Anda di halaman 1dari 14

Nama : Tirtasakti Nugroho

NIM : 03031381621087
Shift/Kelompok : Kamis Siang / 4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Udang merupakan komoditas pangan yang sangat digemari oleh
masyarakat indonesia. Ketersediaan yang melimpah serta berbagai manfaat dari
kandungannya merupakan daya tarik tersendiri dari hewan ini. Bagian yang banyak
dimanfaatkan dari udang adalah daginnya yang biasa disajikan di berbagai rumah
makan. Dalam pengolahannya menghasilkan limbah yang berupa kepala, kulit, dan
ekor udang yang dapat didayagunakan sebagai bahan baku penghasil kitin, kitosan,
dan turunannya yang bernilai tinggi. Kitosan banyak digunakan dalam industri
kosmetik, pelarut lemak, pengawet makanan, dan juga sebagai edible film (Purwanti,
2014). Berbagai pengolahan limbah udang di Indonesia terlihat masih sangat kurang,
sehingga diperlukan pemanfaatan yang tepat dalam pengolahaannya.
Kulit udang yang mengandung kitin dapat dimanfaatkan menjadi kitosan
dengan pengolahan yang tepat. Sifat kitin yang tidak beracun dan mudah
terdegradasi mendorong dilakukannya modifikasi dengan tujuan mengoptimalkan
kegunaan maupun memperluas bidang aplikasi kitin. Salah satu senyawa turunan
dari kitin yang banyak dikembangkan karena aplikasinya yang luas adalah kitosan.
Kitosan merupakan suatu amina polisakarida hasil proses deasetilasi kitin.
Senyawa ini merupakan biopolimer alam yang penting dan bersifat polikationik
sehingga dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti adsorben logam,
penyerap zat warna tekstil, bahan pembuatan kosmetik serta agen antibakteri
(Bhuvana, 2006). Sifat yang dimiliki kitosan sangat tepat penggunaannya untuk
industri ramah lingkungan yang sedang didukung pemerintah Indonesia.
Berbagai permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh limbah udang
mendorong berbagai penelitian yang mampu memodifikasi limbah tersebut. Sebagai
mahasiswa Teknik Kimia sudah seharusnya dapat melihat suatu permasalahn
menjadi keuntungan melalui serangkaian bidang ilmu yang telah didapatkan.
Berbagai parameter proses dalam merubah limbah kulit udang menjadi kitosan
memiliki tantangannya sendiri. Sehingga dibutuhkan pembelajaran dalam bentuk
praktikum yang mampu mengubah limbah kulit udang menjadi kitosan.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh jumlah penambahan HCl terhadap kualitas chitosan
yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh pemanasan dalam pembuatan chitosan?
3. Apa saja parameter proses yang mempengaruhi kualitas chitosan?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh jumlah penmbahan HCl terhadap kualitas chitosan
yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh pemanasan dalam pembuatan chitosan.
3. Mengetahui parameter proses apa saja yang mempengaruhi kualitas
chitosan.

1.4. Manfaat
1. Meningkatkan pemanfaatan limbah cangkang udang.
2. Memberikan alternatif sumber chitosan.
3. Meningkatkan optimasi proses pembuatan chitosan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitin
Kitin adalah senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida,
tersusun atas monomer-monomer asetil glukosamin yang saling berikatan dengan
ikatan 1,4 beta membentuk suatu unit polimer linier yaitu beta-(1,4)-2-asetamido-2-
deoksi-D-glukosa. Analisis dengan Sinar X mengindikasikan bahwa struktur kitin
mirip dengan selulosa. Perbedaan kitin dan selulosa terletak pada adanya gugus 2-
asetil amino pada unit glukosa. Derajat deasetilasi kitin terhadap kitosan biasanya
berkisar antara 70-100% tergantung penggunaannya. Spesifikasi kitosan untuk
kualitas teknis mempunyai derajat deasetilasi sekitar 85%, untuk kualitas makanan
derajat deasetilasinya sekitar 90%, sedangkan untuk kitosan berkualitas farmasetis
derajat deasetilasinya mencapai sekitar 95% (Pujiastuti, 2001).

Gambar 2.1 Struktur Kitin


(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1982)

Kitin merupakan bahan organik utama terdapat pada kelompok hewan


seperti, crustaceae, insecta, fungi, mollusca dan athropoda. Dalam cangkang udang
yang termasuk kelompok crustaceae, kitin berikatan dengan protein, garam-garam
anorganik seperti kalsium karbonat dan lipid termasuk pigmen-pigmen. Bahan
berkitin terutama berada di bagian ektodermal dalam binatang multiseluler dan
membentuk eksoskeleton yang spesifik dari kebanyakan binatang tidak bertulang
belakang. Proses isolasi kitin terdiri dari dua tahap utama, yaitu deproteinasi dan
demineralisasi. .Deproteinasi. memiliki .tujuan menghilangkan. protein yang terdapat
4

pada cangkang. Tahap ini dilakukan dengan menambahkan NaOH pada konsentrasi
rendah sehingga terbentuk Na-proteanat yang larut dalam air. Tahap demineralisasi
dilakukan untuk memurnikan kitin dari mineral-mineral yang terkandung dalam
cangkang. Tahap ini dilakukan dengan menambahkan HCl encer (Suhardi, 1993).
Kitin secara komersial umumnya diekstraksi dari kulit udang dan cangkang
kepiting yang diperoleh dari limbah industri pengolahan. Proses ekstraksi kitin dari
kulit udang dan cangkang kepiting secara kimia merupakan proses yang relatif
sederhana. Ada beberapa metode dasar ekstraksi kitin yang banyak dikembangkan
dalam berbagai penelitian, seperti metode Hackman, Whistler dan BeMiller,
Horowitz, Roseman, dan Blumenthal, Foster dan Huckman, Takeda dan Katsuura,
Broussignac. Sedangkan metode dasar deasitelasi kitin menjadi kitosan antara lain
Metode Horowitz, Horton dan Lineback, Rigby, Wolform dan Shen-Han, Maher,
Fujita, Peniston dan Johnson (Muzzarelli dalam Noviary, 2010). Kitin yang terdapat
pada cangkang masih terikat dengan protein, CaCO3, pigmen, dan lemak.
Berbagai teknik dilakukan untuk memisahkannya, tetapi pada umumnya
melalui dua tahapan yaitu demineralisasi dengan HCl encer dan deproteinisasi
dengan NaOH encer. Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya
terbatas. Namun dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin
yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan
yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Modifikasi kitin telah banyak
dilakukan bukan hanya dengan cangkang udang namun dengan bahan lainnya.

2.2. Transformasi Kulit Udang Menjadi Kitosan


Kitin yang diekstraksi dari kulit udang telah menjadi pasar komersil yang
umum. Kulit udang dapat diperoleh di berbagai pengolahan udang sebagai limbah
industri, sehingga secara keekonomian akan sangat menguntungkan. Alternatif lain
untuk menggantikan proses ekstraksi kimia yaitu dengan prosesfermentasi dengan
menggunakan mikroorganisme bakteri proteolitik atau bakteri asam laktat (Peberdy
dalam Damanik, 2008). Proses isolasi kitin biasanya terdiri dari demineralisai,
deproteinisasi dan pemutihan (bleaching). Dua tahap pertama dapat dilakukan
dengan urutan yang sebaliknya atau saling dipertukarkan tergantung kepada
pemisahan karateonida dan penggunaan kitin yang dihasilkan.
5

Proses pengolahan cangkang menjadi kitin dan kitosa, adalah sebagai


berikut, cangkang didemineralisasi yaitu dikurangi kandungan mineralnya dengan
HCL. Kedua, deproteinisasi yaitu mengurangi kandungan protein dengan NaOH
dalam suhu medium. Cuci netral lalu dikeringkan, dinamakan kitin. Pengolahan kitin
menjadi kitosan, yaitu cangkang diberi NaOH suhu tinggi Kitin dideasetilasi
menggunakan NaOH 40%, dilanjutkan dengan penyaringan dan pencucian sampai
bersih lalu dikeringkan. Bubuk Kitosan disimpan dalam wadah yang kedap udara.
2.2.1 Demineralisasi
Demineralisai biasanya dapat dilakukan dengan HCl 1-8% selama 1-3 jam
pada suhu kamar. Demineralisai sempurna dapat dicapai dengan memakai asam
yang secara stokiometrik melebihi kandungan mineral. Jika reaksi demineralisasi
terlampau lama sampai 24 jam maka degradasi kitin akan terjadi. Proses
demineralisasi menggunakan berbagai pereaksi asam seperti HCl, HNO3, H2SO4,
CH3COOH, dan HCOOH, umumnya menggunakan HCl dengan konsentrasi 0,275-
1 N, dengan kisaran suhu perendaman -20oC sampai dengan 22oC. Perendaman pada
suhu kamar lebih banyak dilakukan untuk meminimalkan hidrolisis pada rantai
polimer. Proses ini bertujuan memisahkan kitin dari CaCO3.
2.2.2 Deproteinisasi
Untuk deproteinisasi digunakan larutan natrium atau kalium hidroksida
dalam air. Efektivitas deproteinisasi tergantung pada suhu selama proses,
konsentrasi basa, dan rasio larutan dengan cangkang. Limbah kulit crustacean
diproses dengan natrium hidroksida dengan konsentrasi yang berkisar antara 1-10%
dan suhu dinaikan sampai 65 ke 100oC. Proses deproteinisasi menggunakan berbagai
pereaksi seperti Na2CO3, NaHCO3, KOH, Na2SO4, Na2S, Na3PO4 dan NaOH. Tetapi
NaOH yang lebih banyak digunakan selama ini. Perlakuan dengan larutan NaOH
bervariasi antara 0,25 N hingga 2,5 N (Roberts, 1992).
Deproteinisasi dapat juga dilakukan dengan cara enzimatis untuk
mempertahankan nilai biologis protein yang dihasilkan. Tetapi cara ini tidak
menjamin pemisahan protein secara sempurna. Pada pemisahan protein secara
enzimatik, demineralisasi terlebih dahulu akan sangat menguntungkan. Hal ini akan
meningkatkan permeabilitas jaringan untuk penetrasi masuknya enzim dan juga
mengeluarkan mineral-mineral yang ada dalam kulit atau cangkang udang.
6

Proses ekstraksi kitosan dimulai dengan mencuci kulit udang dengan air
tawar bersih. Selanjutnya dihancurkan dengan blender, untuk kemudian dilakukan
deproteinasi menggunakan larutan alkali seperti NaOH 0,5 N sambil dipanaskan,
dan disaring. Residu berbentuk padatan selanjutnya dicuci dengan aquades, untuk
memasuki proses demineralisasi menggunakan 1 N HCl pada suhu kamar. Setelah
itu dilakukan penyaringan dan residu dicuci dengan aquades. Residu kemudian
diputihkan menggunakan larutan NaOCl 0,5%, kemudian dilakukan penyaringan
dan pencucian serta pengeringan pada suhu 30-40oC selama 8-12 jam.
2.2.3 Deasetilisasi
Kitin yang diperoleh dari proses deproteinisasi tidak dapat larut dalam
sebagian besar pereaksi kimia. Untuk memudahkan kelarutannya, maka kitin
dideasetilasi dengan pelarut alkali menjadi kitosan. Setelah melalui proses
deasetilasi maka daya adsorbsi kitin meningkat dengan bertambahnya gugus amina.
Perubahan kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara enzimatis dan kimiawi.
Biasanya kitosan dibuat dengan proses deasetilasi dari kitin kepiting dan udang
halus. Proses ini dilakukan pada kombinasi yang berbeda dari suhu (80-140oC)
selama 10 jam dengan menggunakan larutan natrium atau kalium hidroksida 30-60%
hingga didapatkan kondisi terbaik (Synoweiecky dan Al-Khateeb, 2003).
Proses deasetilasi kimiawi dilakukan untuk menghilangkan gugus asetil
kitin melalui perebusan dalam larutan alkali konsentrasi tinggi. Larutan NaOH 40%
dalam proses deasetilasi kitin, pada suhu 70oC selama 6 jam menghasilkan kitosan
dengan derajat deasetilasi 92%. Derajat deasetilasi kitosan tergantung dari
konsentrasi alkali yang digunakan, lama reaksi, ukuran partikel kitin dan berat jenis.
Makin tinggi konsentrasi alkali yang digunakan, maka akan semakin baik untuk
proses. Beberapa variasi deasetilasi dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Variasi Deasetilisasi


NaOH (%) Suhu (oC) Lama Pemanasan (Jam)
5 150 24
40 100 18
50 100 1
(Sumber: Roberts, 1992)
7

2.3. Aplikasi Kitosan


Kitosan dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik
sebagai makanan yang menjaga kesehatan maupun industri. Kitosan dipakai untuk
mengawetkan biji-bijian dari serangan hama, membersihkan dan menjernihkan air,
bahan baku kosmetik, bahan baku industri pangan, pemupukan lahan pertanian, dan
pengolahan lingkungan. Dewasa ini manfaat kitosan sebagai makanan kesehatan
(bukan obat) banyak diteliti, bahkan sudah diaplikasikan.
Fungsi kitosan pada penjernihan air limbah telah banyak digunakan di
Jepang dengan volume penggunaan mencapai 500 ton pada 1986. Dalam dunia
farmasi, kitosan telah banyak digunakan sebagai drug-delivery vehicle, dimana
kitosan mudah dicampur dengan obat sebagai pembentuk obat dan bahan aktif obat
akan dilepas ketika terjadi kontak dengan cairan dalam tubuh. Penelitian dalam
bidang kesehatan juga menunjukkan bahwa kitosan mampu berfungsi sebagai
health-promoting agents (agen peningkat kesehatan) dengan memberikan efek
penurunan kolesterol (hyphocholesterolemic) dan lemak (hypolipidemic) pada
hewan percobaan maupun langsung pada manusia (Djagal, 2003).
2.3.1 Bidang Medis
Dalam dunia medis, kitosan dipakai sebagai bahan benang operasi. Di
Malaysia, sudah dikembangkan pemanfaatan kitosan untuk pelapis luka luar.
Manfaatnya lebih baik jika dibandingkan dengan perban, termasuk bioplasenta yang
juga dikembangkan Malaysia. Sementara itu, upaya menambah nilai dari produk
perikanan itu sendiri kurang optimal. Di dunia medis, kitosan memiliki keunggulan
yaitu dapat melepas senyawa berdasarkan waktu. Jika kitosan menjadi campuran
dalam obat, ketika di pencernaan maka melepas senyawa obat dalam tahapan
berbeda (Hawab, 2004). Pemanfaatan kitosan pada industri sudah hampir mencakup
semua ruang lingkup industri seperti Industri tekstil, bidang fotografi, industri
fungisida, kosmetik, pengolahan pangan dan kesehatan.
2.3.2 Bidang Industri Tekstil dan Fotografi
Serat tenun dapat dibuat dari kitin dengan cara membuat suspensi kitin
dalam asam format, kemudian ditambahkan triklor asam asetat dan segera dibekukan
pada suhu 20 oC selama 24 jam. Jika larutan ini dipintal dan dimasukkan dalam etil
8

asetat maka akan terbentuk serat tenun yang potensial untuk industri tekstil. Pada
kerajinan batik, pasta kitosan dapat menggantikan lilin malam (wax) sebagai media
pembatikan. Jika kitin dilarutkan dalam larutan dimetil asetamida, maka dari larutan
ini dapat dibuat film untuk berbagai kegunaan. Pada industri film untuk fotografi,
penambahan tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film yaitu untuk
meningkatkan fotosensitivitas dari hasil fotografi (Damanik, 2008).
2.3.3 Bidang Industri Fungisida
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin.
Jika Kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan
mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan
langsung pada tanaman. Misalnya larutan 0,4% kitosan jika disemprotkan pada
tanaman tomat dapat menghilangkan virus tobacco mozaik.
2.3.4 Bidang Industri Kosmetik
Kini telah dikembangkan produk baru sampo kering mengandung kitin
yang disuspensi dalam alkohol. Termasuk pembuatan losion dan sampo cair yang
mengandung 0,5-6 % garam kitosan. Sampo ini mempunyai kelebihan dapat
meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi antara
polimer tersebut dengan protein-protein yang menyusun rambut.
2.3.5 Bidang Industri Pengolahan Pangan
Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka
keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin kitin
jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti
tawar yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan pembentuk emulsi
lebih baik dari pada mikrokristalin selulosa. Pada pemanasan tinggi kitin akan
menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa.
2.3.6 Bidang Kesehatan
Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorpsi
lemak. Sifat ini sangat potensial untuk dijadikan obat penurun lemak, penurun
kolesterol, pelangsing tubuh atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan juga bersifat
tidak dicernakan dan tidak diabsorpsi tubuh, sehingga lemak dan kolesterol makanan
terikat menjadi bentuk non-absortion yang tak berkalori. Tidak seperti serat alam
9

lain, kitosan mempunyai sifat unik karena memberikan daya pengikatan lemak yang
sangat tinggi. Pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4-5 kali lemak
dibandingkan serat lain. Kapasitas yang tinggi ini juga diakibatkan gugus kitosan
yang relatif bersifat basa dengan adanya gugus amino. Jumlah lemak yang diekskresi
oleh kitosan sekitar 51% sedangkan oleh pektin dan selulosa hanya mencapai 5-7%.
Kitosan tidak bisa dicerna sehingga tidak mempunyai nilai kalori. Sifat ini
sangat penting untuk produk-produk pelangsing tubuh. Tetapi tak seperti serat lain,
kitosan mempunyai daya pengikatan lemak yang sangat tinggi (absorban super)
sehingga mampu menghambat absorpsi lemak oleh tubuh. Kitosan adalah serat yang
tidak diabsorpsi sehingga bila lemak terikat dengannya akan menjadi senyawa yang
tak diabsorpsi. Hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan, hewan yang
diberi makanan mengandung kitosan mampu mengekskresi lemak di kotorannya
hingga 5-10 kali serat lain. Kitosan mampu menurunkan kolesterol LDL (Low ensity
lipoprotein) sekaligus meningkatkan komposisi perbandingan kolesterol HDL (High
density lipoprotein) terhadap LDL dalam tubuh (Rismana, 2006).
Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin)
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini
mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak
beracun, dapat disterilisasi, dan dapat disimpan lama. Kitin dan kitosan dapat
digunakan sebagai bahan pemercepat penyembuhan luka bakar, lebih baik dari yang
terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai bahan pembuatan garam-garam
glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di bidang kedokteran. Misalnya untuk
menyembuhkan influenza, radang usus, dan sakit tulang. Glukosamin terasetilasi
merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap
sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver.
Kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, sehingga berfungsi sebagai dietary fiber
yang berguna melancarkan pembuangan sisa-sisa pencernaan.

2.4. Keunggulan Kitosan


Kitosan memiliki keunggulan dalam berbagai pengaplikasian dikarenakan
sifatnya yang biodegradable dan berbagai keunggulan lainnya. Sifat-sifat yang
dimiliki kitosan inilah yang menyebabkan kitosan memiliki keunggulan dari bahan
10

lain untuk pengaplikasian yang sama. Beberapa diantaranya adalah kitosan sebagai
biokoagulan, adsorben, benang operasi dalam bidang medis, dan lain sebagainya.
Dengan demikian keunggulan kitosan merujuk pada keramah lingkungan dengan
berbagai macam sifat yang tidak mencemari lingkungan.
Kitosan memiliki kegunaan yang sanagat luas, tercatat lebih dari 200 jenis
penggunaannya. Di industri penjernihan air, kitosan telah banyak digunakan sebagai
koagulan. Keunggulan kitosan sebagai koagulan adalah sifatnya tidak beracun,
mudah mengalami biodegradasi, tidak mencemari lingkungan, dan mudah bereaksi
dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Dengan demikian diharapkan bahwa
koagulan yang diperoleh dari kulit udang adalah bahan yang ramah lingkungan dan
mempunyai nilai tambah yang tinggi terutama dari segi ekonomi.
Sifat khas kitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan
kandungan LDL kolesterol sekaligus mendorong menigkatkan HDL kolesterol
dalam serum darah. Peneliti jepang menjuluki kitosan sebagai suatu senyawa yang
menunjukkan zat hipokolesterolmik yang sangat efektif. Dengan kata lain, kitosan
mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum dengan efektif dan tanpa
menimbulkan efek samping. Kitosan dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi
biomedis, seperti artificial skin, penyembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka,
obat-obatan, bahan, dan vaksin. Penggunaannya semakin pesat karena keunggulan
dalam bidang ekonomi yang dimiliki kitosan (Sarwono, 2010).
Keunggulan kitosan lainnya adalah mudah untuk dibentuk dan murah. Sifat
inilah yang melahirkan penelitian tentang penggunaan kitosan sebagai matrik
penyangga pada mobilisasi enzim protease. Salah satu metode imobilisasi enzim
adalah dengan pengikatan silang (crosslinked) menggunakan matrik penyangga.
Matrik yang digunakan selama ini seperti silika dan polimer sintetik mempunyai
harga yang mahal, oleh karena itu banyak dicari alternatif pengganti matrik yang
murah seperti CaCO3, kitin, dan kitosan. Kelebihan kitosan inilah yang dapat
digunakan sebagai matriks penyangga pada imobilisasi enzim. Enzim protease
merupakan salah satu enzim yang telah banyak diaplikasikan dalam industri pangan
sebagai katalisator. Proses ini diharapkan memberikan beberapa keuntungan
penggunaan enzim terimobil dibandingkan enzim bebasnya (Ferdiansyah, 2005).
11

Keunggulan kitosan adalah merupakan bahan alami, penggunaan dalam


jumlah sedikit, kitosan mempunyai muatan positif yang kuat yang dapat mengikat
muatan negatif dari senyawa lain atau berperan sebagai detoksifikasi, menghambat
pertumbuhan bakteri, serta mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak
beracun. Kitosan banyak gunanya dalam pemakaian, seperti pengawet makanan
yang aman. Dengan merebaknya pemakaian bahan pengawet yang tidak aman,
seperti pemakaian formalin dan borak dalam berbagai makanan atau hasil laut,
terutama dalam mie, baso, tahu, dan ikan asin, maka ada kekawatiran dalam
masyarakat tentang keamanan pangan, sehingga harus ada pengganti yang aman.
Sifat yang utama kitosan adalah anti mikroba. Yeasts dan moulds sangat
sensitif terhadap kitosan, diikuti oleh gram positif bakteria dan selanjutnya gram
negatif bakteria. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keaktifan kitosan
terhadap mikroba, meliputi sifat-sifat intrinsik maupun ektrinsik kitosan. Tingkat
polimerisasi dari kitosan, kitosan dengan molekul rendah akan lebih aktif, namun
paling tidak tujuh monomer dalam polimer tersebut, kurang dari itu akan tidak aktif.
Makin tinggi tingkat asetilasi dari kitosan makin aktif terhadap anti bakterinya. Aksi
kitosan terhadap mikroba lebih cepat kepada fungi dan algae diikuti oleh bakteria.
Kitosan memeeah dinding sel dari mikroba sehingga tidak berkembang dan mati.
Mekanisme yang berlaku bahwa kitosan mempunyai sifat anti mikroba
karena kitosan berbentuk membran berpori yang dapat menyerap air pada makanan,
sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba di dalam makanan tersebut.
Disamping itu kitosan mempunyai gugus fungsional amina yang bermuatan positif
sangat kuat yang dapat menarik molekul asam amino bermuatan negatif pembentuk
protein dalam mikroba. Gugus fungsional amina juga memiliki pasangan elektron
bebas sehingga dapat menarik mineral Mg2+ yang terdapat pada ribosom dan mineral
Ca2+ yang terdapat pada dinding sel mikroba membentuk ikatan kovalen koordinasi.
Anti bakteri dari kitosan adalah gugus fungsional amina dan kemampuan
menyerap dari kitosan yang mempunyai muatan positif. Sedangkan sel membran
mikroba bermuatan negatif. Muatan positif dan negatif ini berinteraksi secara
elektrostatika yang menyebabkan membran mengalami tekanan permiabel yang
menyebabkan tekanan osmotik di dalam sel tidak seimbang yang menghalangi
pertumbuhan dari mikroba (Hardjito dalam Purwanti, 2010).
12

Kitosan bersifat anti mikroba, banyak digunakan untuk pencegahan


penyakit. Kitosan bisa digunakan untuk pengendalian paska panen Antraknosa pada
buah cabe merah. Kemampuan kitosan dalam membunuh mikroba tergantung dari
tingkat asetilasi dan konsentrasi. Tingkat keaktifan anti bakteri dari kitosan bisa
ditingkatkan dengan menaikkan derajat deasetilasi, hal ini sangat berpengaruh
terhadap ke anti bakteriannya, karena gugus fungsional makin banyak. Lama
pemanasan pada waktu proses deasetilasi juga berpengaruh pada keaktifan kitosan.
Pemakaian kitosan sangat luas meliputi berbagai bidang. Namun yang
paling menarik adalah pemakaian kitosan sebagai anti mikroba. Keringat yang
terhisap oleh pakaian akan menimbulkan bau yang tidak sedap, atau pakaian yang
disimpan cukup lama juga timbul bau yang tidak sedap. Bau-bauan itu timbul karena
bakteri tumbuh di serat-serat pakaian. Persaingan dalam industri tekstil dan garmen
sangat ketat. Pembuatan pakaian yang dilengkapi dengan anti bakteri merupakan
salah satu inovasi yang menambah keunggulan suatu produk tekstil.
Antibakteri dari kitosan bisa dikembangkan untuk produk-produk garmen
antibakteri untuk berbagai keperluan seperti, baju operasi , olah raga, pakaian dalam,
kaos kaki, sarung tangan, baju bio-security flu burung, dan plester anti bakteri.
Kitosan bisa juga dibuat serat tenun yang sangat potensial untuk industri tekstil yang
anti bakteri. Disamping itu juga kitosan bisa digunakan untuk pengawet bahan
makanan sebagai pengganti formalin. Adanya salah pemakaian formalin untuk
mengawetkan bahan makanan yang terjadi pada perusahaan kecil atau rumah tangga
sangat meresahkan masarakat. Formalin sebagai pengawet bukan untuk bahan
pangan. Pemakaian kitosan sebagai pengganti formalin sangat membantu dalam
menjaga keamanan pangan, seperti untuk mengawetkan tangkapan ikan.
Kitin kitosan merupakan bahan alam yang sangat berlimpah yang
dihasilkan di pulau-pulau di Indonesia. Kitin banyak terdapat pada cangkang
binatang moluska (shellfish). Dengan proses deproteinasi dan demineralisasi dengan
asam dan basa kuat didapatkan kitin. Kitin dengan proses deasetilasi dengan basa
kuat dan pemanasan dihasilkan kitosan. Kitosan banyak berguna sebagai pengawet
makanan yang aman, anti mikrobia, penyerap logam, berbagai tekstil anti bakteri,
dan penjernihan air. Bila teknologi pembuatan kitin bisa dimasyarakatkan, maka
Indonesia akan menjadi penghasil kitosan terkemuka di dunia (Sarwono, 2010).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Grinding
2. Water Bath
3. Neraca Analitik
4. Corong dan Kertas Saring
5. Beker Gelas
6. Kertas Lakmus Universal
7. Pipet Tetes
8. Oven
9. Spatula
3.1.2 Bahan
1. Kulit Udang
2. HCl
3. NaOH
4. Aquadest
3.2. Prosedur Percobaan
1. Pisahakan udang dan kulitnya kemudian cuci bersih dan keringkan.
2. Gerus sampai halus kulit udang yang telah dikeringkan tadi hingga menjadi
bubuk atau powder.
3. Timbang bubuk kulit udang sebanyak 5 g dicampur dengan 300 mL
aquadest.
4. Kemudian masukkan HCl sebanyak 3 tetes, selanjutnya kulit udang tadi
dipanaskan selama 2 menit, diamkan sebentar.
5. Larutan tadi disaring dengan kertas saring, slurry kulit udang dimasukkan
dalam beaker gelas kemudian dicuci serta disaring kembali.
6. Hasil saringan ini dicampurkan kembali dengan 300 mL aquadest, direbus
selama 2 menit, kemudian disaring kembali.
7. Hasil saringan ditetesi NaOH sebanyak 3 tetes, selanjutnya diukur dengan
kertas lakmus universal.
8. Langkah terakhir larutan disaring kembali dan dikeringkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bhuvana, dkk. 2006. Studies on Frictional Behaviour of Chitosancoated Fabrics.


AUTEX Research Jurnal. 6(4) : 216-217.
Damanik, A. 2008. Studi Pembuatan Kitosan Dari Kulit Udang. Skripsi. FMIPA
Universitas Negeri Surakarta.
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1982. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Noviary, H. 2010. Studi Karakterisasi Pembuatan Kitin dan Kitosan dari Cangkang
Belangkas (Tachypleus Gigas) untuk Penentuan Berat Molekul. Skripsi.
FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Pujiastuti, P. 2001. Kajian Transformasi Khitin Menjadi Khitosan Secara Kimiawi
dan Enzimatik. Prosiding Seminar Nasional Jurusan Kimia. FMIPA
Universitas Sebelas Maret.
Purwanti, A. 2014. Evaluasi Proses Pengolahan Limbah Kulit Udang untuk
Meningkatkan.Mutu.Kitosan.yang.Dihasilkan..Jurnal.Teknologi.7(1) : 84-85.
Rismana, R. 2006. Pemanfaatan Kitosan Hasil Deasetilasi Kitin Cangkang Bekicot
Sebagai Adsorben Zat Warna Remazol Yellow. Skripsi. FMIPA Universitas
Sebelas Maret.
Roberts, G. A. F. 1992. Chitin Chemistry. London: The Macmillan Press Ltd.
Sarwono, R. 2010. Pemanfaatan Kitin dan Kitosan Sebagai Bahan Anti Mikroba.
Jurnal Kimia Terapan Indonesia. 12(1) : 33-36.
Suhardi. 1993. Khitin dan Khitosan. Yogyakarta: UGM.
Synoweiecky, J. dan Al Khateeb, N. A. 2003. Production, Properties, and Some
New Applications of Chitin and its Derivates. Critical Reviews in Food
Science and Nutrions. 43(2) : 150.
Verdiansyah, V. 2005. Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Udang Sebagai Matriks
Penyangga pada Imobilisasi Enzim Protease. Skripsi. FPIK Institu Pertanian
Bogor.

13

Anda mungkin juga menyukai