, dengan satu identitas perizinan berusaha yang disebut Nomor Induk Berusaha (NIB), serta satu
format perizinan berusaha. Sebagai catatan, sistem OSS akan diperbarui menjadi OSS Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko (OSS-PBBR) pada bulan Agustus 2021. Secara lebih jelas, dalam gambar di
bawah ini disajikan alur perizinan berusaha di Indonesia melalui sistem OSS (atau OSS-PBBR), yang
terdiri dari enam langkah, yaitu: (i) registrasi user OSS; (ii) registrasi legalitas; (iii) proses NIB; (iv)
permohonan persyaratan dasar perizinan berusaha; (v) permohonan perizinan berusaha berbasis risiko
(untuk risiko tinggi berupa Izin); dan (vi) pengajuan fasilitas.

Registrasi user OSS, merupakan langkah awal dalam melakukan perizinan berusaha di Indonesia.
Registrasi dilakukan dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk Warga Negara
Indonesia (WNI) atau paspor untuk Warga Negara Asing (WNA). Langkah kedua adalah registrasi
legalitas pendirian badan hukum/usaha non-perseorangan, dapat berupa Akta Pendirian/Perubahan
dan Surat Keputusan Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia (HAM). Ketiga adalah proses pengajuan
Nomor Induk Berusaha (NIB), dengan melengkapi data legalitas untuk menerbitkan NIB.

Poin keempat adalah pengajuan permohonan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, mencakup
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Poin kelima adalah pengajuan permohonan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko (Tinggi)— dalam hal pengembangan PLTBio, antara lain Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Adapun poin terakhir adalah
pengajuan fasilitas, seperti Tax Holiday, Tax Allowance, Pembebasan Bea Masuk, dan fasilitas lainnya.

72 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 8: Alur Verifikasi Izin dari Sistem OSS melalui K/L/D

Dalam proses permohonan izin usaha melalui Online Single Submission (OSS), terdapat ketentuan bagi
badan usaha (pengembang) untuk melakukan verifikasi (pemenuhan komitmen usaha) di level
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Alur verifikasi/
pemenuhan komitmen izin usaha secara umum diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, badan usaha (pengembang) dalam melakukan pengajuan izin
usaha di OSS akan mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan—kemudian—izin usaha, namun
dengan status “belum efektif”. Dalam hal ini, badan usaha (pengembang) harus melakukan pemenuhan
komitmen izin usaha yang umumnya dilakukan melalui layanan perizinan K/L/D terkait. Apabila
komitmen (dokumen persyaratan teknis) yang diserahkan belum lengkap, maka pemenuhan komitmen
yang dilakukan oleh badan usaha (pengembang) akan ditolak. Pelaksanaan verifikasi berdasarkan
komitmen izin usaha akan dilakukan oleh K/L/D terkait. Jika hasil verifikasi persyaratan teknis
dinyatakan lengkap dan sesuai, maka Surat Pemenuhan Komitmen diterbitkan; jika tidak, maka badan
usaha (pengembang) harus memperbaiki komitmen izin usaha yang dipersyaratkan. Dengan terbitnya
Surat Pemenuhan Komitmen, izin usaha dengan status “efektif” akan diterbitkan melalui OSS.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 73


Box 9: Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG)

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, badan usaha (pengembang) dapat
mengajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) melalui layanan
Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di bawah Kementerian PUPR.

Melalui layanan SIMBG (www.simbg.pu.go.id), badan usaha (pengembang) dapat mengajukan dua
permohonan, yaitu: (i) Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)—saat akan mendirikan bangunan; dan (ii)
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) saat bangunan telah berdiri. Pengembang terlebih dahulu masuk ke web
SIMBG untuk melakukan pendaftaran akun, kemudian dapat mengajukan permohonan PBG dan SLF,
dengan melengkapi persyaratan administrasi dan teknis yang dipersyaratkan dalam SIMBG. Verifikasi
kelengkapan dokumen persyaratan dan pemeriksaan teknis akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah
(yaitu Dinas Perizinan dan Dinas Teknis). Setelah verifikasi dan pemeriksaan dokumen selesai dilakukan
dan dinyatakan lolos, persetujuan penerbitan serta penyerahan PBG dan SLF akan dilakukan oleh Dinas
Perizinan. Sebagai catatan, untuk penerbitan PBG, pengembang diharuskan membayar retribusi
daerah—hal ini tidak berlaku untuk penerbitan SLF.

Box 10: Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kementerian LHK (PTSP-KLHK)

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, badan usaha (pengembang) dapat mengajukan Persetujuan
Lingkungan melalui sistem OSS dan kemudian melampirkan dokumen persyaratan melalui web PTSP-
KLHK (www.pelayananterpadu.menlhk.go.id) untuk diverifikasi—yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB),
dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), serta dokumen lainnya sesuai yang dipersyaratkan
dalam PTSP-KLHK.

Setelah mendapatkan Persetujuan Lingkungan dengan status “belum efektif” dari sistem OSS,
pengembang harus memenuhi komitmen yang dipersyaratkan oleh Kementerian LHK, melalui web
PTSP-KLHK. Pengembang terlebih dahulu masuk ke web PTSP-KLHK untuk melakukan pendaftaran
akun, kemudian memilih layanan perizinan (dalam hal ini adalah Persetujuan Lingkungan) dan
melampirkan dokumen persyaratan. Verifikasi dan validasi akan dilakukan oleh Unit Teknis Kementerian
LHK. Apabila dokumen persyaratan telah selesai divalidasi, Kementerian LHK akan menerbitkan Surat
Keputusan/Rekomendasi, juga mengirimkan notifikasi ke sistem OSS sehingga Persetujuan Lingkungan
akan berstatus “efektif”.

74 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 11: Aplikasi Perizinan Usaha dan Operasional Sektor ESDM

Kementerian ESDM menyediakan sebuah aplikasi perizinan secara elektronik


(www.perizinan.esdm.go.id) untuk memberikan layanan perizinan usaha dan operasional di lingkungan
ESDM—disebut Aplikasi Perizinan Usaha dan Operasional Sektor ESDM. Aplikasi ini digunakan dalam
proses pemenuhan komitmen izin usaha/verifikasi perizinan yang diajukan oleh pengembang/investor
melalui sistem OSS.

Pada beranda web tersebut, terdapat empat portal perizinan yang ditampilkan antara lain: MIGAS
(Minyak dan Gas Bumi); MINERBA (Mineral dan Batu Bara); EBTKE (Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi); GATRIK (Ketenagalistrikan). Sehubungan dengan investasi di bidang energi
terbarukan, dalam hal ini pengembangan PLTBio, hanya terdapat satu portal yang relevan bagi badan
usaha (pengembang), yaitu portal GATRIK untuk Layanan Perizinan Usaha dan Operasional
Ketenagalistrikan. Dalam layanan tersebut, pengembang dapat mengajukan permohonan Izin
Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang (RIB) dan melakukan pemenuhan komitmen
untuk Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).

Alur perizinan usaha dan operasional sektor ESDM—termasuk ketenagalistrikan—terdiri dari lima (5)
langkah sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 75


Box 12: Aplikasi e-Procurement PT PLN (Persero)

Berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0022 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan
Barang/Jasa PT PLN (Persero), PLN menyelenggarakan lima jenis pengadaan, meliputi: (i) pengadaan
barang; (ii) pengadaan pekerjaan konstruksi; (iii) pengadaan jasa konsultansi; (iv) pengadaan jasa
lainnya; (v) pengadaan khusus. Sehubungan dengan pengembangan pembangkit listrik energi
terbarukan, PT PLN (Persero) menyelenggarakan pengadaan khusus untuk pembelian tenaga listrik,
salah satunya dari Independent Power Producer (IPP)—atau disebut sebagai “Pengadaan IPP”. Dalam
konteks pengembangan PLTBio, pengadaan IPP dilaksanakan untuk memfasilitasi mekanisme pemilihan
langsung (lelang) pengembang PLTBm atau PLTBg.

Pada mekanisme pemilihan langsung—dalam hal ini pengadaan IPP PLTBm atau PLTBg—calon
pengembang harus sudah terdaftar dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) PLN. Dalam
pelaksanaannya, registrasi calon pengembang hingga terdaftar sebagai DPT serta pelaksanaan
pengadaan—lelang pemilihan langsung—difasilitasi melalui Aplikasi e-Procurement PLN. Aktivitas
pengadaan barang/jasa melalui e-Procurement PLN secara umum dapat diilustrasikan pada gambar di
bawah ini. Merujuk pada gambar, proses registrasi awal calon pengembang hingga terdaftar sebagai
DPT dapat direpresentasikan dengan aktivitas (01–02) “Persiapan Pengadaan Barang/Jasa”, sementara
proses lelang pemilihan langsung direpresentasikan dengan aktivitas (03–10) “Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa”.

76 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 13: Sistem Registrasi Sertifikat Laik Operasi (SLO)

Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Ketenagalistrikan, pengembang pembangkit listrik dapat
mengajukan permohonan Sertifikat Laik Operasi (SLO) melalui sistem OSS. Meskipun demikian, dalam
teknis pelaksanaannya pengembang juga harus melakukan pendaftaran SLO melalui Sistem Registrasi
SLO (www.slodjk.esdm.go.id) yang dikelola oleh Direktorat Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan,
DJK-KESDM.

Melalui Sistem Registrasi SLO, pengembang melakukan pendaftaran dengan memilih satu Lembaga
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik Akreditasi berdasarkan daftar yang tersedia (catatan: Sistem
Registrasi SLO menyediakan daftar LIT secara lengkap, meliputi nama lembaga, status penetapan,
telepon/email, alamat, dan ruang lingkup inspeksi). Dalam Sistem Registrasi SLO, pengembang juga
dapat menggunakan beberapa fitur lain seperti fitur cek status pendaftaran SLO dan verifikasi SLO.

Box 14: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Tingkat Provinsi

Setiap provinsi di Indonesia memiliki web DPMPTSP, yang ditujukan untuk memberikan kemudahan
layanan perizinan dan nonperizinan kepada masyarakat, serta menyajikan keterbukaan informasi
kepada pemohon mengenai pengaturan, prosedur, serta mekanisme pelayanan perizinan dan
nonperizinan yang diselenggarakan.

Menu utama yang tersedia di web DPMPTSP, yaitu daftar perizinan yang dapat dilayani di DPMPTSP
baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten, layanan permohonan perizinan secara online, dan
sistem tracking permohonan. Selain itu, web DPMPTSP juga terhubung dengan sistem OSS. Dalam hal
pengusahaan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, permohonan perizinan yang dapat diajukan
melalui web DPMPTSP antara lain Izin Gangguan (Hinder Ordonnantie) dan Surat Izin Pengambilan dan
Pemanfaatan Air (SIPPA).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 77


6.3 Gambaran Umum Siklus Pengembangan Proyek

Untuk sistematika keselarasan dengan pedoman Fase Pengembangan


bidang energi terbarukan yang lainnya, dalam
pedoman ini, siklus pengembangan proyek PLTBio Fase Pengembangan merupakan fase awal
dibagi menjadi tiga fase, yaitu: Fase pengusahaan PLTBio. Fase ini diawali dengan
Pengembangan, Fase Pembangunan, dan Fase pelelangan proyek (Tahap 1) yang
Operasi. Adapun tahapan proses pengusahaan diselenggarakan oleh PT PLN (Persero)—dengan
proyek PLTBio disusun utamanya merujuk pada dua mekanisme, yaitu: (i) Pemilihan Langsung
Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 (Tahap 1a) untuk proyek PLTBm dan PLTBg; serta
dan perubahannya. (ii) Penunjukan Langsung (Tahap 1b) untuk proyek
PLTSa.
Dari tiga fase di atas, siklus pengembangan proyek
PLTBio dibagi menjadi 11 tahap, yaitu Badan usaha yang mengikuti lelang diwajibkan
(1) Pelelangan Proyek; (2) Studi Perencanaan; untuk menyusun Studi Perencanaan (Tahap 2a),
(3) Legalitas Badan Usaha; (4) Pengajuan Fasilitas; meliputi Studi Kelayakan (Feasibility Study, FS)
(5) Administrasi dan Perizinan; (6) Pendanaan; dan Studi Penyambungan (Grid Study, GS). Studi
(7) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL); Perencanaan ini akan dievaluasi oleh PT PLN
(8) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL); (Persero) sebagai bahan pertimbangan penetapan
(9) Engineering, Procurement, and Construction pemenang lelang.
(EPC); (10) Penyambungan Jaringan Listrik dan
Commissioning; serta (11) Operasi dan Badan usaha pemenang lelang—selanjutnya
Pemeliharaan (O&M). disebut dengan calon pengembang, harus
membentuk badan usaha baru dengan melakukan
Siklus pengembangan proyek PLTBio ini secara legalitas badan usaha (Tahap 3). Pada tahap ini,
umum ditunjukkan dalam Gantt Chart (Gambar 12) calon pengembang dapat mengajukan fasilitas
dan diagram alir (Gambar 13). Gambaran umum fiscal (Tahap 4a) berupa Tax Allowance atau Tax
dari masing-masing fase dijelaskan di bawah ini. Holiday. Calon pengembang kemudian harus
Sementara itu, rincian untuk masing-masing fase melakukan prosedur administrasi dan perizinan
dan tahap maupun subtahap yang tercakup (Tahap 5a), yaitu Kesesuaian Kegiatan
dijelaskan pada subbab selanjutnya. Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan
Lingkungan.
Siklus pengembangan proyek PLTBio secara
umum dituangkan ke dalam bentuk Gantt Chart Selain itu, calon pengembang juga akan menyusun
(Gambar 12) dan diagram alir (Gambar 13). Studi Perencanaan yang lebih rinci (Tahap 2b)
Gambaran umum dari masing-masing fase yang umumnya ditujukan sebagai persyaratan
dijelaskan di bawah ini. Sementara itu, rincian dalam pengajuan permohonan pendanaan ke
untuk masing-masing fase dan tahap maupun pihak penyedia dana (Tahap 6). Selanjutnya, untuk
subtahap yang tercakup dijelaskan pada Subbab dapat melakukan transaksi jual beli listrik, calon
selanjutnya. pengembang akan melakukan penandatanganan
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) (Tahap
7) dengan PT PLN (Persero). Fase ini diakhiri
dengan pemenuhan biaya (financial close).

78 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Fase Pembangunan konstruksi PLTBio—dalam tahap EPC (Tahap 9).
Apabila kegiatan konstruksi telah selesai,
Dalam Fase Pembangunan, calon pengembang pengembang harus mengajukan permohonan
yang telah melakukan PJBL—selanjutnya disebut penyambungan jaringan listrik dan melakukan
sebagai pengembang—dapat mengajukan Izin commissioning (Tahap 10). Selain itu,
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) (Tahap pengembang harus melakukan prosedur
8). Selanjutnya, dengan IUPTL sebagai administrasi dan perizinan (Tahap 5c), yang
persyaratan, pengembang dapat mengajukan mencakup Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan
fasilitas Pembebasan Bea Masuk untuk kegiatan Serfitikat Laik Operasi (SLO).
konstruksi PLTBio (Tahap 4b). Selain itu,
pengembang juga harus melakukan prosedur Fase Operasi
administrasi dan perizinan sebelum melakukan
konstruksi (Tahap 5b), yaitu Persetujuan Fase operasi dimulai setelah kegiatan konstruksi
Bangunan Gedung (PBG) dan perizinan berusaha dan commissioning pembangkit selesai dilakukan,
lainnya (Izin Gangguan/HO serta Surat Izin serta ditandai dengan Commercial Operation Date
Pengambilan dan Pemanfaatan Air/ SIPPA). (COD). Fase Operasi mencakup kegiatan operasi
dan pemeliharaan (Tahap 11), serta pengajuan
Setelah administrasi dan perizinan di atas fasilitas berupa pemanfaatan Tax Allowance atau
terpenuhi, pengembang dapat melaksanakan Tax Holiday (Tahap 4c).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 79


Gambar 12: Gantt Chart siklus pengembangan PLTBio

Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).

80 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Gambar 13: Diagram alir siklus pengembangan PLTBio

Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 81


6.4 Fase Pengembangan

Fase Pengembangan terdiri dari tujuh tahap, yaitu: pengembang PLTSa untuk mengikuti proses
(1) pelelangan proyek; (2) studi perencanaan; lelang proyek PLTSa.
(3) legalitas badan usaha; (4) pengajuan fasilitas;
(5) administrasi dan perizinan; (6) pendanaan; dan Secara umum, badan usaha yang mengikuti
(7) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL). pelelangan melalui mekanisme Pemilihan
Gantt Chart dan diagram alir untuk Fase Langsung ataupun Penunjukan Langsung akan
Pengembangan disajikan pada Gambar 14 dan mengikuti serangkaian proses evaluasi
Gambar 15 secara berurutan, dengan deskripsi administrasi, teknis, dan kemampuan keuangan.
singkat masing-masing tahap disajikan di bawah
Selanjutnya, dalam pedoman ini, badan usaha
ini. Adapun ulasan masing-masing tahap akan
yang telah ditunjuk sebagai pemenang pelelangan
dirinci dalam subbab ini.
proyek akan disebut sebagai calon pengembang.
Tahap 1 (Pelelangan Proyek). Untuk melakukan
Tahap 2 (Studi Perencanaan). Pada saat akan
pengembangan proyek PLTBio di Indonesia,
mengikuti lelang proyek PLTBio yang
badan usaha terlebih dahulu harus mengikuti
diselenggarakan oleh PT PLN (Persero), badan
tahap pelelangan proyek PLTBio yang
usaha diwajibkan menyusun dokumen studi
diselenggarakan oleh PT PLN (Persero).
perencanaan (Tahap 2a) yang mencakup Studi
Pelelangan proyek dapat diselenggarakan melalui
Kelayakan dan Studi Penyambungan Kedua
dua mekanisme, yaitu Pemilihan Langsung
dokumen tersebut merupakan persyaratan wajib
(Tahap 1a) untuk pengembangan proyek PLTBm
yang harus diserahkan sebagai lampiran dokumen
dan PLTBg; dan Penunjukan Langsung (Tahap 1b)
penawaran ke PT PLN (Persero).
untuk pengembangan proyek PLTSa.

Setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang,


Pada pelelangan melalui mekanisme pemilihan
calon pengembang umumnya akan mengajukan
langsung, badan usaha harus terlebih dahulu
permohonan pendanaan ke pihak penyedia dana
mengikuti proses kualifikasi Daftar Penyedia
(bank atau lembaga pembiayaan). Selain
Terseleksi (DPT) yang diselenggarakan oleh PT
mempersyaratkan Studi Kelayakan dan Studi
PLN (Persero). Badan usaha yang telah terdaftar
Penyambungan, pihak penyedia dana juga dapat
sebagai DPT selanjutnya berhak mengikuti lelang
mempersyaratkan Studi Perencanaan Rinci
proyek PLTBm atau PLTBm atas dasar undangan
(Tahap 2b).
lelang dari PT PLN (Persero). Akan tetapi, perlu
menjadi catatan bahwa pengembangan proyek Tahap 3 (Legalitas Badan Usaha). Badan usaha
PLTBm dan PLTBg dapat dilaksanakan melalui yang telah ditetapkan sebagai pemenang lelang
mekanisme Penunjukan Langsung pada kondisi proyek PLTBio oleh PT PLN (Persero) diwajibkan
tertentu. membentuk Perusahaan Bertujuan Khusus
(PBK)—disebut juga dengan Special Purpose
Sedangkan pada pelelangan melalui mekanisme
Company (SPC) atau Special Purpose Vehicle
Penunjukan Langsung, PT PLN (Persero) akan
(SPV).
menginisiasi proses pelelangan PLTSa atas dasar
surat usulan dari Pemda. Selanjutnya, PT PLN Catatan khusus untuk pengusahaan PLTSa,
(Persero) akan mengundang badan usaha pembentukan PBK dilakukan setelah badan usaha

82 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


ditetapkan sebagai badan usaha pengembang penyedia dana (bank atau lembaga pembiayaan).
PLTSa oleh pemerintah daerah (Pemda). Untuk mendapatkan pendanaan tersebut, calon
pengembang harus mengajukan permohonan
Tahap 4a (Pengajuan Fasilitas – Fase pinjaman kepada pihak penyedia dana dengan
Pengembangan). Fasilitas (insentif) yang dapat menyampaikan rencana bisnis proyek.
diajukan oleh calon pengembang pada Fase Permohonan kemudian akan dievaluasi oleh pihak
Pengembangan, yaitu Tax Allowance atau Tax penyedia dana untuk menguji kelayakan proyek.
Holiday. Calon pengembang dapat mengajukan Apabila permohonan telah disetujui, akan
fasilitas/ insentif tersebut melalui sistem OSS diterbitkan Persetujuan Pendanaan, dan dilakukan
dengan pemenuhan komitmen (verifikasi) melalui penandatanganan perjanjian antara pihak
Kementerian Keuangan. penyedia dana dengan calon pengembang.

Tahap 5a (Administrasi dan Perizinan – Fase Tahap 7 (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik,
Pengembangan). Calon pengembang wajib PJBL). PJBL dilakukan antara calon pengembang
memenuhi dokumen persyaratan administrasi dan dengan PT PLN (Persero) sebagai bukti pembelian
perizinan dalam Fase Pengembangan, yang tenaga listrik dari PLTBio. Calon pengembang
mencakup Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan harus melengkapi persyaratan dan memenuhi
Ruang (KKPR) dan Persetujuan Lingkungan. ketentuan yang ada di dokumen PJBL, yang
Apabila lokasi proyek pengembangan PLTBio kemudian akan diverifikasi dan dievaluasi oleh PT
berada di kawasan hutan, maka calon PLN (Persero). Setelah persyaratan dinyatakan
pengembang wajib memenuhi Persetujuan lengkap dan terpenuhi, akan dilakukan
Penggunaan Kawasan Hutan. penandatanganan PJBL antara calon pengembang
dengan PT PLN (Persero). Calon pengembang
Tahap 6 (Pendanaan). Pendanaan eksternal
yang telah melaksanakan penandatanganan PJBL
pengembangan PLTBio didapatkan dari pihak
selanjutnya disebut sebagai pengembang.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 83


Gambar 14: Gantt Chart Fase Pengembangan

Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).

84 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Gambar 15: Diagram alir Fase Pengembangan

Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI 85


Tahap 1a dan 1b: Pelelangan Proyek

Gambaran Umum Tahap 1a dan 1b Pelelangan Proyek yang diselenggarakan oleh


PT PLN (Persero) melalui mekanisme
Pada tahap pertama, badan usaha wajib mengikuti pemilihan langsung. Untuk dapat mengikuti
pelelangan proyek PLTBio yang diselenggarakan Pelelangan Proyek dengan mekanisme
oleh PT PLN (Persero). Pelelangan proyek PLTBio Pemilihan Langsung, badan usaha harus sudah
dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu Pemilihan terdaftar dalam DPT PLN.
Langsung dan Penunjukkan Langsung. Kedua
Selain itu, badan usaha juga harus mengajukan
mekanisme pelelangan proyek tersebut memiliki
dokumen penawaran serta lampiran dokumen
alur proses yang berbeda, sehingga pembahasan
penawaran berupa dokumen Studi Kelayakan
mengenai tahap pelelangan proyek
dan Studi Penyambungan.
diklasifikasikan menjadi dua tahap utama dengan
uraian sebagai berikut. Akan tetapi, perlu menjadi catatan bahwa
pengembangan proyek PLTBm dan PLTBg
1. Tahap 1a (Pemilihan Langsung— dapat dilaksanakan melalui mekanisme
Pengusahaan PLTBm dan PLTBg). Badan Penunjukan Langsung pada kondisi tertentu
usaha yang ingin mengembangkan proyek sebagaimana diuraikan pada Box 15.
PLTBm atau PLTBg wajib mengikuti

Box 15: Penunjukan Langsung untuk Pengusahaan PLTBm dan PLTBg

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Menteri ESDM No. 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan
Tenaga Listrik, pengusahaan PLTBio—PLTBm atau PLTBg, data dilaksanakan melalui mekanisme
penunjukan langsung dalam hal:
a. Sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik;
b. Pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power), termasuk pembelian tenaga listrik melalui
kerja sama pemegang wilayah usaha penyediaan tenaga listrik;
c. Penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah
beroperasi di lokasi yang sama; atau
d. Pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan
dalam hal terdapat satu (1) calon penyedia tenaga listrik.

Dalam hal pelaksanaan mekanisme penunjukan langsung, merujuk pada Peraturan Direksi PT PLN
(Persero) Nomor 0062 Tahun 2020 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan
Terbarukan, pembelian tenaga listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 dapat dilaksanakan setelah tersedia
KKP dan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan
oleh PT PLN (Persero) dalam hal sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat
penyediaan tenaga listrik, badan usaha harus memenuhi syarat:

86 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIO ENERGI


Box 15: Penunjukan Langsung untuk Pengusahaan PLTBm dan PLTBg

• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai
dan melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga lisrik;
• Minimal memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang
masih berlaku yang terbit sebelum Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020
berlaku;
• Memiliki Feasibility Study atas proyek yang diusulkan pada saat pemenuhan
persyaratan yang diatur maupun tidak dalam DPT terkait.
b. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan
oleh PT PLN (Persero) dalam hal pembelian kelebihan tenaga listrik ( excess power), termasuk
pembelian tenaga listrik melalui kerja sama pemegang wilayah usaha penyediaan tenaga listrik
mengacu pada ketentuan pembelian tenaga listrik (excess power) yang berlaku di PLN.
Mengingat bahwa pedoman ini hanya akan membahas pengusahaan pembangkit listrik ET
dengan skema IPP, maka mekanisme excess power ini tidak akan dibahas dalam pedoman.
c. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan
oleh PT PLN (Persero) dalam hal penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit
teanga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama, badan usaha harus memenuhi syarat:
• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai
dan melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga listrik;
• Memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang masih
berlaku serta izin lainnya yang diperlukan;
• Pembangkit eksisting telah commercial operation date (COD) dan beroperasi;
• Berada di lokasi yang sama.
d. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan
oleh PT PLN (Persero) dalam hal pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listirk yang
menggunakan energi terbarukan dalam hal terdapat 1 (satu) calon penyedia tenaga listirk,
badan usaha harus memenuhi syarat:

• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai
dan melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga listrik;
• Memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang masih
berlaku serta izin lainnya yang diperlukan;
• Memilki Feasibility Study atas proyek yang diusulkan pada saat pemenuhan
persyaratan yang diatur dalam DPT terkait.
Setelah badan usaha memenuhi kriteria-kriteria dari PT PLN (Persero) yang telah disebutkan di atas,
proses penunjukan langsung oleh PT PLN (Persero) dapat dimulai dari Subtahap 1b-1 penunjukan
langsung PLTSa yaitu dari kegiatan inisiasi proses pengadaan oleh PT PLN (Persero).

2. Tahap 1b (Penunjukan Langsung— ditetapkan sebagai pengembang PLTSa oleh


Pengusahaan PLTSa). Badan usaha yang ingin pemerintah daerah. Badan usaha yang telah
mengembangkan proyek PLTSa harus telah ditetapkan sebagai pengembang PLTSa dapat

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 87


mengikuti pelelangan proyek melalui Keseluruhan kegiatan pada Tahap 1a dan 1b
mekanisme Penunjukan Langsung yang utamanya merujuk pada Peraturan Menteri ESDM
diselenggarakan oleh PT PLN (Persero)—atas Nomor 50 Tahun 2017 (dan perubahannya)
dasar surat usulan dengan lampiran berupa tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
dokumen Studi Kelayakan dan Studi untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Secara lebih
Penyambungan yang disampaikan oleh lengkap, sekumpulan regulasi yang mengatur
pemerintah daerah. Pelelangan Proyek ditabulasikan pada Tabel 13.

Tabel 13: Regulasi yang mengatur Pelelangan Proyek

Peraturan Tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 jo.


Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014

Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah


Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah
Lingkungan

Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 jis.


Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 Tahun 2018 dan
Tenaga Listrik
Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020

Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan
Tahun 2020 Terbarukan

Matriks prosedur Tahap 1a dan 1b, sebagaimana Pejabat Pelaksana Pengadaan, merupakan key
ditampilkan pada Gambar 16 dan Gambar 17, actor pada tahap ini. Penjelasan Tahap 1a dan 1b
menyajikan rangkaian kegiatan di dalamnya, mencakup rangkaian kegiatan yang digambarkan
disertai dengan key actor dan kerangka waktu di dalam matriks, diuraikan secara rinci pada bagian
setiap kegiatan. Dapat dilihat pada matriks setelah matriks tersebut.
tersebut bahwa PT PLN (Persero), khususnya

88 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Matriks Prosedur Tahap 1a

Gambar 16: Matriks prosedur Tahap 1a (Pemilihan Langsung—Pengusahaan PLTBm dan PLTBg)

Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero)
Waktu

[1a-1] Pemasukan
Pemasukan dokumen penawaran [1a-1]
Penawaran (Lampiran: Studi Kelayakan Undangan pelelangan
dan Studi Penyambungan)

[1a-2] Verifikasi Studi


Kelayakan dan Studi
Penyambungan

Apakah Studi
Evaluasi Dokumen Tidak
[1a-2] Badan usaha Kelayakan dan Studi
Penawaran
dinyatakan gugur Penyambungan
terverifikasi layak?

Ya

[1a-2] Uji Tuntas


(Due Diligence)

[1a-3]
Pengesahan hasil &
penetapan pemenang
Pemilihan langsung
Penetapan pemenang
Pemilihan Langsung
[1a-3] [1a-3]
Penandatanganan Surat Penerbitan Surat
Penunjukan Pemenang Penunjukan Pemenang
(Letter of Intent, LoI) (Letter of Intent, LoI)

Sumber: Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 89


Subtahap 1a-1: Pemasukan Penawaran Subtahap 1a-2: Evaluasi Dokumen
Penawaran
Dalam Pelelangan Proyek dengan mekanisme
Pemilihan Langsung, hanya badan usaha yang Evaluasi dokumen penawaran diawali dengan
terdaftar dalam DPT PLN saja yang dapat verifikasi Studi Perencanaan (yaitu Studi
mengikuti lelang. Pembahasan mengenai DPT dan Kelayakan dan Studi Penyambungan) oleh Pejabat
mekanisme pendaftaran badan usaha ke dalam Pelaksana Pengadaan dan Tim Evaluasi PT PLN
DPT diuraikan dengan lebih detail pada Box 16 dan (Persero). Apabila hasil verifikasi menyatakan
Box 17 Badan usaha yang telah terdaftar dalam dokumen Studi Perencanaan tidak lolos, maka
DPT akan menerima undangan pelelangan dari PT badan usaha dinyatakan gugur. Jika dinyatakan
PLN (Persero) untuk mengambil dokumen lolos, akan dilakukan uji tuntas (due diligence),
Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) dan klarifikasi, evaluasi, dan negosiasi terhadap
mengikuti rapat penjelasan (aanwijzing). dokumen penawaran oleh Pejabat Pelaksana
Selanjutnya, badan usaha dapat memasukkan Pengadaan PT PLN (Persero). Evaluasi penawaran
dokumen penawaran sebagai bentuk kemudian dilakukan berdasarkan harga terendah
keikutsertaan badan usaha dalam lelang proyek yang wajar.
PLTBm atau PLTBg. Pemasukan dokumen
penawaran dilakukan dengan menyerahkan Subtahap 1a-3: Penetapan Pemenang
dokumen penawaran melalui aplikasi Pemilihan Langsung
e-procurement PT PLN (Persero)
(www.eproc.pln.co.id). Berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran
(Subtahap 1a-2), PT PLN (Persero) akan
Dalam hal ini, dokumen penawaran yang dimaksud
melakukan pengesahan hasil dan penetapan
adalah Surat Penawaran Satu Tahap Dua Sampul,
pemenang Pemilihan Langsung. Selanjutnya,
yang terdiri dari: (i) Sampul 1, berisi syarat
Pejabat Pelaksana Pengadaan PT PLN (Persero)
administrasi, teknis, bisnis dan keuangan, serta
akan mengumumkan pemenang hasil Pemilihan
Jaminan Penawaran; (ii) Sampul 2, berisi harga
Langsung—yang diikuti dengan penerbitan dan
penawaran. Selain itu, dokumen Studi
penandatangan Surat Penunjukan Pemenang
Perencanaan—mencakup Studi Kelayakan dan
(Letter of Intent, LoI).
Studi Penyambungan—dipersyaratkan sebagai
lampiran dokumen penawaran. Secara spesifik
mengenai Jaminan Penawaran, ditabulasikan pada
Tabel 14.

90 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 16: Gambaran Umum Daftar Penyedia Terseleksi (DPT)

Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) merupakan daftar penyedia barang/jasa yang dinyatakan lulus oleh
PT PLN (Persero) melalui mekanisme penilaian kualifikasi yang dimutakhirkan secara periodik
berdasarkan kinerja penyedia barang/jasa. DPT dimaksudkan untuk mempercepat proses pemilihan
penyedia barang/ jasa serta untuk mendapatkan penyedia barang/jasa yang berkualitas dan sesuai
kualifikasi. Dalam konteks pengembangan PLTBm dan PLTBg, badan usaha yang tidak masuk dalam
DPT tidak berhak untuk mengikuti pelelangan proyek.
Berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0022 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pengadaan Barang/Jasa PT PLN (Persero), penyusunan DPT dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu:
a. melalui shortlist penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang tediri dari BUMN yang
memiliki bisnis utama (core business) sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh
PLN;
b. melalui shortlist penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang terdiri dari penyedia
barang/jasa yang berdasarkan fakta telah terbukti mampu melaksanakan perjanjian/kontrak
pekerjaan sejenis dengan baik di unit kerja PLN maupun instansi di luar PLN; dan
c. melalui penilaian kualifikasi penyedia barang/jasa yang diumumkan secara terbuka kepada
penyedia barang/jasa yang memiliki klasifikasi dan kualifikasi sesuai dengan pekerjaan yang
akan dilaksanakan oleh PLN.

Badan usaha yang tidak termasuk dalam shortlist tetapi berminat untuk mendaftar sebagai calon
penyedia barang/jasa dalam DPT, dapat mengikuti proses penilaian kualifikasi DPT yang diumumkan
secara terbuka dan dilaksanakan oleh PT PLN (Persero). Pendaftaran proses DPT dilakukan secara
daring (online) melalui aplikasi e-Procurement PLN (www.eproc.pln.co.id). Sebagai langkah awal, badan
usaha harus memiliki dan mengaktifkan User ID e-Procurement PLN. Dalam proses kualifikasi DPT (Box
17), badan usaha harus memenuhi persyaratan kualifikasi, meliputi persyaratan administrasi, teknis, dan
keuangan.

Merujuk pada Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020 tentang Pembelian Tenaga
Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan, badan usaha yang ingin mendaftar sebagai DPT
harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimum sebagai berikut:
a. Perusahaan lokal maupun asing yang berbentuk satu badan hukum atau gabungan badan
hukum.
b. Mendapatkan dukungan dari kontraktor Engineering, Procurement, and Construction (EPC)
yang berpengalaman dalam membangun pembangkit tenaga listrik yang dipersyaratkan.
c. Memiliki kemampuan Project Development Cost Account (PDCA) sebesar 10% dari total biaya
proyek pembangkit energi baru dan terbarukan.
d. Memiliki kemampuan keuangan yang dipersyaratkan.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 91


Box 17: Tahapan Pelaksanaan Kualifikasi Daftar Penyedia Terseleksi (DPT)

TAHAPAN PELAKSANAAN KUALIFIKASI DPT

01 02 03
PENDAFTARAN &
PENGUMUMAN PEMASUKAN DOKUMEN
PENGUNDUHAN
KUALIFIKASI APLIKASI
DOKUMEN KUALIFIKASI

06 05 04

PENGUMUMAN HASIL EVALUASI KUALIFIKASI


PENGESAHAN DPT
PENILAIAN KUALIFIKASI & DUE DILIGENCE

07 08
DAFTAR PENYEDIA
MASA SANGGAH
TERSELEKSI (DPT)

Legenda: dilakukan oleh Badan Usaha dilakukan oleh PT PLN (Persero)

Keterangan tahapan pelaksanaan kualifikasi DPT:


1. Pengumuman kualifikasi dapat dilakukan melalui papan pengumuman dan/atau surat kabar dan/atau portal
aplikasi e-Procurement PLN (www.eproc.pln.co.id)
2. Pendaftaran proses DPT dan pengunduhan (download) Dokumen Kualifikasi dilakukan melalui aplikasi
e-Procurement PLN.
3. Badan usaha melakukan proses pemasukan data aplikasi kualifikasi melalui formulir elektronik yang tersedia di
aplikasi e-Procurement PLN. Jika formulir isian data aplikasi kualifikasi tersebut belum mengakomodasi kriteria
kualifikasi yang dipersyaratkan, badan usaha dapat menggunakan fasilitas unggah (upload) dokumen kualifikasi
lainnya di dalam tahapan pengiriman data kualifikasi secara elektronik.
4. Pelaksanaan evaluasi kualifikasi dilakukan oleh Pejabat Perencana Pengadaan PT PLN (Persero) dan dapat dibantu
pihak lain sesuai keahlian baik internal maupun eksternal PT PLN (Persero).
5. Pejabat Perencana Pengadaan menyusun dan melaporkan hasil penilaian kualifikasi kepada Pengguna untuk
kemudian disahkan.
6. Setelah pengesahan DPT, hasil penilaian kualifikasi badan usaha diumumkan melalui aplikasi e-Procurement PLN.
7. Badan usaha yang berkebaratan terhadap hasil penilaian kualifikasi dapat mengajukan sanggahan selama Masa
Sanggah. Badan usaha hanya dapat mengirimkan satu kali sanggahan secara daring (online) melalui aplikasi
e-Procurement PLN. Sanggahan diterima hanya untuk ketidaksesuaian dengan dokumen kualifikasi.
8. Badan usaha harus lulus tahap penilaian kualifikasi untuk dimasukkan dalam DPT dan diterbitkan Surat Tanda DPT.

92 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tabel 14: Jaminan Penawaran untuk pelelangan melalui mekanisme Pemilihan Langsung

Ketentuan Jaminan Penawaran

1) Nilai Jaminan Penawaran minimal sebesar 1% dari perkiraan nilai total biaya proyek

2) Masa berlaku Jaminan Penawaran sekurang-kurangnya 30 hari kalender setelah masa berlaku penawaran.

3) Untuk pengembang yang ditunjuk, Jaminan Penawaran akan dikembalikan setelah Jaminan Pelaksanaan
diserahkan dan PJBL telah ditandatangani, kecuali:

(i) Untuk badan usaha (calon pengembang) dinyatakan gugur/tidak lulus pada tahapan proses pengadaan
maka Jaminan Penawaran dikembalikan setelah hasil pelelangan pada tahapan dimaksud diumumkan.

(ii) Untuk badan usaha urutan kedua dan ketiga dapat dikembalikan setelah Perjanjian Jual Beli Tenaga
Listrik (PJBL) ditandatangani oleh pengembang yang ditunjuk (Tahap 7), atau setelah pengembang
yang ditunjuk telah menyatakan persetujuannya.

4) Ketentuan Jaminan Penawaran harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:


(i) Diterbitkan oleh Bank Umum (tidak termasuk Bank Perkreditan Rakyat) atau Bank Asing yang
beroperasi di Indonesia atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia kecuali diatur dalam Peraturan
Direksi PLN yang mengatur tentang Jaminan Penawaran.

(ii) Format Jaminan Penawaran sesuai dengan format yang ditetapkan oleh PT PLN (Persero).

(iii) Pembayaran atas klaim atau tuntutan pencairan adalah mutlak dan tanpa syarat (unconditional)
meskipun ada tuntutan permintaan atau keberatan dari terjamin atau pihak manapun.

(iv) Masa berlaku Jaminan Penawaran tidak kurang dari jangka waktu yang ditetapkan dalam Dokumen
Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS).

(v) Besarnya nilai Jaminan Penawaran dicantumkan dalam angka dan huruf.

(vi) Tercantum nama Pengguna yang menerima Jaminan Penawaran.

(vii) Dalam hal masa berlaku Jaminan Penawaran diperkirakan berakhir sebelum Pengumuman Pemenang,
maka paling lambat 7 hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku Jaminan Penawaran tersebut,
Pejabat Pelaksana Pengadaan PT PLN (Persero) dapat meminta badan usaha untuk memperpanjang
Jaminan Penawaran. Dalam hal badan usaha tidak bersedia memperpanjang Jaminan Penawaran, maka
badan usaha dianggap mengundurkan diri dan Jaminan Penawaran dikembalikan.

(viii) Dalam hal badan usaha yang telah diumumkan sebagai calon pemenang tidak bersedia memperpanjang
Jaminan Penawaran sampai dengan penandatanganan PJBL, maka badan usaha tersebut dianggap
mengundurkan diri dan Jaminan Penawaran dicairkan serta menjadi milik PT PLN (Persero).

(ix) Dalam hal badan usaha mengundurkan diri pada masa penawarannya masih berlaku atau sampai
dengan PJBL ditandatangani, maka Jaminan Penawaran dicairkan dan menjadi milik PT PLN (Persero).

5) Persyaratan klaim Jaminan Penawaran, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.

Sumber: Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 93


Matriks Prosedur Tahap 1b

Gambar 17: Matriks prosedur Tahap 1b (Kegiatan Penunjukan Langsung—Pengusahaan PLTSa)

Pemerintah Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero)
Daerah Waktu

[1b-1]
[3] Penetapan
Pembentukan PBK badan usaha
pengembang PLTSa
Usulan
pembelian
tenaga listrik
[1b-1]
dari PLTSa
[2a] Surat Usulan
Penyusunan dok. Pembelian
Studi Kelayakan Tenaga Listrik
dan Studi ke Menteri ESDM [1b-1]
Penyambungan dan PT PLN (Persero) Inisiasi proses pengadaan

[1b-1]
Evaluasi Studi Kelayakan
dan Studi Penyambungan
Evaluasi
Studi Kelayakan
dan Studi
Penyambungan Apakah
Tidak Studi Kelayakan dan
Studi Penyambungan
layak?
Ya

[1b-1] [1b-1]
Pemasukan
Pemasukan Undangan pengambilan
Dokumen
dokumen dokumen Uji Tuntas dan
Penawaran
penawaran draf PJBL

[1b-2]
Evaluasi dokumen
penawaran
Evaluasi
Dokumen
Penawaran dan [1b-2] [1b-2]
negosiasi harga Negosiasi harga Negosiasi harga

[1b-2]
Evaluasi hasil Penunjukan
Langsung

Apakah hasil Tidak [1b-1]


Penunjukan Langsung Penunjukan
dapat disahkan? langsung
ulang
Ya
Penetapan
pemenang [1b-3]
Penunjukan Penetapan pemenang
Langsung [1b-3] Penunjukan Langsung
Penandatanganan
Surat Penunjukan [1b-3]
Pemenang Penerbitan Surat
(Letter of Intent, Penunjukan Pemenang
LoI) (Letter of Intent, LoI)

Sumber: Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020.

94 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Subtahap 1b-1: Pemasukan Penawaran Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya,
Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado),
Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 pemerintah daerah akan menyampaikan usulan
Tahun 2020 (perubahan kedua dari Peraturan kepada Menteri ESDM untuk memberikan
Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017) tentang penugasan pembelian tenaga listrik oleh PT PLN
Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk (Persero) dengan melampirkan dokumen yang
Penyediaan Tenaga Listrik, PT PLN (Persero) memuat paling sedikit: (i) profil Pengelola Sampah
diwajibkan untuk membeli tenaga listrik dari dan Pengembang PLTSa; (ii) lokasi dan kapasitas
PLTSa dalam rangka membantu pemerintah pusat PLTSa; (iii) rencana Commercial Operation Date
dan/atau pemerintah daerah untuk mengatasi (COD); dan (iv) surat penugasan Badan Usaha
atau menangani persoalan sampah kota. Milik Daerah atau penetapan pemenang kompetisi
Pembelian tenaga listrik dari PLTSa tersebut Pengelola Sampah dan Pengembang PLTSa.
dilaksanakan berdasarkan penugasan dari Menteri Berdasarkan usulan tersebut, Menteri ESDM akan
ESDM kepada PT PLN (Persero). Penugasan ini menerbitkan Surat Penugasan Pembelian Tenaga
berlaku sebagai: (i) Penunjukan Langsung untuk Listrik dari Pengembang PLTSa oleh PT PLN
pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dan (Persero). Atas dasar Surat Penugasan dari
(ii) persetujuan harga pembelian listrik. Menteri ESDM, PT PLN (Persero) kemudian akan
menginisiasi proses pengadaan untuk pembelian
Dalam rangka upaya pengelolaan sampah di tenaga listrik dari PLTSa melalui mekanisme
daerah, pemerintah daerah akan menetapkan Penunjukan Langsung.
pengembang PLTSa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Badan usaha Dokumen Studi Perencanaan yang telah
yang telah ditetapkan sebagai pengembang dilampirkan dalam surat usulan akan dievaluasi
PLTSa harus membentuk Perusahaan Bertujuan oleh PT PLN (Persero), khususnya Pejabat
Khusus (PBK) (Tahap 3) dan menyusun dokumen Perencana Pengadaan dan Tim Evaluasi. Apabila
Studi Perencanaan PLTSa (Tahap 2a), mencakup pengembang PLTSa telah dinyatakan lolos
Studi Kelayakan dan Studi Penyambungan. evaluasi, PT PLN (Persero) akan mengundang
pengembang untuk mengambil dokumen uji
Pemerintah daerah akan menyampaikan Surat tuntas (due diligence) dan draf Perjanjian Jual Beli
Usulan Pembelian Tenaga Listrik kepada Menteri Tenaga Listrik (PJBL) serta mengikuti rapat
ESDM dan PT PLN (Persero) dengan melampirkan penjelasan (aanwijzing). Langkah berikutnya,
dokumen Studi Perencanaan yang telah disusun pengembang diharuskan menyiapkan
oleh pengembang. Atas dasar surat usulan kelengkapan dokumen due diligence dan
tersebut, PT PLN (Persero) akan menginisiasi memasukkan dokumen penawaran. Dalam hal ini,
proses pengadaan untuk pembelian tenaga listrik dokumen penawaran yang dimaksud adalah Surat
dari PLTSa melalui melalui mekanisme Penunjukan Penawaran Satu Tahap Dua Sampul, yang terdiri
Langsung. dari: (i) Sampul 1, berisi syarat administrasi, teknis,
bisnis dan keuangan, serta Jaminan Penawaran;
Sebagai catatan, khusus untuk proyek Percepatan
(ii) Sampul 2, berisi harga penawaran. Secara
Pembangunan PLTSa di 12 Provinsi/Kota (yaitu:
spesifik, ketentuan mengenai Jaminan Penawaran,
DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan,
ditabulasikan pada Tabel 15.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 95


Tabel 15: Jaminan Penawaran untuk Pelelangan melalui mekanisme Penunjukan Langsung

Ketentuan Jaminan Penawaran

1) Nilai Jaminan Penawaran minimal sebesar 1% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
negosiasi (Subtahap 1b-2) dimulai sampai dengan penandatanganan PJBL (Tahap 7), dengan
syarat dan ketentuan yang disepakati bersama untuk mencapai penandatanganan PJBL

2) Masa berlaku Jaminan Penawaran sekurang-kurangnya 30 hari kalender setelah masa berlaku
penawaran.

3) Untuk pengembang yang ditunjuk, Jaminan Penawaran akan dikembalikan setelah Jaminan
Pelaksanaan diserahkan dan PJBL telah ditandatangani, kecuali: untuk badan usaha (calon
pengembang) dinyatakan gugur/tidak lulus pada tahapan proses pengadaan maka Jaminan
Penawaran dikembalikan setelah hasil pelelangan pada tahapan dimaksud diumumkan.

4) Ketentuan Jaminan Penawaran harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:


(i) Diterbitkan oleh Bank Umum (tidak termasuk Bank Perkreditan Rakyat) atau Bank Asing yang
beroperasi di Indonesia atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia kecuali diatur dalam
Peraturan Direksi PLN yang mengatur tentang Jaminan Penawaran.
(ii) Format Jaminan Penawaran sesuai dengan format yang ditetapkan oleh PT PLN (Persero).
(iii) Pembayaran atas klaim atau tuntutan pencairan adalah mutlak dan tanpa syarat
(unconditional) meskipun ada tuntutan permintaan atau keberatan dari terjamin atau pihak
manapun.
(iv) Masa berlaku Jaminan Penawaran tidak kurang dari jangka waktu yang ditetapkan dalam
Dokumen Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS).
(v) Besarnya nilai Jaminan Penawaran dicantumkan dalam angka dan huruf.
(vi) Tercantum nama Pengguna yang menerima Jaminan Penawaran.
(vii) Dalam hal masa berlaku Jaminan Penawaran diperkirakan berakhir sebelum Pengumuman
Pemenang, maka paling lambat 7 hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku Jaminan
Penawaran tersebut, Pejabat Pelaksana Pengadaan PT PLN (Persero) dapat meminta badan
usaha untuk memperpanjang Jaminan Penawaran. Dalam hal badan usaha tidak bersedia
memperpanjang Jaminan Penawaran, maka badan usaha dianggap mengundurkan diri dan
Jaminan Penawaran dikembalikan.
(viii) Dalam hal badan usaha yang telah diumumkan sebagai Calon Pemenang tidak bersedia
memperpanjang Jaminan Penawaran sampai dengan penandatanganan PJBL, maka badan
usaha tersebut dianggap mengundurkan diri dan Jaminan Penawaran dicairkan serta menjadi
milik PT PLN (Persero).
(ix) Dalam hal badan usaha mengundurkan diri pada masa penawarannya masih berlaku atau
sampai dengan PJBL ditandatangani, maka Jaminan Penawaran dicairkan dan menjadi milik
PT PLN (Persero).

5) Persyaratan klaim Jaminan Penawaran, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.

Sumber: Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020

96 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Subtahap 1b-2: Evaluasi Dokumen Subtahap 1b-3: Penetapan Pemenang
Penawaran dan Negosiasi Harga Penunjukan Langsung

Dokumen penawaran yang diajukan akan PT PLN (Persero) akan mengevaluasi hasil
dievaluasi untuk selanjutnya ditindaklanjuti Penunjukan Langsung pengembang PLTSa—
dengan undangan ke pengembang PLTSa untuk melalui rapat internal untuk memutuskan apakah
negosiasi harga—berdasarkan hasil evaluasi. Hasil proses Penunjukan Langsung sudah berhasil atau
dari negosiasi harga antara PT PLN (Persero) gagal. Apabila dinyatakan gagal, PT PLN (Persero)
dengan pengembang PLTSa akan dituangkan akan melaksanakan proses Penunjukan Langsung
dalam berita acara yang disepakati. ulang sesuai keputusan internal PT PLN (Persero).
Apabila dinyatakan berhasil, maka PT PLN
(Persero) akan menetapkan pemenang
Penunjukan Langsung—yang diikuti dengan
penerbitan dan penandatangan Surat Penunjukan
Pemenang (Letter of Intent, LoI).

Tahap 2a dan 2b: Studi Perencanaan

Gambaran Umum Tahap 2a dan 2b Secara berurutan, Studi Perencanaan dan Studi
Perencanaan Rinci dapat diuraikan sebagai
Untuk memperoleh informasi secara terperinci berikut:
terhadap aspek kelayakan teknis, ekonomi, dan
lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau 1. Tahap 2a (Studi Perencanaan). Studi ini
kegiatan pengembangan PLTBio, badan usaha mencakup Studi Kelayakan (Subtahap 2a-1)
harus melakukan Studi Kelayakan (Feasibility dan Studi Penyambungan (Subtahap 2a-2)
Study, FS). Selain Studi Kelayakan, badan usaha yang merupakan persyaratan dalam tahap
juga harus melakukan Studi Penyambungan (Grid pelelangan (Tahap 1).
Study, GS) untuk mengidentifikasi kelayakan
2. Tahap 2b (Studi Perencanaan Rinci). Apabila
penyambungan pembangkit, dampak sistem
dari hasil Studi Kelayakan disimpulkan bahwa
transmisi/distribusi, serta fasilitas penyambungan
proyek layak dari aspek teknis maupun
yang dibutuhkan.
ekonomi, maka badan usaha dapat
Apabila dari hasil Studi Kelayakan disimpulkan melakukan perencanaan secara rinci, seperti
bahwa proyek layak dari aspek teknis maupun studi Front-End Engineering Design (FEED).
ekonomi, badan usaha dapat membuat Studi
Rangkaian regulasi yang mengatur Studi
Perencanaan Rinci.
Perencanaan ditabulasikan pada Tabel 16. Adapun
beberapa tantangan yang umum dihadapi calon
pengembang dalam tahap ini ditabulasikan dalam
Tabel 17.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 97


Tabel 16: Regulasi yang mengatur Studi Perencanaan

Peraturan Tentang

Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017


jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 Tahun Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan
2018 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tenaga Listrik
Tahun 2020

Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code)

Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan
Tahun 2020 Terbarukan.

Tabel 17: Deskripsi tantangan pada Studi Perencanaan

Tantangan Deskripsi Rekomendasi

Di beberapa daerah, kantor PLN daerah tidak familiar dengan


teknologi ET. Kajian interkoneksi yang dilakukan mungkin
didasarkan pada asumsi yang terlalu optimis. Setelah
pembangkit listrik selesai dibangun, ditemukan bahwa kajian
interkoneksinya tidak akurat. Jaringan listrik tidak dapat
Data dan informasi yang menyerap listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik yang
tidak akurat untuk kajian beroperasi pada kapasitas penuh dan keluaran dari
interkoneksi pembangkit listrik harus dibatasi.
Hal ini akan berdampak signifikan pada pendapatan yang
diperoleh oleh pengembang proyek. Kasus di mana
pembatasan keluarannya cukup besar dapat menyebabkan
situasi di mana proyek ini tidak lagi dianggap menguntungkan.

Sedikitnya konsultan yang


Hanya sedikit konsultan lokal atau nasional yang
memiliki pengalaman dalam
berpengalaman melakukan kajian koneksi jaringan listrik sesuai
melakukan kajian
dengan kebutuhan PT PLN (Persero).
interkoneksi jaringan listrik

diserahkan sebagai lampiran dokumen penawaran


Subtahap 2a-1: Studi Kelayakan
ke PT PLN (Persero) (Subtahap 1a-1) atau lampiran
surat usulan dari pemerintah daerah kepada
Studi Kelayakan (Feasibility Study, FS) dalam
Menteri ESDM dan PT PLN (Persero)
pedoman ini didefinisikan sebagai kegiatan studi
(Subtahap 1b-1). Rekomendasi mengenai daftar
untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis,
konten/informasi yang harus tercakup dalam Studi
dan lingkungan dari suatu proyek PLTBio. Studi ini
Kelayakan ditabulasikan dalam Tabel 18.
menjadi salah satu dokumen yang wajib

98 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tabel 18: Rekomendasi konten Studi Kelayakan

Konten Studi Kelayakan Keterangan

• Latar belakang
Pendahuluan • Tujuan dan Ruang Lingkup
• Profil pengusul proyek (badan usaha calon pengembang)

• Deskripsi lokasi
• Peta lokasi
• Deskripsi aksesibilitas lokasi, kondisi logistik, dan infrastruktur mobilisasi
peralatan
Evaluasi lokasi proyek • Ketersediaan lahan dan deskripsi status lahan proyek
• Penilaian calon lokasi (kondisi lahan, kondisi geologi dan risiko gempa, kondisi
iklim dan risiko banjir, kondisi sosial)
• Aspek pemilihan material dan desain konstruksi
• Penilaian aspek lingkungan awal

• Komposisi pembangkitan dan load profile


Kondisi kelistrikan
• Kondisi demand dan proyeksi ke depan
jaringan setempat
• Pembahasan dampak proyek terhadap kondisi kelistrikan setempat

• Penetapan usulan kapasitas terpasang


• Kelayakan penyambungan
Deskripsi rencana • Dampak sistem distribusi
interkoneksi ke jaringan
PLN • Fasilitas penyambungan
• Konfigurasi sistem interkoneksi
• Strategi dan prosedur operasional dan penyaluran (dispatching)

• Uji laboratorium biomassa


• Permintaan biomassa
• Sumber biomassa
Rencana Pasokan Bahan
Baku • Perjanjian pasokan bahan bakar (fuel supply agreement, FSA) yang sudah
disepakati dengan pemasok biomassa
• Transportasi biomassa
• Penyimpanan biomassa dan proses pra-pengolahan biomassa (jika ada)

• Penentuan kapasitas dan konfigurasi sistem


• Desain dasar dan pemilihan peralatan utama
• Tata letak tempat dan rancangan blok
• Diagram satu garis (AC dan DC)
Desain rekayasa teknis
• Desain sistem kontrol, proteksi dan monitorinng
• Spesifikasi sistem dan peralatan
• Penjelasan sertifikasi uji komponen utama (dan TKDN)
• Penjelasan performance warranty

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 99


Konten Studi Kelayakan Keterangan

• Jadwal dan tahapan pembangunan


Rencana implementasi • Penjelasan struktur pekerjaan
dan konstruksi • Perencanaan dan penjelasan tahapan konstruksi
• Proses commissioning dan COD

• Sistem kontrol dan monitoring


• Rencana prosesdur dan strategi penyaluran ke jaringan PLN
Rencana operasi dan • Peliharaan terjadwal dan tidak terjadwal
pemeliharaan • Penjelasan akses layanan perbaikan dan ketersediaan suku cadang
• Penjelasan warranty service
• Rencana de- commissioning

• Capital expenditures
• Operation expenditures
Aspek biaya investasi
• Asumsi-asumsi dan tarif dalam analisis finansial
dan analisis finansial
• Hasil analisis finansial
• Hasil analisis sensitivitas

• Risiko dari perspektif PLN


Penilaian risiko-risiko • Risiko dari perspektif calon pengembang
• Analisis dan mitigasi risiko

Sumber: GIZ. RE Guidelines on Biomass & Biogas Project in Indonesia. 2015.

Subtahap 2a-2: Studi Penyambungan • Identifikasi awal dari thermal overload,


permasalahan aliran daya balik (reserve
Studi Penyambungan (Grid Study) merupakan power), dan pelanggaran batas tegangan
studi untuk mengkaji kelayakan penyambungan, (voltage limit violation) yang timbul dari
dampak sistem distribusi akibat penyambungan, usulan penyambungan.
dan kebutuhan fasilitas penyambungan. Merujuk
• Identifikasi awal dari setiap kelebihan batas
pada Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor
kapasitas hubung singkat (short circuit
0357 Tahun 2014 tentang Pedoman
capacity limit violation) yang timbul dari
Penyambungan Pembangkit Listrik Energi
usulan penyambungan.
Terbarukan ke Sistem Distribusi PLN, studi
penyambungan dilakukan berdasarkan informasi • Review awal dari persyaratan sistem proteksi
teknik untuk mengidentifikasi dampak pada sistem dan sistem pembumian.
distribusi PT PLN (Persero). Studi ini harus • Penjelasan dan perkiraan biaya awal dari
berdasarkan titik sambung yang diusulkan oleh fasilitas yang diperlukan untuk
calon pengembang dan minimal harus meliputi: menghubungkan PLTBio, serta untuk
memitigasi dampak merugikan sistem yang
teridentifikasi.

100 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Badan usaha yang merencanakan untuk Kegiatan studi pada subtahap ini harus dilakukan
membangun dan menghubungkan PLTBio ke untuk merencanakan titik sambung tenaga listrik
sistem distribusi PT PLN (Persero) serta menjual dari PLTBio ke sistem PT PLN (Persero). Badan
listrik ke PT PLN (Persero), harus melaksanakan usaha dapat melibatkan pihak ketiga (Konsultan)
kegiatan Pra-Aplikasi berikut: untuk melaksanakan Studi Penyambungan.

• Melaksanakan pertemuan awal dengan PT Setelah pelaksanaan Studi Penyambungan, badan


PLN (Persero) Wilayah atau Distribusi, untuk usaha harus mengajukan permintaan evaluasi
memperoleh informasi pada titik-titik sambung ke PT PLN (Persero) hingga diperoleh
penyambungan terdekat, penyulang distribusi persetujuan usulan evaluasi sambung—untuk
dan gardu induk terkait beban puncak saat ini melakukan penyambungan jaringan listrik
dan perkiraan di masa depan, kapasitas yang (Subtahap 10-1). Uraian lebih detail tentang
tersedia untuk penyambungan PLTBio, serta permintaan evaluasi sambung disajikan pada Box
kendala yang berkaitan dengan titik alternatif 18.
penyambungan.
Tahap 2b: Studi Perencanaan Rinci
• Menyiapkan Studi Penyambungan PLTBio
untuk menyalurkan dan menjual tenaga listrik
Setelah badan usaha ditetapkan sebagai
ke PT PLN (Persero).
pemenang lelang oleh PT PLN (Persero)
• Menyiapkan studi lingkungan PLTBio. (Subtahap 1a-3 dan 1b-3), calon pengembang
PLTBio dapat melaksanakan Studi Perencanaan
Badan usaha harus mengajukan aplikasi Rinci—jika hasil Studi Perencanaan dinyatakan
penyambungan PLTBio ke PT PLN (Persero) layak secara teknis dan ekonomi. Studi
Wilayah atau Distribusi yang termasuk, namun Perencanaan Rinci ini dapat menghasilkan
tidak dibatasi pada: (i) laporan Studi Kelayakan dokumen perencanaan proyek yang diperlukan
PLTBio; (ii) formulir aplikasi penyambungan yang oleh pihak penyedia dana (bank atau lembaga
sudah dilengkapi dan ditandatangani; (iii) izin dari pembiayaan) sebagai persyaratan dalam
pemerintah untuk pembangunan PLTBio dan izin- pemberian pinjaman (Tahap 6).
izin lainnya; dan (iv) dokumen-dokumen lain
sebagaimana ditetapkan oleh PT PLN (Persero).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 101


Box 18: Permintaan Evaluasi Sambung (Connection Evaluation Request)

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga
Listrik (Grid Code), calon pengembang harus mengajukan permintaan sambung kepada perencana
sistem PT PLN (Persero). Dokumen permintaan evaluasi sambung paling sedikit harus berisi hal berikut:
• Usulan titik sambung dan level tegangan;
• Usulan teknologi pembangkit;
• Usulan profil pembangkitan, termasuk rincian khusus energi maksimum dan minimum yang
dipasok pada titik sambung serta siklus pembangkitan untuk 24 jam, satu (1) bulan, dan satu (1)
tahun. Untuk unit pembangkit yang tergantung pada variasi musim, profil pembangkitan pada
setiap musim harus ditunjukkan. Profil pembangkitan harus jelas memuat periode pemeliharaan
dan penurunan pembangkitan yang diakibatkannya;
• Deskripsi dan jumlah unit pembangkit yang diusulkan, kemampuan kontrol unit pembangkit, nilai
energi yang dihasilkan pada kondisi operasi minimum dan maksimum yang optimal, dan ramp rate;
• Batas pembebanan minimum dan maksimum setiap unit pembangkit dan waktu yang diperlukan
dari asut gelap (black start) atau asut dingin (cold start) hingga mencapai pembebanan minimum;
• Estimasi penyesuaian yang diperlukan pada infrastruktur jaringan dan komponen pada titik
sambung;
• Estimasi jadwal pembangunan dan Commercial Operation Date (COD); dan
• Pernyataan bahwa calon pengembang pembangkit listrik memahami dan mematuhi semua syarat
pada Aturan Jaringan.
Kemudian, perencana sistem PT PLN (Persero) memberikan jawaban kepada calon pengembang
pembangkit listrik paling lambat 90 hari sejak menerima usulan permintaan evaluasi sambung. Jika
usulan disetujui, calon pengembang dapat melanjutkan hal lain yang berhubungan dengan proyek. Jika
usulan belum disetujui, hasil review harus menunjukkan bagian yang memerlukan penyesuaian oleh
calon pengembang agar dapat memenuhi semua syarat Aturan Jaringan. Calon pengembang harus
berkoordinasi dengan perencana sistem PT PLN (Persero), pengelola transmisi PT PLN (Persero), dan
pengelola operasi sistem PT PLN (Persero) untuk memenuhi penyesuaian yang dimaksud hingga
mendapat persetujuan.

102 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tahap 3: Legalitas Badan Usaha

Gambaran Umum Tahap 3 2. Subtahap 3-2 (Registrasi Legalitas). Setelah


melakukan registrasi User di OSS, badan usaha
Badan usaha pemenang lelang melalui mekanisme baru harus melengkapi data-data legalitas,
Pemilihan Langsung (Subtahap 1a-3) harus seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
mendirikan badan usaha baru yang ditujukan nilai modal, dan lainnya.
untuk pengembangan PLTBio. Badan usaha baru
ini umumnya dikenal sebagai Perusahaan 3. Subtahap 3-3 (Penerbitan NIB). Badan usaha
Bertujuan Khusus (PBK) atau Special Purpose baru setelah melengkapi semua data legalitas
Company (SPC) atau Special Purpose Vehicle melalui OSS, harus mengajukan pemohonan
(SPV)—selanjutnya dalam pedoman ini disebut NIB dengan terlebih dahulu mengisi daftar
dengan PBK. Pendirian PBK dilakukan untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
membatasi risiko dan tanggung jawab perusahaan (KBLI). Selanjutnya, NIB akan diterbitkan
investor. melalui sistem OSS, dan badan usaha dapat
memulai untuk mengajukan perizinan
Sementara itu, pembentukan PBK untuk berusaha.
pengembangan PLTSa dilakukan setelah badan
usaha ditetapkan sebagai pengembang PLTSa Keseluruhan kegiatan pada Tahap 3 utamanya
oleh pemerintah daerah. merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Prosedur pembentukan badan usaha baru berupa Berusaha Berbasis Risiko. Secara lebih lengkap,
PBK (legalitas badan usaha) (Tahap 3), sekumpulan regulasi yang mengatur kegiatan
dikelompokkan menjadi tiga subtahap, dengan Legalitas Badan Usaha ditabulasi pada Tabel 19.
uraian singkat masing-masing subtahap sebagai
berikut: Matriks prosedur Tahap 3, sebagaimana
ditampilkan pada Gambar 18, menyajikan
1. Subtahap 3-1 (Registrasi User). Badan usaha keseluruhan subtahap dan rangkaian kegiatan di
baru harus mendaftar melalui Notaris untuk dalamnya termasuk key actor di setiap kegiatan
memperoleh Akta Pendirian, dan kemudian dan kerangka waktu. Dapat dilihat pada matriks
didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak tersebut bahwa Kementerian Investasi (BKPM)—
Asasi Manusia (HAM). Setelah memperoleh melalui sistem OSS—merupakan key actor pada
Akta Pendirian dan Surat Keputusan Menteri tahap ini. Adapun penjelasan masing-masing
Hukum dan HAM, badan usaha baru harus subtahap termasuk rangkaian kegiatan yang
melakukan registrasi ke sistem Online Single digambarkan dalam matriks, diuraikan secara rinci
Submission (OSS). pada bagian setelah matriks tersebut.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 103


Tabel 19: Regulasi yang mengatur Legalitas Badan Usaha

Peraturan Tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik


Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018
Bidang Ketenagalistrikan

Matriks Prosedur Tahap 3

Gambar 18: Matriks prosedur Tahap 3 (Legalitas Badan Usaha)

Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Investasi
Waktu

[3-1]
Pengurusan pengesahan
Akta Pendirian/
Akta Perubahan
Pendaftaran akun
sistem OSS
[3-1] [3-1]
Pendaftaran akun Pengiriman email
sistem OSS registrasi & verifikasi akun

[3-1]
[3-1]
Pengiriman email perihal
Pengaktivasian akun
Aktivasi akun konfirmasi registrasi akun
sistem OSS
[3-1]
Log in aplikasi OSS

[3-2] [3-2]
Pelengkapan data legalitas Validasi data

Kelengkapan data
legalitas Apakah
[3-2] Tidak dokumen yang
Perbaikan data & diberikan memenuhi
pengajuan kembali persyaratan?

Ya

Permohonan & [3-3] [3-3]


penerbitan NIB Pengajuan permohonan NIB Penerbitan NIB

Sumber: www.oss.go.id

104 PROSES BISNIS/ INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Subtahap 3-1: Registrasi User sudah benar—sesuai dengan persyaratan—badan
usaha baru dapat melanjutkan proses permohonan
Badan usaha baru terlebih dahulu harus mendaftar NIB.
melalui Notaris untuk memperoleh Akta Pendirian,
dan kemudian didaftarkan ke Kementerian Hukum Subtahap 3-3: Penerbitan NIB
dan HAM untuk disahkan, melalui sistem
Administrasi Hukum Umum (AHU) online. Setelah Badan usaha baru, setelah melengkapi semua data
itu, badan usaha baru akan memperoleh Akta legalitas melalui OSS, harus mengajukan
Pendirian dan Surat Keputusan Menteri Hukum permohonan NIB, yang terdiri dari lima (5)
dan HAM. langkah, yaitu: (i) periksa data legalitas; (ii) input
data kegiatan usaha sesuai dengan KBLI; (iii) input
Badan usaha baru kemudian harus melakukan kelengkapan data; (iv) periksa draf NIB; dan (v)
registrasi User ke sistem OSS (www.oss.go.id), cetak NIB.
dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan
(NIK) Penanggung Jawab Badan Usaha atau Pada bagian “periksa data legalitas”, akan
Direktur Utama, serta mengisi beragam informasi ditampilkan rangkuman data yang berasal dari
lainnya pada sistem registrasi yang disediakan. sistem AHU–online atau perekaman. Kemudian
Sistem OSS kemudian mengirimkan email kepada badan usaha harus memasukkan data kegiatan
badan usaha baru untuk melakukan registrasi dan usaha (sesuai dengan KBLI) dan data persyaratan
verifikasi akun OSS. Setelah badan usaha baru lainnya. Pada bagian ini, badan usaha dapat
melakukan aktivasi akun, sistem OSS akan merevisi beberapa data yang sudah diinput
mengirimkan email mengenai konfirmasi registrasi sebelumnya. Setelah pengisian data-data tersebut
akun sistem OSS yang berisikan Username dan selesai, badan usaha dapat melihat rangkuman
Password beserta NIK Penanggung Jawab. data (sebagai draf NIB). NIB akan diterbitkan oleh
Username dan Password tersebut akan digunakan sistem OSS ketika badan usaha telah memberikan
untuk masuk ke sistem OSS. tanda checklist pada keterangan disclaimer. Selain
itu, OSS juga akan mengirimkan e-mail
Subtahap 3-2: Registrasi Legalitas pemberitahuan mengenai penerbitan NIB kepada
badan usaha.
Setelah melakukan registrasi User di OSS, badan
usaha baru harus melengkapi data-data legalitas, Sebagai catatan, NIB ini juga berlaku sebagai:
seperti data perusahaan, Nomor Pokok Wajib (i) Tanda Daftar Perusahaan (TDP); (ii) Angka
Pajak (NPWP), data modal, data pengurus Pengenal Impor (API); dan (iii) hak akses
(Direktur dan Komisaris), data pemegang saham, kepabeanan. Setelah mendapatkan NIB, badan
serta maksud dan tujuan usaha, dan lainnya. usaha dapat memulai untuk mengajukan perizinan
Sistem OSS akan memvalidasi data yang telah berusaha (Tahap 5) dan fasilitas fiskal (Tahap 4)—
dilengkapi dan memberikan notifikasi apabila ada melalui sistem OSS—sesuai dengan persyaratan
data yang perlu diperbaiki. Apabila data yang diisi pengembangan PLTBio di Indonesia.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 105


Tahap 4a: Pengajuan Fasilitas (Fase Pengembangan)

Gambaran Umum Tahap 4a Sistem OSS (www.oss.go.id) terlebih dahulu akan


menyampaikan pemberitahuan kepada calon
Dalam rangka meningkatkan investasi untuk pengembang (Wajib Pajak/WP Badan), bahwa
mendorong pertumbuhan ekonomi, serta penanaman modal baru yang telah dilakukan
pemerataan dan percepatan pembangunan di memenuhi kriteria fasilitas atau tidak. Setelah
bidang pembangkitan listrik, pemerintah memperoleh pemberitahuan tersebut dan calon
memberikan fasilitas berupa Tax Allowance dan pengembang dinyatakan memenuhi kriteria yang
Tax Holiday. Tax Allowance merupakan fasilitas ditentukan, maka calon pengembang dapat
pajak yang diberikan dalam bentuk pengurangan melanjutkan permohonan dengan menyampaikan
Pajak Penghasilan (PPh) kepada Pengusaha Kena dokumen meliputi: (i) salinan digital rincian aktiva
Pajak (PKP), dihitung berdasarkan jumlah investasi tetap dalam rencana nilai penanaman modal; dan
yang ditanamkan. Sedangkan Tax Holiday (ii) salinan digital atau dokumen elektronik Surat
merupakan pembebasan atau pengurangan tarif Keterangan Fiskal (SKF) para pemegang saham.
PPh Badan bagi badan usaha yang menanamkan Secara lebih lengkap, seluruh dokumen
modal baru ke dalam negeri selama jangka waktu persyaratan baik untuk Tax Allowance maupun
tertentu. Tax Holiday ditabulasikan pada Tabel 20.

Dalam hal pengembangan PLT Aneka ET di Permohonan yang telah diterima secara lengkap,
Indonesia, calon pengembang harus memilih salah akan disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri
satu fasilitas fiskal di atas—Tax Allowance atau Tax Keuangan—sebagai usulan pemberian fasilitas Tax
Holiday—sesuai dengan kriteria yang Allowance atau Tax Holiday—selanjutnya sistem
dipersyaratkan pada masing-masing fasilitas, OSS akan memberikan notifikasi kepada calon
sebagaimana disajikan pada Box 19. Setelah pengembang bahwa permohonan sedang dalam
melakukan penanaman modal di Indonesia, calon proses. Setelah usulan pemberian fasilitas Tax
pengembang dapat mengajukan fasilitas/insentif Allowance atau Tax Holiday disetujui oleh Menteri
tersebut. Keuangan, persetujuan pemberian fasilitas
diberikan oleh Kepala BKPM (saat ini: Menteri
Permohonan pengajuan fasilitas Tax Allowance Investasi) untuk dan atas nama Menteri Keuangan,
atau Tax Holiday harus dilakukan oleh calon dengan penerbitan persetujuan paling lama lima
pengembang sebelum Saat Mulai Berproduksi (5) hari kerja melalui sistem OSS.
Komersial (Commercial Operation Date, COD).
Sebagai catatan, pengajuan fasilitas tersebut Pada saat PLTBio mulai berproduksi komersial
dapat diajukan secara bersamaan dengan (yaitu saat pertama kali tenaga listrik dari proyek
pendaftaran untuk mendapatkan NIB (Tahap 3) PLTBio dijual), calon pengembang harus
atau paling lambat satu (1) tahun setelah mengajukan permohonan pemanfaatan Tax
penerbitan izin usaha untuk penanaman modal. Allowance atau Tax Holiday pada Fase Operasi
(Tahap 4c).

106 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 19: Kriteria dan Fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday

Tax Allowance
Tax Allowance akan diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri yang melakukan penanaman
modal (baik penanaman modal baru maupun perluasan usaha yang telah ada) di bidang usaha tertentu
dan/atau di daerah-daerah tertentu, yaitu pengusahaan pembangkitan tenaga listrik
(KBLI: 35101).
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, Wajib Pajak
badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Usaha Utama, baik Penanaman
Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, wajib memenuhi kriteria dalam rangka
pengajuan Tax Allowance sebagai berikut: memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor;
memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau memiliki kandungan lokal yang tinggi. Adapun
Bidang-Bidang Usaha Tertentu untuk bidang usaha Pembangkitan Tenaga Listrik mencakup pembangkit
listrik tenaga mikro dan pembangkit listrik tenaga mini dengan nilai investasi di bawah Rp100 miliar.
Bentuk fasilitas Tax Allowance yang diberikan terdiri dari:
• Pengurangan penghasilan netto sebesar 30% dari jumlah nilai penanaman modal berupa aktiva
tetap berwujud untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan selama 6 tahun (masing-masing
sebesar 5% per tahun).
• Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat aktiva tidak berwujud.
• Tarif PPh 10% atau lebih rendah berdasarkan tax treaty atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib
Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
• Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Tax Holiday
Tax Holiday diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru.
Fasilitas Tax Holiday dapat dimanfaatkan oleh pengembang energi terbarukan melalui sektor industri
pionir pembuatan komponen utama mesin pembangkit listrik.
Wajib Pajak Badan yang ingin mengajukan Tax Holiday harus memenuhi kriteria berikut: merupakan
industri pionir; mempunyai modal baru minimal Rp 100 Miliar; dan memenuhi ketentuan besaran
perbandingan antara utang dan modal.
Bentuk fasilitas Tax Holiday yang diberikan terdiri dari:
• Untuk penanaman modal paling sedikit Rp 500 Miliar: pengurangan tarif PPh Badan sebesar 100%,
yang berlaku selama 5 hingga 20 tahun, tergantung pada nilai modal baru yang ditanamkan.
Setelah jangka waktu tersebut berakhir, pengurangan tarif diberikan sebesar 50% yang berlaku 2
tahun.
• Untuk penanaman modal paling sedikit Rp 100 Miliar tetapi kurang dari Rp 500 Miliar: pengurangan
tarif PPh sebesar 50%, yang berlaku selama 5 tahun. Selanjutnya, diberikan pengurangan tarif PPh
sebesar 25% selama 2 tahun.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 107


Rangkaian regulasi yang mengatur pengajuan rangkaian kegiatan yang tercakup di dalamnya,
fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday disertai dengan key actor dan kerangka waktu di
ditabulasikan pada Tabel 21.
setiap kegiatan. Dapat dilihat pada matriks
Matriks prosedur Tahap 4a, sebagaimana tersebut bahwa Kementerian Investasi/BKPM
ditampilkan pada Gambar 19, menyajikan (melalui sistem OSS), dan Kementerian Keuangan
merupakan key actor pada tahap ini.

Tabel 20: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday

Fasilitas/Intensif Dokumen Persyaratan

1) Kelengkapan Data Perusahaan (NIB, NPWP, Data Izin Usaha, dan lainnya).
2) Dokumen Persyaratan:
• Salinan digital rencana aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal
Tax Allowance
• Salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang
saham
3) Preview permohonan

1) Kelengkapan Data Perusahaan (NIB, NPWP, Data Izin Usaha, dan lainnya).
2) Dokumen Persyaratan:
• Salinan digital rencana aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal
• Salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang
Tax Holiday
saham
• Surat penjelasan pemenuhan Debt to Equity Ration (DER)
• Proyek yang diajukan adalah Proyek Strategis Nasional (PSN)
3) Preview permohonan
Sumber: (i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020;
(ii) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2020.

Tabel 21: Regulasi yang mengatur Pengajuan Fasilitas Fiskal (Fase Pengembangan)

Peraturan Tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
2019 Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130


Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Tahun 2020

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang
Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
Keuangan Nomor 96 Tahun 2020 Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21 Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan
Tahun 2010 Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan

Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi Industri Pionir serta Tata
Modal Nomor 7 Tahun 2020 Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan

108 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Matriks Prosedur Tahap 4a

Gambar 19: Matriks prosedur Tahap 4a (Pengajuan Fasilitas – Fase Pengembangan: Permohonan Tax
Allowance atau Tax Holiday)

Badan Kerangka
Kegiatan Kementerian Keuangan Kementerian Investasi (OSS)
Usaha Waktu

Pemenuhan
kriteria untuk [4a] Pemberitahuan pemenuhan
pengajuan kriteria untuk memperoleh fasilitas
Tax Allowance (Tax Allowance atau Tax Holiday)
atau Tax
Holiday

[4a]
Pengajuan [4a] Verifikasi
Dokumen dokumen
Permohonan

Pengajuan Apakah Tidak [4a]


permohonan dokumen Penolakan
Tax Allowance lengkap? Permohonan
atau Tax
Holiday Ya

[4a] Penyampaian dokumen


permohonan & persyaratan kepada
Kemenkeu dan pemberitahuan
kepada Wajib Pajak

[4a] Verifikasi &


evaluasi dokumen
Evaluasi &
verifikasi
dokumen
Apakah
persyaratan Tidak [4a]
dokumen
memenuhi Penolakan
5 hari kerja
persyaratan? Permohonan

Ya
Perolehan Tax [4a] Penerbitan
Allowance [4a] Persetujuan
persetujuan pemberian fasilitas
atau Tax pemberian fasilitas
(Tax Allowance atau Tax Holiday)
Holiday

Sumber: (i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020;


(ii) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2020.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 109


Tahap 5a: Administrasi & Perizinan (Fase Pengembangan)

Gambaran Umum Tahap 5a pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata


Ruang (RTR). Secara khusus, apabila lokasi
Calon pengembang yang telah mendapatkan NIB kegiatan usaha berada di kawasan hutan,
(Subtahap 3-3) harus mulai mengajukan berbagai diperlukan Persetujuan Penggunaan Kawasan
kelengkapan administrasi dan perizinan sesuai Hutan.
dengan yang dipersyaratkan dalam
pengembangan PLTBio. 2. Subtahap 5a-2 merupakan Persetujuan
Lingkungan, berupa Surat Keputusan
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) atau
Tahun 2021 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha wajib Lingkungan Hidup (PKPLH). SKKLH
memenuhi Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha merupakan Persetujuan Lingkungan untuk
dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha merupakan (Amdal), sedangkan PKPLH untuk Upaya
perizinan yang wajib dimiliki oleh semua pelaku Pengelolaan Lingkungan Hidup-Upaya
usaha untuk semua kategori risiko usaha. Adapun Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko merupakan
perizinan spesifik yang diperuntukkan bagi Rangkaian regulasi yang mengatur seluruh
pengusahaan tertentu, misalnya dalam hal perizinan di atas ditabulasikan pada Tabel 22.
pengembangan PLTBio. Dalam pemenuhan administrasi dan perizinan
pada Fase Pengembangan ini, terdapat berbagai
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dalam tantangan yang telah diidentifikasi, yaitu terkait
pengembangan PLTBio mencakup: (i) Kesesuaian pemutakhiran sistem OSS menjadi sistem OSS
Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR); Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (OSS-PBBR)
(ii) Persetujuan Lingkungan; (iii) Persetujuan yang akan diterapkan mulai bulan Agustus 2021.
Bangunan Gedung (PBG); dan (iv) Sertifikat Laik Pada Tabel 23 disajikan tabulasi mengenai
Fungsi (SLF). Permohonan Kesesuaian Kegiatan tantangan spesifik yang dihadapi pada tahap ini,
Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan disertai dengan solusi dan rekomendasi untuk
Lingkungan (Tahap 5a) harus diajukan oleh calon meminimalkan tantangan tersebut.
pengembang pada Fase Pengembangan ini.
Adapun permohonan PBG (Subtahap 5b-1) dan Matriks prosedur Subtahap 5a-1, sebagaimana
SLF (Subtahap 5c-1) akan diajukan oleh calon ditampilkan pada Gambar 20, menyajikan
pengembang pada Fase Pembangunan. rangkaian kegiatan yang tercakup di dalamnya
termasuk key actor dan kerangka waktu di setiap
Secara spesifik pada Fase Pengembangan ini, kegiatan. Dapat dilihat pada matriks tersebut
prosedur administrasi dan perizinan pada Fase bahwa Kementerian Investasi/BKPM (melalui
Pengembangan (Tahap 5a) dikelompokkan sistem OSS) dan Kementerian Agraria dan Tata
menjadi dua subtahap, dengan uraian singkat Ruang/ATR (Badan Pertanahan Nasional/BPN)
masing-masing subtahap sebagai berikut: merupakan key actor pada subtahap ini.

1. Subtahap 5a-1, merupakan Kesesuaian Matriks prosedur Subtahap 5a-2, sebagaimana


Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), yaitu ditampilkan pada Gambar 21 dan Gambar 22,
kesesuaian antara rencana kegiatan menyajikan rangkaian kegiatan yang tercakup di

110 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


dalamnya termasuk key actor dan kerangka waktu Penjelasan masing-masing subtahap di atas,
di setiap kegiatan. Dapat dilihat pada matriks termasuk rangkaian kegiatan yang digambarkan
tersebut bahwa Kementerian Investasi/BKPM dalam matriks, diuraikan secara rinci pada bagian
(melalui sistem OSS) dan Kementerian LHK setelah matriks.
(melalui web Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kementerian LHK atau PTSP-KLHK) merupakan
key actor pada subtahap ini.

Tabel 22: Regulasi yang mengatur Administrasi dan Perizinan (Fase Pengembangan)

Peraturan Tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Penyelenggaraan Kehutanan

Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
Hidup

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 Penyelenggaraan Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Daftar Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal), Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Peraturan Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2021
Lingkungan Hidup (UKL-UPL), atau Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (SPPL)

Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Listrik

Tabel 23: Deskripsi tantangan pada kegiatan Administrasi dan Perizinan Fase Pengembangan

Tantangan Deskripsi Rekomendasi

Masa Transisi Sistem • Pengurusan permohonan hingga penerbitan beberapa


Perizinan perizinan berusaha maupun non berusaha dilakukan
secara non-elektronik sampai dengan sistem elektronik
siap.
• Kurangnya kepastian regulasi dan integrasi sistem di
lingkungan kementerian, lembaga, dan daerah untuk
seluruh sektor yang termasuk dalam OSS. Hal ini dapat
menyebabkan kurang jelasnya persyaratan yang
dibutuhkan.

Adanya perubahan regulasi yang ditujukan untuk


penyederhanaan perizinan, namun berdampak pada
perubahan nomenklatur, alur/proses administrasi dan
Dinamika Regulasi
perizinan, kewenangan perizinan, dan lain-lain—
menyebabkan pengembang harus memahami kembali
alur/proses administrasi dan perizinan.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 111


Matriks Prosedur Tahap 5a

Gambar 20: Matriks prosedur Tahap 5a-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan: Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang/KKPR)

Kementerian
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Investasi
ATR/BPN

Penginputan
rencana kerja dan [5a-1]
pendaftaran melalui [5a-1]
Penginputan rencana Khusus Proyek
OSS Pendaftaran
usaha Kebijakan Strategis
Nasional

[5a-1] [5a-1]
Evaluasi ketersediaan Evaluasi ketersediaan
RDTR RTR

Ya Tidak [5a-1]
Apakah RTR Pengecekan RTR dan
Evaluasi kesesuaian tersedia? Pertek
lokasi pemanfaatan
ruang dan penilaian Ya
dokumen usulan Apakah RDTR
kegiatan tersedia?
pemanfaatan ruang
Tidak
Tidak [5a-1] Apakah sesuai
Penilaian KKPR persyaratan?
Apakah lokasi
adalah
Tidak Ya
KEK/KI?

Ya

[5a-1] [5a-1] [5a-1]


Penerbitan KKPR Persetujuan KKPR Konfirmasi KKPR Rekomendasi KKPR

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021.

112 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Gambar 21: Matriks prosedur Tahap 5a-2 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Persetujuan Lingkungan melalui Amdal)

Kementerian Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian LHK
Investasi (OSS) Waktu

[4a-2] Penyusunan
Dokumen Amdal
Permohonan
Persetujuan [5a-2] Pengajuan [5a-2] Penerbitan
Lingkungan permohonan Persetujuan
Persetujuan Lingkungan
Lingkungan (belum efektif)

[5a-2] Pemenuhan [5a-2]


komitmen Verifikasi
persyaratan persyaratan teknis
Verifikasi
kelengkapan
dokumen Apakah
[5a-2] Perbaikan Tidak
dokumen & dokumen sudah
Pengajuan kembali sesuai persyaratan?

Ya

[5a-2] Uji Kelayakan


Uji Kelayakan
(oleh Tim Uji
Kelayakan)
[5a-2] Rekomendasi Hasil Uji Kelayakan

[5a-2] Surat Apakah


Keputusan Tidak rekomendasi
Ketidaklayakan Hasil Uji Kelayakan
Lingkungan dinyatakan
Penetapan Hidup layak?
Ya 10 hari
SKKL kerja
Ya
[5a-2] Penerbitan
[5a-2] Surat Keputusan
Persetujuan
Kelayakan Lingkungan Hidup
Lingkungan (efektif)

Sumber: (i) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021;


(Ii) www.pelayananterpadu.menlhk.go.id.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 113


Gambar 22: Matriks prosedur Tahap 5a-2 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Persetujuan Lingkungan melalui UKL-UPL)

Kementerian Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian LHK
Investasi (OSS) Waktu

[5a-2] Pengisian
Formulir UKL-UPL
Permohonan
Persetujuan
Lingkungan [5a-2] Permohonan [5a-2] Penerbitan
Persetujuan Persetujuan Lingkungan
Lingkungan (belum efektif)

[5a-2] Pemenuhan
dokumen
persyaratan

[5a-2] Pengajuan
permohonan [5a-2] Pemeriksaan
Pemeriksaan
pemeriksaan Formulir UKL-UPL
Formulir
Formulir UKL-UPL
UKL-UPL

Apakah
[5a-2] Tidak formulir yang
[5a-2] Perbaikan
Arahan diberikan memenuhi
Formulir UKL-UPL
perbaikan persyaratan?

Ya
Penerbitan [5a-2] Persetujuan Pernyataan [5a-2] Penerbitan
Persetujuan Kesanggupan Pengelolaan Persetujuan
Lingkungan Lingkungan Hidup (PKPLH) Lingkungan (efektif)

Sumber: (i) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021;


(ii) www.pelayananterpadu.menlhk.go.id.

114 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Subtahap 5a-1: Kesesuaian Kegiatan 2. Persetujuan KKPR, bagi kegiatan usaha yang
rencana lokasinya belum tersedia Rencana
Pemanfaatan Ruang (KKPR)
Detail Tata Ruang (RDTR), atau
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 3. Rekomendasi KKPR, untuk kegiatan yang
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan bersifat strategis nasional dan rencana
Berusaha Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha kegiatan Pemanfaatan Ruangnya belum
harus memenuhi persyaratan Kesesuaian Kegiatan termuat dalam Rencana Tata Ruang (RTR).
Pemanfaatan Ruang (KKPR)—menggantikan Izin
Lokasi dan Izin Pemanfaatan Ruang. Permohonan Konfirmasi KKPR, Persetujuan KKPR,
ataupun Rekomendasi KKPR dapat dilakukan
Oleh karena seluruh proyek pengembangan secara elektronik melalui sistem OSS, dengan
PLTBio saat ini berada di daratan, maka tahapan: (i) pendaftaran, (ii) penilaian dokumen
pembahasan pada subtahap ini difokuskan pada usulan kegiatan pemanfaatan ruang, dan (iii)
tahapan pelaksanaan KKPR untuk kegiatan usaha penerbitan Konfirmasi/Persetujuan/Rekomendasi
dengan lokasi rencana kegiatan pemanfaatan KKPR.
ruang di darat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Langkah awal yang dilakukan yaitu pendaftaran
Penataan Ruang, pelaksanaan KKPR dilakukan melalui sistem OSS (www.oss.go.id) dengan
melalui salah satu dari tiga (3) skema berikut: menyampaikan kelengkapan dokumen
persyaratan, baik untuk Konfirmasi/Persetujuan/
1. Konfirmasi KKPR, bagi kegiatan usaha yang Rekomendasi KKPR—sebagaimana ditabulasikan
lokasinya telah memiliki Rencana Detail Tata pada Tabel 24.
Ruang (RDTR),

Tabel 24: Kelengkapan dokumen pendaftaran KKPR

Konfirmasi KKPR Persetujuan KKPR Rekomendasi KKPR

1) Koordinat lokasi, 1) Koordinat lokasi, 1) Koordinat lokasi,


2) Kebutuhan luas lahan 2) Kebutuhan luas lahan 2) Kebutuhan luas lahan kegiatan
kegiatan pemanfaatan kegiatan pemanfaatan ruang, pemanfaatan ruang,
ruang, 3) Informasi penguasaan tanah, 3) Informasi penguasaan tanah,
3) Informasi penguasaan 4) Informasi jenis usaha,
tanah, 4) Informasi jenis usaha,
5) Rencana jumlah lantai 5) Rencana jumlah lantai bangunan,
4) Informasi jenis usaha, bangunan,
5) Rencana jumlah lantai 6) Rencana luas lantai bangunan,
6) Rencana luas lantai
bangunan, dan bangunan, dan 7) Dokumen prastudi kelayakan
6) Rencana luas lantai kegiatan pemanfaatan ruang, dan
7) Rencana teknis bangunan
bangunan. dan/atau rencana induk 8) Rencana teknis bangunan
kawasan. dan/atau rencana induk kawasan.

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 115


Selanjutnya, Kementerian Investasi dan mekanisme di atas, sistem OSS secara otomatis
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) akan akan menerbitkan Konfirmasi/Persetujuan/
melakukan dan penilaian dokumen usulan Rekomendasi KKPR—dengan ketentuan jangka
kegiatan pemanfaatan ruang—dengan prosedur waktu penerbitan sebagai berikut:
yang berbeda-beda untuk setiap skema—sebagai
berikut: • Jangka waktu penerbitan Konfirmasi KKPR
paling lama adalah satu (1) hari sejak
1. Konfirmasi KKPR. Penilaian dokumen usulan pendaftaran.
kegiatan pemanfaatan ruang dilakukan
• Jangka waktu penerbitan Persetujuan KKPR
berdasarkan RDTR. Apabila lokasi kegiatan
paling lama adalah 20 hari sejak pendaftaran.
usaha telah sesuai dengan RDTR, sistem OSS
Dalam hal Menteri, Gubernur, Walikota/
secara otomatis akan menerbitkan KKPR.
Bupati sesuai kewenangannya tidak
2. Persetujuan KKPR. Penilaian dokumen usulan menerbitkan Persetujuan KKPR sesuai jangka
kegiatan pemanfaatan ruang dilakukan waktu tersebut, Persetujuan KKPR akan
berdasarkan kajian dengan menggunakan diterbitkan oleh lembaga OSS.
asas berjenjang dan komplementer,
• Jangka waktu penerbitan Rekomendasi KKPR
berdasarkan RTR, Rencana Zonasi Kawasan
paling lama 20 hari sejak pendaftaran. Dalam
Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT), dan
hal Menteri tidak memberikan persetujuan
Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ
atau penolakan dalam jangka waktu tersebut,
KAW). Persetujuan KKPR diberikan oleh
Menteri dianggap telah memberikan
Kementerian ATR (BPN), dengan
Rekomendasi KKPR.
memperhatikan pertimbangan teknis
pertanahan terkait lokasi kegiatan usaha. Sebagai catatan, apabila lokasi kegiatan usaha
Sebagai catatan, Persetujuan KKPR dapat berada di kawasan hutan, terdapat regulasi khusus
diberikan tanpa melalui tahapan penilaian yang mengatur hal tersebut. Merujuk pada
dokumen apabila lokasi usaha beradai di: Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021
(i) Kawasan Industri (KI) dan kawasan tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,
pariwisata yang telah memiliki perizinan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
berusaha sesuai dengan ketentuan pembangunan di luar kegiatan kehutanan—
perundang-undangan; dan (ii) Kawasan kegiatan ketenagalistrikan (instalasi pembangkit,
Ekonomi Khusus (KEK) yang telah ditetapkan transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi
sesuai dengan ketentuan perundang- energi baru dan terbarukan)—berlaku ketentuan
undangan. peraturan perundang-undangan di bidang
3. Rekomendasi KKPR. Penilaian dokumen kehutanan.
usulan kegiatan pemanfaatan ruang dilakukan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23
terhadap RTR, RZ KSNT, dan RZ KAW.
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan,
Rekomendasi KKPR diberikan oleh
diperlukan Persetujuan Penggunaan Kawasan
Kementerian ATR (BPN), dengan
Hutan sebagai persetujuan penggunaan atas
memperhatikan pertimbangan teknis
sebagian kawasan hutan untuk kepentingan
pertanahan terkait lokasi kegiatan usaha.
pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa
Setelah penilaian dokumen usulan kegiatan mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan
pemanfaatan ruang selesai dilakukan melalui tersebut—sebagaimana diuraikan pada Box 20.

116 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 20: Ketentuan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan

Untuk mendapatkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, calon pengembang harus mengajukan
permohonan serta memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Menteri LHK kemudian akan
melakukan penilaian terhadap permohonan yang diajukan. Apabila permohonan telah memenuhi
persyaratan, maka Menteri LHK akan menerbitkan Persetujuan Pengunaan Kawasan Hutan. Jangka
waktu Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan yang diberikan adalah sama dengan jangka waktu
Perizinan Berusaha sesuai bidangnya. Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan akan dievaluasi oleh
Menteri LHK satu (1) kali dalam lima (5) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan adalah
sebagai berikut:
• Melaksanakan tata batas areal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan.
• Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan Hutan.
• Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS);
• Membayar PNBP Kompensasi, bagi pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan pada
provinsi yang kurang kecukupan luas kawasan hutannya.
• Menyelenggarakan perlindungan hutan.
• Melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang diberikan Persetujuan
Penggunaan Kawasan Hutan yang sudah tidak digunakan.
• Mengganti biaya investasi kepada pengelola/pemegang pengelolaan/perizinan berusaha
pemanfaatan hutan.
• Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri LHK.
Sebagai catatan, pengembangan PLTBio yang merupakan kegiatan program strategis nasional
dikecualikan dari kewajiban pembayaran PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan PNBP Kompensasi
serta penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS.
Dalam hal pelaksanaan tata batas areal, pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan wajib
melaksanakan tata batas areal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan paling lama dalam jangka waktu
satu (1) tahun setelah diterbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan tidak dapat
diperpanjang. Setelah pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan menyelesaikan pelaksanaan
tata batas areal penggunaan kawasan hutan, Menteri LHK akan menetapkan batas areal kerja
penggunaan kawasan hutan.
Larangan yang harus dipatuhi oleh pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan adalah:
• Memindahtangankan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan kepada pihak lain atau melakukan
perubahan nama pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan tanpa persetujuan Menteri
LHK.
• Menjaminkan atau mengagunkan areal penggunaan kawasan hutan kepada pihak lain.
• Menggunakan merkuri bagi kegiatan pertambangan.
• Melakukan kegiatan di dalam areal penggunaan kawasan hutan sebelum memperoleh penetapan
batas areal kerja penggunaan kawasan hutan, kecuali membuat kegiatan persiapan berupa
pembangunan direksi kit dan/atau pengukuran sarana dan prasarana.
Namun dalam hal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan diberikan untuk kegiatan pembangunan
nasional yang bersifat vital, yaitu kegiatan ketenagalistrikan, pemegang Persetujuan Penggunaan
Kawasan Hutan dapat melakukan kegiatan di areal penggunaan kawasan hutan sebelum pelaksanaan
tata batas diselesaikan.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 117


Subtahap 5a-2: Persetujuan Lingkungan Kementerian LHK. Calon pengembang terlebih
dahulu harus mengajukan permohonan
Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Persetujuan Lingkungan ke sistem OSS
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan (www.oss.go.id) untuk penerbitan Persetujuan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan dengan status “belum efektif”.
mencabut Izin Lingkungan dan mengubahnya Selanjutnya, calon pengembang harus melakukan
menjadi Persetujuan Lingkungan. Persetujuan upaya pemenuhan komitmen, dengan
Lingkungan merupakan keputusan kelayakan menyampaikan dokumen persyaratan,
lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan sebagaimana disajikan pada Tabel 25 (Amdal) dan
pengelolaan lingkungan hidup yang telah Tabel 26 (UKL-UPL), melalui web PTSP-KLHK
mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat. (www.pelayananterpadu.menlhk.go.id). Proses
Persetujuan Lingkungan dapat dilakukan melalui: verifikasi dokumen persyaratan teknis oleh
(i) penyusunan dan uji kelayakan Analisis Kementerian LHK hingga penerbitan Persetujuan
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal); Lingkungan, melalui Amdal ataupun Formulir UKL-
(ii) penyusunan dan pemeriksaan formulir Upaya UPL, diuraikan di bawah ini.
Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL–UPL); atau Setelah calon pengembang menyampaikan
(iii) formulir Surat Pernyataan Kesanggupan dokumen persyaratan teknis terkait Amdal,
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Kementerian LHK akan melakukan verifikasi
(SPPL). Sebagai catatan, dalam penyusunan persyaratan teknis. Apabila dari hasil verifikasi
dokumen Amdal, calon pengembang dapat terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki, calon
melakukan kontrak dengan pihak ketiga (yaitu: pengembang harus memperbaiki dokumen dan
konsultan yang bersertifikat untuk melaksanakan kembali mengajukan permohonan. Adapun jika
Amdal). dokumen telah sesuai dengan persyaratan, akan
dilakukan uji kelayakan oleh Tim Uji Kelayakan—
Dalam hal pengembangan PLTBio, penyusunan yang dibentuk oleh pemerintah, terdiri dari
dokumen Amdal atau UKL-UPL atau SPPL untuk perwakilan pemerintah pusat, pemerintah daerah,
Persetujuan Lingkungan diatur dalam Peraturan dan ahli bersertifikat. Tim Uji Kelayakan bertugas
Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar untuk menetapkan keputusan kelayakan
Usaha dan/atau Kegiatan Wajib Amdal, UKL-UPL, lingkungan hidup berdasarkan hasil uji kelayakan.
dan SPPL—dengan ketentuan sebagai berikut Keputusan tersebut akan digunakan sebagai
persyaratan penerbitan Persetujuan Lingkungan.
1. Wajib Amdal: (i) PLTBm atau PLTBg dengan
kapasitas lebih dari atau sama dengan 50 MW Berdasarkan hasil uji kelayakan, Tim Uji Kelayakan
dan (ii) PLTSa (proses termal) dengan kemudian menyampaikan rekomendasi kepada
kapasitas lebih dari atau sama dengan 50 Menteri LHK, Gubernur, atau Walikota/Bupati
ton/hari. sesuai dengan kewenangannya. Rekomendasi
tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam
2. Wajib UKL-UPL: (i) PLTBm atau PLTBg
menetapkan Surat Keputusan Kelayakan
dengan kapasitas kurang dari 50 MW dan (ii)
Lingkungan Hidup (SKKL). SKKL ditetapkan paling
PLTSa (proses termal) dengan kapasitas
lama 10 hari kerja sejak rekomendasi hasil uji
kurang dari 50 ton/hari.
kelayakan diterima. Dengan diterbitkannya SKKL,
Permohonan Persetujuan Lingkungan dilakukan Kementerian LHK akan memberikan notifikasi
melalui sistem OSS, dengan verifikasi oleh kepada sistem OSS sehingga Persetujuan

118 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Lingkungan yang diajukan oleh calon UPL. Apabila dari hasil pemeriksaan terdapat
pengembang dapat diterbitkan melalui sistem beberapa hal yang perlu diperbaiki, calon
OSS dengan status “efektif”. pengembang akan diberi arahan untuk perbaikan.
Calon pengembang harus melakukan perbaikan
Dalam hal pemeriksaan formulir UKL-UPL, calon formulir dan menyampaikan kembali melalui web
pengembang harus mengajukan permohonan PTSP-KLHK. Namun, jika tidak terdapat perbaikan
permeriksaan formulir kepada: terhadap hasil pemeriksaan substansi, Menteri,
Gubernur, Walikota/Bupati sesuai dengan
• Menteri LHK, untuk kegiatan yang perizinan
kewenangannya akan memberikan persetujuan
berusaha atau persetujuan pemerintah
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, dan
Lingkungan Hidup (PKPLH). Dengan
berlokasi di lintas provinsi.
diterbitkannya PKPLH, Kementerian LHK akan
• Gubernur, untuk kegiatan yang perizinan memberikan notifikasi kepada sistem OSS
berusaha atau persetujuan pemerintah sehingga Persetujuan Lingkungan yang diajukan
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi, oleh calon pengembang dapat diterbitkan melalui
dan berlokasi di lintas daerah kota/ kabupaten sistem OSS dengan status “efektif”.
yang berada dalam satu (1) provinsi.
Dalam hal calon pengembang mengajukan
• Walikota/Bupati, untuk kegiatan yang
formulir SPPL, memuat hal-hal berikut:
perizinan berusaha atau persetujuan
pemeritah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah • Kesanggupan penanggung jawab usaha
Kota/Kabupaten. dan/atau kegiatan untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan
Calon pengembang dalam mengajukan formulir dan pengelolaan lingkungan hidup.
UKL-UPL, harus dilengkapi dengan pernyataan
• Lokasi recana usaha dan/atau kegiatan
kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup dan
memiliki Konfirmasi KKPR (Subtahap 5a-1)
persetujuan teknis yang terdiri dari: (i) pemenuhan
sesuai dengan ketentuan perundang-
baku mutu air limbah; (ii) pemenuhan baku mutu
undangan.
emisi; (iii) pengelolaan limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3); dan/atau (iv) analisis mengenai • Kewajiban dasar pengelolaan lingkungan
dampak lalu lintas. hidup.

Setelah calon pengembang menyampaikan Menteri LHK, Gubernur, atau Walikota/Bupati


dokumen persyaratan teknis terkait UKL-UPL, sesuai dengan kewenangannya menyetujui secara
Menteri LHK, Gubernur, atau Walikota/Bupati otomatis atas formulir SPPL. Sebagai catatan,
sesuai dengan kewenangannya kemudian akan SPPL telah diintegrasikan dengan Nomor Induk
melakukan pemeriksaan substansi formulir UKL- Berusaha (NIB).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 119


Tabel 25: Persyaratan administrasi Persetujuan Lingkungan melalui Penyusunan Amdal dan Uji
Kelayakan Amdal

No. Persyaratan Administrasi Keterangan

1. Surat Permohonan Uji Kelayakan Ditujukan kepada Menteri LHK.


Lingkungan Hidup

2. Surat Arahan Penyusunan Dokumen Diterbitkan oleh instansi berwenang (Direktorat Pencegahan
Lingkungan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan/PDLUK, Kementerian
LHK atau Dinas Lingkungan Hidup di daerah sesuai
kewenangannya).

3. Nomor Induk Berusaha (NIB) Diterbitkan melalui sistem Online Single Submission (OSS).

4. Surat Pernyataan Pengelolaan dan Ditandatangani oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) di atas meterai.

5. Surat Pernyataan bahwa kegiatan yang Ditandatangani oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
diajukan masih dalam tahap di atas meterai.
perencanaan

6. Formulir Kerangka Acuan Analisis Dokumen KA-Andal Final dan Berita Acara KA-Andal yang telah
Dampak Lingkungan Hidup (KA-Andal) ditandatangani.
dan Berita Acara KA-Andal

7. Bukti kesesuaian lokasi rencana usaha Peta kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan
dan/atau kegiatan dengan rencana tata rencana tata ruang.
ruang

8. Persetujuan awal terkait rencana usaha Izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan.

9. Persetujuan teknis Dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis
rencana kegiatan.

10. Keabsahan tanda bukti registrasi Surat Registrasi LPJP Amdal yang diterbitkan oleh Pusat
Lembaga Penyedia Jasa Penyusun Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan yang masih berlaku.
(LPJP) Amdal, apabila penyusunan
Amdal dan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup & Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-
RPL) dilakukan oleh LPJP Amdal

11. Keabsahan tanda bukti sertifikasi Sertifikat kompetensi penyusunan Amdal.


kompetensi penyusunan Amdal

120 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


No. Persyaratan Administrasi Keterangan

12. Dokumen Andal Kesesuaian sistematika dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL
dengan pedoman penyusunan dokumen Andal dan dokumen
RKL-RPL:
1) Pendahuluan:
• Latar belakang.
• Tujuan dan manfaat.
• Pelaksana studi.
• Deskripsi singkat rencana usaha dan/atau kegiatan.
• Ringkasan pelingkupan.
2) Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan beserta
alternatifnya.
3) Deskripsi rona lingkungan hidup rinci.
4) Hasil dan evaluasi pelibatan masyarakat.
5) Penetapan dampak penting hipotetik, batas wilayah studi,
dan batas waktu kajian.
6) Prakiraan dampak penting dan penentuan sifat penting
dampak.
7) Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan.
8) Daftar pustaka.
9) Lampiran.

13. Dokumen RKL-RPL Dokumen RKL-RPL terdiri atas:


1) Muatan dokumen RKL-RPL sudah sesuai pedoman
penyusunan:
• Pendahuluan.
• Rencana pengelolaan lingkungan hidup.
• Rencana pemantauan lingkungan hidup.
• Pernyataan dan komitmen pemrakarsa untuk
melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
RKL-RPL.
• Daftar pustaka.
• Lampiran.
2) Matriks atau Tabel Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
memuat elemen-elemen:
• Dampak lingkungan yang dikelola.
• Sumber dampak.
• Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup.
• Bentuk pengelolaan lingkungan hidup.
• Lokasi pengelolaan lingkungan hidup.
• Periode pengelolaan lingkungan hidup.
• Institusi pengelolaan lingkungan hidup.
3) Peta pengelolaan lingkungan hidup.
4) Matriks atau Tabel Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
memuat elemen-elemen:
• Dampak yang dipantau.
• Bentuk pemantauan lingkungan hidup.
• Institusi pemantauan lingkungan hidup.
5) Peta pemantauan lingkungan hidup.
Sumber: www.pelayananterpadu.menlhk.go.id

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 121


Tabel 26: Persyaratan administrasi Persetujuan Lingkungan melalui Penyusunan Formulir UKL-UPL
dan Pemeriksaan Formulir UKL-UPL

No. Persyaratan Administrasi Keterangan

Surat Permohonan Pemeriksaan UKL- Ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
1.
UPL

Surat Arahan Penyusunan Dokumen Diterbitkan oleh instansi berwenang (Direktorat Pencegahan
2. Lingkungan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan atau Dinas Lingkungan
Hidup sesuai kewenangannya).

3. Nomor Induk Berusaha (NIB) Diterbitkan oleh sistem OSS.

Surat Pernyataan Pengelolaan dan Ditandatangani oleh penanggung jawab usaha dan/atau
4.
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) kegiatan di atas materai.

Surat Pernyataan bahwa kegiatan yang Ditandatangani oleh penanggung jawab usaha dan/atau
5. diajukan masih dalam tahap kegiatan di atas materai.
perencanaan

6. Bukti Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Berupa peta kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
Pemanfaatan Ruang atau Rekomendasi dengan rencana tata ruang.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang

7. Persetujuan awal terkait rencana usaha Izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan.

8. Persetujuan teknis Dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis
rencana kegiatan.

9. Formulir UKL-UPL Kesesuaian isi formulir UKL-UPL standar spesifik atau formulir
UKL-UPL standar dengan pedoman pengisian berikut:
1) Identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan:
• Nama penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
• Alamat kantor, kode pos, nomor telepon, faksimile, dan
surel (email).
2) Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan:
• Nama rencana usaha dan/atau kegiatan.
• Lokasi rencana usaha dan/atau kegaiatan dan
dilampirkan peta yang sesuai dengan kaidah kartografi
dan/atau ilustrasi lokasi dengan skala yang memadai.
• Skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan.
3) Dampak lingkungan yang ditimbulkan dan upaya
pengelolaan lingkungan hidup serta standar pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.
4) Surat Pernyataan.
5) Daftar Pustaka.
a) Lampiran.

Sumber: www.pelayananterpadu.menlhk.go.id

122 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tahap 6: Pendanaan

Gambaran Umum Tahap 6 dalam pengembangan proyek PLTBio (Tahap 6)


dirinci dalam tiga subtahap berikut:
Pengembangan PLTBio umumnya membutuhkan
modal investasi dalam jumlah besar, secara khusus 1. Subtahap 6-1 (Permohonan Pendanaan).
pada kegiatan konstruksi, tahap Engineering, Dalam hal pengajuan permohonan
Procurement, and Construction (EPC) (Tahap 9). pendanaan, calon pengembang harus
Selain biaya modal yang diperlukan untuk memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan
kegiatan konstruksi, calon pengembang PLTBio oleh penyedia dana (bank atau lembaga
juga harus menempatkan dana untuk keperluan pembiayaan).
seperti Jaminan Penawaran saat Pelelangan
2. Subtahap 6-2 (Persetujuan Pendanaan).
Proyek (Tahap 1) dan Jaminan Pelaksanaan pada
Pihak penyedia dana akan mengevaluasi
saat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL)
kelayakan proyek dan mengkaji risiko
(Tahap 7). Mengingat kebutuhan biaya yang besar
pengembangan PLTBio. Apabila telah
dalam pengembangan PLTBio, calon pengembang
disetujui oleh pihak penyedia dana, proyek
pada umumnya mendapatkan sumber pendanaan
akan mendapatkan Persetujuan Pendanaan
eksternal dari bank atau lembaga pembiayaan.
dan akan dilakukan penandatanganan
Dalam hal pendanaan pada pengembangan perjanjian antara calon pengembang dengan
proyek PLTBio, terdapat beberapa tantangan pihak penyedia dana.
yang telah diidentifikasi sebagaimana dirangkum
3. Subtahap 6-3 (Pemanfaatan Pendanaan).
pada Tabel 27, yaitu terkait proyek PLTBio yang
Setelah adanya Persetujuan Pendanaan dan
dinilai tidak bankable. Sehubungan dengan risiko
melakukan penandatanganan perjanjian, calon
tersebut, pihak penyedia dana (bank atau lembaga
pengembang dapat mulai memanfaatkan
pembiayaan) umumnya mempersyaratkan studi
dana tersebut untuk pengembangan PLTBio.
kelayakan yang lebih rinci kepada calon
pengembang PLTBio. Namun, pada praktiknya,
Matriks prosedur Tahap 6, sebagaimana
pelaksanaan studi kelayakan yang lebih rinci akan
ditampilkan pada Gambar 23, menyajikan
disusun setelah calon pengembang memenangkan
rangkaian kegiatan di dalamnya, disertai dengan
Pelelangan Proyek yang diselenggarakan PT PLN
key actor dan kerangka waktu di setiap kegiatan.
(Persero). Merujuk pada hal tersebut, calon
Dapat dilihat pada matriks tersebut bahwa pihak
pengembang proyek PLTBio umumnya
penyedia dana (bank atau lembaga pembiayaan)
menggunakan ekuitas atau modal sendiri untuk
merupakan key actor pada tahap ini. Penjelasan
pembiayaan pada tahap awal pengembangan
masing-masing subtahap, termasuk rangkaian
proyek—seperti Jaminan Penawaran (Tahap 1) dan
kegiatan yang digambarkan dalam matriks,
penyusunan Studi Perencanaan proyek (Tahap 2).
diuraikan secara rinci pada bagian setelah matriks
tersebut.
Pada tahap ini, prosedur untuk mendapatkan
pendanaan dari bank atau lembaga pembiayaan

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 123


Tabel 27: Deskripsi tantangan pada Tahap 6 (Pendanaan)

Tantangan Deskripsi Rekomendasi

Pengusahaan PLTBio yang Lembaga pembiayaan dalam negeri khususnya


dinilai masih belum perbankan masih menilai proyek PLTBio masih
bankable belum bankable. Selain itu, pemberian bunga
yang kompetitif dan tenor yang panjang pada
pembiayaan PLTBio masih sangatlah minim.

Matriks Prosedur Tahap 6

Gambar 23: Matriks prosedur Tahap 6 (Pendanaan)

Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Penyedia Dana
Waktu

[6-1] Penentuan porsi


utang & ekuitas
Permohonan
Pendanaan
[6-1] Pengajuan
permohonan pendanaan

[6-2] Evaluasi kelayakan


[6-1] Pemenuhan
proyek (Uji Tuntas &
persyaratan pinjaman
Kajian Risiko)

Jika diperlukan
Evaluasi
persyaratan [6-2] Klarifikasi
pinjaman permasalahan
Apakah
permohonan dan Tidak [6-2]
persyaratan memenuhi Penolakan
standar dan layak? permohonan

Ya
Persetujuan
[6-2] Penandatanganan Perjanjian Pinjaman
Pendanaan

Pemanfaatan [6-3] Pemanfaatan


Pendanaan pendanaan

Sumber: ADB. Renewable Energy Financing Schemes for Indonesia. 2019.

124 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Subtahap 6-1: Permohonan Pendanaan termasuk penilaian serta studi komprehensif
terkait perusahaan dan kondisi keuangan
Sebelum melakukan permohonan pendanaan perusahaan.
berupa pinjaman kepada pihak penyedia dana
(bank atau lembaga pembiayaan), calon Apabila pada saat proses evaluasi, pihak penyedia
pengembang terlebih dahulu harus menentukan dana membutuhkan klarifikasi beberapa poin
struktur pembiayaan proyek (pembagian porsi masalah, calon pengembang harus siap
utang dan ekuitas). Untuk mendapatkan dana mengklarifikasi dan melengkapi persyaratan jika
pinjaman dari bank ataupun lembaga pembiayaan, diperlukan. Berdasarkan hasil evaluasi, apabila
calon pengembang harus mengajukan telah disetujui oleh pihak penyedia dana, maka
permohonan dan juga memenuhi persyaratan akan disiapkan Perjanjian Pinjaman, yang harus
yang telah ditentukan oleh pihak penyedia dana. dikaji dahulu oleh calon pengembang. Ketika
Perjanjian Pinjaman beserta persyaratan dan
Umumnya persyaratan yang ditentukan oleh pihak ketentuan yang ditetapkan telah dipenuhi oleh
penyedia dana adalah: (i) latar belakang calon pengembang, maka proyek mendapatkan
pengembangan proyek; (ii) deskripsi rinci teknis, Persetujuan Pendanaan dan penandatanganan
ekonomi, keuangan, lingkungan, dan sosial proyek; perjanjian antara calon pengembang dengan
(iii) kegiatan dan pencapaian yang dicapai selama penyedia dana akan dilakukan.
pengembangan proyek (sampai pada saat
permohonan pinjaman), serta spesifikasi biaya Sebagai catatan, kriteria dalam pengambilan
terkait; (iv) penjelasan rinci perihal sisa biaya dan keputusan Persetujuan Pendanaan adalah:
rencana waktu proyek untuk mencapai bankability
• Kualitas calon pengembang dan keseluruhan
dan financial close (pemenuhan biaya); serta
proyek (hanya proyek yang kredibel yang
(v) proposal rinci pembagian biaya antara calon
memiliki probabilitas keberhasilan tinggi yang
pengembang dengan penyedia dana.
akan dipertimbangkan).
Namun perlu dicatat bahwa setiap bank ataupun • Tahap pengembangan proyek dan batas
lembaga pembiayaan dapat menerapkan prosedur waktu yang diharapkan untuk bankability.
dan persyaratan yang berbeda. Oleh karena itu, • Sisa biaya pengembangan, yaitu semakin
calon pengembang harus mencari informasi sedikit biaya yang diperlukan untuk mencapai
terlebih dahulu, untuk kemudian melakukan bankability, maka akan semakin tinggi
negosiasi terkait fasilitas pendanaan yang peringkatnya.
tersedia. • Bagian biaya yang ditanggung oleh calon
pengembang.
Subtahap 6-2: Persetujuan Pendanaan
Subtahap 6-3: Pemanfaatan Pendanaan
Setelah calon pengembang mengajukan
permohonan pinjaman (Subtahap 6-1) dengan Setelah mendapatkan Persetujuan Pendanaan
menyampaikan rencana bisnis kepada bank atau (Subtahap 6-2), calon pengembang dapat
lembaga pembiayaan, evaluasi akan dilakukan memanfaatkan dana pinjaman tersebut untuk
untuk mengkaji kelayakan proyek melalui uji kegiatan konstruksi PLTBio (Tahap 9). Di samping
tuntas (due diligence) dan kajian risiko di setiap itu, pendanaan juga dapat dimanfaatkan untuk
tahap pengembangan proyek. Uji tuntas (due memenuhi Jaminan Pelaksanaan pada saat
diligence) merupakan prosedur untuk menyusun Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL)
pandangan objektif tentang objek investasi (Tahap 7).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 125


Tahap 7: Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL)

Gambaran Umum Tahap 7 rata BPP Pembangkitan Nasional, harga


pembelian tenaga listrik dari PLTSa ditetapkan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik berdasarkan kesepakatan para pihak.
nasional, pemanfaatan energi terbarukan, dan
penggunaan energi ramah lingkungan, PT PLN Atas dasar ketentuan yang telah disebutkan
(Persero) diwajibkan untuk membeli tenaga listrik sebelumnya, apabila dalam pengembangan
dari Independent Power Producer (IPP) energi proyek PLTBio berlaku kondisi poin (2) dan (3), PT
terbarukan sesuai dengan kesepakatan yang telah PLN (Persero) akan mengundang calon
dilakukan dan ketentuan yang ada. Regulasi yang pengembang untuk melakukan negosiasi harga
mengatur tentang PJBL secara lengkap dirangkum pembelian tenaga listrik baru, hingga mencapai
pada Tabel 28. kesepakatan harga pembelian tenaga listrik oleh
kedua belah pihak.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4
Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Dalam hal proyek Percepatan Pembangunan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 PLTSa di 12 provinsi/kota, ketentuan harga
tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan pembelian tenaga listrik diatur dalam Peraturan
untuk Penyediaan Tenaga Listrik, harga pembelian Presiden Nomor 35 Tahun 2018, sebagaimana
tenaga listrik dari PLTBio ditetapkan dengan ditabulasikan dalam Tabel 29.
ketentuan sebagai berikut:
Perlu dicatat bahwa pembelian tenaga listrik dari
1. Dalam hal Biaya Pokok Penyediaan (BPP) PLTBio oleh PT PLN (Persero) hanya dapat
Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan dilakukan setelah calon pengembang resmi
setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan ditetapkan dan telah menandatangani Surat
Nasional, harga pembelian tenaga listrik Penunjukan Pemenang atau Letter of Intent (LoI)
paling tinggi adalah: (i) sebesar 85% dari BPP (Tahap 1a-3 atau 1b-3). Selanjutnya, setelah
Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan mencapai kesepakatan harga, PT PLN (Persero)
setempat, untuk pembelian tenaga listrik dari akan menyampaikan Surat Permohonan
PLTBm atau PLTBg, dan (ii) sebesar BPP Persetujuan Harga Pembelian Tenaga Listrik
Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan kepada Menteri ESDM. Berdasarkan surat
setempat, untuk pembelian tenaga listrik dari permohonan tersebut, Menteri ESDM menerbitkan
PLTSa; Surat Persetujuan Harga Jual Beli Tenaga Listrik—
yang akan digunakan sebagai persyaratan dalam
2. Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem
permohonan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
setempat sama atau di bawah rata-rata BPP
(IUPTL) (Tahap 8).
Pembangkitan Nasional, harga pembelian
tenaga listrik dari PLTBm atau PLTBg Selanjutnya, PT PLN (Persero) akan mengundang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan para calon pengembang untuk penjelasan draf PJBL.
pihak; atau Calon pengembang harus menyerahkan
3. Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem persyaratan Jaminan Pelaksanaan sebelum
ketenagalistrikan di wilayah Sumatera, Jawa, dilakukan penandatanganan PJBL dengan
dan Bali atau sistem ketenagalistrikan ketentuan sebagaimana diuraikan pada Tabel 30.
setempat lainnya sama atau di bawah rata- Apabila persyaratan tersebut telah terpenuhi,

126 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


penandatangan PJBL antara pengembang dengan PJBL PLTBio berlaku paling lama 30 tahun sesuai
PT PLN (Persero) akan dilakukan. dengan umur ekonomis pembangkit, terhitung
sejak COD. Setelah penandatanganan PJBL,
Sesuai dengan ketentuan regulasi, setelah pengembang harus melakukan pemenuhan biaya
penandatangan PJBL dilakukan, calon (financial close). Dalam hal pelaksanaan PJBL
pengembang—selanjutnya disebut sebagai untuk proyek PLTBio, terdapat beberapat
pengembang—harus melaporkan kemajuan tantangan yang umum dihadapi pengembang
pelaksanaan pembangunan pembangkit listrik sebagaimana disajikan pada Tabel 31.
kepada Menteri ESDM setiap tiga (3) bulan.
Pelaporan ini terhitung mulai tanggal Matriks prosedur untuk Tahap 7, sebagaimana
penandatanganan PJBL hingga Commercial ditampilkan pada Gambar 24, menyajikan
Operation Date (COD), dengan tembusan kepada rangkaian kegiatan di dalamnya termasuk key
Dirjen EBTKE, Dirjen Ketenagalistrikan, dan Direksi actors dan kerangka waktu di setiap kegiatan.
PT PLN (Persero). Pelaporan dapat dilakukan Dapat dilihat pada matriks tersebut bahwa
menggunakan sistem aplikasi online, namun Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero)
apabila belum tersedia maka pelaporan merupakan key actors pada tahap ini.
disampaikan secara tertulis.

Tabel 28: Regulasi yang mengatur PJBL

Peraturan Tentang

Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah


Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah
Lingkungan

Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 jis.


Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk
Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 Tahun 2018 dan
Penyediaan Tenaga Listrik
Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020

Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 jis.


Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2017 dan Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik
Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2018

Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru
Tahun 2020 dan Terbarukan

Tabel 29: Ketentuan harga pembelian tenaga listrik dari proyek percepatan pembangunan PLTSa di
12 provinsi/kota

Kapasitas PLTSa Harga Pembelian Tenaga Listrik Keterangan

Terinterkoneksi pada jaringan tegangan


≤ 20 MW USD 13,35 cent/kWh
tinggi, menengah, atau rendah

Harga Pembelian (USD cent/kWh) =


Terinterkoneksi pada jaringan tegangan
> 20 MW 14,54 – (0,076 x besaran kapasitas PLTSa
tinggi atau menengah
yang dijual ke PT PLN (Persero))

Sumber: Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 127


Tabel 30: Jaminan Pelaksanaan

Jaminan Pelaksanaan

1) Jaminan Pelaksanaan harus dicantumkan di dalam Perjanjian dengan dengan nilai sebagai berikut:
(i) minimal sejumlah 10% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak penandatanganan PJBL sampai
dengan Financing Date;
(ii) minimal sejumlah 5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak Financing Date sampai
commissioned date;
(iii) minimal sejumlah 2,5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak commissioned date sampai
dengan Commercial Operation Date (COD).

2) Pelaksanaan penyampaian Jaminan Pelaksanaan oleh pengembang sebagaimana dimaksud pada poin (1) di
atas, disampaikan sekaligus sebelum PJBL ditandatangani atau pada saat penandatanganan PJBL dengan
ketentuan sebagai berikut:
(i) Jaminan Pelaksanaan I minimal sebesar 5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai Financing Date dan dikembalikan dengan tercapainya Financing Date;
(ii) Jaminan Pelaksanaan II minimal sebesar 2.5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai commissioned date dan dikembalikan dengan tercapainya commissioned
date; dan
(iii) Jaminan Pelaksanaan III minimal sebesar 2.5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai Commercial Operation Date (COD) dan dikembalikan dengan tercapainya
COD.

3) Masa berlaku untuk:


(i) Jaminan Pelaksanaan I sejak tanggal penandatanganan PJBL sampai dengan sekurang-kurangnya 30 hari
kalender sejak Financing Date.
(ii) Jaminan Pelaksanaan II sejak tanggal penandatanganan PJBL sampai dengan sekurang-kurangnya 180
hari kalender sejak commisioned date (COD Unit 1).
(iii) Jaminan Pelaksanaan III sejak tanggal penandatanganan PJBL sampai dengan sekurang-kurangnya 180
hari kalender sejak COD.

4) Ketentuan Jaminan Pelaksanaan harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:


(i) Diterbitkan oleh Bank Umum (tidak termasuk Bank Perkreditan Rakyat) atau Bank Asing yang beroperasi
di Indonesia atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia kecuali diatur dalam Peraturan Direksi PLN yang
mengatur tentang Jaminan Pelaksanaan.
(ii) Format Jaminan Pelaksanaan sesuai dengan format yang ditetapkan oleh PT PLN (Persero).
(iii) Pembayaran atas klaim atau tuntutan pencairan adalah mutlak dan tanpa syarat ( unconditional) meskipun
ada tuntutan permintaan atau keberatan dari terjamin atau pihak manapun.
(iv) Masa berlaku Jaminan Pelaksanaan tidak kurang dari jangka waktu yang ditetapkan dalam Dokumen
Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS).
(v) Besarnya nilai Jaminan Pelaksanaan dicantumkan dalam angka dan huruf.
(vi) Tercantum nama Pengguna yang menerima Jaminan Pelaksanaan.
(vii) Jaminan Pelaksanaan harus diserahkan ke Pejabat Pelaksana Pengadaan PT PLN (Persero) sebelum
penandatanganan PJBL, dalam hal calon pengembang tidak bersedia menyerahkan Jaminan Pelaksanaan
sebelum penandatanganan PJBL maka calon pengembang dianggap mengundurkan diri dan Jaminan
Penawaran (Subtahap 1a-1 atau 1b-1) dicairkan serta menjadi milik PT PLN (Persero).

5) Persyaratan klaim Jaminan Pengadaan, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.

Sumber: Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020

128 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tabel 31: Deskripsi tantangan pada Tahap 7 (PJBL)

Tantangan Deskripsi Rekomendasi

Ketentuan harga beli listrik yang kurang menarik bagi pengembang


Kurang menariknya
dikarenakan lebih rendahnya harga berli listrik dari pembangkit
harga beli listrik bagi
energi terbarukan dibandingkan harga beli listrik dari pembangkit
pengembang
listrik konvensional (bukan energi baru terbarukan)

Matriks Prosedur Tahap 7

Gambar 24: Matriks prosedur Tahap 7 (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik)

DJEBTKE- Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero)
KESDM Waktu

[1a-3]/[1b-3]
Penandatanganan Surat
Penerbitan Penunjukan Pemenang
Surat (Letter of Intent, LoI)
Persetujuan
Harga Jual Beli [7] Penerbitan
[7] Persiapan Surat
Tenaga Listrik Surat Persetujuan
Permohonan Persetujuan Harga
Harga Jual Beli
Pembelian Tenaga Listrik
Tenaga Listrik

Pembahasan
Draf PJBL [7] Pembahasan Draf PJBL

[7] Pemenuhan [7] Verifikasi dokumen


persyaratan PJBL persyaratan

Verifikasi
kelengkapan
persyaratan Tidak Apakah dokumen
sesuai dengan
persyaratan?

Ya

[7] Penandatanganan PJBL

Penandata-
nganan PJBL [7] Pelaporan kemajuan
pelaksanaan pembangunan
PLTBio setiap 3 bulan

Sumber: (i) Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2017 dan Peraturan
Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2018;
(ii) Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 129


6.5 Fase Pembangunan

Fase Pembangunan dimulai setelah pengembang Tahap 9 (Engineering, Procurement, and


melakukan Pemenuhan Biaya (Financial Close)— Construction). Setelah memperoleh IUPTL,
yaitu pengembang telah menandatangani pengembang dapat melaksanakan kegiatan
perjanjian/kredit dan telah mendapatkan Detailed Engineering Design (DED), pembelian
pencairan dana untuk pembiayaan proyek dan pengadaan peralatan, serta kegiatan
pembangkit listrik. pembangunan fisik pembangkit dan instalasi
peralatan.
Fase Pembangunan proyek PLTBio terdiri dari
enam tahap, yang secara berurutan terdiri dari: Tahap 4b (Pengajuan Fasilitas – Fase
(8) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL); Pembangunan). Fasilitas (insentif) yang dapat
(9) Engineering, Procurement, and Construction diajukan oleh pengembang pada Fase
(EPC); (4) pengajuan fasilitas; (5) administrasi dan Pembangunan, yaitu: Pembebasan Bea Masuk atas
perizinan; serta (10) penyambungan jaringan impor barang untuk kegiatan konstruksi PLTBio.
listrik dan commissioning. Gantt chart dan
diagram alir untuk Fase Pengembangan disajikan Tahap 5 (Administrasi dan Perizinan – Fase
pada Gambar 25 dan Gambar 26 secara berurutan, Pembangunan). Pengembang wajib memenuhi
dengan uraian singkat masing-masing tahap akan dokumen persyaratan administrasi dan perizinan
dirinci dalam subbab ini. yang dibagi menjadi dua, yaitu sebelum dilakukan
konstruksi PLTBio dan setelah konstruksi PLTBio
Tahap 8 (Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, selesai. Administrasi dan perizinan sebelum
IUPTL). Pengembang wajib memiliki IUPTL untuk dilakukan konstruksi PLTBio (Tahap 5b)
melakukan usaha penyediaan tenaga listrik di mencakup: (i) Persetujuan Bangunan Gedung; dan
Indonesia—dalam hal ini berbasis bioenergi (ii) izin lainnya, terdiri atas Izin Gangguan dan
(PLTBio). Setelah adanya kesepakatan harga jual Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air.
beli listrik, pengembang harus mengajukan Adapun administrasi dan perizinan setelah
permohonan IUPTL dan melampirkan dokumen konstruksi PLTBio selesai (Tahap 5c) mencakup:
persyaratan, salah satunya adalah hasil Studi (i) Sertifikat Laik Fungsi (SLF); dan Sertifikat Laik
Kelayakan yang telah disetujui oleh Menteri ESDM. Operasi (SLO).
Permohonan IUPTL dilakukan melalui sistem OSS
dengan pemenuhan komitmen (verifikasi Tahap 10 (Penyambungan Jaringan Listrik dan
persyaratan teknis) melalui Kementerian ESDM. Commissioning). Pengembang harus
mengorganisasikan pelaksanaan penyambungan
jaringan listrik dan commissioning. Pertama,
penyambungan jaringan listrik dilakukan dan
dilanjutkan dengan commissioning, untuk
memperoleh Sertifikat Laik Operasi (SLO).

130 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Gambar 25: Gantt Chart Fase Pembangunan

Gambar 26: Diagram alir Fase Pembangunan

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 131


Tahap 8: Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)

Gambaran Umum Tahap 8 25 hari. Selanjutnya, verifikasi persyaratan teknis


akan dilakukan oleh DJK-KESDM. Apabila
Dalam hal pengembangan proyek pada sektor dokumen dinyatakan memenuhi persyaratan,
ketenagalistrikan untuk kepentingan umum, maka Surat Pemenuhan Komitmen akan
pengembang harus memiliki Izin Usaha diterbitkan dalam jangka waktu lima (5) hari.
Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL). Syarat utama Dalam hal ini, DJK-KESDM akan memberikan
dalam mengajukan IUPTL adalah dokumen Studi notifikasi kepada sistem OSS sehingga IUPTL yang
Kelayakan yang telah dievaluasi oleh Kementerian diajukan oleh pengembang dapat diterbitkan—
ESDM dan Kesepakatan Harga Jual Beli Tenaga melalui sistem OSS—dengan status “efektif”.
Listrik yang telah dicapai pada tahap Perjanjian
Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) (Tahap 7). Regulasi IUPTL diberikan kepada pengembang untuk
yang mengatur tentang IUPTL ini disajikan pada jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
Tabel 32. diperpanjang. Jangka waktu tersebut diberikan
dengan mempertimbangkan jangka waktu PJBL.
Setelah memperoleh persetujuan Studi Kelayakan
oleh Menteri ESDM dan Kesepakatan Harga Jual Matriks prosedur untuk Tahap 8, sebagaimana
Beli Tenaga Listrik, pengembang harus ditampilkan pada Gambar 27, menyajikan
mengajukan permohonan IUPTL melalui sistem rangkaian kegiatan di dalamnya termasuk key
OSS (www.oss.go.id) untuk penerbitan IUPTL actor dan kerangka waktu di setiap kegiatan.
dengan status “belum efektif”. Selanjutnya, Dapat dilihat pada matriks tersebut bahwa
pengembang menyampaikan dokumen Kementerian Investasi (melalui sistem OSS) dan
persyaratan melalui aplikasi Perizinan ESDM Kementerian ESDM (melalui aplikasi Perizinan
(www.perizinan.esdm.go.id) sebagaimana ESDM) merupakan key actor pada tahap ini.
ditabulasikan pada Tabel 33, dengan jangka waktu

Tabel 32: Regulasi yang mengatur IUPTL

Peraturan Tentang

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Ketenagalistrikan

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 jo.


Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014

Pelayanan Perizinan Berusaha Terintergrasi Secara


Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018
Elektronik Bidang Ketenagalistrikan

Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Usaha


Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2014 jis.
Ketenagalistrikan dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2017 dan
Terpadu Satu Pintu kepada Kepala Kepala Badan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 30 Tahun 2018
Koordinasi Penanaman Modal

Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013 jo.


Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2016

132 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tabel 33: Dokumen persyaratan pengajuan IUPTL

Persyaratan Dokumen

• Identitas pemohon.
• Pengesahan sebagai badan hukum Indonesia.
Persyaratan
• Profil pemohon.
Administratif
• NPWP.
• Kemampuan pendanaan.

• Studi Kelayakan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.


• Lokasi instalasi.
• Izin lokasi dari instansi yang berwenang.
Persyaratan • Diagram satu garis.
Teknis • Jenis dan kapasitas usaha yang akan dilakukan.
• Jadwal pembangunan.
• Jadwal pengoperasian.
• Persetujuan Harga Jual Tenaga Listrik oleh Menteri ESDM sesuai dengan kewenangannya.

Persyaratan Persyaratan pada peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan


Lingkungan lingkungan hidup.
Sumber: Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013 jo. Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2016.

Gambar 27: Matriks prosedur Tahap 8 (IUPTL)

DJK-KESDM Kementerian Kerangka


Kegiatan Badan Usaha
(Perizinan ESDM) Investasi (OSS) Waktu

[8] Permohonan [8] Penerbitan IUPTL


IUPTL (belum efektif)
Permohonan
25 hari
IUPTL
[8] Pemenuhan
dokumen
persyaratan

[8] Verifikasi &


evaluasi dokumen

Apakah
Verifikasi & dokumen yang Tidak [8]
evaluasi diberikan memenuhi Penolakan 5 hari
persyaratan persyaratan? permohonan
dokumen

Ya

[8] Penerbitan
Surat Pemenuhan
Komitmen

Penerbitan [8] Penerbitan IUPTL


IUPTL (efektif)

Sumber: (i) Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013 jo. Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2016;
(ii) DJK-KESDM. Jenis Usaha dan Tata Cara Perizinan Penyediaan Tenaga Listrik (PPT). 24 Maret 2021.

Tahap 4b: Pengajuan Fasilitas (Fase Pembangunan)

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 133


Gambaran Umum Tahap 4b 2. Subtahap 4b-2 (Pembebasan Bea Masuk).
Pengembang dapat mengajukan fasilitas
Pada Fase Pembangunan, pengembang dapat tersebut melalui sistem OSS, dengan
mengajukan fasilitas Pembebasan Bea Masuk atas pemenuhan komitmen (verifikasi) oleh
impor barang untuk konstruksi PLTBio—setelah Kementerian Keuangan.
mendapatkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik (IUPTL) (Tahap 8) dan sebelum melakukan Matriks prosedur Tahap 4b, sebagaimana
kegiatan konstruksi pembangkit (Tahap 9). ditampilkan pada Gambar 28, menyajikan
Serangkaian regulasi yang mengatur tentang rangkaian subtahap dan kegiatan yang tercakup di
pengajuan fasilitas tersebut ditabulasikan pada dalamnya, disertai dengan key actor dan kerangka
Tabel 34. waktu di setiap kegiatan. Dapat dilihat pada
matriks tersebut bahwa Kementerian Investasi
Pengajuan fasilitas pada Fase Pembangunan ini (BKPM), DJK-KESDM, dan Surveyor (yaitu:
dibagi menjadi dua subtahap, dengan uraian verifikator dokumen RIB) merupakan key actor
singkat masing-masing subtahap sebagai berikut: pada tahap ini. Penjelasan Tahap 4b mencakup
rangkaian subtahap dan kegiatan yang
1. Subtahap 4b-1 (Rencana Impor Barang, RIB). digambarkan dalam matriks, dideskripsikan secara
Pengembang harus mengajukan Persetujuan rinci pada bagian setelah matriks tersebut.
dan Penandasahan RIB kepada DJK-KESDM

Tabel 34: Regulasi yang mengatur kegiatan Fasilitas Fiskal Pembebasan Bea Masuk

Peraturan Tentang

Peraturan Menteri Keuangan Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan
Nomor 21 Tahun 2010 Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan

Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Modal Dalam Rangka


Peraturan Menteri Keuangan
Pembangunan atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik
Nomor 66 Tahun 2015
untuk Kepentingan Umum

Peraturan Direktur Jenderal Tata Cara Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor
Ketenagalistrikan Nomor 263 Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri
Tahun 2015 Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum

134 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Matriks Prosedur Tahap 4b

Gambar 28: Matriks prosedur Tahap 4b (Pengajuan Fasilitas pada Fase Pembangunan: Rencana Impor
Barang/RIB dan Pembebasan Bea Masuk)

Kementerian DJK-KESDM Kerangka


Kegiatan Badan Usaha Surveyor
Investasi (OSS) (Perizinan ESDM) Waktu

[4b-1]
Penyusunan Penyusunan
RIB RIB

[4b-1]
[4b-1]
Pemilihan &
Verifikasi
penunjukan
dokumen RIB
surveyor

Apakah
Verifikasi Tidak dokumen
RIB oleh memenuhi
persyaratan?
surveyor
Ya

[4b-1]
Tidak
Pelaporan
verifikasi
dokumen RIB

[4b-1]
[4b-1]
Permohonan
Permohonan Verifikasi oleh
penandasahan RIB
& evaluasi pihak ketiga &
& pemenuhan
penanda- evaluasi oleh
dokumen
sahan Tim DJK-KESDM
persyaratan
Rencana
Impor
Barang (RIB) Apakah
dokumen
memenuhi
persyaratan?

Ya

Persetujuan [4b-1]
& penanda- Persetujuan &
sahan RIB Penandasahan
RIB

[4b-2]
Permohonan [4b-2]
Permohonan Pembebasan Bea Verifikasi dokumen
pengajuan Masuk & permohonan
fasilitas pemenuhan
Pembebasan dokumen
Bea Masuk persyaratan Apakah
dokumen Tidak [4b-2] Surat
memenuhi Penolakan
persyaratan? Permohonan

Ya

[4b-2] Penerbitan
Penerbitan Keputusan Kepala
keputusan BKPM (atas nama
Pembebasan Menteri Keuangan)
Bea Masuk perihal Pembebasan
Bea Masuk

Sumber: (i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2015;


(ii) Peraturan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 263 Tahun 2015.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 135


Subtahap 4b-1: Rencana Impor Barang permohonan lainnya, sebagaimana ditabulasikan
dalam Tabel 35. Sebagai catatan, pengajuan
(RIB)
permohonan dan penyampaian dokumen
Sebelum melakukan impor barang untuk kegiatan persyaratan dapat dilakukan secara online melalui
konstruksi (Tahap 9), pengembang harus web Perizinan ESDM (www.perizinan.esdm.go.id)
menyusun dokumen Rencana Impor Barang (RIB) pada menu Gatrik.
serta memilih dan menunjuk Surveyor. Surveyor
Selanjutnya, seluruh dokumen tersebut akan
kemudian melakukan verifikasi terhadap dokumen
dievaluasi oleh pihak DJK-KESDM, mencakup
RIB, meliputi aspek administrasi dan teknis,
kelengkapan dokumen, serta evaluasi aspek legal,
sebagaimana disajikan pada Box 21. Apabila
teknis, dan harga. Proses verifikasi aspek legal,
dokumen telah memenuhi persyaratan, Surveyor
teknis, dan harga akan dilakukan oleh pihak ketiga.
akan menyusun Laporan Hasil Verifikasi RIB—yang
Setelah melalui proses evaluasi dan verifikasi, dan
kemudian diserahkan kepada pengembang.
telah disetujui, Persetujuan dan Penandasahan RIB
Pengembang kemudian mengajukan permohonan akan diberikan oleh Direktur Teknik dan
Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Lingkungan Ketenagalistrikan atas nama Direktur
Barang (RIB) secara tertulis dan bermeterai Jenderal Ketenagalistrikan KESDM. Waktu yang
kepada Direktur Jenderal Ketenagalistrikan diperlukan dalam Persetujuan dan Penandasahan
KESDM cq Direktur Teknik dan Lingkungan RIB adalah tujuh (7) hari kerja apabila dokumen
Ketenagalistrikan, disertai dengan Laporan Hasil telah lengkap.
Verifikasi RIB dari Surveyor dan lampiran

Tabel 35: Dokumen persyaratan pengajuan permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana
Impor Barang (RIB)

Dokumen Persyaratan

1) Dokumen permohonan secara tertulis dan bermeterai (format tercantum pada Lampiran I Peraturan DJK
Nomor 263 Tahun 2015 tentang Tata Cara Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor
Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik
untuk Kepentingan Umum)
2) Lampiran:
• Fotokopi Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL);
• Fotokopi Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL);
• Laporan hasil verifikasi dan daftar RIB yang telah diverifikasi oleh surveyor; dan
• Surat pernyataan tanggung jawab dari surveyor (format tercantum pada Lampiran II Peraturan DJK
Nomor 263 Tahun 2015).

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 263 Tahun 2015.

136 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 21: Verifikasi Rencana Impor Barang (RIB) oleh Surveyor

Merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 263 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang Modal Dalam Rangka
Pembangunan atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum—
Surveyor bersifat independen, mempunyai lingkup kegiatan dan kemampuan melakukan verifikasi
Rencana Impor Barang (RIB) atau Rencana Impor Barang Perubahan (RIBP) di bidang Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), serta memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survei (SIUJS) yang diterbitkan oleh
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Surveyor dipilih dan ditunjuk oleh pengembang untuk melakukan verifikasi RIB. Adapun verifikasi
terhadap RIB meliputi:
1) Aspek Administrasi
• Kesesuaian nama badan usaha.
• Alamat.
• Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).
• Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
• Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).
2) Aspek Teknis
a) Kesesuaian daftar barang modal dalam RIB dengan kebutuhan pembangunan atau
pengembangan pembangkit (jenis, spesifikasi, dan jumlah barang) yang direncanakan.
b) Seleksi terhadap barang modal dalam RIB agar memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• Barang belum diproduksi dalam negeri.
• Barang sudah diproduksi dalam negeri namun, tidak memenuhi spesifikasi yang
dibutuhkan.
• Barang yang sudah diproduksi dalam negeri, namun tidak memenuhi kebutuhan industri.
• Barang tidak termasuk dalam daftar barang yang tidak boleh diimpor.
• Barang bukan suku cadang, barang habis pakai atau peralatan bengkel ( workshop tool).
c) Penelitian tehadap kontrak PJBL, meliputi:
• Ketentuan pencantuman klausul tidak termasuk bea masuk dalam kontrak.
• Ketentuan bahwa seluruh tenaga listrik yang dihasilkan akan dibeli oleh PT PLN
(Persero).
d) Barang modal yang dicantumkan dalam RIB hanya barang modal yang memenuhi persyaratan
untuk disetujui dan ditandasahkan dalam rangka mendapatkan fasilitas Pembebasan Bea
Masuk.
Sebagai catatan, dalam rangka Penandasahan RIB, DJK dapat meminta penjelasan atau klarifikasi
terhadap Laporan Hasil Verifikasi RIB yang disampaikan Surveyor.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 137


Subtahap 4b-2: Pembebasan Bea Masuk Apabila seluruh dokumen telah memenuhi
persyaratan, Kepala BKPM (saat ini: Menteri
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor Investasi) atas nama Menteri Keuangan akan
66 Tahun 2015 tentang Pembebasan Bea Masuk menerbitkan keputusan mengenai Pembebasan
atas Impor Barang Modal dalam Rangka Bea Masuk atas impor barang modal. Sebaliknya,
Pembangunan atau Pengembangan Industri jika dokumen belum disetujui, akan diterbitkan
Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Surat Penolakan yang disertai dengan alasan
Umum, terdapat beberapa ketentuan pemberian penolakan. Jangka waktu penerbitan keputusan
Pembebasan Bea Masuk atas impor barang untuk Pembebasan Bea Masuk atau Surat Penolakan
industri pembangkitan tenaga listrik adalah adalah paling lambat tujuh (7) hari kerja sejak
sebagai berikut: permohonan diajukan secara lengkap.

• Peralatan atau mesin tidak dapat diproduksi Pengembang yang telah memperoleh fasilitas
dalam negeri; atau Pembebasan Bea Masuk wajib menyampaikan
tembusan laporan realisasi impor barang kepada
• Peralatan sudah diproduksi di dalam negeri,
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan KESDM cq
namun belum memenuhi spesifikasi yang
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan.
dibutuhkan; atau

• Peralatan sudah diproduksi dalam negeri, Perlu menjadi catatan bahwa realisasi impor
namun jumlahnya belum mencukupi barang atau pengadaan peralatan impor (Tahap 9)
kebutuhan industri. dilakukan paling lama dalam jangka waktu 24
bulan sejak berlakunya keputusan mengenai
Merujuk pada regulasi tersebut, Pembebasan Bea pemberian Pembebasan Bea Masuk atas impor
Masuk diberikan kepada badan usaha pemegang barang. Realisasi impor barang dapat
IUPTL. Untuk mendapatkan fasilitas Pembebasan diperpanjang paling lama 12 bulan sejak
Bea Masuk, pengembang harus mengajukan berakhirnya jangka waktu realisasi impor—dengan
permohonan kepada Kementerian Investasi mengajukan permohonan perpanjangan realisiasi,
(BKPM)— disertai dengan penyampaian dokumen yang diajukan paling lambat 14 hari sebelum
pengajuan dan lampiran sebagaimana diuraikan berakhirnya masa berlaku keputusan Pembebasan
pada Tabel 36. Bea Masuk.

Kementerian Investasi kemudian melakukan


verifikasi terhadap permohonan yang diajukan.

138 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tabel 36: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Pembebasan Bea Masuk

Dokumen Persyaratan

1) Dokumen pengajuan (format tercantum pada Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun
2015 tentang Tata Cara Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang Modal Dalam
Rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan
Umum).
2) Lampiran:
• Fotokopi Izin Prinsip Penanaman Modal;
• Rencana Impor Barang (RIB) kebutuhan proyek, yang memuat jumlah, jenis, dan spesifikasi teknis secara
rinci per kantor pabean tempat pemasukan yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh DJK-KESDM
(format tercantum pada Lampiran II PMK Nomor 66 Tahun 2015);
• Akta Pendirian badan usaha;
• Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
• Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL); dan
• Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dengan PT PLN (Persero)

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2015.

Tahap 5b dan 5c: Administrasi dan Perizinan (Fase Pembangunan)

Gambaran Umum Tahap 5b dan 5c konstruksi (Tahap 9). Pada tahap ini, terdapat
dua jenis perizinan yang harus diajukan, yaitu:
Secara spesifik pada Fase Pembangunan, prosedur
• Subtahap 5c–1, merupakan Sertifikat Laik
administrasi dan perizinan dikelompokkan menjadi
Fungsi (SLF), yaitu sertifikat untuk
dua (2) tahapan utama, yakni:
bangunan gedung terbangun, sesuai
dengan dokumen PBG dan persyaratan
1. Tahap 5b, merupakan administrasi dan
kelaikan teknis berdasarkan fungsinya.
perizinan yang wajib dipenuhi oleh
pengembang sebelum melakukan kegiatan • Subtahap 5c–2, merupakan Sertifikat Laik
konstruksi (Tahap 9). Pada tahap ini, terdapat Operasi (SLO), yaitu bukti pengakuan
dua jenis perizinan yang harus diajukan, yaitu: formal suatu instalasi tenaga listrik telah
berfungsi sebagaimana kesesuaian
• Subtahap 5b-1, merupakan Persetujuan
persyaratan yang ditentukan dan
Bangunan Gedung (PBG).
dinyatakan siap dioperasikan. SLO juga
• Subtahap 5b-2, merupakan perizinan merupakan salah satu persyaratan dari
berusaha lainnya, mencakup Izin penetapan Commercial Operation Date
Gangguan (Hinder Ordonnantie, HO) dan (COD).
Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air (SIPPA) Serangkaian regulasi yang mengatur seluruh
perizinan di atas, ditabulasikan pada Tabel 37.
2. Tahap 5c, merupakan administrasi dan
perizinan yang wajib dipenuhi oleh
Matriks prosedur Subahap 5b-1 dan 5b-2,
pengembang setelah melakukan kegiatan
sebagaimana ditampilkan pada Gambar 29 dan

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 139


Gambar 30, menyajikan rangkaian kegiatan yang tercakup di dalamnya, disertai dengan key actor
tercakup di dalamnya, disertai dengan key actor dan kerangka waktu di setiap kegiatan. Dapat
dan kerangka waktu di setiap kegiatan. Dapat dilihat pada matriks tersebut, bahwa Pengkaji
dilihat pada matriks tersebut bahwa pemerintah Teknis dan Pemerintah Daerah merupakan key
daerah merupakan key actor pada kedua subtahap actor pada Subtahap 5c-1 (SLF). Sedangkan key
ini. Penjelasan masing-masing subtahap, actor pada Subtahap 4d-2 (SLO) mencakup
mencakup rangkaian kegiatan yang digambarkan Lembaga Inspeksi Teknis (LIT), DJK-KESDM
dalam matriks, dideskripsikan secara rinci pada (melalui aplikasi Perizinan ESDM), dan
bagian setelah matriks prosedur Tahap 5b. Kementerian Investasi (melalui sistem OSS).
Penjelasan masing-masing subtahap, mencakup
Matriks prosedur Subtahap 5c-1 dan 5c-2, rangkaian kegiatan yang digambarkan dalam
sebagaimana ditampilkan pada Gambar 31 dan matriks, dideskripsikan secara rinci pada bagian
Gambar 32, menyajikan rangkaian kegiatan yang setelah matriks prosedur Tahap 5c.

Tabel 37: Regulasi yang mengatur Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi
(SLF), dan Sertifikat Laik Operasi (SLO)

Peraturan Tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun


Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021
2002 tentang Bangunan Gedung

Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Bidang Ketenagalistrikan

Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018 Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan

Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2016 jo.


Izin Mendirikan Bangunan Gedung
Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2020

140 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Matriks Prosedur Tahap 5b

Gambar 29: Matriks prosedur Tahap 5b-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pembangunan:
Persetujuan Bangunan Gedung/PBG)

Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pemerintah Daerah
Waktu
Permohonan [5b-1] Pengajuan
Persetujuan Permohonan PBG
Bangunan pada SIMBG
Gedung (PBG)

Verifikasi [5b-1] Verifikasi kelengkapan


[5b-1] Pemenuhan
kelengkapan persyaratan
persyaratan
persyaratan (oleh Sekretariat Dinas Teknis)

[5b-1] Pemeriksaan
Dokumen Rencana Teknis
(oleh TPA/TPT)

[5b-1] Penyusunan
Berita Acara

Pemeriksaan
28 hari
Dokumen
[5b-1] kerja
Rencana Teknis Tidak Apakah
Rekomendasi Dokumen Rencana Teknis
Pendaftaran Ulang memenuhi standar teknis?
PBG

Ya

[5b-1] Rekomendasi
Pemenuhan Standar Teknis

Penerbitan Surat
Pernyataan [5b-1] Surat Pernyataan
Pemenuhan Pemenuhan Standar Teknis
Standar Teknis (oleh Dinas Teknis)

[5b-1] [5b-1] Penetapan Nlai


Penetapan Nilai
Pembayaran Nlai Retribusi Daerah
Retribusi Daerah
Retribusi Daerah (oleh Dinas Teknis)

Bukti Pembayaran
Penerbitan PBG [5b-1] Penerbitan PBG
(oleh DPMPTSP)

Sumber: (i) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021;


(ii) www.simbg.pu.go.id.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 141


Gambar 30: Matriks prosedur Tahap 5b-2 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: Izin
Gangguan/Hinder Ordonnantie/HO dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air/SIPPA)

Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pemerintah Daerah (DPMPTSP)
Waktu

Permohonan Perizinan:
• Izin Gangguan (HO)
• Surat Izin
[5a-4] Permohonan
Pengambilan dan
perizinan
Pemanfaatan Air
(SIPPA)

[5a-4] Pemenuhan [5a-4] Verifikasi


persyaratan dokumen

Verifikasi dokumen Apakah


dokumen yang Tidak
[5a-4] Penolakan
diberikan memenuhi permohonan
persyaratan?

Ya

Penerbitan perizinan [5a-4] Penerbitan


berusaha perizinan

Subtahap 5b-1: Persetujuan Bangunan Untuk memperoleh PBG, pengembang terlebih


dahulu harus mengajukan permohonan PBG
Gedung (PBG)
melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Bangunan Gedung (SIMBG) (www.simbg.pu.go.id)
Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan dengan penyampaian persyaratan administrasi
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang dan teknis, berupa data pemohon/ pemilik, data
Bangunan Gedung, Persetujuan Bangunan bangunan gedung, dokumen rencana teknis, dan
Gedung (PBG) adalah perizinan yang diberikan dokumen pendukung lainnya (seperti data
kepada pemilik Gedung untuk membangun baru, tanah)—sebagaimana disajikan pada Tabel 38.
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau Kepala Dinas Teknis kemudian akan menugaskan
merawat bangunan gedung sesuai dengan standar Sekretariat untuk melakukan verifikasi terhadap
teknis bangunan gedung—yang harus diajukan kelengkapan persyaratan tersebut. Setelah
sebelum pelaksanaan konstruksi. PBG ini persyaratan dinyatakan lengkap, Sekretariat
diperlukan baik untuk bangunan gedung memberikan jadwal konsultasi perencanaan
permanen maupun gedung nonpermanen. kepada pengembang.
Sebagai catatan, Persetujuan Bangunan (PBG) ini
Konsultasi perencanaan dilakukan dengan
akan menggantikan Izin Mendirikan Bangunan
pemeriksaan dokumen rencana teknis.
(IMB).
Pemeriksaan tersebut dieksekusi oleh Tim Profesi

142 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Ahli (TPA) atau Tim Penilai Teknis (TPT)—yang Setelah penerbitan Surat Pernyataan Pemenuhan
dibentuk oleh Pemerintah Daerah untuk Standar Teknis, penetapan nilai retribusi daerah
memberikan pertimbangan teknis dalam proses dilakukan oleh Dinas Teknis, dari hasil perhitungan
penilaian dokumen rencana teknis. Pemeriksaan teknis berdasarkan indeks terintegrasi dan harga
dilakukan paling banyak lima (5) kali dalam kurun satuan retribusi. Selanjutnya Dinas Perizinan akan
waktu paling lama 28 hari kerja, dan dilakukan menyampaikan Surat Ketetapan Retribusi Daerah
pertama kali paling lama tiga (3) hari kerja sejak (SKRD), yang berisikan besaran retribusi daerah.
pengajuan pendaftaran. Pemeriksaan dilakukan Pengembang diharuskan untuk membayar
melalui dua tahap, yaitu pemeriksaan dokumen retribusi daerah yang telah ditetapkan tersebut.
rencana arsitektur serta pemeriksaan dokumen Selanjutnya, bukti pembayaran retribusi akan
rencana struktur, mekanikal, elektrikal, dan diverifikasi dan divalidasi oleh Dinas Perizinan—
perpipaan. hingga diterbitkannya Surat Setoran Retribusi
Daerah (SSRD). Berdasarkan SSRD tersebut,
Hasil pemeriksaan yang dilengkapi dengan Kepala Dinas Perizinan akan melakukan validasi.
pertimbangan teknis, dituangkan dalam Berita Dinas Perizinan selanjutnya akan menerbitkan
Acara—yang akan diunggah oleh Sekretariat ke persetujuan penerbitan PBG dan melakukan
dalam SIMBG. Berdasarkan pertimbangan teknis, penyerahan PBG kepada pemohon. Sebagai
perbaikan dokumen rencana teknis dapat catatan, konstruksi PLTBio (Tahap 9) dapat
dilakukan oleh pengembang sebelum jadwal dilaksanakan setelah pengembang memperoleh
pemeriksaan selanjutnya. Pada Berita Acara PBG. Pengembang harus menyampaikan informasi
pemeriksaan terakhir dilengkapi dengan jadwal tanggal mulai pelaksanaan konstruksi
kesimpulan terkait dokumen rencana teknis kepada Dinas Teknis melalui SIMBG. Informasi
apakah sudah memenuhi standar atau belum tersebut harus disampaikan sebelum pelaksanaan
memenuhi standar. Apabila dokumen rencana konstruksi dimulai. Apabila pengembang tidak
teknis telah memenuhi standar teknis, maka akan menyampaikan informasi pelaksanaan konstruksi
diterbitkan Surat Pernyataan Pemenuhan Standar selambat-lambatnya enam (6) bulan sejak
Teknis oleh Dinas Teknis. Sedangkan jika dokumen diterbitkannya PBG, maka PBG akan dicabut dan
rencana teknis belum memenuhi standar teknis, dinyatakan tidak berlaku.
maka akan dikeluarkan rekomendasi pendaftaran
ulang PBG.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 143


Tabel 38: Persyaratan Dokumen Permohonan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)

Dokumen Data yang Dibutuhkan

Rencana • Data penyedia jasa perencana arsitektur


Arsitektur • Konsep rancangan
• Gambar rancangan tapak
• Gambar denah
• Gambar tampak Bangunan Gedung
• Gambar rencana tata ruang dalam
• Gambar rencana tata ruang luar
• Detail utama dan/atau tipikal

Rencana Struktur • Gambar rencana struktur bawah dan detailnya


• Gambar rencana struktur atas dan detailnya
• Gambar rencana basemen dan detailnya
• Perhitungan rencana struktur, dilengkapi dengan data penyelidikan tanah
untuk Bangunan Gedung lebih dari 2 (dua) lantai

Rencana Utilitas • Perhitungan kebutuhan air bersih, listrik, penampungan dan pengolahan air
Rencana
limbah, pengelolaan sampah, beban kelola air hujan, serta kelengkapan
Teknis
prasarana dan sarana pada Bangunan Gedung
• Perhitungan tingkat kebisingan dan getaran
• Gambar sistem proteksi kebakaran sesuai dengan tingkat risiko kebakaran
• Gambar sistem penghawaan atau ventilasi alami dan/atau buatan
• Gambar sistem transportasi vertikal
• Gambar sistem trasnportasi horizontal
• Gambar sistem informasi dan komunikasi internal dan eksternal
• Gambar sistem proteksi petir
• Gambar jaringan listrik, yang terdiri dari gambar sumber, jaringan, dan
pencahayaan
• Gambar sistem sanitasi, yang terdiri dari sistem air bersih, air limbah, dan air
hujan.

Spesifikasi Teknis Jenis, tipe, dan karakteristik material atau bahan yang digunakan secara lebih
Bangunan Gedung detail dan menyeluruh untuk komponen arsitektural, struktural, mekanikal,
elektrikal, dan perpipaan (plumbing).

Laporan uraian perhitungan biaya berdasarkan perhitungan volume masing-


Perkiraan Biaya pelaksanaan
masing elemen arsitektur, struktur, mekanikal, elektrikal, dan perpipaan
Konstruksi
(plumbing) dengan mempertimbangkan harga satuan Bangunan Gedung

Sumber: www.simbg.pu.go.id

144 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Subtahap 5b-2: Izin Lainnya 2. Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air
(SIPPA), merupakan izin pengambilan dan
Selain PBG, sebagai persyaratan kegiatan pemanfaatan air untuk kegiatan konstruksi
konstruksi (Tahap 9), pengembang harus PLTBio, serta untuk memenuhi kebutuhan
mengajukan perizinan berusaha lainnya yang domestik di lingkup PLTBio yang akan
diperlukan, yaitu: (i) Izin Gangguan (Hinder dikembangkan, antara lain untuk kebutuhan
Ordonnantie, HO); dan (ii) Surat Izin Pengambilan sanitasi pegawai saat pembangkit mulai
dan Pemanfaatan Air (SIPPA). beroperasi, dan lainnya.

Masing-masing perizinan berusaha tersebut Pengembang dapat mengajukan permohonan


diuraikan secara singkat di bawah ini: kedua perizinan berusaha tersebut kepada
Pemerintah Daerah melalui Dinas Penanaman
1. Izin Gangguan (HO), merupakan perizinan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
dari Pemerintah Daerah—berdasarkan Focus (DPMPTSP) Provinsi—di lokasi pengembangan
Group Discussion (FGD) Level Provinsi terkait proyek PLTBio. Dalam hal ini, pengembang harus
Kegiatan Pengembangan Pedoman dan menyampaikan dokumen persyaratan untuk
Rekomendasi Investasi ET dan EE pada mendapatkan izin tersebut (sebagai contoh,
tanggal 24 Agustus 2021—yang wajib dimiliki Tabel 39 merupakan dokumen persyaratan
oleh setiap pelaku usaha apabila tempat atau SIPPA). Pemerintah daerah kemudian akan
kegiatan usahanya berpotensi menimbulkan melakukan verifikasi dokumen persyaratan hingga
gangguan, bahaya, ketidaknyamanan, atau penerbitan perizinan berusaha. Sebagai catatan,
kerugian tertentu bagi masyarakat sekitar. proses pengajuan permohonan perizinan berusaha
Dalam hal pengembangan proyek PLTBio, dan penyampaian dokumen persyaratan dapat
calon pengembang harus memiliki Izin dilakukan secara online melalui web DPMPTSP
Gangguan sebelum melakukan kegiatan Provinsi.
konstruksi PLTBio.

Tabel 39: Dokumen persyaratan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA)

Dokumen Persyaratan
1) Surat permohonan bermaterai Rp10.000,00.
2) Surat Kuasa/Surat Tugas.
3) Salinan KTP pemohon.
4) Salinan NPWP perusahaan.
5) Nomor Induk Berusaha (NIB).
6) Salinan Akta Notaris badan hukum perusahaan.
7) Surat pernyataan keabsahan, kesanggupan memenuhi dan mematuhi semua persyaratan yang ditentukan.
8) Gambar lokasi/peta situasi (disertai titik koordinat pengambilan dan atau konstruksi).
9) Gambar desain bangunan (pengambilan, pembuangan air maupun prasarana lainnya).
10) Spesifikasi teknis bangunan pengambilan air.
11) Proposal teknik/penjelasan penggunaan air.
12) Manual operasi dan pemeliharaan.
13) Bukti kepemilikan atau pengusahaan (Sertifikat Tanah).
14) Izin lingkungan dan persetujuan Amdal/UKL-UPL/Surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup dari instansi yang berwenang
15) Hasil konsultasi publik atas pengusahaan Sumber Daya Air
Sumber: DPMPTSP Provinsi Riau

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 145


Gambar 31: Matriks prosedur Tahap 5c-1 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: SLF)

Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pengkaji Teknis Pemerintah Daerah
Waktu

[5c-1] Penetapan
Penetapan penyedia jasa
Penyedia Jasa Pengkaji Teknis
Pengkaji Teknis yang dihubungi

[5c-1] Pemeriksaan
[5c-1] Pemenuhan
kelengkapan & kesesuaian
kelengkapan
dokumen dengan bangunan
dokumen
gedung terbangun

[5c-1] Analisis & evaluasi


kesesuaian dokumen
dengan standar teknis

Pemeriksaan [5c-1] Penyusunan laporan dan


kelengkapan rekomendasi kondisi bangunan
dokumen dan
kondisi gedung
[5c-1]
[5c-1]
Rekomendasi
Perbaikan & Tidak
perbaikan & Apakah
pengubahsuaian
pengubahsuaian dokumen
(retrofitting)
(retrofitting) sesuai?
dokumen atau
dokumen atau
kondisi bangunan
kondisi bangunan
Ya

[5c-1] Verifikasi
kesesuaian

Penerbitan Surat [5c-1] Penerbitan


Pernyataan Surat Pernyataan
Kelaikan Fungsi Kelaikan Fungsi

Pengajuan [5c-1]
permohonan SLF Pendaftaran
permohonan SLF

[5c-1] [5c-1] Verifikasi


Pemenuhan kelengkapan
kelengkapan dokumen
dokumen

[5c-1] [5c-1] Apakah


Tidak
Perbaikan Catatan dokumen
dokumen kekura- lengkap?
persyaratan ngan
Verifikasi
dokumen Ya
permohonan
[5c-1] Verifikasi
kebenaran
dokumen

[5c-1] Tidak
Apakah
Surat
dokumen
pembe-
sesuai?
ritahuan
Ya
Penerbitan Surat
[5c-1] Penerbitan Surat
Pernyataan
Pernyataan Pemenuhan
Pemenuhan
Standar Teknis
Standar Teknis

Penerbitan SLF [5c-1] Penerbitan SLF

Sumber: (i) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021;


(ii) www.simbg.pu.go.id.

146 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Gambar 32: Matriks prosedur Tahap 5c-2 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: Sertifikat
Laik Operasi/SLO)

Lembaga DJK-KESDM Kementerian Kerangka


Kegiatan Badan Usaha
Inspeksi Teknis (Sistem Registrasi SLO) Investasi (OSS) Waktu

[5c-2] Pengajuan [5c-2]


Pengajuan permohonan &
permohonan Penerbitan SLO
Lembaga Inspeksi (belum efektif)
SLO Teknis

[5c-2] Pemenuhan [5c-2]


dokumen Pemeriksaan &
persyaratan pengujian online

Proses
Apakah
pelaksanaan Tidak
dokumen sudah
pengujian
lengkap &
secara online
sesuai?
Ya

[5c-2]
Registrasi SLO

[5c-2]
Pemeriksaan &
Proses pengujian ke lokasi
pelaksanaan
pengujian di
lokasi [5c-2] Pembuatan
laporan

[5c-2] Verifikasi
& Validasi
keabsahan SLO
Verifikasi
keabsahan
SLO Apakah
Tidak
dokumen sudah
memenuhi
persyaratan?

Ya

[5c-2] [5c-2]
Penerbitan
Persetujuan Penerbitan SLO
SLO
pemberian SLO (efektif)

Sumber: Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 147


Subtahap 5c-1: Sertifikat Laik Fungsi gedung terbangun dengan standar teknis pada
saat dibangun, atau jika bangunan gedung
(SLF)
terbangun ingin disesuaikan dengan standar
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 teknis terbaru maka dilakukan evaluasi. Dari hasil
Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan analisis dan evaluasi tersebut, Pengkaji Teknis
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang kemudian menyusun laporan dan rekomendasi
Bangunan Gedung, Sertifikat Laik Fungsi (SLF) kondisi bangunan.
merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Pengkaji
pemerintah daerah—untuk menyatakan kelaikan
Teknis tergantung pada keseuaian dokumen
fungsi suatu bangunan gedung, baik secara
khususnya gambar bangunan terbangun dengan
administratif maupun teknis, sebelum
dokumen PBG dan kondisi bangunan gedung. Jika
pemanfaatnya. SLF akan diberikan apabila
pada rekomendasi tersebut dinyatakan perbaikan
bangunan gedung sudah dibangun sesuai dengan
atau pengubahsuaian (retrofitting) dokumen atau
dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
kondisi bangunan gedung, maka pengembang
dan persyaratan kelaikan teknis. Pemberian SLF
dapat melakukan hal tersebut, kemudian akan
dapat dilakukan setelah adanya pengecekan dan
diverifikasi kembali oleh Pengkaji Teknis, hingga
juga pemeriksaan. Prosedur perizinan SLF,
dinyatakan perbaikan atau pengubahsuaian telah
dikelompokkan menjadi dua (2) tahapan utama,
dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi. Apabila
yaitu (i) pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
seluruh dokumen telah sesuai, Pengkaji Teknis
Gedung dan (ii) pengajuan permohonan SLF..
akan memberikan Surat Pernyataan Kelaikan
Dalam hal pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan Fungsi bangunan gedung kepada pengembang.
gedung, pengembang dapat melakukan kerja
Setelah memperoleh Surat Pernyataan Kelaikan
sama dengan perusahaan atau penyedia jasa
Fungsi, pengembang harus mengajukan
Pengkaji Teknis yang bersertifikat. Sebagai
permohonan SLF melalui aplikasi Sistem Informasi
langkah awal, Pengkaji Teknis akan melakukan
Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG)
pemeriksaan kelengkapan dokumen dan
(www.simbg.pu.go.id), dengan menyertakan
kesesuaian dokumen dengan bangunan gedung
kelengkapan dokumen sebagaimana
yang terbangun—sesuai dengan ketentuan yang
dipersyaratkan dalam aplikasi tersebut.
disajikan pada Box 25. Dokumen yang diperiksa
Pemerintah Daerah melalui Dinas Teknis kemudian
mencakup: dokumen data umum bangunan
melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran
gedung; dokumen PBG dan/atau rencana teknis;
dokumen. Setelah semua dokumen lengkap dan
dan dokumen pelaksanaan konstruksi bangunan
sesuai, Dinas Teknis akan menerbitkan Surat
gedung atau gambar terbangun (as-built
Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis melalui
drawing).
aplikasi SIMBG. Selanjutnya SLF akan diterbitkan
Selanjutnya, Pengkaji Teknis akan melakukan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Penanaman
analisis dan evaluasi serta menyusun laporan dan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
rekomendasi kelaikan fungsi gedung. Proses ini (DPMPTSP).
meliputi analisis terhadap kondisi bangunan

148 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 22: Proses Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen dan Kondisi Bangunan Gedung

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, akan dilakukan proses pemeriksaan
kelengkapan dokumen dan kondisi bangunan gedung untuk memperoleh Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Pemeriksaan kesesuaian dokumen dengan bangunan gedung tersebut dilakukan terhadap:
• Identitas pemilik.
• Kondisi bangunan gedung.
• Kesesuaian dengan Keterangan Rencana Kota (KRK).
• Dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau rencana teknis atau gambar terbangun
(as-built drawing) diperiksa kesesuaiannya dengan bangunan gedung terbangun.
• Informasi pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung.
Pemeriksaan kondisi bangunan gedung mencakup penyusunan daftar simak pemeriksaan kondisi
bangunan gedung dan pemeriksaan kondisi bangunan gedung terhadap daftar simak. Sebagai catatan,
terkait gambar bangunan gedung, paling sedikit memuat aspek keselamatan yang meliputi dimensi
balok dan kolom bangunan gedung beserta peletakannya, jalur evakuasi ( mean of egress), sistem
proteksi kebakaran, sistem proteksi petir, dan sistem instalasi listrik.

Subtahap 5c-2: Sertifikat Laik Operasi Apabila dokumen telah lengkap dan sesuai, DJK-
KESDM akan menerbitkan Registrasi SLO. Selain
(SLO)
itu, LIT juga akan melakukan pemeriksaan dan
Sertifikat Laik Operasi (SLO) merupakan salah satu pengujian ke lokasi serta penyusunan laporan.
persyaratan dalam penetapan Commercial Merujuk pada Registrasi SLO dan laporan dari LIT,
Operation Date (COD). Untuk mendapatkan SLO, DJK-KESDM akan melakukan verifikasi dan
pengembang harus mengajukan permohonan validasi keabsahan SLO. Selanjutnya, setelah
yang dilakukan pada saat pelaksanaan koneksi semua dokumen memenuhi persyaratan, SLO
jaringan listrik dan commissioning (Tahap 10). dengan status “efektif” akan diterbitkan melalui
Sebagai langkah awal, pengembang harus sistem OSS.
mengajukan permohonan SLO melalui sistem OSS
Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 38
(www.oss.go.id) untuk penerbitan SLO dengan
Tahun 2018 tentang Tata Cara Akreditasi dan
status “belum efektif”. Selain itu, pengembang
Sertifikasi Ketenagalistrikan, proses penerbitan
juga harus menghubungi salah satu Lembaga
SLO efektif oleh DJK-KESDM memerlukan waktu
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik yang berlisensi
paling lama empat (4) hari kerja. SLO yang
atau terakreditasi, dan melampirkan dokumen
diterbitkan berlaku untuk jangka waktu lima (5)
persyaratan kepada LIT, sebagaimana
tahun dan dapat diperpanjang. Perlu diketahui
ditabulasikan pada Tabel 40. Sebagai catatan,
bahwa SLO tidak berlaku apabila terdapat
daftar LIT dapat dilihat pada aplikasi Sistem
perubahan kapasitas, instalasi, rekondisi, ataupun
Registrasi SLO (www.slodjk.esdm.go.id).
relokasi.
LIT kemudian akan melakukan pemeriksaan dan
pengujian dokumen persyaratan secara online.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 149


Tabel 40: Dokumen persyaratan pengajuan Sertifikat Laik Operasi (SLO)

Dokumen Persyaratan

1) IUPTL, Izin Operasi, atau identitas pemilik instalasi pemanfaatan tenaga listrik.
2) Lokasi instalasi.
3) Jenis dan kapasitas instalasi.
4) Gambar instalasi dan tata letak yang dikeluarkan oleh badan usaha jasa konsultasi perencana tenaga listrik
yang memilki Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL).
5) Diagram satu garis yang dikeluarkan oleh badan usaha jasa konsultasi perencana tenaga listrik yang memiliki
IUJPTL.
6) Spesifikasi peralatan utama instalasi.
7) Spesifikasi teknik dan standar yang digunakan.

Sumber: Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018

Tahap 9: Engineering, Procurement, and Construction (EPC)

Gambaran Umum Tahap 9 peralatan dari setiap peralatan, serta dokumen


teknis lainnya yang disusun secara rinci. Dalam
Setelah memperoleh IUPTL, pengembang dapat penyusunan DED, pengembang dapat bekerja
melanjutkan pengusahaan PLTBio ke tahap sama dengan kontraktor EPC maupun konsultan
Engineering, Procurement, and Construction engineering lain.
(EPC). Tahap ini merupakan tahap paling penting
dan memiliki risiko yang relatif tinggi dalam Dalam tahap EPC, pengembang dapat
pengembangan proyek PLTBio, mengingat melaksanakan kegiatan pengadaan peralatan
sebagian besar modal investasi digunakan dalam (procurement) berdasarkan dokumen keluaran
tahap ini. DED. Pada umumnya, spesifikasi teknis dan lembar
data dari DED akan disatukan dengan beberapa
Tahap EPC diawali dengan kegiatan penyusunan persyaratan dan ketentuan komersial untuk
Detailed Engineering Design (DED) yang permohonan surat permintaan harga (SPH). SPH
didasarkan pada hasil Studi Perencanaan tersebut kemudian dibagikan kepada
(Tahap 2). Melalui penyusunan DED, pengembang penyedia/vendor peralatan potensial; kemudian,
akan mendapatkan definisi lengkap setiap aspek penyedia peralatan menyiapkan penawaran harga
pengembangan proyek—dari segi engineering— sesuai dengan SPH. Penawaran terbaik dipilih oleh
dalam bentuk informasi teknis yang digunakan bagian pengadaan kontraktor EPC melalui
sebagai dasar dilakukannya kegiatan pengadaan konsultasi dengan pengembang. Selanjutnya,
(procurement) dan konstruksi (construction). pengembang dan penyedia peralatan terpilih
melakukan perjanjian jual beli peralatan.
Dokumen keluaran DED secara umum mencakup
gambar pembangkit (model 2D dan 3D), denah Dalam kegiatan pengadaan, peralatan dapat
dasar dan lokasi terperinci, desain engineering diperoleh dari dalam negeri maupun diimpor dari
beserta perhitungan, bill of material (BOM), daftar luar negeri—khususnya untuk peralatan yang tidak
peralatan, spesifikasi teknis dan lembar data tersedia di dalam negeri. Perihal impor peralatan,

150 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIO ENERGI


terdapat beberapa dokumen yang perlu disiapkan Uap (PLTU)—diatur pada Peraturan Menteri
oleh pengembang, antara lain insentif Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012, sebagaimana
Pembebasan Bea Masuk (Tahap 4b) dan Angka ditampilkan pada Box 23. Sementara itu, besaran
Pengenal Importir-Produsen (API-P)—saat ini nilai TKDN barang dan jasa untuk PLTBg dan
berupa NIB yang diperoleh dari sistem OSS pada PLTSa belum diatur hingga saat pedoman ini
saat pendirian badan usaha (Tahap 3). dikembangkan. Meskipun demikian, pembelian
peralatan dan perangkat lokal harus tetap
Sehubungan dengan adanya peraturan terkait diprioritaskan untuk mempermudah proses
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), besaran logistik dan menekan biaya investasi—dengan
nilai TKDN barang dan jasa harus diperhatikan. tetap mempertimbangkan kematangan teknologi,
Besaran nilai TKDN barang dan jasa PLTBm— performa peralatan dan kualitas dari peralatan.
diklasifikasikan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga

Box 23: Besaran Nilai TKDN Barang dan Jasa untuk PLTBm

Merujuk pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan
Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, PLTBm diklasifikasikan
sebagai PLTU dengan besaran nilai TKDN barang dan jasa sebagai berikut:
1) Kapasitas terpasang sampai dengan 15 MW per unit, yaitu:
• TKDN barang minimum sebesar 67,95%
• TKDN jasa minimum sebesar 96,31%
• TKDN gabungan barang dan jasa minimum sebesar 70,79%
2) Kapasitas terpasang lebih dari 15 MW sampai dengan 25 MW per unit, yaitu:
• TKDN barang minimum sebesar 45,36%
• TKDN jasa minimum sebesar 91,99%
• TKDN gabungan barang dan jasa minimum sebesar 49,09%
3) Kapasitas terpasang lebih dari 25 MW sampai dengan 100 MW per unit, yaitu:
• TKDN barang minimum sebesar 40,85%
• TKDN jasa minimum sebesar 88,07%
• TKDN gabungan barang dan jasa minimum sebesar 44,14%
Komponen utama barang mencakup steam turbine, boiler, generator, electrical, instrument and control,
balance of plant dan/atau civil and steel structure. Komponen jasa mencakup Jasa Konsultan (Feasibility
Study), Jasa Konstruksi Terintegrasi (Engineering, Procurement, and Construction), Jasa Pemeriksaan,
Pengujian, Sertifikasi, dan/atau Jasa Pendukung.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 151


Kegiatan terakhir dalam tahap EPC adalah dan mengawasi perkembangan proses konstruksi.
konstruksi (construction), yang mencakup Setelah kegiatan konstruksi selesai dilaksanakan,
kegiatan pembangunan fisik pembangkit dan pengusahaan PLTBio dapat dilanjutkan ke tahap
instalasi peralatan. Kegiatan konstruksi ini dapat selanjutnya, yaitu tahap Penyambungan Jaringan
dimulai setelah pengembang memperoleh Listrik dan Commissioning (Tahap 10).
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) (Subtahap
5b-1). Kegiatan konstruksi ini harus sesuai dengan Regulasi utama dalam pelaksanaan kegiatan EPC
jadwal pembangunan yang sudah disetujui dalam PLTBio, dalam hal ini terkait TKDN, ditabulasikan
PJBL (Tahap 7). Kegiatan pembangunan fisik pada Tabel 41. Adapun tantangan yang umum
pembangkit dan instalasi peralatan umumnya dihadapi oleh para pengembang dalam tahap EPC
dilakukan oleh kontraktor EPC. Dalam dapat dirangkum pada Tabel 42.
pelaksanaannya, pengembang wajib mengetahui

Tabel 41: Regulasi yang mengatur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)

Peraturan Tentang

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor


Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan
54 Tahun 2012 jo. Peraturan Menteri
Infrastruktur Ketenagalistrikan
Perindustrian Nomor 5 Tahun 2017

Tabel 42: Deskripsi tantangan pada Tahap 9 (Engineering, Procurement, and Construction/EPC)

Tantangan Deskripsi Rekomendasi

Kurangnya Kurangnya infrastruktur transmisi listrik, termasuk


infrastruktur kurangnya jaringan dari sumber energi terbarukan
transmisi listrik (ET) ke pusat beban, ketidakpastian dalam
pembangunan infrastruktur transmisi baru.

Kemampuan Kontraktor EPC lokal mungkin tidak memiliki Pengembang proyek memberikan
kontraktor EPC cukup pengalaman, keahlian, atau kemampuan kontrak EPC kepada sebuah
yang tidak untuk melakukan pembangunan pembangkit perusahaan engineering yang dapat
memadai listrik. Hal ini mungkin disebabkan oleh jadwal diandalkan dengan sejarah kinerja
pembangunan yang tidak realistis, atau yang terbukti dalam skala proyek dan
ketidaksesuaian antara pembangunan dan teknologi yang serupa.
gambar teknik. Akibatnya, harus dilakukan banyak Selama pembangunan, pengembang
koreksi yang dapat mengakibatkan pelaksanaan proyek harus memantau kualitas
proyek tidak sesuai jadwal. Hal ini juga mungkin pekerjaan dengan seksama. Beberapa
berpengaruh buruk terhadap kinerja pembangkit pihak ketiga dapat dikontrak untuk
listrik. melakukan kontrol kualitas di lokasi.

152 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tahap 10: Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning

Gambaran Umum Tahap 10 berlaku untuk mendapatkan Sertifikat Laik


Operasi (SLO) (Subtahap 5c-2).
Pengembang harus mengorganisasikan
Setelah kegiatan penyambungan listrik dan
pelaksanaan penyambungan jaringan listrik serta
commissioning selesai dilakukan serta SLO telah
commissioning—untuk memastikan bahwa
diperoleh, Commercial Operation Date (COD)
pembangkit listrik dapat dioperasikan dengan
dapat ditetapkan sehingga penjualan tenaga listrik
aman dan memenuhi persyaratan serta standar
dapat dimulai.
yang berlaku. Tahap ini terdiri dari dua subtahap,
yaitu penyambungan jaringan listrik Dalam tahap ini, regulasi yang terkait dengan
(Subtahap 10-1) dan commissioning PLTBio penyambungan jaringan listrik dan commissioning
(Subtahap 10-2). dirangkum pada Tabel 43.

Matriks prosedur untuk Tahap 10, sebagaimana


, dengan uraian singkat sebagai berikut:
ditampilkan pada Gambar 33, menyajikan
rangkaian kegiatan di dalamnya, termasuk key
1. Subtahap 10-1 (Penyambungan Jaringan
actor dan kerangka waktu di setiap kegiatan.
Listrik). Subtahap ini mencakup kegiatan
Dapat dilihat pada matriks tersebut bahwa PT PLN
permohonan penyambungan kepada PT PLN
(Persero) dan DJK-KESDM merupakan key actor
(Persero) untuk pemberian tegangan.
dalam tahap ini. Penjelasan Tahap 10, mencakup
2. Subtahap 10-2 (Commissioning). Subtahap ini rangkaian subtahap dan kegiatan yang
ditujukan untuk melakukan inspeksi dan digambarkan dalam matriks, dideskripsikan secara
pengujian sesuai dengan peraturan yang rinci pada bagian setelah matriks.

Tabel 43: Regulasi yang mengatur kegiatan Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning

Peraturan Tentang

Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018 Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan

Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code)

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 153


Matriks Prosedur Tahap 10

Gambar 33: Matriks prosedur Tahap 10 (Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning)

Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero) DJK – KESDM
Waktu

[10-1] Pengajuan
permohonan
Pengajuan
permohonan
penyambungan
jaringan listrik [10-1] Pemenuhan
persyaratan
(Konfirmasi Tertulis)

[10-1] Kesepakatan waktu


pemeriksaan titik sambung

[10-1] Pemeriksaan titik sambung

Pemeriksaan Apakah titik sambung


Tidak
titik sambung [10-1] Perbaikan memenuhi persyaratan Aturan
(oleh LIT) persyaratan Jaringan dan siap untuk
pemberian tegangan?

Ya

[10-1] Rekomendasi Pemberian


Tegangan dan Percobaan
Pembebanan dalam rangka
pengujian sistem pada titik
sambung

[10-1] Izin Penyambungan


Jaringan Listrik
Penyambungan
jaringan listrik
[10-1] Pelaksanaan prosedur
pemberian tegangan

[10-1] Pelaksanaan [10-1]


Commissioning Pelaksanaan
Pelaksanaan Pengujian
pengujian
(commissioning)
[5c-2] [5c-2]
Permohonan SLO Penerbitan SLO

Sumber: Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018.

154 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Subtahap 10-1: Penyambungan Jaringan Sebelum dilakukan pemeriksaan oleh LIT,
pengembang dan LIT melakukan kesepakatan
Listrik
waktu pemeriksaan titik sambung. Dalam hal LIT
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 menyatakan bahwa kondisi titik sambung
Tahun 2020 tentang Aturan Jaringan Sistem memenuhi persyaratan Aturan Jaringan (Grid
Tenaga Listrik (Grid Code), setelah selesai Code) dan siap untuk pemberian tegangan, LIT
pembangunan PLTBio, pengembang harus akan menerbitkan rekomendasi pemberian
mengajukan permohonan sambung untuk tegangan dan percobaan pembebanan dalam
pemberian tegangan (energize) kepada pengelola rangka pengujian sistem pada titik sambung.
operasi sistem PT PLN (Persero). Permohonan Adapun sebaliknya, dalam hal LIT menyatakan
penyambungan diajukan paling lambat 10 hari bahwa titik sambung dan/atau peralatan terkait
kerja sebelum tanggal pelaksanaan pemberian lainnya tidak siap menerima tegangan,
tegangan pada titik sambung. Pengembang pengembang harus melakukan perbaikan sesuai
sebagai pemakai jaringan harus memenuhi dengan kebutuhan hingga dinyatakan sesuai dan
persyaratan fasilitas dari titik sambung, layak diberi tegangan oleh LIT.
sebagaimana dirangkum pada Tabel 44.
Setelah LIT menerbitkan rekomendasi pemberian
Sebelum pemberian tegangan atau sinkronisasi tegangan dan percobaan pembebanan dalam
titik sambung, pengembang harus membuktikan rangka pengujian sistem pada titik sambung,
kepada pengelola operasi sistem PT PLN (Persero) pengembang dan pengelola operasi sistem PT
bahwa seluruh persyaratan Aturan Jaringan (Grid PLN (Persero) melaksanakan prosedur pemberian
Code) terpenuhi. Selain itu, pengembang harus tegangan yang telah disusun dan disepakati
membuktikan bahwa media telekomunikasi yang bersama. Proses pemberian tegangan dilakukan
diperlukan untuk suara, proteksi, dan peralatan selama 24 jam atau sesuai dengan durasi yang
kontrol yang terpasang memenuhi standar dalam diperlukan untuk jenis peralatan yang diuji sebagai
Aturan Jaringan. Fasilitas yang dibangun oleh bagian dari pengujian sistem.
pengembang harus diperiksa dan dinyatakan telah
Sebagai catatan, rekomendasi pemberian
memenuhi persyaratan oleh Lembaga Inspeksi
tegangan dan percobaan pembebanan dalam
Teknik (LIT) Tenaga Listrik Akreditasi. Selanjutnya,
rangka pengujian sistem dari LIT hanya berlaku
izin untuk penyambungan ke jaringan akan
tujuh (7) hari kerja terhitung sejak terbitnya
diberikan secara tertulis oleh pengelola operasi
rekomendasi. Apabila pelaksanaan pemberian
sistem PT PLN (Persero).
tegangan melebihi durasi waktu yang ditentukan,
rekomendasi tersebut perlu diperbarui kembali..

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 155


Tabel 44: Dokumen persyaratan fasilitas dari titik sambung

Permohonan Persyaratan

1) Memenuhi persyaratan Aturan Perencanaan dan Pelaksanaan Operasi serta telah


menyampaikan data dan informasi yang diperlukan sesuai yang diatur dalam Aturan
Kebutuhan Data dengan waktu yang memadai untuk evaluasi teknis.
2) Memenuhi persyaratan Aturan Operasi.
3) Menyampaikan permintaan tertulis kepada pengelola operasi sistem PT PLN (Persero)
mengenai informasi yang diperlukan untuk mempersiapkan urutan kerja lapangan, yaitu:
Persyaratan
Fasilitas dari • Daftar peralatan seperti trafo, tap changer, pengaturan dan pasokan reaktif, dan
Titik peralatan proteksi yang mempengaruhi jaringan.
Sambung • Daftar personel yang akan bertanggung jawab memberi dan menerima data informasi
yang diperlukan sesuai Aturan Operasi dan Aturan Perencanaan dan Pelaksanaan
Operasi.
4) Menyampaikan konfirmasi tertulis kepada pengelola transmisi PT PLN (Persero) dan
pengelola operasi sistem PT PLN (Persero), bahwa semua peralatan pada titik sambung
memenuhi persyaratan Aturan Jaringan Jawa, Madura, dan Bali, kecuali yang dijamin oleh
pengelola transmisi PT PLN (Persero) dan pengelola operasi sistem.

Sumber: Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020.

Subtahap 10-2: Commissioning Untuk dapat memperoleh Sertifikat Laik Operasi


(SLO), inspeksi dan pengujian pembangkit listrik
Commissioning pembangkit listrik merupakan harus dilakukan oleh pihak ketiga (lembaga
Subtahap terakhir sebelum pembangkit listrik inspeksi) yang berlisensi atau terakreditasi atau
mulai beroperasi. Tahap ini terdiri dari tahapan yang biasa disebut sebagai Lembaga Inspeksi
pengujian semua komponen pembangkit listrik Teknik (LIT) Tenaga Listrik Akreditasi. Pertama,
untuk memastikan pengoperasiannya memenuhi pengembang dapat mengajukan permohonan SLO
standar dan persyaratan. Pada tahap ini dilakukan melalui sistem OSS. Selanjutnya, pengembang
beberapa inspeksi serta pengujian secara individu harus melakukan registrasi SLO melalui aplikasi
(peralatan) dan sistem hingga diterbitkannya Sistem Registrasi SLO DJK, Kementerian ESDM
Sertifikat Laik Operasi (SLO)—bukti pengakuan (www.slodjk.esdm.go.id). Dalam Sistem Registrasi
formal suatu instalasi tenaga listrik telah berfungsi SLO, pengembang dapat memilih salah satu
sebagaimana kesesuaian persyaratan yang Lembaga Inspeksi Teknik, sesuai dengan jenis
ditentukan dan dinyatakan siap dioperasikan. SLO instalasi, sebagaimana tersedia dalam daftar LIT.
juga merupakan salah satu persyaratan dari Selanjutnya, LIT yang dipilih akan melakukan
pelaksanaan Commercial Operation Date (COD)— pemeriksaan dan pengujian instalasi pembangkit
yang menandakan mulainya Fase Operasi. Adapun sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika
ketentuan pelaksanaan commissioning dan instalasi pembangkit dinyatakan laik operasi maka
commercial operation date (COD) diuraikan pada SLO akan diterbitkan setelah mendapatkan nomor
Box 24. Registrasi dari DJK. Proses penerbitan SLO secara
lebih detail dijelaskan pada Subtahap 5c-2—
Sertifikat Laik Operasi (SLO).

156 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Box 24: Commissioning dan Commercial Operation Date (COD)

Berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062.P/DIR/2020 tentang Pembelian Tenaga
Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan, Commissioning dan Commercial Operation Date
(COD) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
• Ketetuan commissioning dan COD pembangkit listrik mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai akreditasi dan sertifikasi ketenagalistrikan (Peraturan Menteri
ESDM Nomor 38 Tahun 2018 tentang Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan).
• Pengoperasian pembangkit tenaga listrik harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai aturan jaringan sistem tenaga listrik ( grid code) pada sistem setempat atau
dalam hal belum memiliki jaringan maka aturan jaringan ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan. Dalam hal belum terdapat aturan jaringan yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan maka pengoperasian pembangkit tenaga listrik dapat mengikuti aturan
jaringan listrik yang telah ada. Sebagai catatan, Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (grid code)
termutakhir diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 tentang Aturan Jaringan
Sistem Tenaga Listrik (Grid Code).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 157


6.6 Fase Operasi

Fase Operasi dalam siklus pengembangan— kegiatan pemeliharaan rutin sesuai Standard
pengusahaan PLTBio dari dua tahap, yaitu: (11) Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan.
operasi dan pemeliharaan; dan (4) pengajuan
fasilitas. Gantt Chart dan diagram alir untuk Fase Tahap 4c (Pengajuan Fasilitas – Fase Operasi).
Operasi disajikan pada Gambar 34 dan Gambar 35 Pengajuan fasilitas dalam Fase Operasi merupakan
secara berurutan, dengan uraian singkat masing- pengajuan pemanfaatan fasilitas (insentif) berupa
masing tahap dideskripsikan di bawah ini. Adapun Tax Allowance atau Tax Holiday. Setelah PLTBio
ulasan masing-masing tahap akan dirinci dalam beroperasi atau jual beli listrik telah dilakukan,
subbab ini. pengembang dapat mengajukan pemanfaatan
fasilitas tersebut melalui sistem OSS. Pengembang
Tahap 11 (Operasi dan Pemeliharaan). Pada tahap akan memperoleh fasilitas tersebut dengan
ini, pengembang dapat melakukan penjualan listrik pemenuhan persyaratan dan pemeriksaan
dari PLTBio ke PT PLN (Persero). Pengembang lapangan oleh Direktur Jenderal Pajak serta
harus memantau operasi PLTBio serta melakukan penetapan oleh Menteri Keuangan—berdasarkan
hasil pemeriksaan lapangan.

Gambar 34: Gantt Chart Fase Operasi

Gambar 35: Diagram alir Fase Operasi

158 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tahap 11: Operasi dan Pemeliharaan (O&M)

Gambaran Umum Tahap 11 Dalam tahap ini, pengembang juga disarankan


untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan
Tahap Operasi dan Pemeliharaan (Tahap 11) (training) bagi operator—dalam rangka
dimulai setelah kegiatan konstruksi dan meningkatkan kapasitas (capacity building)
commissioning selesai dilakukan—atau ditandai pengoperasian dan pemeliharaan pembangkit.
dengan Commercial Operation Date (COD). Dalam Peningkatan kapasitas operator ini diharapkan
pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan, dapat berkontribusi dalam pencapaian operasi
pengembang PLTBio harus menerapkan prosedur pembangkit yang kontinu dan performa yang
operasi standar (Standard Operational Procedure, optimal. Dengan pelaksanaan kegiatan operasi
SOP) yang telah ditetapkan—sebagaimana dan pemeliharaan yang baik, PLTBio diharapkan
direkomendasikan pada Tabel 45. Di samping itu, dapat beroperasi secara berkelanjutan
pengembang juga harus menilai kebutuhan (sustainable)—sesuai dengan umur pembangkit
peningkatan kapasitas atau penambahan (lifetime).
komponen—peralatan—pembangkit.

Tabel 45: Konten yang disarankan untuk Prosedur Operasi Standar (SOP)

Panduan Rekomendasi Konten

• Spesifikasi teknis dan lembar data sistem, modul, atau komponen


• Rentan operasional, set point sistem, modul, atau komponen
• Penerimaan dan prosedur penanganan bahan baku
Panduan • Menjamin kinerja pembangkit listrik (misalnya keluaran daya yang dijanjikan, batas emisi,
Operasional dll)
• Prosedur operasi, mencakup start-up, shut-down, dll
• Indikator peringatan dan cara penyelesaiannya
• Panduan pemecahan masalah

• Spesifikasi teknis dan lembar data sistem, modul, atau komponen


Panduan • Jadwal/rencana pemeliharaan dan inspeksi
Pemeliharaan • Prosedur pemeliharaan dan inspeksi
• Daftar suku cadang dan spesifikasinya

Sumber: GIZ. RE Guidelines on Biomass & Biogas Project in Indonesia. 2015.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 159


Tahap 4c: Pengajuan Fasilitas (Fase Operasi)

Gambaran Umum Tahap 4c Terkait fasilitas Tax Holiday, kegiatan pemeriksaan


lapangan yang dilakukan sama dengan Tax
Fasilitas berupa Tax Allowance atau Tax Holiday
Allowance, namun dengan beberapa tambahan
dapat dimanfaatkan sejak tahun pajak saat PLTBio
kegiatan yaitu:
mulai berproduksi secara komersial. Regulasi yang
mengatur kedua fasilitas tersebut ditabulasikan • Pengujian jumlah nilai realisasi penanaman
pada Tabel 46. Berdasarkan regulasi tersebut, modal baru pada saat mulai berproduksi
pengembang (Wajib Pajak/WP Badan) dapat komersial.
mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas
• Pengujian kesesuian realisasi dengan rencana
Tax Allowance atau Tax Holiday melalui sistem
kegiatan usaha utama.
OSS (www.oss.go.id), dengan menyampaikan
dokumen persyaratan sebagaimana ditampilkan
Sebagai catatan, dalam hal pengembang
pada Tabel 47.
mengajukan permohonan fasilitas Tax Holiday,
pemeriksaan lapangan juga meliputi kegiatan
Sistem OSS kemudian akan menyampaikan
penilaian kembali kriteria kuantitatif industri
permohonan pemanfaatan fasilitas kepada
pionir.
Direktur Jenderal Pajak. Pemeriksaan lapangan
kemudian dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak—
Selanjutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan
yang dilaksanakan dalam jangka waktu paling
lapangan dan apabila dinyatakan telah memenuhi
lama 45 hari kerja sejak Surat Pemberitahuan
persyaratan, Menteri Keuangan akan menerbitkan
Pemeriksaan disampaikan kepada pengembang.
Surat Keputusan Pemanfaatan Fasilitas.
Pemeriksaan lapangan untuk fasilitas Tax
Kewenangan Surat Keputusan tersebut
Allowance meliputi kegiatan:
dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
dan atas nama Menteri Keuangan. Pengembang
• Penentuan mengenai saat mulai berproduksi
yang telah memperoleh Surat Keputusan
komersial.
mengenai pemberian fasilitas Tax Allowance atau
• Pengujian kesesuian kriteria dan persyaratan. Tax Holiday wajib menyampaikan laporan—
• Penghitungan jumlah nilai aktiva tetap. sebagaimana disajikan pada Box 25 —setiap satu
(1) tahun kepada Direktur Jenderal Pajak dan
• Pengujian atas pemenuhan ketentuan yang
Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
dipersyaratkan saat pengajuan permohonan
fasilitas (Tahap 4a). Matriks prosedur Tahap 4c ditampilkan pada
Gambar 36—menyajikan rangkaian kegiatan yang
tercakup dalam tahap tersebut, disertai dengan
key actors dan kerangka waktu di setiap kegiatan.
Dapat dilihat pada matriks tersebut bahwa
Kementerian Investasi/BKPM (melalui sistem OSS)
dan Kementerian Keuangan merupakan key actors
pada tahap ini.

160 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


Tabel 46: Regulasi yang mengatur Tax Allowance dan Tax Holiday

Peraturan Tentang

Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020
Badan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 jo. 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2020 Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

Tabel 47: Persyaratan permohonan pemanfaatan fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday

Persyaratan

1) Realisasi aktiva tetap beserta gambar tata letak


2) Surat keterangan fiskal Wajib Pajak
3) Dokumen yang berkaitan dengan:
• Transaksi penjualan hasil produksi ke pasaran pertama kali antara lain berupa faktur pajak atau bukti
tagihan, atau
• Pertama kali hasil produksi digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut antara lain berupa
laporan pemakaian sendiri.

Sumber: (i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020;


(ii) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2020.

Box 25: Pelaporan Realisasi Penanaman Modal dan Realisasi Produksi terkait Pemberian
Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, laporan yang disampaikan oleh pengembang setiap satu (1)
tahun kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal—setelah dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan PPh Badan, meliputi:
• Laporan realisasi penanaman modal sejak diterima Keputusan Menteri Keuangan mengenai
pemberian pengurangan PPh Badan sampai dengan saat mulai berproduksi komersial.
• Laporan realisasi produksi sejak tahun pajak saat mulai berproduksi komersial sampai dengan
jangka waktu pemanfaatan pengurangan PPh Badan berakhir.
Laporan tersebut disampaikan paling lambat 30 hari setelah berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 161


Gambar 36: Matriks prosedur Tahap 4c (Pengajuan Fasilitas pada Fase Operasi: Pemanfaatan Tax
Allowance atau Tax Holiday)

Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Keuangan Kementerian Investasi (OSS)
Waktu

[4c] Pengajuan
permohonan
Pengajuan pemanfaatan
permohonan
pemanfaatan
fasilitas [4c] Penyampaian permohonan
[4c] Pemenuhan
pemanfaatan fasilitas kepada
persyaratan
Direktur Jenderal Pajak

[4c] Pemeriksaan
Lapangan

Pemeriksaan
lapangan Apakah
[4c] Tidak cakupan yang
Penolakan diuji memenuhi
permohonan persyaratan?

Ya
[4c]
Penerbitan Pelaporan
[4c] Surat Keputusan
keputusan realisasi
Pemanfaatan Fasilitas oleh
pemanfaatan penanaman
Menteri Keuangan
fasilitas modal & realisasi
produksi

Sumber: (i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020;


(ii) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2020.

162 PROSES BISNIS/INVESTASI PROYEK PLT BIOENERGI


BAGIAN III
PEDOMAN INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
BIOENERGI
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga
Biogas (PLTBg), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 163


164 BAGIAN III
7
Penyedia Dana
Potensial
Daftar penyedia dana potensial—bank dan lembaga pembiayaan nasional &
internasional—untuk pengembangan PLT-ET.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 165


166 BAGIAN III
7 Penyedia Dana Potensial
Bab ini ditujukan untuk memberikan gambaran Secara khusus, pedoman ini akan memberikan
umum kepada investor mengenai penyedia dana uraian khusus pada dua lembaga pembiayaan
potensial dalam proyek energi terbarukan (ET) di infrastruktur, yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur
Indonesia. Informasi yang disajikan dalam bab ini (Persrero) dan PT Indonesia Infrastructure
diawali dengan gambaran umum fasilitas Finance. Bagian akhir bab ini memberikan uraian
pembiayaan beserta jenis-jenisnya. Informasi mengenai penyedia dana potensial lainnya, yang
selanjutnya memuat jenis penyedia dana potensial lebih berfokus pada sumber pembiayaan
berupa lembaga jasa keuangan di Indonesia, internasional.
perbankan dan lembaga pembiayaan infrastruktur.

7.1 Fasilitas Pembiayaan16,17

Secara umum, pembiayaan proyek ET berasal dari akhir jangka waktu yang disepakati, ditambah
tiga sumber utama yaitu: bunga selama periode peminjaman.
c. Hibah, merupakan sejumlah uang yang
a. Ekuitas, merupakan modal yang diperoleh dari diberikan oleh pihak ketiga untuk suatu
pemegang saham. Ekuitas mewakili nilai yang proyek yang biasanya diberikan untuk proyek
akan dikembalikan kepada pemegang saham yang secara komersial tidak menguntungkan
perusahaan jika semua aset dilikuidasi dan dan tidak perlu dibayar kembali.
semua utang perusahaan dilunasi.
b. Pinjaman atau utang, merupakan sejumlah Beberapa fasilitas pembiayaan proyek ET yang
uang yang disediakan oleh pihak ketiga untuk tersedia saat ini dirangkum Tabel 48.
proyek yang harus dilunasi selama atau di

16
Economic and Social Commission for Western Asia (UN ESCWA). Guidebook for Project Developers for Preparing Renewable
Energy Investments Business Plans . 2017.
17
https://www.investopedia.com/

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 167


Tabel 48: Jenis fasilitas pembiayaan

Jenis Fasilitas
Deskripsi
Pembiayaan

Pembiayaan ekuitas adalah proses meningkatkan modal melalui penjualan saham.


Pembiayaan ekuitas digunakan ketika perusahaan memiliki kebutuhan jangka
Pembiayaan Ekuitas
pendek akan uang tunai. Ada dua metode pembiayaan ekuitas, yaitu penempatan
saham pribadi dengan investor dan penawaran saham publik.

Senior debt adalah utang yang harus dilunasi sebelum utang atau ekuitas lainnya
dalam proyek. Karena utang menempati urutan tertinggi dalam prioritas
pembayaran dan dijamin di atas aset, maka utang memiliki risiko terendah dari
Senior debt
instrumen pembiayaan komersial bagi pemberi pinjaman. Suku bunga biasanya
akan didasarkan pada tingkat suku bunga yang berlaku di pasar untuk mata uang
yang bersangkutan, ditambah margin tergantung pada risiko proyek.

Leasing adalah sebuah cara mendapatkan hak untuk menggunakan suatu aset.
Pada dasarnya terdapat dua tipe leasing: capital lease dan operating lease. Dalam
capital lease, penyewa diharuskan untuk menunjukkan peralatan yang disewakan
Leasing sebagai aset dan present value dari pembayaran sewa sebagai utang di neraca
keuangan. Sedangkan, operating lease tidak dikapitalisasi pada neraca keuangan
perusahaan dan pembayaran sewa diperlakukan sebagai biaya untuk tujuan
akuntansi.

Pembiayaan mezzanine (pinjaman subordinasi) adalah modal yang berada di


tengah-tengah prioritas pembayaran senior debt dan ekuitas dan memiliki
Pembiayaan Mezzanine
karakteristik dari kedua jenis pembiayaan tersebut. Utang subordinasi disusun
(Pinjaman subordinasi)
sedemikian rupa sehingga dibayar kembali dari pendapatan proyek setelah semua
biaya operasi dan pembayaran senior debt telah dibayar.

Pembiayaan proyek sering kali didasarkan pada struktur keuangan yang kompleks
di mana utang dan ekuitas proyek digunakan untuk membiayai proyek. Biasanya,
struktur pembiayaan proyek melibatkan sejumlah investor ekuitas, serta sindikasi
Pembiayaan Proyek bank yang memberikan pinjaman untuk operasi. Rasio utang terhadap ekuitas jauh
lebih tinggi dalam pembiayaan proyek daripada pembiayaan perusahaan—sebuah
proyek dengan hutang 70%–80% dan ekuitas 20%–30% umum terjadi dalam
pembiayaan proyek.

Pembiayaan syariah merupakan jenis pembiayaan yang sesuai dengan prinsip


syariah atau hukum Islam. Pembiayaan syariah meliputi: (i) pembiayaan jual beli—
Pembiayaan Syariah murabahah, salam, dan istishna’; (ii) pembiayaan investasi—mudharabah,
musyarakah, mudharabah musytarakah, dan musyarakah mutanaqishoh; dan (iii)
18
pembiayaan jasa—ijarah, hawalah, wakalah, kafalah, dan lainnya.

18
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 10/POJK/05/2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan
Syariah dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan.

168 PENYEDIA DANA POTENSIAL


7.2 Lembaga Jasa Keuangan di Indonesia

Bank yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk; PT Bank BRI


(Persero) Tbk; PT Bank BNI (Persero) Tbk; PT Bank
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Central Asia Tbk; PT Bank BRIsyariah Tbk20; PT
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. Bank Muamalat Indonesia Tbk; PT Bank Artha
51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Graha Internasional Tbk; PT Bank Jabar Banten
Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Tbk; PT Bank Syariah Mandiri Tbk20; PT Bank OCBC
Emiten, dan Perusahaan Publik sebagai NISP Tbk; PT Bank CIMB Niaga Tbk; PT Bank HSBC
implementasi dari rencana pemerintah untuk Indonesia; PT Maybank Indonesia Tbk; PT Bank
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Terkait Panin Tbk; dan 1 (satu) Perusahaan Pembiayaan
hal tersebut, OJK juga menerbitkan Pedoman Infrastruktur, yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur
Teknis Bagi Bank terkait Implementasi POJK No. (Persero).19 Tabel 49 merangkum penyaluran
51/POJK.03/2017 yang memuat kriteria dan Kredit Kegiatan Usaha Berkelanjutan yang telah
kategori kegiatan usaha berkelanjutan sebagai dilakukan delapan (8) lembaga anggota IKBI.
acuan bagi bank dalam mengklasifikasikan daftar
proyek/aktivitas/nasabah yang sejalan dengan Untuk mendapatkan pendanaan dari program
prinsip Keuangan Berkelanjutan. Kategori ini akan Keuangan Berkelanjutan ini, pengembang harus
menjadi acuan pengelompokan sektor hijau bagi memenuhi beberapa persyaratan umum:21 (i)
industri keuangan sehingga akan meningkatkan memiliki dokumen manajemen lingkungan untuk
portofolio layanan dalam pengembangan sektor industri, seperti Surat Pernyataan
keuangan berkelanjutan.19 Energi Terbarukan dan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Efisiensi Energi termasuk ke dalam salah satu Lingkungan Hidup (SPPL), Upaya Pengelolaan
Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan yang Lingkungan-Upaya Pemanfaatan Lingkungan
dapat memperoleh pembiayaan dari bank. (UKL-UPL), dan/atau Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal); (ii) memenuhi perizinan
Delapan bank telah membentuk Inisiatif Keuangan sebagaimana telah diatur dalam perundang-
Berkelanjutan Indonesia (IKBI) yang merupakan undangan; (iii) memiliki hasil studi terkait dampak
komitmen nyata dari industri perbankan dalam sosial; dan (iv) memiliki laporan rutin pemantauan
mendukung pembiayaan hijau. Saat ini, lingkungan hidup sesuai dengan standar nasional
keanggotaan IKBI telah berkembang menjadi 15 atau global.
lembaga, yang terdiri dari 14 (empat belas) bank,

19
Otoritas Jasa Keuangan. Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025). 2021.
20
Saat ini menjadi Bank Syariah Indonesia, merger antara tiga Bank Syariah BUMN (BRI Syariah, BNI Syariah dan Bank Syariah
Mandiri), sejak 1 Februari 2021.
21
Dikompilasi berdasarkan Laporan Keberlanjutan dan Laporan Tahunan masing-masing Bank.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 169


Tabel 49: Penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan

No. Bank Penyaluran Kredit

Bank BRI telah menyediakan fasilitas kredit SME untuk


pengembangan penyediaan ET kepada dua perusahaan, yaitu (i) PT
1. PT Bank BRI (Persero) Tbk Buana Energi Surya Persada— pengembangan PLTS Sumba Timur 1x1
MW; dan (ii) PT Indo Solusi Utama—pengembangan PLTS Maumere &
Ende 2x1 MW.

Bank BNI menyediakan kredit untuk pengembangan ET terutama


PLTA, PLTS, PLTBg dan PLTMH. Pada tahun 2020, BNI telah
2. PT Bank BNI (Persero) Tbk
menyalurkan kredit untuk 27 proyek dengan nilai kredit sebesar
Rp27,562 miliar.

Pada tahun 2020 Bank Mandiri telah menyalurkan kredit sebesar


3. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Rp7,466 miliar untuk sektor migas dan ET.

Portofolio pembiayaan kategori kegiatan usaha berkelanjutan dari


4. PT Bank Central Asia Tbk
Bank BCA pada tahun 2020 di bidang ET sebesar Rp4,643 miliar.

Bank BRIsyariah memiliki program Pembiayaan Proyek Green Banking


20
5. PT Bank BRIsyariah Tbk untuk pengembangan ET terutama Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro (PLTMH).

Bank Muamalat Indonesia menyediakan pembiayaan pada sektor


6. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk energi terbarukan, khususnya pada proyek Pembangkit Tenaga Listrik
Minihidro (PLTM).

Bank OCBC NISP memiliki portofolio pembiayaan usaha berkelanjutan


7. PT Bank OCBC NISP Tbk pada tahun 2020 sebesar Rp29,98 miliar—pembiayaan ET sebesar
1,3%.

Realisasi penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan Bank Panin


8. PT Bank Panin Tbk
pada tahun 2019 sebesar Rp281,93 miliar untuk sektor ET.

Lembaga Pembiayaan a. Perusahaan Pembiayaan Konvensional dan


Syariah
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang
Berdasarkan POJK No. 29/POJK.05/2014 tentang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan,
penyediaan dana atau barang modal.22 Lembaga
yang dimaksud dengan Perusahaan Pembiayaan
Pembiayaan yang beroperasi di Indonesia
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
meliputi:23
pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau
jasa. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan
meliputi: (i) pembiayaan investasi; (ii) pembiayaan
modal kerja; (iii) pembiayaan multiguna; dan (iv)

22
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-Pembiayaan
23
Otoritas Jasa Keuangan. Buku Statistik Lembaga Pembiayaan 2019. 2020

170 PENYEDIA DANA POTENSIAL


kegiatan usaha pembiayaan lain berdasarkan dan (iii) kegiatan usaha lain berdasarkan
persetujuan OJK. persetujuan OJK.

Sedangkan, kegiatan usaha Perusahaan c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur


Pembiayaan Syariah berdasarkan POJK Konvensional dan Syariah
No.10/POJK.05/2019 tentang Penyelenggaraan
Berdasarkan POJK No. 46/POJK.05/2020 tentang
Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, yang
Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan meliputi:
dimaksud dengan Perusahaan Pembiayaan
(i) pembiayaan jual beli; (ii) pembiayaan investasi;
Infrastruktur adalah badan usaha yang khusus
dan (iii) pembiayaan jasa.
didirikan untuk melakukan pembiayaan pada
b. Perusahaan Modal Ventura Konvensional dan proyek infrastruktur dan/atau pelaksanaan
Syariah24 kegiatan atau fasilitas lainnya dalam rangka
mendukung pembiayaan infrastruktur, termasuk
Perusahaan Modal Ventura adalah badan usaha perusahaan pembiayaan infrastruktur yang
yang melakukan kegiatan Usaha Modal Ventura, menyelenggarakan seluruh atau sebagian
pengelolaan dana ventura, kegiatan jasa berbasis kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah.
fee, dan kegiatan usaha lain dengan persetujuan
OJK. Usaha modal ventura adalah usaha Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan
pembiayaan melalui penyertaan modal dan/atau Infrastruktur meliputi: (i) pemberian pinjaman
pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dalam langsung (direct lending) untuk pembiayaan
rangka pengembangan usaha pasangan usaha infrastruktur; (ii) refinancing atas infrastruktur
atau debitur. yang telah dibiayain pihak lain; (iii) pemberian
pembiayaan subordinasi yang berkaitan dengan
Kegiatan Usaha Modal Ventura meliputi: (i) pembiayaan infrastruktur; (iv) kegiatan atau
penyertaan saham (equity participation); (ii) pemberian fasilitas lain yang berkaitan dengan
penyertaan melalui pembelian obligasi konversi pembiayaan infrastruktur setelah memperoleh
(quasi equity participation); (iii) pembiayaan persetujuan OJK; dan (v) kegiatan atau pemberian
melalui pembelian surat utang yang diterbitkan fasilitas lain yang tidak berkaitan dengan
Pasangan Usaha pada tahap rintisan awal (start- pembiayaan infrastruktur berdasarkan penugasan
up) dan/atau pengembangan usaha; dan (iv) pemerintah.
pembiayaan usaha produktif.
Selain itu, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
Sedangkan, kegiatan Usaha Modal Ventura Syariah dapat juga melakukan: (i) pemberian dukungan
meliputi: (i) investasi yang terdiri dari penyertaan kredit; (ii) pemberian jasa konsultasi; (iii)
saham (equity participation), pembelian sukuk penyertaan modal; dan (iv) upaya mencarikan
atau obligasi Syariah konversi, pembelian sukuk pasar swap yang berkaitan dengan pembiayaan
atau obligasi Syariah yang diterbitkan angan infrastruktur.
Usaha pada tahap rintisan awal (start-up)
dan/atau pengembangan usaha, dan pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil; (ii) pelayanan jasa;

24
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 35/POJK.05/2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Modal Ventura .

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 171


PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)25,26 Pada tahun 2017, SMI membentuk Divisi
Pembiayaan Berkelanjutan sebagai bentuk
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)—SMI— dukungan untuk mencapai Sustainable
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Development Goals (SDGs). Divisi ini bertujuan
yang bergerak di bidang pembiayaan untuk menyalurkan dana-dana pembangunan
infrastruktur. SMI didirikan dengan mandat yang berkaitan dengan upaya mitigasi iklim,
menjadi katalis dalam percepatan pembangunan dengan sumber dana berasal dari lembaga-
infrastruktur di Indonesia, termasuk untuk lembaga yang peduli dengan isu perubahan iklim.
mendukung pelaksanaan skema Kerja sama Aktivitas utama divisi ini meliputi: (i) pembiayaan
Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Cakupan infrastruktur berkelanjutan; (ii) pengelolaan hibah
sektor pembiayaan SMI saat ini sangat luas dan technical assistance; (iii) pengelolaan kegiatan
mencakup sektor ketenagalistrikan, energi eksplorasi panas bumi melalui Geothermal Project
terbarukan, efisiensi energi, konservasi energi dan Management Unit dan Pembiayaan Eksplorasi
lainnya. Panas Bumi dan (iv) pengelolaan sumber
pendanaan dari Geothermal Resource Risk
Bidang usaha yang dijalankan SMI saat ini meliputi:
Management (GREM).
(i) pembiayaan dan investasi; (ii) jasa konsultasi;
dan (iii) pengembangan proyek. Selain bidang Pembiayaan berkelanjutan yang disediakan SMI
utama tersebut, SMI juga mengembangkan usaha mencakup penyediaan fasilitas kredit investasi
lainnya, antara lain kerja sama penelitian dan bagi proyek-proyek infrastruktur berkelanjutan
pengembangan serta pengelolaan dana. termasuk pengembangan Energi Terbarukan (ET).
Hingga Desember 2020, SMI telah mencatatkan
I. Pembiayaan dan Investasi, meliputi
delapan (8) portofolio proyek pembiayaan ET,
pembiayaan senior, pembiayaan utang
subordinasi, pembiayaan mezzanine, investasi dengan total kapasitas 404,3 MW dan total
penyertaan modal, dan jasa layanan outstanding pembiayaan sebesar Rp915,47 miliar
pembiayaan. Berdasarkan fungsi pembiayaan, seperti tercantum pada Tabel 50.
SMI juga memiliki dua jenis pembiayaan
infrastruktur yaitu pembiayaan daerah dan Dalam menjalankan aktivitasnya, Divisi
pembiayaan berkelanjutan. Selain itu, SMI juga Pembiayaan Berkelanjutan juga didukung oleh
memiliki produk pembiayaan dengan skema platform SDG Indonesia One yang diresmikan oleh
syariah. Menteri Keuangan pada Oktober 2018. SDG
II. Jasa Konsultasi, berupa investment and Indonesia One merupakan platform kerja sama
financial advisory dan fund raising advisory. pendanaan terintegrasi yang mengkombinasikan
III. Pengembangan Proyek, berupa fasilitas dana publik dan privat melalui skema blended
pengembangan proyek KPBU melalui skema finance untuk mendukung pembangunan
penugasan, fasilitas pengembangan proyek infrastruktur yang berorientasi terhadap Tujuan
dan pengelolaan dana hibah untuk proyek Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
EBTKE, pendampingan penyiapan proyek dan Development Goals, SDGs).
kerja sama lembaga donor, serta pelatihan
dan peningkatan kapasitas.

25
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2020. 2020.
26
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Keberlanjutan 2020. 2020.

172 PENYEDIA DANA POTENSIAL


SDG Indonesia One memiliki empat pilar yang III. Financing facilities, ditujukan untuk
disesuaikan dengan keinginan dari para donor dan mendorong dan menstimulasi pembiayaan
investor, yaitu: infrastruktur yang lebih besar, dengan
menarik partisipasi pihak lain seperti
I. Development facilities, ditujukan untuk perbankan komersial atau investor privat
mendorong penyiapan proyek-proyek untuk dapat berpartisipasi dalam proyek-
infrastruktur baik di level nasional maupun di proyek infrastruktur.
level pemerintah daerah.
IV. Equity fund, ditujukan untuk mendorong
II. De-risking facilities, ditujukan untuk partisipasi investor swasta untuk dapat
meningkatkan bankability dari proyek- berpartisipasi dalam proyek-proyek
proyek infrastruktur sehingga menarik bagi infrastruktur yang berkaitan dengan SDGs.
pihak swasta dalam hal ini perbankan
komersial maupun investor untuk Beberapa implementasi SDG Indonesia One di
berpartisipasi dalam proyek-proyek sektor energi terbarukan pada tahun 2020
infrastruktur. dirangkum dalam Tabel 51.

Tabel 50: Portofolio pembiayaan berkelanjutan PT SMI 27,28,29

No. Nama Proyek Tahun

1. PLTS Sumba Timur, NTT 2017

2. PLTBm Wapeko, Merauke (3,5 MW) 2017

3. PLTMH Tunggang, Bengkulu (3x3,33 MW) 2018

4. PLTM Sako, Sumatera Barat (2x3 MW) 2018

5. PLTA Kerinci Merangin (350 MW) 2019

6. PLTBm Deli Serdang (9,9 MW) 2019

7. PLPT Dieng Skala Kecil (10 MW) 2019

8. PLTM Padang Guci 2 2019

27
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2017. 2017.
28
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2018. 2018.
29
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2019. 2019.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 173


Tabel 51: Implementasi SDG Indonesia One sektor energi terbarukan tahun 2020 25

No. Proyek Dukungan Mitra

Program United States Agency


Proyek Pembangkit Listrik
Dukungan Teknis (Review Studi for International Development-
1. Tenaga Sampah (PLTSa) 52 MW
Kelayakan) Indonesia Clean Energy
Sunter, Jakarta Utara
Development II (USAID-ICED II)

Proyek Pembangkit Listrik


Dukungan Teknis (Review Studi
2. Tenaga Surya (PLTS) 2 MW di Program USAID-ICED II
Kelayakan)
Universitas Indonesia

Agence Française de
3. PLTBm PTPN XI Pembiayaan
Développement (AFD)

Dukungan Teknis (Penyiapan United Nations Development


4. PLTA Luteung
Bankable Studi Kelayakan) Programme (UNDP)

Dukungan Teknis (Penyiapan


5. PLTA Sangir UNDP
Bankable Studi Kelayakan)
Dukungan Teknis (Penyiapan
6. PLTBm Kundur UNDP
Bankable Studi Kelayakan)
Dukungan Teknis (Penyiapan
7. PLTBm Ujung Batu UNDP
Bankable Studi Kelayakan)
Dukungan Teknis (Penyiapan
8. PLTM Cimandiri UNDP
Bankable Studi Kelayakan)
Dukungan Teknis (Penyiapan
9. PLTM Cisomang UNDP
Bankable Studi Kelayakan)
Dukungan Teknis (Penyiapan
10. PLTM Pareang UNDP
Bankable Studi Kelayakan)

PT Indonesia Infrastructure Finance30,31 proyek infrastruktur yang didukung oleh IIF


mencakup infrastruktur ketenagalistrikan, energi
PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) didirikan terbarukan, konservasi energi, dan lainnya sesuai
atas prakarsa dan inisiatif Kementerian Keuangan dengan Pasal 5 PMK No. 100/PMK.010/2009
Republik Indonesia bersama World Bank, Asian tentang Perusahaan Pembiayaan, Surat OJK No. S-
Development Bank (ADB), dan Lembaga 2/D.05/2018 dan POJK No. 46/POJK.05/2020
multilateral lainnya. IIF merupakan institusi tentang Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
keuangan non-bank nasional yang bergerak dalam
bidang pembiayaan infrastruktur dengan fokus
investasi pada proyek-proyek infrastruktur yang
layak secara komersial. Sektor-sektor prioritas

30
PT Indonesia Infrastructure Finance. Laporan Tahunan 2020. 2020.
31
PT Indonesia Infrastructure Finance. Laporan Keberlanjutan 2020. 2020.

174 PENYEDIA DANA POTENSIAL


Kegiatan usaha yang dijalankan IIF adalah • Non-fund-based, mencakup jaminan dalam
menyediakan produk pembiayaan meliputi produk bentuk pemenuhan kewajiban keuangan,
investasi (fund-based dan non-fund-based) dan peningkatan kualitas kredit, dan jaminan
pelaksanaan pekerjaan.
advisory.
II. Advisory
I. Produk Investasi
• Layanan untuk klien sektor publik, meliputi
• Fund-based, meliputi senior debt, layanan konsultan transaksi dan layanan
pembiayaan mezzanine (pinjaman konsultasi kebijakan.
subordinasi), convertible dan hybrid
• Layanan untuk klien sektor swasta, yaitu
securities, refinancing, pembiayaan kegiatan
layanan konsultan keuangan dan transaksi.
lain yang berkaitan dengan proyek-proyek
infrastruktur selama diperkenankan oleh Portofolio pembiayaan IIF hingga tahun 2020
aturan, dan investasi ekuitas.
dirangkum dalam Tabel 52.

Tabel 52: Portofolio pembiayaan ET PT IIF

No. Nama Proyek

1. PLTA Asahan, Sumatera Utara (180 MW)

2. PLTS Gorontalo Utara

3. PLTMH Sangkir Solok, Sumatera Barat (2x25 MW)

4. PLTA Tomata, Sulawesi Tengah (3x3,7 MW)

5. PLTP Wayang Windu, Jawa Barat (227 MW)

6. PLTMH Sion, Sulawesi Utara (2x6 MW)

7. PLTMH Tomasa, Sulawesi Tengah (2x5 MW)

8. PLTMH Cikopo-2, Jawa Barat (2x3,7 MW)

9. PLTMH Aek Sibundong, Sumatera Utara (2x4 MW)

10. PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan (70 MW)

11. PLTBm Aceh (1x12 MW)

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 175


7.3 Penyedia Dana Potensial Lainnya

ASEAN Catalytic Green Finance Facility COVID-19. Rangkuman kemajuan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 53.
(ACGF) 32

ACGF merupakan sebuah fasilitas pembiayaan International Finance Corporation (IFC)33


yang diluncurkan pada April 2019 dengan tujuan
IFC, anggota World Bank Group, merupakan
untuk mendukung negara anggota ASEAN
lembaga pembangunan global terbesar yang
(Association of Southeast Asian Nations) untuk
fokus pada sektor swasta di negara berkembang.
mempersiapkan dan mencari pendanaan publik
Beberapa program IFC untuk membantu
maupun swasta untuk proyek infrastruktur yang
pengembangan sektor swasta di negara
mempromosikan energi terbarukan, efisiensi
berkembang diantaranya: (i) investasi di
energi, transportasi perkotaan hijau, pasokan air
perusahaan melalui pinjaman, investasi ekuitas,
dan sanitasi, pengelolaan limbah, dan pertanian
sekuritas utang dan jaminan; (ii) mobilisasi modal
tahan iklim. ACGF merupakan inisiatif dari ASEAN
dari pemberi pinjaman dan investor lain melalui
Infrastructure Fund (AIF) yang dimiliki oleh negara
partisipasi pinjaman, pinjaman paralel, dan lainnya;
anggota ASEAN dan Asian Development Bank
dan (iii) memberi masukan kepada perusahaan
(ADB).
dan pemerintah untuk mendorong investasi
Selain mendukung persiapan dan pembiayaan swasta dan meningkatkan iklim investasi.
proyek, ACGF juga memberikan pelatihan untuk
Program IFC tersebut dirancang untuk memenuhi
memperkuat lingkungan regulasi dan membangun
kebutuhan klien di berbagai industri, dengan fokus
kapasitas kelembagaan pemerintah ASEAN untuk
khusus pada sektor infrastruktur, manufaktur,
meningkatkan investasi infrastruktur hijau. Saat ini,
agribisnis, layanan jasa, dan pasar keuangan. Di
ACGF memiliki sembilan (9) mitra cofinancing dan
sektor infrastruktur, IFC menawarkan pembiayaan
knowledge diantaranya ADB, Agence Française de
jangka panjang dan keahlian terdepan dalam
Développement (AFD), European Investment
industri untuk mengembangkan proyek
Bank (EIB), European Union (EU), KfW,
infrastruktur di beberapa bidang, salah satunya
Pemerintah Korea, Global Green Growth Institute,
adalah energi.
Infrastructure Asia, dan Organisation for Economic
Cooperation and Development (OECD).
IFC memiliki pengalaman puluhan tahun dalam
pembiayaan, penataan, dan transaksi energi
Sejak peluncurannya, ACGF telah menunjukkan
kompleks terkemuka di pasar negara berkembang,
kemajuan yang signifikan. Pada Desember 2020,
dengan lebih dari 50 Gigawatt pembangkit energi
sebagian besar target untuk fase pilot telah
yang dibiayai hingga saat ini. IFC adalah pemodal
terpenuhi atau terlampaui setahun penuh lebih
terkemuka untuk energi terbarukan berbiaya
cepat dari jadwal, terlepas dari terbatasnya
rendah (low-cost). IFC telah mendanai proyek-
perjalanan dan kendala lain akibat pandemi
proyek dengan kapasitas pembangkitan lebih dari

32
ACGF. ASEAN Catalytic Green Finance Facility 2019-2020: Accelerating Green Finance in Southeast Asia . 2021
33
https://www.ifc.org/

176 PENYEDIA DANA POTENSIAL


8 Gigawatt untuk energi air, 4 Gigawatt untuk dalam sebuah proyek atau perusahaan, dan secara
energi angin, dan 5 Gigawatt untuk energi surya. selektif, memberikan ekuitas awal dan bantuan
pengembangan bersama melalui IFC
IFC dapat menyediakan dan memobilisasi senior InfraVentures. Selain itu, IFC juga dapat
debt dengan jangka waktu yang lama, suku bunga memberikan saran terkait engineering, standar
tetap atau mengambang, mata uang lokal dan lingkungan, kerja sama pemerintah dan badan
profil amortisasi yang fleksibel, dan pinjaman usaha (KPBU), manajemen risiko, dan lainnya.
subordinasi dengan persyaratan yang disesuaikan
untuk memenuhi kebutuhan proyek. IFC juga
dapat memberikan ekuitas hingga 20 persen

Tabel 53: Kemajuan dan target tahap pilot ACGF

Target Kemajuan
Area Aktivitas
(Desember 2021) (December 2020)

Jumlah proyek infrastruktur hijau yang


terstruktur dengan dukungan ACGF, 10 proyek
Memprakarsai dan dengan model keuangan dan sumber 5 proyek (4 selesai, 6 sedang
menstrukturisasi pembiayaan potensial yang berjalan)
proyek dan teridentifikasi.
mengembangkan
jalur proyek Sebuah jalur proyek infrastruktur hijau
infrastruktur hijau lebih lanjut dikembangkan, dengan
5 proyek 12 (sedang berjalan)
target setidaknya lima catatan konsep
awal tambahan dikembangkan.

Jumlah proyek dengan dampak hijau


3 proyek 3 proyek
yang dapat dibuktikan untuk
menghasilkan menghasilkan
Menyediakan dana meningkatkan bankability dan menarik
150.000-ton CO2 73.000-ton CO2
de-risking untuk dana swasta, institusional dan komersial
yang dihemat per yang dihemat per
meningkatkan yang disetujui untuk pembiayaan oleh
tahun tahun
bankabilitas proyek AIF.
infrastruktur hijau Pembiayaan dari modal swasta,
Paling sedikit USD
komersial, dan institusional yang USD 278 juta
300 juta
teridentifikasi untuk proyek ACGF.

Pertemuan investor internasional


diadakan dengan keterlibatan dari 3 proyek 4 proyek
Membangun investor institusional.
pengetahuan dan Pejabat ASEAN dan pemangku 42 proyek
kapasitas kepentingan keuangan dilatih dalam
30 proyek (11 dinominasikan
keuangan inovatif melalui program
oleh AIF BOD)
ACGF 6 Champions.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 177


178 PENYEDIA DANA POTENSIAL
8
Gambaran Umum
Keekonomian
Proyek PLT Bioenergi
Rincian komponen biaya sesuai PT PLN (Persero), gambaran keekonomian PLT-ET
berdasarkan kapasitas pembangkit (mencakup investasi spesifik dan harga jual listrik).

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 179


180 PENYEDIA DANA POTENSIAL
8 Gambaran Umum
Keekonomian Proyek
PLT Bioenergi
Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran Dalam memberikan gambaran economies of scale,
indikatif aspek keekonomian proyek PLT pada bab ini diberikan uraian mengenai basis
Bioenergi—PLTBm, PLTBg, dan PLTSa—dengan estimasi yang digunakan, mencakup biaya
menggarisbawahi prinsip economies of scale investasi, biaya operasional dan pemeliharaan
dalam investasi. Dalam konteks investasi proyek (O&M), ringkasan struktur biaya proyek, dan
PLT Bioenergi, prinsip economies of scale akan asumsi kunci analisis profitabilitas. Pada bagian
menunjukkan hubungan “penghematan” biaya akhir bab ini ditampilkan kurva biaya yang
investasi spesifik terhadap kapasitas terpasang memberikan hubungan nilai biaya investasi
pembangkit, PLT Bioenergi. Di samping itu, spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas
perubahan biaya investasi spesifik juga akan terpasang PLT Bioenergi. Dengan gambaran
memberikan pengaruh pada daya saing indikatif yang diberikan, investor diharapkan
(competitiveness) harga jual listrik PLT Bioenergi dapat menggunakan prinsip dasar economies of
untuk mencapai kriteria profitabilitas yang scale sebagai bahan evaluasi proyek dan
diinginkan. pengambilan keputusan, khususnya dalam tahap
perencanaan.

8.1 Biaya Investasi

Tabel 56, Tabel 57, dan Tabel 59 masing-masing


menunjukkan rincian biaya investasi PLTBm,
PLTBg, dan PLTSa untuk empat variasi kapasitas
terpasang. Biaya investasi PLTBm 4 MW 34, PLTBg
1 MW35, dan PLTSa 6,9 MW36 digunakan sebagai
basis perhitungan biaya investasi kapasitas lainnya
yang diestimasi menggunakan persamaan berikut.

34
Biaya investasi ini merujuk pada data struktur biaya PLTBm yang digunakan dalam studi Front-End Engineering Design (FEED)
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa 2,4 MWe di Pulau Kundur, Provinsi Kepulauan Riau—proyek di bawah MTRE3-UNDP
pada tahun 2020.
35
Biaya investasi ini merujuk pada data struktur biaya PLTBg yang digunakan dalam studi Marginal Abatement Cost Curve
(MACC) untuk pembangkit listrik energi terbarukan—proyek di bawah MTRE3-UNDP pada tahun 2020. Data struktur biaya
PLTBg yang digunakan telah dievaluasi oleh DJEBKTE-KESDM, khususnya Direktorat Bioenergi.
36
Biaya investasi ini merujuk pada data struktur biaya PLTSa yang digunakan dalam studi Assessment Aspek Teknis Proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Surakarta Kapasitas 5 MWe—proyek di bawah PT Sarana Multi Infrastruktur
(Persero) pada tahun 2019.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 181


PLTBm dan PLTBg lingkungan atau legislatif, capitalised spares,
asuransi & pajak serta biaya pengangkutan.
Biaya investasi PLTBm terdiri dari biaya peralatan, Penjumlahan antara TCC dan TIC memberikan
pemasangan peralatan, listrik terpasang, Total Biaya Langsung (Total Direct & Indirect Cost,
instrumentasi & kontrol terpasang, perpipaan TD&IC).
terpasang, pekerjaan sipil serta insulasi dan
perpipaan. Total biaya peralatan disebut sebagai Biaya contingency selanjutnya diestimasi
Total Biaya Langsung (Total Direct Cost, TDC). berdasarkan persentase TD&IC (5% TD&IC).
Biaya manajemen EPC kemudian diestimasi Penjumlahan antara TD&IC dan biaya contingency
berdasarkan persentase TDC. Penjumlahan antara memberikan Total Process Plant & Equipment
TDC dengan biaya manajemen EPC memberikan (PP&E). Selanjutnya, Fixed Capital Investment
Total Biaya Konstruksi (Total Construction Cost, (FCI) diperoleh dari penjumlahan PP&E dengan
TCC). Total Biaya Tidak Langsung (Total Indirect biaya operator training & start-up. Terakhir, Total
Cost, TIC) diestimasi berdasarkan persentase TCC, Biaya Investasi (Total Capital Investment, TCI)
mencakup biaya konsultan, owner engineering, diestimasi dengan menjumlahkan nilai FCI dan
biaya pra-proyek, biaya selain layanan biaya akuisisi lahan serta modal kerja.
engineering/manajemen konstruksi, biaya

Tabel 54: Konfigurasi PLTBm

Deskripsi Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Konfigurasi Pembangkit 1x4 MW 1x10 MW 1x15 MW 2x25 MW

Gross Power Output (MW) 4,00 10,00 30,00 50,00

Parasitic Load, 15% of Gross Capacity (MW) 0,60 1,50 4,50 7,50

Net Power Output (MW) 3,40 8,50 25,50 42,50

Capacity Factor (%) 80,00 80,00 80,00 80,00

Net Electricity Production (GWh/y) 23,83 59,57 178,70 297,84

Tabel 55: Konfigurasi PLTBg

Deskripsi Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Konfigurasi Pembangkit 1x0,5 MW 1x1 MW 1x3 MW 1x5 MW

Gross Power Output (MW) 0,50 1,00 3,00 5,00

Parasitic Load, 15% of Gross Capacity (MW) 0,08 0,15 0,45 0,75

Net Power Output (MW) 0,43 0,85 2,55 4,25

Capacity Factor (%) 80,00 80,00 80,00 80,00

Net Electricity Production (GWh/y) 2.98 5.96 17.87 29.78

182 GAMBARAN UMUM KEEKONOMIAN PROYEK


PLT BIOENERGI
Tabel 56: Rincian total biaya investasi PLTBm

Deskripsi Unit Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Gross Power Output MW 4,00 10,00 30,00 50,00

Biaya Peralatan

Peralatan juta USD 4,72 8,96 19,34 27,66

Pemasangan Peralatan juta USD 0,08 0,15 0,31 0,45

Listrik Terpasang juta USD 0,97 1,84 3,96 5,66

Instrumentasi & Kontrol Terpasang juta USD 0,09 0,16 0,35 0,50

Perpipaan Terpasang juta USD 0,51 0,98 2,11 3,02

Pekerjaan Sipil juta USD 0,63 1,19 2,57 3,67

Insulasi & Perpipaan juta USD 0,01 0,02 0,05 0,07

Total Biaya Langsung (TDC) juta USD 7,00 13,30 28,69 41,02

Manajemen EPC (2% dari TDC) juta USD 0,14 0,27 0,57 0,82

Total Biaya Konstruksi (TCC) juta USD 7,14 13,56 29,26 41,84

Engineering (Konsultan) (5% dari TCC) juta USD 0,29 0,54 1,18 1,68

Owner Engineering (1% dari TCC) juta USD 0,06 0,11 0,24 0,34

Biaya Pra-Proyek (0,5% dari TCC) juta USD 0,03 0,05 0,12 0,17

Biaya Selain Layanan Engineering/ Manajemen


juta USD 0,06 0,11 0,24 0,34
Konstruksi (1% dari TCC)

Biaya Lingkungan atau Legislatif (0,5% dari TCC) juta USD 0,03 0,05 0,12 0,17

Capitalised Spares (1,5% dari TCC) juta USD 0,09 0,16 0,35 0,50

Asuransi & Pajak (2% dari TCC) juta USD 0,11 0,22 0,47 0,67

Biaya Pengangkutan (3% dari TCC) juta USD 0,17 0,33 0,71 1,01

Total Biaya Tidak Langsung (TIC) juta USD 0,83 1,58 3,41 4,87

Total Biaya Langsung & Tidak Langsung (TD&IC) juta USD 7,97 15,14 32,67 46,72

Contingency (5% dari TD&IC) juta USD 0,40 0,76 1,63 2,34

Total Process Plant & Equipment (PP&E) juta USD 8,37 15,90 34,31 49,05

Operator Training & Start-up (2% dari PP&E) juta USD 0,17 0,32 0,69 0,98

Fixed Capital Investment (FCI) juta USD 8,54 16,22 34,99 50,03

Akuisisi Lahan juta USD 0,15 0,15 0,15 0,15

Modal Kerja (5% dari FCI) juta USD 0,43 0,81 1,75 2,50

Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 9,12 17,18 36,89 52,68

Biaya Investasi Spesifik juta USD/MW 2,28 1,72 1,23 1,05

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 183


Tabel 57: Rincian total biaya investasi PLTBg

Deskripsi Unit Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Kapasitas Terpasang MW 0,50 1,00 3,00 5,00

Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 1,35 2,19 4,73 6,76

Biaya Investasi Spesifik juta USD/MW 2,70 2,19 1,58 1,35

PLTSa Total Biaya Tidak Langsung (Total Indirect Cost,


TIC) diestimasi berdasarkan persentase TCC,
Biaya investasi PLTP terdiri dari biaya peralatan mencakup biaya kontraktor, ruangan kantor &
yang selanjutnya disebut sebagai Total Biaya konstruksi, biaya lapangan, contingency proyek
Langsung (Total Direct Cost, TDC). Biaya serta biaya start-up dan perizinan. Penjumlahan
pengembangan lokasi, gudang, dan perpipaan antara TCC dan TIC memberikan Fixed Capital
tambahan kemudian diestimasi berdasarkan Investment (FCI). Terakhir, Total Biaya Investasi
persentase TDC. Penjumlahan antara TDC dengan (Total Capital Investment, TCI) diestimasi dengan
pengembangan lokasi, gudang, dan perpipaan menjumlahkan nilai FCI dan biaya modal kerja
tambahan serta biaya JTM memberikan Total serta PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
Biaya Konstruksi (Total Construction Cost, TCC).

Tabel 58: Konfigurasi PLTSa

Deskripsi Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Konfigurasi Pembangkit 1x6.9 MW 1x10 MW 2x10 MW 2x15 MW

Gross Power Output (MW) 6,90 10,00 20,00 30,00

Parasitic Load, 10% of Gross Capacity (MW) 0,69 1,00 2,00 3,00

Net Power Output (MW) 6,21 9,00 18,00 27,00

Capacity Factor (%) 82,40 82,40 82,40 82,40

Net Electricity Production (GWh/y) 44,83 64,96 129,93 194,89

184 GAMBARAN UMUM KEEKONOMIAN PROYEK


PLT BIOENERGI
Tabel 59: Rincian total biaya investasi PLTSa

Deskripsi Unit Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Kapasitas Terpasang MW 6,90 10,00 20,00 30,00

Biaya Peralatan

Peralatan juta USD 13,35 17,31 28,12 37,35

Total Biaya Langsung (TDC) juta USD 13,35 17,31 28,12 37,35

Pengembangan Lokasi (9% dari TDC) juta USD 1,20 1,56 2,53 3,36

Gudang (4% dari TDC) juta USD 0,53 0,69 1,12 1,49

Perpipaan Tambahan (4,5% dari TDC) juta USD 0,60 0,78 1,27 1,68

Biaya JTM juta USD 0,51 0,51 0,51 0,51

Total Biaya Konstruksi (TCC) juta USD 16,20 20,85 33,55 44,39

Biaya Kontraktor (Tunjangan, Asuransi, dll.) (10%


juta USD 1,62 2,08 3,36 4,44
dari TCC)

Biaya Ruangan Kantor & Konstruksi (20% dari TCC) juta USD 3,24 4,17 6,71 8,88

Biaya Lapangan (10% dari TCC) juta USD 1,62 2,08 3,36 4,44

Contingency (10% dari TCC) juta USD 1,62 2,08 3,36 4,44

Start-Up & Perizinan (10% dari TCC) juta USD 1,62 2,08 3,36 4,44

Total Biaya Tidak Langsung (TIC) juta USD 9,72 12,51 20,13 26,64

Fixed Capital Investment (FCI) juta USD 25,91 33,36 53,68 71,03

Modal Kerja (5% dari FCI) juta USD 1,30 1,67 2,68 3,55

PPN (10% dari FCI) juta USD 2,59 3,34 5,37 7,10

Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 29,80 38,36 61,73 81,69

Biaya Investasi Spesifik juta USD/MW 4.32 3.84 3.09 2.72

8.2 Biaya Operasi & Pemeliharaan (O&M)

Biaya O&M PLTBm, PLTBg, dan PLTSa yang PLTBm mencakup biaya bahan kimia, bahan bakar
masing-masing dirangkum dalam Tabel 60, Tabel tambahan, serta penggantian filter. Untuk PLTBg,
61, dan Tabel 62 terdiri dari biaya O&M tetap dan biaya O&M variabel sudah tercakup dalam biaya
variabel serta biaya bahan bakar (khusus untuk O&M tetap. Untuk PLTSa, biaya O&M tetap
PLTBm). Untuk PLTBm, biaya O&M tetap meliputi gaji, tunjangan, pemeliharaan, asuransi,
mencakup gaji, pengawasan & pemantauan, dan biaya lain. Biaya O&M variabel PLTSa terdiri
pemeliharaan, asuransi, administrasi, dan dari biaya bahan kimia, air demin, air, dan bahan
contingency. Sedangkan biaya O&M variabel bakar diesel.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 185


Tabel 60: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTBm

Deskripsi Unit Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Kapasitas Terpasang MW 4,00 10,00 30,00 50,00

Net Power Output MW 3,40 8,50 25,50 42,50

Net Electricity Production GWh/y 23,83 59,57 178,70 297,84

Biaya O&M Tetap

Gaji juta USD/tahun 0,14 0,35 1,05 1,74

Pengawasan & Pemantauan juta USD/tahun 0,03 0,07 0,20 0,34

Pemeliharaan (3% dari FCI) juta USD/tahun 0,25 0,63 1,89 3,15

Asuransi, Administrasi, Contingency juta USD/tahun 0,03 0,07 0,20 0,34

Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,45 1,11 3,34 5,57

Biaya O&M Variabel

Bahan Kimia juta USD/tahun 0,00 0,01 0,02 0,03

Bahan Bakar Tambahan juta USD/tahun 0,05 0,13 0,39 0,65

Penggantian Filter juta USD/tahun 0,00 0,00 0,00 0,00

Total Biaya O&M Variabel juta USD/tahun 0,05 0,14 0,41 0,69

Biaya Bahan Bakar

Total Biaya Bahan Bakar juta USD/tahun 0,64 1,61 4,82 8,04

Tabel 61: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTBg

Deskripsi Unit Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Kapasitas Terpasang MW 0,50 1,00 3,00 5,00

Net Power Output MW 0,43 0,85 2,55 4,25

Net Electricity Production GWh/y 2,98 5,96 17,87 29,78

Biaya O&M Tetap

Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,08 0,16 0,48 0,81

Biaya O&M Variabel

Total Biaya O&M Variabel juta USD/tahun - - - -

186 GAMBARAN UMUM KEEKONOMIAN PROYEK


PLT BIOENERGI
Tabel 62: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTSa

Deskripsi Unit Case 1 Case 2 Case 3 Case 4

Kapasitas Terpasang MW 6,90 10,00 20,00 30,00

Net Power Output MW 6,21 9,00 18,00 27,00

Net Electricity Production GWh/y 44,83 64,96 129,93 194,89

Biaya O&M Tetap

Gaji juta USD/tahun 0,11 0,15 0,30 0,46

Tunjangan (25% dari Gaji) juta USD/tahun 0,03 0,04 0,08 0,11

Pemeliharaan juta USD/tahun 0,16 0,23 0,47 0,70

Asuransi (0,7% dari FCI) juta USD/tahun 0,18 0,23 0,38 0,50

Biaya Lain juta USD/tahun 0,12 0,18 0,36 0,54

Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,60 0,84 1,59 2,31

Biaya O&M Variabel

Bahan Kimia juta USD/tahun 0,23 0,33 0,66 0,99

Air Demin juta USD/tahun 0,01 0,01 0,03 0,04

Air juta USD/tahun 0,00 0,00 0,01 0,01

Bahan Bakar Diesel juta USD/tahun 0,02 0,03 0,07 0,10

Total Biaya O&M Variabel juta USD/tahun 0,26 0,38 0,76 1,14

8.3 Struktur Biaya Berdasarkan Komponen Biaya PLN

Tabel 63, Tabel 64, dan Tabel 65 menyajikan Komponen A diestimasi berdasarkan asumsi umur
rangkuman struktur biaya sesuai dengan proyek dan discount rate sebesar 10% tanpa
terminologi PT PLN (Persero) untuk PLTBm, memperhitungkan profit.
PLTBg, dan PLTSa yang terdiri dari empat
komponen biaya, yaitu: (i) Komponen A— capital Penjumlahan keempat komponen tersebut
cost recovery; (ii) Komponen B—biaya O&M tetap; merupakan nilai Levelized Cost of Electricity
(iii) Komponen C—biaya bahan bakar; dan (iv) (LCOE) atau bisa juga disebut sebagai biaya pokok
Komponen D—biaya O&M variabel. pembangkitan. Perlu menjadi catatan bahwa
gambaran LCOE ini ditinjau dari sisi pengembang,
tidak memasukkan Komponen E—biaya transmisi.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 187


Tabel 63: Ringkasan komponen biaya proyek PLTBm

Komponen
Deskripsi Unit 4 MW 10 MW 30 MW 50 MW
Biaya PLN

A Capital Cost Recovery cent-USD/kWh 4,21 3,18 2,27 1,95

B Biaya O&M Tetap cent-USD/kWh 1,87 1,87 1,87 1,87

C Biaya Bahan Bakar cent-USD/kWh 2,70 2,70 2,70 2,70

D Biaya O&M Variabel cent-USD/kWh 0,23 0,23 0,23 0,23

LCOE cent-USD/kWh 9,01 7,98 7,07 6,75

Tabel 64: Ringkasan komponen biaya proyek PLTBg

Komponen
Deskripsi Unit 0,5 MW 1 MW 3 MW 5 MW
Biaya PLN

A Capital Cost Recovery cent-USD/kWh 5,32 4,32 3,11 2,66

B Biaya O&M Tetap cent-USD/kWh 2,71 2,71 2,71 2,71

C Biaya Bahan Bakar cent-USD/kWh - - - -

D Biaya O&M Variabel cent-USD/kWh - - - -

LCOE cent-USD/kWh 8,03 7,03 5,82 5,38

Tabel 65: Ringkasan komponen biaya proyek PLTSa

Komponen
Deskripsi Unit 4 MW 10 MW 30 MW 50 MW
Biaya PLN

A Capital Cost Recovery cent-USD/kWh 7,32 6,51 5,23 4,62

B Biaya O&M Tetap cent-USD/kWh 1,34 1,29 1,22 1,19

C Biaya Bahan Bakar cent-USD/kWh - - - -

D Biaya O&M Variabel cent-USD/kWh 0,59 0,59 0,59 0,59

LCOE cent-USD/kWh 9,25 8,38 7,04 6,39

188 GAMBARAN UMUM KEEKONOMIAN PROYEK


PLT BIOENERGI
8.4 Asumsi Kunci Analisis Finansial

Berdasarkan struktur biaya proyek PLT Bioenergi IRR sebesar 11% untuk dicapai. Di samping itu,
untuk setiap case kapasitas, analisis finansial beberapa asumsi ekonomi juga ditetapkan dalam
dengan metode discounted cashflow digunakan analisis seperti rasio utang (debt) dan ekuitas
untuk menentukan harga jual listrik dengan (equity), umur pembangkit, suku bunga, dan
menetapkan sebuah kriteria profitabilitas, yaitu lainnya seperti yang terangkum dalam Tabel 66.

Tabel 66: Asumsi yang digunakan

Deskripsi PLTBm PLTBg PLTSa

Capacity factor 80% 82,4%

Pembiayaan berdasarkan ekuitas/hutang 30%/70% dari TCI

Umur pembangkit 25 tahun 20 tahun 25 tahun

Tarif pajak penghasilan 25% per tahun

Suku bunga untuk pembiayaan hutang 7% per tahun

Jangka waktu pembiayaan hutang 10 tahun

Jadwal penyusutan 7-year MACRS schedule

Periode konstruksi (jadwal pengeluaran) 1 tahun

Discount rate 10%

IRR (set) 11%

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 189


8.5 Kurva Biaya

PLTBm listrik PLTBm. Sebagaimana telah diuraikan


sebelumnya, nilai harga jual listrik untuk masing-
Hasil estimasi analisis finansial ditampilkan dalam masing skema kapasitas diestimasi dengan
kurva biaya seperti yang terlihat pada Gambar 37, menetapkan nilai IRR sebesar 11% dalam analisis
yang menggambarkan hubungan antara kapasitas finansial. Hasil plot harga jual listrik menunjukkan
terpasang dan biaya investasi spesifik serta harga tren yang serupa dengan tren biaya investasi
jual listrik. Hasil plot estimasi biaya investasi spesifik, di mana PLTBm 4 MW memberikan harga
spesifik dengan kapasitas terpasang ditunjukkan jual listrik 11,80 cent-USD/kWh, sedangkan PLTBm
dengan kurva berwarna oranye, di mana PLTBm 4 50 MW memberikan harga jual listrik 8,04 cent-
MW memberikan nilai investasi spesifik 2,28 juta- USD/kWh. Plot kurva harga jual listrik berbasis
USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip economies of scale yang ditunjukkan diharapkan
economies of scale, PLTBm 50 MW memberikan dapat memberikan gambaran indikatif bagi
nilai investasi spesifik 1,05 juta-USD/MW atau investor PLTBm untuk membandingkan harga jual
sekitar 54% lebih rendah dari biaya investasi listrik PLTBm terhadap baseline atau Biaya Pokok
spesifik PLTBm 4 MW. Secara keseluruhan Penyediaan (BPP) tenaga listrik setempat. Secara
economies of scale pada biaya investasi spesifik khusus, gambaran tersebut dapat dijadikan
proyek PLTBm ditunjukkan dengan tren kurva pertimbangan bagi investor dalam menetapkan
yang menurun, dari kapasitas 4 MW hingga 50 strategi pengembangan—kapasitas—PLTBm serta
MW. negosiasi Harga Jual Tenaga Listrik (HJTL) dalam
PJBL.
Di samping itu, economies of scale pada biaya
investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual

Gambar 37: Kurva biaya PLTBm

190 GAMBARAN UMUM KEEKONOMIAN PROYEK


PLT BIOENERGI
PLTBg listrik PLTBg. Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, nilai harga jual listrik untuk masing-
Hasil estimasi analisis finansial ditampilkan dalam masing skema kapasitas diestimasi dengan
kurva biaya seperti yang terlihat pada Gambar 38, menetapkan nilai IRR sebesar 11% dalam analisis
yang menggambarkan hubungan antara kapasitas finansial. Hasil plot harga jual listrik menunjukkan
terpasang dan biaya investasi spesifik serta harga tren yang serupa dengan tren biaya investasi
jual listrik. Hasil plot estimasi biaya investasi spesifik, di mana PLTBg 0,5 MW memberikan
spesifik dengan kapasitas terpasang ditunjukkan harga jual listrik 11,33 cent-USD/kWh, sedangkan
dengan kurva berwarna oranye, di mana PLTBg PLTBg 5 MW memberikan harga jual listrik 7,03
0,5 MW memberikan nilai investasi spesifik 2,70 cent-USD/kWh. Plot kurva harga jual listrik
juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip berbasis economies of scale yang ditunjukkan
economies of scale, PLTBg 5 MW memberikan nilai diharapkan dapat memberikan gambaran indikatif
investasi spesifik 1,35 juta-USD/MW atau sekitar bagi investor PLTBg untuk membandingkan harga
50% lebih rendah dari biaya investasi spesifik jual listrik PLTBg terhadap baseline atau Biaya
PLTBg 0,5 MW. Secara keseluruhan economies of Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik setempat.
scale pada biaya investasi spesifik proyek PLTBg Secara khusus, gambaran tersebut dapat dijadikan
ditunjukkan dengan tren kurva yang menurun, dari pertimbangan bagi investor dalam menetapkan
kapasitas 0,5 MW hingga 5 MW. strategi pengembangan—kapasitas— PLTBg serta
negosiasi Harga Jual Tenaga Listrik (HJTL) dalam
Di samping itu, economies of scale pada biaya PJBL.
investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual

Gambar 38: Kurva biaya PLTBg

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 191


PLTSa listrik PLTSa. Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, nilai harga jual listrik untuk masing-
Hasil estimasi analisis finansial ditampilkan dalam masing skema kapasitas diestimasi dengan
kurva biaya seperti yang terlihat pada Gambar 39, menetapkan nilai IRR sebesar 11% dalam analisis
yang menggambarkan hubungan antara kapasitas finansial. Hasil plot harga jual listrik menunjukkan
terpasang dan biaya investasi spesifik serta harga tren yang serupa dengan tren biaya investasi
jual listrik. Hasil plot estimasi biaya investasi spesifik, di mana PLTSa 6,9 MW memberikan
spesifik dengan kapasitas terpasang ditunjukkan harga jual listrik 14,09 cent-USD/kWh, sedangkan
dengan kurva berwarna oranye, di mana PLTSa 6,9 PLTSa 30 MW memberikan harga jual listrik 9,44
MW memberikan nilai investasi spesifik 4,32 juta- cent-USD/kWh. Plot kurva harga jual listrik
USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip berbasis economies of scale yang ditunjukkan
economies of scale, PLTSa 30 MW memberikan diharapkan dapat memberikan gambaran indikatif
nilai investasi spesifik 2,72 juta-USD/MW atau bagi investor PLTSa untuk membandingkan harga
sekitar 37% lebih rendah dari biaya investasi jual listrik PLTSa terhadap baseline atau Biaya
spesifik PLTSa 6,9 MW. Secara keseluruhan Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik setempat.
economies of scale pada biaya investasi spesifik Secara khusus, gambaran tersebut dapat dijadikan
proyek PLTSa ditunjukkan dengan tren kurva yang pertimbangan bagi investor dalam menetapkan
menurun, dari kapasitas 6,9 MW hingga 30 MW. strategi pengembangan—kapasitas— PLTSa serta
negosiasi Harga Jual Tenaga Listrik (HJTL) dalam
Di samping itu, economies of scale pada biaya PJBL.
investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual

Gambar 39: Kurva biaya PLTSa

192 GAMBARAN UMUM KEEKONOMIAN PROYEK


PLT BIOENERGI
LAMPIRAN A

Implementasi Pengembangan PLTBm di Indonesia Hingga


Tahun 2020

No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)

1. Riau PT Riau Prima Energy (RPE) IO 2012 658

2. Riau PT IKPP Excess Power 2013 575,19

3. Riau PT ISK Excess Power 2017 10

4. Riau Musim Mas Group IO 2015 2

5. Riau Musim Mas Group IO 2015 2

6. Riau PT Inti Indo Sawit (Buatan 2) Excess Power 2017 1,25

7. Riau PT Musim Mas IO 2015 1

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Riau 1.249,44

8. Jatim PG Glenmore IO 2015 20

9. Jatim PG Pesantren Excess Power 2016 18

10. Jatim PG Semboro IO 2015 11,8

11. Jatim PG Djatiroto IO 2015 9,3

12. Jatim PG Gempolkrep IO 2015 9

13. Jatim PG Tjoekir IO 2015 8

14. Jatim PG Ngadiredjo IO 2015 8

15. Jatim PG Lestari IO 2015 7

16. Jatim PG Asembagoes IO 2019 10

17. Jatim PG Pradjekan IO 2015 5,7

18. Jatim PG Kedawoeng IO 2016 5,3

19. Jatim PG Pagottan IO 2015 4,8

20. Jatim PG Krembong IO 2015 4

21. Jatim PG Meritjan IO 2015 4

22. Jatim PG Watoetoelis IO 2015 3,5

23. Jatim PG Modjopanggoong IO 2015 3,5

24. Jatim PG Djombang Baru IO 2015 3

25. Jatim PG Wonolangan IO 2015 2,8

26. Jatim PG Redjosarie IO 2015 2,24

27. Jatim PG Gending IO 2015 2

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 193


No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)

28. Jatim PG Padjarakan IO 2015 1,6

29. Jatim PG Soedono IO 2015 1,6

30. Jatim PG Pandjie IO 2015 1,1

31. Jatim PG Poerwodadie IO 2015 0,8

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Jawa Timur 147,04

32. Sumut Biomass PT Harkat Sejahtera Excess Power 2015 30

33. Sumut Biomass PT Growth Asia-1 Excess Power 2011 15

34. Sumut Biomass PT Growth Asia-2 Excess Power 2012 15

35. Sumut Biomass PT Growth Sumatera-1 Excess Power 2013 15

36. Sumut Biomass PT Growth Sumatera-2 Excess Power 2013 15

37. Sumut PLTBg Pabatu IO 2015 7

38. Sumut PTPN III IO 2016 7

39. Sumut PTPN III IO 2016 7

40. Sumut Biomass PT VAL Excess Power 2015 6

41. Sumut PG Sei Semayang IO 2015 4

42. Sumut PG Kuala Madu IO 2015 4

43. Sumut PLTBm PT PN III PKS Rambutan IO 2014 2,5

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Sumatera Utara 127,5

44. Babel Kencana Agri Ltd IO 2015 7,5

45. Babel Belitung Energy IPP 2010 7

46. Babel Kencana Agri Ltd IO 2017 6

47. Babel Listrindo Kencana IPP 2010 5

48. Babel Tempilang-2 IPP 2018 5

49. Babel PLTBn Pegantungan* IPP 2019 5

50. Babel PT Rebinmas Jaya IO 2015 3,7

51. Babel PT Gunung Sawit Bina Lestari IO 2002 3,44

52. Babel PT Sawindo Kencana IO 2015 3,36

53. Babel PT Steelindo Wahana Perkasa IO 1998 3,2

54. Babel PT Parit Sembada IO 1998 2,8

55. Babel PT Bumi Permai Lestari IO 1995 2,4

56. Babel PT Leidong West Indonesia IO 2000 2,4

57. Babel PT Foresta Lestari Dwikarya IO 2000 2,4

58. Babel PT Bumi Sawit Sukses Pratama IO 2015 2

59. Babel CV Mutiara Alam Lestari IO 2012 1,24

60. Babel PT Sahabat Mewah Makmur IO 2015 1,2

194 LAMPIRAN A
No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)

61. Babel PT Putra Bangka Mandiri IO 2015 1,2

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Kep. Bangka Belitung 64,84

Excess Gunung Batin (PT Gunung


62. Lampung Excess Power 2017 20
Madu Plantations)

63. Lampung PG Bunga Mayang IO 2015 6,8

64. Lampung Way Abung IO 2015 6

65. Lampung Tulang Bawang IO 2015 5,315

66. Lampung Excess (PT PSMI) Excess Power 2018 3

67. Lampung Way Jepara IO 2015 2

68. Lampung Terbanggi IO 2015 2

69. Lampung Gunung Agung IO 2015 2

70. Lampung Ketapang IO 2015 2

71. Lampung Pakuan Agung IO 2015 2

72. Lampung Kibang IO 2015 2

73. Lampung Buyut Ilir IO 2015 1

74. Lampung Menggala IO 2015 1

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Lampung 55,12

75. Jambi Payo Selincah Excess Power 2015 30

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Jambi 30

PT Rezeki Perkasa Sejahtera


76. Kalbar IPP 2018 10
Lestari

PT Suka Jaya Makmur (Alas


77. Kalbar Excess Power 2012 7
Kusuma Group)

78. Kalbar PT Harjohn Timber Excess Power 2014 5

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Kalimantan Barat 22

79. Jateng PG Sragi IO 2015 5

80. Jateng PG Sunga IO 2015 5

81. Jateng PG Mojo IO 2015 3,6

82. Jateng PG Tasikmadu IO 2015 3,2

83. Jateng PG Pangka IO 2015 2

84. Jateng Budi Lumbung Cipta Tani (BLCT) IO 2015 1

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Jawa Tengah 19,8

85. Sulsel PG Camming IO 2015 6

86. Sulsel PG Talakar IO 2015 6

87. Sulsel PG Bone IO 2015 5,2

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Sulawesi Selatan 17,2

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 195


No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)

88. Kaltim Mangkujenang (Biomas) Excess Power 2015 5

Excess Pengandan (PT Daya


89. Kaltim Excess Power 2008 2
Lestari)

Excess Muara Bengkal (PT Daya


90. Kaltim Excess Power 2015 2
Lestari)

Excess Gunung Sari (PT Hutan


91. Kaltim Excess Power 1983 1
Hijau Mas)

Excess Talisayan (PT Daya


92. Kaltim Excess Power 2013 1
Lestari)

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Kalimantan Timur 11

Excess Pangkalan Bun (PT


93. Kalteng Excess Power 2014 8
Korintiga Hutani)

Excess Sampit (PT Unggul


94. Kalteng Excess Power 2012 1
Lestari)

Excess Sampit (PT Unggul


95. Kalteng Excess Power 2014 1
Lestari)

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Kalimantan Tengah 10

96. Sumsel PG Cinta Manis IO 2015 4,8

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Sumatera Selatan 4,8

97. Kalsel PT Alam Raya Kencana Mas IO 2014 3

98. Kalsel PT Gawi Makmur Kalimantan IO 2011 1

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Kalimantan Selatan 4

99. DIY PG Madukismo IO 1958 3,8

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi D. I. Yogyakarta 3,8

100. Papua PLTBm Wapeko IPP 2020 3,5

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Papua 3,5

101. Sumbar Perusda Kemakmuran Mentawai Excess Power 2019 0,3

102. Sumbar Perusda Kemakmuran Mentawai Excess Power 2019 0,15

103. Sumbar Perusda Kemakmuran Mentawai Excess Power 2019 0,25

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Sumatera Barat 0,7

104. Gorontalo PULUBALA #01 IPP 2014 0,5

Kapasitas Terpasang PLTBm di Provinsi Gorontalo 0,5

TOTAL KAPASITAS TERPASANG PLTBm 1.771,24

Catatan: *) termasuk pembangkit listrik berbasis bahan bakar nabati (PLTBn)


Sumber: (i) DJEBTKE-KESDM. Kapasitas Terpasang PLT Bioenergi di Indonesia. 2021.
(ii) ESDM One Map.

196 LAMPIRAN A
LAMPIRAN B

Implementasi Pengembangan PLTBg di Indonesia Hingga


Tahun 2020

No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)

1. Riau Musim Mas Group IO 2010 3

2. Riau Musim Mas Group IO 2012 3

3. Riau PT Inti Indo Sawit (Ukui 1) Excess Power 2017 2,2

4. Riau PT Ivomas Tunggal (Smart Group) IO 2015 2,134

5. Riau PT Musim Mas Excess Power 2016 2,134

6. Riau PT BANI Excess Power 2017 2,134

7. Riau PT IMSB Excess Power 2017 2,134

8. Riau PT SAR Excess Power 2017 2,134

PT Bahana Nusa Interindo (Musim Mas


9. Riau IO 2016 2
Group)

10. Riau PT Guntung Idamanusa IO 2017 2

11. Riau PT Ramajaya Prajamukti (Smart Group) IO 2015 1,67

12. Riau PTPN V Tandun IO 2015 1,2

13. Riau PT Mitra Unggul Pusaka (Segati) Excess Power 2018 1,2

14. Riau Rantau Sakti IO 2014 1

15. Riau PT PHS Excess Power 2017 1

16. Riau PT Teguh Karsa Wana Lestari Excess Power 2018 1

17. Riau Riau Prima Energi Habis Kontrak 2015 0

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Riau 29,94

18. Jambi Tungkal/Lontar Papyrus Excess Power 2017 10

19. Jambi Taman Raja Excess Power 2017 2,2

20. Jambi PLTBg Tungkal Ulu (Asian Agri Group) IO 2018 2,2

21. Jambi PT. Kresna Duta Agroindo (Smart Group) IO 2015 1,8

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Jambi 16,2

22. Babel PT Gunung Pelawan Lestari IO 2017 3,6

PT. Steelindo Wahana Perkasa (KLK


23. Babel IO 2015 3,52
Group)

24. Babel PT Gunung Maras Lestari IO 2015 3

25. Babel Cengkong Abang/Sungai Terlung IPP 2018 2

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 197


No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)

26. Babel Austindo Aufwind New Energy IPP 2012 1,8

27. Babel Tuing/Gunung Pelawan Lestari Excess Power 2017 1,2

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Kep. Bangka Belitung 15,12

28. Sumut PTPN IV PKS Pasir Mandoge IO 2012 2

29. Sumut PT Siringo-ringo Excess Power 2016 1

30. Sumut PT United Kingdom Indonesia Plantation Excess Power 2017 2

31. Sumut PT Hari Sawit Jaya Negeri Lama-2 Excess Power 2017 1,4

32. Sumut PT Saudara Sejati Luhur Gunung Melayu-1 Excess Power 2017 1,4

33. Sumut PLTBg Pagar Merbau IPP 2019 1

34. Sumut PLTBg Kwala Sawit IPP 2019 1

35. Sumut PT PN II PKS HAPESONG Excess Power 2018 0,6

36. Sumut PLTBm Sei Mengkei IPP 2020 2,4

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Sumatera Utara 12.8

37. Kaltim PT Rea Kaltim Plantation Excess Power 2011 7

38. Kaltim PT Daya Lestari Excess Power 2016 2

39. Kaltim PT Prima Mitrajaya Mandiri Excess Power 2020 2

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Kalimantan Timur 11

PT Berkat Sawit Sejati (Musim Mas


40. Sumsel IO 2012 2
Group)

41. Sumsel Mutiara Bunda IO 2015 2

42. Sumsel Permata Bunda Excess Power 2015 2

43. Sumsel Selapan Jaya Excess Power 2015 2

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Sumatera Selatan 8

44. Kalteng PT Sukajadi Sawit Mekar - 2 IO 2013 3

45. Kalteng PT Sukajadi Sawit Mekar Excess Power 2015 2,4

46. Kalteng PT Maju Aneka Sawit Excess Power 2014 1

47. Kalteng PT Mustika Sembuluh 1 IO 2015 1

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Kalimantan Tengah 7,4

48. Kalsel PT Gawi Makmur Kalimantan IO 2016 2,3

49. Kalsel PT Buana Karya Bakti IO 2006 2

50. Kalsel PT Sawit Graha Manunggal Excess Power 2018 1

51. Kalsel PT Nagata Bio Energi IPP Biog 2,4

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Kalimantan Selatan 7,3

52. Bengkulu Mitra Puding Mas Excess Power 2017 2

53. Bengkulu Agro Muko Excess Power 2017 1,058

198 LAMPIRAN B
No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Bengkulu 3,058

54. Lampung PT Green Energy Hamparan IPP 2020 3

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Lampung 3

55. Jatim PT Multi Fabrindo Gemilang Excess Power 2015 2

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Jawa Timur 2

56. Kalbar PT Karya Mas Energi IO 2014 2

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Kalimantan Barat 2

57. Sumbar PT AGROWIRATAMA Excess Power 2015 1,2

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Sumatera Barat 1,2

IPP Tanjung Batu (PT Prima Gasifikasi


58. Kep. Riau 1
Indonesia) IPP 2010

Kapasitas Terpasang PLTBg di Provinsi Kep. Riau 1

TOTAL KAPASITAS TERPASANG PLTBg 120.018


Sumber: (i) DJEBTKE-KESDM. Kapasitas Terpasang PLT Bioenergi di Indonesia. 2021.
(ii) ESDM One Map.

PEDOMAN INVESTASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOEN ERGI 199

Anda mungkin juga menyukai