Anda di halaman 1dari 31

PEMBUATAN BIOETANOL DARI TETES TEBU

1. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa mampu :
a. Membuat bioetanol dan mengerti prinsip pembuatan bioetanol
b. Menganalisa produk bioetanol dari tetes tebu
c. Memanfaatkan biomassa menjadi bioetanol

2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan
 Erlenmeyer
 Gelas kimia
 Gelas ukur
 Termometer
 Baskom
 Corong gelas
 Labu leher dua
 Distilation unit
 Kertas pH
 Refraktometer
 Selang
 Piknometer

Bahan yang digunakan


 Tetes tebu
 Ragi tape
 Ragi roti
 Aquadest
 Pupuk NPK (urea)
Tebu (Saccharum officinarum L.) kedudukannya dalam ilmu taksonomi
tumbuhan adalah :
3. Dasar Teori
3.1 Tetes Tebu
Molase adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum
officinarum L.). Tetes tebu berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan
kristal gula. Molase tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih
mengandung gula dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino dan mineral. Tingginya
kandungan gula dalam molase sangat potensial dimafaatkan sabagai bahan baku
bioetanol. (Anonim, 2011).
Molase masih mengandung kadar gula yang cukup untuk dapat menghasilkan
etanol dengan proses fermentasi, biasanya pH molase bekisar antara 5,5-6,5. Molase
yang masih mengandung kadar gula sekitar 10-18% telah memberikan hasil yang
memuaskan dalam pembuatan etanol. (Anonim, 2011).

Tebu (Saccharum officinarum L.)


Klasifikasi
Kingdom : Plantea
Subkingdom : Tracheobionta
SuperDivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum

Sifat fisika dan kimia dari tetes tebu


Bentuk : Kental, coklat kehitaman

pH : 5,3

Titik beku : -18 0C

Titik didih : 107 0C

Specific gravity : 1,4

Kelarutan dalam air : Sangat larut

Viscositas : 4,323 cp

Panas Spesifik : 0,5 kkal/kg 0C

Densitas : 1,47 gr/ml

3.2 Bioethanol
Etanol merupakan senyawa hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2
atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum etanol lebih dikenal
dengan Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman
yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu, ubi jalar, sorgum, beras,
ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan denghan nama bioetanol.
Bahan baku lainnya adalah tanaman atau buah yang mengandung gula seperti
tebu, nira, buah mengga, nanas, pepaya, anggur, lengkeng, dll. Bahan berserat
(selulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah
satu alternatif penghasil bioetanol. Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan
yang biasa ditanam rakyat hampir diseluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis
tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai
sumber bahan baku pembuatan bioetanol. Namun, dari semua jenis tanaman tersebut
tetes tebu merupakan bahan baku yang paling banyak menghasilkan etanol jika
diolah menjadi bioetanol. Secara umum etanol biasa digunakan sebagai bahan baku
industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi,
kosmetik dan kini digunakan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan
bermotor.
Mengingat pemanfaatan etanolberaneka ragam, sehingga grade etanol yang
dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaanya. Bioetanol yang
mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industri, sedangkan bioetanol yang
mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol teknis dipergunakan sebagai
campuran untuk miras dan bahan dasar industru farmasi.
Sedangkan grade etanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar
kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak
menimbulkan korosif, sehingga etanol harus mempunyai grade tinggi antara 99,6-
99,8% (fuel grade etanol = FGE). Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh
terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

3.3 Proses Produksi Bioethanol


Produksi etanol/bioetanol (atau alkohol) dengan bahan baku yang mengandung
pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohidrat dan tetes tebu menjadi bioetanol ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan
tetes tebu menjadi bioetanol
Bahan baku Kandungan Jumlah hasil Perbandingan
gula dalam konversi bahan baku
Jenis Konsumsi bahan baku bioetanol dan bioetanol
(Kg) (liter)
Ubi kayu 1000 250-300 166,6 6,5:1
Ubi jalar 1000 150-200 125 8:1
Jagung 1000 600-700 200 5:1
Sagu 1000 120-160 90 12:1
Tets tebu 1000 500 250 4:1

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat d=ibedakan


berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa
enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih
banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam )misalnya dengan asam sulfat)
kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian
sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi
karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan
enzyme, kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol
dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi
etanol/bioetanol secara sederhana ditunjukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O
(C6H10O5) n N C6H12O6 .........................(1)
Enzyme
Pati Glukosa

Menurut Gay Lussac, proses fermentasi alkohol ditunjukkan reaksi berikut :


(C6H12O6) n 2 C2H5OH + 2 CO2 ...........(2)
Yeast (ragi)
Glukosa Etanol
Selain etanol/bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku tumbuhan yang
mengandung pati atau karbohidrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman tyang
mengandung selulosa (misal : jerami padi), namun dengan adanya lignin
mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebh sulit, sehingga pembuatan
etanol/bioetanol dari selulosa sementara ini tidak direkomendasikan.
Meskipun teknik produksi etanol/bioetanol merupakan teknik yang sudah lama
diketahui, namun etanol/bioetanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan etanol
dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di
Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi
produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi etanol
masih perlu dilakukan.
Secara singkat teknologi proses produksi etanol/bioetanol tersebut dapat dibagi
dalam tiga (3) tahap yaitu persiapan bahan baku, liquifikasi dan sakarifikasi, distilasi
dan dehidrasi.
a. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi bioethanol bisa didapatkan dari berbagi tanaman,
baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane),
gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung
(corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh
kami menggunakan bahan baku singkong (ubi kayu). Singkong yang telah dikupas
dan dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa
berinteraksi dengan air secara baik.

b. Liquifaksi dan sakarifikasi

Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong
dikonversi menjadi gula komplex menggunakan enzyme Alfa Amylase melalui
proses pemanasan (pemasukan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada
kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti jelly). Pada kondisi
optimum Enzyme Alfa Amilase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia
menjadi gula komplex (dextrin). Proses liquifaksi selesai ditandai dengan parameter
dimana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan
proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan
tahapan berikut:
 Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum enzyme Glukosa Amilase
bekerja.

 Pengaturan pH optimum enzim

 Penambahan Enzyme Glikosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta


temperatur pada suhu 60 derajat celsius hingga proses Sakarifikasi ( dilakukan
dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).

c. Fermentasi

Pada tahap ini, tepung telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan
selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan
mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermantor) pada kisaran suhu optimum 27
s/d 32 derajat celsius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara
anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak
terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain, dari persiapan baku,
liquifaksi,sakarifaksi, hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan.
Selama proses fermantasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermantasi berupa cairan mengandung alkohol/ethonol berkadar rendah
antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi
menjadi tidak aktif lagi, karena kelebihan alkohol akan berakibat racun bagi ragi itu
sendiri dan mematikan aktifitasnya.
d. Distilasi

Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk
memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada
suhu 78 derajat celcius (setara dengan titih didih alkohol) ethanol akan menguap
lebih dulu ketimbag air yang bertitik didih 100 derajat celcius. Uap ethanol distillator
akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol.
Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses
produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah
menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil
penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi
dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional).
Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara 20 s/d 30 %.

2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat).


Dengan cara distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 60 – 90
% melalui 2 (dua) tahapan penyulingan.

e. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan
bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6 – 99,8 % atau
disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi
(distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara ,antara lain : 1. Cara kimia dengan
menggunakan batu gamping 2. Cara fisika ditempuh melalui proses penyerapan
memggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6 – 99,8 %
sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE), barulah layak
digunakan sebagai bahanm bakar motor sesuai standar pertamina. Alat yang
digunakan pada proses pemurnian disebut Dehidrator.

4. Langkah Kerja

4.1 Persiapan Sample


a. Menyiapkan sample tetes tebu atau molase.
- Kadar gula yang diinginkan pada tetes tebu/molase < 14 %
Larutkan 28 Kg (22,5 L) molase dengan 72 liter air, masukkan kedalam fermentor.
(total larutan 94,5 liter). Gula Pasir sebanyak 1 kg dilarutkan dalam 7,1 liter air.

b. Penambahan Urea dan NPK


Urea dan NPK berfungsi sebagai nutrisi ragi.
- Urea sebanyak 0,5 % dari kadar gula dalam larutan fermentasi (70 gr Urea untuk
94,5 liter larutan)
- NPK sebanyak 0,1 % dari kadar gula dalam larutan fermentasi (14 gr Urea untuk
94,5 liter larutan)

d. Penambahan Ragi
Bahan aktif ragi roti adalah Saccharomyces Cereviseae yang dapat memfermentasi
gula menjadi etanol.
- Ragi roti 0,2 % dari kadar gula (28 gr ragi roti diberi air hangat-hangat kuku
secukupnya lalu diaduk perlahan hingga tampak berbusa)

4.2 Proses Fermentasi


Prose pembuatan bioetanol menggunakan bahan baku tetes tebu berbeda dengan
pembuatan bioetanol menggunakan ubi kayu maupun sekam padi yang memerlukan
persiapan bahan baku dan proses liquifaksi dan sakarifikasi melainkan lengsung masuk
ke proses fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan
yaitu :
a. Masukkan sample tetes tebu/molase, urea, NPK, dan ragi kedalam fermentor
kemudian tutup rapat. Fermentor dihubungkan dengan penampung yang diisi NaOH
untuk menangkap gas CO2
b. Pada proses fermentasi akan timbul gelembung-gelembung udara, ini adalah gas CO 2
yang dihasilkan selama proses fermentasi.
c. Selama proses fermentasi usahakan suhu tidak melebihi 36 oC dan pH = 4,5 -5 selama
66 jam = 2,5 hari
d. Tanda fermentasi selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung
udara. Kadar etanol dalam cairan fermentasi ±7-10 %

4.2 Proses Distilasi


Hasil dari proses fermentasi berupa cairan bioetanol berkadar 7-10% tersebut
didistilasiuntuk mendapatkan bioetanol berkadar diatas 90%. Proses distilasi tersebut
dilakukan melalui tahap-tahap yaitu:
a. Menyaring cairan dari bioetanol yang telah difermentasi
b. Mencatat volume cairan bioetanol tersebut
c. Menyiapkan seperangkat unit distilasi
d. Masukkan cairan hasil fermentasi kedalam distilator. Suhu dipertahankan 79°C -
81°C. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap.
e. Mengamati dan mencatat suhu tetesan pertama distilat
f. Pada distilasi ini didapat etanol dengan kadar < 95 %. Bila kadar < 95 % maka
distilasi perlu diulangi lagi ( reflux ) hingga kadar etanol = 95 %
g. Bila kadar etanol = 95 %, lakukan proses dehidrasi atau penghilangan H 2O. Dengan
penambahan kapur tohor atau zeolit sintesis dan didiamkan selama 1 hari.
h. Kemudian distilasi lagi hingga kadar etanol = 99,5 %
i. Setelah distilasi selesai, mencatat volume distilat (bioetanol)

4.3 Analisa Bioetanol


Setelah dilakukan proses distilasi dan didapatkan bioetanol yang berkadar sekitar 90%
selanjutnya bioetanol tersebut harus dianalisa. Analisa tersebut berupa pngukuran pH
dan pengukuran indeks bias.

a. Pengukuran pH
1. Mempersiapkan bioetanol dan kertas pH
2. Mencelupkan kertas pH kedalam cairan bioetanol
3. Mencocokkan warna pH yang didapat dengan parameter pH
4. Mencatat harga pH

b. Pengukuran Indeks Bias


1. Mempersiapkan bioetanol dan alat refraktometer
2. Meneteskan sampel (bioetanol) ke alat refraktometer
3. Melakukan pengukuran dan mencatat nilai indeks biasnya

5. Data Pengamatan
5.1 Pembuatan Bioetanol dan Proses Distilasi
No Perlakuan Pengamatan Keterangan/gambar
1.

2.

5.2 Analisa Bioetanol


No Sampel pH Keterangan/gambar
1
2
3

No Sampel Indeks Bias Keterangan/gambar


1
2
3

6. Pertanyaan
1. Gambarkan diagram blok proses pembuatan bioetanol dari tetes tebu !
2. Sebutkan dan jelaskan metode apa saja yang dapat digunakan dalam proses dehidrasi
bioetanol !
3. Tuliskan reaksi pembentukan bioetanol !
PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU

1. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan mahasiswa diharapkan:
a. Dapat membuat bioetanol dari ubi kayu.
b. Mengetahui proses pembuatan bioetanol.
c. Dapat menganalisa hasil pembuatan bioetanol.

2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan :
1. Pisau
2. Parutan atau Blender
3. Gelas kimia 1 liter
4. Spatula
5. Neraca analitik
6. Hot plate
7. Erlenmeyer 1 liter, 600ml
8. Gabus penutup erlenmeyer + selang
9. Kain penyaring
10. Labu leher dua 500ml
11. Seperangkat alat distilasi
12. Kertas pH
13. Refraktometer
14. Pipet tetes
15. Gelas kimia 50 ml
16. Piknometer

Bahan yang digunakan:


1. Ubi kayu
2. Air sumur
3. Aquadest
4. NaOH
5. Ragi tape dan ragi roti
6. Pupuk NPK

3. Dasar Teori
BIOETHANOL
Ethanol merupakan senyawa hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (OH- ) dengan
2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH.secara umum Ethanol lebih dikenal
sebagai etil alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang
mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, sorgum, beras,
ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan nama Bioethanol.
Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah yang mengandung gula seperti
tebu, niraa, buah mangga, nenas, pepaya, anggur, lengkeng, dll. Bahan berserat
(sellulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu
alternatif penghasil ethanol. Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa
ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah indonesia, sehingga jenis tanaman tersebut
merupakan tanaman pangan merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan
sbagai sumber bahan baku pembuatan bioethanol. Namun dari semua jenis tanaman
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang etiap hektarnya paling tinggi dapat
meproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku
proses produksi bioethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan
keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi
tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya
produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan untuk memproduksi setiap liter
ethanol. Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan
alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini sebagai
campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol
beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan
penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai grade 90 – 95 % biasa digunakan pada
industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95 – 99 % atau disebut
alkohol teknis dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan bakar industri
farmasi. Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagi campuran bahan
bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak
menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bioethanol harus mempunyai grade tinggi antara
99,6 – 99,8 % ( Full Grade Ethanol = FGE ). Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh
terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula ( Glukosa ) larut air.
PROSES PRODUKSI BIOETHANOL
Proses produksi ethanol/bioetanol ( atau alkohol) dengan bahan baku tanaman
yang mengandung pati atau karbohidrat dilakukan melalui proses konversi karbohidrat
menjadi gula ( glukosa ) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati
atau karbohidrat dan tetes menjadi bioethanol ditunjukan pada tabel 1.
Tabel 1. Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati atau Karbohidrat
dan Tetes Menjadi Bioethanol.
Bahan Baku Jumlah
Kandunga
Hasil Perbandingan
n Gula Dalam
Konversi Bahan Baku dan
Jenis Konsumsi Bahan Baku (
Bioethanol Bioethanol
Kg )
(Liter)
Ubi Kayu 1000 250 – 300 166,6 6,5 : 1
Ubi Jalar 1000 150 – 200 125 8:1
Jagung 1000 600 – 700 200 5:1
Sagu 1000 120 – 160 90 12 : 1
Tetes 1000 500 250 4:1

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan


berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa
enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih
banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam ( Misalnya dengan asam sulfat) kurang
dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini
dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme, kemudian dilakukan
proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau
ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bioethanol secara sederhana
ditunjukan pada reaksi 1 dan 2.
H2O
(C6H10O5) n N C6H12O6 .........................(1)
Enzyme
Pati Glukosa

Menurut Gay Lussac, proses fermentasi alkohol ditunjukkan reaksi berikut :

(C6H12O6) n 2 C2H5OH + 2 CO2 ...........(2)


Yeast (ragi)
Glukosa Etanol

Selain etanol/bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku tumbuhan yang


mengandung pati atau karbohidrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman tyang
mengandung selulosa (misal : jerami padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan
proses penggulaannya menjadi lebh sulit, sehingga pembuatan etanol/bioetanol dari
selulosa sementara ini tidak direkomendasikan.
Meskipun teknik produksi etanol/bioetanol merupakan teknik yang sudah lama
diketahui, namun etanol/bioetanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan etanol
dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia
antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga
penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi etanol masih perlu dilakukan.
Secara singkat teknologi proses produksi etanol/bioetanol tersebut dapat dibagi
dalam tiga (3) tahap yaitu persiapan bahan baku, liquifikasi dan sakarifikasi, distilasi dan
dehidrasi.
a. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi bioethanol bisa didapatkan dari berbagi tanaman, baik
yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum
manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong
(cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku
beragam bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan
bahan baku singkong (ubi kayu). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan
dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air
secara baik.

b. Liquifaksi dan sakarifikasi


Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong
dikonversi menjadi gula komplex menggunakan enzyme Alfa Amylase melalui proses
pemanasan (pemasukan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini
tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti jelly). Pada kondisi optimum
Enzyme Alfa Amilase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula
komplex (dextrin). Proses liquifaksi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur
yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi
(pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan tahapan berikut:

 Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum enzyme Glukosa Amilase


bekerja.

 Pengaturan pH optimum enzim

 Penambahan Enzyme Glikosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta


temperatur pada suhu 60 derajat celsius hingga proses Sakarifikasi ( dilakukan
dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).

c. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan
selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan
mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermantor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32
derajat celsius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob).
Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh
mikroba lainnya. Dengan kata lain, dari persiapan baku, liquifaksi,sakarifaksi, hingga
fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermantasi akan
menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermantasi berupa cairan mengandung alkohol/ethonol berkadar rendah
antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi
menjadi tidak aktif lagi, karena kelebihan alkohol akan berakibat racun bagi ragi itu
sendiri dan mematikan aktifitasnya.

d. Distilasi
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk
memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada
suhu 78 derajat celcius (setara dengan titih didih alkohol) ethanol akan menguap lebih
dulu ketimbag air yang bertitik didih 100 derajat celcius. Uap ethanol distillator akan
dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan
penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi
bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai
teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan
ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan
distillator yang berkualitas.

Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :


1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional).
Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara 20 s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux
(bertingkat). Dengan cara distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu
mencapai 60 – 90 % melalui 2 (dua) tahapan penyulingan.
e. Dehidrasi

Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan
bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6 – 99,8 % atau
disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi
(distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara ,antara lain : 1. Cara kimia dengan
menggunakan batu gamping 2. Cara fisika ditempuh melalui proses penyerapan
memggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6 – 99,8 %
sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE), barulah layak digunakan
sebagai bahanm bakar motor sesuai standar pertamina. Alat yang digunakan pada proses
pemurnian disebut Dehidrator.
4. Langkah Kerja
4.1 Pembuatan bioetanol
1. Mempersiapkan bahan baku (mengupas, membersihkan, dan menghaluskan ubi
kayu).
2. Menimbang ubi kayu yang telah halus sebanyak 250 gram dan memasukkan ke
dalam gelas kimia.
3. Menambahkan 400 ml air sumur.
4. Memanaskan campuran hingga suhu 90˚C, kemudian mendinginkannya.
5. Setelah dingin, menambahkan ragi tape, ragi roti, dan pupuk NPK masing-
masing sebanyak 5 gram ke dalam campuran, lalu mengaduknya.
6. Memasukkan ke dalam erlenmeyer 1 liter, kemudian menutupnya dengan gabus.
7. Menghubungkan selang dari erlenmeyer berisi campuran ke dalam erlenmeyer
yang berisi NaOH 0,1 N 250ml.
8. Melakukan fermentasi selama 14 hari.

4.2 Proses distilasi


1. Menyaring cairan dari bioetanol yang telah difermentasi 7-14 hari.
2. Mencatat volume filtrat.
3. Mendistilasi cairan tersebut dengan seperangkat alat distilasi.
4. Mengamati dan mencatat suhu tetesan distilat pertama.
5. Setelah selesai, mencatat volume distilat.

4.3 Analisa data


a. Pengukuran pH
1. Mempersiapkan bioetanol dan kertas pH
2. Mencelupkan kertas pH.
3. Mencocokkan warna pH yang didapat dengan parameter warna pH
4. Mencatat harga pH.

b. Pengukuran indek bias


1. Mempersiapkan bioetanol dan alat refraktometer.
2. Meneteskan sample (bioetanol) ke alat refraktometer.
3. Melakukan pengukuran dan mencatat nilai indek bias.

c. Pengukuran Densitas bioethanol

5. Data Pengamatan
a. Pembuatan Bioetanol dan Proses Distilasi
No Perlakuan Pengamatan Keterangan/gambar
1.

2.

b. Analisa Bioetanol
No Sampel pH Keterangan/gambar
1
2
3

No Sampel Indeks Bias Keterangan/gambar


1
2
3

No Sampel Densitas Keterangan/gambar


1
2
3

6. Pertanyaan
1. Gambarkan diagram blok proses pembuatan bioetanol dari ubi kayu !
2. Sebutkan dan jelaskan metode apa saja yang dapat digunakan dalam proses dehidrasi
bioetanol !
3. Tuliskan reaksi pembentukan bioetanol !

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS


1. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan mahasiswa diharapkan:
a. Dapat membuat bioetanol dari ubi kayu.
b. Mengetahui proses pembuatan bioetanol.
c. Dapat menganalisa hasil pembuatan bioetanol.

2. Alat daan Bahan


2.1 Alat yang digunakan
1. Pisau
2. Parutan atau Blender
3. Gelas kimia
4. Spatula
5. Neraca analitik
6. Hot plate
7. Erlenmeyer 1 liter, 600ml
8. Gabus penutup erlenmeyer + selang
9. Kain penyaring
10. Labu leher dua 500ml
11. Seperangkat alat distilasi
12. Kertas pH
13. Refraktometer
14. Pipet tetes
15. Corong gelas
16. Piknometer

2.2 Bahan yang digunakan


1. Kulit nanas
2. Air sumur
3. Aquadest
4. NaOH
5. Ragi tape dan ragi roti
6. Pupuk NPK

3. Dasar Teori
3.1 Nanas
Nanas (Ananas comosus) bukan tanaman asli Indonesia melainkan berasal dari
Brazilia. Tanaman ini diperkirakan masuk ke Indonesia tahun 1599, dibawa oleh para
pelaut Spanyol dan Portugis. Sejarah juga menyebutkan bahwa pulau jawa merupakan
tempat yang penduduknya pertama kali mengembangkan tanaman nanas.
Sebagai salah satu tanaman hortikultural, nanas sangat cocok dibudidayakan di
daerah tropis yang cukup banyak turun hujan. Tanaman ini tidak akan tumbuh baik
ditempat yang terlalu kering maupun pada lahan yang airnya tergenang. Di Indonesia,
hampir semua daerah dapat dibudidayakan nanas.
Pada zaman dahulu nanas dikenal sebagai buah istimewa. Buah ini sering dipakai
sebagai persembahan untuk raja-raja. Sekarang tanaman ini sudah tersebar di mana-mana
dan menjadi buah favorit yang selalu menghiasi hidangan-hidangan dimeja makan. Buah
ini sangat digemari karena enak rasanya, kandungan vitaminya banyak, serta nilai
kalorinya tinggi sehingga sangat baik untuk kesehatan,
Dalam sistematika tumbuhan nanas termasuk keluarga Bromeliaceae. Dalam
keluarga genus termasuk keluarga ananas, dimana merupakan satu-satunya golongan
yang cukup mempunyai niali ekonomis. Nanas dipisahkan dari golongan lain dalam
keluarga ini terutama didasarkan atas tipe sinkarpus (daun buah majemuk yang menyatu).
Sistematika nanas sesuai dengan taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monokotiledone
Ordo : Farinosae
Familia : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus
Pada umumnya satu pohon nanas hanya menghasilkan satu buah pada satu masa
panen. Apabila buah telah dipetik maka tanaman masih akan dapat berbuah lagi tetapi
buah tidak akan muncul lagi pada pokok tanaman semula. Buah pada periode berikutnya
akan muncul pada tanaman baru yang merupakan cabang tanaman yang sudah tumbuh
dewasa. Melangsungkan pertanaman selanjutnya kita tinggal merawat tunas akar yang
biasanya sudah bertambah besar dan menjadi tanaman baru ketika buah dipetik. Dengan
disertai perawatan dan pemupukan yang memadai, hasil buah nanas bisa terus
memuaskan samapi 4-5 generasi. Tak heran jika dalam sekali penanaman, umur panen
dapat berlangsung hingga dua tahun atau lebih. Namun, sesudah itu tanaman harus
dibongkar dan diganti karena buah yang dihasilkan sudah kecil-kecil.
Selain buah nanas yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan, limbah buah nanas berupa
kulit dari buah nanas juga dimanfaatkan. Salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bahan baku energi yang dapat dijadikan bioetanol. Karen dalam kulit nanas
memiliki kandungan gula yang cukup tinggi yang dapat digunakan untuk memproduksi
bioetanol. Kandungan gizi dan hasil analisa proksimat kulit buah nanas dapat dilihat pada
tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Kandungan gizi kulit buah nanas
Kandungan gizi Jumlah (%)

Karbohidrat 17,53

Protein 4,41
Gula reduksi 13,65

Kadar air 81,72

Serat kasar 20,87

(sumber : Wijana, et al,. 1991 dalam Attaya, 2008)


Tabel 2. Hasil analisa proksimat kulit buah nanas
Komposisi Rata-rata (%)
Air 86,70

Protein 0,69

Lemak 0,02

Abu 0,48

Serat basah 1,66

Karbohidrat 10,54

(sumber: Sidharta, 1989 dalam Attayaya, 2008)


3.2 BIOETHANOL
Ethanol merupakan senyawa hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (OH- ) dengan
2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH.secara umum Ethanol lebih dikenal
sebagai etil alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang
mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, sorgum, beras,
ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan nama Bioethanol.
Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah yang mengandung gula seperti
tebu, niraa, buah mangga, nenas, pepaya, anggur, lengkeng, dll. Bahan berserat
(sellulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu
alternatif penghasil ethanol. Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa
ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah indonesia, sehingga jenis tanaman tersebut
merupakan tanaman pangan merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan
sbagai sumber bahan baku pembuatan bioethanol. Namun dari semua jenis tanaman
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang etiap hektarnya paling tinggi dapat
meproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku
proses produksi bioethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan
keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi
tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya
produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan untuk memproduksi setiap liter
ethanol. Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan
alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini sebagai
campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol
beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan
penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai grade 90 – 95 % biasa digunakan pada
industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95 – 99 % atau disebut
alkohol teknis dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan bakar industri
farmasi. Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagi campuran bahan
bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak
menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bioethanol harus mempunyai grade tinggi antara
99,6 – 99,8 % ( Full Grade Ethanol = FGE ). Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh
terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula ( Glukosa ) larut air.

3.3 PROSES PRODUKSI BIOETHANOL


Proses produksi ethanol/bioetanol ( atau alkohol) dengan bahan baku tanaman
yang mengandung pati atau karbohidrat dilakukan melalui proses konversi karbohidrat
menjadi gula ( glukosa ) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati
atau karbohidrat dan tetes menjadi bioethanol ditunjukan pada tabel 3.
Tabel 3. Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati atau Karbohidrat
dan Tetes Menjadi Bioethanol.

Bahan Baku Jumlah


Kandunga
Hasil Perbandingan
n Gula Dalam
Konversi Bahan Baku dan
Jenis Konsumsi Bahan Baku (
Bioethanol Bioethanol
Kg )
(Liter)
Ubi Kayu 1000 250 – 300 166,6 6,5 : 1
Ubi Jalar 1000 150 – 200 125 8:1
Jagung 1000 600 – 700 200 5:1
Sagu 1000 120 – 160 90 12 : 1
Tetes 1000 500 250 4:1

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan


berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa
enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih
banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam ( Misalnya dengan asam sulfat) kurang
dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini
dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme, kemudian dilakukan
proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau
ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bioethanol secara sederhana
ditunjukan pada reaksi 1 dan 2.

H2O
(C6H10O5) n N C6H12O6 .........................(1)
Enzyme
Pati Glukosa

Menurut Gay Lussac, proses fermentasi alkohol ditunjukkan reaksi berikut :

(C6H12O6) n 2 C2H5OH + 2 CO2 ...........(2)


Yeast (ragi)
Glukosa Etanol

Selain etanol/bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku tumbuhan yang


mengandung pati atau karbohidrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman tyang
mengandung selulosa (misal : jerami padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan
proses penggulaannya menjadi lebh sulit, sehingga pembuatan etanol/bioetanol dari
selulosa sementara ini tidak direkomendasikan.
Meskipun teknik produksi etanol/bioetanol merupakan teknik yang sudah lama
diketahui, namun etanol/bioetanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan etanol
dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia
antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga
penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi etanol masih perlu dilakukan.
Secara singkat teknologi proses produksi etanol/bioetanol tersebut dapat dibagi
dalam tiga (3) tahap yaitu persiapan bahan baku, liquifikasi dan sakarifikasi, distilasi dan
dehidrasi.
a. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi bioethanol bisa didapatkan dari berbagi tanaman, baik
yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum
manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong
(cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku
beragam bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan
bahan baku singkong (ubi kayu). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan
dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air
secara baik.

b. Liquifaksi dan sakarifikasi


Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong
dikonversi menjadi gula komplex menggunakan enzyme Alfa Amylase melalui proses
pemanasan (pemasukan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini
tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti jelly). Pada kondisi optimum
Enzyme Alfa Amilase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula
komplex (dextrin). Proses liquifaksi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur
yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi
(pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan tahapan berikut:

 Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum enzyme Glukosa Amilase


bekerja.

 Pengaturan pH optimum enzim

 Penambahan Enzyme Glikosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta


temperatur pada suhu 60 derajat celsius hingga proses Sakarifikasi ( dilakukan
dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).

c. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan
selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan
mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermantor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32
derajat celsius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob).
Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh
mikroba lainnya. Dengan kata lain, dari persiapan baku, liquifaksi,sakarifaksi, hingga
fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermantasi akan
menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermantasi berupa cairan mengandung alkohol/ethonol berkadar rendah
antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi
menjadi tidak aktif lagi, karena kelebihan alkohol akan berakibat racun bagi ragi itu
sendiri dan mematikan aktifitasnya.

d. Distilasi
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk
memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada
suhu 78 derajat celcius (setara dengan titih didih alkohol) ethanol akan menguap lebih
dulu ketimbag air yang bertitik didih 100 derajat celcius. Uap ethanol distillator akan
dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan
penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi
bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai
teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan
ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan
distillator yang berkualitas.

Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :


3. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional).
Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara 20 s/d 30 %.
4. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux
(bertingkat). Dengan cara distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu
mencapai 60 – 90 % melalui 2 (dua) tahapan penyulingan.
e. Dehidrasi

Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan
bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6 – 99,8 % atau
disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi
(distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara ,antara lain : 1. Cara kimia dengan
menggunakan batu gamping 2. Cara fisika ditempuh melalui proses penyerapan
memggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6 – 99,8 %
sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE), barulah layak digunakan
sebagai bahanm bakar motor sesuai standar pertamina. Alat yang digunakan pada proses
pemurnian disebut Dehidrator

4. Langkah Kerja
4.1 Pembuatan bioetanol
1. Mempersiapkan bahan baku (mengupas, membersihkan, dan menghaluskan kulit
nanas).
2. Menimbang kulit nanas yang telah halus sebanyak 250 gram dan memasukkan ke
dalam gelas kimia.
3. Menambahkan 400ml air sumur.
4. Memanaskan campuran hingga suhu 90˚C, kemudian mendinginkannya.

5. Setelah dingin, menambahkan ragi tape, ragi roti, dan pupuk NPK masing-
masing sebanyak 5 gram ke dalam campuran, lalu mengaduknya.
6. Memasukkan ke dalam erlenmeyer 1 liter, kemudian menutupnya dengan gabus.
7. Menghubungkan selang dari erlenmeyer berisi campuran ke dalam erlenmeyer
yang berisi NaOH 0,1 N 250ml.
8. Melakukan fermentasi selama 14 hari.

4.2 Proses distilasi


1. Menyaring cairan dari bioetanol yang telah difermentasi 14 hari.
2. Mencatat volume filtrat.
3. Mendistilasi cairan tersebut dengan seperangkat alat distilasi.
4. Mengamati dan mencatat suhu tetesan distilat pertama.
5. Setelah selesai, mencatat volume distilat (bioetanol)

4.3 Analisa data


a. Pengukuran pH
1. Mempersiapkan bioetanol dan kertas pH
2. Mencelupkan kertas pH.
3. Mencocokkan warna pH yang didapat dengan parameter warna pH
4. Mencatat harga pH.

b. Pengukuran indek bias


1. Mempersiapkan bioetanol dan alat refraktometer.
2. Meneteskan sample (bioetanol) ke alat refraktometer.
3. Melakukan pengukuran dan mencatat nilai indek bias.

c. Penentuan Densitas Bioetanol

5. Data Pengamatan
a. Pembuatan Bioetanol dan Proses Distilasi
No Perlakuan Pengamatan Keterangan/gambar
1.

2.

b. Analisa Bioetanol
No Sampel pH Keterangan/gambar
1
2
3
No Sampel Indeks Bias Keterangan/gambar
1
2
3

No Sampel Densitas Keterangan/gambar


1
2
3

6. Pertanyaan
1. Gambarkan diagram blok proses pembuatan bioetanol dari kulit nanas
2. Sebutkan dan jelaskan metode apa saja yang dapat digunakan dalam proses
dehidrasi bioetanol
3. Tuliskan reaksi pembentukan bioetanol

Anda mungkin juga menyukai