PRODUK MIGAS 2
Disusun oleh :
I.Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:
1. Mahasiswa dapat menggunakan peralatan uji produk gasoline.
2. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja peralatan uji produk gasoline.
3. Mahasiswa dapat membandingkan hasil pengujian produk gasoline dengan spesifikasi
yang berlaku.
II.Keselamatan Kerja
1. Peralatan gelas ditangani dengan hati-hati.
2. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.
3. Hati-hati bekerja dengan larutan kimia (lihat MSDS) dan perhatikan bahan-bahan yang mudah
terbakar.
III.Dasar Teori
Populasi kendaraan di Indonesia yang berbahan bakar minyak (BBM) setiap
tahunnya semakin meningkat sedangkan cadangan minyak sendiri semakin menipis.
Kenaikan pemakaian BBM untuk kendaraan tersebut menyebabkan subsidi BBM dan
polusi udara juga akan meningkat. Tingginya Harga minyak mentah, menyebabkan
pemerintah harus memberikan subsidi BBM. Untuk mengatasi hal tersebut di perlukan
bahan bakar alternative yang ramah lingkungan dan lebih efesiensi sebagai pengganti
BBM untuk kendaraan Salah satu bahan bakar alternative tersebut adalah bahan bakar gas
(BBG). Dari pemakaian BBG sudah banyak dilakukan kajian yang memberikan
kesimpulan bahwa banyak memberikan keuntungan, yaitu pengurangan pemakaian BBM
yang juga memberikan pengurangan subsidi BBM dan pengurangan emisi bahan bakar.
Bagi pengguna akan memberikan keuntungan Karena harga BBG lebih murah di banding
harga BBM. Hasil perhitungan perbandingan antara Gasoline dan Gas dengan
menggunakan tipe kendaraan bermotor (mobil) diketahui performa mesin yaitu daya
indikator pada mesin berbahan bakar gas lebih kecil 2% sampai 5% dibanding dengan
mesin berbahan bakar gasoline akan tetapi pemakaian bahan bakar gas lebih efesien
sampai dengan 10 % dibanding dengan bahan bakar gasoline (Willard, 2003).
Pertumbuhan permintaan energi untuk sektor transportasi dari tahun ke tahun terus
meningkat di berbagai Kawasan, di mana bahan bakar merupakan jenis energi yang masih
sangat dominan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Willard, 2003).
Menjelaskan tentang sifat ideal yang dipergunakan serta keterangan mengenai proses
siklusnya adalah sebagai berikut (Wiranto,Arismunandar, 1983):
1). Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal kalor spesifik yang konstan.
2). Langkah isap (0-1) merupakanprosestekanankonstan.
3). Langkah kompresi(1-2) ialah proses insentropik.
4). Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor
padavolume-konstan.
5).Langkah kerja (3-4) ialah proses inseptropik.
6). Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume-
konstan.
7).Langkah buang (1-6) ialah proses tekanan-konstan
8). Siklus dianggap tertutup, artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja yang sama.
Minyak dan gas bumi merupakan komoditas vital yang memegang peranan
penting
dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri,
dan penghasil devisa negara. Dalam pemenuhan energi dalam negeri, minyak dan gas
bumi masih memiliki peranan terbesar dilihat dari komposisi energi final, yaitu sebesar
52,2 % [3]. Besarnya ketergantungan terhadap minyak bumi terlihat dari konsumsi BBM
yang terus meningkat setiap tahunnya. Namun kenaikan konsumsi BBM tidak diikuti
dengan kenaikan produksi minyak bumi maupun penemuan cadangan baru. Cadangan
terbukti minyak mentah Indonesia tahun 2008 sebesar 3,75 milyar barel, yang pada
tingkat
produksi 976 ribu barel per hari akan habis dalam waktu 10,5 tahun [3]. Di samping itu
terbatasnya kemampuan produksi kilang domestik, yang saat ini memiliki kapasitas
pengolahan sekitar 1,1 juta barel per hari, membuat ketergantungan pada minyak impor
akan semakin dominan di tengah kondisi harga minyak dunia yang terus berfluktuasi dan
sulit diprediksikan [3]. Apabila impor minyak terganggu, maka perekonomian dan
ketahanan nasional akan terganggu. Salah satu upaya untuk mengurangi pemakaian
minyak adalah dengan cara meningkatkan pemanfaatan gas untuk dalam negeri, termasuk
konsumsi LPG diproduksi dari gas associate dan gas non associate dari lapangan gas,
maupun dari kilang minyak yang menghasilkan LPG. Indonesia memiliki potensi
cadangan gas yang cukup besar. Dengan jumlah cadangan terbukti pada tahun 2008
sebesar 112,47 triliun kaki kubik, pada tingkat produksi 7,9 bscf per hari, akan habis
dalam waktu 39 tahun [2]. Profil pemanfaatan gas bumi di Indonesia sebagian besar masih
untuk ekspor yaitu
52,19%, sebagian besar dalam bentuk LNG dan sebagian kecil dalam bentuk gas pipa.
Pemanfaatan gas bumi untuk keperluan domestik diantaranya untuk pembangkit listrik
(Wiranto, Arismunandar, 1983).
Bahan baku pabrik pupuk, pabrik baja, pabrik petrokimia dan industri lainnya,
serta
disalurkan ke konsumen PGN. Di samping itu masih ada yang belum termanfaatkan dan
hanya dibakar sebagai gas suar (flare) yaitu sebesar 3,94% [2]. Flare gas tersebut bila
dapat dimanfaatkan akan mampu meningkatkan pasokan gas, baik dalam bentuk gas
bumi maupun LPG. Gas suar bakar yang dihasilkan dari lapangan minyak dan gas bumi di
tanah air menghasilkan gas CO₂ yang memberi andil pada naiknya efek gas rumah kaca di
dalam atmosfer planet bumi. Meningkatnya emisi gas rumah kaca mendorong banyak
negara
untuk menekan seminimal mungkin jumlah emisi gas CO₂ yang dihasilkan oleh banyak
industri. Berbagai komitmen antar negara lahir sebagai bentuk upaya pengurangan emisi,
seperti halnya Protokol Kyoto. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut meratifikasi
Protokol Kyoto menunjukkan komitmennya melalui skema Clean Development
Mechanism (CDM) untuk pengurangan emisi gas rumah kaca seperti CO₂.
Gas suar bakar adalah gas yang belum termanfaatkan dikarenakan volumenya kecil,
lokasinya terpencil yang jauh dari konsumen. Disamping itu tidak tersedianya
infrastruktur seperti jaringan transmisi gas bumi mengakibatkan gas tersebut tidak dapat
dialirkan ke konsumen. Oleh karena itu, salah satu alternatif pemanfaatan gas suar bakar
adalah dengan membangun kilang mini LPG. Pemanfaatan gas suar bakar menjadi LPG
akan meningkatkan nilai tambah gas tersebut. Beberapa manfaat signifikan lain yang
timbul dari pemanfaatan gas suar bakar antara lain adalah: pemanfaatan secara maksimal
sumber energi nasional, peningkatan penyediaan LPG nasional, dan peningkatan kualitas
lingkungan hidup daerah setempat. Pemanfaatan gas suar bakar diharapkan mampu
menekan emisi gas buang (NOx, SOx,CO₂ serta diperoleh nilai tambah secara ekonomi
dari gas suar bakar,antara lain sebagai fuel gas kilang dan bahan baku LPG Plant. Dari
hal-hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa gas suar bakar berpotensi dan dapat
dioptimalkan nilai ekonomisnya baik sebagai bahan baku LPG Plant maupun digunakan
sebagai bahan bakar pembangkit listrik atau fuel gas kilang serta mengurangi emisi gas
buang (Inayah Fatwa Kurnia Dewi, FT UI, 2009).
b. Alat
1. Hydrometer standar:
a. skala Density
b. skala SG atau
c. skala API-gravity
2. Thermometer
3. Gelas Silinder
4. Constant-Temperature Bath
a. Bahan
Pertalite
b. Alat
1. Vapour Chamber, Liquid Chamber dan Pressure Gauge
a. Bahan
Pertalite
b. Alat
1. Gelas Ukur
2. Pipet Volumetric
3. Bulb
4.4 Distilasi
a. Bahan
Pertalite
b. Alat
2. Bath, dengan suhu konstan 50 ± 1°C (122 ± 2 °F) dan atau 100 ± 1 °C (212 ± 2 °F).
3. Copper strip corrosion test bomb, dari stainless steel, mampu menahan tekanan uji
100 psi (689 kPa).
Ⅴ. Langkah Kerja
5.1 Density
Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang akan diuji
Tuangkan contoh uji kedalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung
udara dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan
Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang datar,
bebas pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar.
Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hidrometer, dicatat
sebagai ‘Density Pengamatan’ (Observed Density)
Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang akan diuji.
Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang datar,
bebas pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar.
Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hidrometer dan
thermometer, lalu dicatat sebagai SG pengamatan
Rendam Air Chamber pada water bath suhu 100°F paling sedikit 10 menit 4
Dinginkan contoh dan Gasoline chamber dalam keadaan tertutup hingga suhu 32
– 40 °F
5.4 Distilasi
a. Cara Penyiapan Peralatan
Siapkan labu distilasi volume 125 ml. Bila labu kotor (ada karbon residu) pada
bagian dasar labu bersihkan dengan cara dibakar dengan nyala api burner
Siapkan termometer (ASTM 7 °C atau ASTM 8 °C) sesuai dengan contoh yang
akan diuji.
Siapkan penyangga labu, dengan ukuran yang sesuai dengan contoh yang akan
diuji. Dan pasang pada alat pemanas.
− Untuk contoh group 1 dan 2, diameter lobang 38 mm.
− Untuk contoh group 3 dan 4, diameter lobang 50 mm
Siapkan gelas ukur bersih dan kering dengan skala 0 s/d 100 mL
Bak kondensor diisi air, suhunya diatur sesuai jenis contoh yang akan diuji.
− contoh group 1, 2 dan 3 bak kondensor diisi air (suhu 0 s/d 5°C).
− contoh group 4, bak kondensor diisi air panas (suhu 0 s/d 60 °C).
Bersihkan /hilangkan cairan pada tabung kondensor dengan cara mengelap /
menyerap dengan kolok yang diberi kain.
b. Cara Pemasangan Peralatan
Pasang thermometer serapat mungkin ke dalam labu distilasi yang berisi
contoh. Atur posisi termometer, dimana ujung bulb dari thermometer berada
sejajar dengan lubang keluarnya uap.
Pasang labu distilasi yang berisi contoh, sehingga ujung labu masuk ke dalam
tabung kondensor serapat mungkin. Posisi labu tegak sehingga pipa uap labu
masuk ke dalam tabung kondensor dalam jarak 1 s/d 2 inchi
Naikkan dan atur penyangga labu hingga pas dengan dasar labu distilasi.
Ukur contoh 100 mL menggunakan gelas ukur 100 mL, tuangkan ke dalam
labu distilasi dan pasang thermometer yang sesuai.
Atur pemanasan dari IBP sampai 5 % volume dalam waktu 60 – 70 detik atau
dengan kecepatan tetesan 4 – 5 mL / menit. Setelah IBP terbaca, gelas ukur
digeser sehingga ujung kondensor menempel dinding gelas.
Baca dan catat suhu setiap kenaikan 10 % volume
Atur pemanasan sehingga dari 95 % volume sampai FBP (final boiling point)
waktunya 3 – 5 menit. FBP adalah suhu tertinggi yang terbaca saat uji distilasi.
Setelah FBP tercapai, matikan pemanas dan labu dibiarkan dingin kemudian ukur
volume residu
Gosok lagi dengan serbuk silikon carbide (150 mesh) diatas permukaan
pelat yang bersih dengan alas kain katton yang telah dibasahi dengan beberapa
tetes iso oktana. Selama membersihkan Copper pakailah penjepit stainless steel
dan jaga jangan sampai tersentuh jari tangan.
b. Langkah Kerja
Rendam test tube berisi contoh dan Lempeng Tembaga pada water bath yang
telah diatur suhunya sesuai jenis contoh yang diuji. Lamanya perendaman
sesuai dengan contoh yang diuji. (50 °C selama 3 jam, kecuali Aviation Fuel
100 °C selama 2 jam
Kosongkan test tube dari contoh uji, kemudian dengan menggunakan penjepit,
angkat Lempeng Tembaga dan cuci dengan iso oktana, lalu keringkan.
Laporkan nomor warna Copper Strip setelah dibandingkan warnanya terhadap
Copper Strip Color Standard
Ⅵ. Hasil Praktikum
5.1. Density
Density Pertalite Keterangan
715-770 kg/m³ ON SPEC
5.2. Reid Vapour Pressure
Waktu (Menit) Sampel Sampel Keterangan
pertamax suhu pertamax
dingin (Kpa) kondisi
standar (Kpa)
30 60 44 Off spec
5 63 46 Off spec
5 63 46 Off spec
5.4 Distilasi
Volume Suhu °C
10 ml 57
20 ml 64
30 ml 70
40 ml 75
50 ml 105
60 ml 108
70 ml 124
80 ml 143
90 ml 173
FBP 186
Ⅶ. Tugas
Lakukan pengujian pada parameter uji Density dan Destilasi sertakan data untuk
perhitungan berat molekul KUOP dan Kwattson
Jawab:
p . R .T
Berat Molekul =
p
= 17,88
529
=
5
= 105,8 °C
= 682,11 Rankine
Kuop =
√
3 Tb
SG 60/60
=
√682,1
0,739
8 , 80275
=
0 , 739
= 11,91
Ⅷ. Analisis
7.1 Density
Pada praktikum kali ini yaitu Density/Spesific gravity, percobaan ini dilakukan
dengan memasukkan contoh uji ke dalam gelas silinder dan dimasukkan hydrometer
yang sesuai sampai hydrometer tersebut mengapung kemudian hasil yang terbaca
dicatat. Dan hasil yang kami dapat spec density pertalite 715-770 kg/m³ sedangkan
untuk sg 60/60 pada standar 0,739 pada suhu awal 80°F dan suhu akhir 80°F dan
°APInya 59,79 karena sesuai spesifikasi dirjen migas maka dapat dikatakan hasil
praktikum kami Onspec karena kami telah melakukan prosedur dengan baik dan
sesuai
Pada pengujian density, setidaknya kami menggunakan alat ukur density dan
alat ukur suhu. Alat ukur density disebut hydrometer dan alat ukur suhu disebut
thermometer
Pertukaran kalor antara udara di dalam chamber dengan udara luar akan
menyebabkan produk minyak bumi yang volatil akan menguap. Semakin lama produk
minyak bumi terpapar udara di luar chamber, akan semakin banyak produk minyak
bumi yang menguap. Hal ini akan memengaruhi pembacaan pada alat percobaan RVP.
Apa yang akan terjadi jika kami melakukan prosedur RVP diluar rentang
tekanan uap dari produk minyak bumi, Pembacaan RVP tidak dapat dilakukan. Karena
setiap prosedur memiliki objek dengan rentang tekanan uap yang berbeda, maka
percobaan pembacaan RVP harus mengikuti prosedur yang sesuai agar mendapatkan
hasil yang sesuai.
7.4 Distilasi
Pada praktikum kali ini yaitu Distilasi ASTM-86 dengan sampel pertalite,
Metode destilasi ini digunakkan untuk menguji motor gasoline, aviation gasoline,
avitiation turbine, naphta, kerosine, diesel, distillate fuel oil, dan produk-produk
serupa
Dari hasil praktikum dari hasil produk yang dilakukan distilasi IBP yang
didapat adalah 42 °C dan FBPnya adalah 215 °C, pada proses destilasi yang dilakukan
yang telah dipraktikan dihasilkan volume recovery 93 ml dari 100 ml sampel dan
residu 1,3 ml serta losses 5,7 ml
Jika produk memiliki IBP dan FBP tidak sesuai dengan spesifikasi, baik
kurang atau lebih dari spesifikasi, jika FBP dan IBP melebihi spesifikasi maka sampel
telah terkontaminasi oleh fraksi berat sehinggan menyebabkan FBP dan IBP sampel
melebihi spesifikasi. Sedangkan jika FBP dan IBP kurang dari spesifikasi. Contoh jika
FBP pada sampel pertamax memiliki spesifikasi (maksimal 215 °C) maka sampel
tersebut tidak memenuhi spesifikasi (Off Spec). Pengaruh produk jika Off Spec adalah
sampel pertalite tidak layak digunakkan dan untuk sampel pertalite jika Off Spec maka
tidak dapat menaikkan angka RON.
Penyebab adanya losses diakibatkan karena adanya hasil yang ada menguap
terjebak di dalam pipa kondensor atau masih terbentuk uap walaupun sudah melalui
kondensor sehingga terlepas ke lingkungan dan jika losses kebanyakan kemungkinan
terlalu banyak fraksi ringan atau alatnya rusak karena terlalu lama sehingga kinerjanya
semakin memburuk atau suhunya terlalu tinggu ini sangat merugikan jika losses
semakin besar dan untuk residu kalau terlalu banyak maka akan memperlihatkan
banyaknya fraksi berat tapi tergantung presentasenya kalau residu melebihi 60 maka
kemungkinan FBP mengikuti residunya begitupun sebaliknya tapi masih dalam teori,
residu diakibatkan adanya bagian fraksi atau zat yang tidak dapat menguap dalam
rentang suhu yang berada di IBP (Initial Boiling Point) dan FBP (Final Boiling Point)
dimana IBP adalah pembacaan thermometer pada waktu tetesan pertama kondensat
jatuh dari ujung tabung kondensor dan untuk FBP adalah pembacaan thermometer
paling tinggi atau maksimal yang diperoleh selama pemeriksaan
IBP juga berkaitan dengan titik didih, kalau fraksi ringan atau titik didihnya
tinggi maka IBPnya juga tinggi dan untuk residu, residu adalah sisa-sisa yang tidak
teruapkan saat pengujian, sedangkan losses merupakan minyak yang menguap tetapi
tidak terkondensasi (menguap ke udara).
Analisa Hasil Praktikum Berdasarkan hasil uji yang telah kelompok kami
lakukan, didapatlah data serta sudah didapatkan data spesifikasi dari produk. Dari
table spesifikasi diketahui bahwa nomor korosi adalah pada nomor 1a (Slight Tarnish)
Hal ini bisa dipengaruhi oleh keberadaan asam atau suatu senyawa yang
mengandung sulfur didalam produk pertalite. Ketika suatu produk mempunyai tingkat
kandungan sulfur yang tinggi dapat menyebabkan masalah diantaranya adalah korosi
bahan non ferrous seperti tembaga, seng, kuningan dan perunggu yang ada di dalam
mesin. Berdasakan data yang sudah didapatkan, menyatakan bahwa produk yang
digunakan sample memiiki warna pada rentang 1a (Slight Tarnish), yang menandakan
bahwa produk pertalite yang diuji telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan
atau on spec. Dikatakan on spec dikarenakan, nilai maksimum pada spesifikasi pada
nomor 1. Artinya, jika warna masih di rentang 1A atau 1B, maka produk tersebut
dinyatakan on spec dan dapat dikatakan jika kandungan sulfur yang terkandung tidak
banyak, maka dapat dikatakan kami melakukan praktikum sesuai prosedur dengan
baik.
Ⅸ. Penutup
8.1 Density
Kesimpulan
Pertalite yang diuji masih masuk dalam spesifikasi atau onspec karena masih
masuk dalam range density bahan bakar minyak jenis pertalite yang ditentukan, yang
dikeluarkan oleh Dirjen Migas
Saran
Ikuti semua aturan yang berlaku di laboratorium agar proses praktikum berjalan
dengan lancer.
Kesimpulan
Pertalite yang diuji dengan alat Rvp tidak masuk dalam spesifikasi atau Off Spec,
karena kemungkinan telah terkontaminasi udara sehingga mempengaruhi suhu dan
pembacaan nilainya tidak akurat karena suhu yang berubah-ubah
Saran
Membaca dan menentukan tekanan uap yang ditunjukan oleh manometer saat
percobaan dengan cermat, teliti dan tepat
Kesimpulan
Saran
Adapun saran saat melakukan praktikum ini adalah sebaiknya sebelum praktikum
dimulai, praktikan telah membaca prodesur kerja. Selain itu, lakukan praktikum
dengan hati-hati dan teliti.
8.4 Distilasi
Kesimpulan
Initial Boiling point (IBP) pada minyak pertalite terjadi pada suhu 42 °C dan Final
Boiling Point (FBP) pada suhu 215 °C
Volume recovery yang hasilkan pada proses distilasi minyak pertalite adalah 93 mL
danVolume Residu 1,3 mL serta losses 5,7 mL
Saran
Sebelum dilakukan pengujian sebaiknya bersihkan dulu kondensor agar efisiensi kerja
pengembunan berjalan baik sehingga proses distilasi tidak terganggu. Hati-hati saat
pengujian telah selesai dilakukan karena labu distilasi terkadang masih panas.
Kesimpulan
Warna awal copper yaitu freshly polished dan setelah diuji, warna copper
berubah menjadi slight tarnish 1a, menurut ASTM copper strip corrosion standards.
Saran
Ⅹ. Daftar Pustaka
Willard W. Pulkrabek; 2003. .Engineering Fundamentals Of Internal Combuction; 2nd
edition; Prentice Hall,.
ⅩⅠ. Lampiran
10.1 Density
10.4 Distilasi
10.5 Cooper Strip