INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA BIOENERGI
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa, Pembangkit Listrik
Tenaga Biogas, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
AGUSTUS 2021
PEDOMAN INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI
© Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (KESDM) dan United Nations Development Programme, 2021.
Kutipan: DJEBTKE-KESDM. 2021. Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi. Direktorat Jenderal
Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Kontributor:
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi ini disiapkan di bawah Proyek Market Transformation
for Renewable Energy and Energy Efficiency (MTRE3), United Nations Development Programme (UNDP) dan
didanai oleh Global Environment Facility (GEF). Pedoman ini disusun melalui kerja sama erat dengan Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (KESDM), Republik Indonesia sebagai mitra pelaksana Proyek MTRE3. Koordinasi dengan pemangku
kepentingan terkait, meliputi Kementerian Investasi, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK), pemerintah
daerah, PT PLN (Persero), Independent Power Producers, dan lembaga pembiayaan, juga dilakukan melalui
Focus Group Discussion (FGD) untuk memastikan serta menjaga keakuratan materi yang dimuat dalam
pedoman ini.
Disclaimer:
Publikasi ini beserta materi di dalamnya disusun “sebagaimana adanya”. Upaya terbaik dan kehati-hatian telah dilakukan oleh
DJEBTKE-ESDM dan UNDP untuk memverifikasi keandalan materi dalam publikasi ini. Namun, DJEBTKE-KESDM maupun UNDP
tidak memberikan jaminan dalam bentuk apa pun, baik tersurat maupun tersirat, dan tidak bertanggung jawab atau berkewajiban
atas konsekuensi apa pun dari penggunaan publikasi ini serta materi yang termuat di dalamnya.
Apabila tidak terdapat ketentuan lain, materi dalam publikasi ini dapat digunakan, dibagikan, disalin, diproduksi ulang, dicetak
dan/atau disimpan secara bebas dengan memberikan referensi yang menjelaskan bahwa DJEBTKE-KESDM dan UNDP adalah
sumber sekaligus pemegang hak cipta. Publikasi ini tidak disiapkan untuk dijual kembali atau tujuan komersial lainnya dalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis sebelumnya dari DJEBTKE-KESDM dan/atau UNDP. Materi dalam publikasi ini yang berkaitan
dengan pihak ketiga mungkin tunduk pada persyaratan penggunaan dan pembatasan yang terpisah, dan izin yang sesuai dari
pihak ketiga ini mungkin perlu didapatkan sebelum penggunaan materi terkait.
i
ii
Kata Pengantar
Dalam rangka mendukung perencanaan dan implementasi aksi mitigasi perubahan iklim pada sektor
pembangkit dan pengguna akhir energi, UNDP Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia,
melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (KESDM), membentuk proyek Market Transformation through Design and
Implementation of Appropriate Mitigation Actions in the Energy Sector (MTRE3). Proyek MTRE3
diharapkan dapat mendukung pencapaian target pemerintah dalam pemanfaatan energi baru terbarukan
sebesar 23% dan mengurangi intensitas energi sebesar 1% di tahun 2025. Secara jangka panjang
pencapaian ini diharapkan dapat mendukung target SDGs 1 ( no poverty) dan 7 (affordable and clean
energy). Dalam implementasinya, proyek MTRE3 mencakup berbagai aktivitas di tingkat nasional maupun
subnasional, yaitu di 4 provinsi percontohan: Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Salah satu komponen proyek MTRE3, yaitu komponen II, bertujuan untuk mendukung transformasi pasar
melalui implementasi aksi mitigasi pada pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) dan efisiensi
energi (EE). Transformasi pasar EBT dan EE dilakukan melalui pemberian dukungan fasilitas Sustainable
Energy Fund (SEF) kepada para pengembang, fasilitas proyek percontohan manajemen energi dan
penguatan sistem informasi investasi, serta peningkatan kapasitas mengenai EBT/EE kepada pemerintah
daerah di 4 provinsi percontohan melalui kegiatan Integrated Market Service Center (IMSC).
Merujuk pada tujuan transformasi pasar di atas, pedoman ini disusun untuk memberikan informasi
mengenai prosedur investasi dan perizinan terkait pengembangan proyek pembangkit listrik energi
terbarukan (ET) di Indonesia yang dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan proyek PLT-
ET. Selain itu, pedoman ini juga memberikan gambaran umum potensi ET, kerangka regulasi dan kebijakan,
program pengembangan proyek PLT-ET, skema bisnis dan pembiayaan, serta penyedia dana potensial
terkait. Penyusunan pedoman ini merupakan bagian dari kegiatan “ Development of Renewable Energy &
Energy Efficiency Investment Guideline and Recommendation in Indonesia ”. Pembahasan dan analisis yang
dituangkan di dalam laporan ini dihasilkan melalui konsultasi dengan para pemangku kepentingan terkait,
khususnya DJEBTKE-KESDM.
Kontributor
iii
iv
Tentang Pedoman
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Indonesia telah
menargetkan porsi energi terbarukan di bauran energi primer nasional sebesar 23% di tahun 2025 dan 31%
di tahun 2050, serta menargetkan 17% penghematan energi di tahun 2025. Di antara berbagai hal yang
melandasi penetapan target tersebut adalah komitmen negara untuk mengurangi emisi karbon dan
kebutuhan untuk beralih menuju Green and Clean Energy yang sejalan dengan Sustainable Development
Goals (SDGs) No. 7 “Energi Bersih dan Terjangkau”. Oleh karena itu, United Nations Development
Programme (UNDP) mendukung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), khususnya
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE), dalam upaya
pengembangan sektor energi terbarukan (ET) dan efisiensi energi (EE) di Indonesia melalui Proyek Market
Transformation for Renewable Energy and Energy Efficiency (MTRE3) dengan pendanaan dari Global
Environment Facility (GEF).
Dalam mencapai target yang telah ditetapkan, pengembangan sektor ET dan EE di Indonesia tidak dapat
diimplementasikan dengan optimal jika hanya bertumpu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Oleh karena itu, partisipasi sektor swasta dalam konteks mobilisasi investasi ( domestic & foreign
direct investment) menjadi sangat krusial untuk mempercepat pengembangan ET dan EE dan mencapai
target nasional. Namun demikian, mobilisasi investasi swasta dalam pengembangan ET dan EE masih
menemui berbagai kendala, utamanya adalah proses bisnis/investasi yang relatif kompleks dan panjang,
sementara—di sisi lain—pedoman investasi yang komprehensif dan terkini (updated) belum tersedia.
Dalam rangka menjawab tantangan tersebut, UNDP dan DJEBTKE melalui Proyek MTRE3
menyelenggarakan program kegiatan yang berjudul “Development of Renewable Energy (RE) & Energy
Efficiency (EE) Investment Guidelines and Recommendation in Indonesia ”. Program kegiatan ini bertujuan
untuk mengembangkan pedoman investasi ET & EE serta merumuskan rekomendasi sebagai referensi
untuk pengembangan Sistem Informasi Investasi ET & EE di Indonesia.
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (mencakup PLTBm, PLTBg, dan PLTSa) ini
merupakan salah satu dari empat (4) pedoman yang dihasilkan dari program kegiatan pengembangan
pedoman investasi ET & EE di Indonesia. Pedoman ini telah disusun secara sistematis dan dipresentasikan
kepada para pemangku kepentingan terkait. Sistematika dari masing-masing bab yang tercakup dalam
pedoman ini diuraikan secara ringkas di bawah ini.
v
Bab 1: Pendahuluan & Status Terkini
Bab ini disusun untuk memberikan gambaran tren teknologi dan biaya ( cost) dalam pengembangan PLT
Bioenergi (PLTBio) di dunia, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi/pembanding dengan Indonesia.
Di samping itu, bab ini juga mencakup uraian status terkini kapasitas terpasang PLTBio di Indonesia,
disertai dengan contoh success story pengembangan proyek PLTBio.
Bab ini disusun untuk menyajikan informasi potensi sumber bioenergi di Indonesia berdasarkan data
termutakhir yang tersedia, disertai dengan referensi yang dapat dirujuk. Dalam bab ini disajikan pula daftar
rencana dan potensi pengembangan proyek PLTBio di 4 provinsi percontohan MTRE3 berdasarkan
dokumen RUPTL PT PLN (Persero) 2019-2028.
Bab ini disusun untuk memberikan informasi terkait pemangku kepentingan kunci ( key actors), termasuk
peran dan kewenangannya, dalam pengembangan PLTBio di Indonesia.
Bab ini disusun untuk memberikan informasi mengenai program pemerintah dalam pengembangan proyek
PLTBio di Indonesia, termasuk program-program unggulan.
Bab ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai kerangka regulasi terkini—telah merujuk pada
Undang Undang Cipta Kerja beserta turunannya—yang berkaitan dengan pengembangan PLTBio di
Indonesia. Kerangka regulasi disusun dalam bentuk diagram, dikelompokkan berdasarkan kategori, dan
ditabulasikan, lengkap dengan deskripsi umumnya.
Sebagai komponen utama dari pedoman, bab ini disusun untuk menjabarkan proses bisnis/investasi
proyek PLTBio di Indonesia secara komprehensif dan sistematis, step-by-step. Bagian awal pada bab ini
menggambarkan secara jelas batasan (boundaries) penggunaan pedoman. Selain itu, bagian awal bab ini
disusun untuk memperkenalkan berbagai layanan perizinan dan nonperizinan yang digunakan dalam
proses bisnis/investasi PLTBio.
Bagian inti dari bab ini disusun untuk memberikan gambaran proses bisnis/investasi atau siklus
pengembangan proyek PLTBio, yang dituangkan dalam bentuk Gantt Chart, diagram alir, serta matriks
disertai dengan deskripsi tiap tahap pengembangan proyek secara komprehensif.
Bab ini disusun untuk menguraikan opsi pembiayaan proyek beserta daftar penyedia dana potensial dalam
pengembangan proyek pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, termasuk PLTBio, di Indonesia.
Bab ini disusun untuk memberikan gambaran umum keekonomian proyek pengembangan PLTBio di
Indonesia. Konten dari bab ini mencakup estimasi biaya proyek pengembangan PLTBio, ringkasan
komponen biaya proyek PLTBio berdasarkan breakdown struktur biaya proyek versi PT PLN (Persero),
serta gambaran umum economies-of-scale proyek PLTBio berdasarkan hasil analisis profitabilitas.
vi
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif............................................................................................................................................................ xx
BAGIAN I .................................................................................................................................................................................. 1
1.1 Pendahuluan...........................................................................................................................................................5
1.2 Status Terkini PLTBio ......................................................................................................................................... 6
vii
4.3 Program Percepatan Pembangunan PLTSa ............................................................................................. 50
4.4 Program Hutan Tanaman Energi (HTE) ..................................................................................................... 50
BAGIAN II ..............................................................................................................................................................................65
viii
LAMPIRAN B ....................................................................................................................................................................... 197
ix
Daftar Gambar
Gambar 1: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTBio di dunia, 2010–2019 ............................ 7
Gambar 2: Kapasitas terpasang PLTBm, PLTBg, dan PLTSa di ASEAN, 2019 .......................................................8
Gambar 4: Jenis sumber daya bioenergi sebagai bahan baku pembangkit listrik ............................................ 20
Gambar 5: Potensi energi biogas untuk penggunaan eksternal (potensi POME) ............................................. 24
Gambar 7: Pemangku kepentingan kunci (key actors) dalam pengembangan pembangkit listrik
berbasis energi terbarukan ............................................................................................................................. 39
Gambar 8: Peta sebaran proyek Percepatan Pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota di Indonesia ....... 52
Gambar 16: Matriks prosedur Tahap 1a (Pemilihan Langsung—Pengusahaan PLTBm dan PLTBg) ............. 89
Gambar 17: Matriks prosedur Tahap 1b (Kegiatan Penunjukan Langsung—Pengusahaan PLTSa) ............... 94
Gambar 18: Matriks prosedur Tahap 3 (Legalitas Badan Usaha) ............................................................................ 104
Gambar 19: Matriks prosedur Tahap 4a (Pengajuan Fasilitas – Fase Pengembangan: Permohonan
Tax Allowance atau Tax Holiday) ............................................................................................................... 109
Gambar 20: Matriks prosedur Tahap 5a-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang/KKPR) ................................................................................. 112
Gambar 21: Matriks prosedur Tahap 5a-2 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Persetujuan Lingkungan melalui Amdal) ................................................................................................... 113
Gambar 22: Matriks prosedur Tahap 5a-2 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan:
Persetujuan Lingkungan melalui UKL-UPL) ............................................................................................. 114
Gambar 24: Matriks prosedur Tahap 7 (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) ........................................................129
x
Gambar 27: Matriks prosedur Tahap 8 (IUPTL) .............................................................................................................. 133
Gambar 28: Matriks prosedur Tahap 4b (Pengajuan Fasilitas pada Fase Pembangunan: Rencana
Impor Barang/RIB dan Pembebasan Bea Masuk) .................................................................................. 135
Gambar 29: Matriks prosedur Tahap 5b-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pembangunan:
Persetujuan Bangunan Gedung/PBG) ........................................................................................................ 141
Gambar 30: Matriks prosedur Tahap 5b-2 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: Izin
Gangguan/Hinder Ordonnantie/HO dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air/SIPPA) ............................................................................................................................................................142
Gambar 31: Matriks prosedur Tahap 5c-1 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan: SLF) ............. 146
Gambar 32: Matriks prosedur Tahap 5c-2 (Administrasi dan Perizinan Fase Pembangunan:
Sertifikat Laik Operasi/SLO) ..........................................................................................................................147
Gambar 33: Matriks prosedur Tahap 10 (Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning) .................154
Gambar 36: Matriks prosedur Tahap 4c (Pengajuan Fasilitas pada Fase Operasi: Pemanfaatan Tax
Allowance atau Tax Holiday).........................................................................................................................162
xi
Daftar Tabel
Tabel 2: Produktivitas dan densitas energi dari berbagai tanaman energi .................................................... 23
Tabel 3: Potensi timbulan sampah dan jumlah sampah terangkut ke TPA di Indonesia, 2020 .............. 26
Tabel 4: Produksi listrik spesifik dari energi sampah berdasarkan teknologi konversi .............................. 27
Tabel 5: Potensi energi sampah yang dapat dimanfaatkan menjadi listrik ( waste-to-energy)
berdasarkan teknologi konversi dan komposisi bahan baku .............................................................. 28
Tabel 10: Rencana pengembangan pembangkit di Provinsi Nusa Tenggara Timur ...................................... 33
Tabel 11: Potensi pengembangan pembangkit di Provinsi Nusa Tenggara Timur ........................................ 33
Tabel 14: Jaminan Penawaran untuk pelelangan melalui mekanisme Pemilihan Langsung ....................... 93
Tabel 15: Jaminan Penawaran untuk Pelelangan melalui mekanisme Penunjukan Langsung ................... 96
Tabel 19: Regulasi yang mengatur Legalitas Badan Usaha .................................................................................. 104
Tabel 20: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday .............................. 108
Tabel 21: Regulasi yang mengatur Pengajuan Fasilitas Fiskal (Fase Pengembangan) .............................. 108
Tabel 22: Regulasi yang mengatur Administrasi dan Perizinan (Fase Pengembangan) ............................... 111
Tabel 23: Deskripsi tantangan pada kegiatan Administrasi dan Perizinan Fase Pengembangan.............. 111
Tabel 25: Persyaratan administrasi Persetujuan Lingkungan melalui Penyusunan Amdal dan Uji
Kelayakan Amdal .............................................................................................................................................. 120
xii
Tabel 26: Persyaratan administrasi Persetujuan Lingkungan melalui Penyusunan Formulir UKL-
UPL dan Pemeriksaan Formulir UKL-UPL ................................................................................................. 122
Tabel 29: Ketentuan harga pembelian tenaga listrik dari proyek percepatan pembangunan
PLTSa di 12 provinsi/kota ............................................................................................................................... 127
Tabel 34: Regulasi yang mengatur kegiatan Fasilitas Fiskal Pembebasan Bea Masuk ................................134
Tabel 36: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Pembebasan Bea Masuk ..............................................139
Tabel 37: Regulasi yang mengatur Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi
(SLF), dan Sertifikat Laik Operasi (SLO) .................................................................................................. 140
Tabel 38: Persyaratan Dokumen Permohonan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) .............................. 144
Tabel 39: Dokumen persyaratan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA) ...........................145
Tabel 40: Dokumen persyaratan pengajuan Sertifikat Laik Operasi (SLO) ..................................................... 150
Tabel 41: Regulasi yang mengatur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).............................................. 152
Tabel 42: Deskripsi tantangan pada Tahap 9 (Engineering, Procurement, and Construction/EPC) ...... 152
Tabel 43: Regulasi yang mengatur kegiatan Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning ....... 153
Tabel 45: Konten yang disarankan untuk Prosedur Operasi Standar (SOP) ...................................................159
Tabel 46: Regulasi yang mengatur Tax Allowance dan Tax Holiday ...................................................................161
Tabel 47: Persyaratan permohonan pemanfaatan fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday .....................161
Tabel 51: Implementasi SDG Indonesia One sektor energi terbarukan tahun 2020 .....................................174
Tabel 53: Kemajuan dan target tahap pilot ACGF .................................................................................................... 177
xiii
Tabel 55: Konfigurasi PLTBg ............................................................................................................................................. 182
Tabel 60: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTBm ..................................................................... 186
Tabel 61: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTBg ....................................................................... 186
Tabel 62: Rincian total operasi dan pemeliharaan (O&M) PLTSa ........................................................................ 187
xiv
Daftar Box
Box 6: Konsep Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS ...................................................... 43
Box 7: Gambaran Umum Perizinan Melalui Online Single Submission (OSS) ............................................. 72
Box 8: Alur Verifikasi Izin dari Sistem OSS melalui K/L/D ................................................................................. 73
Box 10: Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kementerian LHK (PTSP-KLHK) ....................................................... 74
Box 14: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Tingkat
Provinsi ................................................................................................................................................................... 77
Box 15: Penunjukan Langsung untuk Pengusahaan PLTBm dan PLTBg ........................................................ 86
Box 18: Permintaan Evaluasi Sambung (Connection Evaluation Request) ................................................. 102
Box 19: Kriteria dan Fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday ......................................................................... 107
Box 21: Verifikasi Rencana Impor Barang (RIB) oleh Surveyor ........................................................................ 137
Box 22: Proses Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen dan Kondisi Bangunan Gedung ........................... 149
Box 23: Besaran Nilai TKDN Barang dan Jasa untuk PLTBm .............................................................................. 151
Box 24: Commissioning dan Commercial Operation Date (COD) .................................................................... 157
Box 25: Pelaporan Realisasi Penanaman Modal dan Realisasi Produksi terkait Pemberian
Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan .........................................................................................161
xv
Daftar Singkatan
ACGF ASEAN Catalytic Green Finance DEA Direktorat Aneka Energi Baru dan
Facility Terbarukan
xvi
FS Feasibility Study IUJPTL Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga
Listrik
FSA Fuel Supply Agreement
IUPTL Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
FTZ Free Trade Zone
K/L/D Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Gatrik Ketenagalistrikan
Daerah
GIZ Deutsche Gesellschaft fur
KA-Andal Kerangka Acuan – Analisis Dampak
Internationale Zusammenarbeit
Lingkungan Hidup
GmbH
KBLI Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
GRK Gas Rumah Kaca
Indonesia
GS Grid Study
KEK Kawasan Ekonomi Khusus
GW Gigawatt
KEN Kebijakan Energi Nasional
HAM Hak Asasi Manusia
KESDM Kementerian Energi dan Sumber
HJTL Harga Jual Tenaga Listrik Daya Mineral
HO Hinder Ordonnantie KfW Kreditanstalt für Wiederaufbau
HPE Harga Perkiraan Engineering KKPR Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
HTE Hutan Tanaman Energi Ruang
xvii
MW Megawatt PPh Pajak Penghasilan
NSPK Norma, Standar, Prosedur, Kriteria PSEL Pengolah Sampah menjadi Energi
Listrik
NTB Nusa Tenggara Barat
PT Perseroan Terbatas
NTT Nusa Tenggara Timur
PTSP Pelayanan Terpadu Satu Pintu
O&M Operation and Maintenance
PUPR Pekerjaan Umum dan Perumahan
OBC Outline Business Case
Rakyat
OECD Organisation for Economic
RBA Risk Based Approach
Cooperation and Development
RDF Refused Derived Fuel
OJK Otoritas Jasa Keuangan
RDTR Rencana Detail Tata Ruang
OSS Online Single Submission
REBED Renewable Energy Based Economic
PBG Persetujuan Bangunan Gedung
Development
Pemda Pemerintah Daerah
REBID Renewable Energy Based Industrial
PJBL Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Development
PKP Pengusaha Kena Pajak REDI Renewable Energy Data and
PKPLH Pernyataan Kesanggupan Information
Pengelolaan Lingkungan Hidup RIB Rencana Impor Barang
PLN Perusahaan Listrik Negara RIBP Rencana Impor Barang Perubahan
PLT Pembangkit Listrik Tenaga RKL-RPL Rencana Pengelolaan Lingkungan
PLTBio Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi Hidup – Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup
PLTBg Pembangkit Listrik Tenaga Biogas
RKS Rencana Kerja dan Syarat-syarat
PLTBm Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa
RTR Rencana Tata Ruang
PLT-ET Pembangkit Listrik Tenaga Energi
Terbarukan RUEN Rencana Umum Energi Nasional
xviii
RZ KSNT Rencana Zonasi Kawasan Strategis SPPL Surat Pernyataan Pengelolaan dan
Nasional Tertentu Pemantauan Lingkungan Hidup
SII Sumba Iconic Island TD&IC Total Direct & Indirect Cost
xix
xx RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Bioenergi merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dimanfaatkan dalam penyediaan energi
bersih dan rendah karbon. Dalam pedoman ini, bioenergi didefinisikan sebagai energi berbasis biomassa
padat, biogas, dan sampah kota yang dimanfaatkan dalam penyediaan tenaga listrik. Secara khusus,
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (PLTBio) ini disusun dengan batasan
pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga Biogas
(PLTBg), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Indonesia. Secara khusus, bagian pertama
dalam pedoman ini ditujukan untuk memberikan gambaran tren teknologi dan cost pengembangan PLTBio
di dunia serta status terkini kapasitas terpasang PLTBio di Indonesia.
Gambar E.1 menunjukkan grafik tren tekno-ekonomi pengembangan PLTBio di dunia yang terdiri dari total
biaya terpasang (total installed cost), faktor kapasitas (capacity factor), dan Levelised Cost of Electricity
(LCOE) dalam rentang tahun 2010 hingga 2019. Grafik tren—digambarkan dengan garis—menunjukkan
nilai rata-rata terbobotkan data pengembangan PLTBio secara global (global weighted average) yang
bersumber dari IRENA Renewable Cost Database.
Nilai rata-rata terbobotkan total biaya terpasang proyek PLTBio di dunia dari tahun 2010 hingga 2019
berada dalam kisaran 1.200 USD/kW hingga 3.000 USD/kW. Fluktuasi pada tren rata-rata terbobotkan
total biaya terpasang diakibatkan oleh sensitivitas biaya pengembangan PLTBio terhadap kondisi tiap
proyek (project-specific)—seperti teknologi konversi biomassa yang diterapkan, heterogenitas
karakteristik bahan baku, serta lokasi geografis pembangkit. Pada tahun 2019, rata-rata terbobotkan total
biaya terpasang berada pada nilai 2.141 USD/kW.
Merujuk pada grafik, tren faktor kapasitas PLTBio dari tahun 2010 hingga 2019 berada pada rentang 64%
hingga 86%. IRENA Renewable Cost Database mencatat bahwa pembangkit dengan bahan baku ampas
tebu, landfill gas, dan biogas lain cenderung memiliki faktor kapasitas yang rendah, sekitar 50–60%;
sementara bahan baku kayu, sekam padi, limbah industri, dan sampah kota sekitar 60–85%. Faktor
kapasitas yang tinggi, 85–95%, dapat dicapai apabila suplai bahan baku yang seragam tersedia sepanjang
tahun. Sementara itu, berdasarkan proyek yang telah diimplementasikan, faktor kapasitas pembangkit
berbasis biomassa di Indonesia berada pada rentang menengah, 70–85%.
Dengan beragamnya opsi teknologi pembangkit, nilai total biaya terpasang, faktor kapasitas, dan biaya
bahan baku, nilai LCOE dari proyek PLTBio memiliki rentang yang lebar. Nilai rata-rata terbobotkan LCOE
secara global di tahun 2019 adalah 6,6 cent-USD/kWh, naik dari nilai di tahun 2018 (5,7 cent-USD/kWh),
namun masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
xxi
Gambar E.1: Tren total biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTBio di dunia, 2010–2019
Pada tahun 2019, status kapasitas terpasang PLTBm di Indonesia menempati posisi kedua di antara negara
ASEAN setelah Thailand, atau sekitar 26% dari total kapasitas terpasang PLTBm di ASEAN. Dalam status
kapasitas terpasang PLTBg, Indonesia menempati posisi ketiga di antara negara ASEAN setelah Thailand
dan Malaysia. Sementara itu, berbeda dengan PLTBm dan PLTBg, pengembangan PLTSa di Indonesia
masih sangat minim. Pada tahun 2019, Indonesia berada di posisi terakhir dari total lima (5) negara yang
telah mengembangkan PLTSa, dengan total kapasitas terpasang hanya sekitar 0,5% dari total kapasitas
terpasang PLTSa di ASEAN.
Total kapasitas terpasang PLTBio (PLTBm, PLTBg, dan PLTSa) di Indonesia mencapai sekitar 1,9 GW hingga
akhir tahun 2020. Dari total tersebut, kontribusi kapasitas terpasang terbesar adalah PLTBm sebesar 1,8
GW, diikuti dengan PLTSa (12,15 MW) dan PLTBg (0,12 GW). Sebagian besar PLTBm berada di wilayah
barat Indonesia, khususnya di Provinsi Riau—sekitar 70% dari total kapasitas terpasang PLTBm. Di antara
PLTBm yang telah beroperasi, terdapat satu PLTBm dengan skema IPP yang umum dijadikan sebagai
contoh, yaitu PLTBm Siantan di Kalimantan Barat dengan kapasitas terpasang sebesar 15 MW. Selanjutnya,
PLTBg di Indonesia memiliki kapasitas terpasang yang jauh lebih kecil dibandingkan PLTBm, namun
memiliki sebaran pembangkit yang serupa—terkonsentrasi di wilayah Sumatera dengan kapasitas terbesar
di Provinsi Riau. Salah satu PLTBg on-grid yang telah beroperasi dan sukses diimplementasikan adalah
PLTBg Jangkang di Kepulauan Bangka Belitung dengan kapasitas terpasang sebesar 1,8 MW. Selain itu,
pengembangan PLTSa di Indonesia, hingga akhir tahun 2020 masih terpusat di pulau Jawa—khususnya di
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Saat ini, beberapa PLTSa yang sudah beroperasi di Indonesia
antara lain: (i) PLTSa Merah Putih (700 kW) di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat; (ii) PLTSa Benowo (1,65)
MW di Jawa Timur; dan (iii) PLTSa Jatibarang (800 kW) di Semarang, Jawa Tengah.
Potensi sumber daya energi terbarukan, secara khusus bioenergi, adalah bersifat spesifik lokasi ( site-
specific). Sehubungan dengan hal itu, informasi terkait lokasi proyek serta karakteristik sumber bioenergi
sangatlah krusial bagi pengembang atau investor, khususnya dalam tahap pengembangan PLTBio.
Mengingat urgensi tersebut, sumber data informasi potensi bioenergi serta rencana pengembangan
PLTBio yang bersifat spesifik lokasi harus disediakan dan—secara berkala—dimutakhirkan.
Dalam proses pengembangan PLTBio, pengembang maupun investor dapat mengakses informasi potensi
sumber daya bioenergi melalui beberapa sumber informasi yang telah tersedia, antara lain ESDM One Map
dan Dasbor Potensi Bioenergi. ESDM One Map merupakan aplikasi berbasis web yang menampilkan peta
sebaran informasi energi dan sumber daya mineral, yang di dalamnya mencakup informasi potensi
bioenergi. Informasi tersebut dilengkapi dengan tabel informasi (attribute table), mencakup provinsi, nama
pabrik/perusahaan, kapasitas pengolahan, potensi limbah, jenis teknologi, jenis limbah, dan alamat.
Adapun Dasbor Potensi Bioenergi, yang juga merupakan aplikasi berbasis web, menampilkan data dan
informasi potensi bioenergi dari limbah agroindustri di Indonesia. Selain itu, untuk melihat rencana proyek
PLTBio yang telah ditetapkan, termasuk potensi proyek yang masih dalam tahap studi kelayakan,
pengembang maupun investor dapat merujuk pada dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik—
disingkat RUPTL—PT PLN (Persero).
Merujuk pada Dasbor Potensi Bioenergi, Indonesia memiliki total potensi teknis bioenergi mencapai sekitar
15 GW—namun hanya merepresentasikan limbah agroindustri. Dari total tersebut, potensi energi biomassa
adalah sebesar 14,3 GW, sedangkan potensi energi biogas adalah 1.1 MW. Sementara itu, potensi energi
sampah (waste-to-energy) di Indonesia mencapai sekitar 2.4 GW—hasil estimasi berdasarkan data
timbulan sampah di TPA dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian LHK.
Dalam cakupan 4 provinsi percontohan MTRE3—yaitu Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara
Timur (NTT)—potensi pengembangan PLTBio teridentifikasi terdapat di tiga provinsi, yaitu Riau, Jambi,
dan NTT. Di Provinsi Riau, potensi pengembangan PLTBm dan PLTBg secara berurutan adalah sebesar
95,6 MW dan 64,1 MW. Di Provinsi Jambi, terdapat potensi pengembangan PLTBm dan PLTBg masing-
masing total sebesar 15 MW dan 5.5 MW. Sementara itu, di Provinsi NTT hanya terdapat potensi
pengembangan PLTBm sebesar 1 MW.
Rencana pengembangan PLTBio di Indonesia tertuang dalam dokumen RUPTL PT PLN (Persero) dengan
Independent Power Producer (IPP) maupun PT PLN (Persero) sebagai pengembang. Merujuk pada RUPTL
PT PLN (Persero) 2019–2028, rencana pengembangan proyek PLTBio di Provinsi Riau mencakup PLTBio,
PLTBm, dan PLTBg masing-masing dengan kapasitas sebesar 142,6 MW (termasuk kuota tersebar
Sumatera), 11 MW, dan 3 MW. Di Provinsi Jambi, terdapat rencana pengembangan PLTBio sebesar 142,6
MW (termasuk kuota tersebar Sumatera), PLTBm 3 MW, dan PLTBg 1 MW. Sementara itu, di Provinsi NTT
xxiii
hanya terdapat rencana pengembangan PLTBm dengan total kapasitas sebesar 20 MW yang tersebar di
beberapa lokasi.
Pengembangan PLT-ET di Indonesia, termasuk PLT Bioenergi (PLTBm, PLTBg, dan PLTSa), melibatkan
berbagai pemangku kepentingan kunci (key actors), meliputi pemerintah pusat dan daerah, PT PLN
(Persero), penyedia dana serta pengembang. Secara umum, susunan kelembagaan pemangku
kepentingan kunci dalam pengembangan PLT-ET di Indonesia dapat diilustrasikan pada Gambar 7.
Dalam hal pengembangan PLT-ET di Indonesia, Presiden memiliki peran dalam menetapkan ambisi sektor
ketenagalistrikan secara keseluruhan. Dalam hal ini, Presiden memberikan arahan nasional dalam rangka
penyediaan tenaga listrik yang disinkronisasikan dengan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim sesuai
target Nationally Determined Contribution (NDC) pada Paris Agreement (Conference of Parties, COP 21).
Di samping itu, Presiden juga berperan sebagai ketua dari Dewan Energi Nasional (DEN). Melalui Peraturan
Presiden Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan
Calon Anggota Dewan Energi Nasional—anggota DEN ditugaskan untuk merancang dan merumuskan
Kebijakan Energi Nasional (KEN), menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), menetapkan
langkah-langkah krisis dan darurat energi, serta melakukan pengawasan kebijakan energi yang bersifat
lintas sektoral.
Dalam implementasinya, terdapat berbagai kementerian yang berperan untuk mengatur tata laksana
pengembangan dan investasi PLT-ET—khususnya dalam hal ini, PLT Bioenergi—di Indonesia. Berbagai
kementerian yang dimaksud antara lain adalah Kementerian ESDM, Kementerian Investasi/Badan
Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Peran dan
kewenangan dari masing-masing kementerian secara ringkas dideskripsikan di bawah ini.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertanggung jawab atas kebijakan dan regulasi di
bidang energi, untuk merumuskan, mengawasi, dan mengevaluasi kebijakan energi, serta untuk
memastikan ketersediaan, akses, keterjangkauan, dan pemerataan energi. Secara spesifik, ranah
pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di Indonesia berada di bawah Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (DJEBTKE) yang bertanggung jawab untuk
sektor energi terbarukan, serta Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) yang bertanggung jawab di
sektor ketenagalistrikan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memiliki kewenangan terhadap Persetujuan
Lingkungan. Kementerian Keuangan menyelenggarakan fungsi dalam perumusan dan pemberian
rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan, termasuk dalam pengembangan pembangkit listrik
berbasis energi terbarukan. Di sektor ketenagalistrikan, Kementerian Keuangan menyetujui jaminan
pemerintah terkait kewajiban PT PLN (Persero) dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL). Secara
spesifik dalam pengembangan energi terbarukan, Kementerian Keuangan berperan dalam merumuskan
dan menyetujui insentif fiskal seperti keringanan pajak dan ketentuan depresiasi yang dipercepat.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki kewenangan
terhadap Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) menyelenggarakan fungsi dalam perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang penataan bangunan gedung. Kementerian Perindustrian memformulasikan kebijakan
di sektor industri, termasuk menetapkan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam
pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) bertanggung jawab atas pengawasan BUMN, termasuk PT PLN (Persero)—dengan melakukan
pengawasan terhadap manajemen perusahaan, menetapkan dan meninjau target kinerja perusahaan,
serta menyetujui anggaran tahunannya.
xxv
PT PLN (Persero) bertanggung jawab atas sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia dengan
kewenangan atas transmisi, distribusi, dan pasokan listrik kepada masyarakat. Selain itu, PT PLN (Persero)
juga bertindak sebagai pembeli (offtaker) terhadap listrik yang dihasilkan oleh Independent Power
Producer (IPP) berdasarkan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL)—sesuai dengan proses pengadaan
dan rencana bisnis yang ditetapkan.
Pemerintah Daerah memiliki kewenangan terhadap beberapa perizinan berusaha di tingkat daerah,
utamanya dalam verifikasi dokumen persyaratan PBG dan SLF. Pemerintah daerah juga memiliki
kewenangan dalam memberikan perizinan berusaha lain di tingkat daerah, seperti Izin Gangguan (Hinder
Ordonnantie, HO) dan Surat Izin Pengambilan dan Air (SIPPA). Selain itu, pemerintah daerah juga terlibat
dalam penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah. Secara spesifik dalam pengembangan PLTSa,
pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam menetapkan pengembang PLTSa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyedia Dana untuk pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di Indonesia antara
lain PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), bank, lembaga
pembiayaan, dan program lainnya.
Catatan: DEN: Dewan Energi Nasional; PUPR: Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; LHK: Lingkungan Hidup & Kehutanan; BKPM: Badan Koordinasi Penanaman Modal; ESDM: Energi & Sumber Daya
Mineral; BUMN: Badan Usaha Milik Negara; PLN: Perusahaan Listrik Negara; PLT-ET: Pembangkit Listrik Energi Terbarukan; KEN: Kebijakan Energi Nasional; RUEN: Rencana Umum Energi Nasional; SMI:
Sarana Multi Infrastruktur; IIF: Indonesia Infrastructure Finance.
xxvii
4. Program Pemerintah dalam Pengembangan PLTBio
Dalam upaya pencapaian target bauran energi terbarukan di tahun 2025, Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan berbagai program untuk percepatan pengembangan PLT-ET. Secara khusus dalam
pengembangan PLTBio, beberapa program yang telah disiapkan oleh Pemerintah Indonesia adalah Sumba
Iconinc Island, Renewable Energy Based Economic Development (REBED), Program Percepatan
Pembangunan PLTSa, serta Program Hutan Tanaman Energi (HTE). Program-program tersebut diharapkan
dapat menarik minat investor/pengembang dalam mengembangkan proyek PLTBio di Indonesia.
Desksripsi dari setiap program tersebut diuraikan secara ringkas di bawah ini.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3051 Tahun 2015 tentang Penetapan Pulau Sumba sebagai
Pulau Ikonis Energi Terbarukan, program Pulau Ikonis Sumba (Sumba Iconic Island, SII) bertujuan untuk
mendemonstrasikan bahwa kebutuhan energi di pulau-pulau kecil dan komunitas yang terisolasi dapat
terpenuhi melalui pemanfaatan energi berkelanjutan ( sustainable energy).
Melalui program ini, satu unit PLTBm kapasitas 30 kW telah berhasil terpasang di Sumba Timur dengan
menggunakan bahan baku sekam padi sekitar 45 kg/jam. Selain PLTBm, pembangunan 557 unit PLTBg
dengan total kapasitas 4.920 kW juga telah berhasil dilakukan dengan memanfaatkan kotoran hewan dan
sampah sebagai bahan baku (feedstock). Dalam program ini, potensi pengembangan PLTBm dan PLTBg
di Pulau Sumba teridentifikasi masing-masing mencapai 10 MW dan 8 juta m3 per tahun.
Program REBED
Program Renewable Energy Based Economic Development (REBED) merupakan salah satu program
penciptaan pasar baru (market creation) untuk energi terbarukan. Program REBED memiliki konsep
penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk memacu perekonomian wilayah di kawasan
terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Salah satu implementasi program ini adalah pengembangan
PLTBm skala kecil berbasis potensi bahan baku lokal.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah
Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, pemerintah telah menetapkan
objektif dalam Percepatan Pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota, yaitu DKI Jakarta, Tangerang,
Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang,
dan Manado. Program ini memiliki konsep untuk mengelola dan memanfaatkan sampah, khususnya yang
terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Program ini diharapkan dapat mengurangi volume
timbunan sampah sekaligus meningkatkan nilai tambah ( added value) sampah melalui konversi menjadi
listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.
Program Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk Bioenergi, atau disebut sebagai Hutan Tanaman Energi
(HTE), dibentuk dalam rangka mengembangkan hutan tanaman energi dan memanfaatkan lahan marjinal
dengan tujuan khusus, yaitu menyediakan bahan baku PLTBm. Program ini didukung oleh Peraturan
Menteri LHK Nomor 62 Tahun 2019 tentang Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Peraturan
Menteri LHK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Beberapa implementasi dari
program HTE ini mencakup:
• Pelepasan 6,91 juta hektar kawasan hutan dengan 78% adalah kebun sawit yang berpotensi untuk
menjadi sumber bioenergi.
• Izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 0,44 hektar untuk sektor energi.
• Komitmen untuk mengembangkan bioenergi oleh 18 unit usaha di 10 provinsi dengan
mengalokasikan lahan untuk tanaman energi seluas 46.600 hektar.
Menurut informasi dari KLHK, hingga awal tahun 2021 telah terdapat potensi HTE, yaitu seluas 156.032
hektar dari 14 unit usaha di berbagai provinsi. Jenis tanaman energi yang akan dikembangkan bervariasi,
antara lain sengon, kaliandra, akasia, bakau, gamal, bambu, dan sebagainya.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi yang mengatur pemanfaatan sumber daya
bioenergi untuk penyediaan tenaga listrik (PLTBio, meliputi PLTBm, PLTBg, dan PLTSa). Regulasi yang
dimaksud mencakup regulasi pada tingkat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
dan Peraturan Menteri. Dalam pedoman ini, seluruh regulasi terkait pengembangan pembangkit listrik
berbasis bioenergi (PLTBio) dirangkai dalam bagan kerangka regulasi sebagaimana ditampilkan pada
Gambar 9.
Seacara umum, regulasi yang mengatur pemanfaatan sumber daya energi di Indonesia didasari oleh
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Di samping itu, Undang-Undang ini secara khusus
mengatur aksesibilitas energi di Indonesia serta pembentukan Dewan Energi Nasional (DEN) yang
berwenang untuk merumuskan Kebijakan Energi Nasional (KEN).
xxix
Regulasi terkait Ketenagalistrikan
Sektor ketenagalistrikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, beserta regulasi turunannya. Rangkaian regulasi ini mengatur proses dan ketentuan
terkait penyelenggaraan ketenagalistrikan di Indonesia, khususnya mengenai kegiatan usaha penyediaan
tenaga listrik dan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).
Regulasi terkait pengelolaan sampah di Indonesia didasari oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008.
Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan, salah satunya melalui pemanfaatan sampah sebagai sumber energi.
Dalam hal pengembangan PLTSa, pemerintah secara khusus telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor
35 Tahun 2018 terkait percepatan pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota di Indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terdapat beberapa perubahan dan
penghapusan pasal pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dalam
konteks investasi dan pengembangan PLT-ET, perubahan yang teridentifikasi adalah penyederhanaan
perizinan berusaha terkait penyediaan tenaga listrik.
Lebih lanjut, pemerintah juga telah menerbitkan regulasi turunan terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja, yang berkaitan dengan pengembangan PLTBio, antara lain:
• Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
• Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
• Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
• Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
• Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM).
Regulasi yang mengatur tata cara dan persyaratan perizinan berusaha terkait lingkungan hidup dituangkan
dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 22 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 26 Tahun 2018.
Selain itu, terdapat Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2019 terkait tata cara dan persyaratan
permohonan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
Dalam hal pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE) sebagai sumber bahan baku bioenergi,
Kementerian LHK menerbitkan dua regulasi, yaitu (i) Permen LHK Nomor 62 Tahun 2019 tentang
Pengembangan Hutan Tanaman Industri dan (ii) Permen LHK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Hutan
Tanaman Rakyat. Kedua regulasi tersebut mengatur tata kelola hutan, persyaratan, hingga jenis tanaman
dan pola penanaman untuk tanaman penghasil energi.
Dalam rangka meningkatkan investasi untuk pengembangan PLT Bioenergi, terdapat berbagai fasilitas
yang dapat dimanfaatkan oleh pengembang sebagaimana diatur melalui regulasi berikut:
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2015 untuk Pembebasan Bea Masuk
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 untuk Tax Allowance
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020 untuk Tax Holiday
Regulasi terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) didasari oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 tentang Perindustrian. Adapun ketentuan terkait penggunaan produk dalam negeri untuk
infrastruktur ketenagalistrikan—dalam hal ini PLTBm—diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian
Nomor 54 Tahun 2012.
Regulasi tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan diatur melalui
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020. Regulasi ini secara spesifik mengatur
mekanisme dan prosedur pembelian tenaga listrik dari energi terbarukan—termasuk PLTBm, PLTBg, dan
PLTSa—oleh PT PLN (Persero).
xxxi
Gambar E.3: Kerangka regulasi dalam pengembangan PLT Bioenergi di Indonesia
Bab ini berisikan pedoman sehubungan dengan proses dan prosedur untuk mengembangkan proyek
pembangkit listrik berbasis bioenergi (PLTBio), khususnya pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm),
pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg), dan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Kelompok
sasaran pedoman ini adalah pengembang proyek, investor, lembaga pembiayaan, pemerintah pusat dan
daerah, serta aktor-aktor lain yang terlibat dalam pengembangan proyek PLTBio dengan skema
pengusahaan Independent Power Producer (IPP). Pedoman ini ditujukan secara khusus untuk
pengembangan proyek PLTBio yang terkoneksi ke jaringan listrik PT PLN (Persero)—atau on-grid.
Prosedur bisnis/investasi yang disusun dalam pedoman ini merujuk pada mekanisme penyediaan tenaga
listrik berupa Pemilihan Langsung. Melalui mekanisme tersebut, calon pengembang proyek dan investor
harus terlebih dahulu mengikuti pelelangan melalui web e-Procurement PT PLN (Persero)—yang ditujukan
untuk PLTBm dan PLTBg. Selain itu, dalam pedoman juga disampaikan mengenai mekanisme Penunjukan
Langsung untuk PLTSa serta PLTBm dan PLTBg apabila terdapat kondisi khusus. Kedua mekanisme
tersebut merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Sumber
Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri ESDM
Nomor 50 Tahun 2017).
Pada prinsipnya, saat ini layanan perizinan dan nonperizinan untuk pengembangan proyek pembangkit
listrik berbasis energi terbarukan (PLT-ET) di Indonesia hampir semuanya berbasis online. Secara lebih
spesifik, layanan perizinan dan nonperizinan yang digunakan dalam hal pengembangan proyek PLTBio
ditabulasikan pada Tabel E.1, mencakup nama Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah disertai dengan
aplikasi perizinan dan nonperizinan terkait.
Di Indonesia, Sistem Online Single Submission (OSS) merupakan layanan utama dalam hal pengajuan
perizinan dan nonperizinan—yang saat ini telah diperbarui menjadi sistem OSS Berbasis Risiko pada bulan
Agustus 2021—sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. OSS
Berbasis Risiko ini wajib digunakan oleh pelaku usaha, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas
Pelabuhan Bebas (KPBPB).
xxxiii
Tabel E.1: Layanan perizinan dan nonperizinan dalam pengembangan proyek PLT Bioenergi
Kementerian/Lembaga/
Aplikasi Perizinan & Nonperizinan
Pemerintah Daerah
Kementerian Investasi Sebagai starting point dalam pengajuan perizinan dan nonperizinan untuk
(BKPM) pengembangan PLT-ET, mencakup: permohonan Nomor Induk Berusaha (NIB),
pengajuan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, pengajuan perizinan berusaha
(Izin), dan pengajuan fasilitas.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko—sebagai regulasi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja—pengusahaan
ketenagalistrikan dikategorikan sebagai jenis usaha dengan risiko tinggi. Persyaratan yang harus dipenuhi
dalam hal ini mencakup Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Izin. Secara umum, alur perizinan pada
sistem OSS Berbasis Risiko yang harus dijalankan oleh pelaku usaha, diuraikan sebagai berikut:
1) Registrasi user OSS, menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk Warga Negara
Indonesia (WNI) atau paspor untuk Warga Negara Asing (WNA).
2) Registrasi legalitas pendirian badan hukum/usaha nonperseorangan, berupa Akta Pendirian/
Perubahan dan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (SK Kemenkumham).
3) Pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang disertai dengan pelengkapan data. NIB yang
diterbitkan juga berfungsi sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Angka Pengenal Impor
(API).
Sebagai catatan, alur perizinan OSS merujuk pada langkah-langkah di atas, namun khusus untuk langkah
(4) hingga (6) dapat dilakukan secara paralel—menyesuaikan dengan persyaratan dalam pengembangan
proyek PLT-ET, secara spesifik untuk proyek PLTBio.
Merujuk pada poin (5) di atas, diperlukan verifikasi dan persetujuan oleh Kementerian/Lembaga/
Pemerintah Daerah terkait dengan pengajuan Izin—sebagaimana diilustrasikan pada Gambar E.4. Setelah
mengajukan perizinan berusaha di sistem OSS, badan usaha akan menerima NIB dan Izin Usaha dengan
status Belum Efektif. Untuk membuat Izin Usaha berlaku efektif, badan usaha harus melakukan pemenuhan
komitmen secara online ke layanan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah terkait, dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah
kemudian melakukan verifikasi persyaratan teknis. Apabila persyaratan teknis telah lengkap dan sesuai,
akan diterbitkan Izin Usaha dengan status Efektif melalui sistem OSS. Sebagai catatan, apabila
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum terintegrasi dengan sistem OSS, upaya pemenuhan
komitmen dilakukan sesuai dengan tata cara instansi terkait.
Tidak
Lengkap & Sesuai
Ya
Izin Usaha Penerbitan Izin Usaha Efektif Penerbitan Surat Pemenuhan Komitmen
(Efektif) (oss.go.id) (Aplikasi Perizinan K/L/D)*
xxxv
Dalam konteks pengembangan proyek PLTBio melalui mekanisme Pemilihan Langsung—dalam hal ini
PLTBm dan PLTBg—calon pengembang harus terdaftar dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) PLN.
Dalam pelaksanaannya, registrasi calon pengembang hingga terdaftar sebagai DPT serta pelaksanaan
pengadaan difasilitasi melalui aplikasi e-Procurement PLN. Aktivitas pengadaan barang/jasa melalui e-
Procurement PLN secara umum diilustrasikan pada Gambar E.5. Merujuk pada gambar tersebut, proses
registrasi awal calon pengembang hingga terdaftar sebagai DPT dapat direpresentasikan dengan aktivitas
(01–02) “Persiapan Pengadaan Barang/Jasa”, sementara proses Pemilihan Langsung direpresentasikan
pada aktivitas (03–10) “Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa”.
Berdasarkan regulasi terkini, secara spesifik merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya,
seluruh kebutuhan administrasi dan perizinan untuk pengembangan proyek PLTBio ditabulasikan pada
Tabel E.2—disertai dengan pemangku kepentingan ( key actors) dalam pengajuan permohonan dan
verifikasi persyaratan teknis. Dalam tabel tersebut, daftar administrasi dan perizinan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu registrasi legalitas, pengajuan NIB, Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha,
perizinan berusaha berbasis risiko tinggi (Izin), dan pengajuan fasilitas. Sebagai catatan, apabila lokasi
PLTBio berada di kawasan hutan, maka diperlukan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan—
menggantikan KKPR (salah satu Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha).
Gambar E.5: Alur aktivitas pengadaan barang/jasa melalui aplikasi e-Procurement PLN
Registrasi Legalitas
Pengajuan NIB
Kementerian Investasi: Sistem OSS
Nomor Induk Berusaha (NIB)
oss.go.id
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
Pengajuan Fasilitas
Kementerian Investasi:
Pembebasan Bea Masuk Sistem OSS Kementerian Keuangan
oss.go.id
Kementerian Investasi:
Tax Holiday atau Tax Allowance Sistem OSS Kementerian Keuangan
oss.go.id
xxxvii
Gambaran Umum Siklus Pengembangan Proyek PLTBio
Dalam Pedoman Investasi yang disusun, siklus pengembangan PLTBio diklasifikasikan ke dalam tiga fase,
yaitu Fase Pengembangan, Fase Pembangunan, dan Fase Operasi. Dari tiga fase tersebut, siklus
pengembangan proyek PLTBio dibagi menjadi 11 tahap, yaitu: (1) Pelelangan Proyek; (2) Studi
Perencanaan; (3) Legalitas Badan Usaha; (4) Pengajuan Fasilitas; (5) Administrasi dan Perizinan; (6)
Pendanaan; (7) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL); (8) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL);
(9) Engineering, Procurement, and Construction (EPC); (10) Penyambungan Jaringan Listrik dan
Commissioning; serta (11) Operasi dan Pemeliharaan. Rangkaian fase dan tahap kegiatan tersebut
kemudian digambarkan dalam Gantt Chart dan diagram alir, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar E.6
dan Gambar E.7.
Gantt Chart didesain untuk menggambarkan rangkaian proses bisnis pengembangan PLTBio yang
kompleks di Indonesia. Desain Gantt Chart mencakup urutan tahap proses bisnis/investasi termasuk
administrasi dan perizinan yang harus dilakukan. Masing-masing tahap kegiatan dalam Gantt Chart
digambarkan dalam sebuah blok yang mendeskripsikan kebutuhan waktu secara kualitatif dan kapan
setiap tahap kegiatan harus dimulai. Selain itu, dalam Gantt Chart juga diberikan informasi mengenai
rangkaian keseluruhan fase pengembangan proyek—sehingga calon pengembang/investor diharapkan
dapat melihat tahap kegiatan/aktivitas yang harus dilakukan di setiap fase. Sedangkan diagram alir
didesain untuk menggambarkan alur prosedural proses bisnis/investasi—lebih menjelaskan hubungan
antar tahap kegiatan/aktivitas.
Uraian masing-masing tahap kegiatan/aktivitas dalam setiap fase pengembangan proyek PLT Bioenergi
dideskripsikan pada bagian setelah Gantt Chart dan diagram alir—mencakup Fase Pengembangan, Fase
Pembangunan, dan Fase Operasi. Rangkaian narasi ini kemudian dirangkum menjadi matriks proses
bisnis/investasi proyek pengembangan PLT Bioenergi—yang diilustrasikan pada Gambar E.8. Matriks
tersebut mencakup setiap tahap kegiatan/aktivitas yang disajikan secara berurutan, dilengkapi dengan
pemangku kepentingan (key actors) yang terlibat serta informasi-informasi terkait pengajuan permohonan
dan pelaksanaan verifikasi oleh pemangku kepentingan.
xxxix
Gambar E.7: Diagram alir proses/bisnis investasi proyek PLT Bioenergi
xl RINGKASAN EKSEKUTIF
Fase Pengembangan
Siklus pengembangan PLTBio dimulai dari Fase Pengembangan. Pada fase ini, pertama-tama badan usaha
mengikuti Pelelangan Proyek (Tahap 1) yang diadakan oleh PT PLN (Persero). Badan usaha yang
bermaksud untuk mengembangkan PLTBm dan PLTBg akan mengikuti pelelangan proyek dengan dengan
mekanisme Pemilihan Langsung (Tahap 1a). Sedangkan badan usaha yang bermaksud untuk
mengembangkan PLTSa akan mengikuti pelelangan proyek dengan mekanisme Penunjukan Langsung
(Tahap 1b). Akan tetapi, perlu menjadi catatan bahwa pengembangan proyek PLTBm dan PLTBg dapat
dilaksanakan melalui mekanisme Penunjukan Langsung pada kondisi tertentu.
Pada pelelangan proyek melalui mekanisme Pemilihan Langsung, badan usaha harus mengikuti proses
kualifikasi Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) terlebih dahulu. Setelah terdaftar sebagai DPT, badan usaha
berhak mengikuti lelang proyek berdasarkan undangan lelang dari PT PLN (Persero). Sedangkan, pada
pelelangan melalui mekanisme Penunjukan Langsung, PT PLN (Persero) akan menginisiasi proses
pelelangan PLTSa atas dasar Surat Usulan Pembelian Tenaga Listrik dari Pemerintah Daerah kepada
Menteri ESDM dan PT PLN (Persero).
Dalam mengikuti pelelangan proyek, badan usaha harus menyerahkan dokumen penawaran dan lampiran
dokumen penawaran berupa dokumen studi perencanaan. Oleh karena itu, badan usaha selanjutnya harus
melakukan Studi Perencanaan (Tahap 2a) berupa Studi Kelayakan dan Studi Penyambungan. Studi
kelayakan dilakukan untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan dari suatu proyek
PLTBio. Sedangkan studi penyambungan dilakukan untuk mengkaji kelayakan penyambungan dan
kebutuhan fasilitas penyambungan.
Setelah melakukan Studi Perencanaan, badan usaha menyerahkan dokumen studi kelayakan dan studi
penyambungan sebagai lampiran dokumen penawaran untuk diserahkan ke PT PLN (Persero). Kemudian
PT PLN (Persero) akan melakukan klarifikasi, evaluasi dan negosiasi terhadap dokumen penawaran.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, PT PLN (Persero) akan melakukan penunjukan pemenang lelang
proyek yang diikuti dengan penerbitan dan penandatanganan Surat Penunjukan Pemenang ( Letter of
Intent, LoI).
Badan usaha pemenang lelang selanjutnya harus mendirikan badan usaha baru yang umumnya dikenal
sebagai Perusahaan Bertujuan Khusus (PBK) atau Special Purpose Company (SPC) atau Special Purpose
Vehicle (SPV)—yang selanjutnya disebut dengan PBK. Sementara itu, pembentukan PBK untuk
pengembangan PLTSa dilakukan sebelum tahap lelang, yaitu setelah badan usaha ditetapkan sebagai
pengembang PLTSa oleh pemerintah daerah.
Badan usaha baru harus memperoleh pengesahan badan usaha oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan
cara mendaftarkan akta pendirian melalui sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) online dan kemudian
mengajukan permohonan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem OSS. Permohonan NIB dilakukan
melalui proses registrasi user, registrasi legalitas, hingga diterbitkannya NIB.
xli
Kemudian, calon pengembang dapat melakukan permohonan Pengajuan Fasilitas Tax Allowance atau Tax
Holiday (Tahap 4a). Permohonan pengajuan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday dapat dilakukan
mealui sistem OSS dengan menyampaikan dokumen persyaratan. Permohonan yang telah diterima secara
lengkap, akan disampaikan oleh sistem OSS kepada Kementerian Keuangan untuk diverifikasi. Setelah
permohonan pemberian fasilitas fiskal disetujui oleh Menteri Keuangan, penerbitan persetujuan
permohonan fasilitas diperoleh melalui sistem OSS.
Calon pengembang yang telah mengurus Legalitas Badan Usaha dan mendapatkan NIB (Tahap 3), harus
mulai mengajukan berbagai kelengkapan administrasi dan perizinan. Merujuk pada Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha wajib
memenuhi Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Persyaratan
Dasar Perizinan Berusaha merupakan perizinan yang wajib dimiliki oleh semua pelaku usaha untuk semua
kategori risiko usaha. Adapun Perizinan Berusaha Berbasis Risiko merupakan perizinan spesifik yang
diperuntukkan bagi pengusahaan tertentu, misalnya dalam hal pengembangan PLTBio.
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha pada Fase Pengembangan PLTBio mencakup Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan Lingkungan. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
(KKPR) merupakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang
(RTR) serta menggantikan Izin Lokasi dan Izin Pemanfaatan Ruang. Merujuk pada Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Tata Ruang, terdapat tiga jenis KKPR yaitu Konfirmasi
KKPR, Persetujuan KKPR, dan Rekomendasi KKPR. Penentuan perolehan KKPR tersebut dilakukan
berdasarkan kesesuaian lokasi dengan tata ruang. Permohonan pengajuan KKPR dapat dilakukan melalui
sistem OSS dengan menyampaikan kelengkapan dokumen usulan kegiatan. Penilaian dokumen usulan
kegiatan akan dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN. Jika memenuhi persyaratan, penerbitan
Konfirmasi/Persetujuan/Rekomendasi KKPR dilakukan melalui OSS. Secara khusus, apabila lokasi kegiatan
usaha berada di kawasan hutan, diperlukan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan yang merupakan
kewenangan dari Kementerian LHK.
Persetujuan lingkungan merupakan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan
pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah—menggantikan Izin Lingkungan. Persetujuan Lingkungan dapat berupa Surat
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PKPLH). SKKLH merupakan Persetujuan Lingkungan untuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal), sedangkan PKPLH untuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup-Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL).
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Persetujuan Lingkungan dapat dilakukan melalui: (i) penyusunan dan uji
kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal); (ii) penyusunan dan pemeriksaan formulir
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL–UPL); atau (iii)
formulir Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
Calon pengembang yang telah memenuhi tahap administrasi dan perizinan selanjutnya akan melakukan
Studi Perencanaan Rinci (Tahap 2b). Studi Perencanaan Rinci yang telah disusun oleh calon pengembang
selanjutnya dapat digunakan untuk mengajukan permohonan Pendanaan (Tahap 6) pengembangan
PLTBio kepada pihak penyedia dana (bank atau lembaga pembiayaan).
Mengingat kebutuhan modal investasi yang besar dalam pengembangan PLTBio, calon pengembang pada
umumnya mendapatkan sumber pendanaan eksternal dari bank, lembaga pembiayaan, atau pemerintah.
Untuk mendapatkan dana pinjaman dari bank ataupun lembaga pembiayaan, calon pengembang harus
mengajukan permohonan dan juga memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak penyedia
dana. Setelah calon pengembang menyampaikan permohonan pendanaan, evaluasi akan dilakukan melalui
uji tuntas (due diligence) dan kajian risiko di setiap tahap pengembangan proyek. Berdasarkan hasil
evaluasi, apabila permohonan disetujui, maka akan disiapkan Perjanjian Pinjaman, yang harus dipenuhi
oleh calon pengembang—hingga diperolehnya Persetujuan Pendanaan. Setelah mendapatkan Persetujuan
Pendanaan, calon pengembang dapat memanfaatkan dana pinjaman tersebut untuk kegiatan konstruksi,
tahap Engineering, Procurement, and Construction (EPC) dan pendanaan jaminan pelaksanaan proyek
untuk keperluan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).
Selanjutnya, Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) antara calon pengembang dan PT PLN (Persero)
(Tahap 7) dapat dilakukan apabila telah tercapai kesepakatan Harga Jual Beli Tenaga Listrik dengan
diterbitkannya Surat Persetujuan Harga Jual Beli Tenaga Listrik oleh Menteri ESDM. PT PLN (Persero) akan
mengundang calon pengembang untuk penjelasan draf PJBL dan penyerahan persyaratan jaminan
pelaksanaan. Apabila persyaratan jaminan pelaksanaan telah terpenuhi, penandatanganan PJBL antara
calon pengembang dengan PT PLN (Persero) akan dilakukan.
Fase Pembangunan
Fase pembangnunan dimulai setelah pengembang melakukan Pemenuhan Biaya ( Financial Close).
Pengembang yang telah melakukan PJBL selanjutnya dapat mengajukan Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik (IUPTL) (Tahap 8). Syarat utama dalam mengajukan IUPTL adalah dokumen Studi Kelayakan yang
telah dievaluasi oleh Kementerian ESDM dan Kesepakatan Harga Jual Beli Tenaga Listrik yang telah dicapai
pada tahap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) (Tahap 7). Pengajuan permohonan IUPTL dapat
dilakukan melalui sistem OSS untuk penerbitan IUPTL dengan status “belum efektif”. Selanjutnya,
pengembang menyampaikan dokumen persyaratan melalui aplikasi Perizinan ESDM. DJK-KESDM akan
memberikan notifikasi kepada sistem OSS sehingga IUPTL yang diajukan oleh pengembang dapat
diterbitkan—melalui sistem OSS—dengan status “efektif”.
xliii
Selanjutnya, sebelum memulai kegiatan Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PLTBio
(Tahap 9), pengembang dapat melakukan permohonan Pengajuan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk atas
Impor Barang (Tahap 4b). Sebelumnya, pengembang harus menyusun dokumen Rencana Impor Barang
(RIB) serta memilih dan menunjuk Surveyor. Surveyor kemudian melakukan verifikasi terhadap dokumen
RIB, serta menyusun Laporan Hasil Verifikasi RIB apabila dokumen RIB telah memenuhi persyaratan.
Pengembang kemudian mengajukan permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang
(RIB) melalui web Perizinan ESDM pada menu Gatrik, disertai dengan Laporan Hasil Verifikasi RIB dari
Surveyor dan lampiran permohonan lainnya. Setelah diverifikasi, Persetujuan dan Penandasahan RIB akan
diberikan oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan atas nama Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan KESDM.
Selanjutnya, setelah mendapatkan Persetujuan dan Penandasahan RIB, pengembang dapat mengajukan
permohonan fasilitas Pembebasan Bea Masuk kepada Kementerian Investasi (BKPM)—melalui sistem
OSS—disertai dengan penyampaian dokumen pengajuan dan lampiran.Apabila seluruh dokumen telah
memenuhi persyaratan, Kepala BKPM (saat ini: Menteri Investasi) atas nama Menteri Keuangan akan
menerbitkan keputusan mengenai Pembebasan Bea Masuk atas impor barang modal. Sebaliknya, jika
dokumen belum disetujui, akan diterbitkan Surat Penolakan yang disertai dengan alasan penolakan.
Selain Pembebasan Bea Masuk, sebelum memulai kegiatan konstruksi, pengembang juga wajib harus
memenuhi persyaratan kelengkapan administrasi dan perizinan berupa Persetujuan Bangunan Gedung
(PBG) dan Izin Lainnya (Izin Gangguan dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air/SIPPA) (Tahap
5b). Untuk perolehan PBG, pengembang mengajukan permohonan PBG melalui aplikasi Sistem Informasi
Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG)—juga diikuti dengan penyampaian persyaratan administrasi dan
teknis, berupa data pemohon/pemilik, data bangunan gedung, dan dokumen rencana teknis. Kelengkapan
persyaratan tersebut akan diverifikasi oleh Sekretariat yang ditugaskan oleh Kepala Dinas Teknis. Setelah
itu, pemeriksaan dokumen rencana teknis akan dilakukan oleh Tim Profesi Ahli (TPA) atau Tim Penilai
Teknis (TPT)—yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah. Apabila dokumen rencana teknis telah memenuhi
standar teknis, maka akan diterbitkan Surat Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis oleh Dinas Teknis.
Setelah penerbitan Surat Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis, penetapan nilai retribusi daerah
dilakukan oleh Dinas Teknis. Pengembang diharuskan untuk membayar retribusi daerah yang dan
melengkapi formulir pembayaran dengan memasukkan nomor Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) dan
tanggal pembayaran. Formulir tersebut kemudian diunggah melalui web SIMBG. Selanjutnya, PBG akan
diterbitkan oleh Dinas Perizinan.
Sebagai persyaratan kegiatan konstruksi, pengembang harus mengajukan perizinan berusaha lainnya yang
diperlukan, yaitu Izin Gangguan (Hinder Ordonnantie, HO) dan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air (SIPPA). Permohonan untuk kedua perizinan berusaha tersebut dapat diajukan kepada Pemerintah
Daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi—di lokasi
pengembangan proyek PLTBio. Dalam hal ini, pengembang harus menyampaikan dokumen persyaratan
untuk mendapatkan izin tersebut.
Dalam rangka penyambungan jaringan listrik, pengembang harus mengajukan permohonan sambung
untuk pemberian tegangan (energize) kepada pengelola operasi sistem PT PLN (Persero) dengan
memenuhi persyaratan fasilitas titik sambung. Fasilitas yang dibangun oleh pengembang harus diperiksa
dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan oleh Lembaga Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik Akreditasi.
Dalam hal LIT menyatakan bahwa kondisi titik sambung memenuhi persyaratan Aturan Jaringan ( Grid
Code) dan siap untuk pemberian tegangan, LIT akan menerbitkan rekomendasi pemberian tegangan dan
percobaan pembebanan. Setelah LIT menerbitkan rekomendasi tersebut, pengembang dan pengelola
operasi sistem PT PLN (Persero) melaksanakan prosedur pemberian tegangan yang telah disusun dan
disepakati bersama.
Setelah proses kegiatan konstruksi selesai, pengembang juga harus memenuhi persyaratan kelengkapan
administrasi dan perizinan yang mencakup Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO)
(Tahap 5c). SLF diajukan setelah proses kegiatan konstruksi selesai, dengan melalui SIMBG dengan
melampirkan Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi. Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi diperoleh dari hasil
verifikasi Pengkaji Teknis dalam hal pemeriksaan kelaikan fungsi gedung. Pemerintah Daerah melalui Dinas
Teknis kemudian melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen serta menerbitkan Surat
Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis melalui aplikasi SIMBG. Selanjutnya, SLF akan diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Kemudian pada saat dilakukannya commissioning, dilakukan beberapa inspeksi serta pengujian peralatan
dan sistem hingga diterbitkannya SLO. Permohonan SLO diajukan melalui sistem OSS untuk penerbitan
SLO dengan status “belum efektif”. Selain itu, pengembang juga harus menghubungi salah satu Lembaga
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik yang berlisensi atau terakreditasi, dan melampirkan dokumen
persyaratan kepada LIT. LIT kemudian akan melakukan pemeriksaan dan pengujian dokumen persyaratan
secara online. Apabila dokumen telah lengkap dan sesuai, DJK-KESDM akan menerbitkan Registrasi SLO.
Selain itu, LIT juga akan melakukan pemeriksaan dan pengujian ke lokasi serta penyusunan laporan.
Merujuk pada Registrasi SLO dan laporan dari LIT, DJK-KESDM akan melakukan verifikasi dan validasi
keabsahan SLO. Selanjutnya, setelah semua dokumen memenuhi persyaratan, sistem OSS akan
menerbitkan SLO dengan status “efektif”.
xlv
Fase Operasi
Fase operasi dimulai setelah kegiatan konstruksi dan commissioning pembangkit selesai dilakukan, yang
ditandai dengan Commercial Operation Date (COD). Kegiatan utama pada tahap ini adalah produksi listrik
serta penjualan listrik dari PLTBio ke PT PLN (Persero). Pada fase ini, pengembang melaksanakan kegiatan
Operasi dan Pemeliharaan PLTBio secara rutin (Tahap 11) sesuai Standard Operational Procedure (SOP)
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Selain itu, pengembang dapat melakukan permohonan Pengajuan Fasilitas Tax Allowance atau Tax
Holiday (Tahap 4c). Pengajuan pemanfaatan fasilitas tersebut dapat dilakukan melalui sistem OSS, dengan
menyampaikan dokumen persyaratan. Pengembang akan memperoleh fasilitas tersebut dengan
pemenuhan persyaratan dan pemeriksaan lapangan oleh Direktur Jenderal Pajak serta penetapan oleh
Menteri Keuangan—berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.
xlvii
xlviii RINGKASAN EKSEKUTIF
Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).
xlix
7. Penyedia Dana Potensial
Dalam pedoman, bagian ini ditujukan untuk memberikan gambaran umum kepada investor mengenai
penyedia dana potensial dalam pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga energi terbarukan (PLT-
ET) di Indonesia. Bagian ini mencakup informasi mengenai fasilitas pembiayaan serta penyedia dana
potensial di tingkat nasional dan internasional.
Fasilitas Pembiayaan
Secara umum, pembiayaan proyek PLT-ET berasal dari tiga sumber utama dengan definisi sebagai berikut:
a. Ekuitas, yaitu modal yang diperoleh dari pemegang saham akan dikembalikan kepada pemegang
saham perusahaan.
b. Pinjaman atau utang, yaitu sejumlah uang yang disediakan oleh pihak ketiga untuk proyek yang
harus dilunasi selama atau di akhir jangka waktu yang disepakati, ditambah bunga selama periode
peminjaman.
c. Hibah, yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh pihak ketiga untuk suatu proyek dan tidak perlu
dibayar kembali.
Jenis fasilitas pembiayaan yang umum digunakan untuk pengembangan proyek PLT-ET di Indonesia
mencakup pembiayaan ekuitas, senior debt, leasing, pembiayaan mezzanine (pinjaman subordinasi),
pembiayaan proyek, dan pembiayaan syariah.
Di Indonesia, lembaga jasa keuangan yang dapat membiayai proyek pengembangan PLT-ET terdiri dari
bank dan lembaga pembiayaan. Saat ini, bank dan lembaga pembiayaan memiliki Program Keuangan
Berkelanjutan yang secara khusus memberikan pembiayaan untuk sektor hijau, mencakup Energi
Terbarukan dan Efisiensi Energi.
Delapan bank di Indonesia telah membentuk Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) sebagai
komitmen nyata industri perbankan dalam mendukung pembiayaan hijau. Saat ini, keanggotaan IKBI telah
berkembang menjadi 15 lembaga, yang terdiri dari 14 (empat belas) bank dan 1 (satu) perusahaan
pembiayaan infrastruktur. Dalam pelaksanaannya, penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan yang
telah dilakukan oleh delapan (8) lembaga anggota IKBI dapat dirangkum pada Tabel E.3.
Lembaga pembiayaan yang beroperasi di Indonesia meliputi: (a) perusahaan pembiayaan konvensional
dan syariah; (b) perusahaan modal ventura konvensional dan syariah; dan (c) perusahaan pembiayaan
infrastruktur konvensional dan syariah. Dalam implementasinya, lembaga pembiayaan yang saat ini telah
memiliki program pembiayaan berkelanjutan adalah PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan PT
Indonesia Infrastructure Finance.
l
Tabel E.3: Penyaluran kredit kegiatan usaha berkelanjutan
PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) merupakan institusi keuangan non-perbankan nasional yang
bergerak dalam bidang pembiayaan infrastruktur, dengan fokus investasi pada proyek-proyek
infrastruktur yang layak secara komersial. Sektor-sektor prioritas proyek infrastruktur yang didukung oleh
PT IIF mencakup infrastruktur ketenagalistrikan, energi terbarukan, konservasi energi, dan lainnya.
Portofolio pembiayaan proyek PLT-ET dari PT IIF hingga tahun 2020 dirangkum dalam Tabel E.5.
li
Tabel E.4: Portofolio pembiayaan berkelanjutan PT SMI (Persero) dalam proyek PLT-ET
2. PLTBm Wapeko, Merauke (3,5 MW) 6. PLTBm Deli Serdang (9,9 MW)
3. PLTMH Tunggang, Bengkulu (3x3,33 MW) 7. PLPT Dieng Skala Kecil (10 MW)
1. PLTA Asahan, Sumatera Utara (180 MW) 7. PLTMH Tomasa, Sulawesi Tengah (2x5 MW)
4. PLTA Tomata, Sulawesi Tengah (3x3,7 MW) 10. PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan (70 MW)
5. PLTP Wayang Windu, Jawa Barat (227 MW) 11. PLTBm Aceh (1x12 MW)
a. ASEAN Catalytic Green Finance Facility (ACGF), yaitu sebuah fasilitas pembiayaan yang
diluncurkan pada April 2019 dengan tujuan untuk mendukung negara anggota ASEAN
(Association of Southeast Asian Nations) dalam mempersiapkan dan mencari pendanaan publik
maupun swasta untuk proyek infrastruktur yang mempromosikan energi terbarukan, efisiensi
energi, transportasi perkotaan hijau, pasokan air dan sanitasi, pengelolaan limbah, dan pertanian
tahan iklim.
b. International Finance Corporation (IFC), yaitu lembaga pembangunan global terbesar yang
berfokus pada sektor swasta di negara berkembang. Program IFC dirancang untuk memenuhi
kebutuhan klien di berbagai industri, dengan fokus khusus pada sektor infrastruktur, manufaktur,
agrobisnis, layanan jasa, dan pasar keuangan. Di sektor infrastruktur, IFC menawarkan pembiayaan
jangka panjang serta keahlian terdepan dalam industri untuk mengembangkan proyek
infrastruktur di beberapa bidang, salah satunya adalah energi.
lii
8. Gambaran Umum Keekonomian Proyek PLT Bioenergi
Dalam pedoman, bagian ini disusun untuk memberikan gambaran umum aspek keekonomian proyek PLT
Bioenergi (PLTBm, PLTBg, dan PLTSa) dengan menggarisbawahi prinsip economies of scale dalam
investasi. Pada bagian ini disajikan estimasi biaya proyek, ringkasan struktur biaya proyek berdasarkan
komponen biaya PT PLN (Persero), serta kurva biaya yang memberikan hubungan nilai biaya investasi
spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang PLT Bioenergi berdasarkan hasil analisis
profitabilitas. Seluruh biaya dan hasil estimasi yang disajikan dalam bab ini didasarkan pada data tekno-
ekonomi—yang telah melalui review para stakeholders—dalam kajian MTRE3 sebelumnya, yaitu
Pengembangan Marginal Abatement Cost Curve (MACC) Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan di
4 Provinsi Percontohan MTRE3.
Biaya Proyek
Ringkasan data tekno-ekonomi proyek PLTBm, PLTBg, dan PLTSa yang mencakup konfigurasi
pembangkit, data teknis, dan data biaya proyek untuk empat variasi kapasitas terpasang ( Case 1-4),
masing-masing ditunjukkan pada Tabel 59, Tabel E.7, dan Tabel E.8. Biaya investasi PLTBm 4 MW, PLTBg
1 MW, dan PLTSa 6,9 MW digunakan sebagai basis estimasi biaya investasi pada case kapasitas lainnya
melalui persamaan berikut.
0,7
Kapasitas rencana
Nilai Proyek rencana = Nilai Proyek referensi × ( )
Kapasitas referensi
Data Teknis
Data Biaya
liii
Tabel E.7: Ringkasan data tekno-ekonomi proyek PLTBg
Data Teknis
Data Biaya
Data Teknis
Data Biaya
liv
Struktur Biaya Proyek Berdasarkan Komponen Biaya PT PLN (Persero)
Rangkuman struktur biaya proyek sesuai dengan terminologi PT PLN (Persero) untuk PLTBm, PLTBg, dan
PLTSa masing-masing ditunjukkan pada Tabel 63, Tabel E.10, dan Tabel E.11, dengan empat komponen
biaya, yaitu: (i) Komponen A, capital cost recovery; (ii) Komponen B, biaya O&M tetap; (iii) Komponen C,
biaya bahan bakar; dan (iv) Komponen D, biaya O&M variabel. Komponen A diestimasi berdasarkan asumsi
umur proyek dan discount rate sebesar 10% tanpa memperhitungkan profit. Hasil penjumlahan keempat
komponen tersebut merupakan nilai Levelized Cost of Electricity (LCOE) atau biaya pokok pembangkitan.
Komponen
Deskripsi Unit 10 MW 30 MW 50 MW 100 MW
Biaya
Komponen
Deskripsi Unit 0,5 MW 1 MW 3 MW 5 MW
Biaya
Komponen
Deskripsi Unit 4 MW 10 MW 30 MW 50 MW
Biaya
lv
Kurva Biaya Proyek PLT Bioenergi
Berdasarkan komponen biaya yang telah dirangkum di atas, analisis keekonomian dilakukan dengan hasil
ditampilkan dalam bentuk kurva biaya. Asumsi perhitungan yang digunakan dalam analisis meliputi: (i)
capacity factor untuk PLTBm dan PLTBg sebesar 80% dan untuk PLTSa sebesar 82,4%; (ii) rasio ekuitas
dan pinjaman adalah 30:70; (iii) umur pembangkit untuk PLTBm 30 tahun, PLTBg 20 tahun, dan PLTSa 25
tahun; (iv) tarif pajak penghasilan sebesar 25% per tahun; (v) suku bunga pinjaman sebesar 7% per tahun;
(vi) jangka waktu pinjaman selama 15 tahun; (vii) jadwal penyusutan menggunakan metode 7-year MACRS
schedule; (viii) periode konstruksi selama 2 tahun; (ix) discount rate sebesar 10%; dan (x) penetapan IRR
sebesar 11%.
Kurva biaya proyek PLTBm berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar 39. Hasil
plot estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTBm ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diambil contoh bahwa proyek PLTBm dengan
kapasitas 4 MW memberikan nilai investasi spesifik 2,28 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip
economies of scale, proyek PLTBm dengan kapasitas 50 MW memberikan nilai investasi spesifik 1,05 juta-
USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada biaya investasi spesifik proyek PLTBm ditunjukkan
dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari kapasitas 4 MW hingga 50 MW. Di samping itu,
economies of scale pada biaya investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual listrik PLTBm. Hasil plot
harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan tren biaya investasi spesifik, dengan PLTBm
berkapasitas 4 MW memberikan harga jual listrik 11,80 cent-USD/kWh, sedangkan PLTBm berkapasitas 50
MW memberikan harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu 8,04 cent-USD/kWh.
Gambar E.9: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTBm
lvi
Kurva Biaya Proyek PLTBg
Kurva biaya proyek PLTBg berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar E.10. Hasil
plot estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTBg ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diambil contoh bahwa proyek PLTBg dengan
kapasitas 0,5 MW memberikan nilai investasi spesifik 2,70 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip
economies of scale, proyek PLTBg dengan kapasitas 5 MW memberikan nilai investasi spesifik 1,35 juta-
USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada biaya investasi spesifik proyek PLTBg ditunjukkan
dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari kapasitas 0,5 MW hingga 5 MW. Di samping itu,
economies of scale pada biaya investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual listrik PLTBg. Hasil plot
harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan tren biaya investasi spesifik, dengan PLTBg
berkapasitas 0,5 MW memberikan harga jual listrik 11,33 cent-USD/kWh, sedangkan PLTBg berkapasitas 5
MW memberikan harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu 7,03 cent-USD/kWh.
Gambar E.10: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTBg
lvii
Kurva Biaya Proyek PLTSa
Kurva biaya proyek PLTSa berdasarkan hasil analisis keekonomian ditampilkan pada Gambar E.11. Hasil
plot estimasi biaya investasi spesifik dengan kapasitas terpasang proyek PLTSa ditunjukkan dengan kurva
berwarna oranye. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diambil contoh bahwa proyek PLTSa dengan
kapasitas 6,9 MW memberikan nilai investasi spesifik 4,32 juta-USD/MW. Sementara itu, dengan prinsip
economies of scale, proyek PLTSa dengan kapasitas 30 MW memberikan nilai investasi spesifik 2,72 juta-
USD/MW. Secara keseluruhan, economies of scale pada biaya investasi spesifik proyek PLTSa ditunjukkan
dengan tren kurva yang menurun—dalam analisis ini, dari kapasitas 6,9 MW hingga 30 MW. Di samping itu,
economies of scale pada biaya investasi spesifik juga mempengaruhi harga jual listrik PLTSa. Hasil plot
harga jual listrik menunjukkan tren yang serupa dengan tren biaya investasi spesifik, dengan PLTSa
berkapasitas 6,9 MW memberikan harga jual listrik 14,09 cent-USD/kWh, sedangkan PLTSa berkapasitas
30 MW memberikan harga jual listrik yang lebih kompetitif, yaitu 9,44 cent-USD/kWh.
Gambar E.11: Kurva biaya investasi spesifik dan harga jual listrik terhadap kapasitas terpasang proyek
PLTSa
lviii
BAGIAN I
PEDOMAN INVESTASI
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
BIOENERGI
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga
Biogas (PLTBg), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
1
Pendahuluan &
Status Terkini
Tren terkini PLTBio ET di kawasan ASEAN dan Indonesia, termasuk pengenalan
investasi PLTBio di dunia, serta success story PLTBio di Indonesia.
1 Pendahuluan & Status Terkini
1.1 Pendahuluan
Bioenergi merupakan salah satu sumber energi Pengembangan PLTBg di Indonesia umumnya
terbarukan yang dimanfaatkan dalam penyediaan dilakukan dengan pemanfaatan limbah cair
energi secara global. Mengingat ragam bahan biomassa (seperti POME) yang dikonversi menjadi
baku dan teknologi yang digunakan, pendefinisian biogas sebagai bahan bakar pembangkit.
istilah bioenergi dirasa penting dilakukan. Dalam Teknologi konversi yang umumnya digunakan
pedoman ini, bioenergi didefinisikan sebagai adalah mesin gas atau internal combustion engine.
energi berbasis biomassa padat, biogas, dan Dalam implementasinya, PLTBg di Indonesia
sampah kota yang dimanfaatkan dalam umum dijumpai di area agroindustri dengan
penyediaan tenaga listrik. Secara khusus, penggunaan output pembangkitan secara internal
Pedoman Investasi Pembangkit Listrik Tenaga serta excess power yang dijual ke jaringan.
Bioenergi ini disusun dalam batasan
pengembangan PLT Bioenergi (PLTBio) di Pengembangan PLTSa secara umum dapat
Indonesia, yang mencakup PLTBm, PLTBg, dan dilakukan dengan teknologi insinerasi, pirolisis,
PLTSa. gasifikasi, dan landfill gas. Jika dibandingkan
dengan PLTBm dan PLTBg, pengembangan PLTSa
Ditinjau dari sumber pasokannya, bahan baku secara komersial di Indonesia masih sangat minim.
pembangkit listrik berbasis bioenergi (PLTBio) Mengingat kaitannya yang erat dengan
dapat diperoleh dari limbah biomassa maupun pengelolaan sampah kota, pemerintah berupaya
tanaman energi. Limbah biomassa dapat mendorong percepatan implementasi PLTSa
bersumber dari sektor agroindustri, pertanian, melalui kerja sama dengan pemerintah daerah di
perkebunan, peternakan, dan sampah kota. beberapa lokasi.
Sementara itu, sumber bahan baku dari tanaman
energi dapat diperoleh dari hasil kebun maupun Meskipun potensi sumber daya bioenergi sangat
hutan tanaman energi. melimpah, pengembangan PLTBio—PLTBm,
PLTBg, dan PLTSa—di Indonesia masih
Pengembangan PLTBm dilakukan dengan menghadapi beberapa tantangan seperti
pemanfaatan bahan baku berupa biomassa padat kontinuitas suplai dan jaminan kestabilan harga
dari beragam sumber yang telah disebutkan di bahan baku. Selain itu, ketersediaan lahan untuk
atas. Berbagai opsi teknologi dalam kebun tanaman energi—dalam pengembangan
pengembangan PLTBm telah tersedia secara PLTBm—juga menjadi tantangan tersendiri. Dari
komersial, di antaranya adalah direct combustion perspektif pemilihan teknologi, pengembang
(insinerasi), pirolisis, dan gasifikasi. Implementasi PLTBio perlu melakukan studi perencanaan secara
PLTBm di Indonesia mencakup pemanfaatan komprehensif untuk mendapatkan opsi teknologi
internal oleh industri maupun penyediaan tenaga beserta hasil desain pembangkit yang sesuai
listrik untuk kepentingan publik. Pada praktiknya, dengan karakteristik bahan baku.
sebagian besar PLTBm yang beroperasi di
Indonesia memanfaatkan limbah agroindustri
sebagai bahan bakar.
Tren Tekno-Ekonomi PLTBio di Dunia konversi bahan baku dan peralatan pembangkit).
Total biaya terpasang juga mencakup biaya
Gambar 1 menunjukkan grafik tren tekno-ekonomi tambahan dari interkoneksi jaringan dan
pengembangan pembangkit listrik berbasis infrastruktur (contoh, jalan akses). Dari seluruh
bioenergi (PLTBio) di dunia yang terdiri dari total komponen tersebut, biaya peralatan cenderung
biaya terpasang (total installed cost), faktor mendominasi total biaya terpasang, kecuali pada
kapasitas (capacity factor), dan Levelised Cost of beberapa kasus tertentu seperti PLTBio di area
Electricity (LCOE) dalam rentang tahun 2010 terpencil yang membutuhkan biaya tinggi untuk
hingga 2019. Grafik tren—digambarkan dengan infrastruktur/logistik atau interkoneksi jaringan.
garis—menunjukkan nilai rata-rata terbobotkan
dari data pengembangan PLTBio secara global
Total biaya terpasang PLTBio bersifat
(global weighted average) yang bersumber dari
IRENA Renewable Cost Database. Dalam grafik sangat project-specific mengingat
tersebut dapat dilihat pula rentang nilai—minimum beragamnya opsi teknologi yang
hingga maksimum—dari data yang disajikan. tersedia dan keterkaitannya dengan
kondisi lokasi.
Total biaya terpasang PLTBio mencakup biaya Nilai rata-rata terbobotkan faktor kapasitas
pengembangan perencanaan, biaya engineering PLTBio dari tahun 2010 hingga 2019 berada pada
dan konstruksi, biaya peralatan untuk penanganan rentang 64% hingga 86%. IRENA Renewable Cost
bahan baku dan peralatan lain (seperti peralatan Database mencatat bahwa pembangkit dengan
Gambar 1: Tren biaya terpasang, faktor kapasitas, dan LCOE PLTBio di dunia, 2010–2019
1
Institute for Essential Services Reform (IESR). Levelized Cost of Electricity in Indonesia: Understanding the Levelized Cost of
Electricity Generation. Desember 2019.
Sumber: (i) IRENA. Renewable Energy Capacity Statistics 2020. Maret 2020;
(ii) KESDM. Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2019. Juli 2020.
Indonesia
Peta sebaran PLTBm yang beroperasi di Indonesia
disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan peta
Hingga akhir tahun 2020, kapasitas terpasang
tersebut, dapat dilihat bahwa total kapasitas
PLTBio di Indonesia mencapai sekitar 1,9 GW.
terpasang PLTBm di Indonesia mencapai hampir
Adapun berdasarkan target bauran energi
1,8 GW di akhir 2020. Dari peta sebaran tersebut
terbarukan sebesar 23% di tahun 2025,
dapat dilihat bahwa sebagian besar PLTBm berada
pengembangan PLTBio ditargetkan mencapai 5,5
di wilayah barat Indonesia, khususnya di Provinsi
GW.2 Dengan demikian, diperlukan upaya
Riau—70% dari total kapasitas terpasang PLTBm.
pengembangan PLTBio sebesar 3,6 GW untuk
mencapai target 5,5 GW di tahun 2025. Gap yang
Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal
signifikan dan durasi yang singkat terhadap target
Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi –
ini menjadi motivasi tersendiri bagi pemerintah
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
dan pengembang/investor dalam mengakselerasi
(DJEBTKE-KESDM), hingga bulan Mei 2021,
pengembangan PLTBio di Indonesia.
terdapat 104 unit PLTBm yang telah beroperasi di
Indonesia—daftar lengkap dapat disajikan di
Lampiran A.3
2
Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017. Rencana Energi Umum Nasional (RUEN).
3
DJEBTKE-KESDM. Kapasitas Terpasang PLT Bioenergi di Indonesia. 2021.
4
Institute for Essential Services Reform (IESR). Indonesia Energy Transition Outlook 2021: Tracking Progress of Energy
Transition in Indonesia. Januari 2021.
5
Antara News Papua. “PLN WP2B Beli Daya Biomassa dari PT MNE”. www,papua.antaranews.com/berita/459131/pln-wp2b-
beli-daya-biomassa-dari-pt-mne. 1 Februari 2017.
Catatan: Total kapasitas terpasang PLTBm termasuk kapasitas terpasang satu unit Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar Nabati (PLTBn) di Provinsi Kep. Bangka Belitung sebesar 5 MW.
Sumber: DJEBTKE-KESDM. Kapasitas Terpasang PLT Bioenergi di Indonesia. 2021.
PLTBm Siantan 15 MW Lokasi : Desa Wajok Hulu, Kecamatan Siantan, Kab. Mempawah,
Kalimantan Barat
COD : 2018
PLTBm Siantan merupakan pembangkit listrik tenaga biomassa pertama di Kalimantan Barat yang
dikembangkan oleh swasta atau Independent Power Produced (IPP). Sebagai pembangkit listrik tenaga
energi terbarukan (PLT-ET), PLTBm Siantan memberikan dampak langsung terhadap ekonomi
masyarakat di sekitar pembangkit, dengan pengadaan bahan bakar biomassa melalui pemanfaatan
limbah pertanian/perkebunan dan penanaman tanaman short coppice yang menggerakan Hutan
Rakyat, Hutan Desa, dan Hutan Tanaman Rakyat. PLTBm ini beroperasi dengan faktor kapasitas sebesar
85% dan dijadikan sebagai pembangkit base load. PLTBm ini menghasilkan listrik sebesar 75.000 MWh
per tahun dan dapat disetarakan dengan potensi reduksi emisi GRK sebesar 25.000 ton CO2e.
Sumber: DJEBTKE-KESDM. Artikel: “PLTBm Siantan, PLT Biomassa Swasta Pertama di Kalimantan Barat.” 24 September 2018.
COD : 2012
PLTBg Jangkang merupakan PLTBg swasta dan komersial pertama di Indonesia serta terdaftar sebagai
proyek Clean Development Mechanism (CDM). Pembangkit ini juga merupakan PLTBg POME pertama
yang tersambung (on-grid) ke jaringan listrik PT PLN (Persero). Pada awal operasi, kapasitas
pembangkit ini hanya sebesar 1,2 MW, kemudian ditingkatkan menjadi 1,8 MW di tahun 2016. PLTBg
Jangkang mampu menampung sekitar 22.800 ton limbah untuk menghasilkan listrik 12 juta kWh per
tahun dengan harga jual listrik ke PLN sebesar Rp975/kWh. Implementasi PLTBg Jangkang diestimasi
mampu mereduksi emisi GRK lebih dari 25.000 ton/tahun.
Sumber: DJEBTKE-KESDM. Siaran Pers No. 00160.Pers/04/SJI/2017: “Tinjau Potensi Interkoneksi PLTBg dan PLTS ke Jaringan
PLN, Wamen ESDM Yakini Investasi Energi Terbarukan Menjajikan.” 15 Desember 2017.
PLTSa Merah Putih merupakan pilot project yang ditujukan sebagai percontohan nasional dalam
mengatasi timbunan sampah di kota besar. PLTSa yang berlokasi di Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu (TPST) Bantar Gebang ini juga merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk
menanggulangi sampah dan memperpanjang umur manfaat TPST Bantar Gebang itu sendiri. Dengan
kapasitas pengolahan sampah hingga 100 ton per hari, beroperasinya PLTSa Merah Putih mampu
mengurangi jumlah sampah secara signifikan, cepat, dan ramah lingkungan, serta menghasilkan energi
terbarukan berupa waste-to-energy. Pembangkit ini mampu menghasilkan listrik mencapai 783,6 MWh,
atau setara dengan 110,6 kWh per ton sampah yang dibakar, dengan residu atau Fly Ash and Bottom
Ash (FABA) sejumlah 1.918 ton. Adanya PLTSa ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengolahan
sampah, khususnya secara termal.
PLTSa Benowo 11 MW
Lokasi : TPA Benowo, Kota Surabaya, Jawa Timur
PLTSa Benowo merupakan fasilitas Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) pertama yang
beroperasi di Surabaya—salah satu dari 12 kota yang ditunjuk dalam Perpres No. 35 Tahun 2018. Dengan
beroperasinya PLTSa ini, timbulan sampah di TPA Benowo dapat berkurang hingga 1000 ton per hari.
Dari 11 MW listrik yang dihasilkan, 1,65 MW akan digunakan untuk konsumsi operasional PT SO dan 9
MW dijual ke PT PLN (Persero).
Sumber: (i) BPPT. Berita Teknologi Sumberdaya Alam & Kebencanaan: “BPPT Hadirkan Inovasi PLTSa Merah Putih
Bantargebang, Solusi Atasi Timbunan Sampah di Kota Besar.” 25 Maret 2019.
(ii) Sekretariat Kabinet RI. Berita: “Presiden Jokowi Resmikan Instalasi Pengolahan Sampah Jadi Energi Listrik Benowo”.
6 Mei 2021.
Mengingat sumber daya energi terbarukan— Selain potensi bioenergi yang telah disebutkan
termasuk bioenergi—bersifat spesifik proyek sebelumnya, potensi dari sampah kota ditampilkan
(project-specific), informasi terkait lokasi proyek secara terpisah dengan label potensi PLTsa.
beserta karakteristik sumber dayanya sangatlah Informasi yang dimuat mencakup: nama dan
krusial bagi pengembang atau investor. Lokasi koordinat TPA, serta potensi sampah dan listrik di
proyek (project site) beserta gambaran potensi tiap TPA.
sumber daya bioenergi merupakan informasi
dasar yang diperlukan dalam tahap Selain potensi sumber daya, ESDM One Map juga
pengembangan PLTBio. Berdasarkan urgensi menyajikan informasi yang dapat mendukung
tersebut, pedoman ini merangkum beberapa pengembangan PLTBio seperti sebaran
sumber informasi potensi bioenergi serta rencana pembangkit eksisting, lokasi gardu induk, jaringan
pengembangan PLTBio yang dapat dirujuk oleh listrik, batas administrasi, dan lainnya.
pengembang atau investor.
Dasbor Potensi Bioenergi
ESDM One Map
Dasbor Potensi Bioenergi merupakan suatu
ESDM One Map merupakan suatu aplikasi berbasis aplikasi berbasis web yang menampilkan data dan
web yang menampilkan peta sebaran terkait informasi terkait potensi bioenergi dari limbah
energi dan sumber daya mineral—termasuk agroindustri di Indonesia—dikembangkan oleh
informasi terkait potensi bioenergi. ESDM One Map Deutsche Gesellschaft fur Internationale
dapat diakses dengan alamat Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Dasbor Potensi
www.geoportal.esdm.go.id. Bioenergi dapat diakses dengan alamat
www.gizexplore.shinyapps.io/biodbv5. Dasbor ini
Informasi terkait potensi bioenergi dapat dipilih bersifat sementara, data dan informasi di
untuk ditampilkan di bawah menu “Energi Baru dalamnya akan dialihkan ke Renewable Energy
Terbarukan”. Informasi potensi bioenergi Data and Information (REDI) yang dikembangkan
dilengkapi dengan label yang mencakup: potensi oleh Kementerian ESDM (www.redi.esdm.go.id).
limbah industri kelapa sawit, potensi limbah
industri tapioka, potensi limbah industri pulp and Informasi terkait potensi bioenergi dapat
paper, potensi limbah industri tebu, potensi limbah diperoleh pada tiga (3) menu utama berikut:
industri padi, dan potensi limbah industri kayu.
• Halaman Utama menampilkan data
Setiap jenis potensi dilengkapi dengan tabel
potensi bioenergi yang tersedia di
informasi (attribute table) yang memuat informasi
Indonesia, mencakup: potensi teoretis,
antara lain: provinsi, nama pabrik/perusahaan,
potensi teknis, potensi penggunaan
kapasitas pengolahan, potensi limbah, jenis
internal, dan potensi penggunaan
teknologi, jenis limbah, dan alamat.
eksternal untuk tiap provinsi dan jenis
limbah.
18 POTENSI BIOENERGI
2.2 Potensi Pengembangan PLTBio di Indonesia
Sumber daya bioenergi tersebar di seluruh wilayah Berdasarkan hasil Deutsche Gesellschaft fur
Indonesia dengan jenis dan besaran potensi yang Internationale Zusammenarbeit (GIZ) tahun 2020,
bervariasi. Bahan baku bioenergi untuk total potensi teknis bioenergi adalah sekitar 15
pembangkit listrik umumnya merupakan limbah GW. Namun, perlu dicatat bahwa potensi ini hanya
dari berbagai sektor, seperti sektor perkebunan, merepresentasikan potensi dari limbah
pertanian, kehutanan, dan persampahan, agroindustri—belum merepresentasikan potensi
sebagaimana digambarkan pada Gambar 4. bioenergi secara keseluruhan. Data potensi yang
dimaksud dapat diperoleh dari sistem informasi
Setiap jenis limbah dari berbagai sektor tersebut yang tersedia sebagaimana dijelaskan pada
umumnya digunakan sebagai bahan baku Subbab 2.1.
pembangkit listrik berbasis bioenergi (PLTBio)
Meskipun potensi bioenergi di Indonesia sangat
tertentu. Sebagai contoh, limbah dari tanaman
besar, namun hingga saat pemanfaatannya masih
kelapa sawit seperti batang, pelepah, cangkang,
belum optimal. Dari total potensi yang ada,
serat, dan tandan kosong dimanfaatkan sebagai
pemanfaatan bioenergi sebagai bahan baku energi
bahan baku PLTBm, sedangkan limbah cair kelapa
listrik hingga akhir tahun 2019 baru mencapai 1,9
sawit (POME) lazim dimanfaatkan sebagai bahan
GW. Melihat dari besarnya potensi bioenergi yang
baku PLTBg. Sementara itu, PLTSa menggunakan
belum dimanfaatkan, pengembangan PLTBio
bahan baku berupa sampah kota.
perlu ditingkatkan untuk mencapai target bauran
Berdasarkan pemanfaatannya, potensi teknis energi terbarukan (ET).
dapat diklasifikasikan dalam dua (2) kategori, yaitu
Dari potensi sumber daya bioenergi yang telah
potensi penggunaan internal dan potensi
dikaji, berbagai proyek PLTBio telah direncanakan
penggunaan eksternal (lihat Box 4). Sebagai
untuk dikembangkan. Dalam praktiknya, rencana
catatan, potensi teknis didefinisikan sebagai
pengembangan PLTBio di Indonesia tertuang
potensi maksimum dari pemanfaatan semua
dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
limbah yang secara tersedia di unit pengolahan
(RUPTL) PT PLN (Persero) dengan Independent
untuk memproduksi listrik, berdasarkan faktor
Power Producer (IPP) maupun PT PLN (Persero)
konversi teknologi yang ada saat ini.
sendiri sebagai pengembang.
Potensi teknis yang biasa digunakan untuk menyuplai kebutuhan energi internal
Internal
(panas dan/atau listrik)
Potensi teknis yang masih tersedia setelah dikurangi oleh potensi penggunaan
Eksternal
internal
20 POTENSI BIOENERGI
Potensi Energi Biomassa Indonesia, dengan konsentrasi di wilayah
Sumatera dan Kalimantan mengingat banyaknya
Potensi energi biomassa dalam pedoman ini jumlah industri kelapa sawit yang beroperasi di
didefinisikan sebagai potensi biomassa padat wilayah tersebut. Adapun potensi paling besar
(selain sampah) yang dapat dimanfaatkan sebagai berada di Provinsi Riau dengan 5,5 GW—hampir
bahan baku pembangkit listrik. Bahan baku yang 40% dari total potensi energi biomassa.
dimaksud dapat bersumber dari limbah biomassa
(limbah sektor kehutanan, perkebunan, dan Di Pulau Jawa, potensi energi berasal dari
pertanian, dll.), maupun tanaman energi. berbagai limbah agroindustri, utamanya limbah
industri gula, dengan total potensi yang bervariasi,
Tabel 1 menyajikan data potensi yang bersumber mulai dari 5 MW hingga 500 MW.
dari limbah biomassa. Perlu dicatat bahwa data
yang disajikan merupakan data limbah Sementara itu, wilayah Indonesia bagian timur
agroindustri—tidak mencakup limbah biomassa memiliki potensi yang lebih kecil (kurang dari 100
yang bersumber dari lahan. Data potensi MW) dibandingkan wilayah lainnya. Meskipun
diklasifikasikan berdasarkan provinsi dan potensinya relatif kecil dibanding wilayah lainnya,
sumbernya—yaitu limbah agroindustri dari industri implementasi PLTBm di wilayah Indonesia bagian
kelapa sawit, industri kayu, industri padi, industri timur tetap dapat dilakukan secara optimal
gula, dan industri pulp and paper. dengan memperhatikan jaminan suplai bahan
baku lokal serta tantangan spesifik proyek lainnya.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa
total potensi energi biomassa di Indonesia adalah Merujuk pada uraian sebelumnya, bahan baku
sekitar 14,3 GW. Berdasarkan sumbernya, potensi PLTBm juga dapat bersumber dari tanaman
energi biomassa paling besar berasal dari limbah energi. Tabel 2 menyajikan data produktivitas dan
industri pulp and paper sekitar 7,6 GW. Namun, densitas dari berbagai jenis tanaman energi. Data
merujuk pada hasil kajian GIZ, total potensi ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
tersebut didominasi oleh potensi penggunaan gambaran umum bagi pengembang terkait
internal sebesar 97%. Di samping itu, potensi dari kebutuhan luas kebun energi untuk bahan baku
industri kelapa sawit juga memiliki kontribusi yang PLTBm.
besar yaitu sekitar 5,8 GW. Berbeda dengan
Sebagai contoh, kaliandra memiliki produktivitas
industri pulp and paper, potensi dari industri
sekitar 40–60 ton/ha/tahun, dengan estimasi
kelapa sawit membuka peluang yang lebih besar
densitas energi sekitar 0,63 MW/km2. Artinya,
untuk penggunaan eksternal.
untuk setiap satu kilometer persegi area kebun
Dari sebarannya, potensi energi biomassa energi kaliandra berpotensi untuk menghasilkan
teridentifikasi hampir di seluruh provinsi di energi listrik sebesar 0,63 MW.
22 POTENSI BIOENERGI
Tabel 2: Produktivitas dan densitas energi dari berbagai tanaman energi
Catatan: Informasi produktivitas kaliandra diperoleh dari pengelola kebun energi di Provinsi Riau.
331
350
300 Total Potensi
POME:
Potensi POME (MW)
250
200 ~1.114 MW
123
119
104
102
150
86
58
100
41
30
24
21
17
16
6.4
14
5.5
4.5
2.9
2.8
1.9
1.6
1.3
50
0
Jawa Barat
Sumatera Utara
Jambi
Aceh
Lampung
Sulawesi Selatan
Papua
Kalimantan Utara
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Riau
Kalimantan Barat
Banten
Sumatera Selatan
Kalimantan Selatan
Sumatera Barat
Bengkulu
Sulawesi Barat
Papua Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
6
Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019–2028.
24 POTENSI BIOENERGI
Box 5: Komposisi dan karakteristik timbulan sampah di Indonesia
Menurut Kementerian LHK, jenis dan komposisi sampah kota Gambar 6 Komposisi sampah kota
di Indonesia sangat beragam. Sampah kota di Indonesia di Indonesia, 2020
didominasi oleh sampah sisa makanan, diikuti oleh plastik,
kayu/ranting/daun, kertas/karton, logam, kain, kaca,
karet/kulit, dll. Sampah kota ini umumnya masih belum
terpilah berdasarkan jenisnya, baik di sumber penghasil
sampah (rumah tangga, pasar, perkantoran, dll.) maupun di
TPA, akibat manajemen dan pengelolaan sampah yang
belum terintegrasi. Hal ini dapat menjadi tantangan bagi
pengembang PLTSa karena adanya pemenuhan persyaratan
karakteristik sampah kota sebagai bahan baku yang spesifik
terhadap tipe teknologi konversi. Oleh karena itu, pada
praktiknya diperlukan proses pre-treatment—yang
bervariasi—sehingga diperoleh karakteristik bahan baku
yang sesuai dengan pilihan teknologi konversi.
Berdasarkan karakteristiknya, sampah kota dapat dikelompokkan menjadi dua (2) kategori menurut
kesesuaian bahan baku terhadap teknologi konversi, yaitu high organic content sebagai bahan baku
teknologi konversi biologis (sanitary landfill dan anaerobic digestion) untuk menghasilkan Landfill Fuel
Gas (LFG) dan high calorific value sebagai bahan baku teknologi termal (pirolisis/gasifikasi dan
insinerasi/pembakaran). Jenis sampah yang masuk dalam kategori high organic content adalah sampah
sisa makanan; sementara sampah plastik, kayu/ranting/daun, kertas/karton, kain, dan karet/kulit masuk
dalam kategori high calorific value.
Sampah Sampah
Timbulan Timbulan
Terangkut Terangkut
No. Provinsi Sampah* No. Provinsi Sampah*
ke TPA** ke TPA**
(ton/hari) (ton/hari)
(ton/hari) (ton/hari)
10. Kep. Riau 1,806.07 1,314.37 27. Sulawesi Selatan 3,112.86 2,265.39
11. DKI Jakarta 8,369.34 6,090.80 28. Sulawesi Tenggara 519.81 378.29
13. Jawa Tengah 9,626.43 7,005.65 30. Sulawesi Barat 250.55 182.34
15. Jawa Timur 14,147.94 10,296.19 32. Maluku Utara 118.19 86.01
Catatan: Data sampah terangkut ke TPA diperoleh melalui perkalian antara potensi timbulan sampah dengan rata-rata efisiensi
pengangkutan tahun 2016 (72,8%). Rata-rata efisiensi pengangkutan tahun 2016 diperoleh dari SMI Insights.
26 POTENSI BIOENERGI
Potensi Waste-to-Energy Berdasarkan Teknologi Potensi energi sampah yang dapat dimanfaatkan
Konversi menjadi energi listrik dapat diestimasi
berdasarkan jumlah sampah terangkut ke TPA,
Proses konversi energi sampah menjadi tenaga komposisi bahan baku, dan nilai produksi listrik
listrik dapat menggunakan berbagai variasi spesifik untuk tiap teknologi pembangkit. Potensi
teknologi, dengan mempertimbangkan jenis berdasarkan berdasarkan hasil estimasi teoretis
bahan baku yang tersedia. Beberapa di antaranya tersebut ditampilkan pada Tabel 5.
adalah pembakaran langsung (insinerasi),
gasifikasi, plasma, sanitary landfill, dan lain-lain. Hasil estimasi yang ditampilkan dalam Tabel 5
Tiap teknologi memiliki efisiensi yang bervariasi, diklasifikasikan dalam tiga (3) kategori
sehingga besaran produksi listrik yang dihasilkan berdasarkan teknologi konversi secara terpisah.
juga berbeda-beda. Pada Tabel 4, disajikan nilai Artinya, pembacaan potensi teoretis hanya dapat
produksi listrik spesifik untuk beberapa teknologi dilakukan untuk masing-masing tipe teknologi—
PLTSa yang umum digunakan, antara lain tidak dapat dijumlahkan antar tipenya. Secara
teknologi konversi biologis berupa sanitary landfill tipikal, potensi berbasiskan teknologi
dan teknologi konversi termal berupa insinerasi pirolisis/gasifikasi memiliki nilai yang paling tinggi
(pembakaran) dan pirolisis/gasifikasi. dibandingkan opsi teknologi lainnya, karena
memiliki karakteristik performa (efisiensi) terbaik.
Tabel 4: Produksi listrik spesifik dari energi sampah berdasarkan teknologi konversi
Potensi (MW)
No. Provinsi
Landfill Pirolisis/Gasifikasi Insinerasi
1. Aceh 2.31 9.94 8.65
2. Sumatera Utara 15.95 61.79 53.79
3. Sumatera Barat 10.40 18.50 16.10
4. Riau 12.01 106.40 92.61
5. Jambi 4.87 12.74 11.09
6. Sumatera Selatan 17.49 38.41 33.43
7. Bengkulu 1.44 6.82 5.94
8. Lampung 19.38 72.98 63.53
9. Kep. Bangka Belitung 1.97 6.73 5.86
10. Kep. Riau 8.25 19.87 17.29
11. DKI Jakarta 50.86 62.80 54.66
12. Jawa Barat 64.64 98.15 85.43
13. Jawa Tengah 47.40 103.49 90.08
14. D.I.Y. 12.70 15.69 13.65
15. Jawa Timur 72.71 136.50 118.81
16. Banten 33.08 70.36 61.24
17. Bali 1.44 37.98 33.06
18. Nusa Tenggara Barat 2.65 2.71 2.36
19. Nusa Tenggara Timur 0.60 5.87 5.11
20. Kalimantan Barat 8.42 13.71 11.94
21. Kalimantan Tengah 16.25 15.91 13.85
22. Kalimantan Selatan 9.34 23.20 20.19
23. Kalimantan Timur 10.10 19.57 17.03
24. Kalimantan Utara 0.97 2.53 2.20
25. Sulawesi Utara 6.00 13.79 12.01
26. Sulawesi Tengah 2.89 11.67 10.16
27. Sulawesi Selatan 11.52 20.50 17.84
28. Sulawesi Tenggara 2.10 6.14 5.34
29. Gorontalo 1.79 4.81 4.19
30. Sulawesi Barat 1.14 2.72 2.37
31. Maluku 1.10 2.85 2.48
32. Maluku Utara 0.52 1.26 1.09
33. Papua Barat 0.77 1.95 1.70
34. Papua 0.92 1.37 1.19
TOTAL 453.98 1,029.73 896.28
Catatan: Nilai potensi merupakan hasil estimasi.
28 POTENSI BIOENERGI
2.3 Potensi Pengembangan PLTBio di Provinsi Percontohan
MTRE3
Keempat provinsi percontohan MTRE3, yaitu Riau, di ketiga provinsi MTRE3 tersebut. Rencana dan
Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur potensi pengembang pembangkit yang
(NTT), teridentifikasi memiliki potensi bioenergi tercantum meliputi PLTBm, PLTBg, dan PLTBio
yang bervariasi. Pada subbab ini, akan diuraikan (belum terdefinisi antara PLTBm dan PLTBg).
secara lebih rinci data potensi bioenergi di
masing-masing provinsi percontohan MTRE3, 2.3.1 Provinsi Riau
yang bersumber dari RUPTL PT PLN (Persero).
Merujuk pada Subbab 2.2, total potensi energi
Merujuk pada RUPTL PT PLN (Persero) 2019– biomassa dan biogas masing-masing sebesar
2028, telah diidentifikasi rencana dan potensi 5.548 MW (total potensi penggunaan internal dan
pengembangan PLTBio, yang hanya terdapat di eksternal) dan 331 MW (total potensi penggunaan
tiga provinsi percontohan MTRE3, yaitu Provinsi eksternal). Adapun PLN telah menyusun rencana
Riau, Jambi, dan NTT—dengan tabulasi data pengembangan pembangkit dengan total
sebagai berikut: kapasitas 156,6 MW dan potensi pengembangan
pembangkit sebesar 159,7 MW—sebagaimana
• Rencana pengembangan pembangkit,
dirangkum pada Tabel 6 dan Tabel 7.
mencakup nama pembangkit, kapasitas,
target COD, serta pengembang dari IPP atau
2.3.2 Provinsi Jambi
PT PLN (Persero). Data rencana ini
menunjukkan proyek pembangkit yang telah
Merujuk pada Subbab 2.2, total potensi energi
teridentifikasi dan siap untuk dikembangkan.
biomassa dan biogas masing-masing adalah
• Potensi pengembangan pembangkit, sebesar 1.147 MW (total potensi penggunaan
mencakup nama pembangkit dan kapasitas, internal dan eksternal) dan 58 MW (total potensi
namun belum masuk dalam perencanaan penggunaan eksternal). Adapun PLN telah
RUPTL. menyusun rencana pengembangan pembangkit
dengan total kapasitas 146,6 MW dan potensi
Sebagai catatan, berdasarkan RUPTL, tidak pengembangan pembangkit sebesar 20,5 MW—
terdapat rencana dan potensi pengembangan sebagaimana dirangkum pada Tabel 8 dan
pembangkit berbasiskan energi sampah (PLTSa) Tabel 9.
Kapasitas Target
No Sistem Lokasi/Nama Pembangkit Status Pengembang
(MW) COD
PLTBio
PLTBm
PLTBg
30 POTENSI BIOENERGI
Tabel 7: Potensi pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi Riau
Kapasitas Kapasitas
No. Lokasi/Nama Pembangkit No. Lokasi/Nama Pembangkit
(MW) (MW)
PLTBm PLTBg
Kapasitas Target
No Sistem Lokasi/Nama Pembangkit Status Pengembang
(MW) COD
PLTBio
PLTBm
PLTBg
Tabel 9: Potensi pengembangan pembangkit berdasarkan RUPTL PLN 2019–2028 Provinsi Jambi
Kapasitas Kapasitas
No. Lokasi/Nama Pembangkit No. Lokasi/Nama Pembangkit
(MW) (MW)
PLTBm PLTBg
32 POTENSI BIOENERGI
2.3.3 Provinsi Nusa Tenggara kaliandra dengan rentang potensi 10–50 MW yang
masih memerlukan kajian lebih lanjut. Berdasarkan
Timur (NTT) hal itu, PLN telah menyusun rencana
pengembangan pembangkit (yaitu PLTBm)
Merujuk pada Subbab 2.2, Provinsi NTT tidak
dengan total kapasitas 20 MW dan potensi
terindikasi memiliki potensi bioenergi yang
pengembangan pembangkit sebesar 1 MW—
bersumber dari limbah agroindustri. Adapun
sebagaimana dirangkum pada Tabel 10 dan Tabel
berdasarkan RUPTL, potensi yang tersedia di
11.
Provinsi NTT adalah energi biomassa dari kayu
Kapasitas Target
No Sistem Lokasi/Nama Pembangkit Status Pengembang
(MW) COD
PLTBm
PLTBm
3.1 Pengantar
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam Negara (BUMN); (iv) PT PLN (Persero);
pemanfaatan energi bersih dan upaya reduksi (v) Pemerintah Daerah; (vi) Penyedia Dana; serta
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor energi, (vii) Pengembang. Peran masing-masing
salah satunya melalui pengembangan pembangkit pemangku kepentingan kunci (key actors)
listrik berbasis energi terbarukan. Untuk sebagaimana digambarkan dalam Gambar 7
mengimplementasikan hal tersebut, Pemerintah diuraikan singkat di bawah ini.
Indonesia telah menyusun strategi dengan
melibatkan peran dan fungsi Kementerian/ Presiden, berperan sebagai pengarah dalam
Lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah, sektor ketenagalistrikan nasional yang
antara lain dalam hal perumusan kebijakan dan disinkronisasikan dengan upaya mitigasi
regulasi di sektor ketenagalistrikan (khususnya perubahan iklim. Melalui DEN—yang diketuai oleh
pemanfaatan sumber daya energi terbarukan Presiden—Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan
untuk pembangkitan listrik), sistem perizinan, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN)
proses investasi, dan lainnya. Setiap pemangku dirumuskan dan ditetapkan.
kepentingan kunci (key actors) memegang
Kementerian ESDM memegang peranan penting
peranan krusial dalam pengembangan
dalam hal perumusan kebijakan mengenai energi
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan
terbarukan dan sektor ketenagalistrikan.
(PLT-ET) di Indonesia, khususnya dalam
Kementerian ESDM memiliki kewenangan dalam
menciptakan iklim investasi yang menarik dan
mengatur pemanfaatan sumber daya energi
mendorong mobilisasi investasi.
terbarukan untuk pembangkit listrik serta
Dalam Gambar 7 disajikan pemangku kepentingan perumusan kebijakan pasar tenaga listrik.
kunci (key actors) dalam pengembangan
Dalam hal investasi energi terbarukan di Indonesia,
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan,
Kementerian Investasi (BKPM) memiliki peranan
terdiri dari: (i) Presiden; (ii) Dewan Energi Nasional
penting—utamanya dalam menyediakan sistem
(DEN); (iii) Kementerian terkait, yaitu Kementerian
dan layanan perizinan. Sejak 9 Juli 2018, BKPM
Energi & Sumber Daya Mineral (ESDM),
telah meluncurkan sistem online
pelayanan
Kementerian Investasi (Badan Koordinasi
berbasis-web, yaitu Online Single Submission
Penanaman Modal, BKPM), Kementerian
(OSS). OSS merupakan sistem yang
Lingkungan Hidup & Kehutanan (LHK)
mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan
Kementerian Keuangan, Kementerian
berusaha yang menjadi kewenangan Menteri/
Perindustrian, dan Kementerian Badan Usaha Milik
Pimpinan Lembaga, Gubernur, atau Walikota/
7
PLTBm: Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa; PLTBg: Pembangkit Listrik Tenaga Biogas; PLTSa: Pembangkit Listrik Te naga
Sampah.
Catatan: PUPR: Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; LHK: Lingkungan Hidup & Kehutanan; BKPM: Badan Koordinasi Penanaman Modal; ESDM: Energi & Sumber Daya Mineral; BUMN: Badan Usaha Milik
Negara; PLN: Perusahaan Listrik Negara; PLT-ET: Pembangkit Listrik Energi Terbarukan; KEN: Kebijakan Energi Nasional; RUEN: Rencana Umum Energi Nasional; SMI: Sarana Multi Infrastruktur; IIF: Indonesia
Infrastructure Finance.
Dalam hal layanan perizinan, terdapat aplikasi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK),
Perizinan ESDM (www.perizinan.esdm.go.id), terdiri dari Sekretariat DJK, Direktorat Pembinaan
merupakan aplikasi layanan perizinan usaha dan Program Ketenagalistrikan, Direktorat Pembinaan
operasional sektor ESDM—yang dikelompokkan Pengusahaan Ketenagalistrikan, dan Direktorat
menjadi empat, yakni: Minyak & Gas Bumi (Migas); Teknik & Lingkungan Ketenagalistrikan.
Energi Baru Terbarukan & Konservasi Energi
(EBTKE); Ketenagalistrikan (Gatrik); serta Mineral DJK menyelenggarakan fungsi dalam perumusan
& Batu Bara (Minerba). Kementerian ESDM juga kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan
memiliki sistem Layanan Pengadaan Secara norma, standar, prosedur, dan kriteria serta
Elektronik (LPSE) Kementerian ESDM pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan
(www.eproc.esdm.go.id) untuk memfasilitasi supervisi—di bidang pembinaan, pengendalian,
pengadaan barang dan jasa secara elektronik. dan pengawasan kegiatan pengusahaan,
keteknikan, keselamatan kerja, dan lingkungan di
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, & bidang ketenagalistrikan.
Konservasi Energi (DJEBTKE), terdiri dari
Sekretariat DJEBTKE, Direktorat Panas Bumi Dalam hal permohonan perizinan berusaha
(DEP), Direktorat Bioenergi (DEB), Direktorat pengembangan pembangkit listrik berbasiskan
Aneka Energi Baru & Terbarukan (DEA), Direktorat energi terbarukan oleh Independent Power
Konservasi Energi (DEK), serta Direktorat Producer (IPP), terdapat berbagai izin yang
Perencanaan & Pembangunan Infrastruktur berada di bawah kewenangan DJK-KESDM, yaitu
EBTKE. Izin Persetujuan dan Penandasahan Rencana
Impor Barang (RIB), Izin Usaha Penyediaan
DJEBTKE menyelenggarakan fungsi dalam Tenaga Listrik (IUPTL) untuk kepentingan umum,
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL),
pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan dan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Pengembang
supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan dapat mengajukan perizinan berusaha tersebut
pelaporan—di bidang pembinaan, pengendalian, melalui sistem OSS, selanjutnya menyampaikan
dan pengawasan kegiatan pengusahaan, dokumen persyaratan teknis melalui aplikasi
keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta Perizinan ESDM untuk dilakukan verifikasi oleh
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di DJK-KESDM. Sebagai catatan, verifikasi SLO akan
bidang panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dilakukan melalui aplikasi Sistem Registrasi SLO.
dan terbarukan, dan konservasi energi.
Kementerian Investasi (Badan
Direktorat Bioenergi memiliki tugas dalam Koordinasi Penanaman Modal,
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, BKPM), mengakomodasi
penyusunan norma, standar, prosedur, dan pelayanan perizinan terkait investasi pembangkit
kriteria, pemberian bimbingan teknis dan listrik berbasis energi terbarukan, termasuk
supervisi, evaluasi dan pelaporan, serta pengajuan fasilitas/insentif dan permohonan
pengendalian dan pengawasan—di bidang tenaga kerja asing. BKPM di tahun 2018 telah
penyiapan program, pelayanan dan pengawasan membuat suatu sistem pelayanan perizinan—
usaha, implementasi pengembangan, investasi Online Single Submission (OSS)—untuk
Sejalan dengan regulasi terbaru di atas, akan Fasilitas (insentif) dalam pengusahaan
diberlakukan sistem OSS Perizinan Berusaha PLTBio meliputi: Pembebasan Bea
Berbasis Risiko (OSS–PBBR). Konsep Perizinan Masuk, serta Tax Allowance atau Tax
Berusaha Berbasis Risiko ini disajikan pada Box 6, Holiday.
merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5
Tahun 2021. Konsep dari peraturan sebelumnya
dimutakhirkan dengan adanya pengklasifikasian
kegiatan usaha berbasis risiko. Adapun prosedur
Sistem OSS menggunakan satu portal nasional, dengan satu identitas perizinan berusaha (Nomor Induk
Berusaha, NIB), yang juga berlaku sebagai: Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Impor
(API), dan hak akses kepabeanan.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha wajib memenuhi Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
dan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha mencakup: Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR),
Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)—yang
sebelumnya disebut sebagai izin sarana prasarana (izin terkait lokasi, lingkungan, dan bangunan).
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: (i) perizinan berusaha risiko
rendah, melalui penerbitan NIB; (ii) perizinan berusaha risiko menengah rendah, melalui penerbitan NIB
dan Sertifikasi Standar; (iii) perizinan berusaha risiko menengah tinggi, melalui penerbitan NIB dan
Sertifikasi Standar dengan verifikasi; serta (iv) perizinan berusaha risiko tinggi, melalui penerbitan NIB
dan Izin dengan verifikasi. Dalam hal pengembangan pembangkit listrik, kegiatan usaha ini
diklasifikasikan sebagai risiko tinggi.
Langkah-langkah pengajuan permohonan perizinan berusaha dan pengajuan fasilitas melalui sistem
OSS: (i) Pengembang mengajukan permohonan perizinan berusaha ke sistem OSS; (ii) Sistem OSS akan
menerbitkan perizinan berusaha dengan status “tidak efektif”; (iii) Pengembang menyampaikan
dokumen persyaratan teknis melalui Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D) secara online
atau offline; (iv) K/L/D akan melakukan verifikasi; (v) Apabila dokumen telah diverifikasi, sistem OSS
akan menerbitkan perizinan berusaha dengan status “efektif”.
Dalam Negeri (TKDN) dalam pengembangan kapasitas pembangkit yang direncanakan juga
pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. mencakup pemisahan antara proyek yang akan
Persyaratan TKDN untuk PLTBm (teknologi boiler) dikembangkan oleh PT PLN (Persero) dan IPP,
Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pedoman pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.
8
PLTBm: Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa; PLTBg: Pembangkit Listrik Tenaga Biogas; PLTS: Pembangkit Listrik Tenaga
Surya; PLTB: Pembangkit Listrik Tenaga Bayu; PLTA/M/MH: Pembangkit Listrik Tenaga Air/Minihidro/Mikrohidro.
Didukung melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor sekitar 45 kg/jam. Selain PLTBm, pembangunan
3051 Tahun 2015 tentang Penetapan Pulau Sumba 557 unit PLTBg dengan total kapasitas 4.920 kW
sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan, program juga telah berhasil dilakukan yang memanfaatkan
Pulau Ikonis Sumba (Sumba Iconic Island, SII) kotoran hewan dan sampah lingkungan sebagai
bertujuan untuk mendemonstrasikan bahwa bahan baku (feedstock).10 Adapun potensi
kebutuhan energi di pulau-pulau kecil dan pengembangan PLTBm dan PLTBg di Pulau
komunitas yang terisolasi dapat terpenuhi melalui Sumba masing-masing mencapai 10 MW dan
9
pemanfaatan energi berkelanjutan. 8 juta m3 per tahun,11 dimana hal ini membuka
peluang yang menjanjikan untuk berinvestasi .
Melalui program ini, satu (1) unit PLTBm kapasitas Selain itu, keberadaan Pulau Ikonis Sumba juga
30 kW telah berhasil terpasang di Sumba Timur mempermudah pihak yang ingin berinvestasi
dengan menggunakan bahan baku sekam padi karena telah tersedianya pasar.
Program Renewable Energy Based Economic untuk memacu perekonomian wilayah di kawasan
Development (REBED) merupakan salah satu terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Salah satu
program penciptaan pasar baru untuk energi implementasi program ini adalah pengembangan
terbarukan. Program REBED memiliki konsep
penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT)
9
Hivos. Sumba: An Iconic Island to Demonstrate the Potential of Renewable Energy . 2012.
10
Sumba Iconic Island. www.sumbaiconicisland.org. Diakses pada 17 Mei 2021.
11
Sekretariat Sumba Iconic Island. Stakeholders Report 2013–2014. 2015.
Dengan terbitnya Perpres Nomor 35 Tahun 2018 komersial (COD). Keberhasilan ini dapat menjadi
tentang Percepatan Pembangunan Instalasi contoh untuk pengembangan PLTSa di 11 provinsi/
Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis kota lainnya. Peluang dan potensi pengembangan
Teknologi Ramah Lingkungan, pemerintah PLTSa di 12 provinsi/kota tersebut ditampilkan
menetapkan objektif dalam Percepatan pada Gambar 8 yang bisa menjadi referensi bagi
Pembangunan PLTSa di 12 provinsi/kota, yaitu DKI investor untuk berinvestasi. Peta tersebut
Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, menampilkan besarnya volume sampah, kapasitas,
Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, nilai investasi dan tipping fee, serta target COD
Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado. untuk tiap rencana PLTSa di 12 provinsi/kota. Dari
Program ini memiliki konsep untuk mengelola dan 12 wilayah, dua (2) wilayah telah melakukan
memanfaatkan sampah, khususnya yang Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL), yakni
terangkut ke TPA. Dengan demikian, volume Kota Surakarta dan Provinsi DKI Jakarta. Dua kota,
timbunan sampah dapat dikurangi sekaligus yaitu Palembang dan Tangerang, sudah ada
meningkatkan nilai tambah sampah melalui pengembang. Pengembangan PLTSa di Kota
pemanfaatan energi sampah menjadi energi listrik Bandung saat ini masih dalam proses lelang.
berbasis teknologi ramah lingkungan. Sementara, wilayah lainnya masih pada tahapan
persiapan lelang, Prastudi Kelayakan (pre-FS),
Program ini sudah berhasil mendirikan satu (1) unit atau penyusunan Outline Business Case
PLTSa di TPA Benowo, Surabaya, Jawa Timur (OBC)/Final Business Case (FBC).13
dengan kapasitas 9 MW yang beroperasi secara
Program Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk dan Kehutanan (LHK), kementerian/lembaga
bioenergi, atau secara singkat disebut Hutan terkait lainnya, serta pemerintah daerah.14
Tanaman Energi (HTE), dibentuk dalam rangka
mengembangkan hutan tanaman energi dan Program ini didukung oleh Peraturan Menteri LHK
memanfaatkan lahan marjinal dengan tujuan Nomor 62 Tahun 2019 tentang Pengembangan
khusus, yaitu menyediakan bahan baku PLTBm. Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Peraturan
Program ini dijalankan melalui kerja sama antara Menteri LHK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Hutan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) dengan Kementerian Lingkungan Hidup
12
DJEBTKE-KESDM. Artikel: “Ciptakan Pasar Baru Energi Terbarukan melalui Program REBID dan REBED.” 17 November 2020.
13
Kontan.co.id. Berita: “Surabaya jadi kota pertama yang operasikan pembangkit listrik tenaga sampah.” 9 Mei 2021.
14
KESDM. Rencana Strategis DJEBTKE 2020–2024. 2020.
15
PPID KLHK. Siaran Pers Nomor SP.017/HUMAS/PP/HMS.3/01/2021: “Dukungan Kementerian LHK untuk Energi Baru
Terbarukan”. 28 Januari 2021.
dikeluarkan oleh direksi PT PLN (Persero), diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
khususnya mengenai pembelian tenaga listrik dari 2008. Regulasi ini mengatur penyelenggaraan
UMUM
2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun Menetapkan rencana untuk meningkatkan pangsa energi
2014 tentang Kebijakan Energi Nasional baru dan terbarukan dalam bauran energi primer menjadi
(KEN) 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050.
3. Peratura Presiden Nomor 22 Tahun 2017 Mengatur rencana pengelolaan energi tingkat nasional
tentang Rencana Umum Energi Nasional dan rencana pelaksanaan kebijakan yang bersifat lintas
(RUEN) sektor untuk mencapai sasaran Kebijakan Energi Nasional
(KEN).
1. Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun • Mengatur pemanfaatan sumber energi terbarukan,
2017 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 termasuk bioenergi (energi biomassa, biogas, dan
Tahun 2018 dan Peraturan Menteri ESDM sampah kota).
Nomor 4 Tahun 2020 tentang • Mengatur pelaksanaan pembelian tenaga listrik dari
Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan pembangkit listrik tenaga energi terbarukan oleh PT
untuk Penyediaan Tenaga Listrik PLN (Persero).
• Mengatur penerimaan dan pengoperasian
pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber
energi terbarukan pada sistem ketenagalistrikan.
KETENAGALISTRIKAN
2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun Mengatur ketentuan terkait bisnis penyediaan tenaga
2012 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 23 listrik.
Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik
5. Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun Mengatur tentang mekanisme penetapan BPP
2017 tentang Mekanisme Penetapan Biaya Pembangkitan atau biaya tenaga listrik oleh PT PLN
Pokok Penyediaan Pembangkitan PT (Persero) di pembangkit tenaga listrik, tidak termasuk
Perusahaan Listrik Negara (Persero) biaya penyaluran tenaga listrik.
6. Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun • Mengatur ketentuan mengenai pokok-pokok dalam
2017 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor PJBL antara PT PLN selaku pembeli dengan Badan
49 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Usaha selaku penjual pada Sistem Tenaga Listrik.
ESDM Nomor 10 Tahun 2018 tentang • Mengatur jaminan pelaksanaan proyek kepada PT
Pokok-pokok dalam Perjanjian Jual Beli PLN (Persero) oleh Badan Usaha.
Tenaga Listrik
7. Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun Mengatur pendelegasian wewenang pemberian izin di
2014 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 bidang usaha ketenagalistrikan yang menjadi
Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM kewenangan Menteri ESDM kepada Kepala BKPM dengan
Nomor 30 Tahun 2018 tentang hak substitusi.
Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin
Usaha Ketenagalistrikan dalam Rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
kepada Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal
8. Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun Mengatur ketentuan terkait tata cara akreditasi
2018 tentang Tata Cara Akreditasi dan ketenagalistrikan untuk usaha jasa penunjang tenaga
Sertifikasi Ketenagalistrikan listrik seperti Lembaga Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga
Listrik, serta sertifikasi ketenagalistrikan.
9. Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun Mengatur tata cara akreditasi dan sertifikasi
2018 tentang Pelayanan Perizinan ketenagalistrikan, termasuk ketentuan untuk lembaga
Berusaha Terintegrasi secara Elektronik sertifikasi.
Bidang Ketenagalistrikan
10. Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun Mengatur ketentuan manajemen jaringan, aturan
2020 tentang Aturan Jaringan Sistem penyambungan, aturan operasi, aturan perencanaan dan
Tenaga Listrik pelaksanaan operasi, aturan transaksi tenaga listrik,
aturan pengukuran, hingga rangkuman jadwal operasi
dan manajemen jaringan.
11. Keputusan Menteri ESDM Nomor 55 Mengatur penentuan besarnya BPP Pembangkitan PT
K/20/MEM/2019 tentang Besaran Biaya PLN (Persero).
Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan PT
PLN (Persero)
PENGELOLAAN SAMPAH
3. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 Mengatur pengelolaan sampah, yakni pembangunan
tentang Percepatan Pembangunan Instalasi instalasi pengelolaan sampah menjadi energi listrik
Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis teknologi ramah lingkungan (PLTSa), yang
Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menjadi urusan pemerintah daerah untuk 12 kota besar di
Indonesia
CIPTA KERJA
2. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Mengatur perizinan berusaha berbasis risiko yang meliputi
tentang Penyelenggaraan Perizinan ketentuan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK),
Berusaha Berbasis Risiko perizinan melalui layanan sistem perizinan berusaha
terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission),
tata cara pengawasan, pendanaan, dll.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun Mengatur ketentuan terkait perencanaan tata ruang,
2021 tentang Penyelenggaraan Penataan pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang,
Ruang pengawasan penataan ruang, pembinaan penataan ruang,
dan kelembagaan penataan ruang.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun Mengatur kegiatan penyelenggaraan bidang energi dan
2021 tentang Bidang Energi dan Sumber sumber daya mineral yang mencakup usaha penyediaan
Daya Mineral tenaga listrik untuk kepentingan umum.
8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Mengatur bidang-bidang usaha yang terbuka dan
jo. Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun tertutup bagi kegiatan penanaman modal. Bidang usaha
2021 tentang Bidang Usaha Penanaman terbuka salah satunya adalah bidang usaha prioritas.
Modal
1. Peraturan Menteri LHK Nomor 22 Tahun Mengatur tata cara permohonan izin usaha dan izin
2018 tentang Norma, Standar, Prosedur, komersial/operasional terkait lingkungan hidup,
dan Kriteria Pelayanan Perizinan persyaratan permohonan dan pemenuhan komitmen izin,
Terintegrasi Secara Elektronik Lingkup serta pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan
Kementerian Lingkungan dan Kehutanan kewajiban.
2. Peraturan Menteri LHK Nomor 26 Tahun Mengatur ketentuan terkait penyusunan dan penilaian
2018 tentang Pedoman Penyusunan dan dokumen AMDAL serta penetapan keputusan kelayakan
Penilaian serta Pemeriksaan Dokumen atau ketidaklayakan lingkungan hidup, penyusunan dan
Lingkungan Hidup dalam Pelaksanaan pemeriksaan UKL-UPL serta penetapan persetujuan
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi rekomendasi UKL-UPL, dan sistem informasi dokumen
Secara Elektronik lingkungan hidup dan izin lingkungan.
1. Peraturan Menteri LHK Nomor 11 Tahun • Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada
2020 tentang Hutan Tanaman Rakyat Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) diutamakan
pada kawasan Hutan Produksi yang tidak produktif
dan belum dibebani izin atau hak pengelolaan.
• Mekanisme permohonan dan pemberian IUPHHK-
HTR.
• Ketentuan jenis tanaman dan pola penanaman,
termasuk untuk tanaman penghasil bioenergi.
2. Peraturan Menteri LHK Nomor 62 Tahun • Mengatur ketentuan terkait pengelolaan Hutan
2019 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mencakup tanaman
Tanaman Industri penghasil bioenergi.
• Mengatur persyaratan dan ketentuan penataan areal
dalam Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Kayu
dalam Hutan Tanaman Industri (IPHHK-HTI).
• Mengatur ketentuan jenis tanaman dan pola
penanaman.
• Mengatur ketentuan penyediaan bahan baku industri,
termasuk bioenergi.
FASILITAS FISKAL
1. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun Mengatur ketentuan terkait jenis fasilitas Pajak
2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Penghasilan yang dapat diperoleh oleh wajib pajak badan
untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang dalam negeri, kriteria dan persyaratan penerima fasilitas
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Pajak Penghasilan, serta daftar bidang-bidang usaha
Tertentu tertentu yang dapat memperoleh fasilitas Pajak
Penghasilan.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Mengatur ketentuan terkait subjek dan jenis fasilitas,
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan persyaratan dan tata cara penetapan nilai aktiva
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun berwujud, tata cara pengajuan permohonan pemberian
2019 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dan pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan, kewajiban
untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang pelaporan, tata cara penggantian aktiva, dan pencabutan
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah fasilitas pajak penghasilan.
Tertentu
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Mengatur kriteria dan prosedur pengajuan fasilitas,
Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas ketentuan fasilitas bagi wajib pajak yang mendapatkan
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan penugasan pemerintah, prosedur pemberian dan
pemanfaatan fasilitas pengurangan pajak penghasilan
badan, pemeriksaan lapangan dalam rangka
pemanfaatan fasilitas, pelaporan realisasi penanaman
modal dan realisasi produksi, serta periode pemberian
dan pencabutan pengurangan pajak penghasilan badan.
6. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Mengatur ketentuan terkait bidang usaha dan jenis
Modal Nomor 7 Tahun 2020 tentang produksi industri pionir yang dapat diberikan fasilitas
Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi pengurangan Pajak Penghasilan badan, ketentuan
Industri Pionir serta Tata Cara Pemberian pemenuhan kriteria dan permohonan pengurangan Pajak
Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Penghasilan badan secara luring, dan ketentuan
Badan keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak
Penghasilan badan.
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Menjelaskan kewajiban penggunaan produk dalam negeri
tentang Perindustrian sesuai besaran komponen dalam negeri yang ditunjukkan
dengan tingkat komponen dalam negeri.
2. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54 Mengatur besaran nilai TKDN barang dan jasa untuk
Tahun 2012 jo. Peraturan Menteri PLTBm, yang diklasifikasikan sebagai PLTU.
Perindustrian Nomor 05 Tahun 2017
tentang Pedoman Penggunaan Produk
Dalam Negeri untuk Pembangunan
Infrastruktur Ketenagalistrikan
1. Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor Mengatur ketentuan dalam pembelian tenaga listrik dari
0062 Tahun 2020 tentang Pembelian pembangkit energi baru dan terbarukan, yang mencakup
Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru mekanisme pembelian, harga pembelian tenaga listrik,
dan Terbarukan jaminan pengadaan, hingga alur proses bisnis mekanisme
pembelian.
Bab ini berisikan pedoman sehubungan dengan Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 50
proses dan prosedur untuk mengembangkan Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi
proyek pembangkit listrik berbasis bioenergi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik
(PLTBio), khususnya pembangkit listrik tenaga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
biomassa (PLTBm), pembangkit listrik tenaga Menteri ESDM Nomor 53 Tahun 2018 dan
biogas (PLTBg), dan pembangkit listrik tenaga Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020,
sampah (PLTSa). Sementara itu, pembangkit listrik pembelian tenaga listrik dari PLTBio oleh PT PLN
tenaga bahan bakar nabati (PLTBn) tidak dibahas (Persero) dapat diselenggarakan melalui dua
dalam pedoman ini. Kelompok sasaran pedoman mekanisme pelelangan, yaitu (i) pemilihan
ini adalah pengembang proyek, investor, lembaga langsung dan (ii) penunjukan langsung.
pembiayaan, pemerintah pusat dan daerah, serta Mekanisme pemilihan langsung diselenggarakan
aktor-aktor lain yang terlibat dalam untuk pengembangan proyek PLTBm dan PLTBg,
pengembangan proyek PLTBio. Pedoman ini sedangkan mekanisme penunjukan langsung
mencakup proses dan prosedur pengusahaan dilakukan untuk pengembangan proyek PLTSa.
pengembangan PLTBio dengan skema IPP
(Independent Power Producer). Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi-Kementerian ESDM (DJEBTKE-
Pedoman ini ditujukan secara khusus untuk KESDM) telah menyediakan matriks alur
pengembangan proyek PLTBio yang terkoneksi ke pengusahaan PLTBio sebagaimana ditampilkan
jaringan listrik PT PLN (Persero). Sementara itu, pada Gambar 10 (untuk PLTBm dan PLTBg) dan
kemungkinan proyek dengan skema bisnis atau Gambar 11 (untuk PLTSa). Matriks tersebut
skema penyaluran listrik yang lain tidak dibahas menggambarkan tahapan proses yang harus
dalam pedoman ini. Skema lain yang dimaksud ditempuh oleh pengembang/investor PLTBio,
adalah antara lain berdasarkan kelebihan daya mulai dari pelelangan proyek hingga
(excess power), captive power, dan pembangkit pengoperasian pembangkit (Commercial
listrik swasta terintegrasi (private power utility, Operation Date, COD), serta pemangku
PPU). kepentingan terkait di setiap tahapan proses.
Kemudahan berusaha dalam berbagai skala turut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021
didorong oleh Pemerintah Indonesia melalui tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
reformasi struktural, termasuk dengan reformasi Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
sistem perizinan. Sejak 9 Juli 2018, BKPM telah Pelaku usaha mengajukan permohonan KKPR dan
meluncurkan sistem pelayanan online berbasis- Persetujuan Lingkungan melalui sistem OSS,
web, yaitu Online Single Submission (OSS)— sedangkan permohonan PBG dan SLF melalui
merupakan sistem yang mengintegrasikan seluruh Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung
pelayanan perizinan berusaha yang menjadi (SIMBG).
kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga,
Gubernur, atau Bupati/Walikota—yang dilakukan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Tinggi),
secara elektronik. mencakup Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin.
Pengajuan permohonan NIB dan Izin dilakukan
Sebagai catatan, pemerintah telah mengeluarkan melalui sistem OSS. Verifikasi Izin kemudian
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 dilakukan oleh Kementerian/Lembaga/
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Pemerintah Daerah (K/L/D) sesuai dengan yang
Berusaha Berbasis Risiko, sebagai regulasi turunan dipersyaratkan.
dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja. Dalam hal pelaksanaan Pada pedoman ini, bagian Administrasi dan
regulasi tersebut, sistem OSS yang ada saat ini Perizinan utamanya disusun dengan merujuk pada
akan diperbarui menjadi sistem OSS Perizinan serangkaian regulasi di atas, namun juga masih
Berusaha Berbasis Risiko (OSS-PBBR)—yang akan mempertimbangkan regulasi turunan (Peraturan
diterapkan mulai 2 Agustus 2021. Melalui regulasi Menteri) eksisting (sebelum tahun 2021)—
tersebut, pengusahaan ketenagalistrikan sehubungan dengan pelayanan perizinan
dikategorikan sebagai jenis usaha risiko tinggi— berusaha yang terintegrasi dengan sistem OSS.
dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
Secara lebih spesifik, layanan perizinan berusaha
pelaku usaha terdiri atas Persyaratan Dasar
yang digunakan dalam hal pengusahaan
Perizinan Berusaha dan Perizinan Berusaha
ketenagalistrikan (khususnya PLTBio) mencakup:
Berbasis Risiko.
(i) Sistem OSS (Box 7 dan Box 8); (ii) SIMBG
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, mencakup: (Box 9); (iii) Pelayanan Terpadu Satu Pintu –
(i) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Kementerian LHK (PTSP-KLHK) (Box 10);
(KKPR), diatur melalui Peraturan Pemerintah (iv) Layanan Perizinan Kementerian ESDM
Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan (Box 11); (v) E-Procurement PT PLN (Persero)
Penataan Ruang; (ii) Persetujuan Lingkungan, (Box 12); (vi) Sistem Registrasi Sertifikat Laik
diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Operasi (SLO) (Box 13); dan (vii) Web Dinas
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Pintu (DPMPTSP) di masing-masing provinsi
serta (iii) Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) (Box 14).
dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), diatur melalui
Konsep perizinan melalui Online Single Submission (OSS) (www.oss.go.id) menggunakan satu portal
nasional, dengan satu identitas perizinan berusaha yang disebut Nomor Induk Berusaha (NIB), serta satu
format perizinan berusaha. Sebagai catatan, sistem OSS akan diperbarui menjadi OSS Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko (OSS-PBBR) pada bulan Agustus 2021. Secara lebih jelas, dalam gambar di
bawah ini disajikan alur perizinan berusaha di Indonesia melalui sistem OSS (atau OSS-PBBR), yang
terdiri dari enam langkah, yaitu: (i) registrasi user OSS; (ii) registrasi legalitas; (iii) proses NIB; (iv)
permohonan persyaratan dasar perizinan berusaha; (v) permohonan perizinan berusaha berbasis risiko
(untuk risiko tinggi berupa Izin); dan (vi) pengajuan fasilitas.
Registrasi user OSS, merupakan langkah awal dalam melakukan perizinan berusaha di Indonesia.
Registrasi dilakukan dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk Warga Negara
Indonesia (WNI) atau paspor untuk Warga Negara Asing (WNA). Langkah kedua adalah registrasi
legalitas pendirian badan hukum/usaha non-perseorangan, dapat berupa Akta Pendirian/Perubahan
dan Surat Keputusan Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia (HAM). Ketiga adalah proses pengajuan
Nomor Induk Berusaha (NIB), dengan melengkapi data legalitas untuk menerbitkan NIB.
Poin keempat adalah pengajuan permohonan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, mencakup
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Poin kelima adalah pengajuan permohonan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko (Tinggi)— dalam hal pengembangan PLTBio, antara lain Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Adapun poin terakhir adalah
pengajuan fasilitas, seperti Tax Holiday, Tax Allowance, Pembebasan Bea Masuk, dan fasilitas lainnya.
Dalam proses permohonan izin usaha melalui Online Single Submission (OSS), terdapat ketentuan bagi
badan usaha (pengembang) untuk melakukan verifikasi (pemenuhan komitmen usaha) di level
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Alur verifikasi/
pemenuhan komitmen izin usaha secara umum diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, badan usaha (pengembang) dalam melakukan pengajuan izin
usaha di OSS akan mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan—kemudian—izin usaha, namun
dengan status “belum efektif”. Dalam hal ini, badan usaha (pengembang) harus melakukan pemenuhan
komitmen izin usaha yang umumnya dilakukan melalui layanan perizinan K/L/D terkait. Apabila
komitmen (dokumen persyaratan teknis) yang diserahkan belum lengkap, maka pemenuhan komitmen
yang dilakukan oleh badan usaha (pengembang) akan ditolak. Pelaksanaan verifikasi berdasarkan
komitmen izin usaha akan dilakukan oleh K/L/D terkait. Jika hasil verifikasi persyaratan teknis
dinyatakan lengkap dan sesuai, maka Surat Pemenuhan Komitmen diterbitkan; jika tidak, maka badan
usaha (pengembang) harus memperbaiki komitmen izin usaha yang dipersyaratkan. Dengan terbitnya
Surat Pemenuhan Komitmen, izin usaha dengan status “efektif” akan diterbitkan melalui OSS.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, badan usaha (pengembang) dapat
mengajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) melalui layanan
Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di bawah Kementerian PUPR.
Melalui layanan SIMBG (www.simbg.pu.go.id), badan usaha (pengembang) dapat mengajukan dua
permohonan, yaitu: (i) Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)—saat akan mendirikan bangunan; dan (ii)
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) saat bangunan telah berdiri. Pengembang terlebih dahulu masuk ke web
SIMBG untuk melakukan pendaftaran akun, kemudian dapat mengajukan permohonan PBG dan SLF,
dengan melengkapi persyaratan administrasi dan teknis yang dipersyaratkan dalam SIMBG. Verifikasi
kelengkapan dokumen persyaratan dan pemeriksaan teknis akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah
(yaitu Dinas Perizinan dan Dinas Teknis). Setelah verifikasi dan pemeriksaan dokumen selesai dilakukan
dan dinyatakan lolos, persetujuan penerbitan serta penyerahan PBG dan SLF akan dilakukan oleh Dinas
Perizinan. Sebagai catatan, untuk penerbitan PBG, pengembang diharuskan membayar retribusi
daerah—hal ini tidak berlaku untuk penerbitan SLF.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, badan usaha (pengembang) dapat mengajukan Persetujuan
Lingkungan melalui sistem OSS dan kemudian melampirkan dokumen persyaratan melalui web PTSP-
KLHK (www.pelayananterpadu.menlhk.go.id) untuk diverifikasi—yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB),
dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), serta dokumen lainnya sesuai yang dipersyaratkan
dalam PTSP-KLHK.
Setelah mendapatkan Persetujuan Lingkungan dengan status “belum efektif” dari sistem OSS,
pengembang harus memenuhi komitmen yang dipersyaratkan oleh Kementerian LHK, melalui web
PTSP-KLHK. Pengembang terlebih dahulu masuk ke web PTSP-KLHK untuk melakukan pendaftaran
akun, kemudian memilih layanan perizinan (dalam hal ini adalah Persetujuan Lingkungan) dan
melampirkan dokumen persyaratan. Verifikasi dan validasi akan dilakukan oleh Unit Teknis Kementerian
LHK. Apabila dokumen persyaratan telah selesai divalidasi, Kementerian LHK akan menerbitkan Surat
Keputusan/Rekomendasi, juga mengirimkan notifikasi ke sistem OSS sehingga Persetujuan Lingkungan
akan berstatus “efektif”.
Pada beranda web tersebut, terdapat empat portal perizinan yang ditampilkan antara lain: MIGAS
(Minyak dan Gas Bumi); MINERBA (Mineral dan Batu Bara); EBTKE (Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi); GATRIK (Ketenagalistrikan). Sehubungan dengan investasi di bidang energi
terbarukan, dalam hal ini pengembangan PLTBio, hanya terdapat satu portal yang relevan bagi badan
usaha (pengembang), yaitu portal GATRIK untuk Layanan Perizinan Usaha dan Operasional
Ketenagalistrikan. Dalam layanan tersebut, pengembang dapat mengajukan permohonan Izin
Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang (RIB) dan melakukan pemenuhan komitmen
untuk Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).
Alur perizinan usaha dan operasional sektor ESDM—termasuk ketenagalistrikan—terdiri dari lima (5)
langkah sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0022 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan
Barang/Jasa PT PLN (Persero), PLN menyelenggarakan lima jenis pengadaan, meliputi: (i) pengadaan
barang; (ii) pengadaan pekerjaan konstruksi; (iii) pengadaan jasa konsultansi; (iv) pengadaan jasa
lainnya; (v) pengadaan khusus. Sehubungan dengan pengembangan pembangkit listrik energi
terbarukan, PT PLN (Persero) menyelenggarakan pengadaan khusus untuk pembelian tenaga listrik,
salah satunya dari Independent Power Producer (IPP)—atau disebut sebagai “Pengadaan IPP”. Dalam
konteks pengembangan PLTBio, pengadaan IPP dilaksanakan untuk memfasilitasi mekanisme pemilihan
langsung (lelang) pengembang PLTBm atau PLTBg.
Pada mekanisme pemilihan langsung—dalam hal ini pengadaan IPP PLTBm atau PLTBg—calon
pengembang harus sudah terdaftar dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) PLN. Dalam
pelaksanaannya, registrasi calon pengembang hingga terdaftar sebagai DPT serta pelaksanaan
pengadaan—lelang pemilihan langsung—difasilitasi melalui Aplikasi e-Procurement PLN. Aktivitas
pengadaan barang/jasa melalui e-Procurement PLN secara umum dapat diilustrasikan pada gambar di
bawah ini. Merujuk pada gambar, proses registrasi awal calon pengembang hingga terdaftar sebagai
DPT dapat direpresentasikan dengan aktivitas (01–02) “Persiapan Pengadaan Barang/Jasa”, sementara
proses lelang pemilihan langsung direpresentasikan dengan aktivitas (03–10) “Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa”.
Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Ketenagalistrikan, pengembang pembangkit listrik dapat
mengajukan permohonan Sertifikat Laik Operasi (SLO) melalui sistem OSS. Meskipun demikian, dalam
teknis pelaksanaannya pengembang juga harus melakukan pendaftaran SLO melalui Sistem Registrasi
SLO (www.slodjk.esdm.go.id) yang dikelola oleh Direktorat Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan,
DJK-KESDM.
Melalui Sistem Registrasi SLO, pengembang melakukan pendaftaran dengan memilih satu Lembaga
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik Akreditasi berdasarkan daftar yang tersedia (catatan: Sistem
Registrasi SLO menyediakan daftar LIT secara lengkap, meliputi nama lembaga, status penetapan,
telepon/email, alamat, dan ruang lingkup inspeksi). Dalam Sistem Registrasi SLO, pengembang juga
dapat menggunakan beberapa fitur lain seperti fitur cek status pendaftaran SLO dan verifikasi SLO.
Box 14: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Tingkat Provinsi
Setiap provinsi di Indonesia memiliki web DPMPTSP, yang ditujukan untuk memberikan kemudahan
layanan perizinan dan nonperizinan kepada masyarakat, serta menyajikan keterbukaan informasi
kepada pemohon mengenai pengaturan, prosedur, serta mekanisme pelayanan perizinan dan
nonperizinan yang diselenggarakan.
Menu utama yang tersedia di web DPMPTSP, yaitu daftar perizinan yang dapat dilayani di DPMPTSP
baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten, layanan permohonan perizinan secara online, dan
sistem tracking permohonan. Selain itu, web DPMPTSP juga terhubung dengan sistem OSS. Dalam hal
pengusahaan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, permohonan perizinan yang dapat diajukan
melalui web DPMPTSP antara lain Izin Gangguan (Hinder Ordonnantie) dan Surat Izin Pengambilan dan
Pemanfaatan Air (SIPPA).
Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).
Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).
Fase Pengembangan terdiri dari tujuh tahap, yaitu: pengembang PLTSa untuk mengikuti proses
(1) pelelangan proyek; (2) studi perencanaan; lelang proyek PLTSa.
(3) legalitas badan usaha; (4) pengajuan fasilitas;
(5) administrasi dan perizinan; (6) pendanaan; dan Secara umum, badan usaha yang mengikuti
(7) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL). pelelangan melalui mekanisme Pemilihan
Gantt Chart dan diagram alir untuk Fase Langsung ataupun Penunjukan Langsung akan
Pengembangan disajikan pada Gambar 14 dan mengikuti serangkaian proses evaluasi
Gambar 15 secara berurutan, dengan deskripsi administrasi, teknis, dan kemampuan keuangan.
singkat masing-masing tahap disajikan di bawah
Selanjutnya, dalam pedoman ini, badan usaha
ini. Adapun ulasan masing-masing tahap akan
yang telah ditunjuk sebagai pemenang pelelangan
dirinci dalam subbab ini.
proyek akan disebut sebagai calon pengembang.
Tahap 1 (Pelelangan Proyek). Untuk melakukan
Tahap 2 (Studi Perencanaan). Pada saat akan
pengembangan proyek PLTBio di Indonesia,
mengikuti lelang proyek PLTBio yang
badan usaha terlebih dahulu harus mengikuti
diselenggarakan oleh PT PLN (Persero), badan
tahap pelelangan proyek PLTBio yang
usaha diwajibkan menyusun dokumen studi
diselenggarakan oleh PT PLN (Persero).
perencanaan (Tahap 2a) yang mencakup Studi
Pelelangan proyek dapat diselenggarakan melalui
Kelayakan dan Studi Penyambungan Kedua
dua mekanisme, yaitu Pemilihan Langsung
dokumen tersebut merupakan persyaratan wajib
(Tahap 1a) untuk pengembangan proyek PLTBm
yang harus diserahkan sebagai lampiran dokumen
dan PLTBg; dan Penunjukan Langsung (Tahap 1b)
penawaran ke PT PLN (Persero).
untuk pengembangan proyek PLTSa.
Tahap 5a (Administrasi dan Perizinan – Fase Tahap 7 (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik,
Pengembangan). Calon pengembang wajib PJBL). PJBL dilakukan antara calon pengembang
memenuhi dokumen persyaratan administrasi dan dengan PT PLN (Persero) sebagai bukti pembelian
perizinan dalam Fase Pengembangan, yang tenaga listrik dari PLTBio. Calon pengembang
mencakup Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan harus melengkapi persyaratan dan memenuhi
Ruang (KKPR) dan Persetujuan Lingkungan. ketentuan yang ada di dokumen PJBL, yang
Apabila lokasi proyek pengembangan PLTBio kemudian akan diverifikasi dan dievaluasi oleh PT
berada di kawasan hutan, maka calon PLN (Persero). Setelah persyaratan dinyatakan
pengembang wajib memenuhi Persetujuan lengkap dan terpenuhi, akan dilakukan
Penggunaan Kawasan Hutan. penandatanganan PJBL antara calon pengembang
dengan PT PLN (Persero). Calon pengembang
Tahap 6 (Pendanaan). Pendanaan eksternal
yang telah melaksanakan penandatanganan PJBL
pengembangan PLTBio didapatkan dari pihak
selanjutnya disebut sebagai pengembang.
Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).
Catatan: *) Dalam pengembangan proyek PLTSa, Tahap Legalitas Badan Usaha (Tahap 3) dilakukan sebelum Tahap Pelelangan Proyek (Tahap 1b).
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Menteri ESDM No. 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan
Tenaga Listrik, pengusahaan PLTBio—PLTBm atau PLTBg, data dilaksanakan melalui mekanisme
penunjukan langsung dalam hal:
a. Sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik;
b. Pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power), termasuk pembelian tenaga listrik melalui
kerja sama pemegang wilayah usaha penyediaan tenaga listrik;
c. Penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah
beroperasi di lokasi yang sama; atau
d. Pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan
dalam hal terdapat satu (1) calon penyedia tenaga listrik.
Dalam hal pelaksanaan mekanisme penunjukan langsung, merujuk pada Peraturan Direksi PT PLN
(Persero) Nomor 0062 Tahun 2020 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan
Terbarukan, pembelian tenaga listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 dapat dilaksanakan setelah tersedia
KKP dan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan
oleh PT PLN (Persero) dalam hal sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat
penyediaan tenaga listrik, badan usaha harus memenuhi syarat:
• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai
dan melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga lisrik;
• Minimal memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang
masih berlaku yang terbit sebelum Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020
berlaku;
• Memiliki Feasibility Study atas proyek yang diusulkan pada saat pemenuhan
persyaratan yang diatur maupun tidak dalam DPT terkait.
b. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan
oleh PT PLN (Persero) dalam hal pembelian kelebihan tenaga listrik ( excess power), termasuk
pembelian tenaga listrik melalui kerja sama pemegang wilayah usaha penyediaan tenaga listrik
mengacu pada ketentuan pembelian tenaga listrik (excess power) yang berlaku di PLN.
Mengingat bahwa pedoman ini hanya akan membahas pengusahaan pembangkit listrik ET
dengan skema IPP, maka mekanisme excess power ini tidak akan dibahas dalam pedoman.
c. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan
oleh PT PLN (Persero) dalam hal penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit
teanga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama, badan usaha harus memenuhi syarat:
• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai
dan melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga listrik;
• Memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang masih
berlaku serta izin lainnya yang diperlukan;
• Pembangkit eksisting telah commercial operation date (COD) dan beroperasi;
• Berada di lokasi yang sama.
d. Pembelian listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan
oleh PT PLN (Persero) dalam hal pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listirk yang
menggunakan energi terbarukan dalam hal terdapat 1 (satu) calon penyedia tenaga listirk,
badan usaha harus memenuhi syarat:
• Memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memenuhi syarat untuk membiayai
dan melaksanakan pembangunan pembangkit tenaga listrik;
• Memiliki izin lokasi/izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin lingkungan yang masih
berlaku serta izin lainnya yang diperlukan;
• Memilki Feasibility Study atas proyek yang diusulkan pada saat pemenuhan
persyaratan yang diatur dalam DPT terkait.
Setelah badan usaha memenuhi kriteria-kriteria dari PT PLN (Persero) yang telah disebutkan di atas,
proses penunjukan langsung oleh PT PLN (Persero) dapat dimulai dari Subtahap 1b-1 penunjukan
langsung PLTSa yaitu dari kegiatan inisiasi proses pengadaan oleh PT PLN (Persero).
Peraturan Tentang
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan
Tahun 2020 Terbarukan
Matriks prosedur Tahap 1a dan 1b, sebagaimana Pejabat Pelaksana Pengadaan, merupakan key
ditampilkan pada Gambar 16 dan Gambar 17, actor pada tahap ini. Penjelasan Tahap 1a dan 1b
menyajikan rangkaian kegiatan di dalamnya, mencakup rangkaian kegiatan yang digambarkan
disertai dengan key actor dan kerangka waktu di dalam matriks, diuraikan secara rinci pada bagian
setiap kegiatan. Dapat dilihat pada matriks setelah matriks tersebut.
tersebut bahwa PT PLN (Persero), khususnya
Gambar 16: Matriks prosedur Tahap 1a (Pemilihan Langsung—Pengusahaan PLTBm dan PLTBg)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero)
Waktu
[1a-1] Pemasukan
Pemasukan dokumen penawaran [1a-1]
Penawaran (Lampiran: Studi Kelayakan Undangan pelelangan
dan Studi Penyambungan)
Apakah Studi
Evaluasi Dokumen Tidak
[1a-2] Badan usaha Kelayakan dan Studi
Penawaran
dinyatakan gugur Penyambungan
terverifikasi layak?
Ya
[1a-3]
Pengesahan hasil &
penetapan pemenang
Pemilihan langsung
Penetapan pemenang
Pemilihan Langsung
[1a-3] [1a-3]
Penandatanganan Surat Penerbitan Surat
Penunjukan Pemenang Penunjukan Pemenang
(Letter of Intent, LoI) (Letter of Intent, LoI)
Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) merupakan daftar penyedia barang/jasa yang dinyatakan lulus oleh
PT PLN (Persero) melalui mekanisme penilaian kualifikasi yang dimutakhirkan secara periodik
berdasarkan kinerja penyedia barang/jasa. DPT dimaksudkan untuk mempercepat proses pemilihan
penyedia barang/ jasa serta untuk mendapatkan penyedia barang/jasa yang berkualitas dan sesuai
kualifikasi. Dalam konteks pengembangan PLTBm dan PLTBg, badan usaha yang tidak masuk dalam
DPT tidak berhak untuk mengikuti pelelangan proyek.
Berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0022 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pengadaan Barang/Jasa PT PLN (Persero), penyusunan DPT dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu:
a. melalui shortlist penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang tediri dari BUMN yang
memiliki bisnis utama (core business) sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh
PLN;
b. melalui shortlist penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang terdiri dari penyedia
barang/jasa yang berdasarkan fakta telah terbukti mampu melaksanakan perjanjian/kontrak
pekerjaan sejenis dengan baik di unit kerja PLN maupun instansi di luar PLN; dan
c. melalui penilaian kualifikasi penyedia barang/jasa yang diumumkan secara terbuka kepada
penyedia barang/jasa yang memiliki klasifikasi dan kualifikasi sesuai dengan pekerjaan yang
akan dilaksanakan oleh PLN.
Badan usaha yang tidak termasuk dalam shortlist tetapi berminat untuk mendaftar sebagai calon
penyedia barang/jasa dalam DPT, dapat mengikuti proses penilaian kualifikasi DPT yang diumumkan
secara terbuka dan dilaksanakan oleh PT PLN (Persero). Pendaftaran proses DPT dilakukan secara
daring (online) melalui aplikasi e-Procurement PLN (www.eproc.pln.co.id). Sebagai langkah awal, badan
usaha harus memiliki dan mengaktifkan User ID e-Procurement PLN. Dalam proses kualifikasi DPT (Box
17), badan usaha harus memenuhi persyaratan kualifikasi, meliputi persyaratan administrasi, teknis, dan
keuangan.
Merujuk pada Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020 tentang Pembelian Tenaga
Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan, badan usaha yang ingin mendaftar sebagai DPT
harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimum sebagai berikut:
a. Perusahaan lokal maupun asing yang berbentuk satu badan hukum atau gabungan badan
hukum.
b. Mendapatkan dukungan dari kontraktor Engineering, Procurement, and Construction (EPC)
yang berpengalaman dalam membangun pembangkit tenaga listrik yang dipersyaratkan.
c. Memiliki kemampuan Project Development Cost Account (PDCA) sebesar 10% dari total biaya
proyek pembangkit energi baru dan terbarukan.
d. Memiliki kemampuan keuangan yang dipersyaratkan.
01 02 03
PENDAFTARAN &
PENGUMUMAN PEMASUKAN DOKUMEN
PENGUNDUHAN
KUALIFIKASI APLIKASI
DOKUMEN KUALIFIKASI
06 05 04
07 08
DAFTAR PENYEDIA
MASA SANGGAH
TERSELEKSI (DPT)
1) Nilai Jaminan Penawaran minimal sebesar 1% dari perkiraan nilai total biaya proyek
2) Masa berlaku Jaminan Penawaran sekurang-kurangnya 30 hari kalender setelah masa berlaku penawaran.
3) Untuk pengembang yang ditunjuk, Jaminan Penawaran akan dikembalikan setelah Jaminan Pelaksanaan
diserahkan dan PJBL telah ditandatangani, kecuali:
(i) Untuk badan usaha (calon pengembang) dinyatakan gugur/tidak lulus pada tahapan proses pengadaan
maka Jaminan Penawaran dikembalikan setelah hasil pelelangan pada tahapan dimaksud diumumkan.
(ii) Untuk badan usaha urutan kedua dan ketiga dapat dikembalikan setelah Perjanjian Jual Beli Tenaga
Listrik (PJBL) ditandatangani oleh pengembang yang ditunjuk (Tahap 7), atau setelah pengembang
yang ditunjuk telah menyatakan persetujuannya.
(ii) Format Jaminan Penawaran sesuai dengan format yang ditetapkan oleh PT PLN (Persero).
(iii) Pembayaran atas klaim atau tuntutan pencairan adalah mutlak dan tanpa syarat (unconditional)
meskipun ada tuntutan permintaan atau keberatan dari terjamin atau pihak manapun.
(iv) Masa berlaku Jaminan Penawaran tidak kurang dari jangka waktu yang ditetapkan dalam Dokumen
Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS).
(v) Besarnya nilai Jaminan Penawaran dicantumkan dalam angka dan huruf.
(vii) Dalam hal masa berlaku Jaminan Penawaran diperkirakan berakhir sebelum Pengumuman Pemenang,
maka paling lambat 7 hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku Jaminan Penawaran tersebut,
Pejabat Pelaksana Pengadaan PT PLN (Persero) dapat meminta badan usaha untuk memperpanjang
Jaminan Penawaran. Dalam hal badan usaha tidak bersedia memperpanjang Jaminan Penawaran, maka
badan usaha dianggap mengundurkan diri dan Jaminan Penawaran dikembalikan.
(viii) Dalam hal badan usaha yang telah diumumkan sebagai calon pemenang tidak bersedia memperpanjang
Jaminan Penawaran sampai dengan penandatanganan PJBL, maka badan usaha tersebut dianggap
mengundurkan diri dan Jaminan Penawaran dicairkan serta menjadi milik PT PLN (Persero).
(ix) Dalam hal badan usaha mengundurkan diri pada masa penawarannya masih berlaku atau sampai
dengan PJBL ditandatangani, maka Jaminan Penawaran dicairkan dan menjadi milik PT PLN (Persero).
5) Persyaratan klaim Jaminan Penawaran, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.
Pemerintah Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero)
Daerah Waktu
[1b-1]
[3] Penetapan
Pembentukan PBK badan usaha
pengembang PLTSa
Usulan
pembelian
tenaga listrik
[1b-1]
dari PLTSa
[2a] Surat Usulan
Penyusunan dok. Pembelian
Studi Kelayakan Tenaga Listrik
dan Studi ke Menteri ESDM [1b-1]
Penyambungan dan PT PLN (Persero) Inisiasi proses pengadaan
[1b-1]
Evaluasi Studi Kelayakan
dan Studi Penyambungan
Evaluasi
Studi Kelayakan
dan Studi
Penyambungan Apakah
Tidak Studi Kelayakan dan
Studi Penyambungan
layak?
Ya
[1b-1] [1b-1]
Pemasukan
Pemasukan Undangan pengambilan
Dokumen
dokumen dokumen Uji Tuntas dan
Penawaran
penawaran draf PJBL
[1b-2]
Evaluasi dokumen
penawaran
Evaluasi
Dokumen
Penawaran dan [1b-2] [1b-2]
negosiasi harga Negosiasi harga Negosiasi harga
[1b-2]
Evaluasi hasil Penunjukan
Langsung
1) Nilai Jaminan Penawaran minimal sebesar 1% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
negosiasi (Subtahap 1b-2) dimulai sampai dengan penandatanganan PJBL (Tahap 7), dengan
syarat dan ketentuan yang disepakati bersama untuk mencapai penandatanganan PJBL
2) Masa berlaku Jaminan Penawaran sekurang-kurangnya 30 hari kalender setelah masa berlaku
penawaran.
3) Untuk pengembang yang ditunjuk, Jaminan Penawaran akan dikembalikan setelah Jaminan
Pelaksanaan diserahkan dan PJBL telah ditandatangani, kecuali: untuk badan usaha (calon
pengembang) dinyatakan gugur/tidak lulus pada tahapan proses pengadaan maka Jaminan
Penawaran dikembalikan setelah hasil pelelangan pada tahapan dimaksud diumumkan.
5) Persyaratan klaim Jaminan Penawaran, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.
Dokumen penawaran yang diajukan akan PT PLN (Persero) akan mengevaluasi hasil
dievaluasi untuk selanjutnya ditindaklanjuti Penunjukan Langsung pengembang PLTSa—
dengan undangan ke pengembang PLTSa untuk melalui rapat internal untuk memutuskan apakah
negosiasi harga—berdasarkan hasil evaluasi. Hasil proses Penunjukan Langsung sudah berhasil atau
dari negosiasi harga antara PT PLN (Persero) gagal. Apabila dinyatakan gagal, PT PLN (Persero)
dengan pengembang PLTSa akan dituangkan akan melaksanakan proses Penunjukan Langsung
dalam berita acara yang disepakati. ulang sesuai keputusan internal PT PLN (Persero).
Apabila dinyatakan berhasil, maka PT PLN
(Persero) akan menetapkan pemenang
Penunjukan Langsung—yang diikuti dengan
penerbitan dan penandatangan Surat Penunjukan
Pemenang (Letter of Intent, LoI).
Gambaran Umum Tahap 2a dan 2b Secara berurutan, Studi Perencanaan dan Studi
Perencanaan Rinci dapat diuraikan sebagai
Untuk memperoleh informasi secara terperinci berikut:
terhadap aspek kelayakan teknis, ekonomi, dan
lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau 1. Tahap 2a (Studi Perencanaan). Studi ini
kegiatan pengembangan PLTBio, badan usaha mencakup Studi Kelayakan (Subtahap 2a-1)
harus melakukan Studi Kelayakan (Feasibility dan Studi Penyambungan (Subtahap 2a-2)
Study, FS). Selain Studi Kelayakan, badan usaha yang merupakan persyaratan dalam tahap
juga harus melakukan Studi Penyambungan (Grid pelelangan (Tahap 1).
Study, GS) untuk mengidentifikasi kelayakan
2. Tahap 2b (Studi Perencanaan Rinci). Apabila
penyambungan pembangkit, dampak sistem
dari hasil Studi Kelayakan disimpulkan bahwa
transmisi/distribusi, serta fasilitas penyambungan
proyek layak dari aspek teknis maupun
yang dibutuhkan.
ekonomi, maka badan usaha dapat
Apabila dari hasil Studi Kelayakan disimpulkan melakukan perencanaan secara rinci, seperti
bahwa proyek layak dari aspek teknis maupun studi Front-End Engineering Design (FEED).
ekonomi, badan usaha dapat membuat Studi
Rangkaian regulasi yang mengatur Studi
Perencanaan Rinci.
Perencanaan ditabulasikan pada Tabel 16. Adapun
beberapa tantangan yang umum dihadapi calon
pengembang dalam tahap ini ditabulasikan dalam
Tabel 17.
Peraturan Tentang
Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code)
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan
Tahun 2020 Terbarukan.
• Latar belakang
Pendahuluan • Tujuan dan Ruang Lingkup
• Profil pengusul proyek (badan usaha calon pengembang)
• Deskripsi lokasi
• Peta lokasi
• Deskripsi aksesibilitas lokasi, kondisi logistik, dan infrastruktur mobilisasi
peralatan
Evaluasi lokasi proyek • Ketersediaan lahan dan deskripsi status lahan proyek
• Penilaian calon lokasi (kondisi lahan, kondisi geologi dan risiko gempa, kondisi
iklim dan risiko banjir, kondisi sosial)
• Aspek pemilihan material dan desain konstruksi
• Penilaian aspek lingkungan awal
• Capital expenditures
• Operation expenditures
Aspek biaya investasi
• Asumsi-asumsi dan tarif dalam analisis finansial
dan analisis finansial
• Hasil analisis finansial
• Hasil analisis sensitivitas
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga
Listrik (Grid Code), calon pengembang harus mengajukan permintaan sambung kepada perencana
sistem PT PLN (Persero). Dokumen permintaan evaluasi sambung paling sedikit harus berisi hal berikut:
• Usulan titik sambung dan level tegangan;
• Usulan teknologi pembangkit;
• Usulan profil pembangkitan, termasuk rincian khusus energi maksimum dan minimum yang
dipasok pada titik sambung serta siklus pembangkitan untuk 24 jam, satu (1) bulan, dan satu (1)
tahun. Untuk unit pembangkit yang tergantung pada variasi musim, profil pembangkitan pada
setiap musim harus ditunjukkan. Profil pembangkitan harus jelas memuat periode pemeliharaan
dan penurunan pembangkitan yang diakibatkannya;
• Deskripsi dan jumlah unit pembangkit yang diusulkan, kemampuan kontrol unit pembangkit, nilai
energi yang dihasilkan pada kondisi operasi minimum dan maksimum yang optimal, dan ramp rate;
• Batas pembebanan minimum dan maksimum setiap unit pembangkit dan waktu yang diperlukan
dari asut gelap (black start) atau asut dingin (cold start) hingga mencapai pembebanan minimum;
• Estimasi penyesuaian yang diperlukan pada infrastruktur jaringan dan komponen pada titik
sambung;
• Estimasi jadwal pembangunan dan Commercial Operation Date (COD); dan
• Pernyataan bahwa calon pengembang pembangkit listrik memahami dan mematuhi semua syarat
pada Aturan Jaringan.
Kemudian, perencana sistem PT PLN (Persero) memberikan jawaban kepada calon pengembang
pembangkit listrik paling lambat 90 hari sejak menerima usulan permintaan evaluasi sambung. Jika
usulan disetujui, calon pengembang dapat melanjutkan hal lain yang berhubungan dengan proyek. Jika
usulan belum disetujui, hasil review harus menunjukkan bagian yang memerlukan penyesuaian oleh
calon pengembang agar dapat memenuhi semua syarat Aturan Jaringan. Calon pengembang harus
berkoordinasi dengan perencana sistem PT PLN (Persero), pengelola transmisi PT PLN (Persero), dan
pengelola operasi sistem PT PLN (Persero) untuk memenuhi penyesuaian yang dimaksud hingga
mendapat persetujuan.
Peraturan Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Investasi
Waktu
[3-1]
Pengurusan pengesahan
Akta Pendirian/
Akta Perubahan
Pendaftaran akun
sistem OSS
[3-1] [3-1]
Pendaftaran akun Pengiriman email
sistem OSS registrasi & verifikasi akun
[3-1]
[3-1]
Pengiriman email perihal
Pengaktivasian akun
Aktivasi akun konfirmasi registrasi akun
sistem OSS
[3-1]
Log in aplikasi OSS
[3-2] [3-2]
Pelengkapan data legalitas Validasi data
Kelengkapan data
legalitas Apakah
[3-2] Tidak dokumen yang
Perbaikan data & diberikan memenuhi
pengajuan kembali persyaratan?
Ya
Sumber: www.oss.go.id
Dalam hal pengembangan PLT Aneka ET di Permohonan yang telah diterima secara lengkap,
Indonesia, calon pengembang harus memilih salah akan disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri
satu fasilitas fiskal di atas—Tax Allowance atau Tax Keuangan—sebagai usulan pemberian fasilitas Tax
Holiday—sesuai dengan kriteria yang Allowance atau Tax Holiday—selanjutnya sistem
dipersyaratkan pada masing-masing fasilitas, OSS akan memberikan notifikasi kepada calon
sebagaimana disajikan pada Box 19. Setelah pengembang bahwa permohonan sedang dalam
melakukan penanaman modal di Indonesia, calon proses. Setelah usulan pemberian fasilitas Tax
pengembang dapat mengajukan fasilitas/insentif Allowance atau Tax Holiday disetujui oleh Menteri
tersebut. Keuangan, persetujuan pemberian fasilitas
diberikan oleh Kepala BKPM (saat ini: Menteri
Permohonan pengajuan fasilitas Tax Allowance Investasi) untuk dan atas nama Menteri Keuangan,
atau Tax Holiday harus dilakukan oleh calon dengan penerbitan persetujuan paling lama lima
pengembang sebelum Saat Mulai Berproduksi (5) hari kerja melalui sistem OSS.
Komersial (Commercial Operation Date, COD).
Sebagai catatan, pengajuan fasilitas tersebut Pada saat PLTBio mulai berproduksi komersial
dapat diajukan secara bersamaan dengan (yaitu saat pertama kali tenaga listrik dari proyek
pendaftaran untuk mendapatkan NIB (Tahap 3) PLTBio dijual), calon pengembang harus
atau paling lambat satu (1) tahun setelah mengajukan permohonan pemanfaatan Tax
penerbitan izin usaha untuk penanaman modal. Allowance atau Tax Holiday pada Fase Operasi
(Tahap 4c).
Tax Allowance
Tax Allowance akan diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri yang melakukan penanaman
modal (baik penanaman modal baru maupun perluasan usaha yang telah ada) di bidang usaha tertentu
dan/atau di daerah-daerah tertentu, yaitu pengusahaan pembangkitan tenaga listrik
(KBLI: 35101).
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, Wajib Pajak
badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Usaha Utama, baik Penanaman
Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, wajib memenuhi kriteria dalam rangka
pengajuan Tax Allowance sebagai berikut: memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor;
memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau memiliki kandungan lokal yang tinggi. Adapun
Bidang-Bidang Usaha Tertentu untuk bidang usaha Pembangkitan Tenaga Listrik mencakup pembangkit
listrik tenaga mikro dan pembangkit listrik tenaga mini dengan nilai investasi di bawah Rp100 miliar.
Bentuk fasilitas Tax Allowance yang diberikan terdiri dari:
• Pengurangan penghasilan netto sebesar 30% dari jumlah nilai penanaman modal berupa aktiva
tetap berwujud untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan selama 6 tahun (masing-masing
sebesar 5% per tahun).
• Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat aktiva tidak berwujud.
• Tarif PPh 10% atau lebih rendah berdasarkan tax treaty atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib
Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
• Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Tax Holiday
Tax Holiday diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru.
Fasilitas Tax Holiday dapat dimanfaatkan oleh pengembang energi terbarukan melalui sektor industri
pionir pembuatan komponen utama mesin pembangkit listrik.
Wajib Pajak Badan yang ingin mengajukan Tax Holiday harus memenuhi kriteria berikut: merupakan
industri pionir; mempunyai modal baru minimal Rp 100 Miliar; dan memenuhi ketentuan besaran
perbandingan antara utang dan modal.
Bentuk fasilitas Tax Holiday yang diberikan terdiri dari:
• Untuk penanaman modal paling sedikit Rp 500 Miliar: pengurangan tarif PPh Badan sebesar 100%,
yang berlaku selama 5 hingga 20 tahun, tergantung pada nilai modal baru yang ditanamkan.
Setelah jangka waktu tersebut berakhir, pengurangan tarif diberikan sebesar 50% yang berlaku 2
tahun.
• Untuk penanaman modal paling sedikit Rp 100 Miliar tetapi kurang dari Rp 500 Miliar: pengurangan
tarif PPh sebesar 50%, yang berlaku selama 5 tahun. Selanjutnya, diberikan pengurangan tarif PPh
sebesar 25% selama 2 tahun.
Tabel 20: Dokumen persyaratan pengajuan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday
1) Kelengkapan Data Perusahaan (NIB, NPWP, Data Izin Usaha, dan lainnya).
2) Dokumen Persyaratan:
• Salinan digital rencana aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal
Tax Allowance
• Salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang
saham
3) Preview permohonan
1) Kelengkapan Data Perusahaan (NIB, NPWP, Data Izin Usaha, dan lainnya).
2) Dokumen Persyaratan:
• Salinan digital rencana aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal
• Salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang
Tax Holiday
saham
• Surat penjelasan pemenuhan Debt to Equity Ration (DER)
• Proyek yang diajukan adalah Proyek Strategis Nasional (PSN)
3) Preview permohonan
Sumber: (i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020;
(ii) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2020.
Tabel 21: Regulasi yang mengatur Pengajuan Fasilitas Fiskal (Fase Pengembangan)
Peraturan Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
2019 Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang
Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
Keuangan Nomor 96 Tahun 2020 Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21 Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan
Tahun 2010 Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi Industri Pionir serta Tata
Modal Nomor 7 Tahun 2020 Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Gambar 19: Matriks prosedur Tahap 4a (Pengajuan Fasilitas – Fase Pengembangan: Permohonan Tax
Allowance atau Tax Holiday)
Badan Kerangka
Kegiatan Kementerian Keuangan Kementerian Investasi (OSS)
Usaha Waktu
Pemenuhan
kriteria untuk [4a] Pemberitahuan pemenuhan
pengajuan kriteria untuk memperoleh fasilitas
Tax Allowance (Tax Allowance atau Tax Holiday)
atau Tax
Holiday
[4a]
Pengajuan [4a] Verifikasi
Dokumen dokumen
Permohonan
Ya
Perolehan Tax [4a] Penerbitan
Allowance [4a] Persetujuan
persetujuan pemberian fasilitas
atau Tax pemberian fasilitas
(Tax Allowance atau Tax Holiday)
Holiday
Tabel 22: Regulasi yang mengatur Administrasi dan Perizinan (Fase Pengembangan)
Peraturan Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Listrik
Tabel 23: Deskripsi tantangan pada kegiatan Administrasi dan Perizinan Fase Pengembangan
Gambar 20: Matriks prosedur Tahap 5a-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pengembangan: Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang/KKPR)
Kementerian
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Investasi
ATR/BPN
Penginputan
rencana kerja dan [5a-1]
pendaftaran melalui [5a-1]
Penginputan rencana Khusus Proyek
OSS Pendaftaran
usaha Kebijakan Strategis
Nasional
[5a-1] [5a-1]
Evaluasi ketersediaan Evaluasi ketersediaan
RDTR RTR
Ya Tidak [5a-1]
Apakah RTR Pengecekan RTR dan
Evaluasi kesesuaian tersedia? Pertek
lokasi pemanfaatan
ruang dan penilaian Ya
dokumen usulan Apakah RDTR
kegiatan tersedia?
pemanfaatan ruang
Tidak
Tidak [5a-1] Apakah sesuai
Penilaian KKPR persyaratan?
Apakah lokasi
adalah
Tidak Ya
KEK/KI?
Ya
Kementerian Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian LHK
Investasi (OSS) Waktu
[4a-2] Penyusunan
Dokumen Amdal
Permohonan
Persetujuan [5a-2] Pengajuan [5a-2] Penerbitan
Lingkungan permohonan Persetujuan
Persetujuan Lingkungan
Lingkungan (belum efektif)
Ya
Kementerian Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian LHK
Investasi (OSS) Waktu
[5a-2] Pengisian
Formulir UKL-UPL
Permohonan
Persetujuan
Lingkungan [5a-2] Permohonan [5a-2] Penerbitan
Persetujuan Persetujuan Lingkungan
Lingkungan (belum efektif)
[5a-2] Pemenuhan
dokumen
persyaratan
[5a-2] Pengajuan
permohonan [5a-2] Pemeriksaan
Pemeriksaan
pemeriksaan Formulir UKL-UPL
Formulir
Formulir UKL-UPL
UKL-UPL
Apakah
[5a-2] Tidak formulir yang
[5a-2] Perbaikan
Arahan diberikan memenuhi
Formulir UKL-UPL
perbaikan persyaratan?
Ya
Penerbitan [5a-2] Persetujuan Pernyataan [5a-2] Penerbitan
Persetujuan Kesanggupan Pengelolaan Persetujuan
Lingkungan Lingkungan Hidup (PKPLH) Lingkungan (efektif)
Untuk mendapatkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, calon pengembang harus mengajukan
permohonan serta memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Menteri LHK kemudian akan
melakukan penilaian terhadap permohonan yang diajukan. Apabila permohonan telah memenuhi
persyaratan, maka Menteri LHK akan menerbitkan Persetujuan Pengunaan Kawasan Hutan. Jangka
waktu Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan yang diberikan adalah sama dengan jangka waktu
Perizinan Berusaha sesuai bidangnya. Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan akan dievaluasi oleh
Menteri LHK satu (1) kali dalam lima (5) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan adalah
sebagai berikut:
• Melaksanakan tata batas areal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan.
• Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan Hutan.
• Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS);
• Membayar PNBP Kompensasi, bagi pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan pada
provinsi yang kurang kecukupan luas kawasan hutannya.
• Menyelenggarakan perlindungan hutan.
• Melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang diberikan Persetujuan
Penggunaan Kawasan Hutan yang sudah tidak digunakan.
• Mengganti biaya investasi kepada pengelola/pemegang pengelolaan/perizinan berusaha
pemanfaatan hutan.
• Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri LHK.
Sebagai catatan, pengembangan PLTBio yang merupakan kegiatan program strategis nasional
dikecualikan dari kewajiban pembayaran PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan PNBP Kompensasi
serta penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS.
Dalam hal pelaksanaan tata batas areal, pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan wajib
melaksanakan tata batas areal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan paling lama dalam jangka waktu
satu (1) tahun setelah diterbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan tidak dapat
diperpanjang. Setelah pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan menyelesaikan pelaksanaan
tata batas areal penggunaan kawasan hutan, Menteri LHK akan menetapkan batas areal kerja
penggunaan kawasan hutan.
Larangan yang harus dipatuhi oleh pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan adalah:
• Memindahtangankan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan kepada pihak lain atau melakukan
perubahan nama pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan tanpa persetujuan Menteri
LHK.
• Menjaminkan atau mengagunkan areal penggunaan kawasan hutan kepada pihak lain.
• Menggunakan merkuri bagi kegiatan pertambangan.
• Melakukan kegiatan di dalam areal penggunaan kawasan hutan sebelum memperoleh penetapan
batas areal kerja penggunaan kawasan hutan, kecuali membuat kegiatan persiapan berupa
pembangunan direksi kit dan/atau pengukuran sarana dan prasarana.
Namun dalam hal Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan diberikan untuk kegiatan pembangunan
nasional yang bersifat vital, yaitu kegiatan ketenagalistrikan, pemegang Persetujuan Penggunaan
Kawasan Hutan dapat melakukan kegiatan di areal penggunaan kawasan hutan sebelum pelaksanaan
tata batas diselesaikan.
2. Surat Arahan Penyusunan Dokumen Diterbitkan oleh instansi berwenang (Direktorat Pencegahan
Lingkungan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan/PDLUK, Kementerian
LHK atau Dinas Lingkungan Hidup di daerah sesuai
kewenangannya).
3. Nomor Induk Berusaha (NIB) Diterbitkan melalui sistem Online Single Submission (OSS).
4. Surat Pernyataan Pengelolaan dan Ditandatangani oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) di atas meterai.
5. Surat Pernyataan bahwa kegiatan yang Ditandatangani oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
diajukan masih dalam tahap di atas meterai.
perencanaan
6. Formulir Kerangka Acuan Analisis Dokumen KA-Andal Final dan Berita Acara KA-Andal yang telah
Dampak Lingkungan Hidup (KA-Andal) ditandatangani.
dan Berita Acara KA-Andal
7. Bukti kesesuaian lokasi rencana usaha Peta kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan
dan/atau kegiatan dengan rencana tata rencana tata ruang.
ruang
8. Persetujuan awal terkait rencana usaha Izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan.
9. Persetujuan teknis Dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis
rencana kegiatan.
10. Keabsahan tanda bukti registrasi Surat Registrasi LPJP Amdal yang diterbitkan oleh Pusat
Lembaga Penyedia Jasa Penyusun Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan yang masih berlaku.
(LPJP) Amdal, apabila penyusunan
Amdal dan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup & Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-
RPL) dilakukan oleh LPJP Amdal
12. Dokumen Andal Kesesuaian sistematika dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL
dengan pedoman penyusunan dokumen Andal dan dokumen
RKL-RPL:
1) Pendahuluan:
• Latar belakang.
• Tujuan dan manfaat.
• Pelaksana studi.
• Deskripsi singkat rencana usaha dan/atau kegiatan.
• Ringkasan pelingkupan.
2) Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan beserta
alternatifnya.
3) Deskripsi rona lingkungan hidup rinci.
4) Hasil dan evaluasi pelibatan masyarakat.
5) Penetapan dampak penting hipotetik, batas wilayah studi,
dan batas waktu kajian.
6) Prakiraan dampak penting dan penentuan sifat penting
dampak.
7) Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan.
8) Daftar pustaka.
9) Lampiran.
Surat Permohonan Pemeriksaan UKL- Ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
1.
UPL
Surat Arahan Penyusunan Dokumen Diterbitkan oleh instansi berwenang (Direktorat Pencegahan
2. Lingkungan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan atau Dinas Lingkungan
Hidup sesuai kewenangannya).
Surat Pernyataan Pengelolaan dan Ditandatangani oleh penanggung jawab usaha dan/atau
4.
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) kegiatan di atas materai.
Surat Pernyataan bahwa kegiatan yang Ditandatangani oleh penanggung jawab usaha dan/atau
5. diajukan masih dalam tahap kegiatan di atas materai.
perencanaan
6. Bukti Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Berupa peta kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
Pemanfaatan Ruang atau Rekomendasi dengan rencana tata ruang.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang
7. Persetujuan awal terkait rencana usaha Izin prinsip yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan.
8. Persetujuan teknis Dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis
rencana kegiatan.
9. Formulir UKL-UPL Kesesuaian isi formulir UKL-UPL standar spesifik atau formulir
UKL-UPL standar dengan pedoman pengisian berikut:
1) Identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan:
• Nama penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
• Alamat kantor, kode pos, nomor telepon, faksimile, dan
surel (email).
2) Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan:
• Nama rencana usaha dan/atau kegiatan.
• Lokasi rencana usaha dan/atau kegaiatan dan
dilampirkan peta yang sesuai dengan kaidah kartografi
dan/atau ilustrasi lokasi dengan skala yang memadai.
• Skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan.
3) Dampak lingkungan yang ditimbulkan dan upaya
pengelolaan lingkungan hidup serta standar pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.
4) Surat Pernyataan.
5) Daftar Pustaka.
a) Lampiran.
Sumber: www.pelayananterpadu.menlhk.go.id
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Penyedia Dana
Waktu
Jika diperlukan
Evaluasi
persyaratan [6-2] Klarifikasi
pinjaman permasalahan
Apakah
permohonan dan Tidak [6-2]
persyaratan memenuhi Penolakan
standar dan layak? permohonan
Ya
Persetujuan
[6-2] Penandatanganan Perjanjian Pinjaman
Pendanaan
Peraturan Tentang
Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Energi Baru
Tahun 2020 dan Terbarukan
Tabel 29: Ketentuan harga pembelian tenaga listrik dari proyek percepatan pembangunan PLTSa di
12 provinsi/kota
Jaminan Pelaksanaan
1) Jaminan Pelaksanaan harus dicantumkan di dalam Perjanjian dengan dengan nilai sebagai berikut:
(i) minimal sejumlah 10% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak penandatanganan PJBL sampai
dengan Financing Date;
(ii) minimal sejumlah 5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak Financing Date sampai
commissioned date;
(iii) minimal sejumlah 2,5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak commissioned date sampai
dengan Commercial Operation Date (COD).
2) Pelaksanaan penyampaian Jaminan Pelaksanaan oleh pengembang sebagaimana dimaksud pada poin (1) di
atas, disampaikan sekaligus sebelum PJBL ditandatangani atau pada saat penandatanganan PJBL dengan
ketentuan sebagai berikut:
(i) Jaminan Pelaksanaan I minimal sebesar 5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai Financing Date dan dikembalikan dengan tercapainya Financing Date;
(ii) Jaminan Pelaksanaan II minimal sebesar 2.5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai commissioned date dan dikembalikan dengan tercapainya commissioned
date; dan
(iii) Jaminan Pelaksanaan III minimal sebesar 2.5% dari perkiraan nilai total biaya proyek berlaku sejak
penandatanganan PJBL sampai Commercial Operation Date (COD) dan dikembalikan dengan tercapainya
COD.
5) Persyaratan klaim Jaminan Pengadaan, sesuai dengan yang tercantum di dalam surat jaminan.
Gambar 24: Matriks prosedur Tahap 7 (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik)
DJEBTKE- Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero)
KESDM Waktu
[1a-3]/[1b-3]
Penandatanganan Surat
Penerbitan Penunjukan Pemenang
Surat (Letter of Intent, LoI)
Persetujuan
Harga Jual Beli [7] Penerbitan
[7] Persiapan Surat
Tenaga Listrik Surat Persetujuan
Permohonan Persetujuan Harga
Harga Jual Beli
Pembelian Tenaga Listrik
Tenaga Listrik
Pembahasan
Draf PJBL [7] Pembahasan Draf PJBL
Verifikasi
kelengkapan
persyaratan Tidak Apakah dokumen
sesuai dengan
persyaratan?
Ya
Penandata-
nganan PJBL [7] Pelaporan kemajuan
pelaksanaan pembangunan
PLTBio setiap 3 bulan
Sumber: (i) Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 jis. Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2017 dan Peraturan
Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2018;
(ii) Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062 Tahun 2020.
Peraturan Tentang
Persyaratan Dokumen
• Identitas pemohon.
• Pengesahan sebagai badan hukum Indonesia.
Persyaratan
• Profil pemohon.
Administratif
• NPWP.
• Kemampuan pendanaan.
Apakah
Verifikasi & dokumen yang Tidak [8]
evaluasi diberikan memenuhi Penolakan 5 hari
persyaratan persyaratan? permohonan
dokumen
Ya
[8] Penerbitan
Surat Pemenuhan
Komitmen
Sumber: (i) Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013 jo. Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2016;
(ii) DJK-KESDM. Jenis Usaha dan Tata Cara Perizinan Penyediaan Tenaga Listrik (PPT). 24 Maret 2021.
Tabel 34: Regulasi yang mengatur kegiatan Fasilitas Fiskal Pembebasan Bea Masuk
Peraturan Tentang
Peraturan Menteri Keuangan Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan
Nomor 21 Tahun 2010 Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
Peraturan Direktur Jenderal Tata Cara Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor
Ketenagalistrikan Nomor 263 Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri
Tahun 2015 Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum
Gambar 28: Matriks prosedur Tahap 4b (Pengajuan Fasilitas pada Fase Pembangunan: Rencana Impor
Barang/RIB dan Pembebasan Bea Masuk)
[4b-1]
Penyusunan Penyusunan
RIB RIB
[4b-1]
[4b-1]
Pemilihan &
Verifikasi
penunjukan
dokumen RIB
surveyor
Apakah
Verifikasi Tidak dokumen
RIB oleh memenuhi
persyaratan?
surveyor
Ya
[4b-1]
Tidak
Pelaporan
verifikasi
dokumen RIB
[4b-1]
[4b-1]
Permohonan
Permohonan Verifikasi oleh
penandasahan RIB
& evaluasi pihak ketiga &
& pemenuhan
penanda- evaluasi oleh
dokumen
sahan Tim DJK-KESDM
persyaratan
Rencana
Impor
Barang (RIB) Apakah
dokumen
memenuhi
persyaratan?
Ya
Persetujuan [4b-1]
& penanda- Persetujuan &
sahan RIB Penandasahan
RIB
[4b-2]
Permohonan [4b-2]
Permohonan Pembebasan Bea Verifikasi dokumen
pengajuan Masuk & permohonan
fasilitas pemenuhan
Pembebasan dokumen
Bea Masuk persyaratan Apakah
dokumen Tidak [4b-2] Surat
memenuhi Penolakan
persyaratan? Permohonan
Ya
[4b-2] Penerbitan
Penerbitan Keputusan Kepala
keputusan BKPM (atas nama
Pembebasan Menteri Keuangan)
Bea Masuk perihal Pembebasan
Bea Masuk
Tabel 35: Dokumen persyaratan pengajuan permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana
Impor Barang (RIB)
Dokumen Persyaratan
1) Dokumen permohonan secara tertulis dan bermeterai (format tercantum pada Lampiran I Peraturan DJK
Nomor 263 Tahun 2015 tentang Tata Cara Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor
Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik
untuk Kepentingan Umum)
2) Lampiran:
• Fotokopi Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL);
• Fotokopi Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL);
• Laporan hasil verifikasi dan daftar RIB yang telah diverifikasi oleh surveyor; dan
• Surat pernyataan tanggung jawab dari surveyor (format tercantum pada Lampiran II Peraturan DJK
Nomor 263 Tahun 2015).
Merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 263 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang Modal Dalam Rangka
Pembangunan atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum—
Surveyor bersifat independen, mempunyai lingkup kegiatan dan kemampuan melakukan verifikasi
Rencana Impor Barang (RIB) atau Rencana Impor Barang Perubahan (RIBP) di bidang Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), serta memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survei (SIUJS) yang diterbitkan oleh
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Surveyor dipilih dan ditunjuk oleh pengembang untuk melakukan verifikasi RIB. Adapun verifikasi
terhadap RIB meliputi:
1) Aspek Administrasi
• Kesesuaian nama badan usaha.
• Alamat.
• Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).
• Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
• Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).
2) Aspek Teknis
a) Kesesuaian daftar barang modal dalam RIB dengan kebutuhan pembangunan atau
pengembangan pembangkit (jenis, spesifikasi, dan jumlah barang) yang direncanakan.
b) Seleksi terhadap barang modal dalam RIB agar memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• Barang belum diproduksi dalam negeri.
• Barang sudah diproduksi dalam negeri namun, tidak memenuhi spesifikasi yang
dibutuhkan.
• Barang yang sudah diproduksi dalam negeri, namun tidak memenuhi kebutuhan industri.
• Barang tidak termasuk dalam daftar barang yang tidak boleh diimpor.
• Barang bukan suku cadang, barang habis pakai atau peralatan bengkel ( workshop tool).
c) Penelitian tehadap kontrak PJBL, meliputi:
• Ketentuan pencantuman klausul tidak termasuk bea masuk dalam kontrak.
• Ketentuan bahwa seluruh tenaga listrik yang dihasilkan akan dibeli oleh PT PLN
(Persero).
d) Barang modal yang dicantumkan dalam RIB hanya barang modal yang memenuhi persyaratan
untuk disetujui dan ditandasahkan dalam rangka mendapatkan fasilitas Pembebasan Bea
Masuk.
Sebagai catatan, dalam rangka Penandasahan RIB, DJK dapat meminta penjelasan atau klarifikasi
terhadap Laporan Hasil Verifikasi RIB yang disampaikan Surveyor.
• Peralatan atau mesin tidak dapat diproduksi Pengembang yang telah memperoleh fasilitas
dalam negeri; atau Pembebasan Bea Masuk wajib menyampaikan
tembusan laporan realisasi impor barang kepada
• Peralatan sudah diproduksi di dalam negeri,
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan KESDM cq
namun belum memenuhi spesifikasi yang
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan.
dibutuhkan; atau
• Peralatan sudah diproduksi dalam negeri, Perlu menjadi catatan bahwa realisasi impor
namun jumlahnya belum mencukupi barang atau pengadaan peralatan impor (Tahap 9)
kebutuhan industri. dilakukan paling lama dalam jangka waktu 24
bulan sejak berlakunya keputusan mengenai
Merujuk pada regulasi tersebut, Pembebasan Bea pemberian Pembebasan Bea Masuk atas impor
Masuk diberikan kepada badan usaha pemegang barang. Realisasi impor barang dapat
IUPTL. Untuk mendapatkan fasilitas Pembebasan diperpanjang paling lama 12 bulan sejak
Bea Masuk, pengembang harus mengajukan berakhirnya jangka waktu realisasi impor—dengan
permohonan kepada Kementerian Investasi mengajukan permohonan perpanjangan realisiasi,
(BKPM)— disertai dengan penyampaian dokumen yang diajukan paling lambat 14 hari sebelum
pengajuan dan lampiran sebagaimana diuraikan berakhirnya masa berlaku keputusan Pembebasan
pada Tabel 36. Bea Masuk.
Dokumen Persyaratan
1) Dokumen pengajuan (format tercantum pada Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun
2015 tentang Tata Cara Permohonan Persetujuan dan Penandasahan Rencana Impor Barang Modal Dalam
Rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri Pembangkitan Tenaga Listrik untuk Kepentingan
Umum).
2) Lampiran:
• Fotokopi Izin Prinsip Penanaman Modal;
• Rencana Impor Barang (RIB) kebutuhan proyek, yang memuat jumlah, jenis, dan spesifikasi teknis secara
rinci per kantor pabean tempat pemasukan yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh DJK-KESDM
(format tercantum pada Lampiran II PMK Nomor 66 Tahun 2015);
• Akta Pendirian badan usaha;
• Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
• Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL); dan
• Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dengan PT PLN (Persero)
Gambaran Umum Tahap 5b dan 5c konstruksi (Tahap 9). Pada tahap ini, terdapat
dua jenis perizinan yang harus diajukan, yaitu:
Secara spesifik pada Fase Pembangunan, prosedur
• Subtahap 5c–1, merupakan Sertifikat Laik
administrasi dan perizinan dikelompokkan menjadi
Fungsi (SLF), yaitu sertifikat untuk
dua (2) tahapan utama, yakni:
bangunan gedung terbangun, sesuai
dengan dokumen PBG dan persyaratan
1. Tahap 5b, merupakan administrasi dan
kelaikan teknis berdasarkan fungsinya.
perizinan yang wajib dipenuhi oleh
pengembang sebelum melakukan kegiatan • Subtahap 5c–2, merupakan Sertifikat Laik
konstruksi (Tahap 9). Pada tahap ini, terdapat Operasi (SLO), yaitu bukti pengakuan
dua jenis perizinan yang harus diajukan, yaitu: formal suatu instalasi tenaga listrik telah
berfungsi sebagaimana kesesuaian
• Subtahap 5b-1, merupakan Persetujuan
persyaratan yang ditentukan dan
Bangunan Gedung (PBG).
dinyatakan siap dioperasikan. SLO juga
• Subtahap 5b-2, merupakan perizinan merupakan salah satu persyaratan dari
berusaha lainnya, mencakup Izin penetapan Commercial Operation Date
Gangguan (Hinder Ordonnantie, HO) dan (COD).
Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan
Air (SIPPA) Serangkaian regulasi yang mengatur seluruh
perizinan di atas, ditabulasikan pada Tabel 37.
2. Tahap 5c, merupakan administrasi dan
perizinan yang wajib dipenuhi oleh
Matriks prosedur Subahap 5b-1 dan 5b-2,
pengembang setelah melakukan kegiatan
sebagaimana ditampilkan pada Gambar 29 dan
Tabel 37: Regulasi yang mengatur Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi
(SLF), dan Sertifikat Laik Operasi (SLO)
Peraturan Tentang
Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Bidang Ketenagalistrikan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018 Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan
Gambar 29: Matriks prosedur Tahap 5b-1 (Administrasi dan Perizinan pada Fase Pembangunan:
Persetujuan Bangunan Gedung/PBG)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pemerintah Daerah
Waktu
Permohonan [5b-1] Pengajuan
Persetujuan Permohonan PBG
Bangunan pada SIMBG
Gedung (PBG)
[5b-1] Pemeriksaan
Dokumen Rencana Teknis
(oleh TPA/TPT)
[5b-1] Penyusunan
Berita Acara
Pemeriksaan
28 hari
Dokumen
[5b-1] kerja
Rencana Teknis Tidak Apakah
Rekomendasi Dokumen Rencana Teknis
Pendaftaran Ulang memenuhi standar teknis?
PBG
Ya
[5b-1] Rekomendasi
Pemenuhan Standar Teknis
Penerbitan Surat
Pernyataan [5b-1] Surat Pernyataan
Pemenuhan Pemenuhan Standar Teknis
Standar Teknis (oleh Dinas Teknis)
Bukti Pembayaran
Penerbitan PBG [5b-1] Penerbitan PBG
(oleh DPMPTSP)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pemerintah Daerah (DPMPTSP)
Waktu
Permohonan Perizinan:
• Izin Gangguan (HO)
• Surat Izin
[5a-4] Permohonan
Pengambilan dan
perizinan
Pemanfaatan Air
(SIPPA)
Ya
Rencana Utilitas • Perhitungan kebutuhan air bersih, listrik, penampungan dan pengolahan air
Rencana
limbah, pengelolaan sampah, beban kelola air hujan, serta kelengkapan
Teknis
prasarana dan sarana pada Bangunan Gedung
• Perhitungan tingkat kebisingan dan getaran
• Gambar sistem proteksi kebakaran sesuai dengan tingkat risiko kebakaran
• Gambar sistem penghawaan atau ventilasi alami dan/atau buatan
• Gambar sistem transportasi vertikal
• Gambar sistem trasnportasi horizontal
• Gambar sistem informasi dan komunikasi internal dan eksternal
• Gambar sistem proteksi petir
• Gambar jaringan listrik, yang terdiri dari gambar sumber, jaringan, dan
pencahayaan
• Gambar sistem sanitasi, yang terdiri dari sistem air bersih, air limbah, dan air
hujan.
Spesifikasi Teknis Jenis, tipe, dan karakteristik material atau bahan yang digunakan secara lebih
Bangunan Gedung detail dan menyeluruh untuk komponen arsitektural, struktural, mekanikal,
elektrikal, dan perpipaan (plumbing).
Sumber: www.simbg.pu.go.id
Tabel 39: Dokumen persyaratan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA)
Dokumen Persyaratan
1) Surat permohonan bermaterai Rp10.000,00.
2) Surat Kuasa/Surat Tugas.
3) Salinan KTP pemohon.
4) Salinan NPWP perusahaan.
5) Nomor Induk Berusaha (NIB).
6) Salinan Akta Notaris badan hukum perusahaan.
7) Surat pernyataan keabsahan, kesanggupan memenuhi dan mematuhi semua persyaratan yang ditentukan.
8) Gambar lokasi/peta situasi (disertai titik koordinat pengambilan dan atau konstruksi).
9) Gambar desain bangunan (pengambilan, pembuangan air maupun prasarana lainnya).
10) Spesifikasi teknis bangunan pengambilan air.
11) Proposal teknik/penjelasan penggunaan air.
12) Manual operasi dan pemeliharaan.
13) Bukti kepemilikan atau pengusahaan (Sertifikat Tanah).
14) Izin lingkungan dan persetujuan Amdal/UKL-UPL/Surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup dari instansi yang berwenang
15) Hasil konsultasi publik atas pengusahaan Sumber Daya Air
Sumber: DPMPTSP Provinsi Riau
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Pengkaji Teknis Pemerintah Daerah
Waktu
[5c-1] Penetapan
Penetapan penyedia jasa
Penyedia Jasa Pengkaji Teknis
Pengkaji Teknis yang dihubungi
[5c-1] Pemeriksaan
[5c-1] Pemenuhan
kelengkapan & kesesuaian
kelengkapan
dokumen dengan bangunan
dokumen
gedung terbangun
[5c-1] Verifikasi
kesesuaian
Pengajuan [5c-1]
permohonan SLF Pendaftaran
permohonan SLF
[5c-1] Tidak
Apakah
Surat
dokumen
pembe-
sesuai?
ritahuan
Ya
Penerbitan Surat
[5c-1] Penerbitan Surat
Pernyataan
Pernyataan Pemenuhan
Pemenuhan
Standar Teknis
Standar Teknis
Proses
Apakah
pelaksanaan Tidak
dokumen sudah
pengujian
lengkap &
secara online
sesuai?
Ya
[5c-2]
Registrasi SLO
[5c-2]
Pemeriksaan &
Proses pengujian ke lokasi
pelaksanaan
pengujian di
lokasi [5c-2] Pembuatan
laporan
[5c-2] Verifikasi
& Validasi
keabsahan SLO
Verifikasi
keabsahan
SLO Apakah
Tidak
dokumen sudah
memenuhi
persyaratan?
Ya
[5c-2] [5c-2]
Penerbitan
Persetujuan Penerbitan SLO
SLO
pemberian SLO (efektif)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, akan dilakukan proses pemeriksaan
kelengkapan dokumen dan kondisi bangunan gedung untuk memperoleh Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Pemeriksaan kesesuaian dokumen dengan bangunan gedung tersebut dilakukan terhadap:
• Identitas pemilik.
• Kondisi bangunan gedung.
• Kesesuaian dengan Keterangan Rencana Kota (KRK).
• Dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau rencana teknis atau gambar terbangun
(as-built drawing) diperiksa kesesuaiannya dengan bangunan gedung terbangun.
• Informasi pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung.
Pemeriksaan kondisi bangunan gedung mencakup penyusunan daftar simak pemeriksaan kondisi
bangunan gedung dan pemeriksaan kondisi bangunan gedung terhadap daftar simak. Sebagai catatan,
terkait gambar bangunan gedung, paling sedikit memuat aspek keselamatan yang meliputi dimensi
balok dan kolom bangunan gedung beserta peletakannya, jalur evakuasi ( mean of egress), sistem
proteksi kebakaran, sistem proteksi petir, dan sistem instalasi listrik.
Subtahap 5c-2: Sertifikat Laik Operasi Apabila dokumen telah lengkap dan sesuai, DJK-
KESDM akan menerbitkan Registrasi SLO. Selain
(SLO)
itu, LIT juga akan melakukan pemeriksaan dan
Sertifikat Laik Operasi (SLO) merupakan salah satu pengujian ke lokasi serta penyusunan laporan.
persyaratan dalam penetapan Commercial Merujuk pada Registrasi SLO dan laporan dari LIT,
Operation Date (COD). Untuk mendapatkan SLO, DJK-KESDM akan melakukan verifikasi dan
pengembang harus mengajukan permohonan validasi keabsahan SLO. Selanjutnya, setelah
yang dilakukan pada saat pelaksanaan koneksi semua dokumen memenuhi persyaratan, SLO
jaringan listrik dan commissioning (Tahap 10). dengan status “efektif” akan diterbitkan melalui
Sebagai langkah awal, pengembang harus sistem OSS.
mengajukan permohonan SLO melalui sistem OSS
Merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 38
(www.oss.go.id) untuk penerbitan SLO dengan
Tahun 2018 tentang Tata Cara Akreditasi dan
status “belum efektif”. Selain itu, pengembang
Sertifikasi Ketenagalistrikan, proses penerbitan
juga harus menghubungi salah satu Lembaga
SLO efektif oleh DJK-KESDM memerlukan waktu
Inspeksi Teknik (LIT) Tenaga Listrik yang berlisensi
paling lama empat (4) hari kerja. SLO yang
atau terakreditasi, dan melampirkan dokumen
diterbitkan berlaku untuk jangka waktu lima (5)
persyaratan kepada LIT, sebagaimana
tahun dan dapat diperpanjang. Perlu diketahui
ditabulasikan pada Tabel 40. Sebagai catatan,
bahwa SLO tidak berlaku apabila terdapat
daftar LIT dapat dilihat pada aplikasi Sistem
perubahan kapasitas, instalasi, rekondisi, ataupun
Registrasi SLO (www.slodjk.esdm.go.id).
relokasi.
LIT kemudian akan melakukan pemeriksaan dan
pengujian dokumen persyaratan secara online.
Dokumen Persyaratan
1) IUPTL, Izin Operasi, atau identitas pemilik instalasi pemanfaatan tenaga listrik.
2) Lokasi instalasi.
3) Jenis dan kapasitas instalasi.
4) Gambar instalasi dan tata letak yang dikeluarkan oleh badan usaha jasa konsultasi perencana tenaga listrik
yang memilki Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL).
5) Diagram satu garis yang dikeluarkan oleh badan usaha jasa konsultasi perencana tenaga listrik yang memiliki
IUJPTL.
6) Spesifikasi peralatan utama instalasi.
7) Spesifikasi teknik dan standar yang digunakan.
Box 23: Besaran Nilai TKDN Barang dan Jasa untuk PLTBm
Merujuk pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan
Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, PLTBm diklasifikasikan
sebagai PLTU dengan besaran nilai TKDN barang dan jasa sebagai berikut:
1) Kapasitas terpasang sampai dengan 15 MW per unit, yaitu:
• TKDN barang minimum sebesar 67,95%
• TKDN jasa minimum sebesar 96,31%
• TKDN gabungan barang dan jasa minimum sebesar 70,79%
2) Kapasitas terpasang lebih dari 15 MW sampai dengan 25 MW per unit, yaitu:
• TKDN barang minimum sebesar 45,36%
• TKDN jasa minimum sebesar 91,99%
• TKDN gabungan barang dan jasa minimum sebesar 49,09%
3) Kapasitas terpasang lebih dari 25 MW sampai dengan 100 MW per unit, yaitu:
• TKDN barang minimum sebesar 40,85%
• TKDN jasa minimum sebesar 88,07%
• TKDN gabungan barang dan jasa minimum sebesar 44,14%
Komponen utama barang mencakup steam turbine, boiler, generator, electrical, instrument and control,
balance of plant dan/atau civil and steel structure. Komponen jasa mencakup Jasa Konsultan (Feasibility
Study), Jasa Konstruksi Terintegrasi (Engineering, Procurement, and Construction), Jasa Pemeriksaan,
Pengujian, Sertifikasi, dan/atau Jasa Pendukung.
Tabel 41: Regulasi yang mengatur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
Peraturan Tentang
Tabel 42: Deskripsi tantangan pada Tahap 9 (Engineering, Procurement, and Construction/EPC)
Kemampuan Kontraktor EPC lokal mungkin tidak memiliki Pengembang proyek memberikan
kontraktor EPC cukup pengalaman, keahlian, atau kemampuan kontrak EPC kepada sebuah
yang tidak untuk melakukan pembangunan pembangkit perusahaan engineering yang dapat
memadai listrik. Hal ini mungkin disebabkan oleh jadwal diandalkan dengan sejarah kinerja
pembangunan yang tidak realistis, atau yang terbukti dalam skala proyek dan
ketidaksesuaian antara pembangunan dan teknologi yang serupa.
gambar teknik. Akibatnya, harus dilakukan banyak Selama pembangunan, pengembang
koreksi yang dapat mengakibatkan pelaksanaan proyek harus memantau kualitas
proyek tidak sesuai jadwal. Hal ini juga mungkin pekerjaan dengan seksama. Beberapa
berpengaruh buruk terhadap kinerja pembangkit pihak ketiga dapat dikontrak untuk
listrik. melakukan kontrol kualitas di lokasi.
Tabel 43: Regulasi yang mengatur kegiatan Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning
Peraturan Tentang
Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2018 Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code)
Gambar 33: Matriks prosedur Tahap 10 (Penyambungan Jaringan Listrik dan Commissioning)
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha PT PLN (Persero) DJK – KESDM
Waktu
[10-1] Pengajuan
permohonan
Pengajuan
permohonan
penyambungan
jaringan listrik [10-1] Pemenuhan
persyaratan
(Konfirmasi Tertulis)
Ya
Permohonan Persyaratan
Berdasarkan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0062.P/DIR/2020 tentang Pembelian Tenaga
Listrik dari Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan, Commissioning dan Commercial Operation Date
(COD) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
• Ketetuan commissioning dan COD pembangkit listrik mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai akreditasi dan sertifikasi ketenagalistrikan (Peraturan Menteri
ESDM Nomor 38 Tahun 2018 tentang Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan).
• Pengoperasian pembangkit tenaga listrik harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai aturan jaringan sistem tenaga listrik ( grid code) pada sistem setempat atau
dalam hal belum memiliki jaringan maka aturan jaringan ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan. Dalam hal belum terdapat aturan jaringan yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan maka pengoperasian pembangkit tenaga listrik dapat mengikuti aturan
jaringan listrik yang telah ada. Sebagai catatan, Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (grid code)
termutakhir diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2020 tentang Aturan Jaringan
Sistem Tenaga Listrik (Grid Code).
Fase Operasi dalam siklus pengembangan— kegiatan pemeliharaan rutin sesuai Standard
pengusahaan PLTBio dari dua tahap, yaitu: (11) Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan.
operasi dan pemeliharaan; dan (4) pengajuan
fasilitas. Gantt Chart dan diagram alir untuk Fase Tahap 4c (Pengajuan Fasilitas – Fase Operasi).
Operasi disajikan pada Gambar 34 dan Gambar 35 Pengajuan fasilitas dalam Fase Operasi merupakan
secara berurutan, dengan uraian singkat masing- pengajuan pemanfaatan fasilitas (insentif) berupa
masing tahap dideskripsikan di bawah ini. Adapun Tax Allowance atau Tax Holiday. Setelah PLTBio
ulasan masing-masing tahap akan dirinci dalam beroperasi atau jual beli listrik telah dilakukan,
subbab ini. pengembang dapat mengajukan pemanfaatan
fasilitas tersebut melalui sistem OSS. Pengembang
Tahap 11 (Operasi dan Pemeliharaan). Pada tahap akan memperoleh fasilitas tersebut dengan
ini, pengembang dapat melakukan penjualan listrik pemenuhan persyaratan dan pemeriksaan
dari PLTBio ke PT PLN (Persero). Pengembang lapangan oleh Direktur Jenderal Pajak serta
harus memantau operasi PLTBio serta melakukan penetapan oleh Menteri Keuangan—berdasarkan
hasil pemeriksaan lapangan.
Tabel 45: Konten yang disarankan untuk Prosedur Operasi Standar (SOP)
Peraturan Tentang
Tabel 47: Persyaratan permohonan pemanfaatan fasilitas Tax Allowance dan Tax Holiday
Persyaratan
Box 25: Pelaporan Realisasi Penanaman Modal dan Realisasi Produksi terkait Pemberian
Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, laporan yang disampaikan oleh pengembang setiap satu (1)
tahun kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal—setelah dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan PPh Badan, meliputi:
• Laporan realisasi penanaman modal sejak diterima Keputusan Menteri Keuangan mengenai
pemberian pengurangan PPh Badan sampai dengan saat mulai berproduksi komersial.
• Laporan realisasi produksi sejak tahun pajak saat mulai berproduksi komersial sampai dengan
jangka waktu pemanfaatan pengurangan PPh Badan berakhir.
Laporan tersebut disampaikan paling lambat 30 hari setelah berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan.
Kerangka
Kegiatan Badan Usaha Kementerian Keuangan Kementerian Investasi (OSS)
Waktu
[4c] Pengajuan
permohonan
Pengajuan pemanfaatan
permohonan
pemanfaatan
fasilitas [4c] Penyampaian permohonan
[4c] Pemenuhan
pemanfaatan fasilitas kepada
persyaratan
Direktur Jenderal Pajak
[4c] Pemeriksaan
Lapangan
Pemeriksaan
lapangan Apakah
[4c] Tidak cakupan yang
Penolakan diuji memenuhi
permohonan persyaratan?
Ya
[4c]
Penerbitan Pelaporan
[4c] Surat Keputusan
keputusan realisasi
Pemanfaatan Fasilitas oleh
pemanfaatan penanaman
Menteri Keuangan
fasilitas modal & realisasi
produksi
Secara umum, pembiayaan proyek ET berasal dari akhir jangka waktu yang disepakati, ditambah
tiga sumber utama yaitu: bunga selama periode peminjaman.
c. Hibah, merupakan sejumlah uang yang
a. Ekuitas, merupakan modal yang diperoleh dari diberikan oleh pihak ketiga untuk suatu
pemegang saham. Ekuitas mewakili nilai yang proyek yang biasanya diberikan untuk proyek
akan dikembalikan kepada pemegang saham yang secara komersial tidak menguntungkan
perusahaan jika semua aset dilikuidasi dan dan tidak perlu dibayar kembali.
semua utang perusahaan dilunasi.
b. Pinjaman atau utang, merupakan sejumlah Beberapa fasilitas pembiayaan proyek ET yang
uang yang disediakan oleh pihak ketiga untuk tersedia saat ini dirangkum Tabel 48.
proyek yang harus dilunasi selama atau di
16
Economic and Social Commission for Western Asia (UN ESCWA). Guidebook for Project Developers for Preparing Renewable
Energy Investments Business Plans . 2017.
17
https://www.investopedia.com/
Jenis Fasilitas
Deskripsi
Pembiayaan
Senior debt adalah utang yang harus dilunasi sebelum utang atau ekuitas lainnya
dalam proyek. Karena utang menempati urutan tertinggi dalam prioritas
pembayaran dan dijamin di atas aset, maka utang memiliki risiko terendah dari
Senior debt
instrumen pembiayaan komersial bagi pemberi pinjaman. Suku bunga biasanya
akan didasarkan pada tingkat suku bunga yang berlaku di pasar untuk mata uang
yang bersangkutan, ditambah margin tergantung pada risiko proyek.
Leasing adalah sebuah cara mendapatkan hak untuk menggunakan suatu aset.
Pada dasarnya terdapat dua tipe leasing: capital lease dan operating lease. Dalam
capital lease, penyewa diharuskan untuk menunjukkan peralatan yang disewakan
Leasing sebagai aset dan present value dari pembayaran sewa sebagai utang di neraca
keuangan. Sedangkan, operating lease tidak dikapitalisasi pada neraca keuangan
perusahaan dan pembayaran sewa diperlakukan sebagai biaya untuk tujuan
akuntansi.
Pembiayaan proyek sering kali didasarkan pada struktur keuangan yang kompleks
di mana utang dan ekuitas proyek digunakan untuk membiayai proyek. Biasanya,
struktur pembiayaan proyek melibatkan sejumlah investor ekuitas, serta sindikasi
Pembiayaan Proyek bank yang memberikan pinjaman untuk operasi. Rasio utang terhadap ekuitas jauh
lebih tinggi dalam pembiayaan proyek daripada pembiayaan perusahaan—sebuah
proyek dengan hutang 70%–80% dan ekuitas 20%–30% umum terjadi dalam
pembiayaan proyek.
18
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 10/POJK/05/2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan
Syariah dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan.
19
Otoritas Jasa Keuangan. Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025). 2021.
20
Saat ini menjadi Bank Syariah Indonesia, merger antara tiga Bank Syariah BUMN (BRI Syariah, BNI Syariah dan Bank Syariah
Mandiri), sejak 1 Februari 2021.
21
Dikompilasi berdasarkan Laporan Keberlanjutan dan Laporan Tahunan masing-masing Bank.
22
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-Pembiayaan
23
Otoritas Jasa Keuangan. Buku Statistik Lembaga Pembiayaan 2019. 2020
24
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 35/POJK.05/2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Modal Ventura .
25
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2020. 2020.
26
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Keberlanjutan 2020. 2020.
27
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2017. 2017.
28
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2018. 2018.
29
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Laporan Tahunan 2019. 2019.
Agence Française de
3. PLTBm PTPN XI Pembiayaan
Développement (AFD)
30
PT Indonesia Infrastructure Finance. Laporan Tahunan 2020. 2020.
31
PT Indonesia Infrastructure Finance. Laporan Keberlanjutan 2020. 2020.
ASEAN Catalytic Green Finance Facility COVID-19. Rangkuman kemajuan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 53.
(ACGF) 32
32
ACGF. ASEAN Catalytic Green Finance Facility 2019-2020: Accelerating Green Finance in Southeast Asia . 2021
33
https://www.ifc.org/
Target Kemajuan
Area Aktivitas
(Desember 2021) (December 2020)
34
Biaya investasi ini merujuk pada data struktur biaya PLTBm yang digunakan dalam studi Front-End Engineering Design (FEED)
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa 2,4 MWe di Pulau Kundur, Provinsi Kepulauan Riau—proyek di bawah MTRE3-UNDP
pada tahun 2020.
35
Biaya investasi ini merujuk pada data struktur biaya PLTBg yang digunakan dalam studi Marginal Abatement Cost Curve
(MACC) untuk pembangkit listrik energi terbarukan—proyek di bawah MTRE3-UNDP pada tahun 2020. Data struktur biaya
PLTBg yang digunakan telah dievaluasi oleh DJEBKTE-KESDM, khususnya Direktorat Bioenergi.
36
Biaya investasi ini merujuk pada data struktur biaya PLTSa yang digunakan dalam studi Assessment Aspek Teknis Proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Surakarta Kapasitas 5 MWe—proyek di bawah PT Sarana Multi Infrastruktur
(Persero) pada tahun 2019.
Parasitic Load, 15% of Gross Capacity (MW) 0,60 1,50 4,50 7,50
Parasitic Load, 15% of Gross Capacity (MW) 0,08 0,15 0,45 0,75
Biaya Peralatan
Instrumentasi & Kontrol Terpasang juta USD 0,09 0,16 0,35 0,50
Total Biaya Langsung (TDC) juta USD 7,00 13,30 28,69 41,02
Manajemen EPC (2% dari TDC) juta USD 0,14 0,27 0,57 0,82
Total Biaya Konstruksi (TCC) juta USD 7,14 13,56 29,26 41,84
Engineering (Konsultan) (5% dari TCC) juta USD 0,29 0,54 1,18 1,68
Owner Engineering (1% dari TCC) juta USD 0,06 0,11 0,24 0,34
Biaya Pra-Proyek (0,5% dari TCC) juta USD 0,03 0,05 0,12 0,17
Biaya Lingkungan atau Legislatif (0,5% dari TCC) juta USD 0,03 0,05 0,12 0,17
Capitalised Spares (1,5% dari TCC) juta USD 0,09 0,16 0,35 0,50
Asuransi & Pajak (2% dari TCC) juta USD 0,11 0,22 0,47 0,67
Biaya Pengangkutan (3% dari TCC) juta USD 0,17 0,33 0,71 1,01
Total Biaya Tidak Langsung (TIC) juta USD 0,83 1,58 3,41 4,87
Total Biaya Langsung & Tidak Langsung (TD&IC) juta USD 7,97 15,14 32,67 46,72
Contingency (5% dari TD&IC) juta USD 0,40 0,76 1,63 2,34
Total Process Plant & Equipment (PP&E) juta USD 8,37 15,90 34,31 49,05
Operator Training & Start-up (2% dari PP&E) juta USD 0,17 0,32 0,69 0,98
Fixed Capital Investment (FCI) juta USD 8,54 16,22 34,99 50,03
Modal Kerja (5% dari FCI) juta USD 0,43 0,81 1,75 2,50
Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 9,12 17,18 36,89 52,68
Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 1,35 2,19 4,73 6,76
Parasitic Load, 10% of Gross Capacity (MW) 0,69 1,00 2,00 3,00
Biaya Peralatan
Total Biaya Langsung (TDC) juta USD 13,35 17,31 28,12 37,35
Pengembangan Lokasi (9% dari TDC) juta USD 1,20 1,56 2,53 3,36
Gudang (4% dari TDC) juta USD 0,53 0,69 1,12 1,49
Perpipaan Tambahan (4,5% dari TDC) juta USD 0,60 0,78 1,27 1,68
Total Biaya Konstruksi (TCC) juta USD 16,20 20,85 33,55 44,39
Biaya Ruangan Kantor & Konstruksi (20% dari TCC) juta USD 3,24 4,17 6,71 8,88
Biaya Lapangan (10% dari TCC) juta USD 1,62 2,08 3,36 4,44
Contingency (10% dari TCC) juta USD 1,62 2,08 3,36 4,44
Start-Up & Perizinan (10% dari TCC) juta USD 1,62 2,08 3,36 4,44
Total Biaya Tidak Langsung (TIC) juta USD 9,72 12,51 20,13 26,64
Fixed Capital Investment (FCI) juta USD 25,91 33,36 53,68 71,03
Modal Kerja (5% dari FCI) juta USD 1,30 1,67 2,68 3,55
PPN (10% dari FCI) juta USD 2,59 3,34 5,37 7,10
Total Biaya Investasi (TCI) juta USD 29,80 38,36 61,73 81,69
Biaya O&M PLTBm, PLTBg, dan PLTSa yang PLTBm mencakup biaya bahan kimia, bahan bakar
masing-masing dirangkum dalam Tabel 60, Tabel tambahan, serta penggantian filter. Untuk PLTBg,
61, dan Tabel 62 terdiri dari biaya O&M tetap dan biaya O&M variabel sudah tercakup dalam biaya
variabel serta biaya bahan bakar (khusus untuk O&M tetap. Untuk PLTSa, biaya O&M tetap
PLTBm). Untuk PLTBm, biaya O&M tetap meliputi gaji, tunjangan, pemeliharaan, asuransi,
mencakup gaji, pengawasan & pemantauan, dan biaya lain. Biaya O&M variabel PLTSa terdiri
pemeliharaan, asuransi, administrasi, dan dari biaya bahan kimia, air demin, air, dan bahan
contingency. Sedangkan biaya O&M variabel bakar diesel.
Pemeliharaan (3% dari FCI) juta USD/tahun 0,25 0,63 1,89 3,15
Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,45 1,11 3,34 5,57
Total Biaya O&M Variabel juta USD/tahun 0,05 0,14 0,41 0,69
Total Biaya Bahan Bakar juta USD/tahun 0,64 1,61 4,82 8,04
Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,08 0,16 0,48 0,81
Tunjangan (25% dari Gaji) juta USD/tahun 0,03 0,04 0,08 0,11
Asuransi (0,7% dari FCI) juta USD/tahun 0,18 0,23 0,38 0,50
Total Biaya O&M Tetap juta USD/tahun 0,60 0,84 1,59 2,31
Total Biaya O&M Variabel juta USD/tahun 0,26 0,38 0,76 1,14
Tabel 63, Tabel 64, dan Tabel 65 menyajikan Komponen A diestimasi berdasarkan asumsi umur
rangkuman struktur biaya sesuai dengan proyek dan discount rate sebesar 10% tanpa
terminologi PT PLN (Persero) untuk PLTBm, memperhitungkan profit.
PLTBg, dan PLTSa yang terdiri dari empat
komponen biaya, yaitu: (i) Komponen A— capital Penjumlahan keempat komponen tersebut
cost recovery; (ii) Komponen B—biaya O&M tetap; merupakan nilai Levelized Cost of Electricity
(iii) Komponen C—biaya bahan bakar; dan (iv) (LCOE) atau bisa juga disebut sebagai biaya pokok
Komponen D—biaya O&M variabel. pembangkitan. Perlu menjadi catatan bahwa
gambaran LCOE ini ditinjau dari sisi pengembang,
tidak memasukkan Komponen E—biaya transmisi.
Komponen
Deskripsi Unit 4 MW 10 MW 30 MW 50 MW
Biaya PLN
Komponen
Deskripsi Unit 0,5 MW 1 MW 3 MW 5 MW
Biaya PLN
Komponen
Deskripsi Unit 4 MW 10 MW 30 MW 50 MW
Biaya PLN
Berdasarkan struktur biaya proyek PLT Bioenergi IRR sebesar 11% untuk dicapai. Di samping itu,
untuk setiap case kapasitas, analisis finansial beberapa asumsi ekonomi juga ditetapkan dalam
dengan metode discounted cashflow digunakan analisis seperti rasio utang (debt) dan ekuitas
untuk menentukan harga jual listrik dengan (equity), umur pembangkit, suku bunga, dan
menetapkan sebuah kriteria profitabilitas, yaitu lainnya seperti yang terangkum dalam Tabel 66.
194 LAMPIRAN A
No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)
196 LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
13. Riau PT Mitra Unggul Pusaka (Segati) Excess Power 2018 1,2
20. Jambi PLTBg Tungkal Ulu (Asian Agri Group) IO 2018 2,2
21. Jambi PT. Kresna Duta Agroindo (Smart Group) IO 2015 1,8
31. Sumut PT Hari Sawit Jaya Negeri Lama-2 Excess Power 2017 1,4
32. Sumut PT Saudara Sejati Luhur Gunung Melayu-1 Excess Power 2017 1,4
198 LAMPIRAN B
No. Lokasi Nama Pengembang Status COD Kapasitas (MW)