SKRIPSI
diajukan kepada
Univeritas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana
Teknik Mesin
OLEH
ILHAM DIDIT OCTIANO
NIM 150514603729
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
(Ragul Karthick Elango, et al., 2018). Biodisel bersifat ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel/solar
(Hambali, 2006).
2
metode pembuatan transestrifikasi menggunakan katalis CaO dengan campuran
Alumina. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh DJ. Vujicic, dkk. (2010)
menganalisa parameter kinetika hasil TGA dari biodiesel berbahan baku minyak
bunga matahari dengan katalis CaO.
Berdasarkan penjelasan di atas, limbah minyak goreng (minyak jelantah)
beserta katalis dapat digunakan sebagai biodisel. sehingga dapat diperlukan
penelitian pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodiesel dan diperlukan analisis
fisik dan kinetika untuk mengtahui kualitas biodiesel yang dihasilkan.
𝑇𝑏 . 𝜌𝑏
𝜇𝑏 = 𝜇0
𝑇0 . 𝜌0
3
f. Pengukuran Flash point menggunakan Flash Point Tester SYD-3536
g. Pengkuran Nilai Kalor menggunakan alat Bombcalorimetry
h. Penentuan senyawa yang terkandung di dalam biodiesel menggunakan alat
GC-MS
i. penetuan decomposition thermal menggunakan TGA dengan Heating Rate
10 K/min
4
1.6 Kegunaan Penelitian
a. Bagi Industri Bahan Bakar
Sebagai bahan alternatif dalam produksi industri bahan bakar
menggunakan biodiesel berbasis minyak jelantah dengan variasi konsentrasi
katalis KOH.
b. Bagi Jurusan Teknik Mesin
Hasil pnelitian ini diharapkan menjadi wawasan pengetahuan bagi
mahasiswa, khususnya mahasiswa teknik mesin mengenai bahan bakar
ramah lingkungan.
c. Bagi Peneliti Lain
Sebagai masukan dalam mengadakan penelitian lanjutan yang dapat
dijadikan salah satu landasan atau rujukan untuk Mahasiswa Jurusan Teknik
Mesin Universitas Negeri Malang yang ingin mengambil judul penelitian
dalam lingkup penelitian murni tentang konversi energi.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
Reaksi hidrolisis dari minyak goreng akan menghasilkan asam lemak bebas
dan gliserol. Tingginya asam lemak bebas tersebut akan meningkatkan bilangan
asam minyak goreng. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak dengan
oksigen, biasanya oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak hasil
proses oksidai disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid, keton serta
asam-asam lemak bebas (Ketaren, 2005).
7
dibagi dalam dua bagian penting yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Asam lemak penting yang terdapat dalam minyak dan lemak disajikan pada tabel
2.1.
Minyak nabati yang lazim digunakan dalam produksi biodiesel merupakan
trigliserida yang mengandung asam oleat dan linoleat. Lemak yang lazim
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bahan dasar pembuatan biodiesel
merupakan trigliserida yang mengandung asam palmitat, asam stearat dan asam
oleat (Zappi, dkk., 2003).
Tabel 2.1 Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Jenuh
Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tak Jenuh
Asetat CH3COOH Palmitoleat CH3(CH2)5-
n-butirat CH3(CH2)2COOH CH(CH2)7COOH
Isovalerat (CH3)2CHCH2COOH Oleat CH3(CH2)7CH(CH2)7-
n-kaproat CH3(CH2)4COOH COOH
n-kaprilat CH3(CH2)6COOH Erukat CH3(CH2)7=CH-
Kaprat CH3(CH2)8COOH (CH2)11COOH
Laurat CH3(CH2)10COOH Linoleat CH3(CH2)4CH=CH-
Miristat CH3(CH2)12COOH CH2CH=CH-
Palmitat CH3(CH2)14COOH (CH2)7COOH
Stearat CH3(CH2)16COOH Linolenat CH3CH2CH=CH-
Arachidat CH3(CH2)18COOH CH2CH=CHCH2-
Behenat CH3(CH2)20COOH CH=CH
(CH2)7COOH
Lignoserat CH3(CH2)22COOH Clupanodonat C22H34O2
Arachidonat CH20H32O2
Sumber: Ketaren. (2005)
2.3 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang
diproduksi dengan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi minyak nabati atau lemak
hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol. Reaksinya membutuhkan
8
katalis yang umumnya merupakan basa kuat, sehingga akan memproduksi senyawa
kimia baru yang disebut metil ester.
Biodiesel dapat dibuat dengan transesterifikasi asam lemak. Asam lemak
dari minyak nabati akan direaksikan dengan alkohol menghasilkan ester. Produk
samping dari transesterifikasi asam lemak ini berupa gliserin. Gliserin juga bernilai
ekonomis cukup tinggi, sehingga produk samping ini dapat dimanfaatkan untuk
bahan baku pembuatanzat kimia lainya. Biodiesel merupakan kandidat yang paling
baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi
utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat
menggantikan diesel petrol dimesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual
dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang. Penggunaan dan produksi
biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia,
meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada
konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai
bahan bakar. Biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara
C6-C22 dengan reaksi transesterifikasi. ia memiliki sifat fisik yang mirip dengan
solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin diesel hampir tanpa
modifikasi (Anshary,2012). Biodiesel telah banayk digunakan sebagai bahan bakar
pengganti solar.
Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel harus
mempunyai kemiripan sifat fisik dan kimia dengan solar. perbandingan sifat fisik
dan kimia biodiesel dengan solar dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Hasil Rata-Rata Uji Jalan Pemanfaatan Biodiesel 20% Pada Tahun
2014
Sifat fisik/kimia Biodiesel Solar
Komposisi Ester alkil Hidrokarbon
Viskositas, cSt 5,55 4,6
Densitas, g/ml 0,8624 0,8750
Angka cetana 62,4 53
Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg
9
Titik nyala, oC 172 98
Sumber: Kementerian ESDM, (2014)
10
Tabel 2.3 Hasil Rata-rata Uji Jalan Pemanfaatan Biodiesel 20% Pada
Tahun 2014
Bahan Bakar Konsumsi Bahan Emisi (g/km) Power (kW)
Bakar (km/L)
B0 (solar murni) 13,76 2,30 57,52
B20 (biodiesel 13,49 1,61 56,32
20%)
Sumber: Kementerian ESDM. (2014)
11
dengan gugus hidroksi. alkohol rantai pendek yang sering digunakan adalah
metanol karena kereaktifanya yang tinggi (Utomo, 2011).
trigliserida merupakan triester dari gliserol dan asam – asam lemak yaitu
asam karboksilat dengan rantai hidrokarbon (C6 sampai C30). Trigliserida
merupakan penyusun utama minyak nabati. Selain Trigliserida dalam lemak juga
terdapat monogliserida dan digliserida. Transesterifikasi biasa disebut dengan
alkoholisis adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi methyl ester, melalui
reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Reaksi
transesterifikasi trigliserida menjadi methyl ester adalah :
12
untuk reaksi kimia diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi maka interaksi antar
molekul semakin intensif dan menghasilkan produk yang lebih banyak. prinsip
dasar reaksi ini juga berlaku untuk reaksi transesterifikasi, sehingga faktor ini telah
dikaji dalam banyak penelitian. Selain waktu pengadukan juga merupakan faktor
yang mempengaruhi efektifitas suatu reaksi kimia, pengadukan sangat penting
karena minyak , metanol dan katalis merupakan campuran yang immiscible
(Samart, dkk, 2010). Dalam bidang penelitian tentang biodiesel, faktor ini juga telah
dipelajari dalam sejumlah penelitian. Hayyan, dkk, (2011) mempelajari pengaruh
pengadukan pada biodiesel minyak kelapa sawit dengan variasi pengadukan antara
200 sampai 800 rpm, dan melaporkan pengadukan terbaik pada 400 rpm dengan
persen konversi 94,78%. faktor berikutnya yang mempengaruhi reaksi
transesterifikasi adalah katalis. Katalis pada reaksi kimia berfungsi untuk
mempercepat reaksi. katalisator juga berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi
pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu kecepatan reaksi menjadi semakin
meningkat. Pada reaksi transesterifikasi yang telah dilakukan biasanya
menggunakan katalis dengan variasi antara 1% berat sampai 10% berat campuran
pereaksi (Mc ketta, 1978). pada reaksi transesterifikasi terdapat dua jenis katalis
yang dapat digunakan adalah katalis homogen dan heterogen. katalis homogen
merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk.
beberapa katalis homogen yang sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi
adalah katalis asam atau basa. penggunaan katalis homogen ini memiliki beberapa
kelemahan seperti bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, mencemari
lingkungan, dan tidak dapat digunakan kembali (Widyastuti, 2007).
banyaknya katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi juga
mempengaruhi jumlah biodiesel yang dihasilkan. Granados, dkk, (2007)
melakukan peneltian bahwa banyaknya biodiesel yang dihasilkan pada reaksi
transesterifikasi meningkat dengan jumlah katalis yang digunakan.
13
2. Esterifikasi minyak dengan metanol melalui katalis asam secara langsung.
3. Konversi dari minyak ke fatty acid ke alkil ester melalui katalis asam.
Teknik biodiesel yang digunakan saat ini umumnya mengikuti rute yang
pertama, yaitu transesterifikasi minyak dengan alkohol melalui katalis basa. cara
ini merupakan cara yang paling ekonomis karena:
1. Proses memerlukan temperatur rendah.
2. Tingkat konversi tinggi (mencapai 98%) dengan waktu reaksi yang cukup
singkat dan hasil reaksi samping yang maksimal.
3. Konversi langsung ke metil ester (biodiesel) tanpa melalui tahap
intermediet.
4. tidak diperlukan material dan konstruksi yang rumit.
pembuatan biodiesel dengan proses trigliserida menjadi metil ester
(biodiesel). Dalam reaksinya terjadi penggantian gugus alkohol dari ester dengan
alkohol lain. Pada umumnya, alkohol yang digunakan dalam proses transesterifikasi
adalah metanol. Selain itu, untuk mempercepat terjadinya reaksi, digunakan pula
katalis KOH. Pada proses transesterifikasi ini dihasilkan juga gliserol yang menjadi
produk samping dalam pembuatan biodiesel ini.
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen metil ester yang dihasilkan
pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan
asam lemak bebas. selain itu, suhu yang terlalu tinggi pada saat proses
transesterifikasi bisa menyebabkan minyak berbusa karena terjadi reaksi
penyabunan yang disebabkan oleh KOH yang bereaksi dengan minyak pada suhu
tinggi. Umumnya suhu reaksi ideal pada transesterifikasi 50-60 oC.
Sebelum dilakukan proses transesterifikasi minyak hewani supaya tidak
pekat pada temperatur rendah akan kita transesterifikasi menggunakan senyawa
metoksi, senyawa methoksi dibuat dari methanol ditambah dengan KOH, setelah
menjadi senyawa methoksi campur dengan minyak nabati yang telah kita siapkan
untuk menyempurnakan reaksi esterifikasi. Supaya tepat dalam penggunaan
senyawa metoksi dalam membuat biodiesel dari berbagai minyak maka perlu
diketahui angka asam dari masing-masing bahan baku. Kebutuhan senyawa
metoksi masing-masing minyak berbeda.
14
Trigliserida merupakan triester dari gliserol dan asam-asam lemak yaitu
asam karboksilat dengan rantai hidrokarbon (C6-C30). Trigliserida merupakan
penyusun utama minyak nabati. Selain trigliserida dalam lemak juga terdapat
monogliserida dan digliserida. Transesterifikasi biasa disebut dengan alkoholisis
adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi metil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasillkan produk samping yaitu gliserol.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi transesterifikasi untuk
menghasilkan biodiesel maksimal adalah pengaruh kadar air dan asam lemak
bebas, perbandingan molar alkohol, suhu dan lama reaksi, jenis katalis, dan
konsentrasi katalis.
15
2.5.3 Jenis Katalis
Katalis dalam reaksi transesterifikasi berfungsi untuk mempercepat reaksi
konversi minyak membentuk biodiesel. Penelitian Kusuma, dkk. (2011) melakukan
sintesis biodiesel dari minyak kelapa sawit menggunakan katalis KOH, biodiesel
yang dihasilkan adalah 96,44 %. Penggunaan katalis basa KOH dalam
transesterifikasi memberikan hasil produk biodiesel yang lebih besar.
Encinar et al. (1999) melaporkan bahwa dibandingkan dengan katalis basa-
homogen lainya, kinerja KOH sebagai katalis lebih unggul dimana produk metil
ester yang dihasilkan lebih banyak serta pemisahan produk metil ester dari gliserol
lebih mudah.
16
148.4 °F (337.8 K) dengan rumus molar 32.04 g/mol. Sedangkan Butanol
lebih mudah menguap dibandingkan metanol. Memberikan gugus alkil kepada
rantai trigliserida dalam reaksi biodiesel karena kereaktifannya yang tinggi (Utomo,
2011). Transesterifikasi membutuhkan suatu katalis untuk mempercepat
terbentukknya produk, berikut adalah mekanisme reaksi tranesterifikasi trigliserida
menggunakan katalis KOH.
17
yang menyebabkan terlepasnya ikatan C-O sehingga menghasilkan senyawa metil
ester dan ion digliserida. Tahap selanjutnya adalah pembentukan senyawa
digliserida. Ion digliserida bereaksi dengan H+ dari hasil reaksi samping
pembentukan ion metoksida. Ion digliserida dimungkinkan juga dapat bereaksi
dengan metanol seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4
18
hidrokarbon berat (berat molekul besar), sebaliknya viskositas rendah maka minyak
itu banyak mengandung hidrokarbon ringan.
Viskositas erat kaitannya dengan kemudahan mengalir pada pemompaan,
kemudahan menguap untuk pengkabutan dan mampu melumasi fuel pump
plungers. Penggunaan bahan bakar yang mempunyai viskositas rendah dapat
menyebabkan keausan pada bagian-bagian pompa bahan bakar. Apabila bahan
bakar mempunyai viskositas tinggi, berarti tidak mudah mengalir sehingga kerja
pompa dan kerja injektor menjadi berat.
Viskositas kinematik adalah tahanan cairan untuk mengalir karena gaya
berat. Untuk aliran gaya berat pada suatu ketinggian hidrostatik tertentu,
ketinggian tekanan suatu cairan proporsional dengan kerapatannya, untuk
setiap viskometer tertentu, waktu alir dari volume tetap suatu cairan
berbanding langsung dengan viskositas kinematiknya, viskositas dinamik adalah
perbandingan antara tegangan geser yang diberikan dan kecepatan geser suatu
cairan. Sedangkan viskositas dinamik kadang-kadang disebut koefisien viskositas
dinamik atau lebih sederhana disebut viskositas. Jadi viskositas dinamik adalah
ukuran tahanan untuk mengalir atau perubahan bentuk dari suatu cairan.
Istilah viskositas dinamik juga dapat digunakan dalam suatu konteks yang berbeda
untuk menunjukkan suatu kuantitas yang tergantung frekuensi dimana tegangan
geser dan kecepatan geser mempunyai ketergantungan terhadap waktu sinusoidal.
Viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besarnya hambatan dari
suatu bahan cair untuk mengalir, atau ukuran dari besarnya tahanan geser dari
cairan. Semakin tinggi viskositasnya, semakin kental dan semakin sukar bahan
tersebut mengalir (Demirbas, 2008). Bahan bakar yang terlalu kental, maka dapat
menyulitkan aliran, pemompaan, dan penyalaan. Jika bahan bakar terlalu encer,
maka menyulitkan penyebaran bahan bakar sehingga akan sulit terbakar dan
menyebabkan kebocoran dalam pipa injeksi.
Standar viskositas kinematik dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai 6
cSt pada suhu 40 °C sesuai dengan SNI Biodiesel (BTBRD, 2015). Jika harga
viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di dalam pipa, kerja
pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap
besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar. Sebaliknya jika viskositas terlalu
19
rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan
mengakibatkan keausan (Setiawati dan Edward, 2012).
Soerawidjaja dkk. (2006) menjelaskan, viskositas kinematik adalah ukuran
mengenai tekanan aliran fluida karena gravitasi, dimana tekanan sebanding dengan
kerapatan fluida yang dinyatakan dengan centistoke (cSt). Viskositas yang terlalu
tinggi akan membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar
sehingga akan mengakibatkan deposit pada mesin. Tetapi apabila viskositas terlalu
rendah akan memproduksi spray yang terlalu halus sehingga terbentuk daerah rich
zone yang menyebabkan terjadinya pembentukan jelaga (Prihandana, 2006).
Viskositas dari bahan bakar sangatlah berpengaruh pada proses atomisasi
bahan bakar pada saat penginjeksian ke ruang bakar. Jika viskositas terlalu tinggi
maka memiliki atomisasi yang rendah sehingga pembakaran kurang sempurna dan
engine mengalami susah start pada awal dinyalakannya engine. Namun, jika
viskositas terlalu kecil mengakibatkan keausan pada komponen pompa injeksi,
sehingga mempercepat kerusakan pada pompa injeksi.
Semakin tinggi konsentrasi katalis, viskositasnya cenderung menurun.
Karena semakin banyak persen katalis yang diberikan akan semakin cepat pula
terpecahnya trigliserida menjadi tiga ester asam lemak yang akan menurunkan
viskositas 5-10 % (Prihandana, 2006). Cari referensi lain
20
Massa jenis biodiesel pada suhu 70 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu
60 oC dan 50 oC. Hal ini disebabkan penggunaan suhu tinggi (60 oC) pada reaksi
transesterifikasi akan meningkatkan reaksi penyabunan. Sehingga zat-zat pengotor
yang terbentuk menyebabkan massa jenis biodiesel menjadi lebih besar. (Setiawati
dan Edward, 2012).
21
point ini hanya salah satu sifat dari sejumlah sifat yang lain untuk mengetahui
bahaya sifat kemudahan dapat menyala (flammability) dari bahan bakar.
Flash Point digunakan dalam pengapalan bahan bakar, peraturan
keselamatan untuk menentukan sifat kemudahan menyala dan kemudahan terbakar
dari suatu bahan bakar. Nilai flash point dapat digunakan untuk mengklasifikasi
bahan sesuai dengan peraturan yang ada. Hasil pengujian flash point digunakan
sebagai elemen dari asesmen resiko api (fire risk) dari sejumlah faktor assesmen
bahaya api (fire hazard).
Menurut Setiawati (2012) titik nyala mengindikasikan tinggi rendahnya
volalitas dan kemampuan untuk terbakar dari suatu bahan bakar. Volatilitas adalah
kecenderungan suatu bahan untuk menguap (Lestari, 2010). Sifat volatilitas
(distilasi) hidrokarbon mempunyai pengaruh yang penting untuk keselamatan dan
unjuk kerja, khususnya untuk bahan bakar distilat dan solvent. Kisaran titik didih
memberikan informasi terhadap komposisi, sifat- sifat dan perilaku bahan bakar
minyak selama penyimpanan dan penggunaan. Volatilitas (kemudahan menguap)
adalah faktor pokok yang menentukan kecenderungan campuran hidrokarbon untuk
menghasilkan uap yang mudah meledak.
Titik nyala merupakan suhu terendah dimana bahan bakar apabila
dipanaskan telah memberikan campuran uapnya yang cukup perbandingannya
dengan udara, sehingga akan menyala sekejap jika dites api, kegunaannya bisa
digunakan untuk mengetahui kemudahan menguap atau terbakar dari suatu bahan
bakar serta merupakan indikasi adanya kontaminasi dengan produk atau bahan lain,
merupakan sifat penting untuk keselamatan pada saat penyimpanan dan
penanganan (storange & hending) bahan bakar (Suminta, 2006).
Titik nyala atau Flash Point juga dipengaruhi oleh temperatur, temperatur
Flash Point adalah temperatur saat bahan bakar akan menghasilkan api jika
dikenai sumber api. namun demikian, kondisi tersebut hanya bertahan beberapa saat
saja, saat timbul api, maka api akan mati pada waktu yang tidak lama. kemudian,
hal ini dikarenakan kondisi tersebut belum cukup untuk membuat bahan bakar
bereaksi menghasilkan api lagi (api yang kontinu). Oleh karena itu, ada yang
disebut lagi dengan temperatur fire point, yaitu saat api akan hidup secara terus-
menerus dari bahan bakar yang telah dikenai sumber api. Selama bahan bakar dan
22
oksigen pada lingkungan tersebut tersedia, maka api akan terus menyala. Terakhir
yaitu temperatur auto ignation yaitu kondisi temperatur saat bahan bakar akan
menghasilkan api dengan sendirinya tanpa harus ada sumber api. Dalam temperatur
ini, bahan bakar hanya membutuhkan oksigen untuk dapat menghasilkan api
(Lestari, 2010).
23
kuantifikasi, dan analisis asam lemak dengan terlebih dahulu dibuat turunan asam
lemaknya, serta analisis MS untuk menentukan fragmentasi asam lemak jenuh dan
tak jenuh, serta letak ikatan rangkap jenis asam lemak.
Pada pengujian menggunakan alat GC-MS jenis ester rantai pendek bersifat
polar daripada ester rantai panjang. Hukum like dissolve like ester menyatakan
bahwa jenis ester dengan rantai yang lebih panjang akan tertahan dalam kolom GC-
MS, sedangkan ester rantai pendek akan lolos bersama fasa gerak keluar dari kolom
GC-MS. Rantai pendek polar akan lebih awal muncul daripada rantai panjang non
polar. Asam lemak mempunyai gugus karboksilat tunggal dan rantai hidrokarbon
non-polar, menyebabkan lemak tidak larut dalam air (Fessenden and Fessenden,
1995). Asam-asam lemak merupakan komponen utama dari lemak karena hampir
95-96% berat molekul lemak terdiri dari asam lemak yang pada umumnya
merupakan rantai karbon panjang dan lurus.
24
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
25
Mulai
Pengecekan Kadar
Tidak Esterifikasi
FFA (<2%)
Ya
Transesterifikasi
T=600C, t=120min, Katalis = KOH
Pemisahan Gliserol
t ≥ 24 jam
Pencucian Biodiesel
Tair ≥ 1000C
Pengambilan
Data
26
A
Physicochemical Characteristic
Properties Thermal
Data Hasil
Pengujian
Pengolahan Data
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
27
dilaksanakan di Laboratorium Nanomaterial Universitas Negeri Malang yang
bertempat di gedung H4 Fakultas Teknik. Pelaksanaan proses pembuatan biodiesel
ini dilaksanakan pada bulan Mei 2019. Kemudian tahap selanjutnya tahap kedua,
tahap ini dilaksanakan di empat tempat yang berbeda, yaitu di Laboratorium Energi
Universitas Negeri Malang yang berada di gedung H4 Fakultas Teknik,
Laboratorium Teknik Kimia Universitas Negeri Malang yang berada di gedung O2
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Sentral Mineral
dan Material Maju Universitas Negeri Malang yang berada di gedung O4 Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Laboratorium Energi dan
Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November yang berada di gedung Pusat
Robotika Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Proses
pengambilan data dilakukan pada Juni 2019.
28
Merk : Optima Scale
Type : OPD-E
Readibility : 0,1 mg
Max Capacity : 210g
Temperature Range : 0oC — 40oC
1.3.2 Spatula
Spatula ini digunakan untuk mengambil KOH padat yang menjadi katalis
dalam proses pembuatan biodiesel sekaligus digunakan untuk menuangkan KOH
kedalam campuran minyak jelantah dan methanol dalam labu leher tiga. Spatula
yang akan digunkan memiliki spesifikasi sebagai berikut,
Jenis : Sendok dan tanduk
Bahan : Stainless Steel
Panjang : 20 cm
Warna : Silver
29
Gambar 3.2 Spatula
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)
30
Ganbar 3.4 Termometer Raksa
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)
31
Gambar 3.5 Magnetic Stirer with Hot Plate
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)
1.3.6 Corong
Corong dalam proses pembuatan ini berfungsi untuk memudahkan
memasukkan bahan kedalam labu leher tiga dan memasukkan biodiesel ke dalam
corong pisah, karena memperluas permukaan dalam memasukkan bahan.
Spesifikasi corong yang akan digunakan dalam pembuatan biodiesel ini adalah
sebagai berikut :
Merk : Herma
Bahan : Kaca Borosilikat
Diameter : 60 mm
32
condensor, leher samping digunakan untuk termometer dan leher samping di bagian
sisi lainya berfungsi untuk tempat memasukkan bahan pembuatan. Spesifikasi labu
leher tiga sebagai berikut,
Merk : iwaki
volume : 500 ml
bahan : kaca borosilikat
diamter paling luar : 109 mm
jenis : bottom flate
ts joint center : 29/32
ts joint side : 24/29
1.3.8 Condensor
Condensor digunakan untuk mengubah zat uap menjadi zat cair. Dalam
proses pemanasan pembuatan biodiesel, bahan - bahan pembuatan akan mengalami
penguapan sehingga condensor disini berfungsi untuk mencairkan kembali bahan
tersebut agar broses yang terjadi lebih sempurna, terutama pada bahan methanol
yang mudah menguap. Cara kerja dari alat condensor ini hanya dialiri air.
Spesifikasi dari condensor yang digunakan adalah sebagai berikut,
33
merk : iwaki glass ware alihn 2540-400
bahan : kaca borosilikat
panjang mantel : 400 mm
panjang total : 620 mm
diameter paling luar : 40 mm
34
Gambar 3.9 Corong Pisah
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)
35
Gambar 3.11 Mortar dan Pestle
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)
36
dapat membantu pengguna dalam melakukan pemeriksa titik nyala api pada suatu
objek. Dibuatnya alat ini agar dapat memperkirakan temperature maksimum
pemanasan pada objek. Spesifikasi alat sebagai berikut :
power supply : AC (220 ± 10%) V, 50 Hz.
kekuatan pemanasan : dari 0 W ke 600 W
tingkat pemanasan : (1 – 12) ºC/menit
diameter dalam cangkir : 50 mm
kedalaman cangkir : 40 mm
kedalaman garis permukaan minyak : 30 mm
kapasitas volume minyak yang diuji : 70 ml
sumber pemicu : bahan bakar gas
gas diameter pengapian : 3,2 – 4,8 mm
termometer : air raksa sesuai GB/T261-2008
suhu Ambient : ≤ 35 ºC
Kelembapan relatif : ≤ 35 ºC
Konsumsi daya total : ≤ 650 W
37
1.3.14 Bomb Calorimeter
Bomb Calorimeter digunakan untuk mengukur nilai kalor yang dibebaskan
pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) bahan bakar (Biodiesel). sampel
bodiesel ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup pada media penyerap
kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik berupa media kawat
logam yang terpasang didalam tabung bomb calorimeter. spesifikasi alat sebagai
berikut :
merk : Parr 1341 plain jacket bomb calorimeter
dimensi : 56 lebar x 36 diameter x 31 tinggi (cm)
test per hour :2
operator time per test : 25 minutes
precission classification : 0,3 % class
jacket type : static
oxygen fill : manual
bucket fill : manual
bomb wash : manual
38
Sumber : Parrinst, (2010)
39
Gambar 3.15 Gas Chromatography – Mass Spectrometry
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)
40
vacuum : 10 mbar
measurement range : ≤ 1 g/ ≤ 5 g
resolution : 0,1 µg
weight accuracy : 0,005 %
weighting precision : 0,0025 %
1.3.17 KOH
KOH merupakan bahan yang akan digunakan sebagai katalis. KOH yang
digunakan adalah KOH teknis bebrentuk padat. KOH ini berperan untuk
mempercepat laju reaksi trigliserida menjadi methyl ester.
41
1.3.18 Minyak Jelantah
Minyak jelantah merupakan bahan dasar pembuatan biodiesel. Minyak
jelantah yang digunakan pada penelitian ini adalah bekas penggorengan ayam
crispy sekali yang diesndapkan selama satu hari dan disaring.
1.3.19 Methanol
Methanol ini juga merupakan bahan dasar pembuatan biodiesel dan juga
sebagai pelarut KOH teknis. Methanol ini berperan menjadi reaktan pada proses
transesterifikiasi. Methanol yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar
99,8%.
1.3.20 Aquades
Aquades pada penelitian ini sebagai bahan pada tahap washing biodiesel,
aquades ini berperan sebagai pelarut/pemisah gliserol dalam biodiesel yang sudah
ditransesterifikasi pada suhu 65ºC. Aquades yang dibutuhkan dalam proses
washing sebanyak 1,5 liter.
42
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Prosedur Pembuatan Biodiesel
1. Peralatan :
a. Magnetic Stirer
b. Condensor
c. Labu Leher Tiga
d. Thermometer
e. Beaker Glass
f. Timbangan
2. Bahan :
a. Methanol PA
b. KOH Teknis
c. Minyak Jelantah
d. Indikator PP
3. Langkah kerja :
a. Persiapkan alat dan bahan baku
b. Uji kadar FFA (Free Fatty Acid)
1) Timbang 20 g sampel (minyak) dalam beaker glass
2) Tambahkan 50 ml etanol panas dan 3 tetes indikator phenolphtalein (PP)
ke dalam minyak.
3) Dinginkan pada suhu ruang.
4) Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik.
5) Catat volume titran (ml) dan hitung kadar FFA. Asam lemak bebas
dinyatakan sebagai % FFA.
6) Jika hasil uji kadar FFA dalam sampel > 2 % maka lakukan proses
esterifikasi hingga FFA mencapai < 2 %.
c. Proses Esterifikasi
1) Timbang sampel (minyak) sebanyak 100 gr.
43
2) Tambahkan metanol dengan rasio mol 6 : 1 dengan minyak. Tambahkan
pula asam sulfat pekat sebanyak 0,5 % dari FFA nya. Campur terlebih
dahulu asam sulfat dan metanol baru kemudian tambahkan perlahan ke
dalam sampel minyak.
3) Lakukan pengadukan dengan pemanasan dengan suhu 60oC selama 2
jam.
4) Setelah didinginkan, pisahkan dengan menggunakan corong pisah.
5) Uji kadar FFA nya. Jika kadar FFA > 2% ulangi prosedur esterifikasi.
d. Proses Transesterifikasi
1) Sampel minyak yang digunakan yang memiliki kadar FFA < 2%, jika
melebihi maka perlu dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu
2) Timbang sampel sebanyak 100 gr.
3) Timbang katalis KOH sebanyak 0,5 %; 1% dan 1,5 % dari berat sampel
minyak jelantah.
4) Timbang metanol dengan perbandingan mol 6 : 1 dari berat minyak
jelantah.
5) Campurkan terlebih dahulu katalis dan metanol, panaskan pada suhu
40oC disertai dengan pengadukan.
6) Panaskan sampel pada suhu 60oC, kemudian masukkan perlahan
campuran katalis.
7) Lakukan pengadukan selama 120 menit.
8) Setelah dingin, lakukan pemisahan lapisan biodiesel dan campuran
katalis menggunakan corong pisah.
9) Pisahkan lapisan biodiesel dari gliserol selama 24 jam, kemudian cuci
biodiesel dengan air panas (suhu 70 oC).
10) Pencucian menggunakan air panas dilakukan beberapa kali hingga air
pencuci berwarna jernih sehingga didapatkan metil ester yang bebas
pengotor.
11) Penguapan sisa air pencuci yang ada di metil ester dengan memanaskan
metil ester pada temperatur 90 – 104 °C (SNI 7182:2015) sampai tidak
ada gelembung – gelembung uap air yang tersisa.
44
3.5.2 Prosedur Pengujian
1. Pengujian viskositas
a. Persiapkan alat dan bahan.
b. Isi viskometer ostwald dengan sample biodiesel dengan menggunakan
pipet.
c. Isi sampel biodiesel sebanyak 7 – 10 ml melalui pipa kapiler yang besar.
d. Hisap sampel biodiesel pada pipa kapiler kecil menggunakan pushball
sampai batas atas viskometer ostwald.
e. Lepaskan pushball.
f. Hitung waktu turun sampel biodiesel dari batas atas sampai batas bawah
viscometer ostwald dengan stopwatch.
g. catat hasil waktu.
h. hitung rumus viskositasnya,
𝑇 .𝜌
𝜇𝑏 = 𝜇0 𝑇𝑏.𝜌 𝑏 (3.2)
0 0
Keterangan :
𝜇𝑏 : 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
𝜇0 ∶ 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
𝑇𝑏 : 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
𝑇0 ∶ 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
𝜌𝑏 ∶ 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
𝜌0 ∶ 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
2. Pengujian densitas
a. Persiapkan alat dan bahan.
b. Taruh gelas beaker 250 ml pada timbangan.
c. Tuangkan sampel biodiesel sebanyak 10 ml.
d. Hitung selisih nilai berat (kg) sebelum gelas beaker diisi dengan sampel
biodiesel dan sesudah diisi dengan sampel biodiesel .
e. Hitung nilai massa jenis dengan berat yang didapat dari volume sampel
biodiesel sebanyak 10 ml menggunakan rumus,
45
𝒎 𝑲𝒈
𝝆= (𝒎𝟑 ) (3.3)
𝑽
46
4) Indicator metil merah
5) Bahan makanan
c. Cara Kerja
1) Buka kover jacket calorimeter, kemudian isilah bucket dengan air + 2
liter. Kemudian masukkan bucket ke dalam jacket kalorimeter.
2) Timbang sampel dengan menggunakan timbangan analitik, catat dan
taruhlah dalam cawan.
3) Siapkan fuse wire (kawat nikelin) sepanjang 10 cm, lipat dua dan
masukkan ke dalam lubang yang ada dalam bomb head. Taruhlah
cawan yang telah terisi sampel ke dalam tempatnya (yang ada di bomb
head) (Catatan: Kawat nikelin harus menyentuh sampel).
4) Pasang kembali Head tersebut ke dalam bomb calorimeter.
5) Tutuplah valve oksigen yang ada pada bomb.
6) Isi bomb tersebut dengan oksigen dengan tekanan antara 30-60 psig (+
5 menit).
7) Masukkan bomb tersebut ke dalam bucket yang telah terisi air.
8) Pasang kover jacket calorimeter.
9) Pasang thermometer bersama dengan memasang penyanggahnya.
10) Pasang kaca pembesar untuk membantu melihat kenaikan temperatur
pada thermometer.
11) Pasang motor pada bagian samping jacket dengan menggunakan baut.
12) Kemudian kaitkan karet pada motor stirrer.
13) Pasanglah Unit Ignition dengan menghubungkan dua elektroda yang
ada di jacket ke unit ignition.
14) Sebelum melakukan pembakaran sampel, tekan ON pada motor untuk
mengaktifkan stirrer. Tunggu sampai suhu stabil.
15) Setelah semua selesai, tekan tombol ON pada unit Ignition untuk
membakar sampel ciplikan.
16) Perhatikan kenaikan suhu pada termometer dan catat kenaikan suhu
tersebut hingga mencapai suhu konstan.
17) Setelah suhu mencapai konstan, maka matikan motor yang
mengaktifkan stirrer.
47
18) Ambillah karet pengait pada motor, lalu ambillah dua elektroda yang
ada di unit ignition. Ambil penyanggah dan thermometer yang ada
dalam bucket.
19) Bukalah bucket , ambil bomb kalorimeter, sebelum membuka bomb
kalorimeter, keluarkan terlebih dahulu gas-gas hasil reaksi melalui
lubang di atas bomb kalorimeter, kemudian buka valve bomb
kalorimeter dan dengan perlahan-lahan cucilah bagian dalam bomb
kalorimeter tersebut dengan akuades, tampung hasil cucian tersebut ke
dalam Erlenmeyer.
20) Ke dalam Erlenmeyer masukkan 3 tetes indicator metil merah,
kemudian titrasilah hasil cucian tersebut dengan larutan Na2CO3 0,0725
N. titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah mudah.
21) Catat volume Na2CO3 0,0725 N yang digunakan (U1).
22) Lepaskan kawat nikelin yang tidak terbakar dari elektroda dan ukurlah
panjangnya (U2).
23) Kemudian hitunglah nilai kalornya.
5. Pengujian GC-MS
a. Membuka aliran gas helium ± 5 bar.
b. Menyalakan alat GC MS Komputer.
c. Membuka software.
1) Pilih software GCMS Real time analysis klik icon system
configuration klik set.
2) Pilih icon vacuum control auto start up ditunggu sampai ada
keterangan completed klik icon close.
3) Pilih icon tuning pilih peak monitor view dipilih water-air, m/z 69
dan detector 0,7 klik icon PFTBA filament ditunggu sampai
intensitasnya muncul klik icon PFTBA Filament klik icon file
dan dipilih new tuning file diklik start auto tuning dan ditunggu
sampai selesai acquition dipilih download initial parameter.
d. Pengujian sampel
1) dibuka icon file dipilih open method.
48
2) diklik icon sample login diisi nama sampel dan tanggal tuning
diklik icon standby dan ditunggu sampai icon GC dan MS berwarna hijau
dan ready diklik start.
e. Mematikan alat
1) Diklik icon vacuum.
2) Dipilih auto shutdown ditunggu sampai complete close.
3) Klik tombol file exit.
4) Matikan alat MS GC tutup aliran gas Helium computer
dimatikan.
49
Running blank yaitu running crucible tanpa sampel, hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk melihat perubahan kondisi crucible dengan metode
yang sudah dibuat, jika metode yang sudah dibuat benar maka hasil
dapat terlihat di kurva hasil running blank.
11) Running sampel.
12) Memasukkan sampel kedalam crucible dengan berat 10 mg, tunggu
sampai timbangan stabil.
13) Pilih metode yang digunakan, setelah memilih metode klik “send
eksperiment” lalu klik “ok” pada alat TGA.
14) Running selesai, jika sudah selesai maka tunggu suhu alat dingin dan
keluarkan crucible.
b. Prosedur mematikan alat
1) Memastikan dalam furnace sudah tidak ada sampel dan crucible
2) Memastikan furnace sudah tertutup kembali
3) Menutup semua windows program
4) Mematikan gas controller
5) Mematikan instrument
6) Mematikan huber
7) Menutup kran tabung gas
50
3. Methanol PA dengan konsentrasi 97%
4. Rasio methanol dengan minyak jelantah 6:1
51
DAFTAR PUSTAKA
Characteristic, B., Haryanto, A., Silviana, U., Triyono, S., & Prabawa, S. (2015).
PRODUKSI BIODIESEL DARI TRANSESTERIFIKASI MINYAK
JELANTAH DENGAN BANTUAN GELOMBANG MIKRO : PENGARUH
INTENSITAS DAYA DAN WAKTU REAKSI Reaction Time on the Yield
and Biodiesel Characteristic, 35(2), 234–240.
Colombo, K., & Ender, L. (2017). The study of biodiesel production using CaO as
a heterogeneous catalytic reaction, 341–349.
https://doi.org/10.1016/j.ejpe.2016.05.006
Dengan, O., Koh, K., & Katalis, V. K. (2013). Jurnal MIPA, 36(2), 178–183.
Efavi, J. K., Kanbogtah, D., Apalangya, V., Nyankson, E., Tiburu, E. K., Dodoo-
arhin, D., … Yaya, A. (2018). South African Journal of Chemical Engineering
The effect of NaOH catalyst concentration and extraction time on the yield and
52
properties of Citrullus vulgaris seed oil as a potential biodiesel feed stock.
South African Journal of Chemical Engineering, 25, 98–102.
https://doi.org/10.1016/j.sajce.2018.03.002
Elango, R. K., Sathiasivan, K., Muthukumaran, C., Thangavelu, V., Rajesh, M., &
Tamilarasan, K. (2018). PT US. Microchemical Journal, #pagerange#.
https://doi.org/10.1016/j.microc.2018.12.039
Elliyanti, A., Zahiroh, N., & Senja, P. A. (2017). Pengaruh Katalis Homogen dan
Heterogen Pada Proses Reaksi Transesterifikasi, (December).
Hidayati, N., Ariyanto, T. S., Studi, P., Kimia, T., & Surakarta, U. M. (2017).
KALSIUM OKSIDA, 1(1), 1–5.
Khan, H. M., Ali, C. H., Iqbal, T., Rashid, M., Pasha, M., & Mu, B. (2018). PT.
Chinese Journal of Chemical Engineering, #pagerange#.
https://doi.org/10.1016/j.cjche.2018.12.010
Kimia, J. T., & Industri, F. T. (n.d.). Biodiesel dari minyak biji kapuk dengan katalis
zeolit, 1(1), 10–14.
Lawan, I., Zhou, W., Nasiru, Z., Zhang, M., Yuan, Z., & Chen, L. (2019). Critical
insights into the effects of bio-based additives on biodiesels properties.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 102(November 2018), 83–95.
53
https://doi.org/10.1016/j.rser.2018.12.008
Lin, R., Zhu, Y., & Tavlarides, L. L. (2013). Mechanism and kinetics of thermal
decomposition of biodiesel fuel. Fuel, 106, 593–604.
https://doi.org/10.1016/j.fuel.2012.12.013
Mark, A., Luna, D. G. De, T, L. M., Ido, A. L., & Chung, T. (2017). In situ
transesterification of Chlorella sp. microalgae using LiOH-pumice catalyst.
Biochemical Pharmacology. https://doi.org/10.1016/j.jece.2017.05.006
Milano, J., Chyuan, H., Masjuki, H. H., Silitonga, A. S., Kusumo, F., Dharma, S.,
… Wang, C. (2018). Physicochemical property enhancement of biodiesel
synthesis from hybrid feedstocks of waste cooking vegetable oil and Beauty
leaf oil through optimized alkaline-catalysed transesterification. Waste
Management, 80, 435–449. https://doi.org/10.1016/j.wasman.2018.09.005
Moeksin, R., B, F. M., Marisa, E., Raya, J., Prabumulih, P., Indralaya, K., &
Selatan, S. (2013). HYPOTHALAMUS.
Mootabadi, H., Salamatinia, B., Bhatia, S., & Abdullah, A. Z. (2010). Ultrasonic-
assisted biodiesel production process from palm oil using alkaline earth metal
oxides as the heterogeneous catalysts. Fuel, 89(8), 1818–1825.
https://doi.org/10.1016/j.fuel.2009.12.023
Naqvi, S. R., Tariq, R., Hameed, Z., Ali, I., Chen, W., Ceylan, S., … Taqvi, S. A.
(2018). Pyrolysis of high ash sewage sludge: kinetics and thermodynamic
analysis using Coats-Redfern method. Renewable Energy.
https://doi.org/10.1016/j.renene.2018.07.094
Pii, B., Date, R., Date, R., Date, A., Energy, R., & Energy, R. (2018). Accepted
Manuscript. https://doi.org/10.1016/j.renene.2018.01.048
Ramezani, K., Rowshanzamir, S., & Eikani, M. H. (2010). Castor oil transesteri fi
cation reaction : A kinetic study and optimization of parameters. Energy,
54
35(10), 4142–4148. https://doi.org/10.1016/j.energy.2010.06.034
Sani, S., Kaisan, M. U., Kulla, D. M., Obi, A. I., Jibrin, A., & Ashok, B. (2018).
Industrial Crops & Products Determination of physico chemical properties of
biodiesel from Citrullus lanatus seeds oil and diesel blends. Industrial Crops
& Products, 122(June), 702–708.
https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2018.06.002
Valcir, C., Santos, R. F., Antonio, J., Siqueira, C., Aparecido, R., Barchinski, N.,
… Salmazo, G. (2018). Industrial Crops & Products Chemical characterization
of oil and biodiesel from four sa ffl ower genotypes, 123(January), 192–196.
https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2018.06.035
Zaharin, M. S. M., Abdullah, N. R., Naja, G., Sharudin, H., & Yusaf, T. (2017). E
ff ects of physicochemical properties of biodiesel fuel blends with alcohol on
diesel engine performance and exhaust emissions : A review, 79(March), 475–
493. https://doi.org/10.1016/j.rser.2017.05.035
Zekri, N., & Saoiabi, S. (2016). ISSN 0975-413X CODEN ( USA ): PCHHAX
Physical and chemical properties of biodiesel from fish oil CODEN ( USA ):
PCHHAX, (July), 13–16.
Zhang, X., Ma, Q., Cheng, B., Wang, J., Li, J., & Nie, F. (2012). Research on KOH
/ La-Ba-Al 2 O 3 catalysts for biodiesel production via transesterification from
microalgae oil. Journal of Natural Gas Chemistry, 21(6), 774–779.
https://doi.org/10.1016/S1003-9953(11)60431-3
55