PENDAHULUAN
1
sehingga ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade sebesar 99,5-100% vol.
Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat
menjadi gula (glukosa) larut air.
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Jika dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan
pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini disebut dengan dengan Fuel Grade
Ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yakni
etanol yang bebas air atau hanya mengandung air minimal (Prihandana, 2007).
Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade sebagai berikut:
Pada dasarnya etanol dapat diperoleh melalui 2 cara. Pertama, etanol yang
diperoleh melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Kedua,
etanol diperoleh dari hasil sintesa etilen. Bioetanol dapat digunakan untuk
berbagai keperluan. Berikut ini merupakan tabel sifat fisik dari etanol berdasarkan
SNI 06-3565-1994:
4
mengakibatkan persaingan antara kebutuhan energi dengan kebutuhan pangan,
dan terbentur penggunaan lahan yang luas untuk tanaman pangan tersebut. Untuk
menurunkan harga dan menghindari konflik antar pangan dan energi, bioetanol
generasi kedua perlu dikembangkan. Bioetanol generasi kedua menggunakan
bahan limbah biomassa. Limbah biomassa mempunyai jumlah cukup besar di
Indonesia. Tahapan pembuatan bioetanol generasi kedua terdiri dari proses
penghalusan, perlakuan awal (delignifikasi), hidrolisis (sakarifikasi), fermentasi,
dan dilanjutkan proses destilasi (pemurnian). Perbedaan proses produksi bioetanol
generasi pertama dan bioethanol generasi 2 dapat dilihat pada gambar 1
5
sebesar 5460 kJ. Dilihat dari sisi CO2 yang dihasilkan, pembakaran 4 mol etanol
setara dengan pembakaran 1 mol isooktana. Energi yang dihasilkan untuk
pembakaran 4 mol etanol adalah sebesar 5525,52 kJ. Artinya dengan jumlah CO2
yang sama, pembakaran etanol menghasilkan energi yang jauh lebih besar
daripada pembakaran isooktana, dengan selisih energi sebesar 65,52 kJ.
6
karena adanya ikatan α-(1,4)-D-glikosidik, yang dapat dipecah menghasilkan gula
reduksi
7
anaerobik. Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 4,0-4,6 agar
dapat tumbuh dengan baik. Ragi tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC. Nilai pH untuk pertumbuhan ragi yang baik antara 3-6.
Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil samping fermentasi. Pada
pH tinggi maka konsentrasi gliserin akan naik dan juga berkorelasi positif antara
pH dan pembentukan asam piruvat. Pada pH tinggi maka lag phase akan
berkurang dan aktivitas fermentasi akan naik (Winjaya, 2011). Saccharomyces
cerevisiae merupakan genus khamir/ragi/yeast yang memiliki kemampuan
mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces cerevisiae
merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok
Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30oC dan pH 4,8.
8
aktif pada suhu 55oC dengan pH 9. Pada suhu 60oC dan pH normal, xylanase
lebih stabil (Richana, 2002.
9
Tabel 3. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat
dan tetes menjadi bioetanol
10
sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol
masih perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bio-
ethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan
fermentasi.
Dalam proses gelatinasi, bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau jagung
dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan
mengandung pati 27-30 persen. Kemudian bubur pati tersebut dimasak atau
dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi tersebut dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu: • Bubur pati dipanaskan sampai 130oC selama 30
menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperature 95oC yang
diperkirakan memerlukan waktu sekitar ¼ jam. Temperatur 95oC tersebut
dipertahankan selama sekitar 1 ¼ jam, sehingga total waktu yang dibutuhkan
mencapai 2 jam. • Bubur pati ditambah enzyme termamyl dipanaskan langsung
sampai mencapai temperatur 130oC selama 2 jam. Gelatinasi cara pertama, yaitu
cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada suhu 95oC aktifitas
termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga mengakibatkan yeast atau ragi
cepat aktif.
11
pada temperature 107oC, half life termamyl tersebut adalah 40 menit. Hasil
gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai 55o C,
kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya
difermentasikan dengan menggunakan yeast (ragi) Saccharomyzes ceraviseze.
12
memperoleh ethanol/bio-ethanol yang berkualitas baik, ethanol/bio-ethanol
tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut.
13
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar
adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah
100oC (kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78o-
100oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit
kondensasi, akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume (LIPI,
2008).
14
petani penghasil bahan baku yang menginginkan produksi tanamannya dibeli
dengan harga tinggi dan biaya produksi paling rendah. Hal tersebut disebabkan
nilai produksi tanaman adalah sebagai biaya pengeluaran untuk pembelian bahan
baku bagi produsen ethanol/bio-ethanol. Oleh karena itu, keekonomian program
pemanfaatan ethanol/bio-ethanol untuk bahan bakar kendaraan bukan saja
ditentukan oleh harga bahan bakar premium saja, tetapi ditentukan pula oleh harga
bahan baku pembuatan ethanol/bio-ethanol dalam hal ini produksi tanaman.
15
Agar kendala tersebut dapat diatasi harus didukung adanya kebijakan
Pemerintah mengenai pertanian dan kehutanan yang terkait dengan peruntukan
lahan, kebijakan insentif bagi pengembangan bio-ethanol, tekno-ekonomi
produksi dan pemanfaatan bio-ethanol, sehingga ada kejelasan informasi bagi
pengusaha yang tertarik dalam bisnis bio-ethanol.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Sampai saat ini belum ada sinergi yang diwujudkan dalam satu dokumen
rencana strategis yang komprehensif dan terpadu, sehingga akan timbul beberapa
kendala yang harus diselesaikan. Namun agar kendala tersebut dapat diatasi harus
didukung adanya kebijakan Pemerintah mengenai pertanian dan kehutanan yang
terkait dengan peruntukan lahan, kebijakan insentif bagi pengembangan bio-
ethanol, tekno-ekonomi produksi dan pemanfaatan bio-ethanol, sehingga ada
kejelasan informasi bagi pengusaha yang tertarik dalam bisnis bio-ethanol.
17
DAFTAR ISI
18
LAMPIRAN
19
20