Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan bakar
alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Merupakan bahan bakar
alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu menurunkan
emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah.
Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yang banyak terdapat di Indonesia,
sehingga sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya sangat
dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain
tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu,
jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung,
jerami, dan bagas (ampas tebu). Banyaknya variasi tumbuhan, menyebabkan pihak pengguna
akan lebih leluasa memilih jenis yang sesuai dengan kondisi tanah yang ada. Sebagai contoh
ubi kayu dapat tumbuh di tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
penyakit dan dapat diatur waktu panennya, namun kadar patinya hanya 30 persen, lebih
rendah dibandingkan dengan jagung (70 persen) dan tebu (55 persen) sehingga bioetanol yang
dihasilkan jumlahnya pun lebih sedikit. Di sektor kehutanan bioetanol dapat diproduksi dari
sagu, siwalan dan nipah serta kayu atau limbah kayu (Komarayati, 2010).
Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah bioetanol yang dihasilkan dari fermentasi
adalah mikroorganisme dan media yang digunakan. Selain itu hal yang perlu diperhatikan
selama fermentasi adalah pemilihan khamir, konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya
oksigen dan suhu dari perasan buah. Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat
yang digunakan, sebagai medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan
Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30°C.
Derajat keasaman (pH) optimum untuk proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk
proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5 (Setyawati, 2008).
Bioetanol (C2H5OH) adalah etanol yang berasal dari makhluk hidup, dalam hal ini
adalah bahan nabati. Bioetanol diproduksi dengan teknologi biokimia, melalui proses
fermentasi. Bioetanol dapat dibuat dengan dua cara yaitu sintetik kimia dari bahan petroleum
atau gas alam dan dengan cara fermentasi. Etanol yang dihasilkan dengan cara fermentasi
disebut juga dengan bioetanol sedangkan etanol sintesis disebut metil alkohol terbuat dari
etilen. Bioetanol dapat digunakan dalam industri kimia (bahan pelarut organik, bahan
I-1
pembuat minuman keras), bidang kedokteran (bahan antiseptik, bahan pelarut dan reagen
dalam laboratorium), dan sebagai bahan bakar alternative (Pariente, 2007). Bahan nabati yang
bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol adalah :

1. Bahan–bahan berpati, misalnya dari biji-bijian atau dari umbi- umbian. Bahan baku ini
terlebih dahulu dihidrolisis menjadi gula/sukrosa dengan bantuan enzim. Reaksi
hidrolisis menjadi gula / sukrosa (Othmer, 1978):

enzim
(C6H10O5)n+ n H2O n C6H12O6

Pati Glukosa
yeast
C6H12O6 2 C2H5OH + 2CO2

Glukosa Etanol

2. Bahan–bahan yang mengandung gula, misalnya nira, legen, tetes, dan sebagainya.
Penggunaan paling besar dari gula untuk fermentasi adalah dari molasesnya yang
mengandung kira – kira 35 – 48 %berat sukrosa, 15 – 20 % berat gula invers seperti
glukosa dan fruktosa, dan 28 – 48 % berat pada tannon gula, difermentasi pada suhu
20–32º C selama± 1 – 3 hari. Reaksi fermentasi dari gula (Faith,1961):
zymase
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Glukosa Etanol

Yield yang dihasilkan dari proses fermentasi ini ±90 %.

3. Bahan-bahan berselulosa, misalnya dari limbah tandan kosong kelapa sawit, batang
jagung, ampas tebu, dan limbah pertanian. Bahan-bahan berserat harus dikonversikan
menjadi gula terlebih dahulu,umumnya dengan menggunakan asam mineral.Reaksi
perubahan selulosa menjadi etanol (Othmer,1978).

hidrolisis
(C6H12O5)n +n H2O n C6H12O6
Selulosa Glukosa
zymase
C6H12O6 2 C2H5OH + 2CO2
Glukosa Etanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat yang menggunakan bantuan mikroorganisme. Dalam perkembangannya, produksi

II-2
alkohol yang paling banyak digunakan adalah metode fermentasi dan distilasi. Bahan baku
yang dapat digunakan pada pembuatan etanol adalah nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira
nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari buah mete; bahan berpati:
tepung-tepung sorgum biji, sagu, singkong, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia; bahan
berselulosa (lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang, bagas dan lain- lain. Bioetanol
merupakan etanol yang dihasilkan darifermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan
proses destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk
digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99%
yang lazim disebut Fuel Grade Ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi
umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari senyawa
etanol. Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu:

1. Etanol 95 - 96%, disebut dengan “etanol berhidrat”, yang dibagai dalam:


a. Technical/raw spirit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritus, minuman,
desinfektan, dan pelarut.
b. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut.
c. Potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.
Etanol > 99,5%, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan
untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini disebut dengan
dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atauetanol
kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya mengandung air minimal.

II.1.2 Potensi
Secara lebih spesifik bioetanol adalah cairan yang dihasilkan melalui proses
fermentasi gula dari penguraian sumber karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme.
Bioetanol dapat juga diartikan sebagai bahan kimia yang memiliki ada sifat kesamaan dengan
minyak premium, karena terdapatnya unsur – unsur seperti karbon (C) dan hidrogen (H).
(Khairani, 2007).
Bahan baku pembuatan bioetanol dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bahan ber
sukrosa (nira, tebu, nira nipah, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete);
bahan berpati (bahan yang mengandung pati) seperti tepung ubi, tepung ubi ganyong, sorgum
biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain–lain; dan bahan berserat
selulosa/lignoselulosa (tanaman yang mengandung selulosa dan lignin seperti kayu, jerami,
batang pisang, dan lain-lain. Dari ketiga jenis bahan baku tersebut, terdapat bahan
berlignoselulosa sebagai bahan yang jarang digunakan karena cukup sulit dilakukan

II-3
penguraiannya menjadi bioetanol. Ini disebabkan adanya lignin yang merupakan senyawa
polifenol sehingga lebih sukar diuraikan dan selanjutnya mempersulit pembentukkan glukosa
dan jumlahnya sedikit.

II.1.3 Metode Pembuatan Bioetanol


Hidrolisa adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah atau
terurai. Reaksi ini merupakan reaksi orde satu, karena air yang digunakan berlebih, sehingga
perubahan reaktan dapat diabaikan. Terdapat beberapa metode hidrolisa yang diuraikan pada
uraian di bawah. Hidrolisa murni, sebagai reaktan hanya air. Kelemahan zat penghidrolisa ini
adalah prosesnya lambat kurang sempurna dan hasilnya kurang baik. Biasanya ditambahkan
katalisator dalam industry. Zat penghidrolisa air ditambahkan zat-zat yang sangat reaktif.
Untuk mempercepat reaksi dapat juga digunakan uap air pada temperatut tinggi Hidrolisa
dengan katalis larutan asam, bisa berupa asam encer atau pekat. Asam biasanya berfungsi
sebagai katalisator dengan mengaktifkan air dari kadar asam yang encer. Umumnya kecepatan
reaksi sebanding dengaan ion H+ tetapi pada konsentrasi yang tinggi hubungannya tidak
terlihat lagi. Di dalam industri asam yang dipakai adalah H2SO4 dan HCl. Hidrolisa dengan
katalis larutan basa, bisa berupa basa encer atau pekat. Basa yang dipakai adalah basa encer,
basa pekat dan basa padat. Reaksi bentuk padat sama dengan reaksi bentuk cair. Hanya
reaksinya lebih sempurna atau lebih reaktif dan hanya digunakan untuk maksud tertentu,
misalnya proses peleburan benzene menjadi phenol (Susanti,2011).
Hidrolisa dengan katalis enzim. Suatu zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme,
biasanya digunakan sebagai katalisator pada proses hidrolisa. Penggunaannya dalam industry
misalnya pembuatan alkohol dari tetes tebu oleh enzim. Hidrolisa adalah suatu proses antara
reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah atau terurai. Reaksi ini merupakan reaksi orde
satu, karena air yang digunakan berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan.
Terdapat beberapa metode hidrolisa yang diuraikan pada uraian di bawah. Hidrolisa murni,
sebagai reaktan hanya air. Kelemahan zat penghidrolisa ini adalah prosesnya lambat kurang
sempurna dan hasilnya kurang baik. Biasanya ditambahkan katalisator dalam industry. Zat
penghidrolisa air ditambahkan zat-zat yang sangat reaktif. Untuk mempercepat reaksi dapat
juga digunakan uap air pada temperatut tinggi. Hidrolisa dengan katalis larutan asam, bisa
berupa asam encer atau pekat. Asam biasanya berfungsi sebagai katalisator dengan
mengaktifkan air dari kadar asam yang encer. Umumnya kecepatan reaksi sebanding dengaan
ion H+ tetapi pada konsentrasi yang tinggi hubungannya tidak terlihat lagi. Di dalam industri
asam yang dipakai adalah H2SO4 dan HCl. Hidrolisa dengan katalis larutan basa, bisa berupa
basa encer atau pekat. Basa yang dipakai adalah basa encer, basa pekat dan basa padat. Reaksi
II-4
bentuk padat sama dengan reaksi bentuk cair. Hanya reaksinya lebih sempurna atau lebih
reaktif dan hanya digunakan untuk maksud tertentu, misalnya proses peleburan benzene
menjadi phenol (Susanti,2011).
Hidrolisa dengan katalis enzim adalah Suatu zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, biasanya digunakan sebagai katalisator pada proses hidrolisa.
Penggunaannya dalam industry misalnya pembuatan alkohol dari tetes tebu oleh enzim.
Starter adalah inokulasi yeast dari biakan murni. Yeast yang digunakan adalah Sacharomyces
cereviseae. Tujuan pembuatan starter adalah untuk memperbanyak jumlah yeast, sehingga
dihasilkan lebih banyak, reaksi biokimianya akan berjalan dengan baik. Selain itu, untuk
melatih ketahanan yeast. Untuk tujuan tersebut yang penting diperhatikan adalah zat asam
yang terlarut. Oleh karena itu botol pembuatan starter cukup ditutup dengan kapas dan kertas
saring, dikocok untuk memberi aerasi. Aerasi ini penting karena pada pembuatan starter tidak
diinginkan terjadi peragian alkohol.
2C6H12O6 +3 O2 2CO2 + 6H2O + Energi
Distilasi adalah suatu metode operasi yang digunakan pada proses pemisahan suatu
komponen dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih komponen dengan
menggunakan panas sebagai tenaga pemisah. Pada proses distilasi, fase uap akan segera
terbentuk setelah larutan dipanaskan. Uap dan cairan dibiarkan mengadakan kontak sehingga
dalam waktu yang cukup semua komponen yang ada dalam larutan akan terdistribusi dalam
fase membentuk distilat. Dalam distilat banyak mengandung komponen dengan tekanan uap
murni lebih tinggi atau mempunyai titik didih lebih rendah. Sedangkan komponen yang
tekanan uap murni rendah atau titik didih tinggi sebagian besar terdapat dalam residu. Prinsip
dasar inilah yang membedakan pengertian tentang proses pemisahan secara distilasi dengan
proses evaporasi atau drying walaupun ketiganya menggunakan panas sebagai tenaga
pemisahnya (Susanti,2011).

II.1.4 Molases
Molases atau tetes tebu merupakan hasil samping (by product) pada proses pembuatan
gula. Molases berwujud cairan kental yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula.
Molases mengandung sebagian besar gula, asam amino dan mineral. Sukrosa yang terdapat
dalam tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksinya 12 – 35 %. Komposisi
tetes tebu dapat dilihat pada tabel 1. Tebu yang belum masak biasanya memiliki kadar gula
reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak. Komposisi yang penting dalam
molases adalah TSAI (Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa dan gula reduksi.

II-5
Molases memiliki kadar TSAI antara 50 – 65 %. Angka TSAI ini sangat penting bagi industri
fermentasi karena semakin besar TSAI akan semakin menguntungkan (Rochani, 2016).

II-6
II.2 Jurnal Aplikasi Industri
PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS MELALUI
HIDROLISIS DENGAN ASAM
(2011)
Ari Diana Susanti

Kebutuhan energi dari bahan bakar minyak bumi (BBM) di berbagai negara di dunia
dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan tajam, tidak hanya pada negara-
negara maju saja, tetapi juga di negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk
mengantisipasi terjadinya krisis bahan bakar minyak bumi (BBM) pada masa yang akan
datang, saat ini telah dikembangkan sumber energi yang baru dan terbarukan sekaligus ramah
lingkungan. Energi terbarukan adalah energi yang dapat diperbaharui dan apabila dikelola
dengan baik, sumber daya itu tidak akan habis. Jenis energi terbarukan meliputi biomassa,
panas bumi, energi surya, energi air, energi angin, dan energi samudera. Etanol merupakan
biofuel, dan mempunyai prospek baik sebagai penganti bahan bakar cair dan gasohol dengan
bahan baku yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan serta sangat menguntungkan secara
ekonomi mikro terhadap komunitas pedesaan terutama petani. Buah nanas (Ananas
comosusL. Merr) merupakan salah satu jenis buah yang banyak terdapat di Indonesia dan
mempunyai penyebaran yang merata. Dan konsumsi buah nanas akan memberikan sampah
berupa kulit yang cukup banyak yaitu sebesar 34,61% berat, yang masih mengandung kadar
karbohidrat sekitar 10,54% dan dari penelitian pembuatan etanol dengan sari kulit nanas
diketahui kadar glukosa sari kulit nanas sebesar 17%.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Kulit Nanas, Asam klorida (HCl), Natrium
Hidroksida (NaOH), Urea, Saccharomyces Cereviceae, Indikator Methylen Blue, Fehling A,
Fehling B, Aquadest. Alat utama yang digunakan adalah pemanas mantel, labu leher tiga,
pendingin balik, oven, erlenmeyer, kompor listrik dan buret. Cara kerja penelitian diuraikan
sebagai berikut. Sampah kulit nanas dipotong kecil-kecil dan ditambah air kemudian digiling
hingga berbentuk seperti bubur dan dipisahkan airnya. Melakukan uji kadar air dan kadar
patinya. Setelah itu, bubur kulit nanas dihidrolisa dengan variasi waktu hidrolisa setiap 45
menit dan konsentrasi HCl (0,1 N; 0,2 N; 0,3 N) dan dilakukan uji kadar glukosanya hingga
diperoleh kadar glukosa yang paling optimal. Larutan hasil hidrolisa kemudian disaring dan
difermentasi menggunakan yeast Sacharomyces cereviceae dengan variasi waktu (24 jam, 48
jam, 72 jam, 96 jam, dan 120 jam). Larutan hasil fermentasi kemudian didistilasi untuk
memurnikan etanolnya dari air.
Proses hidrolisa 0,3 N waktu reaksi 270 sampai 315 menit menghasilkan kadar
glukosa terbesar yaitu 8,958 - 9,594%. Proses fermentasi pada waktu 4 hari dan berat yeast 6
gram paling optimum karena menghasilkaan kadar etanol 31,399% dan konversi glukosa
58,62 %. Kadar etanol total yang diprediksi diperoleh sebesar 31,399 %.

II-7

Anda mungkin juga menyukai