Anda di halaman 1dari 22

Perancangan Pabrik Epichlorohydrin dari Gliserol Hasil By-

Product Pabrik Biodiesel dengan Kapasitas 100.000


ton/tahun

Laporan Perancangan Pabrik


Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar
sarjana di bidang ilmu Teknik Kimia

oleh:
Indra Sutanto (6214003)
Hendri (6214017)
Jofiandy Nathanael Christanto (6214051)

Pembimbing:
I Gede Pandega Wiratama, S.T., M.T.
Dr. Ir. Budi H. Bisowarno, M.Eng.

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

BANDUNG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuane Prancangan


Epichlorohydrin (EPCH) merupakan bahan kimia intermediet yang banyak digunakan
sebagai bahan baku industri kimia lainnya, diantaranya industri epoxy-resin, industri karet dll.
Produksi EPCH berbasis propilen telah ada sejak tahun 1947. Metode ini memiliki berbagai
kelemahan dalam pelaksanaannya, yaitu: ketergantungan terhadap minyak mentah, selektivitas
reaksi rendah, banyaknya bahan beracun organik yang terbawa (s/d 0,5 t/t EPCH), dan produksi
limbah yang cukup besar (s/d 54 m3/t EPCH). Perkembangan pesat produksi biodiesel
menimbulkan kelebihan pasokan gliserol murah ke pasar. (Pagliaro, 2017) Oleh karena itu,
penggunaan gliserol untuk produksi bahan kimia berharga telah menjadi layak secara ekonomi.
Sintesis epichlorohydrin (EPCH) dari gliserol (Gl) merupakan salah satu contoh pemanfaatannya.
Produksi gliserol di Asia Tenggara mencapai 1.455 juta liter per tahun. Indonesia sendiri
merupakan salah satu produsen biodiesel dengan kapasitas besar di dunia. Peningkatan produksi
biodiesel akan menambah produksi gliserol sebagai produk samping. Pabrik biodiesel merupakan
salah satu industri yang memproduksi gliserol dimana setiap 1 ton produk biodiesel dihasilkan 100
kg gliserol. (Solikhah, 2016) Produksi biodiesel di Indonesia pada tahun 2017 menurut Asosiasi
Kelapa Sawit Indonesia adalah 2,6 juta ton sehingga potensi produksi gliserol mencapai 0,26 juta
ton per tahun.
Industri penghasil biodiesel di Indonesia antara lain: PT Eterindo Wahanatama (120.000
ton), PT Sumi Asih (100.000 ton), PT Indo BBN (50.000 ton), Wilmar Bioenergy (350.000 ton),
PT Bakrie Rekin Bioenergy (150.000 ton), dan PT Musim Mas (100.000 ton). Selain itu, industri
penghasil biodiesel skala menengah diproduksi oleh: PT Ganesha Energy dan PT Energi Alternatif
Indonesia, dengan jumlah 30.000 ton. Jumlah produksi ini didukung dengan jumlah konsumsi
biodiesel dalam negeri yang mencapai 2,4 juta ton dan ekspor mencapai 100 ribu ton.
Proyeksi kebutuhan epiklorohidrin di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 406 kilo ton
dikarenakan permintaan yang semakin meningkat pada industri kertas, epoxy, resin, cat, pertukaran
ion, dan adesive semakin meningkat. (Solikhah, 2016)

1
2

1.2 Perumusan Masalah


Epichlorohydrin merupakan produk intermediet yang sering kali digunakan sebagai bahan
baku untuk produksi bahan kimia yang lebih bernilai tinggi, contohnya adalah produksi epoxy
resin, bahan baku pembuataan sabun, kosmetik, obat, dan pasta gigi. (GP Chemical, 2018)
Kebutuhan epiklorohidrin cukup tinggi, namun sampai saat ini belum ada pabrik yang
memproduksi epiklorohidrin di Indonesia. Kebutuhan epiklorohidrin di Indonesia masih
bergantung pada produsen luar negeri sehingga masalah yang dihadapi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Potensi pabrik Epichlorohydrin untuk meraup pasar Indonesia sangat besar.
2. Produksi epichlorohydrin membutuhkan proses yang lebih ramah lingkungan dan bahan
baku yang dapat diperbaharui

1.3 Kapasitas Produksi


Pada penentuan kapasitas produksi pabrik terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbanngkan. Diantaranya adalah kebutuhan produk pada pasar saat ini, ketersediaan bahan
baku, teknologi digunakan dan peluang pasar yang akan datang di Indonesia.
Untuk mengetahui kondisi pasar saat ini dilakukan analisis pasar, yaitu dengan melihat
kecenderungan kebutuhan bahan yang dapat dilihat dari data impor, data kebutuhan pabrik yang
menggunakan epiklorohidrin sebagai bahan baku, dan ketersediaan bahan baku untuk
memproduksi epiklorohidrin.
Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar peluang produk di pasaran maka analisa
peluang pasar dapat dilakukan dengan dilihat dari peluang keuntungan kasar produk (GPM),
peluang untuk melakukan ekspor dan peluang semakin besarnya kebutuhan produk yang dapat
semakin meningkat di kemudian hari, untuk menghasilkan produk yang akan datang.
Data impor epiklorohidrin ke Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1, yang mencapai
9148,15 ton pada tahun 2012.
3

Tabel 1.1 Tabel Impor Epichlorohydrin Indonesia

Tahun Jumlah (Ton)

2007 1.580,41

2008 2.033,39

2009 2.536,88

2010 5.128,08

2011 6.342,55

2012 9.148,15
(sumber : Badan Pusat Statistik)

Apabila dilihat dari kecenderungan data impor epiklorohidrin yang dapat dilihat pada
Gambar 1.1 impor epiklorohidrin diproyeksi akan terus meningkat sebanyak 23.304 pada tahun
2022.
10000
9000 y = 1524,5x - 3E+06
8000 R² = 0,9276
7000
Jumlah Impor

6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

Gambar 1.1 Jumlah Impor Epichlorohydrin Indonesia

Data kebutuhan epiklorohidrin didapatkan dari data - data kebutuhan pabrik yang
menggunakan epiklorohidrin sebagai bahan baku dalam proses produksinya. Pabrik - pabrik yang
menggunakan epiklorohidrin antara lain ada pabrik epoxy-resin, pabrik kosmetik,obat, sabun dan
pasta gigi. Kebutuhan epiklorohidrin pada pabrik epoxy-resin dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai
berikut.
4

Tabel 1.2 Kebutuhan epiklorohidrin pada pabrik Epoxy - Resin

Tahun Jumlah (ton)

2009 6000

2010 6884

2011 8170

2012 11252

2013 11388
(sumber : Badan pusat Statistik)

Kecenderungan data kebutuhan epichlorohydrin pada pabrik epoxy-resin dapat dilihat


pada Gambar 1.2 sebagai berikut.

14000

12000 y = 1514,4x - 3E+06


R² = 0,9323
10000
Jumlah Impor

8000

6000

4000

2000

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Gambar 1.2 Grafik kebutuhan Epichlorohydrin pada pabrik Epoxy-Resin

Dari grafik tersebut dapat diperkirakan data kebutuhan epichlorohydrin pada tahun 2022
yaitu sebesar 25.397 ton/tahun. Kebutuhan epichlorohydrin pada pabrik di pabrik kometik, obat,
sabun dan pasta gigi dapat dilihat pada Tabel 1.3 sebagai berikut.
5

Tabel 1.3 Data kebutuhan epiklorohidrin di pabrik kosmetik, obat, sabun dan pasta gigi (Badan
Pusat Statistik, 2017)

Tahun Jumlah (ton)

2009 4910

2010 8638

2011 11836

2012 14845

2013 14373
(sumber : Badan Pusat Statistik)

Dari data diatas dibuat grafik dan dapat dilihat kecenderungan datanya pada Gambar 1.3
yang dilampirkan sebagai berikut.

18000
16000 y = 2513,3x - 5E+06
R² = 0,9089
14000
Jumlah Kebutuhan

12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Gambar 1.3 Kebutuhan Epichlorohydrin pada pabrik

Dari Gambar 1.3 tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan epichlorohydrin di pabrik
kosmetik, obat, sabun dan pasta gigi pada tahun 2022 adalah 38.366 ton/tahun.
Apabila ditinjau dari segi ketersediaan bahan baku, pabrik biodiesel merupakan salah satu
industri yang memproduksi yang menghasilkan produk samping berupa gliserol, dengan
perbandingan setiap 1 ton produk biodiesel dihasilkan 100 kg gliserol. (Solikhah, 2016) Produksi
6

biodiesel di Indonesia pada tahun 2017 menurut Asosiasi Kelapa Sawit Indonesia adalah 2,6 juta
ton sehingga potensi produksi gliserol mencapai 0,26 juta ton per tahun.
Sampai saat ini belum ada industri yang memproduksi epiklorohidrin di Indonesia dan
kebutuhan epiklorohidrin di Indonesia masih diimpor dari luar negeri, terutama dari Tiongkok,
Korea, Taiwan, Jepang, Thailand, dan Singapore. Selain itu, karena hanya ada beberapa negara
yang sampai saat ini memproduksi epiklorohidrin, maka peluang melakukan ekspor produk juga
cukup besar. Peluang pasar di Asia sangat besar karena tingkat konsumsi epichlorohydrin di Asia
sangat tinggi, seperti yang dapat dilihat di Gambar 1.1 sebagai berikut.

Gambar 1.4 Konsumsi epichlorohydrin di dunia tahun 2016

Berdasarkan analisa pasar, ketersediaan bahan baku yang melimpah dan peluang pasar baik
itu untuk saat ini, dan untuk masa yang akan datang seperti yang telah dibahas. Pembagian peluang
pasar di Indonesia pada tahun 2022 adalah sekitar 75.000 ton. Peluang kapasitas produksi dari
pabrik epichlorohydrin yang akan didirikan sebesar 100.000 ton dengan jumlah jam kerja efektif
adalah 330 hari dalam satu tahun.
BAB II
TINJAUAN PROSES

2.1 Produk
Epichlorohydrin (EPCH) merupakan bahan baku intermediet yang seringkali digunakan
untuk menghasilkan produk kimia yang lebih bernilai. Kegunaan epichlorohydrin dalam industri
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pembuatan epoxy-resin (Pham & Marks, 2012)
2. Pembuatan Karet
Karet yang terbuat dari EPCH mempunyai standar tinggi sehingga sering digunakan
dalam industri otomotif. Performa dari karet epichlorohydrin tetap baik dalam
temperatur tinggi (-35°C s/d 125°C). Kelebihan dari karet epichlorohydrin membuat
produk ini menjadi semakin popular. (BRP, 2018)
3. Pembuatan ion-exchange resin untuk water-treatment
Resin ion-exchange dibuat dari polimer organik, polimer tersebut membentuk matriks
dengan struktur kecil sehingga luas permukaannya besar. EPCH digunakan sebagai
bahan intermediet dari pembuatan resin tersebut. (PR Newswire, 2018)
4. Sebagai surface active agent pada deterjen
Epichlorohydrin digunakan dalam industri pembuatan detergen karena dapat
membentuk foam (busa). EPCH direaksikan dengan decyl- dan dodecylamine untuk
membentuk senyawa surface active agent. Komponen ini memiliki kemampuan untuk
mencegah berbagai bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,
dan Candida albicans. (Chlebicki, Węgrzyńska, Maliszewska, & Oświęcimska, 2005)
5. Kegunaan lainnya
Kegunaan epiklorohidrin meliputi zat tahan karat dan perekat lapisan, pembasmi
serangga, zat aktif permukaan, zat pengering dan pencegah korosi

Epichlorohydrin (EPCH) yang mempunyai rumus kimia C3H5ClO atau disebut juga 1-
chloro-2,3- epoxy-propane, merupakan cairan tak berwarna yang memiliki sifat mudah terbakar,
beracun, larut dalam bahan pelarut organik dan sedikit larut dalam air. Epichlorohydrin juga

7
8

mempunyai bau yang menyerupai bau yang dihasilkan dari kloroform. Susunan molekul
dari Epichlorohydrin dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.

Gambar 2.1 Epichlorohydrin (Sigma Aldrich)

Data fisik dari epichlorohydrin dapat dilihat Tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1 Data Fisik Epichlorohydrin

Physical Properties Keterangan

Rumus Molekul C3H5ClO

Berat Molekul 92,53 gram/mol

Densitas 1,183 g/mL (25oC)

Titik Didih 116,5oC

Titik Leleh -48oC

2.2 Pemilihan Metode Produksi Epichlorohydrin


Produksi epichlorohydrin mempunyai produk intermediet berupa diklorohidrin.
Pembuatan diklorohidrin memiliki 2 jenis bahan baku yaitu propilen dengan gas klorin dan gliserol
dengan HCl. Pembuatan propilen dengan gas klorin memiliki reaksi seperti yang dilihat di Gambar
2.2 sebagai berikut.

Gambar 2.2 Reaksi pembuatan epichlorohydrin melalui Propilen


9

Reaksi pertama merupakan kloronasi allil dari propilen ke propilen klorida. Secara paralel
gas klorin terlarut dalam air membuat asam hipoklorit. Asam hipoklorit ini beraksi dengan propilen
klorida menghasilkan 1,3 dikloro-2-propanol (1,3- DCP) dan 2,3 dikloro-1-propanol (2,3-DCP).
Reaksi terakhir merupakan 1,3 DCP bereaksi dengan natrium hidroksida menghasilkan
epichlorohydrin. Reaksi tersebut dapat membuat epichlorohydrin yang murni, tetapi memiliki
beberapa masalah yaitu, efisiensi atom klorin yang rendah (hanya 1 dari 4 atom Cl yang beraksi
masuk ke dalam produk), ketidakefisienan yang signifikan di tahap kloronasi dan hipokloronasi
menyebabkan pembuatan senyawa organik klorin yang tidak diinginkan, dan harga propilen yang
semakin mahal.
Pada umumnya epichlorohydrin diproduksi secara massal dengan menggunakan propilen
sebagai bahan baku. Propilen merupakan bahan alam yang tidak dapat terbaharui, oleh karena itu
perlu pencarian bahan baku yang dapat diperbaharui. Salah satu senyawa yang berpotensi untuk
dijadikan bahan baku adalah Gliserol. Gliserol merupakan bahan alam yang dapat terbaharui
karena dapat diperoleh dari hasil samping produksi biodiesel.
Pembuatan diklorohidrin dari reaksi gliserol dengan HCl menggunakan katalis yang
mempunyai gugus karboksilat (RCOOH). Jenis katalis yang digunakan adalah katalis homogen.
Reaksi gliserol menjadi diklorohidrin mempunyai produk samping yang dapat dilihat pada Gambar
2.3 sebagai berikut

Gambar 2.3 Reaksi pembuatan diklorohidrin

Produk samping 1,2-Dichloropropan-3-ol tidak diinginkan sehingga dipilih katalis yang


mempunyai selektivitas kearah diklorohidrin. Air hasil pembuatan diklorohidrin harus segera
dipisahkan sehingga tidak menurunkan konversi epichlorohydrin di tahap selanjutnya. Katalis
yang digunakan adalah asam adipat. Reaksi pembuatan epichlorohydrin merupakan reaksi
saponifikasi 1,3-DCP dengan NaOH.
10

Kinetika reaksi untuk pembentukan 1,3-DCP dari gliserol dengan menggunakan katalis
asam adipat, dapat dirumuskan dengan Tabel 2.2 dengan reaksi yang dapat dilihat seperti pada
Gambar 2.4 sebagai berikut

Tabel 2.2 Kinetika reaksi Kloronasi

Reaksi Rate constant (k) (min^-1) Energi aktivasi (kJ mol^-1)

1 2,57 x 10^2 30,7

2 9,07 x 10^4 41,8

3 5,03 x 10^3 29,4

4 11,37 x 10^5 45,9

Gambar 2.4 Reaksi Klorinasi Gliserol membentuk dichlorohydrin

Reaksi pembuatan epichlorohydrin merupakan reaksi saponifikasi 1,3-DCP dengan NaOH.


Persamaan reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.5 sebagai berikut.
11

Gambar 2.5 Reaksi pembuatan epichlorohydrin

Reaksi saponifikasi memiliki kinetika reaksi yang terdapat di Tabel 2.3 dengan reaksi (1)
merupakan saponifikasi 1-3 DCP dengan NaOH.

Tabel 2.3 Kinetika reaksi Saponifikasi

1. C3H6Cl2O+NaOH → C3H5ClO+NaCl+H2O

(2) C3 H5ClO+NaOH+H2O → C3 H8O3+NaCl

Reaksi (1)

Reaksi (2)

Pembuatan epichlorohydrin dibagi menjadi 5 tahap, yaitu: Pemurnian bahan baku,


Kloronisasi (pembuatan diklorohidrin), Pemurnian diklorohidrin, Dekloronisasi (pembuatan
epichlorohydrin), Pemurnian epichlorohydrin. Diagram alir yang dipakai dalam perancangan
pabrik dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut.
12

Gambar 2.6 Diagram alir pembuatan epichlorohydrin

2.2.1 Glycerin Treatment


Kualitas gliserol dapat berupa crude (70-90% kemurnian), technical grade (96-99,5%),
dan USP (99,5-99,7%). Kualitas gliserol yang didapatkan untuk industri epichlorohydrin memiliki
kemurnian 99,6% karena produk gliserol tersebut kebanyakan sudah dimurnikan dari pabrik
biodiesel. Jika gliserol yang didapatkan dari supllier berjenis crude maka gliserol harus
dimurnikan terlebih dahulu sebelum memasuki proses. Pemurnian gliserol dibagi menjadi 3 tahap,
yaitu: netralisasi, evaporasi, dan purifikasi. Netralisasi adalah proses pemisahan asam lemak dan
garam. Evaporasi adalah proses pemisahan alkohol yang mayoritas berupa metanol. Purifikasi
merupakan tahap pemurnian gliserol dari pengotor yang jumlahnya sudah relatif sedikit. Purifikasi
gliserol dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: distilasi vakum, membran, karbon aktif, dan
penukar ion. Kelebihan dan kekurangan dari metode purifikasi dapat dilihat pada Tabel 2.4 sebagai
berikut.
13

Tabel 2.4 Rangkuman teknologi metode purifikasi gliserol

Metode Kelebihan Kekurangan

Distilasi  Teknologi mapan  Konsumsi energi tinggi


Vakum  Gliserol kualitas tinggi  Produksi harus skala besar
 Banyak perawatan
 Sensitif terhadap variasi
masukan (feed)

Membran  Hemat energi  Tidak optimum digunakan pada


 Operasi dan kontrol mudah skala industri
 Mudah dilakukan scale up
 Lebih ramah lingkungan
 Fleksibel pada berbagai jenis
operasi dan masukan (feed)

Karbon  Reduksi pada jumlah zat  Tidak efisien dalam pemisahan


Aktif warna pengotor lain

Penukar Ion  Harga murah  Perlu perlakuan pada washing


 Mudah dilakukan scale up water
 Regenerasi resin sulit untuk
gliserol dengan kadar garam
tinggi

2.2.2 Kloronasi
Tahap kloronasi merupakan tahap dimana gliserol yang telah di purifikasi direaksikan
dengan HCl yang untuk mendapatkan 1,3-DCP. Tahap ini merupakan tahap terjadinya reaksi
seperti yang terdapat pada Gambar 2.4. Reaksi ini memiliki kinetika reaksi yang berbeda tiap
temperatur seperti terdapat di Tabel 2.5 sebagai berikut

Tabel 2.5 Kinetika reaksi di temperatur 90-120 °C

T/ °C k1×10^2 / min-1 k2×10^4 / min-1 k3×10^3 / min-1 k4×10^5 / min-1

90 1,23 3,16 2,42 3,12

100 1,35 4,59 4,18 8,70


14

110 2,01 6,59 5,39 11,10

120 2,56 9,07 5,03 11,37

2.2.3 Retifikasi
Tahap retifikasi merupakan tahap pemisahan 1,3-DCP dari hasil reaksi yang dihasilkan
dari tahap kloronasi. Pemisahan ini umumnya dilakukan dengan menggunakan menara distilasi.

2.2.4 Saponifikasi dan Post Saponification


Saponifikasi merupakan tahap dimana 1,3-DCP direaksikan dengan NaOH untuk
menghasilkan epichlorohydrin (ECH). Reaksi yang terjadi di tahap ini merupakan Tabel 2.3. dan
memiliki Kinetika reaksi yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 sebagai berikut

Tabel 2.6 Kinetika Saponifikasi

Temperatur (K ) Kinetika Reaksi

293-313

313-333

Pada proses saponifikasi, epichlorohydrin yang dibuat harus langsung dipisahkan dari
NaOH dan H2O. Pemisahan dilakukan untuk mencegah pembentukan gliserol dari epiklorhidrin
dengan adanya NaOH dan H2O. Sistem yang digunakan dalam tahap ini adalah reaktif distilasi.
Reaktif distilasi merupakan salah satu intensifikasi proses yang menggabungkan dua alat proses
kimia, yaitu reaktor dan distilasi. Fungsi dari reaktif distilasi untuk saponifikasi adalah mencegah
epiklorohidrin untuk berkontak terlalu lama dengan NaOH dan H2O.

2.2.5 Retifikasi 1&2


Tahap retifikasi ini digunakan untuk memisahkan EPCH dari campuran hasil reaksi
saponifikasi. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan Menara Distilasi.
15

2.3 Bahan Baku

2.3.1 Gliserol
Gliserol merupakan suatu senyawa polyol yang memiliki rumus kimia C3H8O3 berupa
cairan yang kental memiliki rasa yang manis dan tidak beracun. Gliserol merupakan senyawa yang
selalu ada di dalam lipid (lemak). Susunan molekul gliserol adalah yang ada di Gambar 2.7 sebagai
berikut

Gambar 2.7 Gliserol (Sigma Aldrich)

Gliserol dapat dibuat dengan cara melakukan hidrolisis lipid (trigliserida) dengan air
sehingga membentuk asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat dilihat pada Gambar
2.8. Proses hidrolisis banyak dimanfaatkan dalam pembuatan biodiesel sehingga banyak produk
samping berupa gliserol yang masuk ke pasar. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil
biodiesel terbesar di dunia sehingga bahan baku gliserol menjadi lebih mudah dan lebih murah
didapatkan.

Gambar 2.8 Reaksi hidrolisis lemak dan minyak


16

Data fisik Gliserol yang dapat dilihat pada Tabel 2.7 sebagai berikut.

Tabel 2.7 Data Fisik Gliserol

Sifat Fisik Keterangan

Rumus Molekul C3H8O3

Berat Molekul 104,11 gram/mol

Densitas 1,215 g/mL (25oC)

Titik Didih 194oC

2.3.2 Asam Klorida


Asam klorida merupakan senyawa anorganik yang tidak berwarna dan memiliki bau yang
menyengat. Asam klorida merupakan bahan yang banyak dipakai dalam industri, umumnya
dipakai yang dipakai dalam industri memiliki konsentrasi sebesar 30-35%. Susunan molekul asam
klorida terdapat di Gambar 2.9 sebagai berikut

Gambar 2.9 Asam Klorida (premiumsolvents)

Data fisik dari asam klorida dapat dilihat pada Tabel 2.8 sebagai berikut

Tabel 2.8 Data Fisik Asam Klorida

Physical Properties Keterangan

Rumus Molekul HCl

Berat Molekul 36,46 gram/mol

Densitas 1,183 g/mL (25oC)

Titik Didih 50,5oC


17

Titik Leleh -25oC

Asam klorida didapat melalui 2 cara yaitu dari elektrolisis larutan garam NaCl pekat atau
dari kloronasi atau floronasi dari senyawa organik seperti pembuatan PVC.

2.2.3 Natrium Hidroksida


Natrium hidroksida dipakai untuk mereaksikan hasil dari reaksi gliserol dan asam asetat
untuk menghasilkan epichlorohydrin. NaOH diproduksi dari air laut menggunakan proses
pemurnian garam. NaOH digunakan dalam industri sabun, deterjen, kertas, dan pulp. Umumnya
Natrium Hidroksida ada dalam wujud padatan tetapi dapat diperoleh juga dalam larutan jenuh
50%. Data fisik NaOH dapat dilihat pada Tabel 2.9 sebagai berikut.
Tabel 2.9 Data Fisik Natrium Hidroksida

Physical Properties Keterangan

Rumus Molekul NaOH

Berat Molekul 39,997 gram/mol

Densitas 2,13 g/mL (25oC)

2.4 Bahan Penunjang


Bahan penunjang yang digunakan dalam reaksi ini adalah katalis asam adipat. Asam adipat
dipilih karena merupakan salah satu dari senyawa asam karboksilat dengan memiliki 2 gugus
karboksilat. Selain itu asam adipat memiliki volatilitas relatif besar diantara bahan - bahan lainnya,
sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan lebih mudah. (United States Patent No. US
20090275726A1, 2009) Asam adipat memiliki sifat yang dapat dilihat pada Tabel 2.10 sebagai
berikut.
Tabel 2.10 Data Fisik Asam Adipat (Science Lab, 2018)

Physical Properties Keterangan

Rumus Molekul HOOC(CH2)4COOH

Berat Molekul 146,14 gram/mol

Densitas 1,36 g/mL (25oC)


18

Titik Didih 357,5 oC

Titik Leleh 152 oC

2.6 Penanganan Bahan Baku

2.6.1 Gliserol
Gliserol tidak memerlukan penanganan khusus karena bukan merupakan senyawa yang
berbahaya. Gliserol merupakan senyawa yang relatif mudah terbakar jika terkena nyala api
sehingga harus dijauhkan dari sumber panas maupun api, selain itu gliserol bersifat licin sehingga
ada resiko terpeleset jika tumpah di lantai.

2.6.2 Asam Klorida


Asam klorida merupakan asam kuat sehingga dapat mengkorosi tempat penyimpanan yang
terbuat dari stainless steel. Tempat penyimpanan untuk HCl dapat menggunakan fiber glass untuk
skala kecil atau utilitas. Tangki penyimpanan untuk skala pabrik harus menggunakan sistem yang
dapat dilihat pada Gambar 2.9 sebagai berikut

Gambar 2.9 Tempat penyimpanan HCl

2.6.3 Natrium Hidroksida


Natrium hidroksida (NaOH) dibeli dari produsen dalam bentuk padatan. NaOH dilakukan
pengenceran terlebih dahulu sebelum masuk kedalam proses. NaOH menghasilkan panas jika
19

diencerkan maupun bereaksi dengan asam, selain itu NaOH bersifat korosif sehingga perlu bahan
kontruksi yang anti korosi. Bahan yang sering menjadi pilihan untuk menyimpan NaOH adalah
fiberglass, stainless steel, dan material polimer plastik. Fiberglass sebagai material untuk
menyimpan NaOH dikenal tahan terhadap stress cracking.

2.7 Penanganan Produk


Epichlorohydrin disimpan pada kontainer tertutup rapat yang diberi label tanda bahaya dan
diletakkan pada ruangan yang kering, sejuk, dan fire-proof. Label tanda bahaya diatur oleh regulasi
(EC) No 1272/2008 adalah GHS02 (Mudah terbakar), GHS06 (Beracun), GHS08 (Bahaya
kesehatan), dan GHS05 (Korosif). Gambar 2.10 menunjukkan label tanda bahaya yang diperlukan.
(sumber: cdhfinechemical)

Gambar 2.10 Label tanda bahaya epichlorohydrin

Epichlorohydrin stabil dalam tempat penyimpanan dan kondisi yang direkomendasikan.


Kontak pada material oksidator harus dihindari, seperti: klorin, hipoklorin, amina, asam, dan basa.
(DOW Safety Assessment, 2012) Penyimpanan juga harus dijauhkan dari bahan - bahan asam atau
basa kuat, yang mengandung seng, aluminium, klorida besi, material berbahan alkohol,
isopropylamine, trichloroethylene, dan oxidizing agents. epichlorohydrin hasil sintesa disimpan
dalam steel vessel sebelum didistribusikan. (sumber: inchem ipcs). epichlorohydrin untuk
distribusi biasanya ditempatkan pada steel drum (240 kg), tank iorry (20-24MT), ISO tank (20-
24MT), dan bulk vessel (500-5000MT).

2.8 Penanganan Penunjang


Asam adipat berbentuk kristal putih, dapat menyebabkan masalah kesehatan hanya jika
terhirup atau terkena kontak kulit dan mata. Asam adipat dapat disimpan dalam HDPE dan PVDF,
20

pipa dengan bahan yang sama dapat digunakan untuk pemindahan asam adipat. Stainless steel
dapat digunakan untuk asam adipat dalam proses dan reaksi. (Bailiff Enterprises, 2018)

2.9 Pemilihan Lokasi


Lokasi yang dipilih sebagai tempat pendirian pabrik epichlorohydrin adalah Kawasan
Industri Dumai yang terletak di provinsi Riau. Kawasan Industri Dumai memiliki lokasi yang
cukup strategis untuk dapat menerima bahan baku seperti gliserol dan asam klorida. Gliserol
didapatkan dari produk samping pabrik biodiesel maupun pabrik pengolahan CPO (Crude Palm
Oil). Riau juga memiliki lokasi yang dekat dengan pusat perdagangan dunia (Singapura) dan jalur
perdagangan internasional (Laut Tiongkok Selatan/Laut Natuna Utara) sehingga pengiriman dan
penerimaan bahan kimia menjadi lebih ekonomis. Konsumen utama dari produk epichlorohydrin
adalah produsen Epoxy Resin dan pabrik pembuatan kosmetik, dan sabun.

Gambar 2.11 Lokasi pabrik di Kawasan Industri Dumai

2.10 GPM
Kapasitas pabrik ini sebesar 100.000 ton/tahun. Harga berbagai bahan untuk keperluan
produksi dan hasil penjualan dapat dilihat pada Tabel 2. GPM (Gross Profit Margin) adalah
21

perkiraan keuntungan yang didapatkan apabila keseluruhan epichlorohydrin terjual. Gliserol yang
digunakan memiliki kemurnian 99,6% dari produk samping biodiesel.

Tabel 2.11 Harga Bahan Kimia

Bahan Kimia Jumlah Harga Satuan Harga Total


(ton/tahun) ($/ton) ($/tahun)

Gliserol (Refined) (Alibaba, 2018) 107.002 400 42.800.800

Asam Klorida (Alibaba, 2018) 231.093 120 27.731.151

Natrium Hidroksida (Alibaba, 2018) 90.398 340 30.735.317

Total Pembelian 101.267.280

Epichlorohydrin (Alibaba, 2018) 100.000 2000 200.000.000

Total Penjualan 200.000.000

GPM 98.732.720

Anda mungkin juga menyukai