Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan teknologi semakin berkembangnya persaingan

pasar bebas, maka banyak sekali usaha-usaha menengah ke atas yang

berkembang. Banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh semua orang diantaranya

usaha pengecoran logam. Dalam pengembangan teknologi pengecoran logam,

agar logam dapat dibentuk menjadi benda jadi, maka harus dilakukan proses-

proses antara lain pencairan logam, membuat cetakan, menuang dan membongkar

serta membersihkan.

Salah satu industri logam terbesar no. 2 di Indonesia setelah baja adalah

industri alumunium (Harun, 1985:29). Produksi logam alumunium (Al) sekarang

ini sangat tergantung pada sumber listrik yang murah. Sifat (Al) yang paling

penting adalah ringan, berat jenisnya sepertiga dari berat jenis besi atau baja.

Alumunium ini dapat digunakan pada berbagai macam keperluan antara lain

bidang transportasi baik udara, darat, laut, alat-alat berat, pekerjaan-pekerjaan

konstruksi dan lain sebagainya. Dalam pengembangan teknologi pengecoran, agar

alumunium dapat dibentuk menjadi benda jadi, maka dilakukan proses-proses

antara lain pencairan logam alumunium, membuat cetakan, menuang dan

membongkar serta membersihkan.

Teknologi pengecoran aluminium juga sangat berkembang, salah satunya

adalah dengan melakukan rekayasa material, yaitu dengan menambahkan


2

unsur-unsur lain selain aluminium sehingga nantinya didapat hasil pengecoran

dengan karakteristik hasil coran yang sesuai dengan yang diinginkan.

Beberapa unsur lain yang ditambahkan pada saat melakukan pengecoran

aluminium diantaranya adalah cuprum, magnesium, mangan, chrom, Silisium dan

lain sebagainya, secara satu persatu atau bersama-sama, sifat bahan alumunium

akan mengalami perbaikan yang menyolok bila dipadukan dengan loganm lain.

Paduan Al-Cu dapat meninggikan kekerasan, Al-Mg meningkatkan kekuatan,

Al-Si kemampuan cair (Schonmetz, 1985:128). Material-material Alumunium

paduan ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan

rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil,

kapal laut, konstruksi dan lain sebagainya.

Proses pengecoran logam sendiri pada dasarnya sangat sederhana, tetapi

dibutuhkan pengetahuan tentang pengecoran agar bisa menghasilkan produk

pengecoran yang baik. Kenyataan di lapangan hampir sebagian besar usaha

pengecoran masih kurang memahami tentang bagaimana manghasilkan produk

pengecoran yang baik.

Pada proses pemanasan logam(Al), aspek yang perlu diperhatikan adalah

besarnya temperatur yang digunakan untuk mencairkan logam alumunium.

Pencairan logam dengan temperatur yang tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil

pengecoran mengalami kerusakan. Untuk menghindari kendala-kendala yang

terjadi dalam proses pengecoran, maka akan diteliti berapa besar temperatur yang

sesuai, sehingga dalam proses pengecoran hasilnya tidak mengalami kerusakan.

Atas dasar masalah tersebut penulis mencoba untuk melakukan penelitian lebih

jauh lagi dengan cara mengubah varian temperatur pemanasan logam alumunium
3

paduan Al (78.3%), Si (9,14%), Cu (4.43%), Zn (3.45%), Fe (3.18%),

Ni (0.296%), Ca (0.29%), Mn (0.28%), Pb (0.22%), P (0.2%), Cr (0.088%),

Ti (0.057%), Eu (0.04%), V (0.009%), dimana besarnya berkisar pada temperatur:

700 °C, 750 °C, 850°C dan 900°C, temperatur yang biasa dipakai pengusaha

pengecoran untuk pemanasan logam alumunium adalah sebesar 800 °C.

(Pengusaha Pengecoran,Malang).
4

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah penulis jabarkan tersebut, maka rumusan

masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah ada perbedaan tingkat

kekerasan logam alumunium hasil pengecoran yang dipanaskan antara temperatur:

1. 800 °C dengan 700 °C.

2. 800 °C dengan 750 °C.

3. 800 °C dengan 850 °C.

4. 800 °C dengan 900 °C.

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah penulis jabarkan tersebut, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kekerasan logam

alumunium hasil pengecoran yang dipanaskan antara temperatur:

1. 800 °C dengan 700 °C.

2. 800 °C dengan 750 °C.

3. 800 °C dengan 850 °C.

4. 800 °C dengan 900 °C.

1.4 Hipotesis

Dari latar belakang di atas yang telah peneliti jabarkan, maka hipotesis

yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:


5

Ho = Tidak ada perbedaan tingkat kekerasan logam alumunium hasil

pengecoran yang dipanaskan antara temperatur:

1. 800 °C dengan 700 °C.

2. 800 °C dengan 750 °C.

3. 800 °C dengan 850 °C.

4. 800 °C dengan 900 °C.

H1= Ada perbedaan tingkat kekerasan logam alumunium hasil pengecoran

yang dipanaskan antara temperatur:

1. 800 °C dengan 700 °C.

2. 800 °C dengan 750 °C.

3. 800 °C dengan 850 °C.

4. 800 °C dengan 900 °C.

1.5 Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dan manfaat

yang besar bagi peneliti, lembaga, maupun masyarakat.

a. Bagi Industri Menengah

1. Sebagai bahan pertimbangan para pengusaha logam cair dalam menentukan

temperatur yang ideal untuk proses pengecoran.

b. Bagi Universitas Negeri Malang

1. Sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan praktik pengecoran logam

alumunium.

2. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dalam mata kuliah

yang bersangkutan dengan penelitian ini.


6

c. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

1. Penelitian ini merupakan sumbangan wawasan ilmu pengetahuan tentang

pengecoran logam alumunium.

2. Penelitian ini dapat menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang mata kuliah pengecoran bagi Fakultas Teknik.

1.6 Asumsi dan Keterbatasan

a. Untuk meningkatkan kualitas hasil pengecoran maka peneliti mempunyai

asumsi bahwa perbedaan temperatur pemanasan alumunium berpengaruh pada

tingkat kekerasan hasil proses pengecoran.

b. Karena keterbatasan peneliti dalam proses penelitian maka tingkat keakuratan

hasil disesuaikan dengan berpatokan pada dasar yang diambil:

1. Bahan pengecoran yang digunakan alumunium paduan:

Al (78.3%), Si (9,14%), Cu (4.43%), Zn (3.45%), Fe (3.18%), Ni

(0.296%), Ca (0.29%), Mn (0.28%), Pb (0.22%), P (0.2%), Cr (0.088%),

Ti (0.057%), Eu (0.04%), V (0.009%).

Dengan unsur yang dominan adalah: Al (78.3%), Si (9,14%), Cu (4.43%)

sebagai paduan Al utama.

2. Mesh kehalusan pasir yang digunakan Mesh 30.

3. Hasil pengecoran cuma dilihat pada tingkat kekerasannya.

4. Pengujian tingkat kekerasan menggunakan Rockwell B

5. Proses pendinginannya dilakukan di udara luar.

6. Cetakan dengan menggunakan cetakan pasir basah.


7

7. Komposisi campuran pasir cetak meliputi:

Pasir silica 83 %, bentonit 12 %, dan air 5 %.

8. Temperatur pemanasan logam alumunium yang dipakai dalam pengujian

ini yaitu pemanasan logam Alumunium pada temperatur 700 °C, 750 °C,

850 °C dan 900 °C.

1.7 Ruang Lingkup

Dalam penelitian pengaruh temperatur pemanasan logam alumunium

terhadap tingkat kekerasn hasil proses pengecoran ini terdapat 2 variabel yang

ditentukan yaitu:

a. Variabel bebas, adalah variabel yang bebas ditentukan dan tidak terikat

atau dipengaruhi oleh variabel yang lain. Dalam hal ini adalah temperatur

pemanasan.

b. Variabel terikat, yaitu variabel yang tergantung atau terikat dari variabel

bebas yaitu tingkat kekerasan hasil pengecoran.

Selain 2 variabel diatas masih terdapat variabel kontrol. Dalam penelitian

ini variabel kontrol yang digunakan adalah temperatur yang banyak

dipakai pengusaha pengecoran untuk pemanasan logam alumunium adalah

sebesar 800 °C (Pengusaha Pengecoran,Malang).

Anda mungkin juga menyukai