Anda di halaman 1dari 4

TUGAS PERANCANGAN PABRIK PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT

KAKAO DENGAN KAPASITAS 51.000 TON/TAHUN

Indonesia memproduksi 574.000 ton kakao di tahun 2010. Produksi tanaman kakao di Sumatera
Utara meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 produksi tanaman coklat sebesar 31,789 Ton. Pada
tahun 2014 produksi tanaman coklat sebesar 33,386 Ton. Pada tahun 2015 produksi tanaman coklat
meningkat menjadi 34,208 Ton. Buah kakao umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod kakao),
24,37% biji (umumnya dalam satu buah kakao terdiri dari 30-40 butir biji kakao) dan 2% plasenta
(merupakan kulit ari pembungkus biji kakao). Kulit kakao mengandung selulosa (36,23%), hemiselulosa
(1,14%), lignin (20-27,95%), dan protein (9,71%). Maka dapat disimpulkan kulit kakao dapat
dimanfaatkan menjadi bioetanol dalam skala besar karena potensi yang dimilikinya baik dari segi jumlah
kulit kakao yang tersebar maupun kandung dari selulosa yang dimilikinya.

Bioetanol merupakan bhan bakar nabati pengganti bahan bakar fosil yang biasa kita gunakan. Nilai
jual bioetanol berkisar Rp. 35.000/L. Dengan memanfaatkan limbah kulit kakao yang diolah menjadi
bioetanol akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Yaitu mengurangi limbah kakao yang tidak
dimanfaatkan dan menambah produksi dari bioetanol yang bisa dimanfaatkan sebagai pengganti bahan
bakar fosil.

Deskripsi proses pembuatan bioetanol dari kulit kakao ini secara singkat dimulai dari proses pre-
treatment, proses hidrolisis, proses fermentasi, dan proses pemurnian. Pada proses pre-treatment ini kulit
kakao di cuci kemudian dikeringkan. Setelah itu dikecilkan hingga ukuran mm. Kemudian dihidrolisis
dengan menggunakan asam sulfat baru di fermentasi dengan menggunakan saccharomyces cerevisiae.
Tahap akhir adalah proses pemurnian dari bioetanol yang dihasilkan dengan proses distilasi.

Diagram Blok Singkat Pembuatan Bioetanol dari Kulit Kakao

Kulit Kakao

Pencucian

Pengecilan
ukuran

Pengeringan

Proses Hidrolisis

Proses Fermentasi

Proses
Distilasi/Pemurnian

Bioetanol
PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN PEKTIN DARI LIMBAH KULIT JERUK
DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 9.500 TON/TAHUN

Produksi jeruk di Indonesia cukup besar. Pada tahun 2002 Indonesia termasuk kedalam negara
peringkat ke 14 di dunia sebagai penghasil jeruk terbesar yaitu mencapai 968.132 Ton. Pada tahun 2003
Indonesia menjadi peringkat 10 dengan menghasilkan jeruk hingga 1.400.000 Ton. Pada tahun 2004
produksi jeruk di Indonesia meningkat menjadi 1.600.000 Ton. Sedangkan pada tahun 2014 produksi
jeruk meningkat menjadi 1.700.000 Ton. Berat limbah kulit jeruk memiliki berat 36% dari berat buahnya.
Dengan kata lain limbah kulit jeruk yang dihasilkan juga akan sangat melimpah dan pada umumnya
hanya digunakan sebagai pakan ternak dan sisanya dibiarkan begitu saja.

Indonesia masih belum mempunyai pabrik pektin sendiri dan sementara ini masih mengimpor dari
negara luar yang berefek kepada devisa negara. Sementera itu, pektin dibutuhkan untuk industri makanan,
farmasi, juga kosmetik dan yang pasti Indonesia terkait atas ketiga Industri tersebut. Berdasarkan Biro
Pusat Statistik (2001) harga jual tepung pektin berkisar antara Rp. 200.000 Rp. 300.000 per Kg.
Sedangkan, pada tahun 2001, Indonesia masih mengimpor pektin sebanyak 14.242 Kg dengan harga US $
130.599. Maka dapat disimpulkan apabila bisa dibuat Industri Pektin dari kulit jeruk akan memberikan
dua keuntungan, yaitu pengolahan kulit jeruk yang optimal dan dapat mengurangi impor pektin dari luar
sehingga negara tidak perlu mengeluarkan dana yang besar hanya untuk mengimpor pektin.

Kandungan pektin dari kulit jeruk sebesar 16,4 % di Albedo (kulit bagian dalam) dan 14,2 % di
Flavedo (kulit bagian luar). Melihat potensi ini maka sangat memungkinkan untuk mengekstrak pektin
dari kulit jeruk itu sendiri.

Proses pembuatan pektin dari kulit jeruk ini dilakukan dengan cara mengekstraksi pektin dari kulit
jeruk dengan menggunakan pelarut asam. Awalnya kulit jeruk di potong terlebih dahulu menjadi ukuran
yang lebih kecil dengan tujuan agar mempermudah proses ekstrak kandungan pektin didalamnya.
Kemudian di lakukan proses pengeringan dengan suhu 95oC untuk menghilangkan kadar airnya.
Berdasarkan penelitian yang di peroleh bahwa rendeman pektin terbanyak akan di dapat jika kadar air
dari kulit jeruk sebesar 10%. Tahap selanjutnya dilakukan pengekstrakan dengan menggunakan pelarut
asam, dimana pelarut asam yang digunakan adalah asam nitrat (HNO3). Setelah diekstrak pektin
kemudian di filtrasi untuk memisahkan ekstrak dengan ampasnya. Selanjutnya proses penguapan, proses
ini bertujuan untuk menguapkan asam nitrat agar pektin yang diperoleh lebih pekat. Pektin yang telah
terekstraksi akan diendapkan dengan larutan isopropil alkohol. Isopropil alkohol dipilih karena beberapa
penelitian menyatakan bahwa larutan pengendap pektin yang paling efektif dan efisien adalah isopropil
alkohol. Walaupun harganya lebih mahal dan persediaannya tidak berlimpah di pasar industri nasional,
namun hal tersebut tidak menjadi masalah jika dibandingkan dengan kemampuan larutan ini
mengendapkan pektin yang telah terekstraksi. Untuk mengendapkan pektin, larutan isopropil alkohol juga
tidak memerlukan bantuan senyawa lain sehingga pektin yang terendapkan merupakan endapan pektin
murni yang harganya jauh lebih tinggi.
Diagram Blok Sederhana Pembuatan Pektin Dari Kulit Jeruk

Kulit Jeruk

Pencucian

Pengecilan
ukuran

Pengeringan

Proses Ekstraksi

Proses Filtrasi

Proses Penguapan

Proses Pengendapan

Proses Destilasi

Pengeringan

Pektin siap dijual


PEMBUATAN ASAM SITRAT DARI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO DENGAN KAPASITAS
PRODUKSI 5.000 TON/TAHUN

Indonesia memproduksi 574.000 ton kakao di tahun 2010. Produksi tanaman kakao di Sumatera
Utara meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 produksi tanaman coklat sebesar 31,789 Ton. Pada
tahun 2014 produksi tanaman coklat sebesar 33,386 Ton. Pada tahun 2015 produksi tanaman coklat
meningkat menjadi 34,208 Ton. Berat kulit buah kakao mencapai 70% dari berat buah kakao itu sendiri.
Kulit kakao mengandung lignin dan teobromin tinggi selain juga mengandung serat kasar yang tinggi
(39,45%), protein kasar yang rendah (9,69%), selulosa 12,427%, lemak 0,15%, peptin 7,08% dan gula
sederhana 4,10%. Kandungan gula juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan
asam sitrat. Melihat kadar gula dalam kulit kakao maka cukup layak untuk diolah menjadi asam sitrat.

Kebutuhan asam sitrat di Indonesia pada tahun 2010 cukup banyak yaitu sebesar 41 ton sementara
itu yang diekspor adalah 5 ton. Jika ditinjau kembali maka hal ini sangat mempengaruhi devisa negara.
Masalah lain adalah bahan baku yang dibutuhkan untuk mendapat asam sitrat masih cukup minim.
Adapun bahan yang biasa digunakan untuk menghasilkan asam sitrat adalah dari buah-buahan ataupun
sayur-sayuran. Oleh karena itu dibutuhkan bahan baku alternatif lain yang bisa di olah untuk
menghasilkan asam sitrat.

Asam sitrat dapat diproduksi baik melalui fermentasi kultur permukaan (surface culture) maupun
kultur terendam (submerged culture). Yang biasa digunakan adalah proses kultur terendam walaupun
pengoperasiannya lebih sulit dibandingkan proses fermentai kultur permukaan. Kelebihan fermentasi
kultur permukaan tidak sulit dan membutuhkan energi yang tidak banyak. Namun lama inkubasinya
cukup lama yaitu 9-11 hari. Sedangkan untuk proses fermentasi kultur terendam dengan Aspergillus niger
membutuhkan waktu inkubasi yang lebih singkat yaitu 8 hari. Namun membutuhkan energi yang lebih
besar karena membutuhkan pengadukan, aerasi, serta pendinginan. Selain itu, yield yang diperoleh
dengan proses fermentasi kultur permukaan lebih sedikit dibandingkan proses fermentasi kultur terendam.
Maka yang lebih baik digunakan adalah proses fermentasi kultur terendam dengan menggunakan A.
niger, karena waktu inkubasi yang singkat serta yield yang diperoleh besar yaitu sekitar 90%.

Proses pembuatan asam sitrat dengan proses fermentasi dimulai dengan pre-treatment terhadap
kulit kakao berupa pencucian kemudian dipotong menjadi ukuran yang kecil. Setelah itu memasuki tahap
hidrolisis dan fermentasi. Tahap ini berlangsung proses pembentukan asam sitrat dengan A. niger.
Kemudian memasuki tahap pemurnian berupa pengendapan dan penguapan.

Deskripsi Singkat Pembuatan Asam Sitrat dari Kulit Kakao

Kulit Kakao

Pencucian

Pengecilan
ukuran

Proses Hidrolisis dan Fermentasi

Proses Pemurnian

Asam Sitrat

Anda mungkin juga menyukai