Anda di halaman 1dari 56

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI KATALIS KOH PADA PROSES

TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH


TERHADAP PHYSICOCHEMICAL PROPERTIES DAN THERMAL
CHARACTERISTIC

SKRIPSI
diajukan kepada
Univeritas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana
Teknik Mesin

OLEH
ILHAM DIDIT OCTIANO
NIM 150514603729

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
AGUSTUS 2019

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejumlah laporan menunjukkan tahun 2016-2050 laju pertumbuhan
kebutuhan energi final sebesar 5,3% per tahun. Kebutuhan energi meningkat dari
795 juta SBM pada tahun 2016 menjadi 4.569 juta SBM pada tahun 2050. Pada
tahun 2050, pangsa kebutuhan energi final terbesar adalah bahan bakar minyak
(BBM) yakni sebesar 40,1% (BPPT Outlook Enegy Indonesia, 2018). Terjadi
peningkatan kebutuhan energi khususnya bahan bakar mesin diesel yang
diperkirakan akibat meningkatnya jumlah industri, transportasi dan pusat
pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) diberbagai daerah di Indonesia. Hal ini
berbanding terbalik dengan persedian bahan bakar fosil di alam. Menurut BPPT
Outlook Enegy Indonesia, 2018 persedian bahan bakar fosil bisa menyokong energi
sekitar 9 tahun kedeepan. Sehingga mengakibatkan menipisnya cadangan bahan
bakar fosil. Selain itu jumlahnya terbatas pada alam (Xiaoyu Zhang, et al., 2012).
Peningkatan konsumsi bahan bakar fosil juga berdampak pada lingkungan. Bahan
Bakar fosil bisa mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca dan polusi udara,
karena diakibatkan gas emisi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, seperti gas CO,
NOx dan SOx ((Juan Francisco García-Martín, et al., 2019). Selain itu peningkatan
konsumsi bahan bakar fosil mengakibatkan berkurangnya devisa negara disebabkan
jumlah minyak sebagai andalan komoditi ekspor semakin berkurang karena dipakai
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Disisi lain, bahwa cadangan minyak
yang dimiliki Indonesia semakin terbatas karena merupakan produk yang tidak
dapat diperbaharui (. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencari
bahan bakar alternatif (Haryanto, 2002).
Salah satu bahan bakar alternatif adalah Fatty Acid Metil Ester (biodiesel)
(Agus Haryanto, et al., 2015). Bila dibandingkan dengan bahan bakar diesel/solar,
biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat
terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap mesin piston karena
termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil), mampu
mengeliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas ketersediaan bahan baku terjamin

1
(Ragul Karthick Elango, et al., 2018). Biodisel bersifat ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel/solar
(Hambali, 2006).

Sebagai produk biodiesel untuk menggantikan bahan bakar diesel/ solar,


dengan menggunakan bahan dasar minyak nabati dan lemak hewani (M.S.M.
Zaharin, et al, 2017). Bahan dasar yang biasa digunakan untuk pembuatan biodiesel
yaitu minyak sawit, biji tumbuhan, lemak hewan dan minyak goreng bekas (minyak
jelantah) (Juan Fransisco Garcia-Martin, et al., 2019). Bahaan dasar minyak yang
berasal dari minyak sawit, biji tumbuhan, dan lemak hewan sulit didapat karena
populasi berada pada daerah-daerah tertentu, juga meihat pangsa pasar (Nur
Hidayati, et al., 2017). Sedangkan populasi minyak jelantah begitu banyak beredar di
masyarakat dengan harga terjangkau (Nur Hidayati, et al., 2017).
Indonesia adalah negara penghasil minyak nabati, memiliki bahan baku
yang besar untuk pengembangan bahan bakar alternatif. Ketersediaan minyak
jelantah kian melimpah dengan meningkatnya produksi dan konsumsi minyak
goreng. Menurut News Trade Industrial Community pada Riset Tren Produksi
Oleokimia dan Biodiesel 2011-2017, pada tahun 2016-2017 terjadi peningkatan
kapasitas produksi rata-rata minyak goreng sebesar 80%. (Gabungan Industri
Minyak Nabati Indonesia, 2018).
Bahan dasar biodiesel dari minyak jelantah dapat dibuat dengan
menggunakan metode transesterifikasi (Dani Supardi, 2011). Transesterifikasi
merupakan tahapan konversi trigliserida menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping berupa gliserol. Menurut Zabeti (2009)
reaksi transesterifikasi tanpa penggunaan katalis akan berjalan sangat lambat serta
membutuhkan tekanan dan suhu tinggi. Fatmawati dan Shakti (2013), menyatakan
bahwa katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi yaitu katalis
homogen basa yang dapat mempercepat reaksi.
Pada penelitian terdahulu banyak dijumpai penggunaan katalis basa pada
proses transesterifikasi, penelitian yang dilakukan oleh Abdelrahman B. Fadhil
(2013) pada proses transesterifikasi dengan membandingkan hasil Physic
Properties dengan NaOH sebagai katalis. sedangkan penlitian yang dilakukan oleh
Sani, dkk. (2018) melihat physicochemical properties hasil biodiesel menggunakan

2
metode pembuatan transestrifikasi menggunakan katalis CaO dengan campuran
Alumina. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh DJ. Vujicic, dkk. (2010)
menganalisa parameter kinetika hasil TGA dari biodiesel berbahan baku minyak
bunga matahari dengan katalis CaO.
Berdasarkan penjelasan di atas, limbah minyak goreng (minyak jelantah)
beserta katalis dapat digunakan sebagai biodisel. sehingga dapat diperlukan
penelitian pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodiesel dan diperlukan analisis
fisik dan kinetika untuk mengtahui kualitas biodiesel yang dihasilkan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi katalis KOH terhadap
physicochemichal properties biodiesel dari minyak jelantah ?
b. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi katalis KOH terhadap thermal
characteristic biodiesel dari minyak jelantah ?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi katalis KOH terhadap
physicochemichal properties biodiesel dari minyak jelantah.
b. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi katalis KOH terhadap
thermal characteristic biodiesel dari minyak jelantah.

1.4 Batasan Masalah


a. Basefluid minyak jelantah
b. Konsentrasi KOH yang digunakan 0,5, 1, 1,5 % wt
c. Perbandingan molaritas alkohol : minyak jelantah (6:1)
d. Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer Oswalt dan rumus,

𝑇𝑏 . 𝜌𝑏
𝜇𝑏 = 𝜇0
𝑇0 . 𝜌0

e. Pengukuran Densitas menggunakan rumus,


𝑚
𝜌=
𝑉

3
f. Pengukuran Flash point menggunakan Flash Point Tester SYD-3536
g. Pengkuran Nilai Kalor menggunakan alat Bombcalorimetry
h. Penentuan senyawa yang terkandung di dalam biodiesel menggunakan alat
GC-MS
i. penetuan decomposition thermal menggunakan TGA dengan Heating Rate
10 K/min

1.5 Dafftar Istilah


a. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang diproleh dari proses
transesterifikasi asam lemak dengan alkohol dengan bantuan katalis.
b. Minyak Jelantah
Minyak jelantah merupakan minyak sisa penggorengan (limbah) yang
berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti minyak sayur (nabati) dan minyak
hewani.
c. Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi dan
menurunkan energi aktivasi, namun zat tersebut tidak habis bereaksi.
d. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi Transesterifikasi merupakan merupakan proses yang
mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan
alkohol rantai pendek hingga menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids
Methyl Ester = FAME) atau biodiesel dan gliserol sebagai produk samping.
e. Physichocemichal Properties
Physichocemichal Properties merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui sifat fisik dan sifat kimia pada sebuah produk.
f. Thermal Characteristic
Thermal Characteristic merupakan merupakan metode yang digunakan
untuk mengetahui sifat thermal pada sebuah produk dengan menganalisa hasil
uji Thermogravimetry.

4
1.6 Kegunaan Penelitian
a. Bagi Industri Bahan Bakar
Sebagai bahan alternatif dalam produksi industri bahan bakar
menggunakan biodiesel berbasis minyak jelantah dengan variasi konsentrasi
katalis KOH.
b. Bagi Jurusan Teknik Mesin
Hasil pnelitian ini diharapkan menjadi wawasan pengetahuan bagi
mahasiswa, khususnya mahasiswa teknik mesin mengenai bahan bakar
ramah lingkungan.
c. Bagi Peneliti Lain
Sebagai masukan dalam mengadakan penelitian lanjutan yang dapat
dijadikan salah satu landasan atau rujukan untuk Mahasiswa Jurusan Teknik
Mesin Universitas Negeri Malang yang ingin mengambil judul penelitian
dalam lingkup penelitian murni tentang konversi energi.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jelantah


Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa
kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam
trigliserida sama halnya dengan minyak goreng yang belum digunakan, tetapi
dalam minyak goreng bekas mengandung senyawa-senyawa hasil dekomposisi
minyak. Minyak jelantah biasanya dihasilkan dari menggoreng bahan pangan
dengan teknik deep frying, yaitu merendam seluruh bahan pangan di dalam minyak
goreng. Sisa minyak goreng tersebut biasanya tidak langsung dibuang, melainkan
ditambahkan sedikit minyak goreng yang baru untuk digunakan kembali secara
berulang-ulang (Kahar, 2004).
Pemanasan dan penggunaan minyak jelantah yang berulang-ulang akan
mengubah komposisi kimiawi dari minyak goreng. Perubahan ini dapat disebabkan
proses oksidasi, polimerisasi, hidrolisis dan karamelisasi yang terjadi di dalamnya.
Proses pemanasan yang tinggi dari minyak goreng dapat menyebabkan komponen-
komponen di dalam minyak seperti karoten dan klorofil mengalami oksidasi.
Terjadinya reaksi oksidasi ditandai dengan perubahan warna minyak menjadi lebih
gelap, sehingga semakin sering digunakan warna minyak semakin gelap. Minyak
goreng bekas memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi akibat proses
oksidasi dan hidrolisis komponen minyak goreng. Proses hidrolisis minyak goreng
terjadi bila sejumlah air terkandung di dalam bahan pangan. Selain mengubah
warna minyak menjadi lebih gelap, penggunaan minyak jelantah secara berulang-
ulang dapat menyebabkan pembentukan busa, timbul bau tengik, serta peningkatan
viskositas dan massa jenis minyak. Bau tengik dari minyak jelantah disebabkan
minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan pemanasan berulang, sehingga
menghasilkan senyawa aldehid, keton, hidrokarbon, alkohol serta senyawa-
senyawa aromatik. Peningkatan viskositas dan massa jenis disebabkan adanya
komponen-komponen sekunder hasil reaksi hidrolisis, oksidasi maupun
polimerisasi minyak goreng bekas (Ketaren,2005).

6
Reaksi hidrolisis dari minyak goreng akan menghasilkan asam lemak bebas
dan gliserol. Tingginya asam lemak bebas tersebut akan meningkatkan bilangan
asam minyak goreng. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak dengan
oksigen, biasanya oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak hasil
proses oksidai disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid, keton serta
asam-asam lemak bebas (Ketaren, 2005).

2.2 Kandungan Asam Lemak pada Minyak Jelantah


Seperti halnya minyak kelapa sawit, minyak jelantah juga mempunyai
kandungan asam lemak diantaranya asam stearat, asam palmitat dan asam linoleat
seperti terlihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Asam Lemak Penyusun Minyak Jelantah


Sumber : (Zappi, dkk., 2005)

Asam lemak adalah senyawa-senyawa yang disintesis secara alami melalui


reaksi kondensasi oleh malonil koenzim A. Dalam minyak nabati asam lemak
tersebut terikat sebagai trigliserida (Tyson, 2005). Asam lemak juga ada yang tidak
terikat sebagai trigliserida dan disebut sebagai asam lemak bebas.Asam lemak

7
dibagi dalam dua bagian penting yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Asam lemak penting yang terdapat dalam minyak dan lemak disajikan pada tabel
2.1.
Minyak nabati yang lazim digunakan dalam produksi biodiesel merupakan
trigliserida yang mengandung asam oleat dan linoleat. Lemak yang lazim
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bahan dasar pembuatan biodiesel
merupakan trigliserida yang mengandung asam palmitat, asam stearat dan asam
oleat (Zappi, dkk., 2003).

Tabel 2.1 Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Jenuh
Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tak Jenuh
Asetat CH3COOH Palmitoleat CH3(CH2)5-
n-butirat CH3(CH2)2COOH CH(CH2)7COOH
Isovalerat (CH3)2CHCH2COOH Oleat CH3(CH2)7CH(CH2)7-
n-kaproat CH3(CH2)4COOH COOH
n-kaprilat CH3(CH2)6COOH Erukat CH3(CH2)7=CH-
Kaprat CH3(CH2)8COOH (CH2)11COOH
Laurat CH3(CH2)10COOH Linoleat CH3(CH2)4CH=CH-
Miristat CH3(CH2)12COOH CH2CH=CH-
Palmitat CH3(CH2)14COOH (CH2)7COOH
Stearat CH3(CH2)16COOH Linolenat CH3CH2CH=CH-
Arachidat CH3(CH2)18COOH CH2CH=CHCH2-
Behenat CH3(CH2)20COOH CH=CH
(CH2)7COOH
Lignoserat CH3(CH2)22COOH Clupanodonat C22H34O2
Arachidonat CH20H32O2
Sumber: Ketaren. (2005)

2.3 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang
diproduksi dengan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi minyak nabati atau lemak
hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol. Reaksinya membutuhkan

8
katalis yang umumnya merupakan basa kuat, sehingga akan memproduksi senyawa
kimia baru yang disebut metil ester.
Biodiesel dapat dibuat dengan transesterifikasi asam lemak. Asam lemak
dari minyak nabati akan direaksikan dengan alkohol menghasilkan ester. Produk
samping dari transesterifikasi asam lemak ini berupa gliserin. Gliserin juga bernilai
ekonomis cukup tinggi, sehingga produk samping ini dapat dimanfaatkan untuk
bahan baku pembuatanzat kimia lainya. Biodiesel merupakan kandidat yang paling
baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi
utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat
menggantikan diesel petrol dimesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual
dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang. Penggunaan dan produksi
biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia,
meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada
konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai
bahan bakar. Biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara
C6-C22 dengan reaksi transesterifikasi. ia memiliki sifat fisik yang mirip dengan
solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin diesel hampir tanpa
modifikasi (Anshary,2012). Biodiesel telah banayk digunakan sebagai bahan bakar
pengganti solar.
Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel harus
mempunyai kemiripan sifat fisik dan kimia dengan solar. perbandingan sifat fisik
dan kimia biodiesel dengan solar dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Hasil Rata-Rata Uji Jalan Pemanfaatan Biodiesel 20% Pada Tahun
2014
Sifat fisik/kimia Biodiesel Solar
Komposisi Ester alkil Hidrokarbon
Viskositas, cSt 5,55 4,6
Densitas, g/ml 0,8624 0,8750
Angka cetana 62,4 53
Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg

9
Titik nyala, oC 172 98
Sumber: Kementerian ESDM, (2014)

Biodiesel memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan jika dibandingkan


dengan solar. beberapa keunggulan dari biodiesel yaitu :
1. Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui
secara terus menerus.
2. Emisi pembakaranya ramah lingkungan karena mudah diserap kembali
oleh tumbuhan dan tidak mengandung SOx.
3. Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung
racun.
4. Meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia.
5. dapat diproduksi dalam skala kecil dan menengah sehingga bisa
diproduksi di daerah pedesaan.
6. menurunkan ketergantungan suplai minyak dari negara asing yang
harganya terus meningkat dan selalu berfluktuasi.
7. Cetane number biodiesel lebih tinggi dibandingkan angka cetane solar.
8. Titik nyala tinggi.
Beberapa kekurangan dari biodiesel yaitu :
1. Kemampuan biodiesel dalam menghasilkan energi lebih kecil
dibandingkan dengan solar sehingga konsumsi bahan bakar biodiesel
sedikit lebih tinggi daripada solar.
2. Kualitas oksidasi dari biodiesel tidak terlalu baik sehingga membuat
biodiesel memiliki masalah dalam hal penyimpananya.
3. Jika disimpan dalam waktu yang lama, biodiesel cenderung berubah
menjadi seperti gel dan berpotensi menyumbat mesin.
4. Biodiesel dapat menyeabkan masalah pada katup dan sistem injeksi
karena biodiesel dapat melarutkan endapan sedimen dan kontaminan
lainya dari tangki instorage solar dan saluran bahan bakar.

10
Tabel 2.3 Hasil Rata-rata Uji Jalan Pemanfaatan Biodiesel 20% Pada
Tahun 2014
Bahan Bakar Konsumsi Bahan Emisi (g/km) Power (kW)
Bakar (km/L)
B0 (solar murni) 13,76 2,30 57,52
B20 (biodiesel 13,49 1,61 56,32
20%)
Sumber: Kementerian ESDM. (2014)

Harus dicatat bahwa kerugian tersebut secara signifikan berkurang ketika


biodiesel digunakan dalam campuran dengan bahan bakar diesel (Padli, 2010). Oleh
karena itu, dalam kebanyakan kasus biodiesel tidak digunakan dalam bentuk murni
(B100) melainkan dicampur dengan diesel standar.
Meskipun biodiesel merupakan sumber energi yang terbarukan dan
memiliki kandungan energi yang mirip dengan petrodiesel (padli, 2010), namun
karena biodiesel dibuat dari minyak nabati yang juga sangat luas dimanfaatkan
sebagai bahan pangan menyebabkan ketersediaan minyak nabati segar sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel menjadi sangat terbatas. Keterbatasan ini menjadi
salah satu kendala utama dalam proses pembuatan biodiesel.
Di sisi lain, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam hayati,
Indonesia memilki banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam proses pembuatan biodiesel. Salah satu minyak nabati
yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel adalah minyak jelantah.

2.4 Pembuatan Biodiesel Melalui Proses Transesterifikasi


2.4.1 Reaksi Pembuatan Biodiesel
Transesterifikasi adalah reaksi pembentukan metil ester asam lemak (Fatty
Acids Methyl Ester/FAME) atau biodiesel dan gliserol dengan mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek.
Trigliserida merupakan triester dari gliserol, monogliserida dan digliserida dapat
diperoleh dari trigliserida dengan mensubstitusikan dua dan satu asam lemak

11
dengan gugus hidroksi. alkohol rantai pendek yang sering digunakan adalah
metanol karena kereaktifanya yang tinggi (Utomo, 2011).
trigliserida merupakan triester dari gliserol dan asam – asam lemak yaitu
asam karboksilat dengan rantai hidrokarbon (C6 sampai C30). Trigliserida
merupakan penyusun utama minyak nabati. Selain Trigliserida dalam lemak juga
terdapat monogliserida dan digliserida. Transesterifikasi biasa disebut dengan
alkoholisis adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi methyl ester, melalui
reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Reaksi
transesterifikasi trigliserida menjadi methyl ester adalah :

Gambar Reaksi Transesterifikasi


Sumber: Haryanto, (2015)

Pada proses reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel merupakan


bantuan katalis yang berfungsi untuk mempercepat reaksi. Percepatan reaksi
tersebut terjadi karena katalis mempengaruhi mekanisme reaksi yang berlangsung,
dimana penggunaan katalis asam atau basa melibatkan mekanisme yang berbeda.
secara umum diketahui bahwa reaksi transesterifikasi diawali dengan reaksi antara
alkohol dengan katalis untuk menghasilkan spesies aktif yang selanjutnya bereaksi
dengan asam lemak.

2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain adalah waktu reaksi, pengadukan, katalis dan suatu reaksi. Secara umum,

12
untuk reaksi kimia diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi maka interaksi antar
molekul semakin intensif dan menghasilkan produk yang lebih banyak. prinsip
dasar reaksi ini juga berlaku untuk reaksi transesterifikasi, sehingga faktor ini telah
dikaji dalam banyak penelitian. Selain waktu pengadukan juga merupakan faktor
yang mempengaruhi efektifitas suatu reaksi kimia, pengadukan sangat penting
karena minyak , metanol dan katalis merupakan campuran yang immiscible
(Samart, dkk, 2010). Dalam bidang penelitian tentang biodiesel, faktor ini juga telah
dipelajari dalam sejumlah penelitian. Hayyan, dkk, (2011) mempelajari pengaruh
pengadukan pada biodiesel minyak kelapa sawit dengan variasi pengadukan antara
200 sampai 800 rpm, dan melaporkan pengadukan terbaik pada 400 rpm dengan
persen konversi 94,78%. faktor berikutnya yang mempengaruhi reaksi
transesterifikasi adalah katalis. Katalis pada reaksi kimia berfungsi untuk
mempercepat reaksi. katalisator juga berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi
pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu kecepatan reaksi menjadi semakin
meningkat. Pada reaksi transesterifikasi yang telah dilakukan biasanya
menggunakan katalis dengan variasi antara 1% berat sampai 10% berat campuran
pereaksi (Mc ketta, 1978). pada reaksi transesterifikasi terdapat dua jenis katalis
yang dapat digunakan adalah katalis homogen dan heterogen. katalis homogen
merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk.
beberapa katalis homogen yang sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi
adalah katalis asam atau basa. penggunaan katalis homogen ini memiliki beberapa
kelemahan seperti bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, mencemari
lingkungan, dan tidak dapat digunakan kembali (Widyastuti, 2007).
banyaknya katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi juga
mempengaruhi jumlah biodiesel yang dihasilkan. Granados, dkk, (2007)
melakukan peneltian bahwa banyaknya biodiesel yang dihasilkan pada reaksi
transesterifikasi meningkat dengan jumlah katalis yang digunakan.

2.5 Reaksi Transesterifikasi Menggunakan Metanol dan KOH


Terdapat tiga tipe rute dasar dalam proses alkoholis untuk menghasilkan
biodiesel, atau alkil ester (Ma, F, 1999). Ketiga rute dasar tersebut yaitu :
1. Transesterifikasi minyak dengan alkohol melalui katalis basa.

13
2. Esterifikasi minyak dengan metanol melalui katalis asam secara langsung.
3. Konversi dari minyak ke fatty acid ke alkil ester melalui katalis asam.
Teknik biodiesel yang digunakan saat ini umumnya mengikuti rute yang
pertama, yaitu transesterifikasi minyak dengan alkohol melalui katalis basa. cara
ini merupakan cara yang paling ekonomis karena:
1. Proses memerlukan temperatur rendah.
2. Tingkat konversi tinggi (mencapai 98%) dengan waktu reaksi yang cukup
singkat dan hasil reaksi samping yang maksimal.
3. Konversi langsung ke metil ester (biodiesel) tanpa melalui tahap
intermediet.
4. tidak diperlukan material dan konstruksi yang rumit.
pembuatan biodiesel dengan proses trigliserida menjadi metil ester
(biodiesel). Dalam reaksinya terjadi penggantian gugus alkohol dari ester dengan
alkohol lain. Pada umumnya, alkohol yang digunakan dalam proses transesterifikasi
adalah metanol. Selain itu, untuk mempercepat terjadinya reaksi, digunakan pula
katalis KOH. Pada proses transesterifikasi ini dihasilkan juga gliserol yang menjadi
produk samping dalam pembuatan biodiesel ini.
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen metil ester yang dihasilkan
pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan
asam lemak bebas. selain itu, suhu yang terlalu tinggi pada saat proses
transesterifikasi bisa menyebabkan minyak berbusa karena terjadi reaksi
penyabunan yang disebabkan oleh KOH yang bereaksi dengan minyak pada suhu
tinggi. Umumnya suhu reaksi ideal pada transesterifikasi 50-60 oC.
Sebelum dilakukan proses transesterifikasi minyak hewani supaya tidak
pekat pada temperatur rendah akan kita transesterifikasi menggunakan senyawa
metoksi, senyawa methoksi dibuat dari methanol ditambah dengan KOH, setelah
menjadi senyawa methoksi campur dengan minyak nabati yang telah kita siapkan
untuk menyempurnakan reaksi esterifikasi. Supaya tepat dalam penggunaan
senyawa metoksi dalam membuat biodiesel dari berbagai minyak maka perlu
diketahui angka asam dari masing-masing bahan baku. Kebutuhan senyawa
metoksi masing-masing minyak berbeda.

14
Trigliserida merupakan triester dari gliserol dan asam-asam lemak yaitu
asam karboksilat dengan rantai hidrokarbon (C6-C30). Trigliserida merupakan
penyusun utama minyak nabati. Selain trigliserida dalam lemak juga terdapat
monogliserida dan digliserida. Transesterifikasi biasa disebut dengan alkoholisis
adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi metil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasillkan produk samping yaitu gliserol.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi transesterifikasi untuk
menghasilkan biodiesel maksimal adalah pengaruh kadar air dan asam lemak
bebas, perbandingan molar alkohol, suhu dan lama reaksi, jenis katalis, dan
konsentrasi katalis.

2.5.1 Suhu Reaksi


Zulfadli, dkk. (2015), melakukan pembuatan biodiesel menggunakan zeolit
teraktivasi dengan variasi suhu pada proses transesterifikasi. Suhu reaksi yang
digunakan adalah 50 oC, 60 oC, dan 70 oC. Biodiesel yang dihasilkan semakin
meningkat dengan meningkatnya suhu reaksi, akan tetapi pada suhu 70 oC
mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan karena titik didih dari metanol sekitar
64,5 oC, sehingga pada suhu 70 oC diasumsikan metanol telah menguap sehingga
mengalami penurunan rendemen biodiesel. Hasil biodiesel tertinggi diperoleh pada
kondisi reaksi dengan suhu 60 oC yaitu sebesar 95,84 %.

2.5.2 Waktu Reaksi


Metil ester dikonversi dengan variasi waktu reaksi selama 1-4 jam. Waktu
reaksi selama 1 jam akan menghasilkan metil ester sebesar 77,59 %. Saat waktu
reaksi dinaikkan menjadi 2 jam hasil konversi mengalami peningkatan sebesar
86,40 % dan dimana waktu reaksi dinaikkan menjadi 3 jam menghasilkan produk
maksimal sebesar 91,66 %. Namun setelah reaksi berlangsung selama 4 jam produk
metil ester yang dihasilkan mengalami penurunan sebesar 76,72 %. Menurut
Kusuma, dkk. (2011) reaksi transesterifikasi bersifat reversibel, sehingga terjadi
pergeseran kesetimbangan ke arah reaktan, dimana waktu reaksi yang terlalu lama
akan membuat produk yang terbentuk berubah kembali menjadi reaktan.

15
2.5.3 Jenis Katalis
Katalis dalam reaksi transesterifikasi berfungsi untuk mempercepat reaksi
konversi minyak membentuk biodiesel. Penelitian Kusuma, dkk. (2011) melakukan
sintesis biodiesel dari minyak kelapa sawit menggunakan katalis KOH, biodiesel
yang dihasilkan adalah 96,44 %. Penggunaan katalis basa KOH dalam
transesterifikasi memberikan hasil produk biodiesel yang lebih besar.
Encinar et al. (1999) melaporkan bahwa dibandingkan dengan katalis basa-
homogen lainya, kinerja KOH sebagai katalis lebih unggul dimana produk metil
ester yang dihasilkan lebih banyak serta pemisahan produk metil ester dari gliserol
lebih mudah.

2.5.4 Konsentrasi Katalis


Penambahan konsentrasi KOH sebagai katalis basa akan meningkatkan
biodisel yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi. Penambahan katalis pada
kondisi optimum akan memaksimalkan produk biodiesel, jika penggunaannya
berlebih produk biodiesel akan menurun Naluri, dkk. (2015). Penelitian Arifin dan
Latifah (2015) melakukan sintesis biodiesel dari minyak goreng bekas dengan
variasi jumlah katalis sebesar 2,5 %; 5 %; 7,5 %; dan 10 % b/b total minyak dan
metanol. Rendemen biodiesel tertinggi yang diperoleh adalah 94,48 % pada
penggunaan rasio mol metanol : minyak sebesar 12:1, dengan konsentrasi sebesar
katalis 10 % b/b total reaktan, dan waktu reaksi selama 3 jam.
Selain itu, proses pemurnian dan penyaringan juga bisa mengurangi jumlah
metil ester yang dihasilkan. Proses bleaching yang terlalu lama bisa menyebabkan
minyak dan air teremulsi dan sulit dipisahkan karena antara asam lemak, minyak,
dan air akan saling terikat. Umumnya dalam pembentukkan senyawa ester
diperlukan reaksi antara asam lemak dengan suatu alkohol. Senyawa alkohol yang
paling sering digunakan adalah metanol, Pengaruh perbandingan molar alkohol
dengan bahan. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol
yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah.
Metanol (CH3OH) merupakan senyawa alkohol yang digunakan sebagai pereaksi
yang akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan
menggunakan etanol atau butanol. Karena metanol memiliki titik didih 64.7 °C,

16
148.4 °F (337.8 K) dengan rumus molar 32.04 g/mol. Sedangkan Butanol
lebih mudah menguap dibandingkan metanol. Memberikan gugus alkil kepada
rantai trigliserida dalam reaksi biodiesel karena kereaktifannya yang tinggi (Utomo,
2011). Transesterifikasi membutuhkan suatu katalis untuk mempercepat
terbentukknya produk, berikut adalah mekanisme reaksi tranesterifikasi trigliserida
menggunakan katalis KOH.

Gambar 2.2 Pembentukan Ion Metoksida


Sumber : Kusuma, (2011)

Reaksi tranesterifikasi diawali dengan pembentukan ion metoksida, ion


metoksida terbentuk karena adanya reaksi antara K2O dengan metanol. Ion
metoksida memiliki aktivitas katalitik yang tinggi. Tahapan selanjutnya adalah
pembentukkan zat antara tetrahedral. Ion metoksida yang reaktif mampu
menyerang C=O (karbonil) yang ada pada trigliserida, yang mengakibatkan
terputusnya ikatan π pada C=O sehingga muatan atom –O- menjadi negatif.
Penyerangan ini mengarah pada pembentukan zat antara tetrahedral. Tahapan
berikutnya adalah pembentukan senyawa metilester dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Pembentukan Metil Ester


Sumber : Kusuma, (2011)

Zat antara tetrahedral mengalami penataan ulang, dimana PEB (Pasangan


Elektron Bebas) dari atom –O- membentuk rangkap kembali dengan C=O karbonil

17
yang menyebabkan terlepasnya ikatan C-O sehingga menghasilkan senyawa metil
ester dan ion digliserida. Tahap selanjutnya adalah pembentukan senyawa
digliserida. Ion digliserida bereaksi dengan H+ dari hasil reaksi samping
pembentukan ion metoksida. Ion digliserida dimungkinkan juga dapat bereaksi
dengan metanol seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Pembentukan Senyawa Digliserida dan Ion Metoksida


Sumber : Kusuma, (2011)

2.6 Standar Mutu Biodiesel


2.6.1 Viskositas Kinematik
Salah satu sifat zat cair diantara adalah kental (viscous) dimana zat cair
memiliki koefisien kekentalan yang berbeda-beda, misalnya kekentalan minyak
goreng berbeda dengan kekentalan oli (Budianto, 2008). Viskositas dapat dianggap
sebagai gerakan dibagian dalam (internal) suatu fluida Jika sebuah benda berbentuk
bola dijatuhkan ke dalam fluida kental, misalnya kelereng dijatuhkan ke dalam
kolam renang yang airnya cukup dalam, nampak mula-mula kelereng bergerak
dipercepat. Tetapi beberapa saat setelah menempuh jarak cukup jauh, nampak.
kelereng bergerak dengan kecepatan konstan (bergerak lurus beraturan). ini
berarti bahwa disamping gaya berat dan gaya apung zat cair masih ada gaya lain
yang bekerja pada kelereng tersebut. Gaya ketiga ini adalah gaya gesekan yang
disebabkan oleh kekentalan fluida. Viskositas minyak dipengaruhi oleh perubahan
suhu. Apabila suhu semakin rendah maka viskositas semakin tinggi. Dan apabila
suhu semakin tinggi maka viskositas semakin rendah. Referensinya mana ??
Viskositas kinetik adalah tahanan zat cair untuk mengalir karena gaya berat.
Bahan yang mempunyai viskositas kecil menunjukkan bahwa bahan itu mudah
mengalir, sebaliknya bahan dengan viskositas tinggi sulit mengalir. Suatu minyak
bumi atau produknya mempunyai viskositas tinggi berarti minyak itu mengandung

18
hidrokarbon berat (berat molekul besar), sebaliknya viskositas rendah maka minyak
itu banyak mengandung hidrokarbon ringan.
Viskositas erat kaitannya dengan kemudahan mengalir pada pemompaan,
kemudahan menguap untuk pengkabutan dan mampu melumasi fuel pump
plungers. Penggunaan bahan bakar yang mempunyai viskositas rendah dapat
menyebabkan keausan pada bagian-bagian pompa bahan bakar. Apabila bahan
bakar mempunyai viskositas tinggi, berarti tidak mudah mengalir sehingga kerja
pompa dan kerja injektor menjadi berat.
Viskositas kinematik adalah tahanan cairan untuk mengalir karena gaya
berat. Untuk aliran gaya berat pada suatu ketinggian hidrostatik tertentu,
ketinggian tekanan suatu cairan proporsional dengan kerapatannya, untuk
setiap viskometer tertentu, waktu alir dari volume tetap suatu cairan
berbanding langsung dengan viskositas kinematiknya, viskositas dinamik adalah
perbandingan antara tegangan geser yang diberikan dan kecepatan geser suatu
cairan. Sedangkan viskositas dinamik kadang-kadang disebut koefisien viskositas
dinamik atau lebih sederhana disebut viskositas. Jadi viskositas dinamik adalah
ukuran tahanan untuk mengalir atau perubahan bentuk dari suatu cairan.
Istilah viskositas dinamik juga dapat digunakan dalam suatu konteks yang berbeda
untuk menunjukkan suatu kuantitas yang tergantung frekuensi dimana tegangan
geser dan kecepatan geser mempunyai ketergantungan terhadap waktu sinusoidal.
Viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besarnya hambatan dari
suatu bahan cair untuk mengalir, atau ukuran dari besarnya tahanan geser dari
cairan. Semakin tinggi viskositasnya, semakin kental dan semakin sukar bahan
tersebut mengalir (Demirbas, 2008). Bahan bakar yang terlalu kental, maka dapat
menyulitkan aliran, pemompaan, dan penyalaan. Jika bahan bakar terlalu encer,
maka menyulitkan penyebaran bahan bakar sehingga akan sulit terbakar dan
menyebabkan kebocoran dalam pipa injeksi.
Standar viskositas kinematik dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai 6
cSt pada suhu 40 °C sesuai dengan SNI Biodiesel (BTBRD, 2015). Jika harga
viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di dalam pipa, kerja
pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap
besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar. Sebaliknya jika viskositas terlalu

19
rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan
mengakibatkan keausan (Setiawati dan Edward, 2012).
Soerawidjaja dkk. (2006) menjelaskan, viskositas kinematik adalah ukuran
mengenai tekanan aliran fluida karena gravitasi, dimana tekanan sebanding dengan
kerapatan fluida yang dinyatakan dengan centistoke (cSt). Viskositas yang terlalu
tinggi akan membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar
sehingga akan mengakibatkan deposit pada mesin. Tetapi apabila viskositas terlalu
rendah akan memproduksi spray yang terlalu halus sehingga terbentuk daerah rich
zone yang menyebabkan terjadinya pembentukan jelaga (Prihandana, 2006).
Viskositas dari bahan bakar sangatlah berpengaruh pada proses atomisasi
bahan bakar pada saat penginjeksian ke ruang bakar. Jika viskositas terlalu tinggi
maka memiliki atomisasi yang rendah sehingga pembakaran kurang sempurna dan
engine mengalami susah start pada awal dinyalakannya engine. Namun, jika
viskositas terlalu kecil mengakibatkan keausan pada komponen pompa injeksi,
sehingga mempercepat kerusakan pada pompa injeksi.
Semakin tinggi konsentrasi katalis, viskositasnya cenderung menurun.
Karena semakin banyak persen katalis yang diberikan akan semakin cepat pula
terpecahnya trigliserida menjadi tiga ester asam lemak yang akan menurunkan
viskositas 5-10 % (Prihandana, 2006). Cari referensi lain

2.6.2 Massa Jenis


Massa jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh dengan
berat air pada volume dan pada suhu yang sama (Ketaren, 1986). Massa jenis bisa
menjadi sebuah indikator banyaknya pengotor yang terdapat pada biodiesel. Zat
pengotor yang mungkin terkandung dalam biodiesel meliputi air, sabun, asam-asam
lemak yang tidak terkonversi menjadi metil ester, sisa katalis, ataupun sisa metanol
yang terdapat dalam biodiesel dan gliserin. Gliserin mempunyai massa jenis yang
lebih besar dari ester, sehingga lapisan gliserin berada di bawah. Pemisahannya
dapat dilakukan dengan dekantasi. Penggunaan katalis basa pada jumlah yang besar
dapat menyebabkan massa jenis biodiesel menjadi lebih besar, sebaliknya jika
penggunaan katalis basa dengan jumlah kecil menyebabkan massa jenis biodiesel
menjadi rendah. (referensinya mana ??)

20
Massa jenis biodiesel pada suhu 70 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu
60 oC dan 50 oC. Hal ini disebabkan penggunaan suhu tinggi (60 oC) pada reaksi
transesterifikasi akan meningkatkan reaksi penyabunan. Sehingga zat-zat pengotor
yang terbentuk menyebabkan massa jenis biodiesel menjadi lebih besar. (Setiawati
dan Edward, 2012).

2.6.3 Flash Point


Titik nyala (flash point) merupakan angka yang menyatakan suhu terendah
dari bahan bakar minyak dapat terbakar jika permukaan minyak tersebut didekati
dengan nyala api.
Titik nyala atau flash point dari suatu minyak adalah suhu terendah dimana
minyak dipanasi dengan peralatan standar hingga menghasilkan uap yang dapat
dinyalakan dalam pencampuran dengan udara. Titik nyala secara prinsip ditentukan
untuk mengetahui bahaya terbakar beberapa produk minyak bumi. Sehingga
diketahui titik nyala suatu produk minyak, kita dapat mengetahui kondisi
maksimum yang terpercaya. Salah satu contoh dari pentingnya informasi ini adalah
untuk menentukan jenis minyak pelumas yang tepat untuk digunakan di dalam
sistem hidrolik tekanan tinggi seperti pada pesawat terbang atau alat penempa
tekanan tinggi, dimana kebocoran minyak dari saluran pipa dapat menyebabkan
terjadinya musibah dengan adanya kontak dari minyak yang tumpah
dengan logam yang sangat panas. Titik nyala merupakan sifat fisik minyak yang
sangat penting dan harus diketahui, baik minyak pelumas, bahan bakar dan minyak
bumi. Sehingga diketahui titik nyala suatu produk. Titik nyala (Flash Point) adalah
suhu terendah terkoreksi pada tekanan barometer 101,3 kPa (760 mm Hg), dimana
dengan menggunakan sumber nyala yang menyebabkan uap contoh terbakar pada
kondisi pengujian tertentu. Tinggi dan rendahnya flash point sangat bergantung
pada komponen hidrokarbon dalam bahan bakar. Parafin akan lebih mudah terbakar
dari pada olefin, olefin lebih mudah terbakar dari pada naften, dan aromat paling
sulit terbakar. Semakin tinggi fraksi minyak bumi makin tinggi pula pada flash
point, produk dengan flash point rendah lebih mudah menguap sehingga mudah
terbakar. Suhu flash point adalah satu ukuran kecenderungan bahan bakar minyak
untuk menyala dalam campuran dengan udara pada kondisi laboratorium. flash

21
point ini hanya salah satu sifat dari sejumlah sifat yang lain untuk mengetahui
bahaya sifat kemudahan dapat menyala (flammability) dari bahan bakar.
Flash Point digunakan dalam pengapalan bahan bakar, peraturan
keselamatan untuk menentukan sifat kemudahan menyala dan kemudahan terbakar
dari suatu bahan bakar. Nilai flash point dapat digunakan untuk mengklasifikasi
bahan sesuai dengan peraturan yang ada. Hasil pengujian flash point digunakan
sebagai elemen dari asesmen resiko api (fire risk) dari sejumlah faktor assesmen
bahaya api (fire hazard).
Menurut Setiawati (2012) titik nyala mengindikasikan tinggi rendahnya
volalitas dan kemampuan untuk terbakar dari suatu bahan bakar. Volatilitas adalah
kecenderungan suatu bahan untuk menguap (Lestari, 2010). Sifat volatilitas
(distilasi) hidrokarbon mempunyai pengaruh yang penting untuk keselamatan dan
unjuk kerja, khususnya untuk bahan bakar distilat dan solvent. Kisaran titik didih
memberikan informasi terhadap komposisi, sifat- sifat dan perilaku bahan bakar
minyak selama penyimpanan dan penggunaan. Volatilitas (kemudahan menguap)
adalah faktor pokok yang menentukan kecenderungan campuran hidrokarbon untuk
menghasilkan uap yang mudah meledak.
Titik nyala merupakan suhu terendah dimana bahan bakar apabila
dipanaskan telah memberikan campuran uapnya yang cukup perbandingannya
dengan udara, sehingga akan menyala sekejap jika dites api, kegunaannya bisa
digunakan untuk mengetahui kemudahan menguap atau terbakar dari suatu bahan
bakar serta merupakan indikasi adanya kontaminasi dengan produk atau bahan lain,
merupakan sifat penting untuk keselamatan pada saat penyimpanan dan
penanganan (storange & hending) bahan bakar (Suminta, 2006).
Titik nyala atau Flash Point juga dipengaruhi oleh temperatur, temperatur
Flash Point adalah temperatur saat bahan bakar akan menghasilkan api jika
dikenai sumber api. namun demikian, kondisi tersebut hanya bertahan beberapa saat
saja, saat timbul api, maka api akan mati pada waktu yang tidak lama. kemudian,
hal ini dikarenakan kondisi tersebut belum cukup untuk membuat bahan bakar
bereaksi menghasilkan api lagi (api yang kontinu). Oleh karena itu, ada yang
disebut lagi dengan temperatur fire point, yaitu saat api akan hidup secara terus-
menerus dari bahan bakar yang telah dikenai sumber api. Selama bahan bakar dan

22
oksigen pada lingkungan tersebut tersedia, maka api akan terus menyala. Terakhir
yaitu temperatur auto ignation yaitu kondisi temperatur saat bahan bakar akan
menghasilkan api dengan sendirinya tanpa harus ada sumber api. Dalam temperatur
ini, bahan bakar hanya membutuhkan oksigen untuk dapat menghasilkan api
(Lestari, 2010).

Tabel 2.4 Standard Nasional Biodiesel


Parameter Satuan Nilai
Massa Jenis pada 40 oC Kg/m3 840-890
Viskositas Kinematic 40oC (cSt) 2,3-6,0
Kandungan Air (Maks) %-vol 0,05
o
Titik Nyala (Min) C 100
Sumber : Soerawidjaja, (200)

2.6.4 Heating Value


Maksud dari pengukuran kalor pembakaran biodiesel adalah unuk memperoleh
data tentang energi kalor yang dapat di bebaskan oleh suatu bahan bakar dengan
terjadinya proses pembakaran (Sinarep & Mirmanto, 2011). Nilai kalor adalah angka
yang menyatakan jumlah panas/ kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran
sejumlah bahan bakar dengan udara/ oksigen. Nilai kalori bahan bakar minyak berkisar
antara 10.160 -11.000 Kkal/kg. Nilai kalori berbanding terbalik dengan berat jenis
artinya semakin besar berat jenisnya maka semakin kecil nilai kalorinya. Sebagai
contoh solar lebih berat daripada bensin, tetapi nilai kalorinya lebih besar bensin. Nilai
kalori diperlukan untuk dasar perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar minyak yang
dibutuhkan mesin dalam suatu periode tertentu, (Wardan S dan Zainal A, 2003: 16).

2.6.5 Komposisi Kimia


Metode pengujian GC-MS dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia
jenis asam lemak penyusun metil ester dari limbah minyak jelantah dari hasil reaksi
esterifikasi dan transesterifikasi. Darnoko and Cheryan (2000), menyatakan deteksi
jenis asam lemak dan trigliserida dalam biofuel menggunakan metode kromatografi
gas (gas chromatography = GC), dilanjutkan dengan analisis spektrometer massa
(mass spectroscopy = MS). Metode GC dilakukan untuk tujuan pemisahan,

23
kuantifikasi, dan analisis asam lemak dengan terlebih dahulu dibuat turunan asam
lemaknya, serta analisis MS untuk menentukan fragmentasi asam lemak jenuh dan
tak jenuh, serta letak ikatan rangkap jenis asam lemak.
Pada pengujian menggunakan alat GC-MS jenis ester rantai pendek bersifat
polar daripada ester rantai panjang. Hukum like dissolve like ester menyatakan
bahwa jenis ester dengan rantai yang lebih panjang akan tertahan dalam kolom GC-
MS, sedangkan ester rantai pendek akan lolos bersama fasa gerak keluar dari kolom
GC-MS. Rantai pendek polar akan lebih awal muncul daripada rantai panjang non
polar. Asam lemak mempunyai gugus karboksilat tunggal dan rantai hidrokarbon
non-polar, menyebabkan lemak tidak larut dalam air (Fessenden and Fessenden,
1995). Asam-asam lemak merupakan komponen utama dari lemak karena hampir
95-96% berat molekul lemak terdiri dari asam lemak yang pada umumnya
merupakan rantai karbon panjang dan lurus.

2.6.6 Analisis Thermal


Pada Analisis Thermal alat pengujian yang digunakan adalah
Thermogravimetric (TGA). Analisis Thermal adalah teknik di mana massa sebuah
zat dilihat sebagai fungsi suhu atau waktu karena spesimen sampel dikenai program
suhu terkontrol dalam atmosfer yang terkontrol.
TGA adalah teknik di mana, saat memanaskan material, beratnya bertambah
atau berkurang. Konsep TGA Sederhana, TGA mengukur berat sampel saat
dipanaskan atau didinginkan dalam tungku.
TGA terdiri dari panci sampel yang didukung oleh keseimbangan presisi.
Panci itu berada di dalam tungku dan dipanaskan atau didinginkan selama
percobaan. Massa sampel dipantau selama percobaan. Sampel gas pembersih
mengontrol lingkungan sampel. Gas ini mungkin lembam atau gas reaktif yang
mengalir di atas sampel dan keluar melalui knalpot.
Terdapat beberapa parameter dalam cara membaca kurva alat TGA. Absis (sumbu
X) dapat ditampilkan sebagai waktu atau suhu dan kordinat (sumbu Y) dapat
ditampilkan sebagai berat (mg) atau persen berat (%).

24
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

25
Mulai

Persiapan alat dan


bahan

Pengecekan Kadar
Tidak Esterifikasi
FFA (<2%)

Ya

Transesterifikasi
T=600C, t=120min, Katalis = KOH

KOH 0,5% KOH 1% KOH 1,5%

Pemisahan Gliserol
t ≥ 24 jam

Pencucian Biodiesel
Tair ≥ 1000C

Pemisahan kadar air


T ± 104 ºC

Pengambilan
Data

26
A

Physicochemical Characteristic
Properties Thermal

Uji Uji Flash Uji Bomb


Uji Densitas Uji GC-MS Uji TGA
Viskositas Point Calorimetry

Data Hasil
Pengujian

Pengolahan Data

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di empat tempat yang berbeda, berdasarkan 2 tahapan
yang harus di lalui. Tempat yang pertama yaitu tahapan pembuatan biodiesel yang

27
dilaksanakan di Laboratorium Nanomaterial Universitas Negeri Malang yang
bertempat di gedung H4 Fakultas Teknik. Pelaksanaan proses pembuatan biodiesel
ini dilaksanakan pada bulan Mei 2019. Kemudian tahap selanjutnya tahap kedua,
tahap ini dilaksanakan di empat tempat yang berbeda, yaitu di Laboratorium Energi
Universitas Negeri Malang yang berada di gedung H4 Fakultas Teknik,
Laboratorium Teknik Kimia Universitas Negeri Malang yang berada di gedung O2
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Sentral Mineral
dan Material Maju Universitas Negeri Malang yang berada di gedung O4 Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Laboratorium Energi dan
Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November yang berada di gedung Pusat
Robotika Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Proses
pengambilan data dilakukan pada Juni 2019.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


Peralatan yang akan digunakan pada penelitan ini di bedakan menjadi 2 yaitu
alat pada pembuatan biodiesel dan saat pengambilan data. Untuk yang pertama
adalah alat untuk pembuatan biodiesel yaitu : Analytical Balance (Timbangan),
Spatula, Gelas Beaker 250 ml, Termometer Raksa, Magnetic Stirer with Hot Plate,
Magnetic Stir Bar, Corong, Labu Leher tiga, Condensor, Corong Pisah 500 ml,
Statif, Klem Boshead, Ring, Klem Universal, Mortar, dan Pestle. Adapun bahan -
bahan yang dibutuhkan antara lain : KOH Teknis, Methanol PA 97 %, Minyak
Jelantah, dan Aquades.
Yang kedua adalah alat untuk pengambilan data yaitu : Viscometer Ostwald,
Flash Point Tester SYD-, Bomb Calorimetry, Gas Chromatography – Mass
Spectrometry (GC-MS), dan Thermogravimetry.

1.3.1 Analytical Balance (Timbangan)


Analytical Balance ini digunakan untuk mengukur berat dari KOH,
Methanol, dan Minyak Jelantah yang menjadi bahan utama pembuatan Biodiesel.
Analytical Balance yang digunakan haruslah memiliki ketelitian yang sangat tinggi,
oleh karena itu timbangan yang digunakan pada penelitian ini memiliki spesifikasi
sebagai berikut,

28
Merk : Optima Scale
Type : OPD-E
Readibility : 0,1 mg
Max Capacity : 210g
Temperature Range : 0oC — 40oC

Gambar 3.1 Analytical Balance


Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.2 Spatula
Spatula ini digunakan untuk mengambil KOH padat yang menjadi katalis
dalam proses pembuatan biodiesel sekaligus digunakan untuk menuangkan KOH
kedalam campuran minyak jelantah dan methanol dalam labu leher tiga. Spatula
yang akan digunkan memiliki spesifikasi sebagai berikut,
Jenis : Sendok dan tanduk
Bahan : Stainless Steel
Panjang : 20 cm
Warna : Silver

29
Gambar 3.2 Spatula
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.3 Gelas Beaker 250 ml


Gelas Beaker berfungsi menjadi wadah sampel minyak jelantah dan
methanol sebelum diproses menjadi biodiesel. Dan digunakan sebagai tempat untuk
proses penghilangan kadar air dalam biodiesel. Gelas Beaker yang digunakan
memiliki spesifikasi sebagai berikut,
Merk : Pyrex
Volume : 250 ml
Bahan : Kaca borosilikat
Jenis : Griffin

1.3.4 Termometer Raksa


Termometer Raksa digunakan untuk mengukur suhu pada saat proses
pemanasan pada pembuatan biodiesel dan proses penghilangan kadar air pada
biodiesel. Termometer Raksa yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut,
Panjang : 30 cm
Range Temperature : 0 – 360 ºC

30
Ganbar 3.4 Termometer Raksa
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.5 Magnetic Stirer with Hot Plate


Magnetic Strirer with Hot Plate merupakan alat pengaduk dengan
menggunakan batang magnet (Magnetic stir bar) dan pemutar magnet, dengan plate
pemanas. Kelebihan dari magnetic stirer ini yaitu dapat mengaduk dengan
kecepatan yang konstan dalam waktu yang lama serta pengaturan putaran yang
relatif mudah digunakan, sekaligus tambahan pemanas pada bagian plate.
Spesifikasi magnetic stirer yang akan digunakan dalam pembuatan biodiesel ini
adalah sebagai berikut:
Merk : Cimarec
Type : SP-131
Maksimum RPM : 400 RPM
Range Temperature : 0 – 400 ºC

31
Gambar 3.5 Magnetic Stirer with Hot Plate
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.6 Corong
Corong dalam proses pembuatan ini berfungsi untuk memudahkan
memasukkan bahan kedalam labu leher tiga dan memasukkan biodiesel ke dalam
corong pisah, karena memperluas permukaan dalam memasukkan bahan.
Spesifikasi corong yang akan digunakan dalam pembuatan biodiesel ini adalah
sebagai berikut :
Merk : Herma
Bahan : Kaca Borosilikat
Diameter : 60 mm

Gambar 3.6 Corong


Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.7 Labu Leher Tiga


Labu Leher Tiga dalam proses pembutan biodiesel digunakan sebagai
tempat pencampuran minyak jelantah methanol dan KOH, sekaligus tempat
pengadukan bahan-bahan utama pembuatan biodiesel dengan dipanaskan, labu
leher tiga mempunyai tiga leher dimana leher tengah digunakan untuk tempat

32
condensor, leher samping digunakan untuk termometer dan leher samping di bagian
sisi lainya berfungsi untuk tempat memasukkan bahan pembuatan. Spesifikasi labu
leher tiga sebagai berikut,
Merk : iwaki
volume : 500 ml
bahan : kaca borosilikat
diamter paling luar : 109 mm
jenis : bottom flate
ts joint center : 29/32
ts joint side : 24/29

Gambar 3.7 Labu Leher Tiga


Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.8 Condensor
Condensor digunakan untuk mengubah zat uap menjadi zat cair. Dalam
proses pemanasan pembuatan biodiesel, bahan - bahan pembuatan akan mengalami
penguapan sehingga condensor disini berfungsi untuk mencairkan kembali bahan
tersebut agar broses yang terjadi lebih sempurna, terutama pada bahan methanol
yang mudah menguap. Cara kerja dari alat condensor ini hanya dialiri air.
Spesifikasi dari condensor yang digunakan adalah sebagai berikut,

33
merk : iwaki glass ware alihn 2540-400
bahan : kaca borosilikat
panjang mantel : 400 mm
panjang total : 620 mm
diameter paling luar : 40 mm

Gambar 3.8 Condensor


Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.9 Corong Pisah


Dalam pembuatan biodiesel ini corong pisah berfungsi sebagai wadah
pemisah biodiesel dengan gliserol. Karena pada tahap tersebut biodiesel dengan
gliserol bercasmpur menjadi satu. Corong pisah yang digunakan sudah dilengkapi
dengan teflon stopcock dan glass stopper. Spesifikasi dari corong pisah yang
digunakan sebagai berikut,
Merk : iwaki
bahan : kaca borosilikat
volume : 500 ml
bentuk : colinal

34
Gambar 3.9 Corong Pisah
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.10 Penyangga Corong Pisah


Penyangga corong pisah digunakan untuk menyangga corong pisah.
digunakan saat memisahkan biodiesel dengan gliserol. Penyangga yang digunakan
terdiri dari statif, klem bosheadd, dan ring. Spesifikasi dari penyangga corong pisah
yang digunakan sebagai berikut,
merk : globolab
bahan : logam besi
tinggi : 90 cm

1.3.11 Mortar dan Pestle


Mortar dan pestle digunakan untuk menghancurkan KOH padat dengan cara
digerus secara manual. Mortar merupakan bagian wadahnya, sedangkan pestle
berupa batang yang dipegang. Lama penggerusan tergantung dari jenis bahan,
kekuatan menggerus, dan teknik menggerus. spesifikasi dari mortar dan pestle yang
digunakan sebagai berikut,
merk : hal dewanger
bahan : porcelain
diameter motar : 10 cm
panjang pestle : 12 cm

35
Gambar 3.11 Mortar dan Pestle
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.12 Viscometer Ostwald


Viskometer ostwald merupakan alat pengujian yang dilakukan bertujuan
untuk mengetahui sifat fisik dari sebuah fluida yaitu viskositas atau kekentalan.
Kekentalan ini akan berpengaruh kedepannya terhadap bilangan Reynold dari
sebuah aliran. Viskometer ostwald yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
aparatur terdiri dari viskometer tabung-U kaca yang terbuat dari kaca borosilikat
bening dan dikonstruksi sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan dalam gambar
berikut.

Gambar 3.12 Viskometer Ostwald


Sumber: Sibata Scientific, (2019)
1.3.13 Flash Point Tester
Flash Point Titik Nyala Tester SYD-3536 adalah alat yang dibuat dan
diproduksi sesuai dengan standar petroleum GB/ T 261-2008. Fungsinya yaitu agar

36
dapat membantu pengguna dalam melakukan pemeriksa titik nyala api pada suatu
objek. Dibuatnya alat ini agar dapat memperkirakan temperature maksimum
pemanasan pada objek. Spesifikasi alat sebagai berikut :
power supply : AC (220 ± 10%) V, 50 Hz.
kekuatan pemanasan : dari 0 W ke 600 W
tingkat pemanasan : (1 – 12) ºC/menit
diameter dalam cangkir : 50 mm
kedalaman cangkir : 40 mm
kedalaman garis permukaan minyak : 30 mm
kapasitas volume minyak yang diuji : 70 ml
sumber pemicu : bahan bakar gas
gas diameter pengapian : 3,2 – 4,8 mm
termometer : air raksa sesuai GB/T261-2008
suhu Ambient : ≤ 35 ºC
Kelembapan relatif : ≤ 35 ºC
Konsumsi daya total : ≤ 650 W

Gambar 3.13 Flash Point Tester


Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

37
1.3.14 Bomb Calorimeter
Bomb Calorimeter digunakan untuk mengukur nilai kalor yang dibebaskan
pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) bahan bakar (Biodiesel). sampel
bodiesel ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup pada media penyerap
kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik berupa media kawat
logam yang terpasang didalam tabung bomb calorimeter. spesifikasi alat sebagai
berikut :
merk : Parr 1341 plain jacket bomb calorimeter
dimensi : 56 lebar x 36 diameter x 31 tinggi (cm)
test per hour :2
operator time per test : 25 minutes
precission classification : 0,3 % class
jacket type : static
oxygen fill : manual
bucket fill : manual
bomb wash : manual

Gambar 3.14 Bomb calorimeter

38
Sumber : Parrinst, (2010)

1.3.15 Gas Chromatography – Mass Spectrometry


Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GC-MS) merupakan alat yang
digunakan untuk memisahkan senyawa organik pada biodiesel yang menggunakan
dua metode analisa senyawa yaitu Gas Chromatography (GC) untuk menganalisa
jumlah senyawa secara kuantitatif dan Mass Spectrometry (MS) untuk menganalisa
struktur molekul senyawa analit. Alat GC-MS mengkombinasikan Gas
Chromatography dan Mass Spectrometry untuk mengidentifikasi senyawa yang
berbeda dalam menganalisa biodiesel. Spesifikasi alat sebagai berikut :
merk : shimadzu
type : QP-2010 Plus
GC oven temperature : up to 450 ºC
GC injector port temperature : up to 450 ºC
GC AFC pressure range : 970 Kpa
MS temperature : 50 to 350 ºC
MS ion source temperature : 140 to 300 ºC
MS filament : dual (automatic switching)
MS electron energy : 10 to 200 eV
MS emission current : 5 to 250 µA
mass analyzer : metal quadropole mass filter with pre-rod
mass range : 1,5 – 1090 m/z
detector : secondary electron multiplier
main pump : differentially pumped vacuum system
fore pump : 30 L/min (60 Hz) rotary pump
column flow : up to 15 mL/min (He)
power requirements GC : 2600 VA (230 VAC)
power requirements MS : 1000 VA (100-200 VAC)

39
Gambar 3.15 Gas Chromatography – Mass Spectrometry
Sumber : Dokumentasi pribadi, (2019)

1.3.16 Thermogravimetric Analyzer


Thermogravimetric analyzer berfungsi untuk menguji biodiesel dengan
kaitanya penentuan perubahan massa dalam kaitanya dengan perubahan suhu.
instumen yang dipakai pada pengujian ini merupakan instrumen yang dimiliki oleh
Laboratorium Energi dan Teknik Lingkungan ITS dengan spesifikasai sebagai
berikut,
merk : mettler toledo
range temperature :1K
temperature Precision : 0,6 K
heating rate : 0,02 to 150 K/min
crucible volume : up to 900 µl
cooling time : 22 min
cooling time with helium : ≤ 11 min

40
vacuum : 10 mbar
measurement range : ≤ 1 g/ ≤ 5 g
resolution : 0,1 µg
weight accuracy : 0,005 %
weighting precision : 0,0025 %

Gambar 3.16 Thermogravimetric Analyzer


Sumber : Mettler Toledo, (2019)

1.3.17 KOH
KOH merupakan bahan yang akan digunakan sebagai katalis. KOH yang
digunakan adalah KOH teknis bebrentuk padat. KOH ini berperan untuk
mempercepat laju reaksi trigliserida menjadi methyl ester.

41
1.3.18 Minyak Jelantah
Minyak jelantah merupakan bahan dasar pembuatan biodiesel. Minyak
jelantah yang digunakan pada penelitian ini adalah bekas penggorengan ayam
crispy sekali yang diesndapkan selama satu hari dan disaring.

1.3.19 Methanol
Methanol ini juga merupakan bahan dasar pembuatan biodiesel dan juga
sebagai pelarut KOH teknis. Methanol ini berperan menjadi reaktan pada proses
transesterifikiasi. Methanol yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar
99,8%.

1.3.20 Aquades
Aquades pada penelitian ini sebagai bahan pada tahap washing biodiesel,
aquades ini berperan sebagai pelarut/pemisah gliserol dalam biodiesel yang sudah
ditransesterifikasi pada suhu 65ºC. Aquades yang dibutuhkan dalam proses
washing sebanyak 1,5 liter.

3.4 Metode Penelitian


Jenis penelitian yang akan digunakan adalah eksperimen. Dengan demikian
berarti penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan
terhadap hal-hal lain yang dilakukan pada keadaan yang tarkendali.
Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif, dimana penelitian merupakan
penelitian sistematis yang didalamnya terdapat angka-angka yang nantinya akan
dapat ditarik kesimpulan dari angka tersebut mengenai hasil dari pengambilan data
yang telah dilakukan.
Pengambilan data yang akan dilakukan oleh alat-alat yang telah ada. Akan
tetapi untuk perhitungan serta pengambilan kesimpulan dari pengaruh penambahan
konsentrasi nanopartikel ini dilakukan penghitungan secara manual yang akan
dilakukan oleh peneliti.

42
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Prosedur Pembuatan Biodiesel
1. Peralatan :
a. Magnetic Stirer
b. Condensor
c. Labu Leher Tiga
d. Thermometer
e. Beaker Glass
f. Timbangan
2. Bahan :
a. Methanol PA
b. KOH Teknis
c. Minyak Jelantah
d. Indikator PP
3. Langkah kerja :
a. Persiapkan alat dan bahan baku
b. Uji kadar FFA (Free Fatty Acid)
1) Timbang 20 g sampel (minyak) dalam beaker glass
2) Tambahkan 50 ml etanol panas dan 3 tetes indikator phenolphtalein (PP)
ke dalam minyak.
3) Dinginkan pada suhu ruang.
4) Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik.
5) Catat volume titran (ml) dan hitung kadar FFA. Asam lemak bebas
dinyatakan sebagai % FFA.

𝑉 (𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻) 𝑥 𝑁 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘


% FFA = x 100% (3.1)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 1000

6) Jika hasil uji kadar FFA dalam sampel > 2 % maka lakukan proses
esterifikasi hingga FFA mencapai < 2 %.
c. Proses Esterifikasi
1) Timbang sampel (minyak) sebanyak 100 gr.

43
2) Tambahkan metanol dengan rasio mol 6 : 1 dengan minyak. Tambahkan
pula asam sulfat pekat sebanyak 0,5 % dari FFA nya. Campur terlebih
dahulu asam sulfat dan metanol baru kemudian tambahkan perlahan ke
dalam sampel minyak.
3) Lakukan pengadukan dengan pemanasan dengan suhu 60oC selama 2
jam.
4) Setelah didinginkan, pisahkan dengan menggunakan corong pisah.
5) Uji kadar FFA nya. Jika kadar FFA > 2% ulangi prosedur esterifikasi.
d. Proses Transesterifikasi
1) Sampel minyak yang digunakan yang memiliki kadar FFA < 2%, jika
melebihi maka perlu dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu
2) Timbang sampel sebanyak 100 gr.
3) Timbang katalis KOH sebanyak 0,5 %; 1% dan 1,5 % dari berat sampel
minyak jelantah.
4) Timbang metanol dengan perbandingan mol 6 : 1 dari berat minyak
jelantah.
5) Campurkan terlebih dahulu katalis dan metanol, panaskan pada suhu
40oC disertai dengan pengadukan.
6) Panaskan sampel pada suhu 60oC, kemudian masukkan perlahan
campuran katalis.
7) Lakukan pengadukan selama 120 menit.
8) Setelah dingin, lakukan pemisahan lapisan biodiesel dan campuran
katalis menggunakan corong pisah.
9) Pisahkan lapisan biodiesel dari gliserol selama 24 jam, kemudian cuci
biodiesel dengan air panas (suhu 70 oC).
10) Pencucian menggunakan air panas dilakukan beberapa kali hingga air
pencuci berwarna jernih sehingga didapatkan metil ester yang bebas
pengotor.
11) Penguapan sisa air pencuci yang ada di metil ester dengan memanaskan
metil ester pada temperatur 90 – 104 °C (SNI 7182:2015) sampai tidak
ada gelembung – gelembung uap air yang tersisa.

44
3.5.2 Prosedur Pengujian
1. Pengujian viskositas
a. Persiapkan alat dan bahan.
b. Isi viskometer ostwald dengan sample biodiesel dengan menggunakan
pipet.
c. Isi sampel biodiesel sebanyak 7 – 10 ml melalui pipa kapiler yang besar.
d. Hisap sampel biodiesel pada pipa kapiler kecil menggunakan pushball
sampai batas atas viskometer ostwald.
e. Lepaskan pushball.
f. Hitung waktu turun sampel biodiesel dari batas atas sampai batas bawah
viscometer ostwald dengan stopwatch.
g. catat hasil waktu.
h. hitung rumus viskositasnya,

𝑇 .𝜌
𝜇𝑏 = 𝜇0 𝑇𝑏.𝜌 𝑏 (3.2)
0 0

Keterangan :
𝜇𝑏 : 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
𝜇0 ∶ 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
𝑇𝑏 : 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
𝑇0 ∶ 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
𝜌𝑏 ∶ 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
𝜌0 ∶ 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔

2. Pengujian densitas
a. Persiapkan alat dan bahan.
b. Taruh gelas beaker 250 ml pada timbangan.
c. Tuangkan sampel biodiesel sebanyak 10 ml.
d. Hitung selisih nilai berat (kg) sebelum gelas beaker diisi dengan sampel
biodiesel dan sesudah diisi dengan sampel biodiesel .
e. Hitung nilai massa jenis dengan berat yang didapat dari volume sampel
biodiesel sebanyak 10 ml menggunakan rumus,

45
𝒎 𝑲𝒈
𝝆= (𝒎𝟑 ) (3.3)
𝑽

3. Pengujian flash point


a. Mempersiapkan alat pengujian flash point tester SYD-3536.
b. Menakar sampel biodiesel sebanyak 70 ml.
c. Menempatkan sampel pada cawan flash point tester .
d. Memanaskan sampel hingga suhu diatas 100°C.
e. Menyalakan api pematik.
f. Mengamati thermometer pada suhu berapa sampel mulai menyala.
g. Mencatat hasil pengujian.
h. Membersihkan dan merapikan alat dan tempat pengujian, dan
i. Mengulang langkah b sampai g untuk pengujian pada sampel biodiesel
lainnya.

4. Pengujian nilai kalor


a. Alat
1) Bom Calorimeter PARR 1341 CALORIMETER
2) Analytical Balance
3) Erlenmeyer
4) Beaker glass
5) Labu takar
6) Thermometer
7) Botol pencuci
8) Buret
9) Pipet ukur
10) Pipet tetes
b. Bahan
1) Standar asam benzoate
2) Oksigen
3) Aquades

46
4) Indicator metil merah
5) Bahan makanan
c. Cara Kerja
1) Buka kover jacket calorimeter, kemudian isilah bucket dengan air + 2
liter. Kemudian masukkan bucket ke dalam jacket kalorimeter.
2) Timbang sampel dengan menggunakan timbangan analitik, catat dan
taruhlah dalam cawan.
3) Siapkan fuse wire (kawat nikelin) sepanjang 10 cm, lipat dua dan
masukkan ke dalam lubang yang ada dalam bomb head. Taruhlah
cawan yang telah terisi sampel ke dalam tempatnya (yang ada di bomb
head) (Catatan: Kawat nikelin harus menyentuh sampel).
4) Pasang kembali Head tersebut ke dalam bomb calorimeter.
5) Tutuplah valve oksigen yang ada pada bomb.
6) Isi bomb tersebut dengan oksigen dengan tekanan antara 30-60 psig (+
5 menit).
7) Masukkan bomb tersebut ke dalam bucket yang telah terisi air.
8) Pasang kover jacket calorimeter.
9) Pasang thermometer bersama dengan memasang penyanggahnya.
10) Pasang kaca pembesar untuk membantu melihat kenaikan temperatur
pada thermometer.
11) Pasang motor pada bagian samping jacket dengan menggunakan baut.
12) Kemudian kaitkan karet pada motor stirrer.
13) Pasanglah Unit Ignition dengan menghubungkan dua elektroda yang
ada di jacket ke unit ignition.
14) Sebelum melakukan pembakaran sampel, tekan ON pada motor untuk
mengaktifkan stirrer. Tunggu sampai suhu stabil.
15) Setelah semua selesai, tekan tombol ON pada unit Ignition untuk
membakar sampel ciplikan.
16) Perhatikan kenaikan suhu pada termometer dan catat kenaikan suhu
tersebut hingga mencapai suhu konstan.
17) Setelah suhu mencapai konstan, maka matikan motor yang
mengaktifkan stirrer.

47
18) Ambillah karet pengait pada motor, lalu ambillah dua elektroda yang
ada di unit ignition. Ambil penyanggah dan thermometer yang ada
dalam bucket.
19) Bukalah bucket , ambil bomb kalorimeter, sebelum membuka bomb
kalorimeter, keluarkan terlebih dahulu gas-gas hasil reaksi melalui
lubang di atas bomb kalorimeter, kemudian buka valve bomb
kalorimeter dan dengan perlahan-lahan cucilah bagian dalam bomb
kalorimeter tersebut dengan akuades, tampung hasil cucian tersebut ke
dalam Erlenmeyer.
20) Ke dalam Erlenmeyer masukkan 3 tetes indicator metil merah,
kemudian titrasilah hasil cucian tersebut dengan larutan Na2CO3 0,0725
N. titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah mudah.
21) Catat volume Na2CO3 0,0725 N yang digunakan (U1).
22) Lepaskan kawat nikelin yang tidak terbakar dari elektroda dan ukurlah
panjangnya (U2).
23) Kemudian hitunglah nilai kalornya.
5. Pengujian GC-MS
a. Membuka aliran gas helium ± 5 bar.
b. Menyalakan alat GC  MS  Komputer.
c. Membuka software.
1) Pilih software GCMS Real time analysis  klik icon system
configuration  klik set.
2) Pilih icon vacuum control  auto start up  ditunggu sampai ada
keterangan completed  klik icon close.
3) Pilih icon tuning  pilih peak monitor view  dipilih water-air, m/z 69
dan detector 0,7  klik icon PFTBA  filament  ditunggu sampai
intensitasnya muncul  klik icon PFTBA  Filament  klik icon file
dan dipilih new tuning file  diklik start auto tuning dan ditunggu
sampai selesai  acquition dipilih download initial parameter.
d. Pengujian sampel
1) dibuka icon file  dipilih open method.

48
2) diklik icon sample login  diisi nama sampel dan tanggal tuning 
diklik icon standby dan ditunggu sampai icon GC dan MS berwarna hijau
dan ready  diklik start.
e. Mematikan alat
1) Diklik icon vacuum.
2) Dipilih auto shutdown  ditunggu sampai complete  close.
3) Klik tombol file  exit.
4) Matikan alat MS  GC  tutup aliran gas Helium  computer
dimatikan.

6. Pengujian Thermogravimetric Analyzer


a. Prosedur pengoperasian alat
1) Menyalakan UPS
2) Membuka kran tabung gas N2 dengan tekanan < 50 bar,
Penggunaan gas ini bertujuan untuk mendinginkan instrumen setelah
proses pengujian berjalan sebelum crucible di keluarkan dari instrumen,
serta untuk membersihkan residue pada crucible supaya tidak
menempel.
3) Menyalakan gas controller.
4) Menyalakan huber.
5) Menyalakan PC.
6) Mempersiapkan software star*.
7) Menyalakan instrumen dan lakukan pemanasan alat ± 30 menit.
8) Membuat metode,
Metode dibuat karena berisikan tentang ketentuan-ketentuan yang
digunakan dalam pengujian TGA, diantaranya sebagai berikut :
Penggunaan jenis dan ukuran crucible yang akan digunakan, nama
sample yang akan diuji, berat sampel yang akan diuji, dan heating rate
yang akan digunakan.
9) Mengukur crucible pada alat kemudian nolkan (tare)
10) Running blank,

49
Running blank yaitu running crucible tanpa sampel, hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk melihat perubahan kondisi crucible dengan metode
yang sudah dibuat, jika metode yang sudah dibuat benar maka hasil
dapat terlihat di kurva hasil running blank.
11) Running sampel.
12) Memasukkan sampel kedalam crucible dengan berat 10 mg, tunggu
sampai timbangan stabil.
13) Pilih metode yang digunakan, setelah memilih metode klik “send
eksperiment” lalu klik “ok” pada alat TGA.
14) Running selesai, jika sudah selesai maka tunggu suhu alat dingin dan
keluarkan crucible.
b. Prosedur mematikan alat
1) Memastikan dalam furnace sudah tidak ada sampel dan crucible
2) Memastikan furnace sudah tertutup kembali
3) Menutup semua windows program
4) Mematikan gas controller
5) Mematikan instrument
6) Mematikan huber
7) Menutup kran tabung gas

3.6 Variabel Penelitian


Variabel yang diamati pada penelitan ini adalah:
a. Variabel bebas: Konsentrasi katalis KOH dalam pembuatan biodiesel dengan
metode tranesterifikasi.
b. Variabel terikat yang akan di teliti pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Physicochemical Properties (Viskositas, densitas, nilai kalor rendah, dan
senyawa organik)
2. Thermal Characteristic (Decompoisition Thermal).
c. Variabel kontrol:
1. Metode transesterifikasi dengan temperatur pemanasan 60 -70 ºC dengan
holding time 120 menit
2. minyak jelantah nilai FFA < 2

50
3. Methanol PA dengan konsentrasi 97%
4. Rasio methanol dengan minyak jelantah 6:1

3.7 Pengambilan Data


Data data yang diambil pada penelitian ini adalah:
1. Densitas: Pengambilan data dilakukan dengan mensubstitusikan sifat fisik dan
kimia dari biodiesel kedalam persamaan 3.3.
2. Viskositas: Data untuk viskositas dari setiap sampel dapat di hitung dengan
persamaan 3.2.
3. Flash Point: pengambilan data dilakukan dengan melihat besar suhu pada saat
titik nyala pertama dari biodiesel.
4. Nilai Kalor Rendah: pengambilan data dilakukan dengan melihat nilai kalor
tinggi dari hasil uji alat bom kalorimeter dan persamaan
5. Kandungan Senyawa: Pengambilan data dapat dilakukan dengan melihat grafik
hasil uji dari alat Gas Chromatography – Mass Spectrometry
6. Karakter Thermal: Pengambilan data dapat dilakukan dengan melihat grafik
hasil uji dari alat Thermogravimetric Analyzer.
3.8 Pengolahan Data
Langkah awal adalah melakukan pengolahan data mengenai
physicochemichal properties yang meliputi viskositas, massa jenis, flash point, nilai
kalor dan kandungan senyawa dan karakter thermal menggunakan persamaan yang
telah di tentukan.
Kemudian data yang telah di dapat dengan pengolahan menggunakan
persamaan dan pengujian dilakukan analisa mengenai hasil pengolahan untuk dapat
di tarik kesimpulan.

3.9 Penyajian Data


Dalam penelitian ini penyampain hasil dari data akan di sajikan dalam 2
tipe, yang pertama dalam tabel dan untuk analisis akan disajikan dalam bentuk
grafik.

51
DAFTAR PUSTAKA

Characteristic, B., Haryanto, A., Silviana, U., Triyono, S., & Prabawa, S. (2015).
PRODUKSI BIODIESEL DARI TRANSESTERIFIKASI MINYAK
JELANTAH DENGAN BANTUAN GELOMBANG MIKRO : PENGARUH
INTENSITAS DAYA DAN WAKTU REAKSI Reaction Time on the Yield
and Biodiesel Characteristic, 35(2), 234–240.

Colombo, K., & Ender, L. (2017). The study of biodiesel production using CaO as
a heterogeneous catalytic reaction, 341–349.
https://doi.org/10.1016/j.ejpe.2016.05.006

Dengan, O., Koh, K., & Katalis, V. K. (2013). Jurnal MIPA, 36(2), 178–183.

Efavi, J. K., Kanbogtah, D., Apalangya, V., Nyankson, E., Tiburu, E. K., Dodoo-
arhin, D., … Yaya, A. (2018). South African Journal of Chemical Engineering
The effect of NaOH catalyst concentration and extraction time on the yield and

52
properties of Citrullus vulgaris seed oil as a potential biodiesel feed stock.
South African Journal of Chemical Engineering, 25, 98–102.
https://doi.org/10.1016/j.sajce.2018.03.002

Elango, R. K., Sathiasivan, K., Muthukumaran, C., Thangavelu, V., Rajesh, M., &
Tamilarasan, K. (2018). PT US. Microchemical Journal, #pagerange#.
https://doi.org/10.1016/j.microc.2018.12.039

Elliyanti, A., Zahiroh, N., & Senja, P. A. (2017). Pengaruh Katalis Homogen dan
Heterogen Pada Proses Reaksi Transesterifikasi, (December).

Fadhil, A. B. (2013). Biodiesel Production from Beef Tallow Using Alkali-


Catalyzed Transesterification, 41–47. https://doi.org/10.1007/s13369-012-
0418-8

García-martín, J. F., Alés-álvarez, F. J., López-barrera, M. C., Martín-domínguez,


I., & Álvarez-mateos, P. (2019). Cetane number prediction of waste cooking
oil-derived biodiesel prior to transesteri fi cation reaction using near infrared
spectroscopy. Fuel, 240(November 2018), 10–15.
https://doi.org/10.1016/j.fuel.2018.11.142

Hidayati, N., Ariyanto, T. S., Studi, P., Kimia, T., & Surakarta, U. M. (2017).
KALSIUM OKSIDA, 1(1), 1–5.

Jain, S., & Sharma, M. P. (2012). Application of thermogravimetric analysis for


thermal stability of Jatropha curcas biodiesel. Fuel, 93, 252–257.
https://doi.org/10.1016/j.fuel.2011.09.002

Khan, H. M., Ali, C. H., Iqbal, T., Rashid, M., Pasha, M., & Mu, B. (2018). PT.
Chinese Journal of Chemical Engineering, #pagerange#.
https://doi.org/10.1016/j.cjche.2018.12.010

Kimia, J. T., & Industri, F. T. (n.d.). Biodiesel dari minyak biji kapuk dengan katalis
zeolit, 1(1), 10–14.

Lawan, I., Zhou, W., Nasiru, Z., Zhang, M., Yuan, Z., & Chen, L. (2019). Critical
insights into the effects of bio-based additives on biodiesels properties.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 102(November 2018), 83–95.

53
https://doi.org/10.1016/j.rser.2018.12.008

Lin, R., Zhu, Y., & Tavlarides, L. L. (2013). Mechanism and kinetics of thermal
decomposition of biodiesel fuel. Fuel, 106, 593–604.
https://doi.org/10.1016/j.fuel.2012.12.013

Mark, A., Luna, D. G. De, T, L. M., Ido, A. L., & Chung, T. (2017). In situ
transesterification of Chlorella sp. microalgae using LiOH-pumice catalyst.
Biochemical Pharmacology. https://doi.org/10.1016/j.jece.2017.05.006

Milano, J., Chyuan, H., Masjuki, H. H., Silitonga, A. S., Kusumo, F., Dharma, S.,
… Wang, C. (2018). Physicochemical property enhancement of biodiesel
synthesis from hybrid feedstocks of waste cooking vegetable oil and Beauty
leaf oil through optimized alkaline-catalysed transesterification. Waste
Management, 80, 435–449. https://doi.org/10.1016/j.wasman.2018.09.005

Moeksin, R., B, F. M., Marisa, E., Raya, J., Prabumulih, P., Indralaya, K., &
Selatan, S. (2013). HYPOTHALAMUS.

Mootabadi, H., Salamatinia, B., Bhatia, S., & Abdullah, A. Z. (2010). Ultrasonic-
assisted biodiesel production process from palm oil using alkaline earth metal
oxides as the heterogeneous catalysts. Fuel, 89(8), 1818–1825.
https://doi.org/10.1016/j.fuel.2009.12.023

Naqvi, S. R., Tariq, R., Hameed, Z., Ali, I., Chen, W., Ceylan, S., … Taqvi, S. A.
(2018). Pyrolysis of high ash sewage sludge: kinetics and thermodynamic
analysis using Coats-Redfern method. Renewable Energy.
https://doi.org/10.1016/j.renene.2018.07.094

Ningtyas, D. P., Budhiyanti, S. A., & Sahubawa, L. (2013).


TRANSESTERIFIKASI TERHADAP KUALITAS BIOFUEL DARI
MINYAK TEPUNG IKAN SARDIN, 2(2), 103–114.

Pii, B., Date, R., Date, R., Date, A., Energy, R., & Energy, R. (2018). Accepted
Manuscript. https://doi.org/10.1016/j.renene.2018.01.048

Ramezani, K., Rowshanzamir, S., & Eikani, M. H. (2010). Castor oil transesteri fi
cation reaction : A kinetic study and optimization of parameters. Energy,

54
35(10), 4142–4148. https://doi.org/10.1016/j.energy.2010.06.034

Ramírez-verduzco, L. F., Rodríguez-rodríguez, J. E., & Jaramillo-jacob, A. R.


(2012). Predicting cetane number , kinematic viscosity , density and higher
heating value of biodiesel from its fatty acid methyl ester composition, 91,
102–111. https://doi.org/10.1016/j.fuel.2011.06.070

Sani, S., Kaisan, M. U., Kulla, D. M., Obi, A. I., Jibrin, A., & Ashok, B. (2018).
Industrial Crops & Products Determination of physico chemical properties of
biodiesel from Citrullus lanatus seeds oil and diesel blends. Industrial Crops
& Products, 122(June), 702–708.
https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2018.06.002

Valcir, C., Santos, R. F., Antonio, J., Siqueira, C., Aparecido, R., Barchinski, N.,
… Salmazo, G. (2018). Industrial Crops & Products Chemical characterization
of oil and biodiesel from four sa ffl ower genotypes, 123(January), 192–196.
https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2018.06.035

Zaharin, M. S. M., Abdullah, N. R., Naja, G., Sharudin, H., & Yusaf, T. (2017). E
ff ects of physicochemical properties of biodiesel fuel blends with alcohol on
diesel engine performance and exhaust emissions : A review, 79(March), 475–
493. https://doi.org/10.1016/j.rser.2017.05.035

Zekri, N., & Saoiabi, S. (2016). ISSN 0975-413X CODEN ( USA ): PCHHAX
Physical and chemical properties of biodiesel from fish oil CODEN ( USA ):
PCHHAX, (July), 13–16.

Zhang, X., Ma, Q., Cheng, B., Wang, J., Li, J., & Nie, F. (2012). Research on KOH
/ La-Ba-Al 2 O 3 catalysts for biodiesel production via transesterification from
microalgae oil. Journal of Natural Gas Chemistry, 21(6), 774–779.
https://doi.org/10.1016/S1003-9953(11)60431-3

55

Anda mungkin juga menyukai