Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peranan transportasi di era globalisasi saat ini semakin vital. Sektor
Transportasi menjadi komponen utama sistem kehidupan, sistem
pemerintahan, sistem kemasyarakatan dan hal ini menyebabkan jumlah
kendaraan meningkat. Saat ini populasi kendaraan bermotor di Indonesia
per Juli 2016 adalah 124.348.224 unit dengan pertumbuhan 10 – 15 persen
(korlantas POLRI). Tingginya populasi kendaraan bermotor di Indonesia
menyebabkan berbagai dampak negatif yaitu kemacetan lalu lintas,
tingginya angka kecelakaan dan polusi udara semakin bertambah.
Jumlah populasi kendaraan yang tinggi tersebut berdampak pada
penurunan kualitas udara. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi
pencemaran udara yang berasal dari sektor transportasi mencapai 60%,
selebihnya sektor industri 25%, rumah tangga 10%, dan sampah 5%
(Saepudin dan Admono, 2005). Kendaraan bermotor yang beroperasi dijalan
akan menimbulkan emisi gas buang yang langsung dibuang ke udara bebas.
Senyawa emisi gas buang kendaraan bermotor yang berbahaya meliputi
Carbon Monoxide (CO), Sulfur Oxide (Sox), Hidrokarbon (HC), Timah (Pb),
Nitrogen Oxide (NOx), Smoke (asap dan partikel debu). Senyawa tersebut
berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Dampak yang ditimbulkan berupa
gangguan pernapasan, gangguan organ dalam seperti paru-paru hati dan
lainya, gangguan syaraf, ganguan reproduksi, menurunkan kecerdasan pada
anak serta menimbulkan kematian (A. Tri Tugaswati, 2008). Pada dasarnya
jenis bahan pencemar yang dikeluarkan semua jenis kendaraan adalah sama
hanya komposisinya yang berbeda karena perbedaan kondisi dan sistem
operasi antara mesin kendaraan yang satu dengan yang lainya. Mesin
kendaraan terbaru umumnya memiliki gas buang dengan kadar lebih rendah
dibandingkan dengan mesin kendaraan yang lebih terdahulu, hal ini karena
semakin ketatnya peraturan yang mengatur dengan tegas batasan emisigas
buang kendaraan bermotor baru sehingga mampu mendorong industri untuk
memproduksi kendaraan bermotor yang lebih ramah lingkungan. Akan tetapi
tidak semua pemilik kendaraan bermotor memiliki kesadaran terhadap
kondisi kendaraanya dan enggan untuk mengeluarkan biaya perawatan guna
mengurangi kadar emisi yang dihasilkan.

Gambar1.1 Sumber pencemaran udara dari kendaraan (swisscontact,2000)


Implikasi dari penurunan kualitas udara tersebut adalah pemerintah
melaksanakan kontrol melalui pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 133 Tahun 2015
Pasal 2 ayat (1) yaitu: Memberikan jaminan keselamatan secara teknis
terhadap penggunaan Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan dan Kereta
Tempelan di jalan, mendukung kelestarian lingkungan dari kemungkinan
pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor, Kereta
Gandengan dan Kereta Tempelan di jalan, dan memberikan pelayanan
umum kepada masyarakat. Maksud dari mendukung kelestarian lingkungan
yaitu pengujian emisi gas buang yaitu sisa hasil pembakaran bahan bakar di
dalam mesin yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin.
Pengujian emisi gas buang dibedakan menjadi dua, yaitu pengujian
emisi gas buang mesin bensin dan pengujian emisi gas buang mesin diesel.
Pada mesin bensin menggunakan alat uji CO/HC tester yaitu mengukur
kadar kandungan sisa gas buang berupa CO, CO2, HC, 02 sedangakan
mesin diesel menggunakan Diesel Smoke Tester untuk mengukur persentase
opasitas gas yang dikeluarkan.
Standar emisi mengenai ambang batas emisi gas buang diatur dalam
KMLH Nomor 5 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor tipe lama. Tujuan pemerintah akan pelaksanaan
pengujian emisi salah satunya untuk mengurangi dampak polusi terhadap
lingkungan. Selebihnya yaitu memberikan informasi kepada pemilik
kendaraan bermotor mengenai hasil dan dampak emisi dari emisi gas buang
yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor mereka.
Prosedur pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor mesin diesel
dilaksanakan sesuai standar operasional prosedur yang sesuai untuk
mendapatkan hasil uji yang valid dan dapat di pertanggungjawabkan.
Prosedur uji emisi gas buang mesin diesel berbanding lurus dengan hasil
pengujian emisi. Jika pelaksanaan pengujian sesuai prosedur, maka hasil uji
akan baik. Implikasi dari hal tersebut yaitu untuk peningkatan pelayanan
pengujian kendaraan bermotor.
Berdasarkan data UPT PKB Kabupaten Jember,pelaksanaaan pengujian
emisi gas buang mesin diesel belum optimal. Untuk itu diperlukan penelitian
dan kajian lebih mendalam terkait dengan pelaksanaan prosedur pengujian
emisi di daerah untuk mendapatkan hasil uji yang valid dan dapat
dipertanggung jawabkan, serta kajian pengaruh prosedur pengujian
terhadap hasil uji emisi gas buang mesin diesel, dengan demikian
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman pada setiap unit
pengujian kendaraan bermotor agar pelaksanaan pengujian emisi gas buang
mesin diesel menggunakan Standar Operasional prosedur.
Maka dari itu penulis menetukan judul “Pengaruh Prosedur
Pelaksanaan Pengujian Emisi Mesin Diesel Terhadap Validitas Hasil
Uji Pada PKB Kabupaten Jember”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, masalah-masalah dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Diindakasi pelaksanaan pengujian emisi gas buang kendaraan mesin
diesel belum dilaksanakan dengan baik di UPT PKB Kabupaten Jember.
2. Terdapat kendala dalam pelaksanaan pengujian emisi gas buang
kendaraan mesin diesel di UPT PKB Kabupaten Jember.
3. Prosedur pelaksanaan pengujian emisi mesin diesel mempengaruhi hasil
uji.

C. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah memfokuskan masalah
pengamatan pelaksanaan pengujian tingkat opasitas emisi gas buang mesin
diesel dengan prosedur pengujian emisi gas buang yang ditetapkan pada
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 pada lampiran
ke II tentang cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O
berpenggerak penyalaan kompresi pada sampel 83 kendaraan mesin diesel
di UPT PKB Kabupaten Jember.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pelaksanaan pengujian emisi gas buang di UPT PKB
Kabupaten Jember?
2. Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pengujian emisi mesin
diesel yang sesuai standar pelaksanaan?
3. Bagaimana pengaruh prosedur SNI pelaksanan pengujian emisi mesin
diesel terhadap hasil emisi ?

E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pengujian emisi gas buang
kendaraan bermotor mesin diesel di UPT PKB Kabupaten Jember.
2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan pengujian emisi mesin
diesel
3. Untuk mengetahui pengaruh prosedur SNI pelaksanaan pengujian emisi
terhadap hasil uji emisi gas buang mesin diesel.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi penulis
a. Untuk melatih pola pikir yang obyektif di dalam menyikapi
permasalahan yang berkaitan dengan pengujian kendaraan
bermotor.
b. Implementasi dari disiplin ilmu yang diperoleh selama di lembaga
pendidikan.
2. Manfaat bagi Unit PKB di daerah
a. Meningkatkan akuntabilitas pengujian tingkat opasitas emisi gas
buang kendaraan bermotor.
b. Masukan bagi unit pengujian di daerah mengenai mengenai
prosedur pengujian dan pengaruhnya terhadap hasil pengeluaran
tingkat opasitas gas buang mesin diesel.
c. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat berupa pelaksanaan
pengujian kendaraan bermotor yang sesuai prosedur.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Aspek Teori

1. Emisi Gas Buang


Emisi gas buang merupakan sisa hasil pembakaran mesin kendaraan
baik itu kendaraan beroda, kapal, dan pesawat terbang. Emisi gas buang
terjadi karena pembakaran yang tidak sempurna dari sistem pembuangan
dan pembakaran mesin serta lepasnya partikel-partikel karena kurang
tercukupinya oksigen dalam proses pembakaran tersebut. Zat yang
dihasilkan oleh mesin kendaraan meliputi: CO (Karbon Monoksida), HC
(Hidrokarbon), CO2 (Karbondioksida), SO2 (Sulfur Dioksida), NO
(Nitrogen Monoksida), PB (Timbal), Serta asap dan debu. (Firman
Setiawan , 2009).
Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia.
Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi
mengemudi, jenis mesin, alat pengndali emisi bahan bakar, suhu perasi
dan factor lain yang semuanya ini membuat pola emisi bahan bakar
menjadi rumit. Jenis bahan bakr pencemar yang dikeluarkan oleh
mesindengan bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya
sama saja, hanya berbada proporsinya karena perbedaan cara operasi
mesin. Secar visual selalu terlihat terlihat asap dari knalpot kendaraan
bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada
kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin. Walaupun gas buang
kendaraaan bermotor terutama terdiri senyawa yang tidak berbahaya
seperti nitrogen, karbon dioksida, dan uap air, tetapi didalammya
terkadung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang
dapat membahayakan kesehatan maupun lingkungan, bahkan percemar
yang terutama terdapat didalam gas bung kendaraan bermotor adalah
karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hidrookarbon, berbagai oksida
nitrogen, dan partikel debu Pb. Sumber:
(http://infopendidikankimia.blogspot.co.id/2016/01/dampak-emisi-gas-
buang-kendaraan.html)

2. Siklus Diesel
Siklus diesel adalah siklus teoritis utuk compression-ignition engine
atau mesin diesel. Perbedaan antara siklus diesel dan Otto adalah
penambahan panas pada tekanan tetap. Karena alasan ini siklus diesel
kadang disebut siklus tekanan tetap. Dalam diagram p-v, siklus diesel
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Siklus Diesel Diagram P-v


Proses siklus tersebut yaitu;
6-1 = Langkah hisap pada P = c (isobarik)
1-2 = Langkah kompresi, P bertambah, Q = c (isentropik)
2-3 = Pembakarn tetakanan tetap
3-4 = Langkah kerja, P bertambah, V = c
4-5 = pengleuaran kalor sisa pada V = c
5-6 = Langkah buang pada P = c
3. Opasitas
Menurut Ardi Rahim (Pengujian Emisi Gas Buang Pada Mesin Diesel
yang mengunakan bahan bakar biodiesel dan bahan bakar solar,2008:55)
opasitas adalah kemampuan asap meredam cahaya. Komponen ini
digumakan sebagai indikasi kadar racun partikulat dalam gas buang.
Opasitas juga digunakan sebagai bahan untuk analisis kondisi proses
pembakaran didalam mesin. selain itu, dengan mengunakan indikasi
warna asap yang berbeda-beda, akan mempermudah dalam menganalisis
kinerja mesin dan mengidentifikasi komponen mesin mana yang dilakukan
perbaikan.
Nilai opasitas merupakan perbandingan tingkat penyerapan cahaya
oleh asap yang dinyatakan dalam satuan persen. Kepekatan asap/
opasitas adalah kemampuan asap untuk meredam cahaya , apabila
cahaya tidak bisa menembus asap maka kepekatan asap tersebut
dinyatakan 100 persen (%), apabila cahaya melewati asap maka
kepekatan asap tanpa adapengurangan intensitas cahaya maka
kepekatan asap tersebut dinyatakan sebagai 0 % (nol persen). Demikian
pula sebaliknya apabila cahaya sama sekali tidak mampu melewati asap
atau terdapat pengurangan intensitas maka dikatakan sebagai kepekatan
100 % (Sutiman, UNY).

4. Pembentukan Emisi Asap (Smoke).


Emisi asap (smoke) merupakan polutan utama pada mesin diesel.
Pembentukan smoke pada mesin diesel terjadi karena kekurangan
oksigen, hal itu terjadi pada inti (core) spray yang mempunyai λ≤ 0,8.
Dalam proses pembakaran berlangsung ketika bahan bakar yang
disemprotkan ke dalam silinder yang berbentuk butir-butir cairan yang
halus saat keadaan di dalam silinder tersebut sudah bertemperatur dan
bertekanan tinggi sehingga butir-butir tersebut akan menguap. Namun
jika butir-butir bahan bakar yang terjadi karena penyemrotan itu terlalu
besar atau apabila beberapa butir terkumpul menjadi satu, maka akan
terjadi dekomposisi. Dekomposisi itu akan menyebabkan terbentuknya
karbonkarbon padat (angus). Hal ini disebabkan karena pemanasan udara
yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran dengan
udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna.
Terutama pada saat-saat dimana terlalu banyak bahan bakar yang
disemprotkan, yaitu pada waktu daya mesin akan diperbesar. Misalnya
untuk akselerasi maka angus akan terjadi. Jika angus yang terjadi itu
terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam
dan mengotori udara serta mengganggu
pemandangan.(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../Chapter%20
II.pdf)

5. Teori Pembakaran
Pada motor bakar, proses pembakaran merupakan reaksi kimia yang
berlangsung sangat cepat antara bahan bakar dengan oksigen yang
menimbulkan panas sehingga mengakibatkan tekanan dan temperatur
gas yang tinggi. Kebutuhan oksigen untuk pembakaran diperoleh dari
udara yang memerlukan campuran antara oksigen dan nitrogen, serta
beberapa gas lain dengan persentase yang relatif kecil dan dapat
diabaikan. Reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen yang diperoleh
dari udara akan menghasilkan produk hasil pembakaran yang
komposisinya tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi.
Bahan bakar yang digunakan dalam motor bakar dapat dibedakan
menurut wujudnya yaitu:
1. Gas
2. Cair
3. Padat
Adapun kriteria utama yang harus dipenuhi bahan bakar yang akan
digunakan dalam motor bakar adalah sebagai berikut:
a. Proses pembakaran bahan bakar dalam silinder harus secepat
mungkin dan panas yang dihasilkan harus tinggi.
b. Bahan bakar yang digunakan harus tidak meninggalkan endapan
atau deposit setelah proses pembakaran, karena akan
menyebabkan kerusakan pada dinding silinder.
c. Gas sisa pembakaran harus tidak berbahaya pada saat dilepaskan
ke atmosfer.
6. Konsep Reaksi Pembakaran
Pembakaran adalah Reaksi kimia dari komposisi bahan bakar terhadap
oksigen. Komposisi bahan bakar dimaksud adalah :
a) Zat arang (carbon) dengan unsur kimia C
b) Zat air (hydrogen) dengan unsur kimia H2
c) Zat lumas (netrogen) dengan unsur kimia N2
d) Zat belerang (sulphair) dengan unsur kimia S2
Reaksi pembakaran stoikiometri diesel (C18 H23):
CaHb + (a+b/4)(O2+3,773N2) = aCO2 + (b/2)H2O + 3,773(a+b/4)N2
C12H23+(12+23/4)(O2+3,773N2)=12CO2+(23/2)H2O+3,773(12+23/
4)N2
C12H23+(17,75)(O2+3,773N2)=12CO2+11,5H2O+3,773(17,75)N2
Relatif massa
167 + 2443,16 = 2610,16
Per unit massa
1 + 14,6 = 15,6
Sebagaimana diketahui bahwa yang menonjol dari udara adalah
oksigennya, yang dapat dilihat konsentrasinya:
 Dalam prosentase berat : 23% O2 dan 77% N2
 Dalam prosentasi volume : 21% O2 dan 79%N2)
Berikut adalah langkah-langkah (tahap-tahap) dari proses
pembakaran yaitu:
a. Injeksi (penyemprotan) bahan bakar oleh injector
b. Cracking proses (proses pemecahan) bahan bakar dari partikel-
partikel besar menjadi partikel-partikel kecil
c. Pengabutan bahan bakar, partikel-partikel kecil berubah bentuk
menjadi kabut (fog).
d. Penguapan bahan bakar, setelah kabut langsung menguap-uap
inilah sebagai penyabab pembakaran.
e. Penyalaan bahan bakar.
f. Pembakaran bahan bakar.
Sumber: (eprints.undip.ac.id/41566/3/BAB_II_giant.pdf)
7. Dampak Emisi
a. Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih
kuat dibanding oksigen membentuk karboksihaemoglobin (COHb),
sehingga menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen ke jaringan
tubuh. Menurut Suhardjana (1990), sumber antropogin gas CO di
udara yang terbesar disumbangkan oleh kegiatan transportasi yaitu
dari kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, sebesar 65,1%.
(http://ardibudianto.web.unej.ac.id)
b. Hidrokarbon
Adalah gas buang yang diakibatkan karena bahan bakar yang tidak
terbakar. HC ini adalah bagian dari bensin yang dilepaskan baik dalam
bentuk tidak berbakar atau terpecah dengan tidak sempurna. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan adanya HC; sebagi contoh:
pembkaran yang tidak sempurna oleh oksigen yang tidak mencukupi,
nyala yang tertekan di dekat dinding mesin interior, turunnya suhu
yang disebabkan oleh rendahnya kandungan bensin, dan lain-lain.
Dengan kata lain, kita dapat mengatakan bahwa hc adalah komponen
bensin yang tersisa dan tidak terbakar atau bentuknya berubah tanpa
terbkar dengan sempurna. Karakteristik HC :
1. Molekul ringan, tidak terlihat sehingga melayang di udara
2. Berbahaya bagi kesehatan, mengikat hemoglobin darah kita
3. Semakin kecil HC semakin
bagus(http://ardibudianto.web.unej.ac.id)
c. Nitrogen Oksida
Dua komponen di atas (HC dan CO) adalah produk yang dihasilkan
karena mereka tidak terbakar dengan sempurna, sehingga mereka
tidak menjadi CO2 selama proses pembakaran bensin (reaksi oksidasi).
Di sisi lain, mekanisme pembentukan Nox adalah sangat jauh berbeda
dari dua komponen ini. N dan O dalam NOx berasal dari udara. N2 dan
O2 masing-masing bersifat inert di udara , namun, mereka bereaksi
antara satu dengan lainnya dan menghasilkan NOx pada kondisi suhu
tinggi ketika pembakaran bensin. Karena itu, semakin tinggi suhunya,
semakin banyak NOx dihasilkan adalah gas buang yang ditimbulkan
oleh nitrogen yang teroksidasi karena tekanan dan panas kompresi
berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena gas ini adalah racun.
(http://ardibudianto.web.unej.ac.id)
d. Sulfur Dioksida
Senyawa-senyawa belerang yang bertindak sebagai zat pencemar
yang berbahaya adalah gas-gas SO2 dan SO3. Gas SO2 di atmosfer
sebagian besar berasal dari hasil pembakaran minyak bumi dan
batubara yang mengandung belerang, di samping ada juga yang
berasal dari hasil oksidasi biji-biji sulfida di industri.Udara yang
mengadung SO2 dalam kadar cukup tinggi dapat menyebabkan radang
paru-paru dan tenggorokan pada manusia serta khlorosis (kepucatan)
pada daun-daun. Oksidasi SO2 akan menyebabkan terbentuknya SO3.
SO3 bila bereaksi dengan uap air akan menyebabkan hujan asam (acid
rain). pH air hujan yang mengandung oksida belerang akan turun
menjadi 3 – 4. Akibatnya timbul korosi logam-logam, kerusakan
bangunan yang terbuat dari batu pualam dan memudarnya cat-cat
pada lukisan. SO2 apabila terisap oleh pernafasan, akan bereaksi
dengan air dalam saluran pernafasan dan membentuk asam sulfit yang
akan merusak jaringan dan menimbulkan rasa sakit. Apabila SO3 yang
terisap, maka yang terbentuk adalah asam sulfat, dan asam ini lebih
berbahaya. (http://ardibudianto.web.unej.ac.id)
e. CO2
CO2 adalah produk akhir proses oksidasi bensin. Senyawa ini
dihasilkan dari penggabungan C dalam bensin dengan O2 dalam udara.
CO2 itu sendiri bukan komponen yang berbahaya. Namun, jika
konsentrasi CO2 tinggi di bumi, maka akan mencegah panas
permukaan keluar ke angkasa luar, yang akhirnya akan meningkatkan
suhu bumi. Gas-gas, seperti CO2, yang memiliki efek meningkatkan
suhu di bumi, disebut “gas rumah kaca”.
a) Mengindikasikan derajat thernis pembakaran
b) Diukur dalam prosentase, semakin tinggi semakin bagus
(tertinggi 16%)
c) Bersifat ringan, tidak terlihat dan tidak berbahaya tetapi dapat
menjadi gas rumah kaca
d) Tumbuhan, Biota laut dan lahan gambut memerlukan gas ini
Sumber: (http://ardibudianto.web.unej.ac.id)

f. Partikulat
Partikel asap atau jelaga hidrokarbon selalu mengganggu
pandangan karena kapekatan dan kehitaman asapnya juga bersifat
karsinogenik (bersifat kanker). Pada umumnya partikulat ukuranya 5
mikron merupakan partikel udara yang dapat masuk ke dalam paru-
paru dan mengendap di alveoulus (repository – USU)
g. Timbal (Pb)
Timbal merupakan salah satu unsur kimia sebagai polutan (bahan
pencemar) udara yang paling berbahaya. Timbal sering juga disebut
dengan timah hitam (Pb; lead). Timbal merupakan logam yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia yang berlangsung seumur hidup
karena timbal berakumulasi dalam tubuh manusia. Dalam dosis rendah
sekalipun kasus paparan polusi timbal ternyata dapat menimbulkan
gangguan pada tubuh tanpa menunjukkan gejala klinik.2-6 Timbal juga
terbukti meningkatkan jumlah kematian pada penderita penyakit
jantung. Sampai saat ini belum dapat ditentukan berapa kadar
terendah dari timbal dalam tubuh yang aman untuk kesehatan (Hasan,
2012).
8. Pengujian Kendaraan Bermotor
Pengujian Kendaraan Bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji
dan/atau memeriksa bagan atau komponen Kendaraan Bermotor , Kereta
Gandengan, dan Kereta Tempelan dalam rangka pemenuhan terhadap
persyaratan teknis dan laik jalan. Serta mengurangi pencemaran
lingkungan akibat polusi emisi gas buang kendaraan bermotor dan
kebisingan suara, agar dapat terciptanya transportasi darat yang
mendapat jaminan secara teknis (Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
2012 Tentang Kendaraan). Pada dasarnya pengujian bermotor bertujuan
untuk:
a. Memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap
penggunaan kendaraan bermotor di jalan.
b. Melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang
diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor dijalan.
c. Memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.

9. Alat Uji Emisi Gas Buang


Alat uji emisi gas buang terbagi menjadi dua yaitu:
a. Alat Uji Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) diperuntukan
untuk kendaraan mesin bensin
b. Alat uji ketebalan asap diperuntukan untuk kendaraan mesin solar.
Smoke tester atau Opacymeter adalah alat uji tingkat opasitas atau
ketebalan asap gas buang kendaraan bermotor bermesin penyalaan
kompresi / diesel. Alat uji Opacymeter (Tingkat tembus cahaya Satuan :
% opacity atau k [m1 (% opacity = e ] (% opacity = e1-1/k)* 100)
Spesifikasi: : •ISO 11614 •CE 9255 -CE 70 220 OIML Class 1 atau Class 2
atau Disahkan oleh EU atau USA (Sutiman, Teknik Otomotif UNY)

10. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti derajat
ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan
data yang dikumpulkan oleh peneliti (Sugiyono:2008). Dengan begitu
dapat disimpulkan bahwa ketepatan validitas sebuah alat ukur yang
digunakan dalam sebuah penelitian tergantung pada kemampuan alat
ukur tersebut dalam memenuhi segala tujuan pengukuran yang sedanfg
dilakukan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menentukan sebuah validitas
penelitian adalah aspek kecermatan dari pengukuran itu sendiri, dimana
sebuah alat ukur yang digunakan harus mampu menghasilkan data yang
tepat dan dapat menunjukan sebuah gambaran yang cermat terkait
dengan data tersebut. Dalam hal ini cermat diartikan sebagai sebuah
kondisi dimana alat ukur tersebut mampu memberi gambaran yang jelas
mengenai perbedaan yang terdapat di dalam pengukuran.
11. Standar Operasional Prosedur
Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP) menurut Istyadi
Insani, dalam bukunya yang berjudul Standar Operasional Prosedur (SOP)
Sebagai Pedoman Pelaksanaan Administrasi Perkantoran dalam Rangka
Peningkatan Pelayanan dan Organisasi Pemerintah menyatakan bahwa:
“Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berisi
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai
proses penyelenggaraan adminstrasi perkantoran yang berisi cara
melakukan pekerjaan, waktu pelaksanaan, tempat penyelenggaraan
dan aktor yang berperan dalam kegiatan” (2010:11).
Berdasakan uraian diatas Standar operasional prosedur adalah tata
cara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk
menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Cara uji kadar Opasitas untuk
kendaraan bermotor kategori M,N dan O (roda empat atau lebih)
berpenggerak penyalaan kompresi pada kondisi akselerasi bebas
menggunakan SNI 19-7118.2-2005 sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup
Cara uji ini digunakan untuk mengukur opasitas asap menggunakan
smoke opacimeter pada kondisi akselerasi bebas kendaraan bermotor
kategori M, N dan O berpenggerak penyalaan kompresi.
Cara uji ini berlaku untuk :
a.kendaraan bermotor lama (yang beroperasi di jalan)
b.keperluan pemeriksaan dan perawatan
2. Acuan normatif
ISO 11614:1999, Reciprocating internal compression-ignition
engines - Apparatus for measurement of the opacity and for
determination of the light absorption coefficient of exhaust gas.
3. Istilah dan definisi
a. Opasitas
perbandingan tingkat penyerapan cahaya oleh asap yang
dinyatakan dalam satuan persen.
b. Pengujian akselerasi bebas
pengujian pada kendaraan berpenggerak penyalaan kompresi
yang dilakukan pada putaran mesin idle hingga tercapai putaran
mesin maksimum 3.3 kategori M, N dan O
c. Kategori M
kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan
untuk angkutan orang
d. kategori N
kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan
untuk angkutan barang
e. kategori O kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau
tempel
4. Prinsip
Pengujian akselerasi bebas dilakukan dengan cara melewatkan gas
buang kendaraan bermotor kedalam suatu tabung asap pada alat
smoke opacimeter kemudian nilai opasitas asap dibaca pada alat
dengan metoda penyerapan cahaya ( light absorption) .
5. Peralatan
a) Smoke opacimeter
Alat uji emisi gas buang yang digunakan sebagaimana
persyaratan yang diberikan oleh ISO 11614.
b) Alat ukur temperatur oli mesin.
c) Alat ukur putaran mesin.
d) Alat ukur temperatur lingkungan.
6. Persiapan kendaraan uji
Persiapan kendaraan uji dengan tahapan sebagai berikut :
a) kendaraan yang akan diukur harus diparkir pada posisi datar;
b) pipa gas buang (knalpot) tidak bocor;
c) temperatur oli mesin normal 600 C sampai dengan 700C atau
sesuai dengan rekomendasi manufaktur;
d) sistem asesoris (AC, tape, lampu) dalam kondisi mati;
e) kondisi temperatur tempat kerja pada 200 C sampai dengan 350
C.
7. Persiapan peralatan
Persiapan smoke opacimeter dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
a) pastikan bahwa alat dalam kondisi telah terkalibrasi;
b) hidupkan sesuai prosedur pengoperasian (sesuai dengan
rekomendasi manufaktur alat uji).
8. Pengukuran dan Pencatatan
Pengujian opasitas asap menggunakan smoke opacimeter
dengan tahapan sebagai berikut:
a) persiapkan kendaraan uji sesuai langkah 6;
b) siapkan alat uji sesuai langkah 7;
c) naikkan (akselerasi) putaran mesin hingga mencapai 2.900
rpm sampai dengan 3.100 rpm kemudian tahan selama 60
detik dan selanjutnya kembalikan pada kondisi idle;
d) masukkan probe alat uji ke pipa gas buang sedalam 30 cm,
bila kurang dari 30 cm maka pasang pipa tambahan;
e) injak pedal gas maksimum (full throttle) secepatnya hingga
mencapai putaran mesin maksimum, selanjutnya tahan 1
hingga 4 detik. Lepas pedal gas dan tunggu hingga putaran
mesin kembali stationer. Catat nilai opasitas asap;
f) ulangi proses 8 butir (e) ini minimal tiga kali;
g) catat nilai prosentase rata-rata opasitas asap dari langkah
butir (f) dalam satuan persen (%) yang terukur pada alat uji.

Catatan 1: Untuk pipa gas buang (knalpot) kendaraan terdiri dari


dua atau lebih maka perlu dilakukan penyambungan dengan pipa
tunggal dengan spesifikasi yang direkomendasikan oleh manufaktur.
Catatan 2: Bila catatan 1 secara praktis tidak memungkinkan untuk
dilakukan, maka perlu dilakukan pengukuran emisi gas buang pada
tiap pipa gas buang dan hasil yang diperoleh dirata-rata.
9. Jaminan mutu dan pengendalian mutu
a) Pastikan pipa gas buang (knalpot) tidak bocor.
b) Periksa alat ukur siap untuk digunakan sebagaimana instruksi
dari manufaktur dalam bentuk tercatat (terdokumentasi).
c) Lakukan kalibrasi alat ukur sesuai rekomendasi manufaktur
dalam bentuk tercatat (terdokumentasi).

12. Perawatan Alat Uji


Perawatan adalah suatu konsepsi dari semua aktifitas yang diperlukan
untuk menjaga atau mempertahankan kualitas peralatan agar tetap dapat
berfungsi dengan baik seperti kondisi sebelumnya. (Supandi, 1999: 25-
26). Masalah perawatan mempunyai kaitan yang erat dengan tindakan
pencegahan kerusakan (preventive) dan perbaikan kerusakan
(corrective). Dari definisi ahli diatas bahwa peralatan sangat diperlukan
untuk menjaga agar alat uji tetap dalam keadaan siap pakai, tidak terjadi
kerusakan pada komponen-komponen dan memperpanjang umur
pemakaian alat.
Perawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menjaga agar kondisi
dan performa machine tidak menurun yang merupakan hasil usaha yang
bersifat teknis Perawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menjaga
agar kondisi dan performa machine tidak menurun yang merupakan hasil
usaha yang bersifat teknis. Preventive Maintenance dilakukan tanpa perlu
menunggu untuk adanya tandatanda kerusakan atau rusak. Untuk
demikian ini, preventive maintenance dibagi atas tiga model perawatan:
a. Periodic Maintenance
b. Schedule Overhaul
c. Condition Basa Maintenance
Sumber: (Tim Riset dan pelatihan., 2009, ZX200-5G Maintenance Book,
Hitachi Conntruction Machinery, Japan)
Perawatan alat uji Smoke Tester
a. Pemeliharaan harian :
- Pemeriksaan kebersihan selang dan tabung sample asap
- Pemeriksaan kertas hasil pengukuran
- Pemeriksaan kipas penghisap asap
- Pemeriksaan kebersihn optik penerima dan pengirim cahaya
b. Pemeliharaan mingguan :
- Periksa kebersihan selang asap, periksa dan bersihkan dengan
meniupkan udara ke dalam selang
- Bersihkan sensor – sensor yang ada pada alat uji dengan kain
yang halus
- Pasang kembali selang dan sensor yang dibersihkan dan lakukan
pengetesan
c. Pemeliharaan bulanan :
- Lakukan seperti pada perawatan harian dan mingguan
- Jalankan program service rutin karena prgogram ini sangat
penting
d. Pemeliharaan semesteran :
- Lakukan kerja perawatan bulanan
- Jalankan program auto Zero Point
- Lakukan operasional dan tes sesungguhnya

13. Kalibrasi Alat Uji


Pengertian kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan
Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan
yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen
ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur,
dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang
diukur dalam kondisi tertentu. Dengan kata lain, kalibrasi adalah kegiatan
untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur
dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur
yang mamputelusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran
dan/atau internasional.
Kalibrasi alat uji Smoke Tester bertujuan untuk mengembalikan fungsi
alat seperti awal agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengukuran
sehingga hasil pengukuran benar dan akurat. Cara kalibrasi alat uji Smoke
Tester sesuai panduan pada manual book tiap merk alat.

B. Aspek Legalitas
1. Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Pasal 48 ayat (2)
Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur
sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) emisi gas buang;
2) kebisingan suara;
3) efisiensi sistem rem utama;
4) efisiensi sistem rem parkir;
5) kincup roda depan;
6) suara klakson;
7) daya pancar dan arah sinar lampu utama;
8) radius putar;
9) akurasi alat penunjuk kecepatan;
10) kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
11) kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan
Sedangkan pelaksanaanya pada pasal 49 yang berbunyi
1) Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan
yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan
dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian.
2) Pengujian sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a) Uji Tipe; dan
b) Uji Berkala.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan
Pasal 121
1) Kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan yang
akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian.
2) Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi yang dibuat atau
dirakit didalam negeri dan/atau diimpor.
3) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1. Uji Tipe; dan
2. Uji Berkala
4) Dalam pelaksanaan pengujian sebagaimanadimaksud pada ayat
(1) jenis Kendaraan Bermotor dibagi ke dalam kategori:
a) L1, L2, L3, L4 dan L5 untuk sepeda motor;
b) M1 untuk Mobil Penumpang;
c) M2 dan M3 untuk Mobil Bus; dan
d) N1, N2, N3, O1, O2, O3, dan O4 untuk Mobil Barang.
Pada pasal 122 juga dijelaskan bahwa :
1) Pengujian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 121 hanya dapat dilakukan oleh unit pelaksana pengujian
Kendaraan Bermotor yang memiliki:
1. prasarana dan peralatan pengujian yang akurat, sistem dan
prosedur pengujian, dan sistem informasi manajemen
penyelenggaraan pengujian; dan
2. tenaga penguji yang memiliki sertifikat kompetensi penguji
Kendaraan Bermotor
2) Peralatan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dipelihara dan dikalibrasi secara berkala

Pasal 161
1) Setiap unit pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) harus
diakreditasi oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
2) Untuk memperoleh akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), unit pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor harus
memenuhi persyaratan:
a) lokasi;
b) kompetensi penguji Kendaraan Bermotor;
e) standar fasilitas prasarana dan peralatan pengujian
Kendaraan Bermotor;
f) keakurasian peralatan pengujian Kendaraan Bermotor;
g) sistem dan tata cara pengujian; dan
h) sistem informasi Uji Berkala Kendaraan Bermotor.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis unit
pelaksana Uji Berkala diatur dengan peraturan menteri yang
bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan.
c. Peraturan Menteri perhubungan Nomor 133 Tahun 2015 Tentang
Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor
Pasal 11
1) Pemeriksaan persyaratan teknis kendaraan bermotor meliputi:
a) Susunan;
b) Perlengkapan;
c) Ukuran;
d) Rumah-rumah;
e) Rancangan teknis kendaraan bermotor sesuai dengan
peruntukanya; dan
f) Berat kendaraan
d. Keputusan Menteri Perhubungan No. 63 Tahun 1993Tentang
Persyaratan Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor, Kereta
Gandengan, Kereta Tempelan, Karoseri dan Bak Muatan Serta
Komponen komponenya.
Dalam peraturan ini dijelaskan ambang batas emisi gas buang
kendaraan bermotor pada pasal 3
“Persyaratan ambang batas laik jalan, salah satunya adalah emisi
gas buang kendaraan bermotor”
Dan Pasal 4
“Ambang batas laik jalan sebagaimana dimaksud pasal 3 sesuai
ketentuan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang
bertanggung jawab dibidang Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
e. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006
Dalam peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Ambang Batas Emisi Gas Buang kendaraan Bermotor Lama adalah
batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan
langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor lama;
2. Uji Emisi Kendaraan Bermotor Lama adalah uji emisi gas buang
yang wajib dilakukan untuk kendaraan bermotor secara berkala.
Berdasarkan pasal diatas nilai ambang batas adalah batas
maksimum gas buang yang dikeluarkan kendaraan bermotor. Adapun
ambang batasnya tertera pada pasal 3
1) Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
2) Metode uji kandungan CO dan HC sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 diukur pada kondisi tanpa beban (idle) sedangkan
kandungan asap diukur pada kondisi percepatan bebas (free
accelaration) .

Prosedur pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2


mengacu pada Lampiran II Peraturan Menteri ini yang meliputi:

1) Cara uji kadar CO/HC untuk kendaraan bermotor kategori M, N


dan O (roda empat atau lebih) berpenggerak cetus api pada
kondisi idle menggunakan SNI 19-7118.1-2005.
2) Cara uji kadar opasitas asap untuk kendaraan bermotor kategori
M, N dan O (roda empat atau lebih) berpenggerak penyalaan
kompresi pada kondisi akselerasi bebas menggunakan SNI 19-
7118.2-2005.
3) Cara uji kadar CO/HC untuk kendaraan bermotor kategori L
(sepeda motor) pada kondisi idle menggunakan SNI 19-7118.3-
2005.
4) Format pelaporan pelaksanaan uji emisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c tercantum dalam
Lampiran III Peraturan Menteri ini.
5) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat
(4) serta perubahan-perubahannya merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Ini.

Gambar II.1: Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor


f. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003
Tentang Ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor Tipe
Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang diproduksi (Current
production).
g. Peraturan Menteri Nomor 133 Tahun 2015 Tentang Pengujian Berkala
Kendaraan Bermotor

Pada pasal 13 berbunyi


1. Pengujian persyaratan laik jalan paling sedikit meliputi uji:
a) Emisi gas buang termasuk ketebalan asap gas buang
b) Tingkat kebisingan suara klakson/atau knalpot
c) Kemampuan rem utama
d) Kemampuan rem parkir
e) Kincup roda depan
f) Kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama
g) Akurasi alat penunjuk kecepatan
h) Kedalaman alur ban
i) Daya tembus cahaya pada kaca
h. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor
SK.1544/AJ.402/DRJD/2006 Tentang Pelaksanaan Uji Emisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Dan Kendaraan Yang Sedang
Diproduksi ( Current Production ).

C. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir adalah alur pikir yang logis dalam bentuk diagram
bertujuan menjelaskan secara garis besar pola substansi penelitian yang
akan dilaksanakan. Uma Sekaran dalam bukunya Bussines Research, 1992
dalam (Sugiyono, 2010) mengemukan bahwa kerangka berfikir merupakan
model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.
Kerangka berpikir penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kondisi awal Proses pengujian Hasil uji


belum sesuai SNI kurang valid

Pengujian sesuai Penggunaan


Tindakan
prosedur SNI Prosedur SNI

Dengan Prosedur SNI (x), Hasil Kualitas udara


Kondisi akhir
uji lebih valid (y). meningkat

Gambar II.3Kerangka Berfikir Penelitian


BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Pengujian
Kendaraan Bermotor Kabupaten Jember, Jalan Gajah Mada No.210,
Kaliwates Kabupaten Jember Jawa Timur.
B. Metode Penelitian
1. Bagan Alir penelitian
Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Rumusan Masalah

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


1.Observasi 1.Data alat uji
2.wawancara
-- 2.Lampiran II Kepmen
3.dokumentasi LH No.05 Tahun 2006

Analisis Data

Pemecahan Masalah

Kesimpulan

Selesai
Dari metode penelitian ini yang dilakukan terlebih dahulu adalah
mengidentifikasi masalah, selanjutnya studi pustaka yaitu mencari beberapa
dasar teori dan referensi dari beberapa ahli, setelah itu merumuskan
permasalahan. Selanjutnya peneliti mengumpulkan data primer melalui:
Observasi, Dokumentasi, Wawancara dan Data sekunder berupa studi dari
beberapa dasar hukum dan dasar teori. Data yang telah diperoleh kemudian
di analisis apakah sesuai atau tidak.

2. Desain Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir pada bab II maka dapat
didapatkan suatu tata hubungan atau paradigma penelitian sebagai berikut.
Paradigma Penelitian

X1 Y1

X1: Persentase kepekatan gas buang hasil pengujian Optional


Y1: Persentase kepekatan gas buang hasil pengujian sesuai SNI

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristiktertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulanya. (Sugiyono,
2015:167). Populasi pada penelitian ini adalah Kendaraan Bermotor Wajib
Uji mesin diesel di Kabupaten Jember.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi. (Sugiyono, 2015:168)
Penentuanjumlah sampel peda penelitian ini tabel rumusIsaac
andMichael. Jumlah kendaraan yang diujikan tiap hari adalah 95
kendaraan dengan tingkat error 1 % dan ditemukan sampel sejumlah 83
kendaraan.

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
Menurut Kusuma (1987:25) Observasi adalah pengamatan yang
dilakukan dengan sengaja dan sistematis terhadap aktivitas individu atau
obyeklain yang diselidiki. Adapun jenis-jenis observasi diantaranya yaitu
observasi terstruktur, observasi tak terstruktur, observasi partisipan, dan
observasi nonpartisipan.
Dalam penelitian ini sesuai dengan obyek penelitian maka peneliti
menerapkan metode observasi partisipan. Observasi partisipan yaitu
suatu teknik pengamatan dimana peneliti ikut ambil bagian dalam
kegiatan yang dilakukan objek yang diteliti. Observasi ini dilakukan
dengan mengamati dan mencatat langsung terhadap objek penelitian,
yaitu dengan mengamati cara penguji melakukan pengujian emisi gas
buang mesin diesel di UPTD PKB Kabupaten Jember dan Standar
Operasional Prosedurnya (SOP), selain itu dapat juga merekam kegiatan
tersebut atau dokumen-dokumenya.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar maupun elektronik.
Dokumentasi data sekunder apabila dokumentasi tersebut mengambil
atau menghimpun dari sumber yang sudah ada, tertulis ataupun lainya,
tetapi dokumentasi data primer yaitu dokumentasi yang mengambil
secara langsung tanpa mangambil dari data sebelumnya atau kutipan
sebelumnya. Dari penelitian ini peneliti mengambil dokumentasi data
primer.
3. Wawancara
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara melakukan wawancara (tanya jawab) secara langsung
dengan pihak yang berhubungan untuk mengetahui lebih jelas mengenai
informasi dengan permasalahan yang ditinjau. Wawancara pada
penelitian ini berupa wawancara tidak terstruktur kepada 4 penguji
kendaran bermotor pada UPT PKB Kabupaten Jember.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian dalam penelitian ini berupa item-item yang disusun
berdasarkan indikator yang terdapat pada definisi operasional variabel.
Berikut ini diuraikan penyusunan instrumen variabel Standar Operasional
prosedur sesuai SNI-19-7118.2-2005

Tabel III.1Prosedur pengujian sesuai SNI-19-7118.2-2005


HASIL

ASPEK SESUAI PENGUJI


PENGUJI SNI

SNI 19-7118.2-2005
OPASITAS OPASITAS
YA TIDAK (%) (%)

Persiapan
1
Kendaraan Uji

1) kendaraan yang akan


diukur harus diparkir
pada posisi datar.
2) pipa gas buang
(knalpot) tidak bocor
3) temperatur oli mesin
normal 600 C sampai
dengan 700C atau
sesuai dengan
rekomendasi
manufaktur
4) sistem asesoris (AC,
tape, lampu) dalam
kondisi mati
5) kondisi temperatur
tempat kerja pada
200 C s/d 350 C

2 Persiapan Peralatan

1) pastikan bahwa alat


dalam kondisi telah
terkalibrasi
2) hidupkan sesuai
prosedur
pengoperasian
(sesuai dengan
rekomendasi
manufaktur alat uji)

3 Pengukuran dan
pencatatan

1) persiapkan kendaraan
uji sesuai langkah
No.1
2) siapkan alat uji sesuai
langkah No.2
3) naikkan (akselerasi)
putaran mesin hingga
mencapai 2.900 rpm
sampai dengan 3.100
rpm kemudian tahan
selama 60 detik dan
selanjutnya
kembalikan pada
kondisi idle
4) masukkan probe alat
uji ke pipa gas buang
sedalam 30 cm, bila
kurang dari 30 cm
maka pasang pipa
tambahan
5) injak pedal gas
maksimum (full
throttle) secepatnya
hingga mencapai
putaran mesin
maksimum,
selanjutnya tahan 1
hingga 4 detik. Lepas
pedal gas dan tunggu
hingga putaran mesin
kembali stationer.
Catat nilai opasitas
asap
6) ulangi proses
pengukuran butir
ke(5) minimal tiga
kali
7) catat nilai prosentase
rata-rata opasitas
asap dari langkah 6
dalam satuan persen
(%) yang terukur
pada alat uji

JUMLAH
F. Teknik Analisis Data
Setelah diperoleh data yang dibutuhkan, tahap berikutnya adalah
pengolahan data. Data yang terkumpul perlu di olah lebih dahulu dengan
tujuan menyederhanakan seluruh data yang terkumpul,menyajikan dalam
susunan yang baik dan rapi untuk dianalisis.
1. Reduksi data
Merangkum , memilih hal hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang
penting. Data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas
dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya bila diperlukan. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh
meluli wawancara kemudian data tersebut dirangkum dan diseleksi
sehingga akan memberikan gambaran yang jelas.
2. Penyajian Data
Setelah data di reduksi,datadisajikan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya, tetapi yang sering
digunakan adalah teks yang bedrsifat naratif. (Sugiyono,2005:95)
3. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data yaitu
menghitung rata-rata / mean (M), simnpangan baku (SD), modus (Mo)
dan median (Me) dari masing-masing variabel. Untuk menghitung mean
(M), simpangan baku (SD), modus (Mo) dan median (Me) digunakan
rumus data bergolongan atau data yang telah tersusun ke dalam
distribusi frekuensi sebagai berikut:
a) Mean (M)

X = Mean untuk data bergolong


fi = Jumlah data/ sampe
fixi = Produk perkalian antara fi pada tiap interval data dengan tanda
kelas (Xi). Tanda kelas Xi adalah rata-rata dari batas bawah dan batas
pada setiap interval data (Sugiyono, 2015:45)
b) Median (Me)

Me = Median
Tb = Batas bawah, dimana median akan terletak
n = Banyaknya data/ jumlah sampel
F = Jumlah semua frekuensi sebelum kelas median
F = Frekuensi kelas median

c) Modus (Mo)

Mo = Modus
Tb = Titik bawah
P = Panjang kelas interval dengan frekuensi terbanyak
d1 = frekuensi pada kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval
terdekat sebelumnya
d2 = Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval
berikutnya.
d) Simpangan Baku/Standar Deviasi (SD)

S = Standar Deviasi / Simpangan Baku


fi = Jumlah data
Xi = Nilai statistik dari kelompok
X = Nilai rata-rata
(Sugiyono, 2015:52)

4. Uji Persyaratan Analisis


Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian persyaratan analisis. Menurut Suharsimi Arikunto (1998:309),
sebelum peneliti menentukan teknik analisis statistik yang digunakan,
maka harus ada persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut
adalah diantaranya penyebaran datanya. Apabila data yang dianalisis
berbentuk sebaran normal maka peneliti boleh menggunakan teknik static
parametric, sedangkan apabila data diolah sebaran datanya tidak normal,
maka peneliti harus menggunakan static non parametric. Sehubungan
dengan adanya persyaratan analisis yang harus dipenuhi tersebut, maka
diperlukan uji normalitas data sebelum dilakukan uji hipotesis.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi variabel
berkurva normal atau tidak. Pengujian normalitas data dalam penelitian
ini menggunakan bantuan komputer program SPSS 16.0.
Kriteria pengambilan keputusan adalah dengan menghitung rasio
skewness dan rasio kurtosis. Sebagai pedoman, jika rasio kurtosis dan
skewness berada di antara -2 sampai dengan +2, maka distribusi data
adalah normal (Singgih Santoso, 2002:53).
Rasio Skewness = nilai skewness/standard error skewness
Rasio Kurtosis = nilai kurtosis/standard error kurtosis
Selain pedoman tersebut, untuk menentukan normalitas data dengan
melihat hasil uji kolmogorov-smirnov dan Shapiro Wilk. Sebagai pedoman
adalah jika nilai Sig. Atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0.05 maka
distribusi adalah normal (Singgih Santoso, 2002:75).
5. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis untuk menguji hipotesis statistic sebagai berikut:
a) Hipotesis nol (Ho)
Tidak terdapat hubungan antar Standar Operasional Prosedur
Pengujian nilai Opasitas emisi gas buang mesin diesel yang
dikeluarkan SNI 19-7118.2-2005 tentangCara uji kendaraan bermotor
kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan kompresi pada kondisi
akselerasi bebas terhadap hasil pengujian yang valid dan relevan.
b) Hipotesis alternatif (Ha)
Terdapat hubungan antara Standar Operasional Prosedur
pengujian nilai opasitas emisi gas buang mesin diesel yang
dikeluarkan SNI 19-7118.2-2005 tentang Cara uji kendaraan
bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan kompresi
pada kondisi akselerasi bebas terhadap hasil pengujian yang valid
dan relevan.
Pengujian hipotesis digunakan jika uji persyaratan analisisnya
memenuhi syarat untuk menggunakan metode statistic parametris.
Apabila uji persyaratan analisisnya tidak memenuhi syarat untuk
menggunakan metode statistic parametris, maka digunakan metode
statistic non parametric dengan teknk korelasi kendall’stau dan
spearman rank.
6. Analisis Uji Beda
a) Prosedur yang digunakan dalam teknik T-Test
Adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji signifikansi
perbedaan 2 buah mean yang berasal dari dua buah distribusi. (Tulus
Winarsunu, 2002:87)
Penggunaan statistik parametrik mempunyai syarat data harus
berdistribusi normal. Uji beda termasuk uji parametrik jadi sebelum
melakukan uji beda harus dilakukan uji normalitas. Uji beda disini
akan diuji apakah sebuah sampel mempunyai perbedaan nyata
dengan sampel yang lain. Uji yang digunakan adalah Paired Sample
T-Test.
 Paired Sample T-Test (Uji t untuk dua sampel yang berpasangan)
Uji T-Test digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan
rata-rata dua sampel berpasangan. Dua sampel yang dimaksud
adalah sampel yang sama namun mempunyai dua data.
1) Hipotesis yang digunakan dalam tes homogenitas varian
adalah:
Ho : Tidak ada perbedaan
Ha : Terdapat perbedaan
2) Dasar dari pengambilan keputusan adalah:
Cara 1
a. Jika probabilitas > 0.05 maka Ho diterima
b. Jika probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak

Cara 2

a. Jika -t tabel < t hitung < t tabel maka Ho diterima


b. Jika t hitung < -t tabel dan t hitung > t tabel maka Ho
ditolak (V. Wiratna Sujarweni, 2014:100)

G. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian mencakup kegiatan yang berhubungan dengan waktu
penyusunan penelitian yang sudah dilaksanakan. Proses penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Agustus 2017.

Tabel III.2 Jadwal Penelitia

Uraian Maret April Mei Juni Juli Agustus


No
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan
1
proposal
Pengumpulan
2
proposal
Seminar
3
proposal
Perbaikan
4
proposal
Pengumpulan
5 revisi
proposal
Pengumpulan
6
data
7 Analisis data
Penyusunan
8
KKW
Pengumpulan
9
KKW
10 Seminar KKW
Perbaikan
11
KKW
Pengumpulan
12
Revisi KKW
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Studi


1. Karakteristik Wilayah Studi
Penelitian dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Pengujian
Kendaraan Bermotor Kabupaten Jember yang terletak di jalan
Gajahmada Nomor 210 Kaliwates Kabupaten Jember Jawa Timur.

Gambar IV.1 Peta Kabupaten Jember


Kabupaten Jember merupakan salah satu dari 29 Kabupaten di
wilayah Provinsi Jawa Timur. Jarak antara Kabupaten Jember dengan
ibukota Provinsi Jawa Timur (Surabaya) kurang lebih 200 Km ke arah
barat laut sedangan dengan Ibukota Negara (Jakarta) kurang lebih 958
Km ke arah barat. Berdasarkan UU No. 12/1950 tentang Pemerintah
Daerah Kabupaten di Jawa Timur, ditetapkan pembentukan daerah-
daerah Kabupaten di lingkungan Provinsi Jawa Timur (dengan Perda),
antara lain Daerah Kabupaten Jember ditetapkan menjadi Kabupaten
Jember. Adapun batas administratif kabupaten Jember sebagai berikut:
a. Batas Utara : Kabupaten Probolinggo dan Bondowoso
b. Batas Timur : Kabupaten Banyuwangi
c. Batas Selatan : Samudera Hindia
d. Batas Barat : Kabupaten Lumajang

Selain dikenal sebagai kota sentra tembakau dan tebu, Kabupaten


Jember merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki potensi wisata,
banyak terdapat tujuan wisata unggulan seperti pantai, gunung dan
keunikan budaya lokal. Selain itu Kabupaten jember merupakan alternatif
jalur transportasi menuju ke pelabuhan penyebrangan di Banyuwangi.
Sarana transportasi yang ada di Kabupaten Jember adalah berupa
angkutan umum yang digunakan oleh penduduk antara lain angkota, bus
kota, truk, sepeda motor, becak dan yang paling banyak adalah truk
sumbu dua dan pick up untuk sarana angkut hasil pertanian dan
perkebunan tebu jadi pada UPT PKB Kabupaten Jember sebagian besar
kendaraan yang di uji adalah jenis pick up dan truk.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo)
Kabupaten Jember adalah salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dalam lingkungan Pemerintah Kabupaten Jember yang
berkedudukan sebagai Dinas Daerah. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
Pengujian Kendaraan Bermotor berada dibawah Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jember yang beralamat di Jl.
Gajahmada Nomor 210 Jember.

2. Sumber Daya Manusia


Dalam rangka menunjang pelayanan pengujian kendaraan bermotor
yang sesuai Visi, Misi dan Motto pelayanan perlu didukung dengan
adanya sumber daya manusia yang profesional sesuai dengan
kompetensi yang dibutuhkan. Selain itu, dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan bidang pengujian dan saran prasarana kendaraan
bermotor Kabupaten Jember dilaksanakan oleh pegawai beberapa
tenaga honorer.
Tabel IV.1 Tenaga Penguji UPT PKB Kabupaten Jember
No Nama Status Kompetensi Pangkat/Gol
Penguji Kendaraan
1 Nanang Lestariyanto PNS Penata
Bermotor Penyelia
Penguji Kendaraan
Erry Astono, Penata Muda
2 PNS Bermotor Pelaksana
A.Ma.PKB TK 1
Lanjutan
Penguji Kendaraan

3 Susilo PNS Bermotor Pelaksana Penata Muda


Lanjutan
Penguji Kendaraan

4 M. Patah PNS Bermotor Pelaksana Penata Muda


Lanjutan
Penguji Kendaraan

5 Achmad Yani PNS Bermotor Pelaksana Penata Muda


Lanjutan
Penguji Kendaraan Pengatur
6 Rinto Wijanarko PNS
Bermotor Pelaksana TK 1
Dandy Briandoko, Penguji Kendaraan
7 PNS Pengatur
A.Ma.PKB Bermotor Pelaksana
Madya Assydiq, Penguji Kendaraan
8 PNS Pengatur
A.Ma.PKB Bermotor Pelaksana
Penguji Kendaraan
9 Supardi PNS Pengatur
Bermotor Pemula

Dhila Nazira, Penguji Kendaraan Pengatur


10 PNS
A.Ma.PKB Bermotor Pelaksana Muda TK 1

Penguji Kendaraan Pengatur


11 Iwan Hadiwiyono PNS
Bermotor Pemula Muda
Hikmatur Rizka, Penguji Kendaraan Pengatur
12 PNS
A.Ma.PKB Bermotor Pelaksana Muda TK 1

Bagus Yunianto,
13 Honorer
A.Ma.PKB

Dwi Rachman,
14 Honorer
A.Ma.PKB

Yuwan Setiawan,
15 Honorer
A.Ma.PKB

Ahid Qobila F,
16 Honorer
A.Md.PKB

Beni Andriyanto,
17 Honorer
A.Md.PKB

Aldinar Sasindy,
18 Honorer
A.Ma.PKB

Sumber: UPT PKB Kabupaten Jember

3. Peralatan Pengujian Kendaraan Bermotor


Peralatan uji mekanis di Unit Pengujian Kabupaten Jember terdiri dari
8 alat uji sebagai berikut:
Tabel IV.2 Peralatan Uji Mekanis UPT PKB Kabupaten Jember

KETERAN
NO NAMA ALAT MEREK KONDISI
GAN
1 LUJAN GAS Baik Digunakan
ANALYZER

CO-HC Tester
2 LUJAN Baik Digunakan
LH5154

Diesel Smoke Meter


3 IYASAKA Baik Digunakan
ALT – 307

Headlight Tester
4 IYASAKA Baik Digunakan
KBT-1500-A

Brake Tester
5 IYASAKA Rusak Tidak
KSMT-1500-A digunakan

Speedometer Tester
6 IYASAKA Rusak Tidak
Digunakan
KSST-1500-A

Side Slip Tester


7 IYASAKA Baik Digunakan

Play Detector

8 IYASAKA Baik Digunakan

Axle Load

Sumber: UPT PKB Kabupaten Jember

4. Jumlah Kendaraan Bermotor Wajib Uji


Berikut merupakan Jumlah kendaraan bermotor wajib uji pada UPT
PKB Kabupaten Jember delam tiga tahun terakhir :
Tabel IV.3 Jumlah KBWU Kabupaten Jember
Tahun Mobil Mobil Mobil Kereta Jumlah
Penumpang Bus Barang Gandengan Tempel

2014 74 620 9789 263 10 10.745

2015 89 641 10.027 279 12 11.048

2016 96 691 10.890 288 14 11.288

Sumber: UPT PKB Kabupaten Jember


B. Hasil Observasi
Berikut merupakan hasil dari pengamatan penulis mengenai pelaksanaan
pengujian emisi mesin diesel pada UPT PKB Kabupaten Jember:
1. Pelaksanaan Pengujian Emisi Gas Buang
a. Persiapan kendaraan yang diuji
1) Kendaraan yang akan diuji di parkir pada posisi datar.

Gambar IV.2 Kendaraan Posisi Datar


2) Pastikan pipa gas buang tidak bocor.
3) Temperatur oli mesin normal 600 C sampai dengan 700C atau sesuai
rekomendasi manufaktur.

Gambar IV.3 Temperatur oli mesin


4) Sistem asesoris ( AC, tape, lampu) dalam kondisi mati.
5) Kodisi temperatur tempat kerja pada 200 C s/d 350 C.
b. Persiapan peralatan
1) Pastikan bahwa alat dalam kondisi telah terkalibrasi.

Gambar IV.4 Tanda kalibrasi


2) Hidupkan alat uji smoke testersesuai prosedur pengoperasian.

Gambar IV.5Display alat uji smoke tester


c. Pengukuran dan pencatatan
1) Persiapkan kendaraan uji sesuai langkah no.1.
2) Siapkan kendaraan uji sesuai langkah no.2.
3) Naikan akselerasi putaran mesin hingga mencapai 2900 rpm sampai
dengan 3100 rpm kemudian tahan selama 60 detik dan selanjutnya
kembalikan pada posisi idle.
4) Masukan probe alat uji ke pipa gas buang selama 30 cm, bila
kurang dari 30 cm maka pasang pipa tambahan.

Gambar IV.6Pemasangan probe


5) Injak pedal gas maksimum (full throttle) secapatnya hingga
mencapai putaran mesin maksimum, selanjutnya tahan 1 hingga 4
detik. Lepas pedal gas dan tunggu hingga putaran mesin kembali
stasioner. Catat nilai opasitas asap.
6) Ulangi langkah no.5 minimal tiga kali.
7) Catat nilai persentase rata-rata opasitas asap dari langkah 6 dalam
satuan persen (%) yang terukur pada alat uji.

Gambar IV.7Print out Hasil Uji


2. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pengujian Emisi Mesin Diesel
Berdasarkan observasi di lapangan, pelaksanaan proses pengujian
emisi gas buang mesin diesel kurang sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan pada Lampiran II SNI Nomor 19-7118.2-2005 Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Cara Uji
Kendaraan Bermotor Kategori M, N, dan O Berpenggerak Penyalaan
Kompresi pada Kondisi Akselerasi bebas. Penulis mengamati aspek-aspek
yang dilaksanakan saat proses pengujian kendaraaan bermotor dan
diperoleh data sebagai berikut:

Tabel IV.4 Tabel Observasi Pelaksanaan Pengujian Emisi mesin


diesel sesuai SNI 19-7118.2-2005

ASPEK SESUAI
NO
Tidak
SNI 19-7118.2-2005 Dilaksanakan Keterangan
Dilaksanakan

Persiapan Kendaraan
Uji

1.
kendaraan yang akan 
diukur harus diparkir pada
posisi datar.

Patikan pipa gas buang


2.
(knalpot) tidak bocor  Optional

Temperatur oli mesin


3.
normal 600 C sampai
dengan 700C
dengan
atau sesuai
rekomendasi

manufaktur
sistem asesoris (AC, tape,
4.
lampu) dalam kondisi mati  Optional

kondisi temperatur tempat


5.
kerja pada 200 C s/d 350
C

6. Persiapan Peralatan

pastikan bahwa alat dalam 


kondisi telah terkalibrasi

7. hidupkan sesuai prosedur


pengoperasian (sesuai
dengan rekomendasi

manufaktur alat uji)

8. Pengukuran dan
pencatatan

persiapkan kendaraan uji 


sesuai langkah No.1

siapkan alat uji sesuai


9.
langkah No.2

10. naikkan (akselerasi)
putaran mesin hingga
mencapai 2.900 rpm
sampai dengan 3.100 rpm
kemudian tahan selama

60 detik dan selanjutnya
kembalikan pada kondisi
idle
11. masukkan probe alat uji
ke pipa gas buang
sedalam 30 cm, bila  Optional
kurang dari 30 cm maka
pasang pipa tambahan

injak
1 pedal gas maksimum
12. (full throttle)secepatnya
hingga mencapai putaran
mesin maksimum,
selanjutnya tahan 1
hingga 4 detik. Lepas 
pedal gas dan tunggu
hingga putaran mesin
kembali stationer. Catat
nilai opasitas asap

13. ulangi proses pengukuran


butir ke (5) minimal tiga 
kali

14. catat nilai prosentase rata-


rata opasitas asap dari
langkah 6 dalam satuan

persen (%) yang terukur
pada alat uji

Dari tabel observasi diatas terdapat beberapa langkah pengujian


emisi gas buang mesin diesel yang tidak dilaksanaan. Optional yang
dimaksud adalah langkah dimana penguji kadang kadang
melaksanakanya. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap hasil uji
yang kurang maksimal. Dengan adanya hal tersebut penulis
melaksanakan wawancara kepada penguji untuk mengetahui kendala
dalam pelaksanaan Standar Pelaksanaan Pengujian Emisi Gas Buang
Mesin Diesel dan telah didapatkan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
a. Tidak Terdapat Standar Operasional Pengujian Emisi Mesin Diesel
Standar Operasional Prosedur perlu diimplementasikan karena
berisi serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai
berbagai proses pelaksanaan yang berisi cara melakukan pekerjaan,
waktu pelaksanaan, tempat penyelenggaraan dan penguji yang
berperan dalam kegiatan.
Berdasarkan keterangan dari penguji, UPT PKB Kabupaten Jember
belum menyusun standar Operasional Prosedur pengujian emisi gas
buang mesin diesel yang dapat dijadikan pedoman atau standarisai
untuk melaksanakan kegiatan pengujian tersebut sesuai dengan
fungsi dan tugas pokok penguji. Maka dari itu perlu disusunya sebuah
SOP yang berisi prosedur atau langkah yang sesuai dalam
melaksanakan pengujian emisi mesin diesel dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan dan hasil uji yang dapat dipertanggung
jawabkan.
b. Fasilitas Alat Pelindung Diri yang Kurang Memadai
Fasilitas Alat Pelindung diri sangat penting untuk melindungi
penguji dari resiko bahaya yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas
pengujian yang dilakukan. Proses pengujian emisi gas buang mesin
diesel resiko bahaya yang ditimbulkan adalah emisi asap dan pipa
gas buang yang panas. Jika terpapar asap kendaraan mesin diesel
terlalu lama maka akan beresiko terhadap gangguan sistem
pernapasan dan penglihatan.Identifikasi potensi bahaya pengujian
emisi gas buang adalah sebagai berikut:
Sumber:Training centre PT. Astra Daihatsu
Gambar IV.8 Potensi Bahaya Pengujian Emisi

Kondisi di lapangan pada UPT PKB Kabupaten Jember tidak


terdapat fasilitas APD yang memadai, selain itu sirkulasi udara kurang
maksimal. Jenis APD yang berhubungan dengan proses pelaksanaan
pengujian emisi mesin diesel yaitu Masker medis(Mechanicl
Respirator), Sarung tangan, helm,pakaian pelindung (wearpak) dan
kacamata pelindung. Dari beberapa item tersebut alat pelindung diri
berupa masker medis dan kacamata pelindung tidak ada, sehingga
resiko penguji terkena penyakit akibat kerja tingga meskipun
gejalanya bersifat kontinuitas. item alat pelindung diri adalah sebagai
berikut:
Tabel IV.5 Ketersediaan alat pelindung diri UPT PKB Jember
No. Jenis APD Ketersediaan
1. Tutup Kepala/ Safety Helmet Ada
2. Kacamata Pelindung Tidak Ada
3. Masker/ Mechanical Respirator Tidak Ada
4. Tutup Telinga/ Earplug Tidak Ada
5. Sarung Tangan Ada
6. Pakaian Pelindung Ada
Sepatu Pelindung/ Safety
7. Tidak Ada
Shoes

Fasilitas alat pelindung diri sangat perlu agar penguji merasa


nyaman saat melaksanakan pengujian emisi gas buang dan
mengurangi resiko bahaya terkena penyakit akibat kerja sehingga
proses pengujian emisi gas buang dapat terlaksana dengan optimal.
c. Sikap atau Posisi Kerja yang Tidak Ergonomis
Sikap kerja yang bertentangan dengan sikap alamiah tubuh
manusia akan berdampak buruk bagi kesehatan setiap pekerja
karena akan menimbulkan cidera pada bagian tubuh tertentu. Dalam
sikap kerja yang tidak alamiah banyak terjadi gerakan otot yang tidak
semestinya, hal tersebut yang akan mnimbulkan dalam peningkatan
produktifitas kerja.
Dari narasumber beberapa penguji di UPT PKB Kabupaten Jember
mengeluhkan posisi kerja yang kurang sesuai saat menguji emisi
mesin diesel pada saat memasukan probe apabila pipa gas buang
susah dijangkau karena terdapat di sekitar propeler shaft (sebagian
besar mobil diesel) selang probe tidak terdapat stang yang dapat
membantu memasukan selang probe ke dalam pipa pembuangan,
sehingga jika didapati pipa gas buang susah dijangkau penguji harus
merangkak ke sisi kendaraan agar probe dapat masuk.

Gambar IV.9 Sikap Penguji Tanpa Setang Probe


Gambar IV.9 diatas menjelaskan tentang langkah meamasukan
probe kedalam pipa gas buang tanpa alat bantu setang probe,
penguji harus merangkak agar probe dapat masuk. Hal ini
menyebabkan penguji merasa kurang nyaman dan merasa sering
sakit didaerah tertentu saat menguji emisi pada volume kendaran
tinggi.

Gambar IV.10 Sikap Penguji dengan Stang Probe


Gambar IV.10 diatas menjelaskan mengenai penguji memasukan
setang probe dengan perangkat tambahan yaitu setang. Hal ini
memudahkan penguji saat ditemukannya pipa gas buang yang susah
dijangkau. Dengan setang probe, penguji merasa lebih nyaman dan
terhindar dari bahaya yang ditumbulkan oleh asap kendaraan yang
diuji.
Berdasarkan dua foto tersebutterdapat perbedaan dalam posisi
menguji emisi mesin diesel, dapat disimpulkan bahwa sikap kerja
menunjang pelaksanaan pengujian emisi mesin diesel lebih optimal,
penguji akan dimudahkan dalam pelaksanan pengujian emisi mesin
diesel tersebut. Karena tidak harus merangkak masuk kebawah
kolong kendaraan jika pipa pembuangan susah dijangkau. Implikasi
dari hal tersebut yaitu pada kenyaman sikap penguji saat menguji
emisi mesin diesel dan penguji merasa tidak cepat lelah dan
mengurangi resiko cidera saat menguji emisi gas buang.

3. Pengaruh Prosedur Pelaksanaan Pengujian Emisi Mesin Disel


a. Deskripsi Data
Data yang diambil adalah data darisampel 83 kendaraan bermotor
mesin diesel yang di uji di UPT Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten
Jember. Terdapat dua kondisi pengujian yaitu optional dan aspek SNI.
Kondisi Optional yaitu pengujian opasitas gas buang mesin diesel tanpa
menggunakan prosedur pelaksanan. Berikut merupakan tabel jumlah
aspek pelaksanaan pengujian emisi mesin diesel

Tabel IV.6Proses Pengujian Emisi Mesin Diesel di PKB Kabupaten Jember

JUMLAH PELAKSANAAN
NOMOR ASPEK PROSEDUR SNI
NOMOR UJI KONDISI
NO KENDARAAN SNI (%)
OPTIONAL

1 P 8835 SY DR 20215 14 9 64
2 P 8781 OH BOO 14420 14 9 64

3 P 9322 MY DR 15320 14 10 70

4 P 9304 BA DR 17285 14 10 70

5 P 9325 PD ML 9047 14 8 57

6 P 9467 K DR 22170 14 8 57

7 P 8762 QA DR 12317 14 9 64

8 P 8842 SD DR 20788 14 8 57

9 P 8926 ML JKT 532805 14 8 57

10 P 7654 DE BW 4761 14 9 64

11 P 9358 KO DR 21771 14 9 64

12 P 9314 PG SB 74199 K 14 8 57

13 P 8543 ML JKT 694908 14 8 57

14 P 9327 KT DR 89376 14 8 57

15 P 9290 PW DR 13957 14 7 50

16 P 8857 SY DR 21795 14 8 57

17 P 9409 K DR 22183 14 8 57

18 P 8853 RL JKT 745834 14 8 57

19 P 9305 MD MG 9599 14 9 64

20 P 8768 RN DR 16289 14 9 64

21 P 9358 ML DR 21778 14 8 57

22 P 8331 QB DR 22813 14 9 64

23 P 8798 TF DR 14960 14 9 64

24 P 8357 QB DR 22814 14 9 64

25 P 8851 RF DR 21812 14 9 64
26 P 9147 ML CD 02103 14 8 57

27 W 2289 RN SB 14748 G 14 8 57

28 P 9307 PO BWI 13891 14 8 57

29 P 9329 KB DR 19790 14 9 64

30 P 8807 TL BD 96160 14 9 64

31 P 9346 LY DR 21283 14 9 64

32 W 8577 J SB 13683 G 14 9 64

33 N 9005 YE CN 15884 14 8 57

34 P 7172 UT DR 10845 14 8 57

35 P 9003 UQ DR 15696 14 8 57

36 W 8505 N SDA 10845 14 9 64

37 DK 9627 GH DPR 10764 14 9 64

38 P 9318 LK DR 18868 14 8 57

39 P 8438 LL DR 13397 14 8 57

40 P 8757 RU DR 61543 14 9 64

41 P 8607 NL BKS 14490 14 8 57

42 P 9366 ME DR 11140 14 7 50

43 AG 8225 AF KD 13433 K 14 9 64

44 P 9332 NV DR 15812 14 8 57

45 P 8590 US DR 11151 14 8 57

46 P 8852 QU DR 15636 14 9 64

47 K 1932 WL SM 71519 14 9 64

CD
48 KT 8284 KJ 14 9 64
021029680
49 P 8772 TF DR 15762 14 9 64

50 P 8810 RI JKT 267862 14 10 70

51 P 8848 SK BW 5938 14 9 64

52 P 8217 RL BW 6044 14 8 57

53 DK 9847 AE DPR 52002 14 8 57

54 P 8753 QJ DR 10203 14 9 64

55 P 8758 SI DR 10299 14 10 70

56 P 8069 Q DR 34875 14 8 57

57 P 8775 SI DR 3390 14 7 50

56 P 9283 PR DR 10985 14 8 57

59 P 7610 NU BW 8063 14 8 57

60 P 9349 LW DR 21608 14 9 64

61 P 8740 RB DR 6047 14 9 64

62 P 8732 UT DR 5925 14 8 57

63 P 9312 PG DR 6474 14 8 57

64 P 9330 LM DR 19925 14 8 57

65 P 9216 UN DR 19899 14 9 64

66 P 8515 LL JKT 290108 14 10 70

67 B 9573 HK JKT 801839 14 10 70

68 P 9137 NL LM 4460 14 9 64

69 P 9290 UN DR 20567 14 8 57

70 P 8769 RN DR 3540 14 8 57

71 P 9319 LK DR 63670 14 9 64

72 N 9018 TD JKT 178485 14 8 57


73 P 8771 RZ JKT 192684 14 9 64

74 M 8672 UN LMG 4512 14 9 64

75 P 8743 QT DR 7138 14 8 57

76 P 8828 QU DR 7252 14 8 57

77 P 9072 UQ GT 5533 14 7 50

78 P 1398 UR DR 9993 14 7 50

79 P 8772 S DR 9967 14 9 57

80 P 8757 UM MR 3973 14 8 57

81 P 8786 R SB 33018` K 14 7 50

82 P 8755 T SB 36158 K 14 8 57

83 P 8821 TN DR 19416 14 9 64

RATA RATA 14 8 57

Tabel IV.6 di atas merupakan perbandingan antara langkah


pelaksanaan pengujian emisi gas buang mesin diesel dengan pelaksanaan
prosedur SNI dan optional.Dari beberapa prosedur SNI terdapat indikator
yang sering terlewatkan oleh penguji yaitu menaikan (akselerasi) putaran
mesin hingga mencapai 2900 rpm sampai 3100 rpm kemudian tahan
selama 60 detik dengan selanjutnya kembalikan pada kondisi idle.

Indikator tersebut sangat mempengaruhi hasil dari pengujian emisi gas


buang mesin diesel karena dengan menaikan akselerasi yang ditahan
selama 60 detik, maka suhu kerja mesin akan meningkat dan suhu
kompresi jugameningkat maka efisiensi pembakaran bahan bakar yang
dikabutkan oleh injector lebih efektif jadi bahan bakar akan terbakar
sempurna selain itu dapat membersihkan saluran gas buang dari karbon
dan senyawa lain yang menyebabkan pembentukan asap pada saluran
buang sebelum proses pengukuran, sehingga opasitas pada pengukuran
adalah opasitas dari sisa pembakaran dan hasil pengukuran menjadi lebih
valid.

Data dari hasil yang dilakukan pada sampel 83 kendaraan diketahui


bahwa proses pelaksanaan pengujian dengan proses pelaksanaan sesuai
prosedur SNI mempunyai nilai rata-rata57 %(persen). Dengan hasil ini
proses pelaksanaan pengujian emisi gas buang mesin diesel belum sesuai
dengan SNI, karena penguji tidak melakukan beberapa indikator yang
dapat menyebabkan kurang maksimalnya hasil pengujian.

Selain itu, pengujian yang dilakukan juga menjelaskan tentang


pengaruh penggunaan prosedur SNI pengujian emisi gas buang mesin
diesel terhadap hasil pengujian yang lebih valid dan relevan. Berikut
merupakan data perbandingan pengujian menggunakan prosedur SNI dan
tidak menggunakan prosedur. Berikut merupakan perbandingan
pengujian menggunakan prosedur SNI dan tanpa prosedur SNI.

Tabel IV.7Perbandingan Hasil Pengujian Emisi Gas Buang Mesin Diesel

NOMOR OPASITAS
NO NOMOR UJI
KENDARAAN OPTIONAL (%) ASPEK SNI (%)

1 P 8835 SY DR 20215 54 40

2 P 8781 OH BOO 14420 48 36

3 P 9322 MY DR 15320 27 11

4 P 9304 BA DR 17285 58 47

5 P 9325 PD ML 9047 68 52

6 P 9467 K DR 22170 50 31

7 P 8762 QA DR 12317 65 44

8 P 8842 SD DR 20788 43 35

9 P 8926 ML JKT 532805 40 40


BB
10 B 9657 NCE 55 34
041081650

11 P 9358 KO DR 21771 35 29

12 P 9314 PG SB 74199 K 70 57

13 P 8543 ML JKT 694908 60 47

14 P 9327 KT DR 89376 54 29

15 P 9290 PW DR 13957 43 32

16 P 8857 SY DR 21795 55 38

17 P 9409 K DR 22183 60 42

18 P 8853 RL JKT 745834 45 33

19 P 9305 MD MG 9599 37 19

20 P 8768 RN DR 16289 54 40
CD
21 KT 8284 KJ 50 43
021029680

22 P 9358 ML DR 21778 60 58

23 P 8331 QB DR 22813 68 20

24 P 8798 TF DR 14960 78 52

25 P 8357 QB DR 22814 50 41

26 P 8851 RF DR 21812 56 32

27 P 9147 ML CD 02103 63 38

28 W 2289 RN SB 14748 G 55 40

29 P 9307 PO BWI 13891 43 29

30 P 9329 KB DR 19790 44 35

31 P 8807 TL BD 96160 40 41
32 P 9346 LY DR 21283 45 34

33 W 8577 J SB 13683 G 50 46

34 N 9005 YE CN 15884 60 39

35 P 7172 UT DR 10845 38 38

36 P 9003 UQ DR 15696 47 43

37 DK 9627 GH DPR 10764 64 32

38 P 9318 LK DR 18868 50 36

39 P 8438 LL DR 13397 57 50

40 P 8757 RU DR 61543 61 54

41 P 8607 NL BKS 14490 40 28

42 P 9366 ME DR 11140 64 42

43 AG 8225 AF KD 13433 K 56 56

44 P 9332 NV DR 15812 65 55

45 P 8590 US DR 11151 43 33

46 P 8852 QU DR 15636 35 30

47 K 1932 WL SM 71519 40 40

48 S 8534 WF DG 6811 K 50 43

49 P 8772 TF DR 15762 54 46

50 P 8810 RI JKT 267862 46 39

51 P 8810 RI JKT 267862 68 50

52 P 8848 SK BW 5938 48 26

53 P 8217 RL BW 6044 57 45

54 DK 9847 AE DPR 52002 40 40


55 P 8753 QJ DR 10203 76 54

56 P 8758 SI DR 10299 65 31

57 P 8069 Q DR 34875 53 42

58 P 9283 PR DR 10985 44 40

59 P 7610 NU BW 8063 61 43

60 P 9349 LW DR 21608 60 31

61 P 8740 RB DR 6047 42 32

62 P 8732 UT DR 5925 64 50

63 P 9312 PG DR 6474 53 40

64 P 9330 LM DR 19925 59 43

65 P 9216 UN DR 19899 60 32

66 P 8515 LL JKT 290108 71 53

67 B 9573 HK JKT 801839 54 41

68 P 9137 NL LM 4460 46 29

69 P 9290 UN DR 20567 44 40

70 P 8769 RN DR 3540 56 45

71 P 9319 LK DR 63670 36 27

72 N 9018 TD JKT 178485 53 42

73 P 8771 RZ JKT 192684 45 30

74 M 8672 UN LMG 4512 40 34

75 P 8743 QT DR 7138 58 28

76 P 8828 QU DR 7252 55 35

77 P 9072 UQ GT 5533 47 40

78 P 1398 UR DR 9993 53 39
79 P 8772 S DR 9967 60 47

80 P 8757 UM MR 3973 56 38

81 P 8786 R SB 33018 K 48 34

82 P 8755 T SB 36158 K 57 44

83 P 8821 TN DR 19416 63 40

RATA RATA 53 38

Tabel diatas merupakan perbandingan hasil pengujian emisi gas buang


mesin diesel menggunakan kondisi optional yaitu tanpa Standar
pelaksanaan di UPT PKB Kabupaten Jember dan dengan menggunakan
prosedur SNI yang dilakukan terhadap sampel 83 kendaraan.

Untuk lebih menjelaskanmengenai perbandingan hasil uji tersebut,


dapat dilaksanakan perhitungan anlisis deskriptif menggunakan software
SPSS 16.0 versi for Windows. Perhitungan tersebut menggunakan rumus
distribusi frekuensi, berikut merupakan hasil analisis deskriptif:

Gambar IV.11Analisis Statistik Deskriptif

Berdasarkan gambar IV.7 diatas, dapat disimpulkan bahwa dari


sampel 83 kendaraan yang di uji, rata-rata hasil opasitas pengujian emisi
gas buang mesin diesel dengan menggunakan prosedur SNI lebih kecil
daripada pengujian kondisi optional, kondisi optional yaitu kondisi dimana
penguji melaksanakan pengujian emisi mesin diesel tanpa menggunakan
Standar operasional prosedur.Rata rata pengujian emisi gas buang mesin
diesel menggunakan aspek SNI persentase opasitasnya adalah 38 % dan
persentase opasitas pengujian emisi mesin diesel kondisi optional adalah
53 %. Nilai opasitas tertinggi dari pengujian emisi mesin diesel kondisi
SNI adalah 58 % sedangkan nilai tertinggi opasitas kondisi optional
adalah 78 %. Persentase opasitas terkecil untuk kondisi aspek SNI adalah
11 % dan untuk opasitas terkecil kondisi optional adalah 27 %. pengaruh
penggunaan prosedur SNI lebih jelasnya akan disajikan berupa grafik
sebagai berikut:

Gambar IV.12 Grafik Hasil Uji Emisi mesin diesel Tanpa SOP

Berdasarkan grafik tersebut sumbu horizontal adalah persentase


opasitas asap kendaraan, dan sumbu vertikal adalah frekuensi hasil dari
opasitas sumbu horizontal. Nilai modus terletak pada kisaran 55 % – 60
%.
Gambar IV.13 Grafik Pengujian Emisi Aspek SNI

Sumbu horizontal adalah rentang persentase opasitas yang dihasilkan


sedangakan untuk sumbu vertikal adalah frekuensi atau jumlah
persentase opasitas yang terkait. Selanjutnya dilaksanakan analisis untuk
mengetahui adanya pengaruh prosedur pelaksanaan pengujian emisi
diesel terhadap hasil uji.

b. Uji Persyaratan Analisis


Setelah data terkumpul, untuk mengetahui pengaruh prosedur
pelaksanaan pengujian emisi gas buang mesin diesel terhadap hasil uji,
maka diperlukan analisis data. Sebelum analisis dilaksanakan uji
persyaratan untuk mengetahui apakah model tersebut dapat digunakan
sebagai dasarr estimasi yang tidak bisa dengan model t-test.adapun
persyaratan tersebut adalah;
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal dapat dilanjutkan
analisis selanjutnya dengan uji t-test.

Gambar IV.14 Hasil Uji Normalitas

Interprestasi hasil uji normalitas yang dilakukan sebagai berikut:


Jika Sig > 0,05 maka data berdistribusi normal
Jika Sig < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal
berdasarkan analisis data yang telah dilaksanakan maka:
a) Sig opasitas optional adalah 0,200 maka lebih besar dari 0,05
sehingga data berdistribusi normal
b) Sig opasitas SNI adalah 0,200 maka lebih besar dari 0,05 sehingga
data berdistribusi normal

Dari interprestasi hasil diatas, data persentase kepekatan asap hasil


pengujian kondisi optional dan SNI berdistribusi normal dan selanjutnya
dilaksanakan dengan uji T-Test.

c. Uji T-Test
Penentuan uji analisis hipotesis dilaksanakan setelahmengetahui hasil
uji normalitas. Dari Uji Normalitas diperoleh hasil bahwa data
berdistribusi normal, model statistiknya adalah :
1) Model statististik parametrik menggunalkan uji t-test pada program
SPSS ver 16 for windows dan menggunakan rumus Paired Sample
Test

Gambar IV.15 Perhitungan t-test menggunakan Paired Sample Test

a) Pengambilan Keputusan
Penentuan Hipotesis
Ho : Tidak ada perbeedaan hasil pengujian emisi gas buang mesin
diesel yang menggunakan prosedur SNI dengan hasil opasitas gas
buang kendaraan.
Ha : Ada perbedaan hasil pengujian emisi gas buang mesin diesel
yang menggunakan prosedur SNI dengan hasil opasitas gas buang
kendaraan.
b) Menentukan dasar pengambilan keputusan
1) Berdasarkan nilai Signifikansi
Jika Sig > 0,05 maka Ho diterima
Jika Sig < 0,05maka Ho ditolak
Sesuai tabel 4.5 pairedt-test di atas, opasitas memiliki nilai Sig
0.00 maka Ho ditolak dan Ha diterima
2) Berdasarkan t-hitung
Jika t tabel < t hitung < t tabel maka ho diterima
Jika t hitung < -t tabel , t hitung t tabel maka ho ditolak
Berdasarkan gambarIV.15paired t-test di atas, T hitung
14,601>t tabel 1,994 maka Ho ditolak dan Ha diterima yaitu
terdapat perbedaan hasil pengujian emisi mesin diesel sebelum
dan sesudah menggunakan prosedur SNI.
Hasil analisis data diatas menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil
pengujian menggunakan prosedur SNI dan tanpa prosedur, maka dari itu
terdapat pengaruh yang signifikan mengenai prosedur pelaksanaan
pengujian terhadap hasil uji.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


Pelaksanaan pengujian emisi gas buang mesin diesel bertujuan untuk
mengendalikan polutan asap yang dihasilkan dan untuk mengurangi potensi
pencemaran yang disebabkan oleh kendaraan bermotor bermesin diesel.
Selain itu bertujuan untuk memberikan pelayanan umum kepada
masyarakat. Perwujudan dari tujuantersebut yaitu terlaksananya proses
pengujian kendaraan bermotor yang sesuai dengan standar pelaksanaan
agar hasil uji yang dihasilkan berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pelaksanaan prosedur uji yang sesuai berbanding lurus dengan hasil uji yang
dihasilkan.
1. Faktor Penghambat Proses Pelaksanaan Pengujian Emisi Gas
buang Mesin Diesel
Berdasarkan data dari hasil observasi bahwa pelaksanaan proses
pengujian emisi gas buang mesin diesel pada Unit Pelaksana Teknis
Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Jember belum sesuai dengan
standar pelaksanan. Dari 14 langkah pengujian emisi gas buang mesin
diesel sesuai Permen LH Nomor 05 Tahun 2006 rata rata penguji hanya
melaksanakan 8 langkah uji. Terdapat beberapa prosedur uji yang
sering tidak dilaksanakan oleh penguji. Hal ini tentunya akan berdampak
pada hasil uji yang menjadi kurang valid dan relevan.
Dalam rangka menemukan kendala yang menghambat proses
pelaksanaan pengujian emisi gas buang mesin diesel, penulis
melaksanakan wawancara terbuka kepada sumber data yaitu penguji di
UPT PKB Kabupaten Jember. Pelaksanaan pengujian emisi mesin diesel
tidak sesuai standar pelaksanaan disebabkan oleh beberapa aspek yaitu:
a. Tidak Terdapat Standar Operasional Prosedur Pengujian Emisi Mesin
Diesel
Berdasarkan data yang diperoleh, UPT PKB Kabupaten Jember
belum menyusun standar Operasional Prosedur pengujian emisi gas
buang mesin diesel yang dapat dijadikan pedoman atau acuan untuk
melaksanakan kegiatan pengujian tersebut sesuai dengan fungsi dan
tugas pokok penguji. Maka dari itu perlu disusunya sebuah SOP yang
menunjang pelaksanaan Pengujian Emisi Gas Buang dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan dan mendapatkan hasil uji yang akurat
dapat dipertanggung jawabkan.
b. Fasilitas APD yang Kurang Memadai
Kondisi di lapangan pada UPT PKB Kabupaten Jember tidak
terdapat fasilitas APD yang memadai, selain itu sirkulasi udara kurang
maksimal. Jenis APD yang berhubungan dengan proses pelaksanaan
pengujian emisi mesin diesel yaitu Masker medis, Sarung tangan,
helm,pakaian pelindung (wearpak) dan kacamata pelindung. Dari
beberapa item tersebut alat pelindung diri berupa masker medis dan
kacamata pelindung tidak ada, sehingga resiko penguji terkena
penyakit akibat kerja tingga meskipun gejalanya bersifat kontinuitas.
Potensi bahaya yang dapat ditimbullkan oleh kegiatan pengujian
emisi gas buang mesin diesel adalah terpapar asap emisi gas buang
yang mengandung senyawa atau partikel yang berbahay bagi tubuh.
Jika terus menerus dapat menyebabkan gangguan pada pernapasan
dan penglihatan. Fasilitas alat pelindung diri sangat perlu agar
penguji merasa nyaman saat melaksanakan pengujian emisi gas
buang dan mengurangi resiko bahaya terkena penyakit akibat kerja
sehingga proses pengujian emisi gas buang dapat terlaksana dengan
optimal.
c. Sikap atau Posisi Kerja yang Tidak Ergonomis
Berdasarkan keterangan dari narasumber beberapa penguji di UPT
PKB Kabupaten Jember mengeluhkan sikap kerja yang kurang sesuai
karena selang probe tidak terdapat stang yang dapat membantu
memasukan selang probe ke dalam pipa pembuangan, sehingga jika
didapati pipa gas buang susah dijangkau penguji harus merangkak ke
sisi kendaraan agar probe dapat masuk.Penguji harus merangkak ke
sisi bawah kendaraan untuk memasukan probe ke dalam opipa
pembuangan. Selain itu penguji merasa cepat lelah apabila sikap
kerja seperti itu dilaksanakan pada saat volume kendaraan yang diuji
tinggi.
Ketiga kendala tersebut yang dirasakan oleh sebagian besar penguji
ketika melaksanakan proses pengujian emisi gas buang mesin diesel
sehingga proses pelaksanaan pengujian kurang optimal dan hasil uji
kurang akurat karena terdapat beberapa aspek yang tidak dilaksanakan.

2. Hasil Uji Emisi Gas Buang Mesin Diesel


Berdasarkan pengujian emisi gas buang dari sampel 83 kendaraan
dengan perbedaan prosedur uji yaitu tanpa SNI dan menggunakan
prosedur SNI pada UPT PKB Kabupaten Jember diperoleh hasil sebagai
berikut :
a. Persentase pelaksanaan pengujian emisi mesin diesel yang sesuai SNI
adalah 58 %. Dari 14 langkah uji, rata rata hanya dikerjakan 8 langkah
sehingga terdapat beberapa langkah yang tidak dilaksanakan. Dengan
demikian dapat dikatakan proses pelaksanaan pengujian emisi gas
buang mesin diesel belum sesuai dengan standar pelaksanaan.
Implikasi dari hal tersebut adalah hasil uji dari opasitas gas buang
kendaraan kurang valid dan relevan.
b. Rata-rata hasil pengujian emisi gas buang mesin diesel dengan kondisi
optional yaitu kondisi tanpa menggunakan prosedur SNI di UPT PKB
Kabupaten Jember prosentase opasitasnya adalah 53 %, dan prosedur
pelaksanaan pengujian emisi gas buang mesin diesel yang
menggunakan prosedur SNI memiliki rata-rata prosentasi opasitas
sebesar 38 %. Dengan demikian pengujian emisi gas buang mesin
diesel menggunakan prosedur SNI hasilnya lebih baik dan lebih
relevan. Prosedur pelaksanaan pengujian emisi mesin diesel tentunya
berpengaruh terhadap hasil uji. Hal tersebut dibuktikan setelah data
hasil uji diolah menggunakn aplikasi SPSS Version 16bahwahasil taraf
signifikansi untuk prosentase opasitas adalah 0.00 < 0.05 dan nilai t
hitung 14,601> t tabel 1,994maka Ho ditolak dan Ha
diterima,interprestasinya adalah terdapat perbedaan hasil pengujian
emisi mesin diesel sebelum dan sesudah penerapan aspek SNI. Hasil
analisis tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil
pengujian emisi gas buang mesin diesel yaitu tingkat opasitas asapnya
menggunakan prosedur aspek SNI dan yang tidak menggunakan
prosedur SNI.
c. Dari beberapa prosedur SNI terdapat indikator yang sering terlewatkan
oleh penguji yang sangat mempengaruhi hasil dari tingkat opasitas gas
buang kendaraan bermotor mesin diesel yaitu
“ Naikan (akselerasi) putaran mesin hingga mencapai 2900 rpm
sampai 3100 rpm kemudian tahan selama 60 detik denghan
selanjutnya kembalikan pada posisi idle”
Menaikan putaran mesin hingga mencapai 2900 rpm sampai 3100
rpm selama enam puluh detik dapat menaikan suhu kerja ruang bakar
sehingga udara panas akibat kompresi lebih efektif dan bahan bakar
yang dikabutkan oleh injector akan terbakar maksimal. Bahan bakar
diesel memiliki titik nyala (flash point) yang menyatakan suhu pada
tekanan tertentu dimana bahan bakar akan membentuk uap dalam
jumlah cukup yang bercampur dengan udara di sekitarnya, sehingga
akan terbakar bila berada di dekat sumber penyalaan. Flash point
solar pada umumnya berkisar antara 60°C(Setyadi F, Unversitas
Kristen Putra, 2010). Selain itu kegiatan tersebut dikenal juga sebagai
istilah pre eliminary yaitu pembersihan saluran gas buang dari karbon
dan senyawa yang lain yang berpotensi menambah tingkat opasitas
saat dilaksanakan kegiatan pengujian, sehingga opasitas yang
dihasilkan adalah opasitas yang berasal dari pembakaran dalam
mesin, tidak terjadi penambahan tingkat opasitas pada saluran gas
buang.Selain itu, khusus mobil generasi tahun 1990 atau sebelumnya
umumnya memiliki celah antar komponen internal mesin yang lebar,
implikasnya yaitu terdapat oli yang ikut terbakar. Tidak hanya ukuran
komponen yang tidak se presisi kendaraan saat ini akan tetapi
teknologi maupun material mesin mobil lama membutuhkan waktu
agar komponen tersebut memuai dan setelah itu maka dari itu hasil
pengujian akan lebih valid dan akurat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah dilaksanakan analisis dan pembahasan tentang pelaksanaan
pengujian emisi gas buang mesin diesel di UPT PKB Kabupaten Jember pada
bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Unit Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kabupaten
Jember dalam melaksanakan pengujian emisi gas buang belum sesuai
dengan aspek SNI sesuai dengan SNI 19-7118.2-2005 yang tertera pada
lampiran II Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2005.
Dari 14 aspek SNI rata-rata penguji hanya melaksanakan 8 tahapan
pengujian emisi gas buang mesin diesel
2. Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanan pengujian emisi gas buang
mesin diesel yaitu:
a.Tidak terdapat Standar Operasional Prosedur pengujian emisi gas buang
mesin diesel.
b. Fasilitas alat pelindung diri kurang memadai karena tidak terdapat
kaca mata pelindung dan masker medis.
c. Posisi kerja kurang ergonomis karena penguji merasa cepat lelah
ketika harus merangkak masuk ke dalam kolong kendaraan untuk
memasukan probe ke dalam pipa pembuangan.
3. Hasil pengujian emisi gas buang mesin diesel yang dilakukan menunjukan
adanya perbedaan persentase opasitas sebelumnya 54 % menjadi 38 %
dan menunjukan bahwa pengujian emisi mesin diesel menggunakan
aspek SNI hasilnya lebih baik. Dari hasil analisis data menggunakan T test
, Taraf signifikansi tingkat opasitas adalah 0,000 dan lebih kecil dari 0,05
dan T hitung 14,56 lebih besar dari T tabel yaitu 1,994. Maka Ho ditolak
dan Ha diterima artinya terdapat perbedaan hasil pengujian emisi gas
buang mesin diesel yanng menggunakan prosedur SNI dengan yang
dilakukan secara optional dan jika terdapat perbedaan maka terdapat
pengaruh prosedur SNI terhadap hasil uji.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas , untuk mengurangi dampak akibat emisi
penggunaan kendaraan bermotor mesin diesel di jalan serta memberikan
pelayanan umum yang lebih maksimal kepada masyarakat maka saran yang
dapat dilakukan adalah

1. Unit Pelaksana Pengujian Kendaraan bermotor dalam melaksanakan


pengujian berkala kendaraan bermotor khususnya pengujian emisi
mesin diesel yaitu dalam prosesnya menggunakan 14 aspek SNI sesuai
Peraturan Menteri lingkungan Hidup Nomor 06 tahun 2005 agar hasil uji
lebihlebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.
2. Meminimalisir kendala pelaksanaan pengujian emisi gas buang mesin
diesel dengan
a. Penyusunan SOP pengujian emisi gas buang mesin diesel.
b. Penambahan alat pelindung diri dan fasilitas sirkulasi udara.
c. Pembuatan alat bantu untuk menunjang proses pelaksanaan
pengujian emisi mesin diesel seperti setang untuk probe agar
hasil uji lebih akurat.
3. Pengujian emisi mesin diesel menggunakan prosedur SNI perlu
diterapkan untuk mendapatkan hasil uji yang valid dan relevan.
4. Perlu dilaksanakan kajian lebih lanjut mengenai pengaruh Aspek SNI
terhadap emisi yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai