Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

PRODUK MIGAS 2

Disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Chandini Ruth Yapno


NIM : 211420033
Program Studi : Teknik Pengolahan Minyak dan Gas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : II

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS
(PEM AKAMIGAS)
Cepu, 24 Agustus 2022
GASOLINE

I.Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:
1. Mahasiswa dapat menggunakan peralatan uji produk gasoline.
2. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja peralatan uji produk gasoline.
3. Mahasiswa dapat membandingkan hasil pengujian produk gasoline dengan spesifikasi
yang berlaku.

II.Keselamatan Kerja
1. Peralatan gelas ditangani dengan hati-hati.
2. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.
3. Hati-hati bekerja dengan larutan kimia (lihat MSDS) dan perhatikan bahan-bahan yang mudah
terbakar.

III.Dasar Teori
Populasi kendaraan di Indonesia yang berbahan bakar minyak (BBM) setiap
tahunnya semakin meningkat sedangkan cadangan minyak sendiri semakin menipis.
Kenaikan pemakaian BBM untuk kendaraan tersebut menyebabkan subsidi BBM dan
polusi udara juga akan meningkat. Tingginya Harga minyak mentah, menyebabkan
pemerintah harus memberikan subsidi BBM. Untuk mengatasi hal tersebut di perlukan
bahan bakar alternative yang ramah lingkungan dan lebih efesiensi sebagai pengganti
BBM untuk kendaraan Salah satu bahan bakar alternative tersebut adalah bahan bakar gas
(BBG). Dari pemakaian BBG sudah banyak dilakukan kajian yang memberikan
kesimpulan bahwa banyak memberikan keuntungan, yaitu pengurangan pemakaian BBM
yang juga memberikan pengurangan subsidi BBM dan pengurangan emisi bahan bakar.
Bagi pengguna akan memberikan keuntungan Karena harga BBG lebih murah di banding
harga BBM. Hasil perhitungan perbandingan antara Gasoline dan Gas dengan
menggunakan tipe kendaraan bermotor (mobil) diketahui performa mesin yaitu daya
indikator pada mesin berbahan bakar gas lebih kecil 2% sampai 5% dibanding dengan
mesin berbahan bakar gasoline akan tetapi pemakaian bahan bakar gas lebih efesien
sampai dengan 10 % dibanding dengan bahan bakar gasoline (Willard, 2003).
Pertumbuhan permintaan energi untuk sektor transportasi dari tahun ke tahun terus
meningkat di berbagai Kawasan, di mana bahan bakar merupakan jenis energi yang masih
sangat dominan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Willard, 2003).

Perkembangan perekonomian yang terjadi di suatu Negara secara signifikan


berdampak kepada naiknya konsumsi bahan bakar minyak untuk sektor transportasi.
Berbagai kendala masih menjadi hambatan dalam pengembangan pemanfaatan energi non
minyak di sektor transportasi di berbagai Negara yang pada akhirnya menjadikan harga
energy non minyak untuk sektor ini menjadi tidak kompetitif dibandingkan dengan harga
bakar minyak. Salah satu energi alternatif yang dikembangkan untuk sektor transportasi
adalah bahan bakar CNG (Compressed Natural Gas) yang berasal dari gas alam.
Pengembangan teknologi CNG ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan
diversifikasi dan konversi energi meningkat semakin menipisnya cadangan minyak bumi.
Beberapa keuntungan dari pemanfaatan CNG, di samping ramah lingkungan, mesin lebih
awet dan bersih, harga BBG murah dengan oktan mencapai 120. Namun di dalam
perkembangannya, pemanfaatan CNG yang syarat dengan teknologi menjadi hambatan
bagi kemajuan pemanfaatan CNG sehingga program ini belum dapat berjalan
sebagaimana yang diharapkan. Hambatan tersebut diterima baik oleh produsen/supplier
gas maupun konsumen. Dari sisi produsen/supplier gas, masalah yang muncul antara lain
investasi peralatan kompresor yang relative mahal dan masih diimport, jumlah SPBG
terbatas, margin yang kurang menarik bagi investor. Sedangkan disisi konsumen
hambatan yang timbil antara lain keterbatasan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Gas), harga Conversion kit BBG yang relatif mahal dan kapasitas ruang bagasi kendaraan
menjadi kurang dengan adanya tangki BBG dan kekhawatiran terjadinya ledakan tangki
BBG (Moran, 2004).

Pengembangan CNG merupakan salah satu alternatif penyelarasan program kebijakan


pemerintah yang tertuang dalam program perencanaan Nasional (Propenas) 2000-2004.
Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
efisiensi energi dari bahan bakar gasoline dengan bahan bakar gas (CNG). Hasil Analisa
dengan menggunakan alat kromotografi gas sangat diperlukan untuk mengetahui
komposisi gas. Dari komposisi gas dapat ditetapkan sifat-sifat fisik gas alam lainnya
anatara lain methane number, motor octane number, nilai kalor, dan relative density
(Moran, 2004).

Menjelaskan tentang sifat ideal yang dipergunakan serta keterangan mengenai proses
siklusnya adalah sebagai berikut (Wiranto,Arismunandar, 1983):
1). Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal kalor spesifik yang konstan.
2). Langkah isap (0-1) merupakanprosestekanankonstan.
3). Langkah kompresi(1-2) ialah proses insentropik.
4). Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor
padavolume-konstan.
5).Langkah kerja (3-4) ialah proses inseptropik.
6). Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume-
konstan.
7).Langkah buang (1-6) ialah proses tekanan-konstan
8). Siklus dianggap tertutup, artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja yang sama.

Parameter perhitungan performansi dan Efisiensi pemakaian bahan bakar pada


motorbakar, meliputi (WirantoArismunandar,1983):
Tekanan efektif rata-Rata (mep) Selama siklus berlangsung, temperatur dan
tekanannya selalu berubah – ubah. Oleh karena itu sebaiknya dicari harga tekanan tertentu
(konstan) yang apabila mendorong torak sepanjang langkahnya dapat menghasilkan kerja
persiklus yang sama dengan siklus yang dianalisis. Tekanan tersebut dinamai tekanan
efektif rata – rata (mep) yang diformulasikan sebagai berikut (Wiranto,Arismunandar,
1983):

Minyak dan gas bumi merupakan komoditas vital yang memegang peranan
penting
dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri,
dan penghasil devisa negara. Dalam pemenuhan energi dalam negeri, minyak dan gas
bumi masih memiliki peranan terbesar dilihat dari komposisi energi final, yaitu sebesar
52,2 % [3]. Besarnya ketergantungan terhadap minyak bumi terlihat dari konsumsi BBM
yang terus meningkat setiap tahunnya. Namun kenaikan konsumsi BBM tidak diikuti
dengan kenaikan produksi minyak bumi maupun penemuan cadangan baru. Cadangan
terbukti minyak mentah Indonesia tahun 2008 sebesar 3,75 milyar barel, yang pada
tingkat
produksi 976 ribu barel per hari akan habis dalam waktu 10,5 tahun [3]. Di samping itu
terbatasnya kemampuan produksi kilang domestik, yang saat ini memiliki kapasitas
pengolahan sekitar 1,1 juta barel per hari, membuat ketergantungan pada minyak impor
akan semakin dominan di tengah kondisi harga minyak dunia yang terus berfluktuasi dan
sulit diprediksikan [3]. Apabila impor minyak terganggu, maka perekonomian dan
ketahanan nasional akan terganggu. Salah satu upaya untuk mengurangi pemakaian
minyak adalah dengan cara meningkatkan pemanfaatan gas untuk dalam negeri, termasuk
konsumsi LPG diproduksi dari gas associate dan gas non associate dari lapangan gas,
maupun dari kilang minyak yang menghasilkan LPG. Indonesia memiliki potensi
cadangan gas yang cukup besar. Dengan jumlah cadangan terbukti pada tahun 2008
sebesar 112,47 triliun kaki kubik, pada tingkat produksi 7,9 bscf per hari, akan habis
dalam waktu 39 tahun [2]. Profil pemanfaatan gas bumi di Indonesia sebagian besar masih
untuk ekspor yaitu
52,19%, sebagian besar dalam bentuk LNG dan sebagian kecil dalam bentuk gas pipa.
Pemanfaatan gas bumi untuk keperluan domestik diantaranya untuk pembangkit listrik
(Wiranto, Arismunandar, 1983).

Bahan baku pabrik pupuk, pabrik baja, pabrik petrokimia dan industri lainnya,
serta
disalurkan ke konsumen PGN. Di samping itu masih ada yang belum termanfaatkan dan
hanya dibakar sebagai gas suar (flare) yaitu sebesar 3,94% [2]. Flare gas tersebut bila
dapat dimanfaatkan akan mampu meningkatkan pasokan gas, baik dalam bentuk gas
bumi maupun LPG. Gas suar bakar yang dihasilkan dari lapangan minyak dan gas bumi di
tanah air menghasilkan gas CO₂ yang memberi andil pada naiknya efek gas rumah kaca di
dalam atmosfer planet bumi. Meningkatnya emisi gas rumah kaca mendorong banyak
negara
untuk menekan seminimal mungkin jumlah emisi gas CO₂ yang dihasilkan oleh banyak
industri. Berbagai komitmen antar negara lahir sebagai bentuk upaya pengurangan emisi,
seperti halnya Protokol Kyoto. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut meratifikasi
Protokol Kyoto menunjukkan komitmennya melalui skema Clean Development
Mechanism (CDM) untuk pengurangan emisi gas rumah kaca seperti CO₂.
Gas suar bakar adalah gas yang belum termanfaatkan dikarenakan volumenya kecil,
lokasinya terpencil yang jauh dari konsumen. Disamping itu tidak tersedianya
infrastruktur seperti jaringan transmisi gas bumi mengakibatkan gas tersebut tidak dapat
dialirkan ke konsumen. Oleh karena itu, salah satu alternatif pemanfaatan gas suar bakar
adalah dengan membangun kilang mini LPG. Pemanfaatan gas suar bakar menjadi LPG
akan meningkatkan nilai tambah gas tersebut. Beberapa manfaat signifikan lain yang
timbul dari pemanfaatan gas suar bakar antara lain adalah: pemanfaatan secara maksimal
sumber energi nasional, peningkatan penyediaan LPG nasional, dan peningkatan kualitas
lingkungan hidup daerah setempat. Pemanfaatan gas suar bakar diharapkan mampu
menekan emisi gas buang (NOx, SOx,CO₂ serta diperoleh nilai tambah secara ekonomi
dari gas suar bakar,antara lain sebagai fuel gas kilang dan bahan baku LPG Plant. Dari
hal-hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa gas suar bakar berpotensi dan dapat
dioptimalkan nilai ekonomisnya baik sebagai bahan baku LPG Plant maupun digunakan
sebagai bahan bakar pembangkit listrik atau fuel gas kilang serta mengurangi emisi gas
buang (Inayah Fatwa Kurnia Dewi, FT UI, 2009).

IV.Bahan dan Alat


IV.1. Densitas
a. Bahan
Pertalite

b. Alat
1. Hydrometer standar:

a. skala Density
b. skala SG atau
c. skala API-gravity

2. Thermometer

3. Gelas Silinder

4. Constant-Temperature Bath

4.2 Reid Vapour Pressure

a. Bahan
Pertalite

b. Alat
1. Vapour Chamber, Liquid Chamber dan Pressure Gauge

2. Tempat Pendingin (Almari Pendingin)

4.3 Doctor Tesr

a. Bahan

Pertalite

b. Alat

1. Gelas Ukur
2. Pipet Volumetric

3. Bulb

4.4 Distilasi

a. Bahan

Pertalite

b. Alat

1. Labu Distilasi 125 mL


2. Gelas ukur 100 mL & 10 mL
3. Thermometer 7 °C atau 8 °C
4. Condensor (bak pendingin)
5. Pemanas (burner atau elektrik)

4.5 Copper Strip Corrosion


a. Bahan
Pertalite
b. Alat
1. Tabung Reaksi (Test tube).

2. Bath, dengan suhu konstan 50 ± 1°C (122 ± 2 °F) dan atau 100 ± 1 °C (212 ± 2 °F).

3. Copper strip corrosion test bomb, dari stainless steel, mampu menahan tekanan uji
100 psi (689 kPa).

4. Termometer, jenis ASTM 12C (12F) atau IP 64C (64F).

5. Polishing vise, sebagai penjepit copper strip.

Ⅴ. Langkah Kerja
5.1 Density

a. Langkah Kerja Pengukuran Density 15 °C

Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang akan diuji
Tuangkan contoh uji kedalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung
udara dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan

Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang datar,
bebas pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar.

Lakukan pengukuran temperatur menggunakan Thermometer Skala °C, baca


dan catat suhu contoh uji

Masukkan dengan perlahan hidrometer DENSITY yang sesuai kedalam contoh


uji.

Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hidrometer, dicatat
sebagai ‘Density Pengamatan’ (Observed Density)

Keluarkan hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperatur, baca dan


catat suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak
melampaui 0,5 °C hasil rerata dicatat sebagai ‘Suhu Pengamatan’ (Observed
Temparature).

Untuk merubah Density Pengamatan ke DENSITY 15 °C dikoreksi


menggunakan Tabel 53 A atau 53 B dari Petroleum Measurement Tables
b. Langkah Kerja Pengukuran SG 60/60 0F

Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang akan diuji.

Tuangkan contoh uji kedalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung


udara dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan

Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang datar,
bebas pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar.

Lakukan pengukuran temperature menggunakan Thermometer Skala °F, baca


dan catat suhu contoh uji.

Masukkan dengan pelan-pelan hidrometer SG yang sesuai kedalam contoh uji.

Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hidrometer dan
thermometer, lalu dicatat sebagai SG pengamatan

Keluarkan hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperatur, baca dan


catat suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak
melampaui 0,5°C hasil rerata dicatat sebagai ‘Suhu Pengamatan’ (Observed
Temparature)
Untuk merubah SG pengamatan ke SG pada 60/60 °F dikoreksi menggunakan Tabel
23 A atau 23 B dari Petroleum Measurement Tables ASTM D-1250 – 80.

Untuk merubah SG 60/60 °F ke Density 15 °C atau °API Gravity pada 60/60 °F


gunakan tabel 21.

5.2. Reid Vapour Pressure


Bersihkan Air Chamber dan Gasoline Chamber

Panaskan water bath sampai suhu 100 °F konstant

Rendam Air Chamber pada water bath suhu 100°F paling sedikit 10 menit 4
Dinginkan contoh dan Gasoline chamber dalam keadaan tertutup hingga suhu 32
– 40 °F

Isikan contoh kedalam gasoline chamber hingga meluber (penuh)

Pasangkankan gasoline chamber pada air chamber dan pressure gauge 7.


Rendam kedalam water bath pada suhu 100°F selama 20 – 30 menit, setiap 5
menit diangkat lalu dikocok selama 2 menit

Apabila penunjukan manometer sudah konstan laporkan sebagai RVP contoh

5.3 Doctor Test

Kocok secara kuat campuran 10 mL contoh uji dan 5 mL larutan Na2PbO2


selama 15 detik
Tambahkan sejumlah kecil serbuk belerang, yang secara praktis
mengambang diantara contoh uji dan larutan Na2PbO2, kemudian kocok
kembali selama 15 detik

Tunggu mengendap dan amati selama 2 menit.

5.4 Distilasi
a. Cara Penyiapan Peralatan

Siapkan labu distilasi volume 125 ml. Bila labu kotor (ada karbon residu) pada
bagian dasar labu bersihkan dengan cara dibakar dengan nyala api burner

Siapkan termometer (ASTM 7 °C atau ASTM 8 °C) sesuai dengan contoh yang
akan diuji.

Siapkan penyangga labu, dengan ukuran yang sesuai dengan contoh yang akan
diuji. Dan pasang pada alat pemanas.
− Untuk contoh group 1 dan 2, diameter lobang 38 mm.
− Untuk contoh group 3 dan 4, diameter lobang 50 mm

Siapkan gelas ukur bersih dan kering dengan skala 0 s/d 100 mL

Bak kondensor diisi air, suhunya diatur sesuai jenis contoh yang akan diuji.
− contoh group 1, 2 dan 3 bak kondensor diisi air (suhu 0 s/d 5°C).
− contoh group 4, bak kondensor diisi air panas (suhu 0 s/d 60 °C).
Bersihkan /hilangkan cairan pada tabung kondensor dengan cara mengelap /
menyerap dengan kolok yang diberi kain.
b. Cara Pemasangan Peralatan
Pasang thermometer serapat mungkin ke dalam labu distilasi yang berisi
contoh. Atur posisi termometer, dimana ujung bulb dari thermometer berada
sejajar dengan lubang keluarnya uap.

Pasang labu distilasi yang berisi contoh, sehingga ujung labu masuk ke dalam
tabung kondensor serapat mungkin. Posisi labu tegak sehingga pipa uap labu
masuk ke dalam tabung kondensor dalam jarak 1 s/d 2 inchi

Naikkan dan atur penyangga labu hingga pas dengan dasar labu distilasi.

c. Langkah Kerja Pengujian

Ukur contoh 100 mL menggunakan gelas ukur 100 mL, tuangkan ke dalam
labu distilasi dan pasang thermometer yang sesuai.

Pasang gelas ukur 100 mL pada ujung kondensor sebagai penampung


kondensat

Nyalakan pemanas dan atur kecepatannya sehingga mencapai IBP (initial


boiling point):
• Untuk grup 1 s/d 3 dalam waktu 5 – 10 menit.
• Untuk grup 4 dalam waktu 5 – 15 menit.

Atur pemanasan dari IBP sampai 5 % volume dalam waktu 60 – 70 detik atau
dengan kecepatan tetesan 4 – 5 mL / menit. Setelah IBP terbaca, gelas ukur
digeser sehingga ujung kondensor menempel dinding gelas.
Baca dan catat suhu setiap kenaikan 10 % volume
Atur pemanasan sehingga dari 95 % volume sampai FBP (final boiling point)
waktunya 3 – 5 menit. FBP adalah suhu tertinggi yang terbaca saat uji distilasi.

Setelah FBP tercapai, matikan pemanas dan labu dibiarkan dingin kemudian ukur
volume residu

Hitung % volume Losses dengan formula:


Losses, % vol. = 100 mL – (Total Recovery + Residu) mL

5.5 Copper Strip Corrosion


a. Persiapan Copper Sripp

Bersihkan dengan cara menggosok ke enam sisi Lempeng Tembaga (Copper


Strip) menggunakan silikon carbide grit paper, kemudian dicuci dengan iso
oktana.

Gosok lagi dengan serbuk silikon carbide (150 mesh) diatas permukaan
pelat yang bersih dengan alas kain katton yang telah dibasahi dengan beberapa
tetes iso oktana. Selama membersihkan Copper pakailah penjepit stainless steel
dan jaga jangan sampai tersentuh jari tangan.

b. Langkah Kerja

Masukkan 30 ml contoh kedalam test tube.


Masukkan Lempeng Tembaga (Copper Strip) yang telah dibersihkan kedalam
test tubu yang telah berisi contoh.

Rendam test tube berisi contoh dan Lempeng Tembaga pada water bath yang
telah diatur suhunya sesuai jenis contoh yang diuji. Lamanya perendaman
sesuai dengan contoh yang diuji. (50 °C selama 3 jam, kecuali Aviation Fuel
100 °C selama 2 jam

Setelah waktunya tercapai, angkat test tube dari water bath

Kosongkan test tube dari contoh uji, kemudian dengan menggunakan penjepit,
angkat Lempeng Tembaga dan cuci dengan iso oktana, lalu keringkan.
Laporkan nomor warna Copper Strip setelah dibandingkan warnanya terhadap
Copper Strip Color Standard

Laporkan nomor warna Copper Strip setelah dibandingkan warnanya terhadap


Copper Strip Color Standard

Ⅵ. Hasil Praktikum
5.1. Density
Density Pertalite Keterangan
715-770 kg/m³ ON SPEC
5.2. Reid Vapour Pressure
Waktu (Menit) Sampel Sampel Keterangan
pertamax suhu pertamax
dingin (Kpa) kondisi
standar (Kpa)
30 60 44 Off spec
5 63 46 Off spec
5 63 46 Off spec

5.3. Doctor Test


Sampel yang diuji Keterangan
Pertalite ON SPEC

5.4 Distilasi
Volume Suhu °C
10 ml 57
20 ml 64
30 ml 70
40 ml 75
50 ml 105
60 ml 108
70 ml 124
80 ml 143
90 ml 173
FBP 186

5.5 Copper Strip Corrosion


Bahan Hasil Pengujian Keterangan
Pertalite (Slight Tarnish) 1a ON SPEC

Ⅶ. Tugas

Lakukan pengujian pada parameter uji Density dan Destilasi sertakan data untuk
perhitungan berat molekul KUOP dan Kwattson
Jawab:

p . R .T
Berat Molekul =
p

= 0,729 x 0,082 x 299,15

= 17,88

T 10 %+T 30 %+T 50 %+T 70 % +T 90 %


Tb = ( )
5

529
=
5

= 105,8 °C

= 682,11 Rankine

Kuop =

3 Tb
SG 60/60

=
√682,1
0,739

8 , 80275
=
0 , 739

= 11,91

Kuop = 11,5-12,1 maka jenis Crude campuran

Ⅷ. Analisis
7.1 Density
Pada praktikum kali ini yaitu Density/Spesific gravity, percobaan ini dilakukan
dengan memasukkan contoh uji ke dalam gelas silinder dan dimasukkan hydrometer
yang sesuai sampai hydrometer tersebut mengapung kemudian hasil yang terbaca
dicatat. Dan hasil yang kami dapat spec density pertalite 715-770 kg/m³ sedangkan
untuk sg 60/60 pada standar 0,739 pada suhu awal 80°F dan suhu akhir 80°F dan
°APInya 59,79 karena sesuai spesifikasi dirjen migas maka dapat dikatakan hasil
praktikum kami Onspec karena kami telah melakukan prosedur dengan baik dan
sesuai
Pada pengujian density, setidaknya kami menggunakan alat ukur density dan
alat ukur suhu. Alat ukur density disebut hydrometer dan alat ukur suhu disebut
thermometer

7.2 Reid Vapour Pressure


Pada praktikum RVP atau Reid Vapour Pressure ASTM D-323, Reid Vapour
Pressure adalah tekanan uap (Vapor Pressure). Semakin besar rvp suatu sample
menunjukkan bahwa sample tersebut semakin mudah mengguap, Rvp dijadikan
sebagai acuan utama dari tingkat volatilitas suatu produk hidrokarbon.

ASTM D-323 adalah metode pengujian yang meliputi prosedur penentuan


tekanan uap dari bensin, minyak mentah yang mudah menguap dan produk-produk
minyak yang mudah menguap dan produk-produk minyak yang mudah menguap
lainnya Reid Vapour Pressure adalah tekanan uap (vapor pressure) liquid pada 100°F
dalam ukuran absolut (absolute vapour pressure)

Pertukaran kalor antara udara di dalam chamber dengan udara luar akan
menyebabkan produk minyak bumi yang volatil akan menguap. Semakin lama produk
minyak bumi terpapar udara di luar chamber, akan semakin banyak produk minyak
bumi yang menguap. Hal ini akan memengaruhi pembacaan pada alat percobaan RVP.

Faktor yang mempengaruhi akurasi pada pembacaan RVP, Yang memengaruhi


akurasi pada percobaan RVP adalah keahlian dari setiap individu. Dengan mengikuti
prosedur yang telah dituliskan dalam ASTM D323-15a, faktor keahlian individulah
yang menjadi faktor utama yang mempengaruhi akurasi pembacaan RVP dan hasil
praktikum yang kami dapatkan ialah 45-60 Kpa belum sesuai standar spesifikasi dirjen
migas kemungkinan terkontaminasi udara dan karena itulah kami rasa kami mendapat
hasil Off Spec atau tidak sesuai spesifikasi Dirjen Migas

Apa yang akan terjadi jika kami melakukan prosedur RVP diluar rentang
tekanan uap dari produk minyak bumi, Pembacaan RVP tidak dapat dilakukan. Karena
setiap prosedur memiliki objek dengan rentang tekanan uap yang berbeda, maka
percobaan pembacaan RVP harus mengikuti prosedur yang sesuai agar mendapatkan
hasil yang sesuai.

7.3 Doctor Test


Pengujian doctor test ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya senyawa merkaptan dalam produk migas berupa bahan bakar minyak. Salah
satu bahan bakar minyak tersebut adalah Pertalite. Senyawa merkaptan ini sangat
merugikan karena dapat menimbulkan korosif, warna gelap, bau, dan emisi beracun
sulfur disulfida saat digunakan. Pada pengujian doctor test, diawali dengan
pengambilan sampel berupa pertalite. Kemudian, ke dalam gelas ukur dicampurkan 10
mL sampel dan 5 mL Natrium plumbite. Labu takar ditutup dan dilakukan
pengocokoan selama 15 detik. Natrium plumbite merupakan larutan yang tidak larut
dalam minyak. Oleh karena itu, pengocokan dilakukan agar senyawa ini diharapkan
dapat terdispersi merata di dalam sampel sehingga mampu mengikat hidrogen sulfida
(H₂S) atau merkaptan dalam minyak.

7.4 Distilasi
Pada praktikum kali ini yaitu Distilasi ASTM-86 dengan sampel pertalite,
Metode destilasi ini digunakkan untuk menguji motor gasoline, aviation gasoline,
avitiation turbine, naphta, kerosine, diesel, distillate fuel oil, dan produk-produk
serupa

Dari hasil praktikum dari hasil produk yang dilakukan distilasi IBP yang
didapat adalah 42 °C dan FBPnya adalah 215 °C, pada proses destilasi yang dilakukan
yang telah dipraktikan dihasilkan volume recovery 93 ml dari 100 ml sampel dan
residu 1,3 ml serta losses 5,7 ml

Jika produk memiliki IBP dan FBP tidak sesuai dengan spesifikasi, baik
kurang atau lebih dari spesifikasi, jika FBP dan IBP melebihi spesifikasi maka sampel
telah terkontaminasi oleh fraksi berat sehinggan menyebabkan FBP dan IBP sampel
melebihi spesifikasi. Sedangkan jika FBP dan IBP kurang dari spesifikasi. Contoh jika
FBP pada sampel pertamax memiliki spesifikasi (maksimal 215 °C) maka sampel
tersebut tidak memenuhi spesifikasi (Off Spec). Pengaruh produk jika Off Spec adalah
sampel pertalite tidak layak digunakkan dan untuk sampel pertalite jika Off Spec maka
tidak dapat menaikkan angka RON.

Penyebab adanya losses diakibatkan karena adanya hasil yang ada menguap
terjebak di dalam pipa kondensor atau masih terbentuk uap walaupun sudah melalui
kondensor sehingga terlepas ke lingkungan dan jika losses kebanyakan kemungkinan
terlalu banyak fraksi ringan atau alatnya rusak karena terlalu lama sehingga kinerjanya
semakin memburuk atau suhunya terlalu tinggu ini sangat merugikan jika losses
semakin besar dan untuk residu kalau terlalu banyak maka akan memperlihatkan
banyaknya fraksi berat tapi tergantung presentasenya kalau residu melebihi 60 maka
kemungkinan FBP mengikuti residunya begitupun sebaliknya tapi masih dalam teori,
residu diakibatkan adanya bagian fraksi atau zat yang tidak dapat menguap dalam
rentang suhu yang berada di IBP (Initial Boiling Point) dan FBP (Final Boiling Point)
dimana IBP adalah pembacaan thermometer pada waktu tetesan pertama kondensat
jatuh dari ujung tabung kondensor dan untuk FBP adalah pembacaan thermometer
paling tinggi atau maksimal yang diperoleh selama pemeriksaan

IBP juga berkaitan dengan titik didih, kalau fraksi ringan atau titik didihnya
tinggi maka IBPnya juga tinggi dan untuk residu, residu adalah sisa-sisa yang tidak
teruapkan saat pengujian, sedangkan losses merupakan minyak yang menguap tetapi
tidak terkondensasi (menguap ke udara).

7.5 Copper Strip Corrosion


Pengukuran cooper strip corrosion ASTM D-1838 merupakan pengujian untuk
mendeteksi tingkat korosi pada suatu logam atau pada praktikum kali ini dengan
menggunakan tembaga yang diuji menggunakan produk – produk minyak bumi.
Produk minyak bumi yang diatur oleh standard ini meliputi aviation gasoline, aviation
turbine fuel, automotive gasoline, natural gasoline atau produk lainnya yang memiliki
RVP tidak lebih besar dari 18 psi (124 kPa), cleaners solvent, kerosene, diesel fuel,
distillate fuel oil dan lubricating oil atau produk sejenis lainnya.

Analisa Hasil Praktikum Berdasarkan hasil uji yang telah kelompok kami
lakukan, didapatlah data serta sudah didapatkan data spesifikasi dari produk. Dari
table spesifikasi diketahui bahwa nomor korosi adalah pada nomor 1a (Slight Tarnish)

Hal ini bisa dipengaruhi oleh keberadaan asam atau suatu senyawa yang
mengandung sulfur didalam produk pertalite. Ketika suatu produk mempunyai tingkat
kandungan sulfur yang tinggi dapat menyebabkan masalah diantaranya adalah korosi
bahan non ferrous seperti tembaga, seng, kuningan dan perunggu yang ada di dalam
mesin. Berdasakan data yang sudah didapatkan, menyatakan bahwa produk yang
digunakan sample memiiki warna pada rentang 1a (Slight Tarnish), yang menandakan
bahwa produk pertalite yang diuji telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan
atau on spec. Dikatakan on spec dikarenakan, nilai maksimum pada spesifikasi pada
nomor 1. Artinya, jika warna masih di rentang 1A atau 1B, maka produk tersebut
dinyatakan on spec dan dapat dikatakan jika kandungan sulfur yang terkandung tidak
banyak, maka dapat dikatakan kami melakukan praktikum sesuai prosedur dengan
baik.
Ⅸ. Penutup
8.1 Density

Kesimpulan

Pertalite yang diuji masih masuk dalam spesifikasi atau onspec karena masih
masuk dalam range density bahan bakar minyak jenis pertalite yang ditentukan, yang
dikeluarkan oleh Dirjen Migas

Saran

 Ikuti semua aturan yang berlaku di laboratorium agar proses praktikum berjalan
dengan lancer.

 Menentukan skala pembacaan pada hydrometer maupun thermometer dengan tepat


dan teliti.

8.2 Reid Vapour Pressure

Kesimpulan

 Pertalite yang diuji dengan alat Rvp tidak masuk dalam spesifikasi atau Off Spec,
karena kemungkinan telah terkontaminasi udara sehingga mempengaruhi suhu dan
pembacaan nilainya tidak akurat karena suhu yang berubah-ubah

Saran

 Membaca dan menentukan tekanan uap yang ditunjukan oleh manometer saat
percobaan dengan cermat, teliti dan tepat

 Mengulangi percobaan sampai tekanan uap yang ditunjukkan oleh manometer


stabil.

8.3 Doctor test

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, kami dapat menyimpulkan


bahwa sampel berupaa pertalite yang tersedia di dalam Lab. Minyak Bumi PEM
Akamigas telah sesuai dengan spesifikasi standar mutu uji atau onspec untuk doctor
test. Sampel yang diujikan terbebas dari senyawa hidrogen sulfida (H2S) dan
merkaptan (RSH).

Saran
Adapun saran saat melakukan praktikum ini adalah sebaiknya sebelum praktikum
dimulai, praktikan telah membaca prodesur kerja. Selain itu, lakukan praktikum
dengan hati-hati dan teliti.

8.4 Distilasi

Kesimpulan

Dari pengamatan yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut :

 Initial Boiling point (IBP) pada minyak pertalite terjadi pada suhu 42 °C dan Final
Boiling Point (FBP) pada suhu 215 °C

 Volume recovery yang hasilkan pada proses distilasi minyak pertalite adalah 93 mL
danVolume Residu 1,3 mL serta losses 5,7 mL

Saran

Sebelum dilakukan pengujian sebaiknya bersihkan dulu kondensor agar efisiensi kerja
pengembunan berjalan baik sehingga proses distilasi tidak terganggu. Hati-hati saat
pengujian telah selesai dilakukan karena labu distilasi terkadang masih panas.

8.5 Copper strip

Kesimpulan

Warna awal copper yaitu freshly polished dan setelah diuji, warna copper
berubah menjadi slight tarnish 1a, menurut ASTM copper strip corrosion standards.

Saran

Praktikan harus melaukan praktikum sesuai prosedur agar hasil praktikum


yang didapatkan sesuai

Ⅹ. Daftar Pustaka
Willard W. Pulkrabek; 2003. .Engineering Fundamentals Of Internal Combuction; 2nd
edition; Prentice Hall,.

Moran, Michael J, and Shapiro N. Howard. 2004.Termodinamika Teknik Jilid 2, Edisi


keempat, Jakarta:Erlangga
Wiranto, Arismunandar. 1983. Penggerak Mula

ⅩⅠ. Lampiran
10.1 Density

10.2 Reid Vapour Pressure

10.3 Doctor Test

10.4 Distilasi
10.5 Cooper Strip

Anda mungkin juga menyukai