Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH JARAK ELEKTRODA TERHADAP RENDEMEN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH


DENGAN METODE ELEKTROLISIS

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh:
Malik Mahendra
NIM 16614010

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI PETRO DAN OLEO KIMIA
SAMARINDA
2019
HALAMAN PENGESAHAN CALON PEMBIMBING

PENGARUH JARAK ELEKTRODA TERHADAP RENDEMEN


PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH
DENGAN METODE ELEKTROLISIS

NAMA : MALIK MAHENDRA

NIM : 16 614 010

JURUSAN : TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI : PETRO DAN OLEO KIIA

JENJANG STUDI : DIPLOMA III

Proposal Tugas Akhir ini telah disetujui

Pada tanggl, 2019

Menyetujui
Pembimbing I

Dedy Irawan, S.T., M.T


NIP. 19750208 200212 1 001
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................... v

DAFTAR TABEL................................................................................................... vi

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................................... 3

BAB II.............................................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................4

2.1 Minyak Jelantah.................................................................................................4

2.2 Biodiesel............................................................................................................ 5

2.3 Reaksi Transesterifikasi.....................................................................................6

2.4 Esterifikasi......................................................................................................... 8

2.5 Elektrolisis....................................................................................................... 10

BAB III.........................................................................................................................................15

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................15

3.1 Waktu dan Tempat penelitian...........................................................................15

3.2 Rancangan Penelitian.......................................................................................15

3.3 Alat dan Bahan.................................................................................................16

3.4 Prosedur Penelitian.......................................................................................... 18


3.4.1 Diagram Alir penelitian.............................................................................18

3.4.2 Prosedur Penelitian....................................................................................18

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................23
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2 1 Reaksi Transesterifikasi.......................................................................7

Gambar 2 2 Reaksi Esterifikasi................................................................................9

Gambar 2 3 mekanisme reaksi eletrolisis pada transesterifikasi...........................10

Gambar 3 1 Diagram alir penelitian.......................................................................18

Gambar 3 2 Rangaian alat elektrolisis...................................................................19


DAFTAR TABEL

Tabel 2 1 Standar Biodiesel SNI 7182:2015............................................................6


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah minyak limbah hasil dari

pemakain dalam kebutuhan rumah tangga yang umumnya digunakan untuk

keperluan memasak. Di kota Samarinda sendiri salah satu perusahaan yang

menampung minyak jelantah setiap bulannya dapat mencapai angka 40 ton/bulan

(PT. Borneo Sinergy Dua, 2017). Maka dapat diperkirakan potensi minyak

jelantah di Samarinda pada tahun 2017 adalah 480 ton.

Minyak goreng yang digunakan berulang-ulang dapat berdampak negatif

pada kesehatan, karena minyak goreng dapat mengalami pemutusan rantai

(Ketaren, 1986 dalam Setyawati, 2018). Minyak bekas yang dibuang ke

lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menimbulkan pencemaran

terhadap air maupun tanah. Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku

pembuatan biodiesel dapat menambah nilai guna dari minyak jelantah dan dapat

mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan minyak jelantah secara

sembarangan (Syah, dkk, 2016).

Minyak jelantah memiliki kandungan asam lemak bebas yang cukup tinggi

(Setiawati dan Edwar, 2012). Sehingga, pada umumnya diperlukan 2 tahap

konversi minyak jelantah menjadi biodiesel, yaitu proses esterifikasi dan

transeterifikasi (Hambali, dkk, 2007).


Minyak jelantah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama untuk

membuat biodiesel. Dengan mengkonversi minyak jelantah menjadi biodiesel

dapat meningkatkan nilai jual dan kebermanfaatan dari minyak jelantah (Hambali,

dkk, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian pembuatan biodiesel menggunakan minyak jelantah dengan

metode elektrolisis yang dilakukan oleh Arum Setyawati (2018) dengan

memvariasikan perbandingan mol (minyak : alkohol), waktu dan jumlah

penggunaan sel elektrolisis. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil terbaik yaitu

rendemen biodesel dengan nilai 91,90% pada kondisi menggunakan sel B (1

Anoda-2 Katoda) dengan perbandingan mol (minyak : alkohol) 21 : 03 dan waktu

elektrolisis selama 3 jam. Pada penelitian selanjutnya, telah dilakukan penelitian

terhadap pengaruh rasio mol, jumlah pelarut tambahan dan besarnya tegangan

terhadap pembuatan biodiesel dari minyak jelantah menggunakan metode

elektrolisis oleh Fereidooni dan Mehrpooya (2017). Hasil terbaik dari penelitian

tersebut pada kondisi perbandingan mol (methanol : minyak) 1 : 7, 10% aseton,

waktu reaksi 3 jam, jarak antar elektroda 1 cm dan tegangan 40 volt dengan

rendemen 93%.

Proses elektrolisis sangat dipengaruhi oleh hokum ohm dimana variabel

pengaruhnya adalah tegangan, hambatan dan kuat arus listrik. Tegangan akan

sangat dipengaruhi oleh hambatan. Hambatan besar kaitannya dengan jarak antar

elektroda (Mazloomi, dkk, 2012). Kondisi proses yang dilakukan oleh Fereidooni

dan Mehrpooya (2017) masih menggunakan voltase besar dan waktu reaksi yang

lama. Waktu reaksi yang lama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh

Arum Setyawati (2013). Hal ini berdampak terhadap biaya yang digunakan.
Dengan mengoptimalkan kondisi proses pada pembuatan biodiesel dengan metode

elektrolisis dapat meningkatkan rendemen biodiesel.

Kondisi proses yang dapat diamati untuk meningkatkan rendemen

biodiesel dari minyak jelantah adalah jarak elektroda. Jarak elektroda

mempengaruhi waktu pemisahan dan hasil rendemen biodiesel yang cukup besar.

Semakin dekat jarak elektroda maka rendemen biodiesel yang dihasilkan akan

semakin besar (Abbaszadeh, dkk, 2014). Sedangkan Semakin jauh jarak antar

elektroda maka jarak tempuh elektron akan semakin panjang sehingga akan

menambah waktu proses yang tengah berlangsung (Eriska & Putra, 2011).

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jarak antara

elektroda terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan dengan metode

elektrolisis.

Menfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai ekonomis dan

kebermanfaatan dari hasil konversi minyak jelantah menjadi biodiesel dengan

metode elektrolisis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Jelantah

Minyak jelantah adalah minyak bekas hasil penggorengan dari kegiatan

masak-memasak. minyak jelantah memiliki kandungan asam lemak jenuh yang

tinggi yang dapat memicu penyakit degenerative, kualitas minyak goreng jelantah

dipengaruhi oleh beberap faktor (Sitepoe, 2008) :

Sumber minyak goreng. Minyak goreng yang berasal dari tanaman

berumur pendek akan berkadar asam lemak jenuh rendah, sedangkan dari tanaman

berumur panjang akan berkadar asam lemak jenuh tinggi. Minyak goreng hewani

berkadar asam lemak jenuh tinggi, bahkan mengandung kolestrol.

Bentuk minyak goreng. Minyak goreng berbentuk cair akan lebih mudah

memicu penyakit degenaratif.

Suhu dan lamanya pemanasan. Semakin tinggi dan lamanya pemanasan,

kadar asam lemak jenuh akan semakin naik.

Bahan makanan yang digoreng. Minyak goreng nabati dengan kadar asam

lemak jenuh yang tinggi akan menghasilkan makanan gorengan dengan kadar

asam lemak jenuh yang tinggi.

Jumlah frekuensi penggorengan dengan minyak goreng jelantah yang

sama. Semakin sering minyak jelantah digunakan untuk menggoreng, semakin

tinggi kadar asam lemak jenuh minyak itu.

2.2 Biodiesel

Biodiesel merupakan salah satu alternatif bahan bakar yang dapat

diperoleh dari lemak dan tumbuhan hewan. Biodiesel merupakan monoalkil ester

dari asam-asam lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau
lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar diesel (Trisnaliani, dkk,

2017).

Biodiesel pada prinsipnya dihasilkan melalui proses transesterifikasi

minyak atau lemak dengan alkohol. Alkohol akan menggantikan gugus alkohol

pada struktur ester minyak dengan bantuan katalis. NaOH dan KOH adalah katalis

yang umumnya digunakan (Hambali, dkk, 2007)

Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat menyerupai solar, sehingga

sangat prospektif untuk dikembangkan. Biodiesel memiliki kelebihan lain

dibandingkan dengan solar, yaitu :

1. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih

baik sesuai dengan isu-isu global,

2. Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik

dibandingkan dengan minyak kasar,

3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapa terurau

(biodegradable),

4. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat

diperbaharui, dan

5. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapa diproduksi secara

lokal.
Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia telah dilakukan dan diperbarui

dalam (Badan Standardisasi Nasional, 2015)

Tabel 2 1 Standar Biodiesel SNI 7182:2015

No Parameter Uji Satuan, min/maks Persyaratan


o 3
1. Massa jenis 40 C Kg/m 850 – 890
o 2
2. Viskositas kinematik pada 40 C Mm /s(cSt) 2,3 – 6,0
3. Angka setana (Cetane Number) Min 51
o
4. Titik nyala (mangkok tertutup) C,min 100
o
5. Titik kabut C,maks 18
Korosi lempeng tembaga (3 jam
o
6. pada 50 C) Nomor 1
Residu karbon
7. - Dalam percontoh asli, atau %-massa, maks 0,05
- Dalam 10% ampas destilasi 0,3
8. Air dan sedimen %-volume, maks 0,05
o
9. Temperatur destilasi 90% C, maks 360
10. Abu tersulfatkan %-massa, maks 0,02
11. Belerang mg/Kg, maks 50
12. Fosfor mg/Kg, maks 4
13. Angka asam mg-KOH/g, maks 0,5
14. Gliserol bebas %-massa, maks 0,02
15. Gliserol total %-massa, maks 0,24
16. Kadar ester metal %-massa, min 96,5
%-massa (g-I2/100g),
17. Angka iodium 115
maks
18. Monogliserida %-massa, maks 0,8
Sumber : (Badan Standardisasi Nasional, 2015)

2.3 Reaksi Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan

alkohol lain. Umumnya katalis yang digunakan adalah NaOH atau KOH.

Metanol lebih umum digunakan untuk proses transesterifikasi karena

harganya lebih murah dan lebih mudah di-recovery, walaupun tidak menutup

kemungkinan untuk menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol.

Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong

reaksi agar bergerak ke kanan menghasilkan metil ester (biodiesel) maka perlu

digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk harus dipisahkan.
Berikut reaksi transesterifikasi trigiliserida dengan methanol untuk

menghasilkan metil ester (biodiesel).

Sumber : (Hambali, dkk, 2007)

Gambar 2 1 Reaksi Transesterifikasi

Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada

reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis

katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan

asam lemak bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi.

Pada proses transesterifikasi, selain menghasilkan biodiesel, hasil

sampingnya adalah gliserin (gliserol). Gliserin dapat dimanfaatkan dalam

pembuatan sabun (Hambali, dkk, 2006)

Metode transesterifikasi dapat menghasilkan biodiesel hingga rendemen

95% dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode transesterifikasi pada dasarnya

terdiri atas 4 tahapan (Hambali, dkk, 2007) :

1. Pencampuran katalis alkalin (NaOH atau KOH) dengan alkohol (methanol

atau etanol) pada konsentrasi katalis antara 0,5 – 1 wt% dan 10 – 20 wt%

metanol terhadap massa minyak.

2. Pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak pada temperature 55 °C

dengan kecepatan pengadukan konstan. Reaksi dilakukan sekitar 30 – 45

menit.

3. Setelah reaksi berhenti, campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan antara

metil ester dan gliserol.


4. Metil ester yang dihasilkan pada tahap ketiga dicuci menggunaka air hangat

untuk memisahkan zat-zat pengotor dan kemudian dilanjutkan dengan drying

untuk menguakan air yang terkandung dalam biodiesel.

2.4 Esterifikasi

Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak yang memiliki kadar FFA

tinggi (>5%), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low grade, dan minyak jarak,

proses transesteridikasi yang dilakukan untuk mengkonversi minyak nabati

menjadi biodiesel tidak akan berjalan efisien. Bahan bahan di atas perlu melalu

proses pra-esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5%.

Umumnya proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam

pekat seperti asam sulfat dan asam klorida adalah jenis asam yang sekarang ini

banyak digunakan sebagai katalis. Pada tahap ini akan diperoleh minyak dengan

campuran metil ester kasar dan metanol sisa yang kemudian dipisahkan (Hambali,

dkk, 2007).

Sumber : (Dharsono dan Oktari, 2010)

Gambar 2 2 Reaksi Esterifikasi


Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain (Dharsono dan

Oktari, 2010) :

1. Waktu Reaksi

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antara zat

semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika

kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi

tidak akan menguntungkan karena tida memperbesar hasil.


2. Pengadukan

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat

pereaksi dengan zat yang bereaksi sehinga mempercepat reaksi dan reaksi

terjadi secara sempurna.

3. Katalisator

Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu

reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin

besar.

4. Suhu Reaksi

Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak

konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila

suhu naik maka harga k semakin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil

konversi semakin besar.

2.5 Elektrolisis

Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit dalam sel elektrolisis

oleh arus listrik. Elektrolisis merupakan reaksi kebalikan dari sel volta/galvani

yang potensial selnya negatif. Untuk elektrolisis pada transesterifikasi, mekanisme

reaksinya mengikuti persamaan (1) sampai dengan (5) pada gambar 2.3.

Sumber : (Irawan, dkk, 2019)

Gambar 2 3 mekanisme reaksi eletrolisis pada transesterifikasi

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses elektrolisis adalah


(Mazloomi, dkk, 2012) :

1. Kualitas Elektrolit

Basa dan asam diketahui mengubah sifat tidak murni dari air. Senyawa-

senyawa ini memiliki efek reduksi yang besar pada nilai tegangan lebih dari

elektrolit karena mereka meningkatkan konduktivitas ionik senyawa elektrolit

yang dapat lart pada air. Namun, tingkat konsentrasi larutan asam dan alkali

terbatas dalam proses elektrolisis karena dapat bersifat sangat korosif. Larutan ion

KOH 25% sampai 30% dilaporkan memiliki kegunaan yang luas dalam elektrolit.

Di sisi lain, kinerja elektrokatalitik sel elektrolisis air diketahui terbatas.

Keterbatasan ini menyebabkan resistansi listrik keseluruhan sel naik dan akan

menyebabkan efisiensi turun.

Selain itu, setiap keberadaan pengotor dapat menyebabkan reaksi samping

yang tidak diinginkan dalam sel elektrolisis. Ion magnesium, klorida dan kalsium

dapat disebut sebagai beberapa contoh umum dari pengotor ini. Selain itu,

kontaminasi dapat menghambat dan mengurangi keaktifan pelat elektroda dalam

proses transfer elektron. Kondisi tersebut adalah penyebab terjadinya

pembentukan resistensi ohmik berlebih dari jalur arus listrik.

2. Hambatan Listrik

Hambatan listrik dari suatu benda adalah evaluasi dari penentangannya

terhadap arus listrik. Tingkat gaya ini sebanding dengan luas penampang dan

panjang lintasan saat ini dan resistivitas material dari bahan konduksi. Hubungan

antara variabel yang disebutkan ditunjukkan dalam persamaan di bawah ini.

R= ρl/A…………………………………(2.1)
Di mana A adalah luas penampang, ρ adalah resistivitas material, R adalah

hambatan listrik, dan l adalah jarak antar elektroda. Di dalam sel elektrolisis,

elektron memulai perjalanannya dari permukaan elektroda, bergerak melalui

elektrolit dan mengakhiri perjalanan mereka di permukaan elektroda lainnya. Kita

dapat menganggap jalur sebagai objek dengan panjang yang sama dengan jarak

antara elektroda, potongan melintang area elektroda tumpang tindih dan nilai

resistivitas yang setara. Resistivitas ekivalen terdiri dari variabel yang berbeda

seperti resistivitas elektroda, penerimaan listrik dari elektrolit dan reaksi antara

permukaan elektroda dan elektrolit. Oleh karena itu, resistivitas ekivalen adalah

fungsi dari variabel berikut :

A. Jarak antar elektroda

Menurut persamaan di atas (2.1), dengan mengurangi jarak antara

elektroda, hambatan listrik yang lebih rendah dapat diperoleh. Penempatan

elektroda yang terlalu dekat satu sama lain akan mengurangi efisiensi proses.

Hambatan listrik yang lebih besar dari elektrolit adalah hasil dari akumulasi

gelembung gas di daerah antar-elektroda. Oleh karena itu, akumulasi ini akan

menyebabkan proses menjadi kurang efisien. Variabel lain dari persamaan di atas

adalah luas penampang suatu objek. Seperti yang ditunjukkan hasilnya, pada lebar

elektroda yang sama, tinggi elektroda yang lebih besar akan menyebabkan disipasi

daya tambahan dalam sel.

Alasannya dinyatakan sebagai pembentukan fraksi void dengan volume

yang lebih besar. Model pergerakan gelembung gas jelas menggambarkan jumlah

yang lebih besar dari akumulasi gelembung di bagian elektroda yang lebih tinggi.

Eksperimen ini juga menunjukkan bahwa tingkat efisiensi yang lebih tinggi dapat

diperoleh dengan menempatkan elektroda pada posisi vertikal. Yang terakhir ini
disebabkan oleh berkurangnya resistensi ohmik karena “laju keberangkatan

gelembung optimal”.

B. Memaksa gelembung untuk pergi

Resistensi ohmik dalam rendaman elektrolisis terkait dengan cakupan

gelembung semua permukaan karena akumulasi gelembung gas pada setiap

permukaan akan mengurangi konduktivitasnya. Oleh karena itu, ini menyebabkan

tingkat penurunan tegangan ohmik yang lebih tinggi. Di sisi lain, diameter

gelembung tergantung pada kepadatan saat ini, suhu dan tekanan. Nilai tekanan

memiliki korelasi terbalik dengan ukuran gelembung di mana kerapatan dan suhu

saat ini memiliki pengaruh yang berlawanan. Apalagi laju pelepasan gas

gelembung dari permukaan dan kecepatan keberangkatannya memainkan peran

penting dalam nilai resistansi listrik dari rendaman elektrolitik.

C. Material elektroda

Berbagai bahan digunakan sebagai elektroda. Setiap logam memiliki

tingkat aktivitas, ketahanan listrik, dan resistivitas korosi yang berbeda. Platinum

dan emas dikenal sebagai dua pilihan terbaik untuk digunakan sebagai elektroda.

Namun, harga tinggi membatasi penggunaannya dalam electrolyzers industri dan

komersial. Aluminium, Nikel, Raney, nikel dan kobalt adalah bahan elektroda

yang paling umum untuk digunakan dalam rendaman elektrolit alkali. Popularitas

ini adalah hasil dari kisaran harga yang memuaskan, ketahanan terhadap korosi

dan stabilitas kimiawi. Selain itu, penulis menemukan anyaman atau elektroda

disinter berpori menjadi 30 kali lebih aktif dengan permukaan yang halus.

D. Bahan Pemisah
Menempatkan pelat pemisah dalam sel, menghalangi pergerakan massa

dan ion secara bebas sampai batas tertentu. Selain itu, adanya penghalang tersebut

meningkatkan pembatalan pemutusan ikatan rantai dengan mengakumulasi lebih

lanjut gelembung gas dalam elektrolit. Selain itu, hambatan listrik efektif pelat

pemisah sering dihitung sebesar tiga hingga lima kali lipat dari solusi elektrolit.

Hambatan listrik pemisah tergantung pada variabel yang berbeda seperti korosi,

suhu dan tekanan.


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Februari hingga Juli 2019. Penelitian,

serta analisa berat jenis, bilangan asam dan viskositas dilakukan di Laboratorium

Kimia Dasar Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda, analisa flash point

dilakukan di Laboratorium PT. Badak LNG Bontang dan analisa GCMS dilakukan

di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Gadjah Mada. Bahan baku berupa minyak jelantah diperoleh dari PT.

Borneo Sinergy Dua, Samarinda.

3.2 Rancangan Penelitian

Adapun variabel dari penelitian ini adalah

A. Variabel Berubah

Jarak elektroda : 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 (cm)

B. Variabel Tetap

a. Volume bahan baku 100 mL

b. Perbandingan Mol (Metanol : Minyak) 7 : 1

c. Tegangan listrik 15 Volt

d. Elektroda Perak (3×2×0,1)


e. Waktu elektrolisis 1,5 jam

C. Variabel Respon

a. Rendemen biodiesel

b. Identifikasi senyawa biodiesel dengan GCMS

c. Viskositas kinematik biodiesel (40 °C) (SNI 7182:2015)

d. Densitas biodiesel (40 °C) (SNI 7182:2015)

e. Flash point (SNI 7182:2015)

f. Bilangan asam (SNI 7182:2015)

3.3 Alat dan Bahan

A. Alat

a. Gelas kimia 100, 250, i. Power supply DC

500 (mL) Edakai ALC-3030A

b. Gelas ukur 10, 100 j. Corong pisah 125, 250

(mL) (mL)

c. Kaca arloji k. Batang pengaduk

d. Spatula l. Piknometer 10 mL

e. Digital voltase meter m. Termometer 100 °C

f. Hot plate n. Neraca digital

g. Magnetic stirrer o. Erlenmeyer 250 mL

h. Elektroda plat p. Buret 50 mL

(3×2×0,1) cm q. Pipet ukur 1, 25 (mL)


B. Bahan

a. Minyak jelantah

b. Metanol

c. Aquades

d. Padatan KOH

e. Air alkali

f. Indikator PP

g. Larutan KOH 0,1 N

h. Etanol 98%

i. Indikator pH universal

j. Kertas Watman No. 42


3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Diagram Alir penelitian

Gambar 3 1 Diagram alir penelitian

3.4.2 Prosedur Penelitian

A. Preparasi bahan baku

1. Menyaring minyak jelantah dengan saringan biasa

2. Menyaring minyak jelantah dengan kertas watman No. 42


B. Prosedur

Prosedur Pembuatan Biodiesel dengan metode Eletrolisis

1. Merangkai alat elektrolisi yang terdiri dari Power Supply DC, Kabel, Plat

Perak dengan jarak antar plat 1 cm, Gabus/ Busa, Gelas kimia 250 ml dan

hot plate seperti Pada gambar berikut :

Perak

Gambar 3 2 Rangaian alat elektrolisis

2. Mengukur minyak kelapa sawit RBD sebanyak 100 ml dengan

menggunakan gelas ukur 100 ml.

3. Memipet metanol dengan perbandingan 7:1 (metanol:minyak) dengan

menggunakan pipet ukur 25 ml kemudian memasukkan kedalam gelas

kimia 100 ml.

4. Menimbang Katalis padatan KOH sebanyak 0,5% menggunakan kaca

arloji pada neraca digital analitik, kemudian memasukkan kedalam gelas

kimia 100 ml yang telah terdapat metanol.

5. Mengaduk larutan hingga katalis KOH terlarut secara sempurna.

6. Memipet air alkali sebanyak 2% dari berat keseluruhan kemudian

memasukkan aquadest kedalam larutan KOH dan metanol.


7. Memasukan minyak jelantah ke dalam gelas kimia 250 ml yang terdapat

pada rangkaian alat elektrolisis. Menyalakan power supply dengan voltase

15 volt dan menyalakan stirrer pada Skala lima.

8. Memasukkan larutan pereaksi (metanol, KOH dan air) secara perlahan,

setelah itu memastikan voltase masih dalam angka 15 volt dengan

menggunakan digital voltase meter.

9. Menjalankan proses elektrolisis selama 1,5 jam.

10. Setelah proses elektrolisis selesai pindahkan campuran ke dalam corong

pisah dan lakukan proses pemurnian.

11. Mengulangi langkah satu sampai dengan sepuluh dengan variasi yang

telah ditentukan jarak elekroda: 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 dan 2,5 (cm)

Prosedur Pemurnian Biodiesel

1. Memisahkan lapisan atas (crude biodiesel) dengan lapisan bawah (gliserol

dan pengotor lainnya) dan mengukur volume lapisan atas.

2. Mencuci lapisan atas (biodiesel) dengan aquadest pamas dengan

perbandingan volume 1:1 dari volume lapisan atas.

3. Melakukan pencucian hingga pH aquadest hasil pencucian sama dengan

Aquadest sebelum dipakai untuk pencucian dan lapisan atas (biodiesel)

sudah menjadi jernih.

4. Memanaskan biodiesel untuk menghilangkan sisa metanol dan aquadest

yang terdapat pada lapisan atas (biodiesel) dengan hot plat pada suhu 110

ºC.
5. Melakukan analisa produk hasil (Rendemen , Viskositas Kinematic

Biodiesel (40 °C), Berdasarkan Sni 7182:2015, Densitas Biodiesel (40 °C),

Berdasarkan SNI 7182:2015, Flash Point , Identifikasi Senyawa Biodiesel

dengan GCMS, dan Bilangan Asam).

C. Analisa

1. Rendemen

Rendemen dinyatakan dalam persentase berat produk akhir yang

dihasilkan per berat bahan olahan, dapat dirumuskan sebagai berikut :

2. Viskositas kinematic biodiesel (40 °C), berdasarkan SNI 7182:2015

a. Memasukkan aquadest 3 ml (40 °C) kedalam tabung Viskometer

Ostwald

b. Mencatat waktu hingga tanda batas pada viskometer ostwald

c. Memasukkan biodiesel 3 ml pada Suhu 40°C kedalam viskometer

Ostwald

d. Menghisap biodiesel dalam viskometer dengan bulp hingga melebihi

tanda batas dan diukur waktunya sampai tanda batas

Keterangan :
22

2. Densitas biodiesel (40 °C), berdasarkan SNI 7182:2015

a. Menimbang Pikno meter 10 ml kosong lalu mencatat

b. Menimbang pikno meter 10 ml yang telah berisi biodiesel

c. Menghitung Berat Jenis dengan perhitungan ;

4. Bilangan Asam berdasarkan 1972 SNI 7182:2015 (Sudarmadji &

Haryono, 1989)

a. Menimbang 20 gram biodiesel, memasukkan ke dalam erlenmeyer

dan menambahkan 50 ml alcohol netral 95% netral. Setelah itu sampel

di refluks, panaskan hingga mendidih dan dikocok agar asam lemak

bebas larut.

b. Mendinginkan sampel yang telah dipanaskan kemudian melakukan

penitrasian dengan 0.1 N larutan KOH standar memakai indikator PP.

akhir titrasi tercapai apabila terbentuk warna merah muda yang tidak

hilang selama 0.5 menit

c. Angka asam dinyatakan sebagai mg KOH yang dipakai untuk

menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram lemak atau minyak

sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :


DAFTAR RUJUKAN

Abbaszadeh, A., Ghobadian, B., & Najafi, G. (2014). Electrostatic Coagulation

for Separation of Crude Glycerin from Biodiesel Electrostatic Coagulation

for Separation of Crude Glycerin from Biodiesel, (January).

Badan Standardisasi Nasional. (2015). Sni 7182:2015.

Dharsono, W., & Oktari, Y. S. (2010). Proses pembuatan biodiesel dari dedak dan

metanol dengan esterifikasi in situ.

Eriska, B., & Putra, S. (2011). PENGARUH ELEKTROLISIS TERBADAP

RENDE : MEN MINYAK JARAK ’ YANG DIBASILKAN PADA PROSES

PEMBUATAN BIODIESEL, (2), 1–7.

Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A. H., Pattiwiri, A. W., & Hendroko, R.

(2007). Teknologi Bioenergi. (M. T. Nixon & T. Agnes, Eds.) (1st ed.).

Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka.

Hambali, E., Suryani, A., Dadang, Hariyadi, Hanafie, H., Reksowardojo, I. K., &

Rivai, M. (2006). Jarak Pagar : tanaman penghasil biodiesel. Depok:

Penebar Swadaya.

Irawan, D., Arifin, Z., Olivia, C., & Nopal, M. (2019). Pengaruh Rasio Metanol

Dan Koh Pada Proses Pembuatan Biodiesel Dengan Metode Elektrolisis

Menggunakan Elektroda Perak, 268–272.

Mazloomi, K., Sulaiman, N., & Moayedi, H. (2012). Electrical Efficiency of

Electrolytic Hydrogen Production, 7, 3314–3326.

PT. Borneo Sinergy Dua. (2017). No Title. 2017.

Setiawati, E., & Edwar, F. (2012). Teknologi pengolahan biodiesel dari minyak
goreng bekas dengan teknik mikrofiltrasi dan transesterifikasi sebagai

alternatif bahan bakar mesin diesel, VI(2), 117–127.

Setyawati, A. (2018). Penggunaan campuran Metanol-Etanol pada sintesis dari

minyak jelantah dengan metode elektrolisis.

Sitepoe, M. (2008). Corat-coret Anak Desa Berprofesi Ganda. (A. Nusantara &

D. Andarnuswari, Eds.). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Syah, R., Pratama, K., Antono, Y., Idris, M., Rua, J., & Ramadhani, H. (2016).

Enhanced Electrocatalytic Biodiesel Production with Chitosan Gel

( Hydrogel and Xerogel ). Procedia Engineering, 148, 609–614.

https://doi.org/10.1016/j.proeng.2016.06.522

Trisnaliani, L., Zubaidah, N., Teknik, J., Program, K., Teknik, S., Politeknik, E.,

& Sriwijaya, N. (2017). PROSES PEMBUATAN BIODIESEL BERBAHAN

BAKU MINYAK TEGANGAN TINGGI BIODIESEL PROCESS

PRODUCTION FROM WASTE COOKING OIL, (November), 12–18.

Anda mungkin juga menyukai