Anda di halaman 1dari 5

4.2.

Pembahasan
Kitosan pada penelitian ini dibuat dari cangkang kerang darah (Anadara
sp) yang berasal dari penjual di daerah Pasar 16 Palembang, Sumatera Selatan.
Pembuatan kitosan berdasarkan metode Cakasana, dkk. (2014), sedangkan
pengaplikasian menggunakan metode Rohim, dkk. (2015) yang kedua metode
tersebut dimodifikasi dalam upaya peningkatan mutu kitosan dan aplikasinya.
Analisa mutu kitosan menggunakan uji kadar air yang merupakan salah satu
parameter dalam mengetahui kualitas kitosan. Aplikasi kitosan digunakan sebagai
pengawet tahu sebagai upaya meningkatkan masa simpan dari tahu tersebut.
4.2.1. Isolasi Kitin
Sebelum memasuki proses deasetilisasi, perlu dilakukan isolasi kitin dari
cangkang kerang darah yang dilakukan dengan 4 tahap, yaitu persiapan bahan baku,
demineralisasi, dan deproteinisasi. Tahap persiapan dilakukan dengan tujuan
membersihkan cangkang dari kotoran yang menempel dan memperbesar luas
permukaan bahan baku. Cangkang tersebut terlebih dahulu dipisahkan dari
dagingnya, lalu dikeringkan dengan dijemur dibawah sinar matahari selama satu
hari. Cangkang yang sudah kering selanjutnya dihaluskan menggunakan blender.
Berdasarkan Masindi (2012) semakin besar luas permukaan, maka akan semakin
mudah serbuk cangkang kerang darah untuk bereaksi saat proses isolasi
berlangsung. Hal ini disebabkan laju reaksi akan meningkat seiring bertambahnya
luas permukaan. Dengan demikian potensi kandungan kitin dari cangkang kerang
darah dapat dimanfaatkan secara lebih efisen dalam segi prosesnya.
Tahap kedua isolasi kitin adalah demineralisasi. Proses demineralasisasi
dilakukan sebelum deproteinisasi dikarenakan kandungan cangkang kerang darah
lebih banyak mengandung mineral dibandingkan protein. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan penyusutan berat rata-rata proses demineralisasi
sebesar XX %. Berdasarkan Rachmania (2011) proses demineraliasi pada kerang
darah bertujuan untuk menghilangkan garam anorganik atau mineral-mineral yang
banyak terkandung didalamnya. Mineral yang banyak terkandung pada cangkang
kerang darah adalah Ca3(PO4)2 dan CaCO3. Proses demineralisasi menghasilkan
rata-rata XX gram dari 100 gram sampel. Penggunaan HCl dalam proses
demineralisasi dilakukan untuk melarutkan Ca3+ pada mineral cangkang kerang.
Penggunaan HCl selama tahap demineralisasi akan menghasilkan CaCl2
akibat reaksinya dengan CaCO3 dan Ca3(PO4)2. Terbentuknya CaCl2 mampu
dilarutkan oleh air, sehingga mineral yang terkandung akan terbawa ketika
pencucian. Produk samping yang terbentuk adalah gas CO2 dan air dari hasil reaksi
tersebut. Ini terlihat ketika memasukkan serbuk cangkang kerang kedalam larutan
HCl 1N akan terbentuk gelembung-gelembung akibat tersuspensinya CO2 yang
terbentuk dalam larutan. Tahapan ini dilakukan dengan mengaduk secara konstan
pada suhu 50oC. Seperti yang dinyatakan Karmas (1982) dengan adanya
pengadukkan yang konstan dapat menciptakan panas yang homogen, sehingga
asam yang digunakan dapat bereaksi sempurna dengan bahan yang digunakkan.
Demineralisasi akan mempengaruhi mutu akhir dari produk kitosan.
Penggunaan HCl 1N dengan rasio 1:10 dilakukan sama untuk semua sampel uji
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi NaOH terhadap proses
deasetilisasi dari kitosan. Sebagaimana penelitan yang dilakukan oleh purwanti
(2014) yang menyatakan bahwa penggunaan konsentrasi yang berbeda pada proses
demineralissi akan mempengaruhi besarnya derajat deasetilisasi kitosan.
Konsentrasi HCl yang sama dinilai tepat dalam penelitian ini karena menghasilkan
rendemen crude kitin yang tidak berbeda jauh. Hasil yang didapatkan rendemen
crude kitin dari proses demineralisasi berkisar antara XX-XX. Ini membuktikan
bahwa penggunaan konsentrasi HCl yang sama merupakan hal yang tepat.
Tahap terakhir isolasi kitin adalah proses deproteinisasi. Deproteinisasi
bertujuan untuk menghilangkan protein pada cangkang kerang darah. Menurut
Wiyarsi (2009) kandungan protein ini berikatan dengan kitin secara kovalen dan
fisik, sehingga diperlukan proses untuk melepaskan ikatan protein dengan kitin
yang disebut dengan deproteinisasi. Rendemen yang dihasilkan dari proses
deproteinisasi terhadap crude kitin hasil demineralisasi tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan pada setiap sampel. Hasil rendemen tahap ini didapatkan
berkisar antara XX-XX. Perbedaan yang tidak signifikan ini yang melandasi untuk
melakukan proses deasetilisasi sesuai dengan sampel awal. Deproteinisasi sendiri
merupakan pelepasan proteini lalu berikatan dengan ion Na+ dari NaOH yang
menghasilkan senyawa natrium proteinat dan hasil samping berupa air.
4.2.2. Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Rendemen Deasetilisasi
Kitin hasil isolasi dilakukan deasetilisasi menggunakan variasi konsentrasi
NaOH sebesar 40%, 50%, dan 60% untuk mengetahui pengaruh mutu kitosan yang
dihasilkan oleh pengaruh konsentrasi tersebut. Melalui deasetilisasi dengan basa
kuat, kitin dapat ditransformasikan menjadi kitosan. Perlakuan deasetilisasi
mengakibatkan terlepasnya ikantan N-asetil, sehingga satu N-asetilglukosamin
menjadi satuan glukosamin. Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi NaOH
mempengaruhi mutu kitosan berdasarkan uji yang telah dilakukan. Hal tersebut
diperkuat dengan pernyataan Tobing, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa larutan
NaOH konsentrasi tinggi akan memutuskan ikatan gugus asetil dengan atom
nitrogen dari kitin. Tingginya konsentrasi NaOH menyebabkan gugus fungsional
amino (-NH3) yang mensubtitusi gugus asetil kitin dalam sistem larutan semakin
aktif sehingga proses deasetilisasi kitosan terjadi. Hasil yang didapatkan
berbanding lurus dengan hipotesa yang dibuat bahwa semakin tinggi jumlah
konsentrasi NaOH, semakin banyak kandungan asetil yang akan hilang dari kitin.

Grafik rendemen kitosan

Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa rendemen yang dihasilkan dari


tahapan deasetilisasi terhadap kitin hasil deproteinisasi menunjukkan semakin
tinggi konsentrasi semakin berkurangnya rendemen yang didapatkan. Hal tersebut
menunjukkan kandungan gugus asetil pada kitin semakin banyak yang terlepas
asetamida. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azhar, dkk. (2010), yaitu proses
pelepasan gugus asetil dari gugus asetamida kitin berhubungan dengan konsentrasi
ion OH- pada larutan. Konsentrasi OH- akan lebih besar pada larutan basa kuat.
Semakin kuat suatu basa semakin besar konsentrasi OH- dalam larutannya.
Sehingga hasil yang didapatkan menunjukkan perbedaan rendemen yaitu pada
konsentrasi 40% sebesar XX, 50% sebesar XX, dan 60% sebesar XX.
Pengaruh deasetilisasi dapat dinyatakan dari rendemen kitosan karena
berdasarkan hasil perhitungan rendemen deasetilisasi terhadap hasil kitin proses
deproteinisasi memiliki perbedaan yang tidak signifian (maksimal <X,XX%).
Dalam pembahasan ditunjukkan grafik rendemen kitosan karena sudah umumnya
digunakan dalam beberapa literatur walaupun variasi yang dilakukan hanya pada
deasetilisasi. Kondisi mutu terbaik kitosan dari setiap variasi adalah konsentrasi
60% karena pada tahap pengawetan tahu sampel ini mampu mengawetkan tahu
paling baik. Dari hasil rendemen sendiri dibuktikan bahwa pengaruh konsentrasi
60% menghasilkan rendemen paling kecil sebesar XX% yang menunjukkan
semakin banyak gugus asetil yang mampu dilepaskan pada konsentrasi tersebut.
Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui analisa antara
rendemen yang sedikit dengan kualitas yang dihasilkan, sehingga ketika diproduksi
secara komersial dapat menentukan konsentrasi terbaik dari hasil analisa tersebut.

Grafik kadar air

Berdasarkan grafik tersebut terjadi fluktuasi kadar air yang didapatkan dari
hasil uji kadar air. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Zakaria, dkk. (2012) yang
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan akan
berpengaruh terhadap derajat deasetilisasi, namun kandungan airnya juga akan
semakin besar. Hal ini disebabkan karena tingginya derajat deasetilisasi akan
memiliki ikatan hidrogen yang semakin banyak dan mudah berikatan dengan air.
Hal tersebut dimungkinkan karena terjadi perbedaan saat proses pengeringan,
walaupun perbedaan tersebut sangat kecil (1-3oC) namun sangat mungkin
mempengaruhi hasil dari kadar air kitosan. Kadar air terbaik didapatkan pada
konsentrasi 40% sebesar XX%, sedangkan kadar air tertinggi pada konsentrasi 50%
sebesar XX%. Hasil tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga
ketiga konsentrasi dinyatakan layak karena masih sesuai standar (maksimal 12%).

Anda mungkin juga menyukai