PENDAHULUAN
1
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Penyediaan Minyak Bumi di Indonesia
Sumber : Kementerian ESDM, diolah oleh DEN, 2013
Note : Rasio Ketergantungan Impor = Impor / (Produksi + Impor
Ekspor)
Dalam perkembangannya kebutuhan mengalami penurunan yang signifikan pada
tahun 2006 dikarenakan kenaikan harga BBM hingga dua kali pada tahun tersebut,
sehingga menyebabkan konsumsi BBM di dalam negeri turun dan kebutuhan impor
minyak bumi dan BBM juga turun. Kenaikan Rasio Ketergantungan Impor Indonesia
perlu menjadi perhatian, dimana selama periode 2003 - 2013 rasio ketergantungan impor
rata-rata 32% per tahun, dan terus meningkat hingga 37% pada tahun 2013. Hal ini
disebabkan kemampuan produksi minyak semakin menurun, sedangkan konsumsi terus
meningkat (Dewan Energi Nasional, 2014).
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengurangi
ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak, dengan meluncurkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak.
Walapun kebijakan tersebut menekankan penggunaan batu bara dan gas sebagai
pengganti BBM, kebijakan tersebut juga menetapkan sumber daya yang dapat
diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. (Shintawaty,
2006)
2
Beberapa dari bahan bakar nabati yang dapat dikembangkan adalah bioetanol.
Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang mempunyai beberapa
kelebihan, diantaranya sifat bioetanol yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan karena
emisi karbondioksidanya rendah (Jeon, 2007). Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan
campuran bensin (gasolin) yang kemudian dinamakan gasohol, dan juga dapat digunakan
secara langsung sebagai bahan bakar (McKetta,1983). Di Indonesia produksi bioetanol
semakin meningkat pabrik pembuat bioetanol pun semakin berkembang.
Karena penggunaan bahan bakar alternatif ini menjadi salah satu pilihan yang
diharapkan dapat memenuhi permintaan kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat,
maka perlu dikembangkan etanol dengan kadar yang lebih tinggi lagi yaitu 99,6%.
Bioetanol dapat diproduksi dari tumbuhan yang mengandung pati, gula, dan selulosa.
Potensi biomassa untuk menghasilkan bioetanol sangat beragam karena kandungan pati,
gula dan selulosa yang terdapat dalam biomassa berbeda-beda. Menurut hasil penelitian
LIPI, beet dan molases merupakan bahan baku etanol yang menghasilkan etanol dengan
produktivitas tinggi, yaitu sebanyak 30008000 liter/Ha, dan diikuti oleh ubi kayu
(Prihandana, 2007).
Molases merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir yang masih mengandung
gula dan asam-asam organik sehingga merupakan bahan baku yang baik untuk pembuatan
etanol. Dibandingkan bahan baku lain, molases mempunyai keunggulan yaitu selain
harganya murah juga mengandung 50% gula sederhana yang dapat difermentasi langsung
oleh yeast menjadi etanol tanpa pretreatment (Agustin dkk, 2013). Konversi bahan baku
tanaman yang mengandung pati dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Konversi bahan baku yang mengandung pati dan tetes menjadi bioetanol
Kandungan Gula Jumlah Hasil Perbandingan
Bahan Baku dalam Bahan Konversi Bahan Baku dan
Baku (kg) Bioetanol
3
Jenis Konsumsi (kg) Bioetanol (liter)
Ubi Kayu 1000 250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi Jalar 1000 150-200 125 8:1
Jagung 1000 600-700 200 5:1
Sagu 1000 120-160 90 12 : 1
Tetes 1000 500 250 4:1
Sumber: Nurdyastuti (200)
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa bahan baku dari tetes memiliki kelebihan dibanding
bahan baku lain. Dilihat dari bahan baku yang ada diatas, jagung memiliki kandungan
gula yang paling tinggi namun konversi untuk menjadi bioetanol masih dibawah tetes,
dengan kandungan gula 500 kg tetes mampu menghasilkan bioetanol sebesar 250 liter,
sedangkan jagung dengan kandungan 600-700 kg gula hanya mampu menghasilkan 200
liter bioetanol. Sedangkan bahan baku yang lain memiliki kandungan gula yang sedikit
sehingga dalam jumlah hasil konversi menjadi bioetanol, tetes menghasilkan konversi
bioetanol yang lebih banyak. Dari kelima bahan baku diatas, perbandingan antara bahan
baku dan bioetanol yang dihasilkan, tetes memiliki perbandingan paling kecil untuk
penggunaan bahan baku dalam menghasilkan bioetanol.
Etanol dapat disintesis dengan proses fermentasi. Fermentasi merupakan proses
perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme untuk memperoleh
energi dengan memecah substrat untuk pertumbuhan dan metabolisme dari
mikroorganisme tersebut. Proses fermentasi yang terjadi pada pembentukan etanol adalah
fermentasi anaerob atau tanpa oksigen. Penggunaan ragi Saccharomyces cerevisiae
banyak digunakan untuk meningkatkan hasil produksi bioetanol dari gula karena tidak
membutuhkan sinar matahari dalam pertumbuhannya. Saccharomyces cerevisiae dalam
bentuk ragi dapat langsung digunakan sebagai inokulum pada kultivasi etanol sehingga
tidak diperlukan penyiapan inokulum secara khusus. (Salsabila, dkk, 2013)
Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8
sampai 10 persen volume. Fermentasi dengan menggunakan bahan baku gula (molases),
proses pembuatan etanol dapat lebih cepat (Nurdyastuti, 2008).
4
12
10
data
juta ton
4
0
2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
tahun
5
60000
y = 2950.73x-5873518.5
2
R = 0.97 regresi
50000
data
ton
40000
30000
2004 2007 2010
tahun
Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa produksi etanol di Indonesia
terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi etanol dari tahun 2005 sampai dengan tahun
2011 mengalami kenaikan, sedangkan pada tahun 2003-2005 produksi etanol mengalami
fluktuasi.
Berikut ini dapat dilihat data ekspor etanol dalam negeri:
6
80000
y = 7433x+35964
2
R = 0.63
60000
regresi
ton
data
40000
7
1500
3 2
y = 114.92x -902.16x +2128.3x-1143.6
2
R = 0.9767
1000
C regresi
500
data
0
0 2 4 6
tahun
8
Tabel 1.5 Pabrik Bioetanol di Indonesia
Kapasitas Produksi
Nama Perusahaan
(Ton/Tahun)
PT. Aneka Kimia Nusantara 11.992,8
PT. Basis Indah 4.576,2
PT. Bukit Manikam Subur Persada 122.610,6
PT. Indo Acidatama 100.439,7
PT. Madu Baru 16.174,5
PT. Molindo Raya Industrial 23.906,7
PT. Perkebunan Nusantara XI 14.359,8
PT. Rhodia Manyar 26.431,5
PT. Indo Lampung Distilley 143.598
PT. RNI dan Choi Biofuel Co. 26.826
PT. Perkebunan Nusantara X 291,93
PT. Sampurna 40.160,1
Kanematsu Corporation 71.720,1
Sumber: http://www.asendoindonesia.wordpress.com/
Berdasarkan tabel diatas kapasitas minimum pabrik bioetanol yang ada di Indonesia
adalah sebesar 291.93 Ton/Tahun, sehingga kapasitas pabrik baru sebesar 200.000
Ton/Tahun layak untuk didirikan.
9
Tjoekir (Jombang) dan PG Pesantren Baru (Kediri). Sehingga hal tersebut akan
memudahkan dalam perolehan bahan baku untuk produksi.
Berikut adalah kapasitas produksi pabrik gula yang ada di Jawa Timur:
Tabel 1.6 Pabrik Gula di Jawa Timur
Nama Pabrik Lokasi Pabrik Kapasitas Produksi (Ton/Hari)
PG. Krian Sidoarjo 1500
PG Watutulis Sidoarjo 2085
PG Tulangan Sidoarjo 1287
PG Krembong Sidoarjo 1446
PG Gempolkerep Mojokerto 5742
PG Jombangbaru Jombang 2187
PG Cukir Jombang 2897
PG Lestari Nganjuk 3529
PG Merican Kediri 2515
PG Pesantren Baru Kediri 5607
PG Ngadirejo Kediri 5615
PG Mojopanggung Tulungagung 2521
PG Sudono Ngawi 2289
PG Purwodadi Magetan 1946
PG Rejosari Magetan 1814
PG Pagottan Madiun 2084
10
PG Kanigoro Madiun 1729
PG Kedawung Pasuruan 2194
PG Wonolangan Probolinggo 1199
PG Gending Probolinggo 1305
PG Pajarakan Probolinggo 1117
PG Jatiroto Lumajang 5762
PG Semboro Jember 4515
PG Pe Maas Situbondo 838
PG Wringinanom Situbondo 1084
PG Olean Situbondo 963
PG Panji Situbondo 1573
PG Asembagus Situbondo 2365
PG Prajekan Bondowoso 2532
PG Rejoagung Baru Malang 3900
PG Kreber Baru Malang 7000
PG Candi Sidoarjo 1700
PT Tri Guna Gina Malang 3698
Sumber: http://www.kppbumn.depkeu.go.id/
Menurut Hubert Olbrich (1963), bahwa kandungan rata-rata gula dalam tebu adalah
sekitar 16-18% dan hanya 13-14% gula yang dapat diproduksi dan sisanya membentuk
molases. Molases yang terbentuk dalam proses produksi gula adalah sekitar 2-3,5%.
Berdasarkan persentase tersebut dapat dihitung perkiraan produksi molases yang
dihasilkan pabrik gula di Jawa Timur. Dengan mengasumsi hari operasi pabrik adalah 300
hari, maka berdasarkan perhitungan, molases yang dihasilkan oleh pabrik gula di Jawa
Timur adalah sebesar 6.785.759,124 Ton/Tahun.
Berdasarkan data BPS pada tahun 2006 didapatkan produksi molases secara
nasional sebagai berikut:
Tabel 1.7 Produksi Molases di Indonesia
Tahun Produksi Molases (kg)
1998 1.267.990.000
1999 1.415.115.971
2000 1.536.200.007
2001 1.829.745.927
2002 2.966.023.440
11
Dari data diatas dapat diketahui bahwa produksi molases meningkat dari tahun ke
tahun sehingga dapat diprediksi produksi molases di Indonesia untuk tahun mendatang.
Grafik produksi molases di Indonesia dapat kita lihat sebagai berikut:
3200000
y = 381069688.1x-760336361121.92
2
R = 0.78
2400000
ton
1600000 Data
Regresi
tahun
12
Bahan baku lain seperti asam phospat dan urea diperoleh dari PT Petrokimia Gresik
yang mempunyai kapasitas produksi masing-masing adalah asam phospat sebesar
400.000 ton/tahun dan urea sebesar 460.000 ton/tahun. (http://www.petrokimia-
gresik.com)
1.3.2 Pemasaran Produk
Etanol banyak digunakan untuk industri jamu, industri kosmetik, industri makanan
dan minuman dan industri obat-obatan yang ada di sekitar Jawa Timur. Lokasi pabrik
yang berdekatan dengan pasar atau pusat distribusi akan mempengaruhi harga jual produk
dan lamanya waktu pengiriman.
1.3.3 Ketersediaan Listrik
Listrik merupakan kebutuhan pabrik yang penting karena menunjang seluruh
kegiatan produksi. Selain menggunakan listrik dari PLN, pabrik juga menggunakan
generator dan genset sendiri untuk menghindari kekurangan pasokan listrik.
1.3.4 Ketersediaan Air
Air yang dibutuhkan untuk proses diperoleh dari sungai yang ada di Kabupaten
Mojokerto seperti sungai Brantas dengan debit maksimum sebesar 1707 m3/detik
sedangkan debit minimum sebesar 584 m3/detik (Kuntjoro, 2011). Selain diperoleh dari
Sungai Brantas kebutuhan air juga menggunakan air dari sumur dalam (sumur arthesis)
agar tidak mengganggu ketersediaan air di lingkungan sekitar.
1.3.5 Fasilitas Transportasi
Pemasaran produk dilakukan dengan menggunakan angkutan darat yaitu
menggunakan truk dan tanker. Lokasi pabrik di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur
berdekatan dengan fasilitas jalan raya dan dekat dengan kota Surabaya sehingga
memudahkan pengangkutan bahan baku dan pemasaran produk melalui jalur darat
maupun jalur laut.
1.3.6 Kebutuhan Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja tak terlatih dapat diperoleh dari penduduk yang bertempat
tinggal di sekitar pabrik, sedangkan untuk tenaga kerja terlatih dapat diperoleh dari
lulusan sekolah keahlian ataupun perguruan tinggi yang banyak terdapat di Jawa Timur
dan sekitarnya seperti Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Airlangga,
Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang dan lain-lain.
13
Berdasarkan Sistem Informasi Kawasan Industri Jawa Timur, Provinsi Jawa Timur
memiliki 6 (Enam) Kawasan Industri yang tersebar di beberapa wilayah, diantaranya
adalah Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya, Pasuruan Industrial
Estate Rembang (PIER) di Kabupaten Pasuruan, Maspion Industrial Estate (MIE) di
Kabupaten Gresik, Ngoro Industrial Park (NIP) di Kabupaten Mojokerto, Sidoarjo
Industrial Estate Berbek (SIEB) di Kabupaten Sidoarjo, serta Kawasan Industri Gresik di
Kabupaten Gresik.
Menurut Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 Tahun 2015 tentang Upah
Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2016, upah minimum kabupaten/kota
yang termasuk kawasan industri diatas memiliki nilai sebagai berikut:
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa Kabupaten Mojokerto memiliki UMK
paling rendah diantara Kabupaten/Kota Kawasan Industri di Jawa Timur sehingga akan
didirikan pabrik bioetanol di Kabupaten Mojokerto.
14
Gambar 1.8 Peta Lokasi Pendirian Pabrik
15
1.4 Tinjauan Pustaka
1.4.1 Bioetanol
Etanol (CH3-CH2-OH) juga dikenal dengan nama alkohol. Alkohol sudah dikenal
orang sejak awal peradaban umat manusia. Keahlian memisahkan alkohol dan bahan-
bahan terfermentasi telah dimiliki sejak zaman dahulu kala, keahlian tersebut merupakan
suatu cara untuk memekatkan kadar alkohol dari anggur dengan proses distilasi.
Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu:
1. Etanol 95-96%, disebut dengan etanol berhidrat, yang dibagai dalam:
a. Technical/raw spirit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritus, minuman,
desinfektan, dan pelarut.
b. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut.
c. Potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.
2. Etanol > 99,5%, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat
digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini
disebut dengan dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol
anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya mengandung
air minimal (Prihandana, 2007).
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat yang menggunakan bantuan mikroorganisme. Dalam
perkembangannya, produksi alkohol yang paling banyak digunakan adalah
metode fermentasi dan distilasi. Proses distilasi dapat menghasilkan etanol dengan
kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih
dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut Fuel Grade Ethanol
(FGE).
Berikut ini merupakan tabel parameter kualitas bioetanol berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI).
16
Parameter Unit, Min/Max Spesifikasi
99,5 (sebelum denaturasi)
Kadar etanol %-v, min.
94,0 (setelah denaturasi)
Kadar metanol mg/L, max. 300
Kadar air %-v, max. 1
%-V, min. 2
Kadar denaturan
%-V, max 5
Kadar Cu Mg/kg, max 0,1
Keasaman sbg CH3COOH mg/L, max. 30
Tampakan Jernih & tdk ada endapan
Ion klorida mg/L, max. 40
Kandungan Sulfur mg/L, max. 50
Getah (gum), dicuci mg/100 mL, max. 5,0
pH 6,5-9,0
Sumber: Ahmad Budi Junaidi, 2012
1.4.1.1 Kegunaan Etanol
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti beku,
bahan bakar, dan senyawa antara untuk sintesis senyawa organik lainnya. Etanol sebagai
pelarut banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, dan resin maupun di
laboratorium. Di Indonesia, industri minuman merupakan pengguna etanol terbesar.
Sebagai bahan baku, etanol digunakan untuk pembuatan senyawa asetaldehid, butadiena,
dietil eter, etil asetat, asam asetat, dan sebagainya. (Diah dkk, 2013)
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai prospek yang baik. Etanol dapat
digolongkan sebagai bahan baku yang dapat diperbaharui, karena dapat disintesis dari
bahan baku yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Etanol anhidrat dapat digunakan sebagai
cairan pencampur pada bensin.
Sifat-sifat Fisika dan Kimia Etanol
Etanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat yang tidak
beracun. Selain itu etanol juga memiliki banyak sifat-sifat, baik secara fisika maupun
kimia. Adapun sifat-sifat fisika etanol dapat dilihat di Tabel 1.12.
17
Spesifikasi Keterangan
18
Simanjuntak (2009), molases banyak mengandung gula dan asam-asam organik.
Kandungan gula dari molases terutama sukrosa berkisar 40-55%.
Molases digunakan sebagai media fermentasi untuk memproduksi etanol, karena
mudah didapatkan dan harganya relatif murah dibandingkan media lainnya. Pemanfaatan
molases selain untuk memperoleh etanol juga akan meningkatkan nilai ekonomis
molases.
Meningkatnya produksi gula tebu di Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini
tentunya akan meningkatkan produksi molases. Molases merupakan meda fermentasi
yang baik, karena mengandung gula, sejumah asam amino dan mineral, setelah itu
molases tersebut diolah menjadi berbagai macam produk seperti gula, sejumlah asam
amino dan mineral, setelah itu molases tersebut diolah menjadi berbagai macam produk
seperti gula cair dari tetes, penyedap makanan (Monosodium glutamate, MSG) dan pakan
ternak.
Molases memiliki kandungan sukrosa sekitar 30% disamping gula reduksi sekitar
25% berupa glukosa dan fruktosa. Sukrosa molases merupakan komponen sukrosa yang
sudah tidak dapat lagi dikristalkan dalam proses pemasakan di pabrik gula. Hal ini
disebabkan karena molases mempunyai nilai Sucrose Reducing Ratio (SRR) yang rendah
yaitu sekita 0,98 2,06. Pada molases terkandung beberapa komposisi seperti: glukosa
(21.7%), sukrosa (34.19%), air (26.49%) dan abu (17.62). (Natalia, 2007).
1.4.3 Proses Sintesis Etanol
Etanol dapat diproduksi dengan beberapa cara, diantaranya secara petrokimia dan
fermentasi. Proses petrokimia dapat dilakukan dengan cara hidrasi yaitu hidrasi langsung
dan hidrasi tidak langsung, sedangkan untuk proses fermentasi adalah proses secara
biologis menggunakan ragi. (Roozbehani et al., 2012)
19
pemurnian serta produksi etanol anhidrat, yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi
sebagai berikut (Llano-Restrepo dkk, 2011):
CH 2 CH 2 ( g ) H 2 O CH 3CH 2 OH ( g )
C2 H 2 H 2 O CH 3CHO
20
H 2 C CH 2 H 2 SO4 CH 3CH 2 OSO3 H
21
dalam perkembangan bakteri. Kondisi keasaman yang baik untuk bakteri adalah
4,5-5,5.
2. Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan kultur murni yang dihasilkan di
laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan.
3. Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama
fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan yang
maksimal, suhu pertumbuhan minimal, dan suhu optimal yaitu suhu yang
memberikan terbaik dan perbanyakan diri tercepat.
4. Oksigen
Udara atau oksigen selama fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk
memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap mikroba
membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertmbuhan atau
membentuk sel-sel baru dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti (Saccharomycess
cereviseae) akan tumbuh lebih baik dalam keadaan aerobik, tetapi keduannya akan
melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat dengan keadaan anaerobik.
5. Waktu
Laju perkembangbiakkan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, bakteri dapat membelah sekali setiap 20
menit. Untuk beberapa bakteri memilih waktu generasi yaitu selang waktu antara
pembelahan, dapat dicapai selama 20 menit. Jika waktu generasinya 20 menit pada
kondisi yang cocok sebuah sel dapat menghasilkan beberapa juta sel selama 7 jam
(Juwita, 2012).
Berdasarkan uraian diatas perbandingan proses hidrasi dan fermentasi dapat dilihat
pada tabel 1.13.
22
Tabel 1.13 Perbandingan Proses Hidrasi dan Fermentasi
Parameter Hidrasi Fermentasi
Bahan Baku Bahan alam tidak Bahan alam terbarukan
terbarukan (etilen dari (biomassa berupa glukosa,
minyak mentah) pati dan selulosa )
Jenis proses Hidrasi langsung dan Fermentasi menggunakan
hidrasi tak langsung mikroorganisme berupa yeast
Tipe proses kontinyu Batch/kontinyu
Kondisi proses Temperatur tinggi (3000C) Temperatur sedang (300C)
dan tekanan tinggi (70-80 dan tekanan 1 atm
atm)
Kebutuhan energi Besar Kecil
Dilihat dari perbandingan diatas proses fermentasi lebih dipilih untuk skala industri.
Hal ini disebabkan karena selain energi yang dibutuhkan lebih kecil, temperatur dan
tekanan prosesnya sedang, etanol yang dihasilkan oleh proses fermentasi apabila dibakar
maka akan menghasilkan karbon netral, yaitu senyawa karbon yang tidak dapat
menimbulkan efek rumah kaca.
1.4.3.4 Dehidrasi Etanol
Dalam proses fermentasi, etanol yang dihasilkan perlu dimurnikan kembali untuk
mendapatkan fuel grade etanol yang disebut proses dehidrasi. Ada beberapa metode
proses dehidrasi etanol:
1. Distilasi Azeotropik
Distilasi azeotropik melibatkan penambahan bahan kimia ketiga yang disebut
entrainer ke dalam sistem selama proses distilasi. Metode ini memiliki
beberapa kelemahan diantaranya: (1) Memerlukan input energi yang tinggi;
(2) Memerlukan sistem yang kompleks dari kolom untuk regenerasi bahan
pengisi (entrainer); (3) Ada kecenderungan etanol terkontaminasi dengan
bahan entrainer pada saat sistem mengalami gangguan (Kohl 2004).
2. Molecular Sieve
Molecular sieve adalah material sintetis yang memiliki pori-pori dengan
ukuran yang sama persis dan seragam yang digunakan sebagai adsorben gas
dan cairan. Molekul-molekul yang cukup kecil akan diadsorpsi melewati pori-
pori, sedangkan molekul-molekul yang lebih besar akan ditolak. Penyaring
molekular berbeda dengan penyaring secara umum yang digunakan untuk
23
menyaring molekul pada tingkatan tertentu. Sebagai contoh, adalah molekul
air yang mungkin cukup kecil sehingga dapat melewatinya. Oleh karena itu,
penyaring molekular sering berfungsi sebagai pengering (dessicant).
Penyaring molekular dapat mengadsorpsi air sampai 22% dari berat yang
dimilikinya (Gubta & Demirbas 2010). Penyaring molekular biasanya terdiri
dari mineral-mineral aluminosilikat, tanah liat, kaca berpori, arang
mikroporous, zeolit, karbon aktif, atau senyawa-senyawa sintetis yang
memiliki struktur terbuka yang dapat dilalui oleh molekul-molekul kecil,
seperti nitrogen dan air.
3. Membran Pervaporasi
Pervaporasi merupakan salah satu proses pemisahan dengan membran
(permeasi) yang diikuti oleh proses evaporasi. Istilah pervaporasi pertama kali
dikenalkan oleh Kober (1917). Kober menemukan bahwa cairan di dalam
kantong koloid akan terevaporasi walaupun kantong dalam kondisi tertutup.
Melalui penelitian lebih lanjut, akhirnya disimpulkan bahwa yang dikeluarkan
oleh membran adalah uap air dari larutan. Pertimbangan memilih membran
disesuaikan pada aplikasi penggunaan dan mekanisme perpindahan komponen
dalam membran. Membran polimer lebih banyak digunakan dalam industri
daripada membran anorganik untuk memecah campuran azeotrop etanol-air,
karena proses pembuatannya lebih ekonomis dan sifatnya tidak rapuh.
(Chapman et al., 2008)
Tabel 1.14 Perbandingan Metode Dehidrasi Etanol
Metode Dehidrasi Kelebihan Kekurangan
Distilasi Azeotrop - Kemurnian - Memerlukan input
produknya tinggi. energi yang tinggi
- Memerlukan sistem
yang kompleks dari
kolom untuk
regenerasi bahan
pengisi (entrainer)
- Ada kecenderungan
etanol terkontaminasi
dengan bahan
entrainer pada saat
sistem mengalami
gangguan
24
Molecular Sieve - Kemurnian - Memerlukan
produknya tinggi regenerasi berkala
99.5% biasanya dengan
- Tidak memerlukan pemanasan pada
entrainer sehingga kondisi vakum dan
tidak ada kontaminasi pembersihan.
- Proses inert, karena
tidak menggunakan
bahan kimia
tambahan yang
memerlukan
penanganan tertentu
yang mungkin dapat
membahayakan
- Memiliki umur
simpan yang lama
(lebih dari 5 tahun),
kerusakan hanya
terjadi karena media
yang kotor atau
karena destruksi
mekanis
- Hemat energi
- Dapat diatur sebagai
sistem yang berdiri
sendiri atau
terintegrasi dengan
sistem distilasi.
- Bahan baku untuk
molecular sieve yaitu
zeolit mudah
didapatkan.
Membran Pervaporasi - Kemurnian tinggi - Perlu menyesuaikan
99.5% karakteristik membran
- Tidak memerlukan yang mampu
entrainer sehingga menyeleksi gas dan
tidak ada kontaminasi etanol yang masuk.
- Ramah lingkungan - Bahan baku untuk
karena tidak membuat membran
menghasilkan limbah cukup mahal.
- Konsumsi energinya - Umur membran
rendah biasanya tidak terlalu
lama.
Berdasarkan tabel diatas metode dehidrasi etanol yang dipilih adalah molecular sieve
karena biaya bahan baku yang digunakan lebih murah daripada membran pervaporasi,
juga tidak menimbulkan kontaminan karena tidak ada penambahan entrainer. Umur
25
simpan molecular sieve juga lebih lama (lebih dari 5 tahun) apabila tetap diregenerasi
secara berkala.
26
Menurut Wibowo (1990), bakteri S. cerevisiae lebih dipih dalam proses fermentasi
karena bakteri ini mampu tumbuh cepat dan kuat, mampu menghasilkan produk dalam
jangka waktu pendek, dan mampu melindungi diri dari kontaminan lain.
Berikut ini adalah perbandingan bakteri fermentasi bioetanol:
27
Zeolit tersusun dari kumpulan molekul silikat yang membentuk jejaring berongga
tetrahedral dimana tiap molekul terdiri dari 4 ion O2- yang mengelilingi sebuah kation
pusat (Si4+ atau Al3+). Rumus umumnya adalah M2/nOAl2O3xSiO2yH2O dengan M
adalah kation dan n adalah valensinya dimana tiap rongga zeolit didiami oleh molekul
H2O dan kation tambahan dari logam aktif yang mudah untuk dipisahkan atau ditukar
tanpa merusak struktur molekul zeolit (Helen, 2015). Untuk keperluan adsorpsi, spesi-
spesi kimia yang mendiami rongga tersebut harus dihilangkan dengan pemanasan.
Berdasarkan rumus umumnya, semua jenis zeolit dapat digunakan untuk menjerap
molekul H2O karena secara alamiah rongga zeolit sangat tertarik dengan molekul H2O.
Molekul H2O akan terjerap pada rongga zeolit ini yang diikat melalui ikatan hidrogen.
Selektivitas adsorpsi ditentukan oleh derajat kepolaran molekul. Campuran azeotrop air
etanol dapat dipisahkan dengan membedakan kepolaran H2O yang lebih besar daripada
kepolaran etanol (Gil et al, 2008).
Zeolit berbentuk padatan kristalin mikropori yang berongga dan beralur serta
mempunyai ukuran pori 3 sampai 10 yang disebut saringan molekuler (Liang and Ni,
2009). Ukuran pori tergantung pada jenis kation yang menetralisasinya. Kation-kation
Ca2+, Na+, dan K+ masing-masing memberikan ukuran 4,3 (tipe 5A), 3,8 (tipe 4A),
dan 3,0 (tipe 3A) (Mulder, 2006). Apabila diinginkan zeolit dengan ukuran pori tertentu
maka zeolit dapat dicelupkan ke dalam sol SiO2 dalam air dengan penambahan aditif lalu
dimasukkan ke dalam autoclave untuk mendapatkan struktur akhir sesudah kalsinasi
(Susetyaningsih, dkk., 2009).
28
1.5.1.2 Tahap Hidrolisis Molases
Hasil penyaringan molases berupa glukosa langsung dapat difermentasi, namun
sukrosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen sederhana yaitu
monosakarida. Hidrolisis molases dilakukan dengan cara menambahkan air berlebih
untuk menguraikan senyawa sukrosa. Hidrolisis molases dilakukan didalam reaktor batch
berpengaduk untuk menghomogenkan molases dan air yang ditambahkan. Molases dari
hasil hidrolisis ini mempunyai fase cair dengan kekentalan 200Brix. Temperatur reaktor
dijaga pada 400C, tekanan 1 atm. Reaksi yang terjadi pada reaktor adalah sebagai berikut:
C12 H 22O11 H 2 O 2C6 H12O6
Sukrosa glukosa
1.5.2 Tahap Fermentasi
1.5.2.1 Tahap Pre Fermentasi
Molases yang telah dihidrolisis kemudian masuk ke dalam tanki pre fermenter.
Didalam tanki pre fermenter molases dicampur dengan media lain yaitu urea, asam
phospat dan air. Sebelum dimasukkan yeast Saccharomyces cerevisiae, media tersebut di
sterilisasi terlebih dahulu pada suhu 750C untuk mematikan bakteri kontaminan.
Kemudian didinginkan pada suhu 300C menggunakan surface cooling. Ketika suhu 300C
telah tercapai yeast mulai dimasukkan melalui media yang steril. Jenis reaktor yang
digunakan adalah reaktor batch. Pertimbangan menggunakan reaktor batch adalah reaksi
fermentasi berlangsung dalam waktu cukup yang lama sampai konversi yang diinginkan,
selama proses tidak ada massa masuk dan keluar. Di dalam tanki pre fermenter akan
dikembangbiakkan yeast yang akan digunakan pada fermenter utama. Di dalam pre
fermenter ditambahkan bakteri Saccharomyces cerevisiae. Sebagai sumber nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakkan bakteri perlu ditambahkan urea, dan asam phospat
untuk mempertahankan pH agar tetap konstan. pH agar bakteri Saccharomyces cerevisiae
dapat tumbuh optimal adalah 4.5-5. Pada pre fermenter ini suhu operasi dijaga pada suhu
320C, tekanan 1 atm dan fermentasi dilakukan selama 14-16 jam. Pendinginan diperlukan
untuk menjaga suhu optimum proses tetap pada kisaran 320C, karena proses fermentasi
bersifat eksotermis. Pada tahap ini juga dilakukan aerasi, yaitu dengan mengalirkan
oksigen ke dalam fermentor. Fungsi adanya aerasi yaitu untuk mempercepat
tercampurnya molases dengan air dan untuk konsumsi kebutuhan oksigen bagi ragi
29
Saccharomyces cerevisiae yang berlangsung pada kondisi aerob. Tangki prefermenter
terdapat reaksi pembentukan alkohol oleh yeast dengan kadar alkohol yang dihasilkan 3-
4%.
30
2C6 H12O6 H 2 O C2 H 5OH CH 3COOH 2CO2 2C3 H 8O3
(Austin T. George, 1979)
Komposisi fusel oil (%w/w):
Amyl Alkohol = 63.39%
Propanol = 2.42%
Butanol = 0.00045%
2-methyl 1-propanol = 22.19%
Pentanol = 0.000284%
Etanol = 7.82%
Lain-lain = 4.17%
(Perez, 2001)
1.5.3 Tahap Pemisahan dan Pemurnian
Etanol hasil fermentasi dengan kadar yang masih rendah perlu dimurnikan lagi untuk
menghasilkan etanol anhidrat (>99,5%). Campuran etanol air dipanaskan terlebih dahulu
menggunakan HE sebelum masuk ke menara distilasi. Campuran etanol air kemudian
diumpankan ke menara distilasi untuk memisahkan etanol dengan pengotor ringan. Tahap
pemurnian yang digunakan adalah menggunakan metode distilasi pada tekanan atmosfer
(atmospheric distillation column). Terdapat 2 buah kolom ditilasi yaitu kolom pertama
yaitu beer column, dan kolom kedua yaitu rectifying column. Sebelum mash dimasukkan
ke kolom distilasi pertama dilakukan pemanasan. Kolom distilasi pertama (beer column)
berfungsi untuk memisahkan mash dengan limbah stillage. Limbah stillage berada di hasil
bawah sedangkan hasil puncak berisi campuran etanol air. Campuran etanol-air dari
hasil puncak distilasi pertama mempunyai kada 50% sebagian di recycle sebagian lagi
diumpankan pada kolom distilasi yang kedua. Etanol air yang keluar dari distilasi pertama
akan diumpankan ke kolom rectifying. Rectifying kolom berfungsi untuk memekatkan
kadar etanol dari hasil distilasi kolom kedua sampai mencapai kadar etanol 95%.
Sedangkan hasil atas berupa etanol 95% akan di dehidrasi.
Untuk menghasilkan bioetanol dengan kemurnian 99.5% hasil distilasi dengan
kadar 95% perlu diadsorbsi menggunakan molecular sieve dengan zeolit sintetik 3A.
Terdapat dua buah kolom molecular sieve. Molecular sieve akan diregenerasi tiap delapan
jam secara bergantian, sehingga akan menghilangkan air yang teradsorbsi oleh molecular
31
sieve. Waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi adalah lima jam untuk tahap pemanasan
dan tiga jam untuk tahap pendinginan. Sementara satu buah kolom diregenerasi, satu buah
stand by dan yang lain akan beroperasi. Untuk mengaktifkan kembali molecular sieve
yang sudah jenuh, dipakai gas panas bertekanan. Gas panas tersebut dilewatkan secara
berlawanan arah, yaitu dari bawah ke atas. Air yang sudah teradsorbsi oleh molecular
sieve akan menjadi uap ikut dengan gas regenerasi keluar kemudian didinginkan dan
dicairkan di kondenser. Hasil dari kondenser berupa fase cair yang mengandung
campuran air dan etanol ini kemudian di recyle didalam kolom rectifying untuk
dimurnikan lagi.
(Zabrockis, 2009)
2. Air
Wujud : cairan
Kenampakan : bening tidak berwarna
Bau : tidak berbau
Densitas : 0,994 gr/ml (pada 300C)
32
Turbidity : 10 ppm
Oxygen consumed : 10 ppm
Dissolved oxygen : 10 ppm
H2S : 3 ppm
Total Hardness : 40 ppm
(Kirk and Othmer, 1978)
3. Saccharomyces cerevisiae
Kadar air : 4-6%
Temperatur : 280C-300C
pH : 3,5-6,0
(Crueger and Crueger, 1984)
1.6.2 Spesifikasi Produk
1.6.2.1 Bioetanol
Produk yang dihasilkan dari fermentasi yeast adalah bioetanol. Bioetanol yang
dihasilkan di industri dan akan digunakan sebagai bahan bakar harus didenaturasi agar
tidak dijadikan bahan minuman. Pemerintah melalui Badan Standar Naasional (BSN)
telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7390:2008 tentang etanol
terdenaturasi untuk gasohol. Oleh karena itu, pabrik ini akan membuat produk bioetanol
sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan oleh BSN tersebut. Berikut adalah
persyaratan mutu etanol terdenaturasi untuk gasohol menurut SNI pada Tabel 1.17:
33
Berdasarkan persyaratan mutu etanol terdenaturasi yang ditentukan oleh SNI, maka
pabrik ini akan membuat bioetanol dengan konsentrasi 99,5%.
1.6.3 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Bahan Baku dan Produk
1.6.3.1 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Utama
1. Molases
Sifat Fisika
Wujud : Cairan
Kenampakan : Hitam Pekat
pH : 5,3
Titik beku : -180C
Specific Gravity : 1,4
Titik Didih : 1070C (pada 1 atm)
Kelarutan dalam Air : Sangat larut
Viscositas : 4,323 Cp (pada 250C)
Panas Spesifik : 0,5 kkal/kgOC
Densitas : 1,47 gr/ml
Jenis : Black Strap
Moisture Content : 6,38 %
Bulk Density : 282,38 kg/m3
Porosity : 67,93 %
Sifat kimia :
Terhidrolisis dengan air menjadi glukosa
C6 H12O5 n nH 2O nC6 H12O6
(Zabrockis, 2009)
1.6.2.2 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Pendukung
1. Saccharomyces cereviseae
Sifat Fisika
Wujud : Padat
Bentuk : Serbuk
34
Warna : Putih
Jenis : Saccaromyces cereviseae
Karbon : 10 %
Oksigen :67%
Nitrogen : 1%
Hidrogen : 1%
Fosfor : 0,2 %
Mineral :12%
pH 3,5 6,0
Sifat kimia :
35
Kelarutan pada air (80oC) adalah sebesar 400 grm urea/ 100 ml air.
Kelarutan pada gliserol sebesar 500 gr urea/ liter gliserol.
Dapat terdekomposisi menjadi NH3 dan CO2.
CONH 2 2 H 2 O NH 2 CO3
NH 2 CO3 2 NH 3 CO2 H 2 O
Jika bereaksi dengan Hypochlorite dapat membentuk Nitrogen Triklorida
yang dapat meledak.
CONH 2 2 6 NaCl H 2 O CO2 NCl3 NaOH
(Kirk and Othmer, 1978)
3. Asam Sulfat
Sifat Fisika:
Rumus kimia : H2SO4
Berat Molekul : 98 gr/mol
Berbentuk : cair.
Berwarna : tidak berwarna atau berwarna coklat
Titik lebur : 10,40C
Titik didih : 315-3380C
Sifat Kimia:
36
Titik didih : 100oC (pada 1 atm)
Titik beku : 0oC (pada 1 atm)
Temperatur kritis : 374,15oC
Tekanan kritis : 218, 3074 atm
Densitas : 0,9998 gr/ cm3 (pada 20oC)
Panas jenis : 0,9995 kal/ groC
Kenampakan : cairan jenuh
Sifat kimia :
Reaksi hidrolisi pati
C6 H12O5 n nH 2O nC6 H12O
Reaksi asam - basa
Asam
HCl H 2 O H 3O Cl
Basa
Na H 2 O NaH OH
37
Merupakan senyawa aromatik yang volatile (mudah menguap).
Mudah terbakar.
Termasuk B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).
Berbau tajam.
Spesifik Gravity 0,7851 pada suhu 20C.
Larut dalam air dan senyawa organik lainnya.
(Joseph, dkk, 1969)
Sifat Kimia
38
Viskositas (pada 25C) adalah 0,015 cp.
Panas pembentukan pada 25C adalah 373,4 btu/mol.
Panas laten penguapan 148,6 Btu/lb.
Spesific gravity pada basis udara 1 adalah 1,53.
Melting point pada 5,2 atm adalah - 56,6C.
Subliming point adalah 78,5C.
Kelarutan dalam air 179,7 cm3 CO2 dalam 100 cm3 air pada 0C.
Kelarutan dalam air 90,1 cm3 CO2 dalam 100 cm3air pada 20C.
Larut dalam alkohol.
Tidak berbau, tidak berwarna, tidak beracun.
(Douglas & Considine, 1974)
Sifat Kimia :
CO2 dapat bereaksi dengan H2-
CO2 H 2 CO H 2O
CO2 dapat bereaksi dengan amoniak yang terjadi pada pabrik urea
untuk menghasilkan amonium karbamat.
CO2 NH 3 NH 2 COONH 4
2. H2O
Sifat Fisika :
Rumus molekul : H-O-H
Rumus kimia : H2O
Berat molekul : 18,0153 gr/mol
Titik didih : 100C (pada 1 atm)
Titik beku : 0C (pada 1 atm)
Temperature kritis : 374,15C
Tekanan kritis : 218,3074 atm
Densitas : 0,998 gr/cm3 (cair, 20C) ; 0,92 gr/cm3 (padatan)
39
Panas jenis : 0,9995 kal/grC
Kenampakan : cairan jernih
Sifat Kimia :
Reaksi hidrolisis pati
C6 H12O5 n nH 2O nC6 H12O
Reaksi asam - basa
Asam
HCl H 2 O H 3O Cl
Basa
Na H 2 O NaH OH
40