Anda di halaman 1dari 5

Nama : Tirtasakti Nugroho

NIM : 03031381621087
Shift : Jumat (13.30 – 16.30)
Kelompok :1

PEMANFAATAN DAN KEGUNAAN B100

Saat ini pemanfaatan biodiesel di dalam negeri masih sangat kecil dan
memiliki peluang untuk dioptimalkan. Hal ini diindikasikan dengan negara
produsen terbesar biodiesel saat ini adalah Uni Eropa sebesar 4,5 juta ton/tahun
dengan bahan baku utama rapeseed berbiaya produksi lebih tinggi dibanding
Indonesia. Bahkan pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) di Indonesia,
khusunya biodiesel dari kelapa sawit dinilai lebih buruk akibat menghasilkan energi
lebih rendah dan menyumbang emisi karbon secara tidak melalui pembakaran hutan
dan konversi hutan untuk dijadikan lahan tanam kelapa sawit (Fitriana, 2013).

1. Pemanfaatan Biodiesel Murni (B100)


Hingga 2019 pemerintah hanya mewajibkan pencampuran biodiesel dengan
petrodiesel dengan campuran sesuai dengan sektor penggunaannya. Hal ini menun-
jukan penggunaan B100 di Indonesia masih belum bisa dilakukan dengan berbagai
kendala seperti ketersediaan biodiesel yang belum mencukupi kebutuhan bahan
bakar diesel di Indonesia secara keseluruhan. Harga biodiesel sendiri terbilang
cukup mahal yaitu Rp.6.371,- per Januari 2019 (Arvirianty, 2019). Sehingga
semakin banyak campuran biodiesel mengakibatkan kenaikan pada harga solar.

Tabel 1. Kewajiban Pemanfaatan Biodiesel (B100) Sebagai Campuran


Januari Januari Januari Januari Januari
Jenis Sektor
2014 2015 2016 2020 2025

Rumah Tangga - - - - -

Transportasi PSO 10% 10% 20% 20% 25%

Transportasi Non PSO 10% 10% 20% 20% 25%

Industri dan Komersil 10% 10% 20% 20% 25%

Pembangkit Listrik 20% 25% 30% 30% 30%


(Sumber: Fitriana, 2013)

Data tersebut menunjukkan masih belum ada sektor penggunaan yang


mewajibkan untuk B100. Namun terlihat percepatan pemanfaatan BBN mulai
digencarkan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mengurangi keter-
gantungan dengan bahan bakar fosil. Selain itu, Indonesia juga harus terus meng-
import minyak mentah dari luar negeri jika terus mengandalkan petrodiesel sebagai
bahan bakar utama mesin diesel yang kebutuhannya saat ini sangat tinggi.
Penentuan komposisi campuran biodiesel dengan petrodiesel seharusnya
ditentukan oleh berbagai faktor. Komitmen yang harus dipegang adalah peng-
gunaan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, berkinerja baik, memiliki
dampak sosial ekonomi yang positif, dan harga yang wajar. Sebagai bahan bakar
yang baru hendaknya biodiesel diperlakukan tidak sama dengan bahan bakar
mineral yang sudah mapan. Seharusnya pemerintah dapat memberikan insentif yang
bersifat sementara. Insentif dapat berupa keringanan pajak, subsidi, maupun
kebijakan lain mulai hulu (kebun sawit) hingga hilir (pabrik biodiesel) sehingga
harga biodiesel dapat bersaing dengan petrodiesel di pasaran (Wirawan, 2008).

2. Tantangan Pemanfaatan B100


Biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti minyak solar karena keduanya
mempunyai sifat fisik dan kimia yang hampir sama. Pada dasarnya minyak nabati
dapat digunakan sebagai bahan bakar, namun viskositasnya cukup tinggi untuk
digunakan dalam mesin diesel biasa (tanpa modifikasi). Oleh karena itu untuk dapat
dimanfaatkan dalam mesin diesel, penggunaan biodiesel masih dicampur dengan
minyak diesel. Keunggulan utama dari pemakaian biodiesel sebagai bahan bakar
adalah nilai emisi yang rendah jika dibandingkan dengan minyak diesel yang
dihasilkan dari energi fosil. Selain itu jika subsidi untuk bahan bakar minyak
dihapuskan, maka harga ekonomis biodiesel dapat bersaing dengan minyak diesel.
Sehingga perlu diperhatikan faktor yang diperhitungkan dalam penggunaan B100.
2.1. Faktor Daya Saing Harga
Hasil Studi menunjukkan biodiesel masih belum layak menjadi bahan bakar
alternatif jika ditinjau dari keekonomiannya. Penggunaan bahan baku yang masih
digunakan secara umum sebagai bahan primer, sehingga biodiesel akan semakin
susah untuk diterima sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Walaupun demikian, penggunaan biodiesel sangat berdampak baik dalam sisi
kemanuasian seperti emisi gas yang dibawah dari petrodiesel. Tentunya hal tersebtu
masih belum sebanding dengan pengeluaran biaya produksi dari pembuatan
biodiesel sebagaimana negara berkembang mementingkan biaya (Ulgiati, 2010)
Saat ini, biaya produksi biodiesel yang mahal merupakan tantangan dalam
komersialisasi biodiesel. Biodiesel biasanya diproduksi dengan harga lebih dari
US$.0.5/l, dibandingakan dengan US$0.35/l untuk petrodiesel (Prokop dalam
Zhang, 2002). Harga ini menyebabkan segala keunggulan biodiesel menjadi kurang
terlihat terutama dinegara berkembang. Untuk itu pemerintah harus menerapkan
kebijakan yang mementingkan biodiesel sebagai bahan bakar yang ramah
lingkungan, walaupun dengan pertimbangan biaya produksi yang mahal.
2.2. Faktor Bahan Baku
Bahan baku biodiesel seperti jarak pagar, kedelai, dan kelapa sawit adalah
merupakan tanaman-tanaman yang terdapat di Indonesia, namun tidak semua
tanaman-tanaman tersebut sudah dibudidayakan secara luas. Tanaman-tanaman
kedelai dan kelapa sawit merupakan tanaman sudah dibudayakan secara luas hampir
di seluruh Indonesia, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan baku Biodiesel
yang mendesak, kedua jenis tanaman tersebut perlu mendapat perhatian yang
utama. Sementara itu, jarak pagar (Jatropha curcas) meskipun sudah dikenal,
namun budidaya tanaman tersebut masih terbatas, sehingga pemanfaatan jarak
pagar sebagai bahan baku biodiesel masih memerlukan sosialisasi. Selain itu,
pemanfaatan jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel masih terdapat kendala
sehingga pemanfaatan biodiesel berbahan jarak pagar masih perlu penelitian lebih
lanjut (Knothe, 2005). Berikut data potensi bahan baku biodiesel di Indonesia.

Tabel 2.1. Potensi Produksi Biodiesel Menurut Wilayah di Indonesia


Kedelai Kelapa Sawit
Wilayah
Luas (Ha) Biodiesel (kl) Luas (Ha) Biodiesel (kl)
Sumatera 67201 302404 30280000 183708000
Jawa 588234 2647052 19000 115900
Nusa Tenggara 123594 556171 0 0
Kalimantan 10988 49445 509000 3104900
Sulawesi 41761 187924 100000 610000
Maluku dan Papua 247832 1115245 380000 231800
Total Indonesia 1079609 4858242 3694000 22533400
(Sumber: Suarna, 2006)
3. Penggunaan Biodiesel
Ketika biodiesel dicampurkan dengan petrodiesel, konsentrasi dari biodiesel
ditulisakan sebagai BXX dimana XX merupakan persentase volume biodiesel.
Sebagai contoh, untuk biodiesel 20% ditulisakan sebagai B20 yang artinya 20%
volume campuran merupakan biodiesel dan 80% sebagai petrodiesel. Penentuan
komposisi campuran biodiesel dengan petrodiesel seyogyanya ditentukan oleh ber-
bagai faktor dimana komitmen yang harus dipegang adalah penggunaan bahan
bakar alternatif yang ramah lingkungan, berkinerja baik, memiliki dampak sosial
ekonomi yang positif dan harga yang wajar. Sebagai bahan bakar yang baru
hendaknya biodiesel diperlakukan tidak sama dengan bahan bakar mineral yang
sudah mapan. Agar supaya dapat berkembang, seharusnya pemerintah dapat
memberikan insentif yang bersifat sementara. Insentif dapat berupa keringanan
pajak, subsidi maupun kebijakan lain mulai hulu hingga hilir (Wirawan, 2008).

Grafik 2.1. Grafik Angka Cetana – Presentase Biodisel

(Sumber: Septyadi, 2015)


Dari penelitian yang dilakukan oleh Septyadi (2015), yang berjudul Pe-
ngaruh Pencampuran Minyak Solar dengan Biodiesel pada Nilai Angka Setana.
Untuk semua campuran tidak ada masalah dalam proses pengujian baik itu pada
injektor mesin atau filter bahan bakar mada mesin. Terlihat dari grafik kenaikan
kualitas yang cukup signifikan pada penambahan biodiesel. Peningkatan angka
setana hamper linier hingga biodiesel 100%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
biodiesel sangat bagus untuk campuran bahan bakar minyak diesel sebagai
peningkat angka setana. Hal ini disebkan oleh struktur kimia biodiesel itu sendiri.
Biodiesel juga memiliki sifat lain yang dapat meningkatkan efisiensi mesin.
DAFTAR PUSTAKA

Avirianty, A. 2019. CPO Lesu, Biodiesel Terus Turun Harga. (Online): https://-
www.cnbcindonesia.com/news/20190107082122-4-49321. (Diakses pada 3
Maret 2019).
Fitriana, I. 2013. Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi.
Prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2013.
Knothe, G., Gerpen, J. V., dan Krahl, J. 2005. The Biodiesel Handbook. Illinois:
AOCS Press.
Ulgiati, S. 2010. Comprehensive Energy and Economic Assessment of Biofuels:
When “Green” Is Not Enough. Critical Reviews in Plant Science. Vol.
20(1): 94.
Wirawan, S. S., dkk. 2008. Studi Penentuan Komposisi Optimum Campuran Bahan
Bakar Biodiesel–Petrodiesel. Jurnal Rekayasa Lingkungan. Vol. 4(2): 100.
Zhang, Y., dkk. 2002. Biodiesel Production from Cooking Oil. Kanada: Bouer-
seduck Gus.

Anda mungkin juga menyukai