Anda di halaman 1dari 12

Akuntansi Pajak Atas Persediaan, Biaya Penjualan, dan Kerugian

Anggota Kelompok 17:


- Fareza Bintari Putri 215030401111008
- Bandara Erza Daniela Gerrits 215030401111011

A. Perhitungan Persediaan
Pencatatan persediaan perlu memperhatikan tata cara mempertemukan antara penghasilan dan
biaya. Apabila Wajib Pajak dalam mendapatkan laba usaha dengan mempertemukan penghasilan
dan biaya setelah pajak, maka pencatatan persediaan juga perlu dicatat terpisah antara DPP dan
PPN.
Contoh: Perusahaan membeli bahan baku sebesar Rp 110.000.000 termasuk PPN. Jurnal
pembeliannya adalah sebagai berikut:
DPP Bahan Baku Rp 100.000.000
Piutang PPN Rp 11.000.000
Utang dagang Rp 110.000.000
Sesuai dengan ketentuan perpajakan, metode perhitungan persediaan yang dapat diakui adalah:
1. Metode Rata-rata (Average)
Perhitungan penggunaan bahan baku atau bahan bantu yang mempergunakan metode
rata-rata (average) adalah dengan menghitung harga rata-rata per unit bahan. Adapun
tatacara perhitungan persediaan yang memperguna- kan metode rata-rata dapat dijelaskan
lewat contoh berikut ini.
Contoh Soal:
Perusahaan pada awal tahun 2009 mempunyai persediaan awal bahan baku sebanyak
1.000 unit dengan harga satuan Rp 1.000,00. Selama tahun 2009 perusahaan membeli
bahan baku setiap triwulan secara berturut- turut 50.000, 75.000, 100.000 dan 125.000
unit dengan harga persatuan berturut-turut sebesar Rp 900,00, Rp 1.000,00, Rp 1.100,00
dan Rp 1.200,00. Selama tahun 2009 perusahaan juga mengeluarkan bahan baku setiap
triwulan berturut-turut sebagai berikut: 45.000, 70,000, 100,000 dan 130.000 unit.
Besarnya bahan baku yang dipergunakan serta besarnya persediaan bahan baku akhir
yang dicatat oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
2. Metode First In First Out (FIFO)
Perhitungan pemakaian bahan baku atau bahan bantu dengan menggunakan metode FIFO
(First In First Out) adalah dengan mendahulukan bahan yang dibeli pertama untuk
dikeluarkan pertama juga. Adapun tata cara perhitungan persediaan yang
mempergunakan metode FIFO dapat dijelaskan lewat contoh berikut ini.
Contoh Soal:
Contoh perusahaan pada perhitungan dengan metode rata-rata di atas juga dipergunakan
untuk contoh perhitungan dengan menggunakan metode FIFO seperti berikut:

B. Pencatatan Persediaan Perpetual dan Periodik/Fisik


1. Pencataan Persediaan Perpetual dan Periodik
Dalam sistem perpetual, persediaan biasa diketahui secara terus menerus tanpa
melakukan inventarisasi fisik (stock opname). Sedangkan, persediaan pada sistem
periodik dihitung dengan melakukan inventarisasi pada akhir periode. Hasil perhitungan
tersebut dipakai untuk menghitung beban pokok penjualan.
Contoh Soal:
1) Transaksi Pembelian Barang Dagangan Secara Tunai
2 Maret: Dibeli barang dagangan senilai Rp 15.000.000 dari pemasok PT Indo Karya
secara tunai.
PPN = 11% × Rp 15.000.000 = Rp 1.650.000
Jurnal untuk mencatat transaksi di atas adalah sebagai berikut:
Perpetual
Persediaan Rp 15.000.000
PPN Masukan Rp 1.650.000
Kas Rp 16.650.000
Periodik
Pembelian Rp 15.000.000
PPN Masukan Rp 1.650.000
Kas Rp 15.000.000
2) Transaksi Retur Pembelian Secara Tunai
3 Maret: Karena tidak sesuai pesanan, senilai Rp 1.200.000 barang dagangan yang dibeli
tanggal 2 Maret di retur ke PT Indo Karya.
PPN = 11% × Rp 1.200.000 = Rp 132.000
Perpetual
Kas Rp 1.332.000
PPN Masukan Rp 132.000
Persediaanbarang dagang Rp 1.200.000
Periodik
Kas Rp 1.332.000
PPN Masukan Rp 132.000
Retur pembelian dan potongan Rp 1.200.000
3) Transaksi Pembelian Barang Dagangan Secara Kredit
2 Maret: Dibeli barang dagangan senilai RP 15.000.000 dari PT Indo Karya secara kredit,
dengan credit term 3/15, n/30.
Perpetual
Persediaan barang dagang Rp 15.000.000
PPN Masukan Rp 1.650.000
Utang usaha Rp 16.650.000
Periodik
Pembelian Rp 15.000.000
PPN Masukan Rp 1.650.000
Utang usaha Rp 15.000.000
4) Transaksi Retur Pembelian Kredit
3 Maret: Dari barang dagangan senilai Rp 15.000.000 yang dibeli secara kredit dari PT
Indo Karya, dengan credit term 3/15, n/30, ternyata diretur sebesar Rp 1.000.000.
Perpetual
Utang usaha Rp 1.110.000
PPN Masukan Rp 110.000
Persediaan barang dagang Rp 1.000.000
Periodik
Utang usaha Rp 1.110.000
PPN Masukan Rp 110.000
Retur pembelian dan potongan Rp 1.000.000
5) Transaksi Pelunasan Pembelian Kredit dengan Memanfaatkan Diskon Pembelian
13 Maret: Diputuskan untuk melunasi pembelian barang dagangan secara kredit tanggal 2
Maret dari PT Indo Karya, dengan credit term 3/15, n/30. Catatan: nilai pembelian
setelah retur pembelian sebesar Rp 14.000.000, maka nilai diskon/potongan pembelian
dihitung dari Rp 14.000.000.
Perpetual
Utang usaha Rp 14.000.000
Persediaan barang dagang Rp 420.000
PPN Masukan Rp 46.200
Kas Rp 13.533.800
Periodik
Utang usaha Rp 14.000.000
Diskon pembelian Rp 420.000
PPN Masukan Rp 46.200
Kas Rp 13.538.800
6) Transaksi Pelunasan Pembelian Kredit Tidak Memanfatkan Diskon Pembelian
28 Maret: Melunasi pembelian barang dagangan secara kredit tanggal 2 Marets senilai Rp
14.000.000 dari PT Indo Karya, dengan credit term 3/15, n/30.
Perpetual
Utang usaha Rp 14.000.000
Kas Rp 14.000.000
Periodik
Utang usaha Rp 14.000.000
Kas Rp 14.000.000
Misal: Dibeli persediaan barang dagangan seniali Rp 10.000.000 secara tunai, dengan
syarat franko gudang penjual. Ongkos angkut sebesar Rp 450.000.
Perpetual
Persediaan barang dagang Rp 10.450.000
Kas Rp 10.450.000
Periodik
Pembelian Rp 10.000.000
Ongkos angkut masuk Rp 450.000
Kas Rp 10.450.000
7) Transaksi Penjualan Tunai
4 April: Dijual barang dagangan senilai Rp 5.000.000 kepada pelanggan UD Jayakarta
secara tunai dengan nilai penjualan Rp 6.750.000.
Perpetual
Kas Rp 7.492.500
Penjualan Rp 6.750.000
PPN Keluaran Rp 742.500
Harga pokok penjualan Rp 5.000.000
Persediaan barang dagang Rp 5.000.000
Periodik
Kas Rp 7.492.500
Penjualan Rp 6.750.000
PPN Keluaran Rp 742.500
8) Transaksi Penjualan Kredit
4 April: Dijual barang dagangan senilai RP 5.000.000 kepada pelanggan UD Jayakarta
secara kredit dengan nilai penjualan Rp 6.750.000, dengan credit term 2/10, n/30.
Perpetual
Perpetual
Kas Rp 7.492.500
Penjualan Rp 6.750.000
PPN Keluaran Rp 742.500
Harga pokok penjualan Rp 5.000.000
Persediaan barang dagang Rp 5.000.000
Periodik
Kas Rp 7.492.500
Penjualan Rp 6.750.000
PPN Keluaran Rp 742.500

9) Transaksi Potongan Penjualan


8 April: Menerima pembayaran dari UD Jayakarta untuk pelunasan barang yang
dibelinya tanggal 4 April.
Perpetual
Kas Rp 6.615.000
Potongan penjualan Rp 135.000
PPN Keluaran Rp 742.500
Piutang dagang Rp 7.492.500
Periodik
Kas Rp 6.615.000
Potongan penjualan Rp 135.000
PPN Keluaran Rp 742.500
Piutang dagang Rp 7.492.500
10) Transaksi Retur Penjualan Tunai
Misal: Dari barang dagangan senilai Rp 5.000.000 yang dijual kepada pelanggan UD
Jayakarta secara tunai dengan nilai penjualan Rp 6.750.000, dikembalikan sebesar Rp
1.000.000, dengan nilai pokok Rp 740.740.
Perpetual
Retur dan potongan penjualan Rp 1.000.000
Kas Rp 1.000.000
Persediaan barang dagangan Rp 740.740
Harga pokok penjualan Rp 740.740
Periodik
Retur dan potongan penjualan Rp 1.000.000
Kas Rp 1.000.000
11) Transaksi Retur Penjualan Kredit
Misal: Dari barang dagangan senilai Rp 5.000.000 yang dijual kepada pelanggan UD
Jayakarta secara kredit dengan nilai penjualan Rp 6.750.000, dikembalikan sebesar Rp
1.000.000, dengan nilai pokok Rp 740.740.
Perpetual
Retur dan potongan penjualan Rp 1.000.000
Kas Rp 1.000.000
Persediaan barang dagangan Rp 740.740
Harga pokok penjualan Rp 740.740
Periodik
Retur dan potongan penjualan Rp 1.000.000
Kas Rp 1.000.000
C. Biaya Penjualan
1. Biaya Promosi
Biaya promosi yang dapat dikurangkan sebagai pengurang PhKP adalah biaya iklan,
papan reklame, dan sebagainya yang didukung dengan bukti-bukti. Biaya promosi
berbeda dengan sumbangan yang menurut sifatnya memang tidak berkaitan dengan
pengenalan produk, tetapi lebih bersifat sosial. Pada kegiatan usaha tertentu besarnya
biaya promosi sangat tinggi, sehingga sesuai ketentuan perpajakan, perlakuan biaya
promosi sebagai pengurang penghasilan bruto, besarnya dibatasi, seperti pada perusahaan
rokok.
Biaya promosi perusahaan rokok/cerutu tidak dapat dengan jelas memisahkan antara
pengeluaran untuk promosi dengan sumbangan, sehingga seluruh biaya dibebankan
sebagai biaya. Secara perpajakan biaya promosi perusahan rokok/cerutu yang bisa diakui
sebagai pengurang PhKP adalah sebesar 2% dari peredaran bruto, yaitu harga pita cukai
dikurangi dengan potongan yang diberikan kepada agen distributor.
Contoh Soal:
PT Baruna Indo menggunakan jasa PT Mulya Jaya untuk menyelenggarakan reklame atas
promosi produknya dengan nilai kontrak sebesar Rp 30.000.000. Pajak reklame yang
berlaku di daerah tersebut adalah sebesar 25%.
PPN = 11% × Rp 30.000.000 = Rp 3.300.000
Pajak Reklame = 25% × Rp 30.000.000 = Rp 7.500.000
PPh Pasal 23 = 2% × Rp 30.000.000 = Rp 600.000
Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah:
Sisi Pembeli (PT Baruna Indo)
Beban Iklan Rp 30.000.000
Beban pajak Rp 7.500.000
PPN Masukan Rp 3.300.000
Utang PPh Psl 23 Rp 600.000
Kas Rp 40.200.000
Sisi Penjual (PT Mulya Jaya)
Kas Rp 40.200.000
PPh Psl 23 dibayar dimuka Rp 600.000
Utang pajak Rp 7.500.000
PPN Keluaran Rp 3.300.000
Pendapatan Rp 30.000.000
2. Komisi Penjualan
Komisi penjualan, termasuk rabat, potongan penjualan, dan berbagai macam bentuk yang
sejenis, merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto untuk mendapatkan
Penghasilan Kena Pajak. Pembayaran atas komisi penjualan harus dipotong PPh Pasal
21/23 dengan tarif sesuai UU PPh.
Contoh Soal:
PT Baruna Indo Perkasa adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam industri
elektronik, dalam tahun 2003 untuk dapat menjual barangnya di pasaran luar negeri
menggunakan jasa PT Mulya Muda Maju. Selama tahun 2003 besarnya komisi yang
dibayarkan adalah Rp 100.000.000,-. Jurnal pengakuan biaya dari PT Baruna Indo
Perkasa atas komisi tersebut adalah sebagai berikut:
Komisi penjualan Rp 100.000.000
Kas Rp 98.000.000
Utang PPh Psl 23 Rp 2.000.000
D. Biaya Berkaitan Kerugian
Perusahaan dapat mengalami kerugian oleh berbagai sebab. Secara ketentuan perpajakan,
kerugian tersebut diakui sebagai pengurang penghasilan bruto.
1. Kerugian dibebankan sebagai biaya tahun berjalan. Kerugian yang berasal dari beberapa
kegiatan yang sudah direalisasikan dapat dibebankan sebagai biaya pada tahun terjadinya
kerugian atau pada tahun berjalan, di antaranya adalah:
a. Kerugian atas penjualan atau pengalihan harta. Kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk
diperjualbelikan atau dialihkan, yang dimiliki dan dipergunakan dalam
perusahaan, atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b. Kerugian atas selisih kurs mata uang asing. Kerugian karena selisih kurs mata
uang asing dapat disebabkan oleh terjadinya fluktuasi sehari-hari, atau adanya
kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter.
c. Kerugian atas kerusakan persediaan.
2. Kerugian dikompensasikan tahun berikutnya. Kerugian yang diakui oleh perusahaan pada
laporan laba-rugi atau rugi komersial belum dapat dikompensasikan terhadap laba atau
rugi tahun berikutnya. Kerugian secara komersial tersebut dapat dikompensasikan pada
laba atu rugi tahun berikutnya setelah menjadi rugi secara fiskal, atau telah dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu atas rugi komersial tersebut. Kerugian secara fiskal dapat
dikompensasikan ke laba pada tahun berikutnya selama masa 5 tahun, dan apabila lewat
dari 5 tahun tetapi kerugian belum habis dikompensasikan maka akan hangus.
E. Biaya Berkaitan Pajak
1. Selisih antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan
Pajak keluaran merupakan istilah yang digunakan untuk PPN yang didapat dari penjualan
dan ini biasanya dijurnal sebagai hutang PPN, sedangkan PPN masukan adalah PPN yang
didapat dari pembelian dan ini biasanya dijurnal sebagai PPN dibayar di muka.
Apabila dalam pengakuan penghasilan maupun pembelian atau harga pokok termasuk
PPN (inklusif PPN), maka selisih antara PPN keluaran dengan PPN masukan dapat
dimasukkan sebagai biaya yang mengurangi penghasilan bruto.
Contoh Soal:
PT Rosyida, perusahaan yang bergerak dalam perdagangan elektronika, dalam tahun
2003 membeli produk termasuk PPN masukan sebesar Rp 9.900.000,- Barang tersebut
dijual, termasuk PPN keluaran, sebesar Rp 11.000.000,-. Besarnya laba dapat dihitung
baik dengan termasuk PPN maupun tanpa PPN seperti berikut:

2. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan


Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan terhadap pajak masukan yaitu:
a. Perolehan BKP/JKP
- Sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
- Yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
- Yang bukti pungutannya berupa faktur sederhana
- Yang faktur pajaknya tidak lengkap
b. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van,
dan kombi, terkecuali merupakan barang dagangan/disewakan
c. Pemanfaatan BKP TB atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
- Sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
- Tidak memenuhi ketentuan DJP tentang dokumen tertentu sebagai WP
3. Pajak daerah
a. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pengeluaran untuk Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat dibebankan sebagai biaya
untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, sepanjang memenuhi ketentuan yang
berlaku yang berkaitan dengan kegiatan usaha dan tidak termasuk pengeluaran untuk
sanksi.
b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dibayar sehubungan dengan kepemilikan hak atau perolehan
manfaat atas tanah dan atau pemilikan, penguasaan, atau perolehan manfaat atas
bangunan, yang merupakan biaya/pengeluaran rutin setiap tahun. PBB atas tanah dan
bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sekaligus
sebagai biaya dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak.
Contoh Soal:
PT Arum membayar PBB atas tanah dan bangunan kantornya pada tahun 2013 sebesar
Rp 30.000.000. Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah:
Beban PBB Rp 30.000.000
Kas Rp 30.000.000
4. Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB merupakan pajak yang dibayarkan dalam rangka memperoleh hak atas tanah atau
bangunan. Pembebanan BPHTB dapat dilakukan sebagai berikut:
Dibebankan sebagai biaya sekaligus saat pembayaran BPHTB tersebut, dibebankan
melalui amortisasi, dibebankan melalui penyusutan untuk bangunan.
5. Pajak Penghasilan
a. Pajak penghasilan yang menjadi hak wajib pajak.
b. Pajak Penghasilan yang menjadi hak rekanan yang ditanggung rekanan.
Contoh Soal:
PT Wicaksono membayar jasa konsultan tenaga ahli sebesar Rp 50.000.000,. atas jasa
tersebut dipotong PPh pasal 23 sebesar 7,5% sehingga yang diterima oleh rekanan hanya
sebesar Rp 46.250.000,. sedangkan sisanya sebesar Rp 3.750.000 berupa bukti potoh PPh
pasal 233 yang akan dibayarkan ke negara. Pengakuan biaya dari PT Wicaksono adalah
sebesar pembayarannya termasuk PPh pasal 23 yang dipotong sebesar Rp 50.000.000.
Jurnal transaksi sebagai berikut :
Biaya Konsultan Rp 50.000.000
Kas/Bank Rp 46.250.000
PPh pasal 23 dipotong Rp 3.750.000
PPh pasal 23 dipotong Rp 3.750.000
Kas / Bank Rp 3.750.000
● Terhadap rekanan dalam negeri.
Contoh Soal:
PT Wicaksono pada contoh sebelumnya membayar jasa konsultan tenaga ahli sebesar Rp
50.000.000. apabila potongan PPh pasal 23 sebesar 7,5% tersebut ditanggung oleh Wajib
Pajak,sehingga yang diterima oleh rekanan tetap sebesar Rp 50.000.000. Sedangkan, PPH
pasal 23 sebesar Rp 3.750.000 dibayar oleh wajib pajak, maka pengakuan biaya dari PT
Wicaksono hanyalah pembayarannya, tidak termasuk PPh pasal 23 yang dipotong dan
dibayar oleh WP atau sebesar Rp 50.000.000.
Jurnal transaksi sebagai berikut:
Biaya Konsultan Rp 50.000.000
PPh pasal 23 dipotong Rp 3.750.000
Kas/Bank Rp 53.750.000

● Terhadap rekanan asing.


Contoh Soal:
PT Wicaksono pada contoh sebelumnya membayar jasa konsultan tenaga ahli sebesar Rp
50.000.000. apabila rekanannya adalaah wajib pajak asing dan pembayarannya secara
gross up, maka potongan PPh pasal 26 sebesar 20 % yang ditanggung oleh Wajib Pajak
dapat dibebankan sebagai biaya.
Perhitungan PPh pasal 26 yang harus dibayar oleh pemberi kerja adalah sebesar:
20% × (100/80 × Rp 50.000.000) = Rp 12.500.000
Jurnalnya adalah sebagai berikut:
Biaya Konsultan Rp 62.500.000
PPh pasal 26 dipotong Rp 12.500.000
Kas/bank Rp 50.000.000
PPh pasal 26 dipotong Rp 12.500.000
Kas/bank Rp 12.500.000

Anda mungkin juga menyukai