oleh:
Indra Sutanto (6214003)
Hendri (6214017)
Jofiandy Nathanael Christanto (6214051)
Pembimbing:
I Gede Pandega Wiratama, S.T., M.T.
Dr. Ir. Budi H. Bisowarno, M.Eng.
BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2007 1.580,41
2008 2.033,39
2009 2.536,88
2010 5.128,08
2011 6.342,55
2012 9.148,15
(sumber : Badan Pusat Statistik)
Apabila dilihat dari kecenderungan data impor epiklorohidrin yang dapat dilihat pada
Gambar 1.1 impor epiklorohidrin diproyeksi akan terus meningkat sebanyak 23.304 pada tahun
2022.
10000
9000 y = 1524,5x - 3E+06
8000 R² = 0,9276
7000
Jumlah Impor
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
Data kebutuhan epiklorohidrin didapatkan dari data - data kebutuhan pabrik yang
menggunakan epiklorohidrin sebagai bahan baku dalam proses produksinya. Pabrik - pabrik yang
menggunakan epiklorohidrin antara lain ada pabrik epoxy-resin, pabrik kosmetik,obat, sabun dan
pasta gigi. Kebutuhan epiklorohidrin pada pabrik epoxy-resin dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai
berikut.
4
2009 6000
2010 6884
2011 8170
2012 11252
2013 11388
(sumber : Badan pusat Statistik)
14000
8000
6000
4000
2000
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Dari grafik tersebut dapat diperkirakan data kebutuhan epichlorohydrin pada tahun 2022
yaitu sebesar 25.397 ton/tahun. Kebutuhan epichlorohydrin pada pabrik di pabrik kometik, obat,
sabun dan pasta gigi dapat dilihat pada Tabel 1.3 sebagai berikut.
5
Tabel 1.3 Data kebutuhan epiklorohidrin di pabrik kosmetik, obat, sabun dan pasta gigi (Badan
Pusat Statistik, 2017)
2009 4910
2010 8638
2011 11836
2012 14845
2013 14373
(sumber : Badan Pusat Statistik)
Dari data diatas dibuat grafik dan dapat dilihat kecenderungan datanya pada Gambar 1.3
yang dilampirkan sebagai berikut.
18000
16000 y = 2513,3x - 5E+06
R² = 0,9089
14000
Jumlah Kebutuhan
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Dari Gambar 1.3 tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan epichlorohydrin di pabrik
kosmetik, obat, sabun dan pasta gigi pada tahun 2022 adalah 38.366 ton/tahun.
Apabila ditinjau dari segi ketersediaan bahan baku, pabrik biodiesel merupakan salah satu
industri yang memproduksi yang menghasilkan produk samping berupa gliserol, dengan
perbandingan setiap 1 ton produk biodiesel dihasilkan 100 kg gliserol. (Solikhah, 2016) Produksi
6
biodiesel di Indonesia pada tahun 2017 menurut Asosiasi Kelapa Sawit Indonesia adalah 2,6 juta
ton sehingga potensi produksi gliserol mencapai 0,26 juta ton per tahun.
Sampai saat ini belum ada industri yang memproduksi epiklorohidrin di Indonesia dan
kebutuhan epiklorohidrin di Indonesia masih diimpor dari luar negeri, terutama dari Tiongkok,
Korea, Taiwan, Jepang, Thailand, dan Singapore. Selain itu, karena hanya ada beberapa negara
yang sampai saat ini memproduksi epiklorohidrin, maka peluang melakukan ekspor produk juga
cukup besar. Peluang pasar di Asia sangat besar karena tingkat konsumsi epichlorohydrin di Asia
sangat tinggi, seperti yang dapat dilihat di Gambar 1.1 sebagai berikut.
Berdasarkan analisa pasar, ketersediaan bahan baku yang melimpah dan peluang pasar baik
itu untuk saat ini, dan untuk masa yang akan datang seperti yang telah dibahas. Pembagian peluang
pasar di Indonesia pada tahun 2022 adalah sekitar 75.000 ton. Peluang kapasitas produksi dari
pabrik epichlorohydrin yang akan didirikan sebesar 100.000 ton dengan jumlah jam kerja efektif
adalah 330 hari dalam satu tahun.
BAB II
TINJAUAN PROSES
2.1 Produk
Epichlorohydrin (EPCH) merupakan bahan baku intermediet yang seringkali digunakan
untuk menghasilkan produk kimia yang lebih bernilai. Kegunaan epichlorohydrin dalam industri
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pembuatan epoxy-resin (Pham & Marks, 2012)
2. Pembuatan Karet
Karet yang terbuat dari EPCH mempunyai standar tinggi sehingga sering digunakan
dalam industri otomotif. Performa dari karet epichlorohydrin tetap baik dalam
temperatur tinggi (-35°C s/d 125°C). Kelebihan dari karet epichlorohydrin membuat
produk ini menjadi semakin popular. (BRP, 2018)
3. Pembuatan ion-exchange resin untuk water-treatment
Resin ion-exchange dibuat dari polimer organik, polimer tersebut membentuk matriks
dengan struktur kecil sehingga luas permukaannya besar. EPCH digunakan sebagai
bahan intermediet dari pembuatan resin tersebut. (PR Newswire, 2018)
4. Sebagai surface active agent pada deterjen
Epichlorohydrin digunakan dalam industri pembuatan detergen karena dapat
membentuk foam (busa). EPCH direaksikan dengan decyl- dan dodecylamine untuk
membentuk senyawa surface active agent. Komponen ini memiliki kemampuan untuk
mencegah berbagai bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,
dan Candida albicans. (Chlebicki, Węgrzyńska, Maliszewska, & Oświęcimska, 2005)
5. Kegunaan lainnya
Kegunaan epiklorohidrin meliputi zat tahan karat dan perekat lapisan, pembasmi
serangga, zat aktif permukaan, zat pengering dan pencegah korosi
Epichlorohydrin (EPCH) yang mempunyai rumus kimia C3H5ClO atau disebut juga 1-
chloro-2,3- epoxy-propane, merupakan cairan tak berwarna yang memiliki sifat mudah terbakar,
beracun, larut dalam bahan pelarut organik dan sedikit larut dalam air. Epichlorohydrin juga
7
8
mempunyai bau yang menyerupai bau yang dihasilkan dari kloroform. Susunan molekul
dari Epichlorohydrin dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.
Data fisik dari epichlorohydrin dapat dilihat Tabel 2.1 sebagai berikut.
Reaksi pertama merupakan kloronasi allil dari propilen ke propilen klorida. Secara paralel
gas klorin terlarut dalam air membuat asam hipoklorit. Asam hipoklorit ini beraksi dengan propilen
klorida menghasilkan 1,3 dikloro-2-propanol (1,3- DCP) dan 2,3 dikloro-1-propanol (2,3-DCP).
Reaksi terakhir merupakan 1,3 DCP bereaksi dengan natrium hidroksida menghasilkan
epichlorohydrin. Reaksi tersebut dapat membuat epichlorohydrin yang murni, tetapi memiliki
beberapa masalah yaitu, efisiensi atom klorin yang rendah (hanya 1 dari 4 atom Cl yang beraksi
masuk ke dalam produk), ketidakefisienan yang signifikan di tahap kloronasi dan hipokloronasi
menyebabkan pembuatan senyawa organik klorin yang tidak diinginkan, dan harga propilen yang
semakin mahal.
Pada umumnya epichlorohydrin diproduksi secara massal dengan menggunakan propilen
sebagai bahan baku. Propilen merupakan bahan alam yang tidak dapat terbaharui, oleh karena itu
perlu pencarian bahan baku yang dapat diperbaharui. Salah satu senyawa yang berpotensi untuk
dijadikan bahan baku adalah Gliserol. Gliserol merupakan bahan alam yang dapat terbaharui
karena dapat diperoleh dari hasil samping produksi biodiesel.
Pembuatan diklorohidrin dari reaksi gliserol dengan HCl menggunakan katalis yang
mempunyai gugus karboksilat (RCOOH). Jenis katalis yang digunakan adalah katalis homogen.
Reaksi gliserol menjadi diklorohidrin mempunyai produk samping yang dapat dilihat pada Gambar
2.3 sebagai berikut
Kinetika reaksi untuk pembentukan 1,3-DCP dari gliserol dengan menggunakan katalis
asam adipat, dapat dirumuskan dengan Tabel 2.2 dengan reaksi yang dapat dilihat seperti pada
Gambar 2.4 sebagai berikut
Reaksi saponifikasi memiliki kinetika reaksi yang terdapat di Tabel 2.3 dengan reaksi (1)
merupakan saponifikasi 1-3 DCP dengan NaOH.
1. C3H6Cl2O+NaOH → C3H5ClO+NaCl+H2O
Reaksi (1)
Reaksi (2)
2.2.2 Kloronasi
Tahap kloronasi merupakan tahap dimana gliserol yang telah di purifikasi direaksikan
dengan HCl yang untuk mendapatkan 1,3-DCP. Tahap ini merupakan tahap terjadinya reaksi
seperti yang terdapat pada Gambar 2.4. Reaksi ini memiliki kinetika reaksi yang berbeda tiap
temperatur seperti terdapat di Tabel 2.5 sebagai berikut
2.2.3 Retifikasi
Tahap retifikasi merupakan tahap pemisahan 1,3-DCP dari hasil reaksi yang dihasilkan
dari tahap kloronasi. Pemisahan ini umumnya dilakukan dengan menggunakan menara distilasi.
293-313
313-333
Pada proses saponifikasi, epichlorohydrin yang dibuat harus langsung dipisahkan dari
NaOH dan H2O. Pemisahan dilakukan untuk mencegah pembentukan gliserol dari epiklorhidrin
dengan adanya NaOH dan H2O. Sistem yang digunakan dalam tahap ini adalah reaktif distilasi.
Reaktif distilasi merupakan salah satu intensifikasi proses yang menggabungkan dua alat proses
kimia, yaitu reaktor dan distilasi. Fungsi dari reaktif distilasi untuk saponifikasi adalah mencegah
epiklorohidrin untuk berkontak terlalu lama dengan NaOH dan H2O.
2.3.1 Gliserol
Gliserol merupakan suatu senyawa polyol yang memiliki rumus kimia C3H8O3 berupa
cairan yang kental memiliki rasa yang manis dan tidak beracun. Gliserol merupakan senyawa yang
selalu ada di dalam lipid (lemak). Susunan molekul gliserol adalah yang ada di Gambar 2.7 sebagai
berikut
Gliserol dapat dibuat dengan cara melakukan hidrolisis lipid (trigliserida) dengan air
sehingga membentuk asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat dilihat pada Gambar
2.8. Proses hidrolisis banyak dimanfaatkan dalam pembuatan biodiesel sehingga banyak produk
samping berupa gliserol yang masuk ke pasar. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil
biodiesel terbesar di dunia sehingga bahan baku gliserol menjadi lebih mudah dan lebih murah
didapatkan.
Data fisik Gliserol yang dapat dilihat pada Tabel 2.7 sebagai berikut.
Data fisik dari asam klorida dapat dilihat pada Tabel 2.8 sebagai berikut
Asam klorida didapat melalui 2 cara yaitu dari elektrolisis larutan garam NaCl pekat atau
dari kloronasi atau floronasi dari senyawa organik seperti pembuatan PVC.
2.6.1 Gliserol
Gliserol tidak memerlukan penanganan khusus karena bukan merupakan senyawa yang
berbahaya. Gliserol merupakan senyawa yang relatif mudah terbakar jika terkena nyala api
sehingga harus dijauhkan dari sumber panas maupun api, selain itu gliserol bersifat licin sehingga
ada resiko terpeleset jika tumpah di lantai.
diencerkan maupun bereaksi dengan asam, selain itu NaOH bersifat korosif sehingga perlu bahan
kontruksi yang anti korosi. Bahan yang sering menjadi pilihan untuk menyimpan NaOH adalah
fiberglass, stainless steel, dan material polimer plastik. Fiberglass sebagai material untuk
menyimpan NaOH dikenal tahan terhadap stress cracking.
pipa dengan bahan yang sama dapat digunakan untuk pemindahan asam adipat. Stainless steel
dapat digunakan untuk asam adipat dalam proses dan reaksi. (Bailiff Enterprises, 2018)
2.10 GPM
Kapasitas pabrik ini sebesar 100.000 ton/tahun. Harga berbagai bahan untuk keperluan
produksi dan hasil penjualan dapat dilihat pada Tabel 2. GPM (Gross Profit Margin) adalah
21
perkiraan keuntungan yang didapatkan apabila keseluruhan epichlorohydrin terjual. Gliserol yang
digunakan memiliki kemurnian 99,6% dari produk samping biodiesel.
GPM 98.732.720