Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri etanol mempunyai prospek yang sangat bagus di Indonesia, karena kebutuhan
etanol di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena etanol
memiliki berbagai macam manfaat seperti digunakan untuk minuman keras, farmasi,
kosmetik, sebagai pelarut dan reagensia dalam laboratorium ataupun industri (Irianto,
2013). Etanol dengan kemurnian tinggi yaitu 99.5-100% juga dapat digunakan sebagai
bahan bakar.
Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 200 juta jiwa membutuhkan
bahan bakar transportasi dalam bentuk premium dan solar dalam jumlah yang besar. Saat
ini sumber utama bahan bakar transportasi berasal dari minyak bumi. (Wahyudi dkk,
2010)
Perkembangan produksi dan pasokan minyak bumi selama 2003-2013 menunjukkan
kecenderungan menurun, masing-masing sebesar 419,26 juta barel pada tahun 2003 dan
menjadi sekitar 300,83 juta barel pada tahun 2013. Penurunan produksi tersebut
disebabkan oleh sumur-sumur produksi minyak bumi yang umumnya sudah tua sementara
produksi sumur baru relatif terbatas. Peningkatan konsumsi BBM di dalam negeri dan
penurunan produksi minyak bumi telah menyebabkan ekspor minyak bumi menurun,
sebaliknya impor minyak bumi dan BBM terus meningkat (Dewan Energi Nasional,
2014). Perkembangan penyediaan minyak bumi Indonesia 2003 - 2013 sebagaimana
terlihat pada Grafik 1.1.

1
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Penyediaan Minyak Bumi di Indonesia
Sumber : Kementerian ESDM, diolah oleh DEN, 2013
Note : Rasio Ketergantungan Impor = Impor / (Produksi + Impor
Ekspor)
Dalam perkembangannya kebutuhan mengalami penurunan yang signifikan pada
tahun 2006 dikarenakan kenaikan harga BBM hingga dua kali pada tahun tersebut,
sehingga menyebabkan konsumsi BBM di dalam negeri turun dan kebutuhan impor
minyak bumi dan BBM juga turun. Kenaikan Rasio Ketergantungan Impor Indonesia
perlu menjadi perhatian, dimana selama periode 2003 - 2013 rasio ketergantungan impor
rata-rata 32% per tahun, dan terus meningkat hingga 37% pada tahun 2013. Hal ini
disebabkan kemampuan produksi minyak semakin menurun, sedangkan konsumsi terus
meningkat (Dewan Energi Nasional, 2014).
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengurangi
ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak, dengan meluncurkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak.
Walapun kebijakan tersebut menekankan penggunaan batu bara dan gas sebagai
pengganti BBM, kebijakan tersebut juga menetapkan sumber daya yang dapat
diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. (Shintawaty,
2006)

2
Beberapa dari bahan bakar nabati yang dapat dikembangkan adalah bioetanol.
Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang mempunyai beberapa
kelebihan, diantaranya sifat bioetanol yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan karena
emisi karbondioksidanya rendah (Jeon, 2007). Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan
campuran bensin (gasolin) yang kemudian dinamakan gasohol, dan juga dapat digunakan
secara langsung sebagai bahan bakar (McKetta,1983). Di Indonesia produksi bioetanol
semakin meningkat pabrik pembuat bioetanol pun semakin berkembang.
Karena penggunaan bahan bakar alternatif ini menjadi salah satu pilihan yang
diharapkan dapat memenuhi permintaan kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat,
maka perlu dikembangkan etanol dengan kadar yang lebih tinggi lagi yaitu 99,6%.
Bioetanol dapat diproduksi dari tumbuhan yang mengandung pati, gula, dan selulosa.
Potensi biomassa untuk menghasilkan bioetanol sangat beragam karena kandungan pati,
gula dan selulosa yang terdapat dalam biomassa berbeda-beda. Menurut hasil penelitian
LIPI, beet dan molases merupakan bahan baku etanol yang menghasilkan etanol dengan
produktivitas tinggi, yaitu sebanyak 30008000 liter/Ha, dan diikuti oleh ubi kayu
(Prihandana, 2007).
Molases merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir yang masih mengandung
gula dan asam-asam organik sehingga merupakan bahan baku yang baik untuk pembuatan
etanol. Dibandingkan bahan baku lain, molases mempunyai keunggulan yaitu selain
harganya murah juga mengandung 50% gula sederhana yang dapat difermentasi langsung
oleh yeast menjadi etanol tanpa pretreatment (Agustin dkk, 2013). Konversi bahan baku
tanaman yang mengandung pati dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Konversi bahan baku yang mengandung pati dan tetes menjadi bioetanol
Kandungan Gula Jumlah Hasil Perbandingan
Bahan Baku dalam Bahan Konversi Bahan Baku dan
Baku (kg) Bioetanol

3
Jenis Konsumsi (kg) Bioetanol (liter)
Ubi Kayu 1000 250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi Jalar 1000 150-200 125 8:1
Jagung 1000 600-700 200 5:1
Sagu 1000 120-160 90 12 : 1
Tetes 1000 500 250 4:1
Sumber: Nurdyastuti (200)
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa bahan baku dari tetes memiliki kelebihan dibanding
bahan baku lain. Dilihat dari bahan baku yang ada diatas, jagung memiliki kandungan
gula yang paling tinggi namun konversi untuk menjadi bioetanol masih dibawah tetes,
dengan kandungan gula 500 kg tetes mampu menghasilkan bioetanol sebesar 250 liter,
sedangkan jagung dengan kandungan 600-700 kg gula hanya mampu menghasilkan 200
liter bioetanol. Sedangkan bahan baku yang lain memiliki kandungan gula yang sedikit
sehingga dalam jumlah hasil konversi menjadi bioetanol, tetes menghasilkan konversi
bioetanol yang lebih banyak. Dari kelima bahan baku diatas, perbandingan antara bahan
baku dan bioetanol yang dihasilkan, tetes memiliki perbandingan paling kecil untuk
penggunaan bahan baku dalam menghasilkan bioetanol.
Etanol dapat disintesis dengan proses fermentasi. Fermentasi merupakan proses
perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme untuk memperoleh
energi dengan memecah substrat untuk pertumbuhan dan metabolisme dari
mikroorganisme tersebut. Proses fermentasi yang terjadi pada pembentukan etanol adalah
fermentasi anaerob atau tanpa oksigen. Penggunaan ragi Saccharomyces cerevisiae
banyak digunakan untuk meningkatkan hasil produksi bioetanol dari gula karena tidak
membutuhkan sinar matahari dalam pertumbuhannya. Saccharomyces cerevisiae dalam
bentuk ragi dapat langsung digunakan sebagai inokulum pada kultivasi etanol sehingga
tidak diperlukan penyiapan inokulum secara khusus. (Salsabila, dkk, 2013)
Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8
sampai 10 persen volume. Fermentasi dengan menggunakan bahan baku gula (molases),
proses pembuatan etanol dapat lebih cepat (Nurdyastuti, 2008).

1.2 Kapasitas Rancangan Pabrik


Kebutuhan bioetanol dalam negeri dapat dilihat dari tabel berdasarkan Dewan Energi
Indonesia berikut ini:

4
12

10

data

juta ton
4

0
2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050

tahun

Gambar 1.2 Grafik Kebutuhan Etanol di Indonesia


(Dewan Energi Nasional, 2014)
Note: 1 TOE = 0.64 TON
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa kebutuhan bioetanol di Indonesia
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan target energi bahan terbarukan yang perlu
dipenuhi dalam campuran bioetanol pada premium mencapai 20% pada tahun 2025 dan
akan tetap pada level yang sama pada tahun 2050 (Dewan Energi Nasional, 2014). Data
produksi etanol dalam negeri juga dapat dilihat berdasarkan tabel dibawah ini:

Tabel 1.2 Produksi etanol di Indonesia


Tahun Produksi (ton/tahun)
2003 36455.545
2004 42171.204
2005 40814.71
2006 45354.742
2007 48154.742
2008 51235.564
2009 54786.903
2010 57987.004
(Pusdatin ESDM, 2012)

5
60000

y = 2950.73x-5873518.5
2
R = 0.97 regresi
50000
data

ton

40000

30000
2004 2007 2010
tahun

Gambar 1.3 Grafik Produksi Etanol di Indonesia

Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa produksi etanol di Indonesia
terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi etanol dari tahun 2005 sampai dengan tahun
2011 mengalami kenaikan, sedangkan pada tahun 2003-2005 produksi etanol mengalami
fluktuasi.
Berikut ini dapat dilihat data ekspor etanol dalam negeri:

Tabel 1.3 Ekspor Etanol di Indonesia


Tahun Ekspor (ton)
2010 38972.371
2011 63606.076
2012 46800.036
2013 67993.751
2014 73943.346
(BPS, 2015)

6
80000

y = 7433x+35964
2
R = 0.63

60000
regresi
ton

data

40000

2010 2012 2014


tahun

Gambar 1.4 Grafik Ekspor Etanol di Indonesia


Berdasarkan data dari BPS ekspor etanol di Indonesia mengalami fluktuasi selama 5
tahun terakhir. Peningkatan jumlah ekspor terjadi mulai pada tahun 2012 sampai dengan
tahun 2014.
Data dan grafik untuk impor etanol dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1.4 Impor Etanol di Indonesia


Tahun Impor (ton)
2010 180.284
2011 492.728
2012 121.413
2013 358.957
2014 1291.774
(BPS, 2015)

7
1500

3 2
y = 114.92x -902.16x +2128.3x-1143.6
2
R = 0.9767

1000

C regresi
500
data

0
0 2 4 6

tahun

Gambar 1.5 Grafik Impor Etanol di Indonesia


Berdasarkan data dari BPS impor etanol di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun
2012 sampai dengan tahun 2014. Dari tahun 2010 sampai tahun 2012 impor etanol
mengalami fluktuasi.
Dari data diatas dapat dihitung kebutuhan etanol berdasarkan peluang pasar pada
tahun 2020 adalah sebagai berikut:

kebutuhan konsumsie tan ol ekspore tan ol produksie tan ol impore tan ol


761.600 117.700 86.600 1.309 726.635 ton
Kapasitas produksi dari pabrik baru yang akan didirikan hanya berkemampuan
memenuhi 25% dari produksi etanol dalam negeri pada tahun 2020. Maka didapatkan
kapasitas produksi pabrik baru sebesar.
Kapasitas produksi pabrik baru = 25% x 726.635 ton/tahun
= 181.659 ton/tahun
Sehingga kapasitas produksi pabrik baru yang akan didirikan adalah 200.000
ton/tahun.
Berikut adalah pabrik bioetanol yang ada di Indonesia:

8
Tabel 1.5 Pabrik Bioetanol di Indonesia
Kapasitas Produksi
Nama Perusahaan
(Ton/Tahun)
PT. Aneka Kimia Nusantara 11.992,8
PT. Basis Indah 4.576,2
PT. Bukit Manikam Subur Persada 122.610,6
PT. Indo Acidatama 100.439,7
PT. Madu Baru 16.174,5
PT. Molindo Raya Industrial 23.906,7
PT. Perkebunan Nusantara XI 14.359,8
PT. Rhodia Manyar 26.431,5
PT. Indo Lampung Distilley 143.598
PT. RNI dan Choi Biofuel Co. 26.826
PT. Perkebunan Nusantara X 291,93
PT. Sampurna 40.160,1
Kanematsu Corporation 71.720,1
Sumber: http://www.asendoindonesia.wordpress.com/

Berdasarkan tabel diatas kapasitas minimum pabrik bioetanol yang ada di Indonesia
adalah sebesar 291.93 Ton/Tahun, sehingga kapasitas pabrik baru sebesar 200.000
Ton/Tahun layak untuk didirikan.

1.3 Pemilihan Lokasi Pabrik


Lokasi pabrik merupakan aspek penting yang menentukan kesuksesan suatu industri.
Beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam memilih lokasi pabrik antara lain;
ketersediaan bahan baku, pemasaran produk, ketersediaan listrik, ketersediaan air,
fasilitas transportasi, kebutuhan tenaga kerja dan pembuangan limbah. Lokasi pendirian
pabrik bioetanol berbahan baku molases ini dipilih di daerah Kabupaten Mojokerto, Jawa
Timur. Dengan pertimbangan sebagai berikut:

1.3.1 Ketersediaan Bahan Baku


Berdasarkan Studi Konsolidasi Pergulaan Nasional (P3GI), Provinsi Jawa Timur
memiliki jumlah pabrik gula terbanyak yaitu 31 pabrik. Bahan baku utama produksi etanol
adalah tetes tebu yang mana diperoleh dari pabrik gula. Dan pulau Jawa, khususnya
provinsi Jawa Timur memiliki banyak pabrik gula yang tergabung pada PTPN X
diantaranya adalah PG Gempolkrep (Mojokerto), PG Djombang Baru (Jombang), PG

9
Tjoekir (Jombang) dan PG Pesantren Baru (Kediri). Sehingga hal tersebut akan
memudahkan dalam perolehan bahan baku untuk produksi.

Gambar 1.6 Letak Pabrik Gula di Jawa Timur

Berikut adalah kapasitas produksi pabrik gula yang ada di Jawa Timur:
Tabel 1.6 Pabrik Gula di Jawa Timur
Nama Pabrik Lokasi Pabrik Kapasitas Produksi (Ton/Hari)
PG. Krian Sidoarjo 1500
PG Watutulis Sidoarjo 2085
PG Tulangan Sidoarjo 1287
PG Krembong Sidoarjo 1446
PG Gempolkerep Mojokerto 5742
PG Jombangbaru Jombang 2187
PG Cukir Jombang 2897
PG Lestari Nganjuk 3529
PG Merican Kediri 2515
PG Pesantren Baru Kediri 5607
PG Ngadirejo Kediri 5615
PG Mojopanggung Tulungagung 2521
PG Sudono Ngawi 2289
PG Purwodadi Magetan 1946
PG Rejosari Magetan 1814
PG Pagottan Madiun 2084

10
PG Kanigoro Madiun 1729
PG Kedawung Pasuruan 2194
PG Wonolangan Probolinggo 1199
PG Gending Probolinggo 1305
PG Pajarakan Probolinggo 1117
PG Jatiroto Lumajang 5762
PG Semboro Jember 4515
PG Pe Maas Situbondo 838
PG Wringinanom Situbondo 1084
PG Olean Situbondo 963
PG Panji Situbondo 1573
PG Asembagus Situbondo 2365
PG Prajekan Bondowoso 2532
PG Rejoagung Baru Malang 3900
PG Kreber Baru Malang 7000
PG Candi Sidoarjo 1700
PT Tri Guna Gina Malang 3698
Sumber: http://www.kppbumn.depkeu.go.id/
Menurut Hubert Olbrich (1963), bahwa kandungan rata-rata gula dalam tebu adalah
sekitar 16-18% dan hanya 13-14% gula yang dapat diproduksi dan sisanya membentuk
molases. Molases yang terbentuk dalam proses produksi gula adalah sekitar 2-3,5%.
Berdasarkan persentase tersebut dapat dihitung perkiraan produksi molases yang
dihasilkan pabrik gula di Jawa Timur. Dengan mengasumsi hari operasi pabrik adalah 300
hari, maka berdasarkan perhitungan, molases yang dihasilkan oleh pabrik gula di Jawa
Timur adalah sebesar 6.785.759,124 Ton/Tahun.
Berdasarkan data BPS pada tahun 2006 didapatkan produksi molases secara
nasional sebagai berikut:
Tabel 1.7 Produksi Molases di Indonesia
Tahun Produksi Molases (kg)
1998 1.267.990.000
1999 1.415.115.971
2000 1.536.200.007
2001 1.829.745.927
2002 2.966.023.440

11
Dari data diatas dapat diketahui bahwa produksi molases meningkat dari tahun ke
tahun sehingga dapat diprediksi produksi molases di Indonesia untuk tahun mendatang.
Grafik produksi molases di Indonesia dapat kita lihat sebagai berikut:

3200000

y = 381069688.1x-760336361121.92
2
R = 0.78

2400000
ton

1600000 Data
Regresi

1996 1998 2000 2002

tahun

Gambar 1.7 Grafik Produksi Molases di Indonesia


Dari grafik diatas akan didapatkan suatu persamaan untuk memprediksi produksi
molases pada tahun 2020 dimana pabrik akan didirikan. Data prediksi produksi molases
di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1.9 Prediksi Produksi Molases di Indonesia


Tahun Prediksi Produksi Molases (ton)
2016 6.316.468
2017 6.591.678
2018 6.866.889
2019 7.142.099
2020 7.417.310

Berdasarkan pertimbangan produksi molases di Jawa Timur maupun produksi secara


nasional diatas prediksi produksi molases di Indonesia sangat tinggi, sehingga dapat
memenuhi ketersediaan bahan baku untuk pembuatan pabrik bioetanol.

12
Bahan baku lain seperti asam phospat dan urea diperoleh dari PT Petrokimia Gresik
yang mempunyai kapasitas produksi masing-masing adalah asam phospat sebesar
400.000 ton/tahun dan urea sebesar 460.000 ton/tahun. (http://www.petrokimia-
gresik.com)
1.3.2 Pemasaran Produk
Etanol banyak digunakan untuk industri jamu, industri kosmetik, industri makanan
dan minuman dan industri obat-obatan yang ada di sekitar Jawa Timur. Lokasi pabrik
yang berdekatan dengan pasar atau pusat distribusi akan mempengaruhi harga jual produk
dan lamanya waktu pengiriman.
1.3.3 Ketersediaan Listrik
Listrik merupakan kebutuhan pabrik yang penting karena menunjang seluruh
kegiatan produksi. Selain menggunakan listrik dari PLN, pabrik juga menggunakan
generator dan genset sendiri untuk menghindari kekurangan pasokan listrik.
1.3.4 Ketersediaan Air
Air yang dibutuhkan untuk proses diperoleh dari sungai yang ada di Kabupaten
Mojokerto seperti sungai Brantas dengan debit maksimum sebesar 1707 m3/detik
sedangkan debit minimum sebesar 584 m3/detik (Kuntjoro, 2011). Selain diperoleh dari
Sungai Brantas kebutuhan air juga menggunakan air dari sumur dalam (sumur arthesis)
agar tidak mengganggu ketersediaan air di lingkungan sekitar.
1.3.5 Fasilitas Transportasi
Pemasaran produk dilakukan dengan menggunakan angkutan darat yaitu
menggunakan truk dan tanker. Lokasi pabrik di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur
berdekatan dengan fasilitas jalan raya dan dekat dengan kota Surabaya sehingga
memudahkan pengangkutan bahan baku dan pemasaran produk melalui jalur darat
maupun jalur laut.
1.3.6 Kebutuhan Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja tak terlatih dapat diperoleh dari penduduk yang bertempat
tinggal di sekitar pabrik, sedangkan untuk tenaga kerja terlatih dapat diperoleh dari
lulusan sekolah keahlian ataupun perguruan tinggi yang banyak terdapat di Jawa Timur
dan sekitarnya seperti Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Airlangga,
Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang dan lain-lain.

13
Berdasarkan Sistem Informasi Kawasan Industri Jawa Timur, Provinsi Jawa Timur
memiliki 6 (Enam) Kawasan Industri yang tersebar di beberapa wilayah, diantaranya
adalah Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya, Pasuruan Industrial
Estate Rembang (PIER) di Kabupaten Pasuruan, Maspion Industrial Estate (MIE) di
Kabupaten Gresik, Ngoro Industrial Park (NIP) di Kabupaten Mojokerto, Sidoarjo
Industrial Estate Berbek (SIEB) di Kabupaten Sidoarjo, serta Kawasan Industri Gresik di
Kabupaten Gresik.
Menurut Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 Tahun 2015 tentang Upah
Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2016, upah minimum kabupaten/kota
yang termasuk kawasan industri diatas memiliki nilai sebagai berikut:

Tabel 1.10 Upah Minimum Kabupaten/Kota Kawasan Industri di Jawa Timur


Kabupaten/Kota UMK Tahun 2016
Kota Surabaya Rp 3.045.000
Kab. Gresik Rp 3.042.500
Kab. Sidoarjo Rp 3.040.000
Kab. Pasuruan Rp 3.037.500
Kab. Mojokerto Rp 3.030.000

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa Kabupaten Mojokerto memiliki UMK
paling rendah diantara Kabupaten/Kota Kawasan Industri di Jawa Timur sehingga akan
didirikan pabrik bioetanol di Kabupaten Mojokerto.

14
Gambar 1.8 Peta Lokasi Pendirian Pabrik

Gambar 1.9 Peta Lokasi Pendirian Pabrik di Mojokerto

1.3.7 Pembuangan Limbah


Limbah yang dihasilkan oleh pabrik akan diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
lingkungan sekitar. Limbah cair berupa sisa sel ragi, stillage, dan air.

15
1.4 Tinjauan Pustaka
1.4.1 Bioetanol
Etanol (CH3-CH2-OH) juga dikenal dengan nama alkohol. Alkohol sudah dikenal
orang sejak awal peradaban umat manusia. Keahlian memisahkan alkohol dan bahan-
bahan terfermentasi telah dimiliki sejak zaman dahulu kala, keahlian tersebut merupakan
suatu cara untuk memekatkan kadar alkohol dari anggur dengan proses distilasi.
Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu:
1. Etanol 95-96%, disebut dengan etanol berhidrat, yang dibagai dalam:
a. Technical/raw spirit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritus, minuman,
desinfektan, dan pelarut.
b. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut.
c. Potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.
2. Etanol > 99,5%, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat
digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini
disebut dengan dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol
anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya mengandung
air minimal (Prihandana, 2007).
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat yang menggunakan bantuan mikroorganisme. Dalam
perkembangannya, produksi alkohol yang paling banyak digunakan adalah
metode fermentasi dan distilasi. Proses distilasi dapat menghasilkan etanol dengan
kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih
dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut Fuel Grade Ethanol
(FGE).
Berikut ini merupakan tabel parameter kualitas bioetanol berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI).

Tabel 1.11 Standar Nasional Indonesia Kualitas Bioetanol (SNI 7390-2008)

16
Parameter Unit, Min/Max Spesifikasi
99,5 (sebelum denaturasi)
Kadar etanol %-v, min.
94,0 (setelah denaturasi)
Kadar metanol mg/L, max. 300
Kadar air %-v, max. 1
%-V, min. 2
Kadar denaturan
%-V, max 5
Kadar Cu Mg/kg, max 0,1
Keasaman sbg CH3COOH mg/L, max. 30
Tampakan Jernih & tdk ada endapan
Ion klorida mg/L, max. 40
Kandungan Sulfur mg/L, max. 50
Getah (gum), dicuci mg/100 mL, max. 5,0
pH 6,5-9,0
Sumber: Ahmad Budi Junaidi, 2012
1.4.1.1 Kegunaan Etanol
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti beku,
bahan bakar, dan senyawa antara untuk sintesis senyawa organik lainnya. Etanol sebagai
pelarut banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, dan resin maupun di
laboratorium. Di Indonesia, industri minuman merupakan pengguna etanol terbesar.
Sebagai bahan baku, etanol digunakan untuk pembuatan senyawa asetaldehid, butadiena,
dietil eter, etil asetat, asam asetat, dan sebagainya. (Diah dkk, 2013)
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai prospek yang baik. Etanol dapat
digolongkan sebagai bahan baku yang dapat diperbaharui, karena dapat disintesis dari
bahan baku yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Etanol anhidrat dapat digunakan sebagai
cairan pencampur pada bensin.
Sifat-sifat Fisika dan Kimia Etanol
Etanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat yang tidak
beracun. Selain itu etanol juga memiliki banyak sifat-sifat, baik secara fisika maupun
kimia. Adapun sifat-sifat fisika etanol dapat dilihat di Tabel 1.12.

Tabel 1.12 Sifat-Sifat Fisika Etanol

17
Spesifikasi Keterangan

Berat Molekul 46.07 gr/grmol


Titik Lebur -112 C
Titik didih 78.4 C
Densitas 0.7893 gr/ml
Indeks bias 1.36143 cp
Viskositas 20 C 1.17 cp
Panas penguapan 200.6 kal/gr
Kenampakan Merupakan cairan tidak berwarna, larut
dalam air dan eter
Bau Memiliki bau yang khas
(Sumber : Perry, 2008)

Sifat-sifat Kimia Etanol


Etanol selain memiliki sifat-sifat fisika juga memiliki sifat-sifat kimia. Sifat-sifat kimia
tersebut adalah:
1. Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik
2. Mudah menguap dan mudah terbakar
3. Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkyl halida dan air.
CH3CH2OH + HC=CH CH3CH2OCH=CH2
4. Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air
CH3CH2OH + CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O
5. Dehidrogenasi etanol menghasilkan asetaldehid
6. Mudah terbakar diudara sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang
berwarna biru muda dan transparan, dan membentuk H2O dan CO2.
1.4.2 Molases
Pada industri gula tebu, selain menghasilkan gula tebu, juga dihasilkan molases
yang merupakan produk sampingan selama proses pemutihan gula. Menurut
Simanjuntak (2009) dibeberapa pabrik gula, molases ini di ekspor keluar negeri dengan
harga yang relatif murah, dibanyak tempat, limbah ini sangat kecil daya gunanya dan
sering menjadi masalah pencemaran lingkungan karena molases mengandung kalsium
oksida yang dapat mengurangi kadar oksigen tanah. Menurut Kusmiati dkk., (2007)
molases mengandung nutrisi cukup tinggi untuk kebutuhan bakteri, sehingga dijadikan
bahan alternatif sebagai sumber karbon dalam media fermentasi. Menurut

18
Simanjuntak (2009), molases banyak mengandung gula dan asam-asam organik.
Kandungan gula dari molases terutama sukrosa berkisar 40-55%.
Molases digunakan sebagai media fermentasi untuk memproduksi etanol, karena
mudah didapatkan dan harganya relatif murah dibandingkan media lainnya. Pemanfaatan
molases selain untuk memperoleh etanol juga akan meningkatkan nilai ekonomis
molases.
Meningkatnya produksi gula tebu di Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini
tentunya akan meningkatkan produksi molases. Molases merupakan meda fermentasi
yang baik, karena mengandung gula, sejumah asam amino dan mineral, setelah itu
molases tersebut diolah menjadi berbagai macam produk seperti gula, sejumlah asam
amino dan mineral, setelah itu molases tersebut diolah menjadi berbagai macam produk
seperti gula cair dari tetes, penyedap makanan (Monosodium glutamate, MSG) dan pakan
ternak.
Molases memiliki kandungan sukrosa sekitar 30% disamping gula reduksi sekitar
25% berupa glukosa dan fruktosa. Sukrosa molases merupakan komponen sukrosa yang
sudah tidak dapat lagi dikristalkan dalam proses pemasakan di pabrik gula. Hal ini
disebabkan karena molases mempunyai nilai Sucrose Reducing Ratio (SRR) yang rendah
yaitu sekita 0,98 2,06. Pada molases terkandung beberapa komposisi seperti: glukosa
(21.7%), sukrosa (34.19%), air (26.49%) dan abu (17.62). (Natalia, 2007).
1.4.3 Proses Sintesis Etanol
Etanol dapat diproduksi dengan beberapa cara, diantaranya secara petrokimia dan
fermentasi. Proses petrokimia dapat dilakukan dengan cara hidrasi yaitu hidrasi langsung
dan hidrasi tidak langsung, sedangkan untuk proses fermentasi adalah proses secara
biologis menggunakan ragi. (Roozbehani et al., 2012)

1.4.3.1 Proses Hidrasi Langsung


Pada tahun 1947 hidrasi langsung dari etilen dilakukan pertama kali oleh industri
Shell Oil Company (Wessermel et al., 2008). Etanol yang diproduksi melalui reaksi kimia
antara etilen dan uap air. Etilen dan reagen air lebih dipilih dalam proses karena dapat
menghasilkan kemurnian yang tinggi. Reaksi ini bersifat reversibel dan eksotermis.
Reaksi hidrasi langsung etilen terdiri dari tiga proses yaitu, proses reaksi, pemulihan dan

19
pemurnian serta produksi etanol anhidrat, yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi
sebagai berikut (Llano-Restrepo dkk, 2011):
CH 2 CH 2 ( g ) H 2 O CH 3CH 2 OH ( g )

C2 H 2 H 2 O CH 3CHO

2C2 H 5OH H 2 O CH 3CH 2 2 O


Kelebihan uap air akan membuat reaksi bergeser ke kanan sesuai dengan prinsip Le
Chatelier. Katalis yang digunakan pada proses ini adalah asam fosfat yang dilapiskan
pada silikon dioksida padat (Fougret, et al., 1999). Zona reaksi harus bebas dari air karena
akan menghidrolisis katalis asam untuk menghasilkan zat lain yang tidak diinginkan yang
dapat berfungsi menurunkan kerja katalis (Maki, et al., 1998). Rasio molar air dan etilen
yang digunakan adalah kurang dari satu. Rasio molar yang digunakan adalah 0,6 untuk
menghindari kerugian katalis. Hidrasi langsung etilen dilakukan pada temperatur 250-
3000C dan 70-80 atm (Matar, et al., 2001). Etilen dan uap air suhu tinggi dicampur dan
kemudian dilewatkan pada katalis asam. Konversi etilen 4-5% dibawah kondisi ini etilen
harus di recycle.

1.4.3.2 Proses Hidrasi Tak Langsung


Metode ini umumnya disebut hidrasi tak langsung, atau proses esterifikasi hidrolisis
yang didasarkan pada penyerapan awal etilen dalam asam sulfat pekat (Logsdon, 2004).
Penyerapan dilakukan dari arah perlawanan oleh etilen melalui asam sulfat 95-98% dalam
reaktor kolom. Setelah diserap, etilen bereaksi dengan molekul asam sulfat untuk
membentuk monoetil sulfat dan dietil sulfat. Proses penyerapan bersifat eksotermis,
sehingga perlu dilakukan pendinginan. Campuran hasil reaksi kemudian dilewatkan pada
hydrolyzer dimana campuran etil intermediet sulfat bereaksi denan molekul air untuk
menghasilkan produk yang diinginkan yaitu etanol dan asam sulfat encer. Dietil eter
terbentuk sebagai produk samping dalam proses ini. Campuran hidrolisis yang dihasilkan
dipisahkan dalam kolom stripping untuk memisahkan etanol gas, asam sulfat encer, dan
dietil eter. Setelah pemisahan campuran overhead dimurnikan dalam kolom distilasi
untuk menghasilkan etanol murni.
Reaksi penyerapan etilen dalam asam sulfat pekat dan pembentukan campuran etil
sulfat intermediet

20
H 2 C CH 2 H 2 SO4 CH 3CH 2 OSO3 H

2H 2 C CH 2 H 2 SO4 CH 3CH 2 O2 SO2


Hidrolisis dari etil sulfat menjadi etanol
CH 3CH 2 OSO3 H H 2 O CH 3CH 2 OH H 2 SO4

CH 3CH 2O2SO SO2 2H 2O 2CH 3CH 2OH H 2 SO4


CH 3CH 2O2 SO2 CH 3CH 2OH CH 3CHOSO3 H CH 3CH 2 2 O
1.4.3.3 Fermentasi
Fermentasi dalam kondisi anaerob menggunakan mikroorganisme Saccharomyces
cerevisiae untuk mengkonversi gula menjadi etanol. Etanol hasil proses produksi dalam
produksi etanol dan CO2 dan panas. Satu molekul glukosa menghasilkan 2 molekul etanol
dan 2 molekul CO2. Satu kilogram glukosa secara teoritis akan menghasilkan 0,51
kilogram dan 0,49 kilogram etanol CO2. (Ritslaid et al., 2010).
kJ
C6 H12O6 2CO2 2C2 H 5OH G 0 85
mol
Produksi etanol oleh ragi memiliki selektivitas yang tinggi, akumulasi yang rendah
oleh produk, yield etanol yang tinggi, dan tingkat fermentasi yang tinggi (Ritslaid et al.,
2010).
Bahan yang dapat digunakan untuk proses ini adalah bahan yang mengandung gula,
salah satunya adalah molases. Proses fermentasi berlangsung pada kondisi anaerob untuk
mengurai glukosa pada molases menjadi etanol dan karbon dioksida. Kondisi optimum
untuk proses fermentasi pada suhu 300C dan pH 4,8-5,0. Dalam fermentasi ini glukosa
didegradasi menjadi etanol dan CO2 melalui suatu jalur metabolisme yang disebut
glikolisis. Jalur glikolisis disebut juga sebagai jalur EmbdenMeyerhofParnas (Berry,
1988).
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada
subsrat organik yang sesuai. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain :
1. Keasaman (pH)
Makanan yang mengandung asam bisanya tahan lama, tetapi jika oksigen cukup
jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus, maka
daya awet dari asam tersebut akan hilang. Tingkat keasaman sangat berpengaruh

21
dalam perkembangan bakteri. Kondisi keasaman yang baik untuk bakteri adalah
4,5-5,5.
2. Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan kultur murni yang dihasilkan di
laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan.
3. Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama
fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan yang
maksimal, suhu pertumbuhan minimal, dan suhu optimal yaitu suhu yang
memberikan terbaik dan perbanyakan diri tercepat.
4. Oksigen
Udara atau oksigen selama fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk
memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap mikroba
membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertmbuhan atau
membentuk sel-sel baru dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti (Saccharomycess
cereviseae) akan tumbuh lebih baik dalam keadaan aerobik, tetapi keduannya akan
melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat dengan keadaan anaerobik.
5. Waktu
Laju perkembangbiakkan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, bakteri dapat membelah sekali setiap 20
menit. Untuk beberapa bakteri memilih waktu generasi yaitu selang waktu antara
pembelahan, dapat dicapai selama 20 menit. Jika waktu generasinya 20 menit pada
kondisi yang cocok sebuah sel dapat menghasilkan beberapa juta sel selama 7 jam
(Juwita, 2012).
Berdasarkan uraian diatas perbandingan proses hidrasi dan fermentasi dapat dilihat
pada tabel 1.13.

22
Tabel 1.13 Perbandingan Proses Hidrasi dan Fermentasi
Parameter Hidrasi Fermentasi
Bahan Baku Bahan alam tidak Bahan alam terbarukan
terbarukan (etilen dari (biomassa berupa glukosa,
minyak mentah) pati dan selulosa )
Jenis proses Hidrasi langsung dan Fermentasi menggunakan
hidrasi tak langsung mikroorganisme berupa yeast
Tipe proses kontinyu Batch/kontinyu
Kondisi proses Temperatur tinggi (3000C) Temperatur sedang (300C)
dan tekanan tinggi (70-80 dan tekanan 1 atm
atm)
Kebutuhan energi Besar Kecil

Dilihat dari perbandingan diatas proses fermentasi lebih dipilih untuk skala industri.
Hal ini disebabkan karena selain energi yang dibutuhkan lebih kecil, temperatur dan
tekanan prosesnya sedang, etanol yang dihasilkan oleh proses fermentasi apabila dibakar
maka akan menghasilkan karbon netral, yaitu senyawa karbon yang tidak dapat
menimbulkan efek rumah kaca.
1.4.3.4 Dehidrasi Etanol
Dalam proses fermentasi, etanol yang dihasilkan perlu dimurnikan kembali untuk
mendapatkan fuel grade etanol yang disebut proses dehidrasi. Ada beberapa metode
proses dehidrasi etanol:
1. Distilasi Azeotropik
Distilasi azeotropik melibatkan penambahan bahan kimia ketiga yang disebut
entrainer ke dalam sistem selama proses distilasi. Metode ini memiliki
beberapa kelemahan diantaranya: (1) Memerlukan input energi yang tinggi;
(2) Memerlukan sistem yang kompleks dari kolom untuk regenerasi bahan
pengisi (entrainer); (3) Ada kecenderungan etanol terkontaminasi dengan
bahan entrainer pada saat sistem mengalami gangguan (Kohl 2004).
2. Molecular Sieve
Molecular sieve adalah material sintetis yang memiliki pori-pori dengan
ukuran yang sama persis dan seragam yang digunakan sebagai adsorben gas
dan cairan. Molekul-molekul yang cukup kecil akan diadsorpsi melewati pori-
pori, sedangkan molekul-molekul yang lebih besar akan ditolak. Penyaring
molekular berbeda dengan penyaring secara umum yang digunakan untuk

23
menyaring molekul pada tingkatan tertentu. Sebagai contoh, adalah molekul
air yang mungkin cukup kecil sehingga dapat melewatinya. Oleh karena itu,
penyaring molekular sering berfungsi sebagai pengering (dessicant).
Penyaring molekular dapat mengadsorpsi air sampai 22% dari berat yang
dimilikinya (Gubta & Demirbas 2010). Penyaring molekular biasanya terdiri
dari mineral-mineral aluminosilikat, tanah liat, kaca berpori, arang
mikroporous, zeolit, karbon aktif, atau senyawa-senyawa sintetis yang
memiliki struktur terbuka yang dapat dilalui oleh molekul-molekul kecil,
seperti nitrogen dan air.
3. Membran Pervaporasi
Pervaporasi merupakan salah satu proses pemisahan dengan membran
(permeasi) yang diikuti oleh proses evaporasi. Istilah pervaporasi pertama kali
dikenalkan oleh Kober (1917). Kober menemukan bahwa cairan di dalam
kantong koloid akan terevaporasi walaupun kantong dalam kondisi tertutup.
Melalui penelitian lebih lanjut, akhirnya disimpulkan bahwa yang dikeluarkan
oleh membran adalah uap air dari larutan. Pertimbangan memilih membran
disesuaikan pada aplikasi penggunaan dan mekanisme perpindahan komponen
dalam membran. Membran polimer lebih banyak digunakan dalam industri
daripada membran anorganik untuk memecah campuran azeotrop etanol-air,
karena proses pembuatannya lebih ekonomis dan sifatnya tidak rapuh.
(Chapman et al., 2008)
Tabel 1.14 Perbandingan Metode Dehidrasi Etanol
Metode Dehidrasi Kelebihan Kekurangan
Distilasi Azeotrop - Kemurnian - Memerlukan input
produknya tinggi. energi yang tinggi
- Memerlukan sistem
yang kompleks dari
kolom untuk
regenerasi bahan
pengisi (entrainer)
- Ada kecenderungan
etanol terkontaminasi
dengan bahan
entrainer pada saat
sistem mengalami
gangguan

24
Molecular Sieve - Kemurnian - Memerlukan
produknya tinggi regenerasi berkala
99.5% biasanya dengan
- Tidak memerlukan pemanasan pada
entrainer sehingga kondisi vakum dan
tidak ada kontaminasi pembersihan.
- Proses inert, karena
tidak menggunakan
bahan kimia
tambahan yang
memerlukan
penanganan tertentu
yang mungkin dapat
membahayakan
- Memiliki umur
simpan yang lama
(lebih dari 5 tahun),
kerusakan hanya
terjadi karena media
yang kotor atau
karena destruksi
mekanis
- Hemat energi
- Dapat diatur sebagai
sistem yang berdiri
sendiri atau
terintegrasi dengan
sistem distilasi.
- Bahan baku untuk
molecular sieve yaitu
zeolit mudah
didapatkan.
Membran Pervaporasi - Kemurnian tinggi - Perlu menyesuaikan
99.5% karakteristik membran
- Tidak memerlukan yang mampu
entrainer sehingga menyeleksi gas dan
tidak ada kontaminasi etanol yang masuk.
- Ramah lingkungan - Bahan baku untuk
karena tidak membuat membran
menghasilkan limbah cukup mahal.
- Konsumsi energinya - Umur membran
rendah biasanya tidak terlalu
lama.

Berdasarkan tabel diatas metode dehidrasi etanol yang dipilih adalah molecular sieve
karena biaya bahan baku yang digunakan lebih murah daripada membran pervaporasi,
juga tidak menimbulkan kontaminan karena tidak ada penambahan entrainer. Umur

25
simpan molecular sieve juga lebih lama (lebih dari 5 tahun) apabila tetap diregenerasi
secara berkala.

1.4.4 Ragi Fermentasi


Fermentasi etanol adalah reaksi biologis pada suhu kamar dan pada tekanan atmosfer.
Saccharomyces cerevisiae adalah ragi yang banyak digunakan untuk industri dan
produksi bahan bakar etanol, dan memiliki kemampuan yang sangat baik dalam
fermentasi etanol dan toleransi terhadap etanol. Sel-sel ragi pertama kali diisolasi dari
biakan murni bir pada tahun 1883 di Denmark dan banyak pekerjaan yang dilakukan pada
jalur metabolisme saat fermentasi etanol. S. cerevisiae dapat memfermentasi gula
termasuk glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa, manosa, maltosa kecuali pentosa seperti
xilosa dan arabinosa. Pichia stipitis dan Pachysolen tannophilus dikenal sebagai ragi yang
mampu memfermentasikan pentose, tetapi mereka tidak begitu toleran terhadap etanol
seperti S.cerevisiae. (Asian Biomass Handbook)
Selain S. cerevisiae, Zymomomas mobilis adalah bakteri yang sangat baik untuk
memfermentasikan berbagai gula seperti glukosa, fruktosa dan sukrosa menjadi etanol.
Hasil fermentasi, dan waktu fermentasi Z. mobilis lebih baik daripada S. cerevisiae,
namun Z. mobilis tidak begitu toleran terhadap etanol. Bakteri fermentasi etanol lain
seperti bakteri asam hetero-laktat (Lactobacillus), bakteri pendegradasi selulosa
(Clostridium), dan bakteri anaerob termofilik Themoanaerobacter sejauh ini telah
dikenal, tetapi mereka menghasilkan etanol dengan konsentrasi yang relatif rendah dan
dengan produk samping seperti asam organik. (Asian Biomass Handbook)
Bakteri Zymomonas mobilis mempunyai kelemahan yaitu tidak mampu mengubah
polimer karbohidrat kompleks, seperti selulosa, hemiselulosa dan pati menjadi etanol,
etanol yang dihasilkan oleh bakteri Zymomonas mobilis lebih sedikit dari Saccharomyces
cerevisiae. Selain itu Zymomonas mobilis juga menghasilkan produk samping antara lain
asam asetat, gliserol, aseton dan sorbitol serta terjadi pembentukan levan (polimer
ekstraseluler) (Gunasekaran & Raj, 1999). Bakteri Zymomonas mobilis juga memiliki
toleransi yang rendah terhadap garam dalam media dan sangat membutuhkan media yang
steril, sehingga menyulitkan untuk aplikasi skala industri (Iida, dkk., 1993; Saroso, 1998;
Hepworth, 2005).

26
Menurut Wibowo (1990), bakteri S. cerevisiae lebih dipih dalam proses fermentasi
karena bakteri ini mampu tumbuh cepat dan kuat, mampu menghasilkan produk dalam
jangka waktu pendek, dan mampu melindungi diri dari kontaminan lain.
Berikut ini adalah perbandingan bakteri fermentasi bioetanol:

Tabel 1.15 Perbandingan Bakteri Fermentasi


Bakteri Fermentasi Keunggulan Kekurangan
Saccharomyces cerevisiae Tumbuh cepat dan kuat, Waktu fermentasi cukup
menghasilkan produk dalam lama.
jumlah yang banyak, mampu
melindungi diri dari
kontaminan lain, toleran
terhadap etanol.
Zymomonas mobilis Hasil fermentasi baik, waktu
Memiliki toleransi yang
fermentasi lebih cepat. rendah terhadap garam dalam
media, sangat membutuhkan
media yang steril sehingga
menyulitkan untuk aplikasi
skala industri
Pichia stipitis Selain mampu Memiliki toleransi yang
memfermentasikan glukosa, rendah terhadap etanol
sukrosa, dan maltosa juga
mampu memfermentasikan
pentose.
Pachysolen tannophilus Selain mampu Memiliki toleransi yang
memfermentasikan glukosa, rendah terhadap etanol
sukrosa, dan maltosa juga
mampu memfermentasikan
pentose.
Sumber: Asian Biomass Handbook, 2010.

1.4.5 Zeolit Molecular Sieve


Zeolit merupakan senyawa kristal alumina silikat dari unsur-unsur golongan IA dan
IIA seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium. Zeolit dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis (Mortimer & Taylor
2002). Zeolit alam adalah zeolit yang diperoleh dari endapan di alam, sedangkan zeolit
sintetis adalah zeolit yang direkayasa dari bahan berkemurnian tinggi, mempunyai jenis
kation tunggal, mempunyai ukuran pori, saluran dan rongga tertentu (Mortimer & Taylor
2002). Zeolit secara umum memiliki ukuran pori yang bervariasi tergantung pada jenis
zeolit tersebut. Zeolit sintetis (lebih dikenal dengan molecular sieve) memiliki pori yang
seragam tergantung pada spesifikasi dari zeolit tersebut.

27
Zeolit tersusun dari kumpulan molekul silikat yang membentuk jejaring berongga
tetrahedral dimana tiap molekul terdiri dari 4 ion O2- yang mengelilingi sebuah kation
pusat (Si4+ atau Al3+). Rumus umumnya adalah M2/nOAl2O3xSiO2yH2O dengan M
adalah kation dan n adalah valensinya dimana tiap rongga zeolit didiami oleh molekul
H2O dan kation tambahan dari logam aktif yang mudah untuk dipisahkan atau ditukar
tanpa merusak struktur molekul zeolit (Helen, 2015). Untuk keperluan adsorpsi, spesi-
spesi kimia yang mendiami rongga tersebut harus dihilangkan dengan pemanasan.
Berdasarkan rumus umumnya, semua jenis zeolit dapat digunakan untuk menjerap
molekul H2O karena secara alamiah rongga zeolit sangat tertarik dengan molekul H2O.
Molekul H2O akan terjerap pada rongga zeolit ini yang diikat melalui ikatan hidrogen.
Selektivitas adsorpsi ditentukan oleh derajat kepolaran molekul. Campuran azeotrop air
etanol dapat dipisahkan dengan membedakan kepolaran H2O yang lebih besar daripada
kepolaran etanol (Gil et al, 2008).
Zeolit berbentuk padatan kristalin mikropori yang berongga dan beralur serta
mempunyai ukuran pori 3 sampai 10 yang disebut saringan molekuler (Liang and Ni,
2009). Ukuran pori tergantung pada jenis kation yang menetralisasinya. Kation-kation
Ca2+, Na+, dan K+ masing-masing memberikan ukuran 4,3 (tipe 5A), 3,8 (tipe 4A),
dan 3,0 (tipe 3A) (Mulder, 2006). Apabila diinginkan zeolit dengan ukuran pori tertentu
maka zeolit dapat dicelupkan ke dalam sol SiO2 dalam air dengan penambahan aditif lalu
dimasukkan ke dalam autoclave untuk mendapatkan struktur akhir sesudah kalsinasi
(Susetyaningsih, dkk., 2009).

1.5 Uraian Proses


1.5.1 Tahap Persiapan Bahan Baku
1.5.1.1 Tahap Penyaringan Molases
Molases sebagai bahan baku dari beberapa pabrik gula disaring untuk menghilangkan
pengotornya yaitu abu. Molases mempunyai fase cair dengan kekentalan 900Brix. Proses
penyaringan molases dilakukan dengan cara screening. Hasil penyaringan berupa
sukrosa, glukosa, dan air yang terkandung dalam molases tersebut disimpan dalam tanki
penyimpanan molases dan kemudian dipompa ke dalam reaktor hidrolisa untuk
dihidrolisis. Sedangkan abu yang telah dipisahkan dari molases dibuang ke tempat
pengolahan limbah.

28
1.5.1.2 Tahap Hidrolisis Molases
Hasil penyaringan molases berupa glukosa langsung dapat difermentasi, namun
sukrosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen sederhana yaitu
monosakarida. Hidrolisis molases dilakukan dengan cara menambahkan air berlebih
untuk menguraikan senyawa sukrosa. Hidrolisis molases dilakukan didalam reaktor batch
berpengaduk untuk menghomogenkan molases dan air yang ditambahkan. Molases dari
hasil hidrolisis ini mempunyai fase cair dengan kekentalan 200Brix. Temperatur reaktor
dijaga pada 400C, tekanan 1 atm. Reaksi yang terjadi pada reaktor adalah sebagai berikut:
C12 H 22O11 H 2 O 2C6 H12O6
Sukrosa glukosa
1.5.2 Tahap Fermentasi
1.5.2.1 Tahap Pre Fermentasi
Molases yang telah dihidrolisis kemudian masuk ke dalam tanki pre fermenter.
Didalam tanki pre fermenter molases dicampur dengan media lain yaitu urea, asam
phospat dan air. Sebelum dimasukkan yeast Saccharomyces cerevisiae, media tersebut di
sterilisasi terlebih dahulu pada suhu 750C untuk mematikan bakteri kontaminan.
Kemudian didinginkan pada suhu 300C menggunakan surface cooling. Ketika suhu 300C
telah tercapai yeast mulai dimasukkan melalui media yang steril. Jenis reaktor yang
digunakan adalah reaktor batch. Pertimbangan menggunakan reaktor batch adalah reaksi
fermentasi berlangsung dalam waktu cukup yang lama sampai konversi yang diinginkan,
selama proses tidak ada massa masuk dan keluar. Di dalam tanki pre fermenter akan
dikembangbiakkan yeast yang akan digunakan pada fermenter utama. Di dalam pre
fermenter ditambahkan bakteri Saccharomyces cerevisiae. Sebagai sumber nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakkan bakteri perlu ditambahkan urea, dan asam phospat
untuk mempertahankan pH agar tetap konstan. pH agar bakteri Saccharomyces cerevisiae
dapat tumbuh optimal adalah 4.5-5. Pada pre fermenter ini suhu operasi dijaga pada suhu
320C, tekanan 1 atm dan fermentasi dilakukan selama 14-16 jam. Pendinginan diperlukan
untuk menjaga suhu optimum proses tetap pada kisaran 320C, karena proses fermentasi
bersifat eksotermis. Pada tahap ini juga dilakukan aerasi, yaitu dengan mengalirkan
oksigen ke dalam fermentor. Fungsi adanya aerasi yaitu untuk mempercepat
tercampurnya molases dengan air dan untuk konsumsi kebutuhan oksigen bagi ragi

29
Saccharomyces cerevisiae yang berlangsung pada kondisi aerob. Tangki prefermenter
terdapat reaksi pembentukan alkohol oleh yeast dengan kadar alkohol yang dihasilkan 3-
4%.

1.5.2.2 Tahap Fermentasi Utama


Tahap fermentasi utama adalah proses fermentasi glukosa menjadi etanol secara
anaerob. Pertama-tama dilakukan tahap sterilisasi tanki fermentor yang masih kosong
dengan steam pada suhu 1210C lalu biarkan suhu pada fermentor turun hingga 300C.
Kemudian masukkan air proses dan larutan tetes. Urea sebagai sumber nutrisi masih
ditambahkan dalam proses ini, namun tidak ditambahkan asam sulfat lagi karena pH
sudah sesuai kondisi operasi. Suhu operasi adalah 320C, tekanan 1 atm. Waktu fermentasi
36-40 jam. Fermentor yang digunakan adalah batch fermentor dengan jaket pendingin.
Hasil dari proses fermentasi utama ini adalah etanol dengan kadar 8-10% dan kekentalan
6.5-70Brix yang disebut dengan mash dan gas CO2, gas CO2 langsung dikeluarkan dari
reaktor. Sedangkan hasil fermentasi berupa etanol akan ditampung terlebih dahulu agar
dapat dilakukan pemurnian secara kontinyu. Perlu ditambahkan antifoam untuk mencegah
pembentukan foam selama proses terjadi. Adanya foam akan membuat tanki fermentor
membludak.
Reaksi yang terjadi pada fermenter adalah sebagai berikut:
C6 H12O6 2C2 H 5OH 2CO2
Pada fermenter utama ini selain terbentuk etanol, juga akan terbentuk produk samping.
Komponen %berat (%w/w)
Water 92.0 95.0
Methanol 0.0 3.0 x 10-6
3-methyl-1-butanol (2.7 18.8) x 10-3
Propan-1-ol (2.1 6.8) x 10-3
Propan-2-ol 1.02 x 10-4
Butan-1-ol 0.0 2.4 x 10-4
2-methyl-1-propanol (1.3 4.9) x 10-3
Ethyl acetate (5.5 11.9) x 10-4
Acetaldehyde (1.0 8.3) x 10-3
Acetic acid (3.3 99.3) x 10-4
Sumber: Batista & Meirelles, 2011
Reaksi samping yang terjadi pada fermentor utama adalah sebagai berikut:

30
2C6 H12O6 H 2 O C2 H 5OH CH 3COOH 2CO2 2C3 H 8O3
(Austin T. George, 1979)
Komposisi fusel oil (%w/w):
Amyl Alkohol = 63.39%
Propanol = 2.42%
Butanol = 0.00045%
2-methyl 1-propanol = 22.19%
Pentanol = 0.000284%
Etanol = 7.82%
Lain-lain = 4.17%
(Perez, 2001)
1.5.3 Tahap Pemisahan dan Pemurnian
Etanol hasil fermentasi dengan kadar yang masih rendah perlu dimurnikan lagi untuk
menghasilkan etanol anhidrat (>99,5%). Campuran etanol air dipanaskan terlebih dahulu
menggunakan HE sebelum masuk ke menara distilasi. Campuran etanol air kemudian
diumpankan ke menara distilasi untuk memisahkan etanol dengan pengotor ringan. Tahap
pemurnian yang digunakan adalah menggunakan metode distilasi pada tekanan atmosfer
(atmospheric distillation column). Terdapat 2 buah kolom ditilasi yaitu kolom pertama
yaitu beer column, dan kolom kedua yaitu rectifying column. Sebelum mash dimasukkan
ke kolom distilasi pertama dilakukan pemanasan. Kolom distilasi pertama (beer column)
berfungsi untuk memisahkan mash dengan limbah stillage. Limbah stillage berada di hasil
bawah sedangkan hasil puncak berisi campuran etanol air. Campuran etanol-air dari
hasil puncak distilasi pertama mempunyai kada 50% sebagian di recycle sebagian lagi
diumpankan pada kolom distilasi yang kedua. Etanol air yang keluar dari distilasi pertama
akan diumpankan ke kolom rectifying. Rectifying kolom berfungsi untuk memekatkan
kadar etanol dari hasil distilasi kolom kedua sampai mencapai kadar etanol 95%.
Sedangkan hasil atas berupa etanol 95% akan di dehidrasi.
Untuk menghasilkan bioetanol dengan kemurnian 99.5% hasil distilasi dengan
kadar 95% perlu diadsorbsi menggunakan molecular sieve dengan zeolit sintetik 3A.
Terdapat dua buah kolom molecular sieve. Molecular sieve akan diregenerasi tiap delapan
jam secara bergantian, sehingga akan menghilangkan air yang teradsorbsi oleh molecular

31
sieve. Waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi adalah lima jam untuk tahap pemanasan
dan tiga jam untuk tahap pendinginan. Sementara satu buah kolom diregenerasi, satu buah
stand by dan yang lain akan beroperasi. Untuk mengaktifkan kembali molecular sieve
yang sudah jenuh, dipakai gas panas bertekanan. Gas panas tersebut dilewatkan secara
berlawanan arah, yaitu dari bawah ke atas. Air yang sudah teradsorbsi oleh molecular
sieve akan menjadi uap ikut dengan gas regenerasi keluar kemudian didinginkan dan
dicairkan di kondenser. Hasil dari kondenser berupa fase cair yang mengandung
campuran air dan etanol ini kemudian di recyle didalam kolom rectifying untuk
dimurnikan lagi.

1.6 Spesifikasi Bahan


1.6.1 Spesifikasi Bahan Baku
1. Molases
Wujud : Cair
Warna : Cokelat Kehitaman
Densitas : min 1,419 kg/l
Total Sugar : min 51%
Brix0 : 200Brix
Komposisi (% berat) :

Tabel 1.16 Komposisi dari Molases


Komponen Jumlah
Air 22,5%
Sukrosa 38,5%
Glukosa 28,75%
Abu 10,25%

(Zabrockis, 2009)
2. Air
Wujud : cairan
Kenampakan : bening tidak berwarna
Bau : tidak berbau
Densitas : 0,994 gr/ml (pada 300C)

32
Turbidity : 10 ppm
Oxygen consumed : 10 ppm
Dissolved oxygen : 10 ppm
H2S : 3 ppm
Total Hardness : 40 ppm
(Kirk and Othmer, 1978)
3. Saccharomyces cerevisiae
Kadar air : 4-6%
Temperatur : 280C-300C
pH : 3,5-6,0
(Crueger and Crueger, 1984)
1.6.2 Spesifikasi Produk
1.6.2.1 Bioetanol
Produk yang dihasilkan dari fermentasi yeast adalah bioetanol. Bioetanol yang
dihasilkan di industri dan akan digunakan sebagai bahan bakar harus didenaturasi agar
tidak dijadikan bahan minuman. Pemerintah melalui Badan Standar Naasional (BSN)
telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7390:2008 tentang etanol
terdenaturasi untuk gasohol. Oleh karena itu, pabrik ini akan membuat produk bioetanol
sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan oleh BSN tersebut. Berikut adalah
persyaratan mutu etanol terdenaturasi untuk gasohol menurut SNI pada Tabel 1.17:

Tabel 1.17 Persyaratan Mutu Produk Etanol


No. Sifat Unit, min/max Spesifikasi
99,5 ( sebelum denaturasi)
1 Kadar Etanol %V, min
94,0 (setalah denaturasi)
2 Kadar methanol Mg/L, max 300
3 Kadar Air %V, max 1
4 Kadar denaturan %V, min 2
Keasaman
5 Mg/L, max 30
(CH3COOH)
6 Tampakan Jernih tidak ada campuran
7 Kadar ion klorida (Cl-) Mg/L, max 40
8 Kandungan belerang Mg/L. max 50
9 Kadar Getah (gum) Mg/100mL, max 5.0
10 pH 6,5-9,0
(Sumber : SNI 7390:2008, 2008)

33
Berdasarkan persyaratan mutu etanol terdenaturasi yang ditentukan oleh SNI, maka
pabrik ini akan membuat bioetanol dengan konsentrasi 99,5%.

1.6.3 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Bahan Baku dan Produk
1.6.3.1 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Utama
1. Molases
Sifat Fisika
Wujud : Cairan
Kenampakan : Hitam Pekat
pH : 5,3
Titik beku : -180C
Specific Gravity : 1,4
Titik Didih : 1070C (pada 1 atm)
Kelarutan dalam Air : Sangat larut
Viscositas : 4,323 Cp (pada 250C)
Panas Spesifik : 0,5 kkal/kgOC
Densitas : 1,47 gr/ml
Jenis : Black Strap
Moisture Content : 6,38 %
Bulk Density : 282,38 kg/m3
Porosity : 67,93 %
Sifat kimia :
Terhidrolisis dengan air menjadi glukosa
C6 H12O5 n nH 2O nC6 H12O6
(Zabrockis, 2009)
1.6.2.2 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Pendukung
1. Saccharomyces cereviseae
Sifat Fisika
Wujud : Padat
Bentuk : Serbuk

34
Warna : Putih
Jenis : Saccaromyces cereviseae
Karbon : 10 %
Oksigen :67%
Nitrogen : 1%
Hidrogen : 1%
Fosfor : 0,2 %
Mineral :12%
pH 3,5 6,0

Sifat kimia :

Menghasilkan enzim zimase dan intervase.


Enzim interfase berfungsi untuk memecah sukrosa menjadi monosakarida
(glukosa dan fruktosa).
C12H22O11 + H2O 2C6H12O6 + 2C6H12O6
Enzim zimase mengubah glukosa menjadi ethanol.
C12 H 22O11 H 2 O 2C6 H12O6 2C6 H12O6

C6 H12O6 C2 H 5OH 2CO2

Di bawah ini kondisi anaerobik dan konsentrasi glukosa tinggi,


Saccharomyces cereviseae tumbuh dengan baik, tetapi sediki
menghasilkan alkohol.
(Crueger and Crueger, 1984)
2. Urea CO(NH2)2
Sifat Fisika :
Berat molekul 60 gr/mol.
Berwarna putih padat.
Massa jenis 1,32 gr/cm3.
Specific Gravity = 1,77.
Merupakan sumber nitrogen bagi Saccharomyces.
Sifat Kimia :

35
Kelarutan pada air (80oC) adalah sebesar 400 grm urea/ 100 ml air.
Kelarutan pada gliserol sebesar 500 gr urea/ liter gliserol.
Dapat terdekomposisi menjadi NH3 dan CO2.
CONH 2 2 H 2 O NH 2 CO3
NH 2 CO3 2 NH 3 CO2 H 2 O
Jika bereaksi dengan Hypochlorite dapat membentuk Nitrogen Triklorida
yang dapat meledak.
CONH 2 2 6 NaCl H 2 O CO2 NCl3 NaOH
(Kirk and Othmer, 1978)
3. Asam Sulfat
Sifat Fisika:
Rumus kimia : H2SO4
Berat Molekul : 98 gr/mol
Berbentuk : cair.
Berwarna : tidak berwarna atau berwarna coklat
Titik lebur : 10,40C
Titik didih : 315-3380C

Sifat Kimia:

Larut dalam air.


Beracun dan bersifat asam kuat
Terdisosiasi sempurna dalam air
H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4-
HSO4- + H2O H3O+ + SO42-
(Kirk and Othmer, 1978)
4. Air
Sifat Fisika :
Rumus molekul : H-O-H
Rumus kimia : H2O
Berat molekul : 18,0153 gr/ mol

36
Titik didih : 100oC (pada 1 atm)
Titik beku : 0oC (pada 1 atm)
Temperatur kritis : 374,15oC
Tekanan kritis : 218, 3074 atm
Densitas : 0,9998 gr/ cm3 (pada 20oC)
Panas jenis : 0,9995 kal/ groC
Kenampakan : cairan jenuh
Sifat kimia :
Reaksi hidrolisi pati
C6 H12O5 n nH 2O nC6 H12O
Reaksi asam - basa
Asam
HCl H 2 O H 3O Cl

Basa
Na H 2 O NaH OH

1.6.3.2 Sifat Fisik dan Kimia Produk


1.6.3.2.1 Sifat Fisik dan Kimia Produk Utama
1. Ethyl alcohol (C2H5OH)
Ethanol juga disebut etil alkohol (C2H5) adalah alkohol primer dengan rumus kimia
CH3-CH2-OH atau C2H5OH.
Sifat Fisika:
Titik nyala 13,9C.
Densitas pada 20C adalah 0,789 gr/cm3
Alkohol berbobot rendah, larut dalam air
Berat molekul 46,070 gr/mol.
Titik didih 78,4C. (pada 1 atm)
Cairan tidak berwarna, jernih.
Melting point (titik leleh) 114C. (pada 1 atm)
Konstanta kesetimbangan (Ka) : 10-18.

37
Merupakan senyawa aromatik yang volatile (mudah menguap).
Mudah terbakar.
Termasuk B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).
Berbau tajam.
Spesifik Gravity 0,7851 pada suhu 20C.
Larut dalam air dan senyawa organik lainnya.
(Joseph, dkk, 1969)

Sifat Kimia

Dapat bereaksi dengan NaOH membentuk Sodium etoxida.


C2 H 5 NaOH C2 H 5 ONa H 2 O
Dapat mengalami reaksi Esterifikasi.
Etanol dapat bereaksi dengan asam anhidrida atau asam halid untuk
menghasilkan ester.
C2 H 5 RCO 2 RCOO CH 2 CH 3 RCOOh
Dapat mengalami reaksi Dehidrasi.
Ethanol dapat didehidrasi untuk membentuk ethylene atau ethyl ester.
CH 3CH 2 OH CH 2 CH 2 H 2 O

Dapat mengalami reaksi Dehidrogenasi.


2CH 3CH 2 OH CH 3CH 2 OCH 2 CH 3 H 2 O
Ethanol dapat mengalami dehidrogenasi membentuk asetaldehid.
(Kirk and Othmer, 1978)
1.6.3.2.2 Sifat Fisik dan Kimia Produk Samping
1. Carbondioxide (CO2)
Sifat Fisika :
Rasa asam.
Temperatur kritis 31,1C.
Tekanan kritis 734 kPa.
Densitas liquid (pada 0C dan tekanan 101,32 kPa) adalah 1,976 gr/l.

38
Viskositas (pada 25C) adalah 0,015 cp.
Panas pembentukan pada 25C adalah 373,4 btu/mol.
Panas laten penguapan 148,6 Btu/lb.
Spesific gravity pada basis udara 1 adalah 1,53.
Melting point pada 5,2 atm adalah - 56,6C.
Subliming point adalah 78,5C.
Kelarutan dalam air 179,7 cm3 CO2 dalam 100 cm3 air pada 0C.
Kelarutan dalam air 90,1 cm3 CO2 dalam 100 cm3air pada 20C.
Larut dalam alkohol.
Tidak berbau, tidak berwarna, tidak beracun.
(Douglas & Considine, 1974)
Sifat Kimia :
CO2 dapat bereaksi dengan H2-
CO2 H 2 CO H 2O
CO2 dapat bereaksi dengan amoniak yang terjadi pada pabrik urea
untuk menghasilkan amonium karbamat.
CO2 NH 3 NH 2 COONH 4

CO2 merupakan oksidator akhir dari produk karbon.


(Kirk and Othmer, 1978)

2. H2O
Sifat Fisika :
Rumus molekul : H-O-H
Rumus kimia : H2O
Berat molekul : 18,0153 gr/mol
Titik didih : 100C (pada 1 atm)
Titik beku : 0C (pada 1 atm)
Temperature kritis : 374,15C
Tekanan kritis : 218,3074 atm
Densitas : 0,998 gr/cm3 (cair, 20C) ; 0,92 gr/cm3 (padatan)

39
Panas jenis : 0,9995 kal/grC
Kenampakan : cairan jernih
Sifat Kimia :
Reaksi hidrolisis pati
C6 H12O5 n nH 2O nC6 H12O
Reaksi asam - basa
Asam
HCl H 2 O H 3O Cl

Basa
Na H 2 O NaH OH

40

Anda mungkin juga menyukai