Anda di halaman 1dari 18

Pedoman Praktikum Emisi Gas Buang Kendaraan

Disusun oleh:
Arif Susanto

Pendidikan Teknik Otomotif


Universitas Muhammadiyah Purworejo
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmad hidayah
yang diberikanNYA maka penulisan buku modul Pedoman Praktikum Emisi Gas
Buang Kendaraan” ini dapat terselesaikan. Modul praktikum ini merupakan
pedoman penggunaan alat uji emisi gas buang kendaraan yang menjadi salah
satu item dalam mata kuliah Pengendalian Polusi Kendaraan. Kinerja suatu mesin
pembakaran dalam umumnya diuji menggunakan engine dynamometer, namun
bisa juga dilakukan dengan menganalisis gas buang hasil pembakarannya.
Komposisi gas buang kendaraan bisa menjelaskan proses pembakaran yang
terjadi di ruang mesin, sehingga bisa juga digunakan untuk memperkirakan
kinerja pembakaran oleh mesin tersebut. Praktikum emisi gas buang mulai
dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2019/2020. Diktat ini masih bisa
disempurnakan lebih jauh, khususnya mengenai detail analisis komponen gas
buangnya. Pengembangan itu masih memerlukan jam terbang penggunaan alat
ukur emisi yang cukup banyak sehingga akan dilakukan dengan berjalannya
waktu pengujian berkelanjutan yang dilakukan di laboratorium baik dalam
kegiatan praktikum maupun penelitian yang terkait dengan bahan bakar dan
pembakaran. Kami berharap dapat melaksanakan pembaruan dalam waktu dekat
di masa mendatang. Kami berterima kasih kepada dosen-dosen dalam tim
praktikum dan kepada pihak program studi yang telah membantu penerbitan
modul ini. Terakhir, semoga modul ini memberi manfaat terutama mempermudah
mahasiswa dalam melaksanakan praktikum dan pembuatan laporan.

Purworejo, 23 Maret 2020


Dosen pengampu,

Arif Susanto
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kendaraan telah menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dari
kegiatan seluruh lapisan masyarakat. Kendaraan dibutuhkan untuk semua
aktivitas masyarakat baik secara individu, organisasi atau perusahaan,
maupun angkutan publik. Dengan semakin meningkatnya kemampuan
ekonomi dan mobilitas masyarakat, kebutuhan kendaraan juga semakin
meningkat, dan sebagai akibatnya jumlah kendaraan mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Keberadaan kendaraan dalam jumlah yang semakin besar
ini membawa konsekuensi yang banyak dan serius. Peningkatan jumlah
kendaraan berarti meningkatkan kebutuhan energi penggerak kendaraan,
yaitu bahan bakar. Bahkan sebagian besar konsumsi energi nasional
dikonsumsi sektor transportasi (kendaraan). Selain itu, penggunaan bahan
bakar kendaraan ini menghasilkan polusi atau emisi yang dihasilkan oleh gas
buang kendaraan.
Dampak lainnya adalah jumlah prosentase kendaraan yang terlalu
banyak dari yang seharusnya dibanding jumlah populasi penduduk, dan
dibanding panjang ruas jalan yang tersedia; sehingga mengakibatkan
kemacetan dan tidak berkembangnya layanan transportasi publik. Tentu saja
dampak positifnya juga ada, antara lain tersedianya lapangan pekerjaan dan
peningkatan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor. Polusi yang berasal
dari emisi gas buang telah lama mendapat perhatian dari pemerintah,
produsen kendaraan dan lembaga-lembaga otomotif dan lingkungan hidup
dunia. Standar emisi gas buang telah ada baik pada level lokal, nasional
maupun internasional. Tingkat polusi emisi gas buang ditentukan oleh jumlah
atau prosentase tiap komponen polutan yang dikeluarkan dari kendaraan,
antara lain CO (karbon monoksida), CO2 (karbondioksida), HC (hidrokarbon
yang tidak terbakar), NOX (nitrogen oksida), PM (particulate matter).
Perkembangan teknologi mesin kendaraan semakin maju sehingga
menghasilkan emisi gas buang yang semakin rendah. Hal ini sejalan dengan
standar emisi gas buang yang semakin ketat. Berbagai standar emisi gas
buang dikeluarkan oleh institusi lingkungan atau transportasi atau lembaga
energi diberbagai negara. Di Indonesia, standar emisi gas buang
diterbitkankan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Banyak parameter yang
mempengaruhi kadar emisi gas buang kendaraan antara lain: sesesuaian
bahan bakar dengan spesifikasi mesin, kondisi lingkungan saat berkendara,
gaya mengemudi, setelan mesin, dsb. Emisi gas buang secara tidak langsung
juga bisa digunakan untuk memperkirakan (assessment) kondisi pembakaran
dalam ruang bakar/mesin. Misalnya, kadar CO yang tinggi menunjukkan
bahwa jumlah bahan bakar yang terbakar secara tidak sempurna juga tinggi,
dan itu merupakan kondisi pembakaran yang kurang baik. Selanjutnya bisa
dievaluasi hal-hal apa yang menyebabkan hasil tersebut.
Praktikum Emisi Gas Buang ini akan menguji mesin bensin matik pada
kondisi Netral (N) dan Driving (D) pada kecepatan putaran mesin (rpm) yang
bervariasi untuk mengetahui kadar gas buang yang dihasilkan pada berbagai
kecepatan mesin dan membahas dan menghubungkan hasil tersebut dengan
kondisi pengoperasian mesin dan mengkaji kaitannya dengan kondisi
pembakaran di dalam mesin.
1.2. Permasalahan
a. Bagaimana trend perubahan emisi gas buang pada berbagai kecepatan
putaran mesin dalam posisi Netral (D) dan Driving (D)?
b. Apa makna dari penurunan atau peningkatan tiap elemen emisi gas
buang, dalam kaitannya dengan proses pembakaran di dalam mesin?
c. Apakah emisi gas buang yang dihasilkan memenuhi ambang batas yang
ditentukan oleh peraturan yang berlaku?
d. Bagaimana perubahan nilai lambda   selama pengujian? Apa makna dari
perubahan nilai lambda   tersebut?
e. Bagaimana perubahan temperatur gas buang dalam berbagai kecepatan
putaran mesin yang diuji?
1.3. Tujuan
a. Memahami trend perubahan emisi gas buang dalam kaitannya dengan
kecepatan putaran mesin.
b. Memahami kaitan perubahan nilai tiap elemen emisi gas buang (CO, CO2,
HC) dengan proses pembakaran dalam mesin.
c. Mengetahui kadar emisi gas buang dalam kaitan dengan standar/ambang
batas yang berlaku.
d. Memahami kaitan nilai lambda   dengan rasio udara-bahan bakar (AFR)
dalam proses pembakaran.
e. Mengetahui pengaruh kecepatan putaran mesin terhadap temperatur gas
buang dan kaitannya dengan proses pembakaran di dalam mesin.
1.4. Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui perubahan emisi gas buang kendaraan
dalam berbagai kondisi pengoperasian (penggunaan) kendaraan.
b. Mahasiswa dapat menilai kadar emisi gas buang dalam kaitannya dengan
ambang batas yang berlaku.
c. Mahasiswa bisa mengaitkan kadar emisi gas buang dengan proses
pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar.
d. Mahasiswa dapat memahami kondisi pembakaran kaya atau miskin, dan
dampaknya terhadap kadar emisi gas buang.
e. Mahasiswa dapat memahami parameter-parameter dan kondisi
pembakaran dan pengoperasian kendaraan yang mempengaruhi emisi
gas buang yang terjadi.
BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1 Pengantar Pembakaran


Mesin pembakaran internal bertenaga bensin mengambil udara dari
atmosfer dan bensin, bahan bakar hidrokarbon, dan melalui proses
pembakaran melepaskan energi kimia yang tersimpan dalam bahan bakar.
Dari total energi yang dilepaskan oleh proses pembakaran, sekitar 20%
digunakan untuk menggerakkan kendaraan, sisanya 80% hilang gesekan, drag
aerodinamis, operasi aksesori, atau hanya terbuang sebagai panas ditransfer
ke sistem pendingin. Mesin bensin modern sangat efisien dibandingkan
dengan pendahulunya dari tahun 60-an dan awal 70-an akhir ketika kontrol
emisi dan penghematan bahan bakar pertama kali menjadi perhatian utama
dari insinyur otomotif.
Secara umum, lebih efisien mesin menjadi, semakin rendah emisi gas
buang dari knalpot. Namun, sebersih mesin beroperasi sekarang, standar
emisi gas buang terus digencarkan. Teknologi untuk mencapai target emisi
selalu pengetatan ini telah menyebabkan sistem yang canggih tertutup mesin
kontrol loop digunakan pada kendaraan Toyota saat ini. Dengan kemajuan
dalam teknologi datang penekanan peningkatan pada pemeliharaan, dan
ketika mesin dan emisi sistem kontrol gagal untuk beroperasi seperti yang
dirancang, diagnosis dan perbaikan.
2.2 Memahami Proses Pembakaran
Untuk memahami bagaimana untuk mendiagnosa dan memperbaiki
sistem kontrol emisi, yang pertama harus memiliki pengetahuan tentang
kimia pembakaran dasar yang berlangsung di dalam mesin. Itulah tujuan dari
bagian program. Bensin dibakar di mesin mengandung banyak bahan kimia,
namun, terutama terdiri dari hidrokarbon (juga disebut sebagai HC.
Hidrokarbon adalah senyawa kimia terdiri dari atom hidrogen yang secara
kimia ikatan dengan atom karbon. Ada berbagai jenis senyawa hidrokarbon
ditemukan dalam bensin, tergantung pada jumlah atom hidrogen dan karbon,
dan cara atom-atom ini terikat. Di dalam mesin, hidrokarbon dalam bensin
tidak akan terbakar kecuali mereka dicampur dengan udara. Di sinilah kimia
pembakaran dimulai. Air terdiri dari sekitar 21% oksigen (02), 78% nitrogen
(N2), dan jumlah menit gas inert lainnya.

Gambar 2.1 Atmospheric Make-Up


Hidrokarbon dalam bahan bakar biasanya bereaksi hanya dengan
oksigen selama proses pembakaran untuk membentuk uap air (H2O) dan
karbon dioksida (CO2), menciptakan efek yang diinginkan dari panas dan
tekanan dalam silinder. Sayangnya, di bawah kondisi operasi mesin tertentu,
nitrogen juga bereaksi dengan oksigen membentuk nitrogen oksida (NOx),
kriteria udara polutan.

Gambar 2.2 Components of Basic Combustion


Rasio udara untuk bahan bakar memainkan peran penting dalam efisiensi
proses pembakaran. rasio udara / bahan bakar yang ideal untuk emisi optimal,
ekonomi bahan bakar, dan performa mesin yang baik adalah sekitar 14,7 pon
udara untuk setiap satu pon bahan bakar. Ini "ideal rasio udara / bahan bakar"
disebut sebagai stoikiometri, dan target bahwa sistem kontrol bahan bakar
umpan balik terus menembak. Pada rasio udara / bahan bakar lebih kaya dari
stoikiometri, ekonomi bahan bakar dan emisi akan merugikan. Pada rasio
udara/ bahan bakar lebih ramping dari pada stoikiometri, listrik, driveability
dan emisi akan membiarkan.
2.3 Kondisi Pembakaran "Ideal"
Dalam mesin beroperasi dengan sempurna dengan kondisi pembakaran
yang ideal, reaksi kimia berikut akan terjadi: Hidrokarbon akan bereaksi
dengan oksigen untuk menghasilkan uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2)
Nitrogen (N2) akan melewati mesin tanpa dipengaruhi oleh proses
pembakaran. Pada dasarnya, hanya unsur berbahaya akan tetap dan
memasuki atmosfer. Meskipun mesin modern menghasilkan tingkat emisi
yang jauh lebih rendah dari pendahulu mereka, mereka masih bergantung
pada produk yang menghasilkan beberapa tingkat output emisi berbahaya.

Gambar 2.3 Components of Basic Combustion


2.4 Siklus Pembakaran Empat Langkah
Selama Intake Stroke, udara dan bahan bakar bergerak ke daerah
tekanan rendah yang diciptakan oleh piston bergerak turun dalam silinder.
Sistem injeksi bahan bakar telah dihitung dan disampaikan jumlah yang tepat
dari bahan bakar ke silinder untuk mencapai 14,7-1 rasio dengan udara yang
masuk silinder. Saat piston bergerak ke titik mati atas selama stroke kompresi,
peningkatan tekanan cepat terjadi di hearts silinder, menyebabkan campuran
udara /bahan bakar untuk panas. Selama waktu ini, properti antiknock atau
reting oktan bahan bakar sangat penting dalam mencegah bahan bakar dari
pemicu sepontan(meledak). Campuran superheated yang tepat sekarang ini
adalah yang utama untuk pengapiaan sebagai pendekatan piston ke Top
Dead Center.

Gambar 2.4 Intake and Compression Stroke


Tepat sebelum piston mencapai pusat mati atas untuk memulai Power Stroke,
busi membakar campuran udara / bahan bakar di ruang bakar, menyebabkan
api depan untuk mulai menyebar melalui campuran.
Selama pembakaran, hidrokarbon dan oksigen bereaksi, menciptakan
panas dan tekanan. Idealnya, tekanan maksimum dibuat piston adalah sekitar
8 sampai 12 derajat terakhir atas akhir crankshaff untuk menghasilkan
kekuatan yang paling di atas piston dan daya pancar yang paling melalui
poros engkol. Pembakaran oleh produk akan terdiri dari uap air dan karbon
dioksida jika campuran dan percikan pada waktu yang tepat. Setelah
campuran telah dibakar dan piston mencapai titik mati bawah, Exhaust Stroke
dimulai sebagai katup buang terbuka dan piston mulai kembalinya ke pusat
mati atas. Uap air, karbon dioksida, nitrogen, dan sejumlah polutan yang tidak
diinginkan didorong keluar dari silinder ke dalam sistem pembuangan.

Gambar 2.5 Power and exhaust Stroke


2.5 Emisi Pembuangan yang Berbahaya
Seperti yang diberitahu sebelumnya, bahkan yang paling modern, mobil
berteknologi maju tidak “sempurna”; mereka tetap memproduksi beberapa
tingkatan emisi gas buang yang berbahaya. Ada beberapa keadaan di dalam
ruang pembakaran yang mencegah terjadinya pembakaran sempurna dan
menyebabkan reaksi kimia yang tak diinginkan. Berikut beberapa contoh dari
emisi gas buang yang berbahaya dan penyebabnya.

Gambar 2.6 Exhaust Emissions


2.6 Emisi Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon adalah, cukup sederhana, bahan bakar mentah yang tidak
terbakar. Ketika pembakaran tidak terjadin sama sekali, seperti dengan
kemacetan, hidrokarbon dalam jumlah besar terpancarkan dalam ruang bakar.
Hidrokarbon dalam jumlah yang sedikit terbentuk dari mesin bensin karena
designya. Sebuah proses normal yang disebut pendinginan dinding terjadi
sebagai bagian depan api pembakaran ke dinding dingin relative dari ruang
bakar. Pendinginan ini memadamkan api sebelum semua bahan bakar
sepenuhnya terbakar, meninggalkan sejumlah kecil dari hidrokarbon
terdorong keluar dari katup pembuangan.

Gambar 2.7 Quenching


Penyebab lain dari berlebih nya emisi hidrokarbon terkait pada pengotor
ruang pembakaran. Karena pengotor karbon ini berpori, hidrokarbon tertekan
kedalam pori poriberlangsung, bahan bakar ini tidak terbakar, namun, pada
saat piston memulai fase pembuangan, hidrokarbon ini terlepas kedalam
aliran pembuangan.
Penyebab yang paling umum dari berlebihnya emisi hidrokarbon adalah
macet yang terjadi karena penyalaan, pengaliran bahan bakar, atau
masalah-masalah induksi udara. Tergantung pada sebagaimana parah
kesalahan, tidak memadainya percikan atau sebuah campuran yang tidak
dapat mengalami pembakaran (terlalu banyak atau terlalu sedikit) akan
menyebabkan peningkatan hidrokarbon yang derajatnya bervariasi. Sebagai
contoh, keseluruhan sebuah kemacetan karena kabel busi yang korslet akan
menyebabkan peningkatan hidrokarbon meningkat sangat tinggi. Sebaliknya,
sedikit kemacetan karena udara yang salah memasuki mesin, akan
mengakibatkan hidrokarbon meningkat hanya sedikit. Kelebihan hidrokarbon
dapat juga terpengaruh dari temperature campuran udara/bahan bakar pada
saat memasuki ruang pembakaran. Terlalu rendahnya asupan termperatur
udara bias menyebabkan campuran bahan bakar dan udara yang buruk,
mengakibatkan kemacetan parsial.

Gambar 2.8 Effects of A/F Ratio on Exhaust HC


2.7 Emisi Karbon Monoksida
Karbon Monoksida adalah hasil dari pembakaran yang tidak sempurna
dan pada dasarnya sebagian adalah bahan bakar yang terbakar. Jika
campuran udara/bahan bakar tidak memiliki oksigen yang cukup pada saat
pembakaran, itu akan membuat pembakaran oksigen, adanya oksigen yang
cukup untuk memenuhi proses oksidasi atom karbon menjadi karbon dioksida
pada saat itu. Pada saat atom carbon berikatan dengan satu atom oksigen,
maka terbentuklah karbon monoksida (CO).

Gambar 2.9 Oxygen Starved Combustion


Sebuah pembakaran dengan lingkungan yang kekurangan oksigen
terjadi merupakaran hasil dari rasio udara / bahan bakar yang lebih kaya dari
stokiometri (14.7 to 1). Ada beberapa mesin beroperasi saat ini terjadi secara
normal. Sebagai contoh, pada saat operasi dingin, pemanasan, dan
penyuburan tenaga. Oleh karena itu normal jika konsentrasi yang lebih tinggi
dari karbon monoksida untuk diproduksi pada saat operasi dengan kondisi
seperti ini. Penyebab dari terlalu banyaknya karbon monoksida termasuk
injector yang bocor, bahan bakar dengan tekanan tinggi, putaran control yang
salah atau tidak seharusnya, dan lain lain.

Gambar 2.10 Effects of A/F Ratio on Exhaust CO


2.8 Emisi Nitrogen Oksida (NOx)
Pada saat mesin dalam kondisi panas atau dalam perjalanan, akan
sangat sedikit karbon monoksida yang di produksi karena adanya kandungan
oksigen yang cukup untuk membentuk oksidasi dari Nitrogen (NOx).
Meskipun ada berbagai macam bentuk dari emisi berdasarkan nitrogen yang
meliputi oksidasi dari Nitrogen (NOx), nitric oksida (NO) membuat mayoritas,
sekitar 98% dari semua emisi NOx diproduksi dari mesin.

Gambar 2.11 High Temperature Combustion


Secara umum, kandungan NOx terbesar diproduksi pada saat moderat
untuk beban berat saat pembakaran bertekanan dan tempertur tertingginya.
Namun, jumlah NOx yang sedikit juga dapat diproduksi selama perjalanan
dan beban yang ringan, operasi throttle kecil. Penyebab umum dari terlalu
banyaknya NOx termasuk kesalahan system operasi EGR, udara yang
tipis/campuran bensin, asupan udara bertemperatur tinggi, mesin yang terlalu
panas, terlalu banyaknya percikan, dan sebagainya.

Gambar 2.12 Effects of A/F Ratio on Exhaust NOx


2.9 Campuran Udara/Bahan Bakar dan Emisi Gas Buang yang Terjadi
Dapat dilihat pada grafik diatas, tingkat HC dan CO relative rendah dekat
dengan teori ideal 14.7 untuk 1 udara/ratio bahan bakar. Ini memperkuat
kebutuhan memelihara kontrol campuran udara/ bahan bakar yang ketat.
Namun, produksi NOx sangat tinggi hanya sedikit tipis dari jarak campuran
ideal ini. Hubungan terbalik antara produksi HC/CO dan produksi NOx
menunjukan adanya masalah pada saat mengatur total emisi pengeluaran.
Karena hubungan ini, kalian bias mengerti kompleksnya mengurangi ketiga
emisi ini pada waktu bersamaan.
BAB III
PROSEDUR PRAKTIKUM

Langkah-langkah pengambilan data emisi gas buang:


1. Hidupkan mesin Toyota yang akan di uji selama 5-10 menit.

Mesin Toyota Bensin


2. Persiapkan alat uji emisi Stargas 898. Hidupkan Stargas 898, tunggu sampai
proses warming-up selesai.

Stargas 898
3. Pasang “sampling probe” (pengambil/pengukur sampel gas buang) dan
“temperature probe” (pengukur temperatur) seperti gambar di bawah ini pada
saluran pembuangan gas buang mesin (exhaust, knalpot).
# Pemasangan kedua alat ini jangan sampai menutup saluran gas buang.

Sampling probe Temperature probe


4. Monitor Stargas 898 akan menampilkan menu seperti di bawah ini.
Tekan tombol enter, maka pilih menu “Gas analysis” → Measurement →
Standard Measurement.

6. Pengukuran gas buang oleh Stargas 898 dimulai. Amati data pertama, mesin
dalam kondisi Netral (N) dan idle. Lihat dan catat nilai putaran mesin (rpm)
pada dashboard mesin Hyundai. Jika kadar gas buang yang ditampilkan pada
monitor Stargas 898 sudah tidak terlalu berfluktuasi (masih berubah-ubah
namun perubahannya kecil); tekan tombol “Print” untuk mendapatkan
print-out data pengujian anda.

# Jika kertas print kosong atau Stargas 898 tidak bisa melakukan pencetakan,
catat data gas buang yang ditunjukkan pada monitor Stargas 898.
# Catat kecepatan putaran mesin (rpm) berdasar yang terlihat di dashboard
mesin (Stargas 898 juga mencatat putaran berdasar sinyal/pulsa dari baterai;
kondisi baterai dan tegangan yang diterima peralatan sangat
mempengaruhi keakuratan data yang diterima Stargas 898).
# Data-data yang dicatat meliputi: rpm, CO, CO2, HC, Temperatur gas buang,
Lambda   .
7. Ulangi pengambilan data untuk kecepatan putaran mesin 1500 rpm, 2000 rpm,
3000 rpm, dan 4000 rpm.
8. Lanjutkan pengambilan data pada posisi persnelling Driving (D) dan putaran
mesin seperti Sebelumnya.
BAB IV
PENGAMBILAN dan ANALISIS DATA

4.1. Tabel Pengambilan Data


Tabel Data

4.2. Pertanyaan/Pembahasan
1. Buat grafik trend perubahan emisi masing-masing komponen gas buang
dengan perubahan putaran mesin. Berikan ulasan/pembahasan tentang hal
tersebut!
2. Apa makna dari peningkatan atau penurunan nilai CO? Apa hubungan kadar
CO dalam gas buang dengan kondisi pembakaran dalam mesin/ruang bakar?
Demikian juga dengan komponen CO2, HC dan CO.
3. Hubungkan hasil emisi gas buang pengujian anda dengan nilai ambang batas
yang ditentukan oleh standar Kementrian Lingkungan Hidup, atau standar
yang lain.
4. Bagaimana nilai lambda   pada berbagai kondisi pengujian yang anda
lakukan? Apa makna nilai lambda tersebut.
5. Hubungkan nilai lambda dengan AFR (air-fuel ratio) bahan bakar bensin
(gasoline)!
6. Bagaimana trend perubahan temperatur gas buang? Apa makna perubahan
temperatur tersebut?

Anda mungkin juga menyukai