Sampah kulit singkong adalah sampah organik yang mudah terurai secara alami. Sampah
kulit singkong setelah pengupasan harus segera diolah agar tidak membusuk. Kulit singkong
mengandung air sehingga mikroorganisme mudah tumbuh dan membuat kulit singkong cepat
membusuk (White et al., 2022). Kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat tinggi, yaitu
sekitar 72,49%-85,99% sehingga dapat digunakan sebagai bahan tambahan pakan ternak. Selain
itu, sampah kulit singkong juga dapat dimanfaatkan sebagai olahan kuliner berupa keripik kulit
singkong yang memiliki nilai jual tinggi dan menguntungkan serta menambahkan pendapatan
Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula,
pati atau selulosa seperti singkong dan tetes tebu. Etanol umumnya digunakan dalam industri
sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake atau
gin, dan bahan baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi
menjadi tiga grade yaitu grade industri dengan kadar alkohol 90-94 %, netral dengan kadar
alkohol 96-99,5 %, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi, dan
grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5 – 100 % (Hendrawati et al., 2019).
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) menggunakan bantuan
Bioetanol menjadi salah satu energi alternatif yang dipertimbangkan sebagai pengganti bahan
bakar atau pensubstitusi minyak bumi. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar bertujuan
untuk menurunkan emisi gas berbahaya (CO, NO, dan SO2) dan menghasilkan gas rumah kaca
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
yang sangat rendah bila dibandingkan dengan pembakaran minyak bumi (Karman, 2012).
Pencampuran bahan bakar bensin dengan bioetanol lebih baik. Hal ini disebabkan penguapan
etanol yang cepat dalam masuknya ke silinder dan membuat pencampuran yang lebih baik
sehingga dapat menurunkan kadar emisi gas buang yang di keluarkan (Ghazikhani et al., 2014).
Fermentasi adalah suatu proses pengubahan suatu zat menjadi zat lain yang dilakukan oleh
mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur, dalam keadaan tertentu, dan yang dapat terjadi dalam
kondisi aerob dan/atau anaerob. Produk spesifik yang dihasilkan dari proses fermentasi tertentu
ditentukan oleh jenis mikroorganisme, pengolahannya kondisi, dan zat di mana fermentasi
pembentuk asam dan alkohol serta menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik (Dali,
2013).
Destilasi adalah cara pemisahan zat cair dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih
atau berdasarkan kemampuan zat untuk menguap (Kusumo et al., 2017). Dimana zat cair
dipanaskan hingga titik didihnya, serta mengalirkan uap ke dalam alat pendingin (kondensor)
dan mengumpulkan hasil pengembunan sebagai zat cair(Arif et al., 2016). Kondensor digunakan
air yang mengalir sebagai pendingin. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukanlah praktikum
1.2 Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui bioetanol sebagai bioenergi yang terbarukan, untuk mengetahui kegunaan bioetanol,
untuk membuat bioetanol berbahan dasar limbah pertanian berbahan baku karbohidrat kompleks.
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
II TINJAUAN PUSTAKA
Sampah kulit singkong adalah sampah organik yang mudah terurai secara alami. Sampah
kulit singkong setelah pengupasan harus segera diolah agar tidak membusuk. Karena kulit
singkong mengandung air sehingga mikroorganisme mudah tumbuh dan membuat kulit singkong
cepat membusuk (White et al., 2022). Menurut Richana (2012) kulit singkong bagian dalam
mengandung protein, serat kasar, lemak kasar, kalsium dan fosfor serta memiliki kandungan pati
yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar bioetanol. Pati kulit ubi kayu sangat
potensial dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol karena jumlahnya yang melimpah
dan mudah diperoleh. Pada tahun 2015, luas panen ubi kayu di Provinsi Bengkulu mencapai
3.573 ha dengan produksi sebesar 80.309 ton (BPS, 2017). Berdasarkan uraian kulit singkong di
sehingga dapat digunakan sebagai bahan tambahan pakan ternak. Selain itu, sampah kulit
singkong juga dapat dimanfaatkan sebagai olahan kuliner berupa keripik kulit singkong yang
memiliki nilai jual tinggi dan menguntungkan serta menambahkan pendapatan masyarakat
(Indriyati et al, 2022). Kulit singkong adalah limbah argoindustri pengolahan ketela pohon
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
seperti industi tepung tapioka, industri fermentasi, dan industri pokok makanan. Komponen
2.2 Bioetanol
Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula,
pati atau selulosa seperti singkong dan tetes tebu. Etanol umumnya digunakan dalam industri
sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake atau
gin, dan bahan baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi
menjadi tiga grade yaitu grade industri dengan kadar alkohol 90-94 %, netral dengan kadar
alkohol 96-99,5 %, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi, dan
grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5 – 100 % (Hendrawati et al., 2019). Etanol
(C2H5OH) merupakan suatu senyawa kimia berbentuk cair, jernih tak berwarna, beraroma khas,
berfase cair pada temperatur kamar, dan mudah terbakar. Etanol memiliki karakteristik yang
menyerupai bensin karena tersusun atas molekul hidrokarbon rantai lurus. Bioetanol merupakan
etanol (C2H5OH) yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat (turunan gula,
Bioetanol salah satu bahan bakar alternatif yang mempunyai kelebihan dibandingkan BBM.
Berdasarkan siklus karbon, bioetanol dianggap lebih ramah lingkungan karena CO2 yang
dihasilkanakan diserap oleh tanaman, selanjutnya tanaman tersebut digunakan sebagai bahan
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
baku pembuatan bahan bakar, dan seterusnya sehingga tidak terjadi akumulasi karbon di
Bioetanol memiliki karakteristik mudah menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak
karsinogenik, dan tidak berdampak negatif pada lingkungan. Bioetanol mempunyai manfaat
untuk dikonsumsi manusia sebagai minuman beralkohol. Bioetanol juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar dengan kandungan minimal 10 % etanol (Seftian et al., 2012). Biaya
produksi bioetanol tergolong murah karena sumber bahan baku berasal dari limbah pertanian
Bioetanol menjadi salah satu energi alternatif yang dipertimbangkan sebagai pengganti
bahan bakar atau pensubstitusi minyak bumi. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar
bertujuan untuk menurunkan emisi gas berbahaya (CO, NO, dan SO2) dan menghasilkan gas
rumah kaca yang sangat rendah bila dibandingkan dengan pembakaran minyak bumi. Disamping
itu, penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar tambahan juga dapat menurunkan emisi senyawa
organik hidrokarbon, benzena karsinogenik, butadiena dan emisi partikel yang dihasilkan dari
pembakaran minyak bumi (Karman, 2012). Pencampuran bahan bakar bensin dengan bioetanol
lebih baik. Hal ini disebabkan penguapan etanol yang cepat dalam masuknya ke silinder dan
membuat pencampuran yang lebih baik sehingga dapat menurunkan kadar emisi gas buang yang
bauran energi nasional (national energy mix) terutama sebagai bahan bakar pencampur ataupun
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
pensubstitusi bensin. Pemerintah melalui Dewan Standarisasi Nasional (DSI) telah menetapkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk bioetanol dengan tujuan melindungi konsumen (dari
segi mutu), produsen, dan mendukung perkembangan industri bioetanol. Di Indonesia kadar
etanol minimum yang digunakan sebagai bahan bakar jenis bioetanol sebesar (94,0 - 99,5%)
(Simanjuntak et al., 2019). Standar Nasional Indonesia (SNI) bioetanol disusun oleh Panitia
Teknis Energi Baru dan Terbarukan (PTEB) melalui tahapan - tahapan baku tata cara perumusan
standar nasional. Penyusunan SNI bioetanol Terdenaturasi untuk gasohol ini dilakukan dengan
memperhatikan standar sejenis yang sudah berlaku di negara-negara lain yang pemakaian
bioetanolnya sudah luas dan mencapai tahap komersial. Faktor lain yang juga diperhatikan
adalah keberagaman bahan baku bioetanol di tanah air (Badan Standar Indonesia, 2012).
Berdasarkan uraian standar mutu bioetanol di atas maka dapat dilihat, seperti Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Standar Mutu Bioetanol sebagai Bahan Bakar SNI DT 27-0001- 2006
SNI ini disusun oleh Panitia Teknis Perumusan Standar Nasional Indonesia 27-04: Bioenergi
melalui proses/prosedur perumusan standar dan terakhir dibahas dalam Forum Konsensus Panitia
Teknis Bioenergi di Bali pada tanggal 1 Desember 2011, yang dihadiri oleh anggota panitia
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
teknis dan narasumber terkait. SNI bioetanol ini merupakan revisi dari SNI 7390:2008, bioetanol
terdenaturasi untuk gasohol, yang disusun dengan memperhatikan masukan dari konsumen,
produsen dan penyalur serta standar sejenis yang sudah berlaku di negara-negara lain yang
pemakaian bioetanolnya sudah luas dan mencapai tahap komersial. Secara substansial perubahan
dari SNI 7390:2008 adalah perubahan syarat kadar metanol, penambahan denaturan baru
denatonium benzoat, perubahan kadar air, perubahan kadar klorin, dan penghapusan parameter
pH.
2.3.1 Hidrolisis
Hidrolisa adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah atau
terurai. Reaksi ini merupakan reaksi orde satu, karena air yang digunakan berlebih, sehingga
perubahan reaktan dapat diabaikan. Asam yang biasa digunakan adalah asam asetat, asam fosfat,
asam klorida dan asam sulfat. Asam sulfat banyak digunakan di Eropa dan asam klorida banyak
digunakan di Amerika. Laju proses hidrolisa akan bertambah oleh konsentrasi asam yang tinggi.
Selain dapat menambah laju proses hidrolisa, konsentrasi asam yang tinggi juga akan
mengakibatkan terikatnya ion-ion pengontrol seperti SiO2, fosfat, dan garam-garam seperti Ca,
Mg, Na, dan K dalam pati (Mardina et al., 2014). Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia
dengan menggunakan air untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya (Rayana et al.,
2014). Hidrolisis asam adalah hidrolisis dengan menggunakan asam yang dapat mengubah
polisakarida menjadi monosakarida. Asam akan bersifat sebagai katalisator yang dapat
membantu dalam proses pemecahan karbohidrat menjadi gula. Hidrolisis dengan asam bertujuan
untuk memecah ikatan lignin, selulosa, dan hemiselulosa agar selulosa dan hemiselulosa mudah
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
didegradasi menjadi glukosa (Gafiera et al., 2019). Berdasarkan uraian hidrolisis di atas maka
Hidrolisis asam merupakan proses yang dilakukan secara acak atau tidak spesifik. Beberapa
asam yang umum digunakan untuk hidrolisis kimiawi antara lain asam sulfat (H 2SO4), asam
perklorat (HClO4) dan HCl. Komponen yang terlarut pada hidrolisis polisakarida dengan katalis
organik seperti asam format, asam levulinat, serta asam asetat (Rohpanae dan Hadi, 2020).
Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer.
Biasanya asam yang digunakan pada proses ini adalah HCl atau H2SO4 (Handayani et al., 2016).
2.3.2 Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses pengubahan suatu zat menjadi zat lain yang dilakukan oleh
mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur, dalam keadaan tertentu, dan yang dapat terjadi dalam
kondisi aerob dan/atau anaerob. Produk spesifik yang dihasilkan dari proses fermentasi tertentu
ditentukan oleh jenis mikroorganisme, pengolahannya kondisi, dan zat di mana fermentasi
pembentuk asam dan alkohol serta menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik (Dali,
2013). Berdasarkan uraian fermentasi di atas maka dapat dilihat fermentasi pada gambar 4.
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Gambar 4. Fermentasi Alkohol (Falaah dan Kusumayanti, 2021).
Pada proses fermentasi mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara aktif mengubah
bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses fermentasi adalah jenis organisme, suhu, pH awal fermentasi, inokulum, substrat, dan
sederhana bahan-bahan yang mengandung gula/ nira, bahan-bahan yang mengandung pati/
polisakarida hingga bahan-bahan berkayu Tahap fermentasi merupakan tahap pemecahan gula-
gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada
kisaran suhu 27 – 320C, pada tahap ini dihasilkan gas CO2 sebagai by product (Loupatty, 2014).
2.3.3 Destilasi
Destilasi adalah suatu proses pemurnian yang didahului dengan penguapan senyawa cair
dengan cara memanaskannya, kemudian mengembunkan uap yang terbentuk. Prinsip dasar dari
denstilasi adalah perbedaan titik dari zat-zat cair dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat
(senyawa) yang memiliki titik didih terendah akan menguap terlebih dahulu, kemudian apabila
didinginkan akan mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat) (Wahyudi dan
Gusmarwani, 2017). Destilasi adalah cara pemisahan zat cair dari campurannya berdasarkan
perbedaan titik didih atau berdasarkan kemampuan zat untuk menguap (Kusumo et al., 2017).
Dimana zat cair dipanaskan hingga titik didihnya, serta mengalirkan uap ke dalam alat pendingin
(kondensor) dan mengumpulkan hasil pengembunan sebagai zat cair (Arif et al., 2016).
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Kondensor digunakan air yang mengalir sebagai pendingin. Berdasarkan uraian destilati di atas
Destilasi bioethanol dapat dilakukan menggunakan alat destilasi sederhana (Setiawan, 2018).
Filtrat dari semua perlakuan hasil hidrolisis dan fermentasi didestilasi dengan cara memanaskan
filtrat didalam labu destilasi pada suhu 780C, uap yang dihasilkan didinginkan menggunakan
kondesor menghasilkan destilat cair, dimana kandungan air (Titik Didih 100 0C) yang ada akan
tertinggal didalam labu. Destilat yang diperoleh ditampung kedalam vial berukuran 100 mL.
Destilasi dilakukan dengan didasarkan pada perbedaan titik didih dari dua zat yang akan
dipisahkan, yakni etanol dan air, dimana air memiliki titik didih 100 oC sedangankan etanol
memiliki titik didih sekitar 78 oC. Hal ini karena pada rentang suhu tersebut terjadi pengubahan
zat (khususnya etnaol) dari cairan ke gas. Gas hasil penguapan ini selanjutnya masuk ke saluran
(selang) menuju kondensor sehingga terjadi kondensasi (pengubahan gas menjadi cair) (Latara et
al ., 2021).
Ragi tape atau yang sering disebut sebagai “ragi” adalah starter untuk membuat tape ketan
atau tape singkong. Ragi mengandung mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat (pati)
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
menjadi gula sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol. Selain itu, ragi
tape juga menghasilkan enzim Fitase (Islami, 2018). Menurut (Berlian et al., 2016) proses
fermentasi tape melibatkan penambahan mikroorganisme untuk membuat beras ketan menjadi
produk yang dinginkan. Khamir Saccharomyces cerivisiae yang berfungsi mengubah karbohidrat
(pati) menjadi gula dan alkohol. Proses tersebut juga menyebabkan tekstur tape menjadi lunak
dan empuk. Berdasarkan uraian ragi tape di atas maka dapat dilihat ragi tape pada gambar 6.
Mikrobia dari ragi tape khususnya yang memproduksi enzim amilolitik (Amylomyces rouxii,
Rhizopus sp., Aspergillus sp., Mucor sp. dan Bacillus sp.) dimaksudkan untuk mendegradasi pati
ketela pohon mukibat menjadi glukosa yang kemudian langsung dikonversi menjadi bioetanol
oleh Saccharomyces cerevisiae dari ragi roti (Kurniawan et al., 2014). Ragi tape merupakan ragi
yang banyak digunakan sebagai bahan dalam pembuatan tape. Proses fermentasi pada tape
berasal dari karbohidrat seperti umbi-umbian, beras ketan, beras putih, dan lainnya yang
terfermentasi dengan ragi menghasilkan cairan tape yang mengandung alkohol, berwarna putih
dan jika dilihat akan tampak berlendir, serta memiliki rasa keasaman yang manis. Ragi tape
sangat banyak digunakan dalam fermentasi untuk memperoleh bioethanol, dan biasanya
berbentuk seperti bulat pipih, berwarna putih dengan tekstur halus (Maharani et al., 2021).
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
2.5 Ragi Roti
Mikroba utama pada ragi roti adalah Saccharomuces cereviceae. Ragi akan merombak gula
membentuk gas karbondioksida dan alkohol. Gas karbondioksida akan terperangkap pada
adonan yang menyebabkan adonan mengembahang dan menghasilkan roti yang empuk (Sitepu,
2019). Ragi roti (bakery yeast) merupakan jenis pakan alternatif yang dapat digunakan apabila
kultur fitoplankton tidak mencukupi, sehingga kebutuhan pakan rotifera dapat dipenuhi, atau
dapat ditambahkan emulsi bahan pengkaya lainnnya seperti Scott’s, dan vitamin (Khaeriyah,
2014). Berdasarkan uraian ragi roti di atas maka dapat dilihat ragi roti pada gambar 7.
Ragi roti mengandung Saccharomyces cerevisiae yang telah mengalami seleksi, mutasi atau
hibridasi untuk meningkatkan kemampuannya dalam memfermentasi gula dengan baik dalam
adonan dan mampu tumbuh dengan cepat (Kurniawan et al., 2014). Ragi roti instan adalah ragi
instan yang digunakan sebagai bahan pengembang untuk fermentasi pembuatan adonan kue, roti,
donat, dan lain – lain. Ragi dapat dibedakan dari tekstur bentuk dan kadar kelembapannya. Jika
semakin tinggi kadar kelembapannya, maka semakin pendek masa tahan pertumbuhannya. Ragi
roti instan merupakan ragi kering yang banyak dijual dipasaran dan sangat mudah didapat,
sehingga menjadi salah satu alternatif pengganti untuk fermentasi bioetanol yang memiliki
ketahanan yang lama dengan struktur butiran kecil yang kasar (Maharani et al., 2021).
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
III METODOLOGI
Fakultas Pertanian Universitas Riau Pekanbaru. Dilaksanakan pada Rabu, 25 Oktober 2023
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kulit singkong, ragi tapai, ragi roti dan
akuades.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis, timbangan analitik, pisau/gunting,
blender, gelas ukurm 1 set rangkaian alat destilasi, kain saring, wadah, botol fermentasi, pH
Dicuci kulit sinkong untuk memisahkan kulit yang putih dari kulit luarnya. Dipotong kecil-
blender hingga menjadi bubur, dengan perbandingan air dan kulit singkong yaitu 3 : 1 (750 ml :
250 g). Dimasak bubur kulit singkong di atas kompor hingga mendidih selama 15 menit sambil
diaduk agar tidak menggumpal dan gosong. Didinginkan bubur kulit singkong pada suhu ruang.
Disaring dan diperas untuk diambil sebanyak 500 ml. Dimasukkan ke dalam botol fermentasi
dan dipasteurisasi terlebih dahulu, kemudian didinginkan. Ditambahkan ragi (ragi tapai dan ragi
roti) ke dalam masing-masing botol sebanyak 3% b/v total bahan yaitu 15 g, kemudian ditutup
dan diaduk hingga homogen. Dilakukan fermentasi secara anaerob selama 5 hari pada suhu
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
ruang. Didistilasi hingga diperoleh bioetanol Dilakukan pengamatan terhadap kadar etanol,
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Etanol pada produk makanan dan minuman hasil proses fermentasi yaitu hasil yang diperoleh
dari peragian karbohidrat yang berkataliskan enzim. Satu tipe enzim mengubah karbohidrat
menjadi glukosa kemudian menjadi etanol, tipe yang lain menghasilkan cuka (asam asetat),
dengan etanol sebagai perantara. Peragian/fermentasi dilakukan dengan bantuan sebagian spesies
ragi tertentu seperti Saccharomyces Cerevisiae (Hermanto et al., 2020). Fermentasi bioetanol
dapat didefinisikan sebagai proses penguraian gula menjadi bioetnol dan karbondioksida yang
disebabkan enzim yang dihasilkan oleh massa sel mikroba (Sulaiman et al., 2021). Berdasarkan
uraian di atas maka hasil pengamatan kadar etanol bioetanol dari kulit singkong sebagai berikut.
Berdasarkan hasil pengamatan kadar etanol pada Tabel 2. di atas kadar etanol pada lama
penyimpanan hari ke-5 memiliki kadar etanol sebesar 30% dan pada lama penyimpanan hari ke-
7 memiliki kadar etanol sebesar 40%. Semakin lama fermentasi maka kadar etanol yang
dihasilkan semakin tinggi karena pertumbuhan mikroba yang semakin cepat (Prismasiswa,
2014).
Proses fermentasi yang digunakan mengacu pada paparan Bestari et al. (2013), yang
menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi, kadar bioetanol akan semakin meningkat
sampai batas waktu tertentu dan kemudian akan terjadi penurunan. Hal ini dikarenakan pada
waktu 6 hari perkembangan mikrobia sudah maksimum sedangkan pada waktu fermentasi lebih
dari 6 hari kadar etanol akan turun. Selain melihat dari proses fermentasi, adapun proses destilasi
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
yang dilakukan akan memengaruhi hasil kadar etanol. Kadar glukosa yang diperoleh masih
terlalu kecil dikarenakan proses destilasi yang dilakukan masih sederhana serta proses fermentasi
yang belum optimal. Kadar glukosa yang diperoleh pada penelitian ini, salah satunya juga
disebabakan tidak adanya pemberian nutrient pada bakteri pengurai sehingga kurang bekerja
secara optimal dalam mengubah glukosa menjadi bioetanol (Sulaiman et al., 2021).
Derajat keasaman merupakan suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. Kadar pH diukur pada skala
0 sampai 14 (Astria, 2014). Pengukuran derajat keasaman menggunakan pH meter digital yang
telah dilengkapi buffer yang berfungsi menstabilkan indikator pengukuran pH. Pengukuran
derajat keasaman sampel dapat dilakukan setelah alat pH meter digital selesai dikalibrasi atau
stabil. Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan alat pH meter digital ke dalam bioetanol
yang akan diukur. Alat bekerja secara otomatis mengukur dan menampilkan nilai pH dalam
angka digital (Mailool et al., 2013). Berdasarkan uraian di atas maka hasil pengamatan derajat
Berdasarkan hasil pengamatan derajat keasaman bioetanol pada Tabel 3. di atas derajat
keasaman pada perlakuan lama penyimpanan hari ke-5 memiliki pH sebesar 4,52 dan pada
perlakuan lama penyimpanan hari ke-7 memiliki pH sebesar 4,58. Hal ini ternyata disebabkan
oleh kecenderungan perubahan nilai pH pada media fermentasi disebabkan sel khamir yang
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
mengubah amonia menjadi NH4+ sebagai sumber nitrogen, maka semakin banyak biomassa dan
bertambahnya waktu fermentasi akan menyebabkan pH semakin rendah (Hanidah et al., 2018).
memfermentasi glukosa yang berasal dari perombakan amilum S. crasifolium. Derajat keasaman
merupakan kondisi asam basa medium fermentasi yang berhubungan dengan aktivitas
pertumbuhan mikroorganisme. pH yang terlalu rendah (asam) atau terlalu tinggi (basa) dapat
memicu tingkat kematian sel mikroba. Tingkat kematian mikroorganisme yang tinggi akan
berpengaruh terhadap kecepatan fermentasi, karena jumlah mikroba akan berkurang dalm
4.3 Aroma
Aroma merupakan bau dari produk , bau sendiri adalah suatu respon ketika senyawa volatil
dari makanan yang masuk ke rongga hidung dan dirasakan oleh sistem olfaktori (Tarwendah,
2017). Senyawa aroma bersifat volatil, sehingga mudah mencapai sistem penciuman di bagian
atas hidung, dan perlu konsentrasi yang cukup untuk dapat berinteraksi dengan satu atau lebih
reseptor
penciuman. Pada umumnya, aroma yang dapat diterima oleh hidung dan otak merupakan
campuran empat macam aroma, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2008).
Berdasarkan uraian di atas maka hasil pengamatan aroma bioetanol dari kulit singkong sebagai
berikut.
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4. di atas aroma bioetanol dari kulit singkong
pada perlakuan lama penyimpanan hari ke-5 dan hari ke-7 memiliki aroma yang sama, yaitu
aroma khas bioetanol. Bioetanol memiliki sifat tidak berwarna namun memiliki aroma yang
khas. sifatnya yang tidak beracun sehingga banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi
dan industri makanan-minuman. Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair
Bioetanol umumnya digunakan sebagai bahan bakar atau bahan baku dalam industri,
karakteristik aroma produk akhir memiliki pengaruh penting pada penggunaan dan aplikasi
lainnya. Selama proses fermentasi dan pemurnian, berbagai senyawa dapat dihasilkan yang
memberikan aroma khas pada bioetanol (Ernes, 2014). Bahan baku yang digunakan dalam
produksi bioetanol memiliki peran kunci dalam pembentukan aroma (Saputra, 2015).
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
V KESIMPULAN
mempunyai manfaat untuk dikonsumsi manusia sebagai minuman beralkohol. Bioetanol juga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan kandungan minimal 10 % etanol. Bioetanol
berbahan dasar kulit singkong dengan lama penyimpanan 5 dan 7 hari memiliki kadar etanol
30% dan 40% yang menggunakan fermentasi dari ragi roti dan ragi tape, serta memiliki nilai
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
DAFTAR PUSTAKA
Arif, A. B., Diyono, W., Budiyanto, A., dan Richana, N. 2016. Analisis rancangan faktorial tiga
faktor untuk optimalisasi produksi bioetanol dari molases tebu. J. Informatika Pertan. ;
25(1):145-154
Arini , S, C. 2018. Begini Dampak ke Kendaraan Kalau Pakai Bensin Campur Sawit
"Begini Dampak ke Kendaraan Kalau Pakai Bensin Campur
Sawit" https://finance.detik.com/energi/d-6202456/begini-dampak-ke-kendaraan-kalau-
pakai-bensin-campur-sawit. Diakses pada 01 November 2023, 04.18.
Astria, F., Subito, M., dan Nugraha, D.W., 2014, Rancang Bangun Alat Ukur Ph Dan Suhu
Berbasis Short Message Service (SMS) Gateway, Jurnal MEKTRIK, Vol. 1 No. 1, hal 47-
55.
Berlian, Z., dan Aini, F. 2016. Uji kadar alkohol pada tapai ketan putih dan singkong melalui
fermentasi dengan dosis ragi yang berbeda. Jurnal Biota, 2(1), 106-111.
Bestari A, Sutrisno E, Sumiyati S. 2013. PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP
KADAR BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK DAN RAJA. J Tek
Lingkungan, 2(3):1–6.
Dali, F. A. 2013. Karakterisasi bakteri asam laktat yang diisolasi selama fermentasi
bakasang. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 16(2).
Ernes, A. 2014. Optimasi fermentasi bagas tebu oleh (Zymomonas mobilis) CP4 (NRRL B-
14023) untuk produksi bioetanol. Jurnal AGRITECH. 34: 247-256.
Falaah, M., & Kusumayanti, H. 2021. Proses Fermentasi pada Produksi Bioetanol Dedak Padi dengan
Hidrolisis Enzimatis. METANA, 17(2), 81-87.
Gafiera, I. N., Swetachattra, F. P., Hardjono, H., 2019, Pengaruh Penambahan Nutrisi Urea
dalam Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok dengan Proses Fermentasi, Jurnal
Distilat, Vol. 5, No. 9, 195–199.
Ghazikhani, M. Hatami, M. Safari, B. dan Ganji, D.D. 2014 Experimental investigation of
exhaust temperature and deliveryratio effect on emissions and performance of a gasoline–
ethanol two-stroke engine. Case Studies in Thermal Engineering, 2, 82-90
Guiné, R. P., Barroca, M. J., Coldea, T. E., Bartkiene, E., dan Anjos, O. 2021. Apple fermented
products: An overview of technology, properties and health effects. Processes, 9(2), 223.
Handayani, S.S., Hadi, S., dan Patmala, H. 2016. Fermentasi Glukosa Hasil Hodrolisis Buah
Kumbi Untuk Bahan Baku Bioetanol. Jurnal Pijar MIPA. Vol 11 No 1. Hal 30.
Hendrawati, T. Y., Ramadhan, A. I., dan Siswahyu, A. 2019. Pemetaan Bahan Baku Dan
Analisis Teknoekonomi Bioetanol Dari Singkong (Manihot Utilissima) Di Indonesia. Jurnal
Teknologi, 11(1), 37-46.
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Hermanto, D., Andayani, I. A. S., Honiar, R., Shofiyana, L. M., dan Ismillayli, N. 2020.
Penentuan kandungan etanol dalam makanan dan minuman fermentasi tradisional
menggunakan metode kromatografi gas. Chempublish Journal, 5(2), 105-115.
Islami, R. 2018. Pembuatan ragi tape dan tape. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Agrokompleks, 2.
Juwita, R. dan Syarif, L. R. 2012. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Katalisator Asam terhadap
Sintesis Furfural dari Sekam Padi. Jurnal Konversi Vol.1 No.1. 37
Karman, J. 2012. Teknologi dan Proses Pengelolahan Biomassa. Bandung: Alfabeta.
Khaeriyah, A. 2014. Optimasi Pemberian Kombinasi Fitoplankton dan Ragi dengan Dosis yang
Berbeda Terhadap Pertumbuhan rotifer (Branchionus plicatilis sp.). Jurnal Balik Diwa. 5 (1):
14-19
Kurniawan, T. B., Bintari, S. H., dan Susanti, R. 2014. Efek interaksi ragi tape dan ragi roti
terhadap kadar bioetanol ketela pohon (Manihot utilissima, Pohl) varietas
Mukibat. Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education, 6(2), 128-136.
Kusumo, F., dan Milano, J. 2017. Optimization of bioethanol production from sorghum grains
using artificial neural networks integrated with ant colony. Industrial Crops and Products. 97
: 146-155
Latara, A., Mustofa, M., dan Botutihe, S. 2021. Destilasi Bioetanol dari Nira Aren dengan
Variasi Waktu Pengadukan pada Proses Fermentasi. Jurnal Teknologi Pertanian Gorontalo
(JTPG), 6(2), 30-35.
Lestari, D, S. 2015. Mengenal Ragi Bahan Baku Utama
https://lifestyle.okezone.com/read/2015/02/20/298/1108467/mengenal-ragi-bahan-baku-
utama-roti . diakses pada 01 November 2023.
Loupatty, V. D. 2014. Pemanfaatan Bioetanol sebagai Sumber Energi Alternatif Pengganti
Minyak Tanah. Majalah Biam, 10(2), 50-59.
Lovisia, E. 2022. Bioetanol dari Singkong sebagai Sumber Energi Alternatif. SPEJ (Science and
Physic Education Journal), 6(1), 8-14.
Maharani, M. M., Bakrie, M., dan Nurlela, N. 2021. Pengaruh Jenis Ragi, Massa Ragi Dan
Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Biji Durian. Jurnal
Redoks, 6(1), 57-65.
Mailool, J.C., Molenaar, R., Tooy, D., Longdong, I.A., 2013. PRODUKSI BIOETANOL DARI
SINGKONG (Manihot utilissima) DENGAN SKALA LABORATORIUM. Cocos 2, 1–11.
Mardina, P., Prathama, H. A., dan Hayati, D. M. 2014. Pengaruh waktu hidrolisis dan
konsentrasi katalisator asam sulfat terhadap sintesis furfural dari jerami padi. Konversi, 3(2),
1-8.
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Moeksin, R., Comeriorensi, L., dan Damayanti, R. 2016. Pembuatan bioetanol dari eceng
gondok (Eichhornia crassipes) dengan perlakuan fermentasi. Jurnal Teknik Kimia, 22(1),
9-17.
Muslihah, S., 2012. Pengaruh penambahan urea dan lama fermentasi yang berbeda terhadap
kadar bioetanol dari sampah organik (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).
Rayana, M., Chairul, C., Hafidawati, H., 2014, Variasi Pengadukan dan Waktu pada Pembuatan
Bioetanol dari Pati Sorgum dengan Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SSF),
Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Riau, Vol. 1, No. 1, 1–8.
Rohpanae, G., dan Hadi, V. 2020. Pembuatan bioetanol dari kulit petai (parkia speciosa hassk)
menggunakan metode hidrolisis asam dan fermentasi saccharomyces
cerevisiae. TEKNOSAINS: Jurnal Sains, Teknologi Dan Informatika, 7(2), 119-128.
Saputra, B. 2015. Analisis pengaruh ph dan lama fermentasi terhadap kadar etanol hasil
hidrolisis jerami padi. Skripsi. UB. Malang.
Seftian, D., Antonius, F., dan Faizal, M. 2012. Pembuatan etanol dari kulit pisang menggunakan
metode hidrolisis enzimatik dan fermentasi. Jurnal Teknik Kimia 18(1):10-16.
Setiawan, T. 2018. Rancang Bangun Alat Destilasi Uap Bioetanol Dengan Bahan Baku Batang
Pisang, Jurnal Media Teknologi , 4(2): 119-128.
Simanjuntak, A. Y. M., dan Subagyo, R. 2019. Analisis Hasil Fermentasi Pembuatan Bioetanol
dengan Variasi Waktu Menggunakan Bahan (Singkong, Beras Ketan Hitam dan Beras Ketan
Putih). Scientific Journal of Mechanical Engineering Kinematika, 4(2), 79-90.
Sitepu, K. M. 2019. Penentuan Konsentrasi Ragi pada Pembuatan Roti (Determining of Yeast
Concentration on Bread Making). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokompleks, 71-
77.
Sulaiman, D., Syahdan, S., dan Ulva, S. M. 2021. Analisis uji karakteristik bioetanol dari pisang
hutan terhadap variasi massa ragi. Jurnal Kumparan Fisika, 4(3), 169-176.
Sulaiman, D., Syahdan, S., dan Ulva, S. M. 2021. Analisis uji karakteristik bioetanol dari pisang
hutan terhadap variasi massa ragi. Jurnal Kumparan Fisika, 4(3), 169-176.
Tarwendah PI. 2017. Studi Komparasi Atribut Sensoris dan Kesadaran Merek Produk Pangan.
Jurnal Pangan dan Agroindustri 5(2):66- 73.
Taslim, M., Mailoa, M., & Rijal, M. (2017). Pengaruh pH, dan lama fermentasi terhadap
produksi ethanol dari Sargassum crassifolium. BIOSEL (Biology Science and Education):
Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan, 6(1), 13-25.
Wahyudi, J. J., dan Gusmarwani, S. R. 2017. Pemurnian Bioetanol Fuel Grade dari Crude
Ethanol (Variabel Distilasi-Ekstraksi). Jurnal Inovasi Proses, 2(2), 43-48.
Widyastuti, P. 2019. Pengolahan limbah kulit singkong sebagai bahan bakar bioetanol melaui
proses fermentasi. Jurnal Kompetensi Teknik. 11(1): 41-46.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : Embrio Press.
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
LAMPIRAN
Dicuci kulit sinkong untuk memisahkan kulit yang putih dari kulit luarnya
Direndam dengan air selama 24 jam dan air diganti setiap 8 jam
Didinginkan bubur kulit singkong pada suhu ruang, disaring dengan ayakan
80 mesh.
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Dimasukkan ke dalam botol fermentasi dan dipasteurisasi terlebih dahulu,
kemudian didinginkan
Ditambahkan ragi (ragi tapai dan ragi roti) ke dalam masing-masing botol
sebanyak 3% b/v total bahan yaitu 15 g, kemudian ditutup dan diaduk
hingga homogen.
Ditambahkan ragi (ragi tapai dan ragi roti) ke dalam masing-masing botol
sebanyak 3% b/v total bahan yaitu 15 g, kemudian ditutup dan diaduk
hingga homogen.
Bioetanol
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI