Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA I

Kelompok VI
Afri Riandra (1607112214)
Fanesa (1607112211)
Fransisca Kristin (1607112226)
Muhammad Alfi Syahri (1607112225)
Revika Wulandari (1607112215)

Percobaan 2 :
Tangki Berpengaduk

Asisten Praktikum :
Shoumi Zarkasi

Dosen Pengampu :
M. Iwan Fermi, ST., MT

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018

i
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum Laboratorium Instruksional
Teknik Kimia I

Tangki Berpengaduk

Dosen pengampu praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia 1 dengan


ini menyatakan bahwa:
Kelompok VI:
Afri Riandra (1607112214)
Fanesa (1607112211)
Fransisca Kristin (1607112226)
Muhammad Alfi Syahri (1607112225)
Revika Wulandari (1607112215)

1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh dosen


pengampu / asisten praktikum.
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Tangki Berpengaduk dari
praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia 1 yang disetujui oleh
dosen pengampu / asisten praktikum.

CatatanTambahan:

Dosen Pengampu
Pekanbaru, November 2018

M. Iwan Fermi, ST., MT


NIDN. 003117001

ii
ABSTRAK
Pengadukan (agitation) merupakan suatu operasi yang menimbulkan gerakan pada
suatu bahan (fluida) di dalam sebuah tangki, yang mana gerakannya membentuk
suatu pola sirkulasi. Salah satu sistem pengadukan yang banyak ditemui di
industri proses kimia adalah tangki berpengaduk, yang umumnya digunakan untuk
mengaduk fluida cair. Sistem ini terdiri dari tangki penampung fluida, pengaduk
(impeller) yang terpasang pada batang pengaduk dan perangkat penggerak
(motor). Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan pola-pola aliran yang
terjadi dalam tangki berpengaduk, menentukan pengaruh penggunaan sekat dan
tanpa sekat pada pola aliran yang ditimbulkan, menghitung kebutuhan daya yang
diperlukan untuk suatu operasi pencampuran serta untuk menentukan karakteristik
daya pengaduk. Percobaan dilakukan terhadap fluida air didalam tangki bersekat
dan tidak bersekat dengan jenis impeller yaitu paddle, turbin. Hasil percobaan
menunjukkan pola aliran yang didapat yaitu radial dan tangensial untuk tipe
turbin dan paddle, serta aksial pada propeler. Penggunaan sekat dapat mencegah
atau mengurangi terbentuknya vorteks pada permukaan fluida. Untuk fluida air
dengan menggunakan impeller paddle sedang dengan sekat terjadi perubahan
daya pada laju putaran 9,42 rad/detik dengan besar daya 0,31086 watt, sedangkan
Untuk impeller turbin pada fluida CMC dengan menggunakan sekat terjadi
perubahan daya pada laju putaran 9,42 rad/detik dengan besar daya 0 watt.
Besarnya daya bergantung pada bentuk impeller, kecepatan putar, dan sifat fisis
fluida. Penggunaan sekat dan tanpa sekat juga akan mempengaruhi pola aliran
yang terbentuk dan daya yang dibutuhkan.

Kata kunci : Pengadukan, Tangki berpengaduk, Sekat, Pola aliran, Daya

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Tujuan ..........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUASTAKA ....................................................................... 2
2.1 Tangki Pengaduk ..........................................................................................3
2.1. 1.Jenis Pengaduk (Impeller) .................................................................3
2.2 Pola Aliran Fluida ........................................................................................7
2.2. 1. Vortex (Pusaran) ................................................................................8
2.3 Bilangan Tak Berdimensi.............................................................................9
2.3. 1. Kurva Karakteristik ..........................................................................10
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ........................................................ 12
3.1 Alat yang Digunakan...................................................................................12
3.2 Bahan Yang Digunakan ..............................................................................12
3.3 Variabel Percobaan .....................................................................................12
3.4 Prosedur Percobaan .....................................................................................12
3.4.1 Penentuan Pola Aliran ........................................................................12
3.4.2 Penentuan Karakteristik Daya Pengaduk ...........................................13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 14
4.1 Hasil ...........................................................................................................14
4.1.1 Paddle sedang ....................................................................................14
4.1.2 Turbin ................................................................................................15
4.2 Penentuan Pola Aliran Pada Tangki ............................................................16
4.2.1 Paddle sedang ....................................................................................16
4.2.2 Turbin ................................................................................................17
4.3 Penentuan Karakteristik Daya Pengaduk ....................................................18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 20
5.1 Kesimpulan .................................................................................................20
5.2 Saran ............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................21
LAMPIRAN A : LAPORAN SINGKAT
LAMPIRAN B : PERHITUNGAN
LAMPIRAN C : DOKUMENTASI

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tangki Pengaduk (Sumber: Mc Cabe., 1994) .................................4


Gambar 2.2 Three-blade propeller (Geankoplis., 1993) .....................................5
Gambar 2.3 (a) Four-blade paddle dan (b) Anchor paddle (Geankoplis., 1993)6
Gambar 2.4 (a) six-blade open turbine dan (b) pithced-blade (Geankoplis.,
1993) ................................................................................................7
Gambar 2.5 Beberapa tipe impeller helical-ribbon (Robinson dan cleary., 2012)
.............................................................................................................
Gambar 2.6 (a) Turbine (b) Propeller (c) Paddle dan (d) Helical-ribbon...........8
Gambar 2.7 Tangki yang dilengkapi dengan baffle (a) penampang samping (b)
penampang atas (Geankoplis., 1993) ..............................................9
Gambar 2.8. Kurva karakteristik dengan berbagai tipe impeller (Brodkey dan
Hershey.,1998) ...............................................................................10

v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Paddle Sedang ....................................................... 14


Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Turbin ..................................................................... 15

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengadukan merupakan operasi yang menciptakan terjadinya gerakan di
dalam bahan yang diaduk. Tujuan utama dari pengadukan adalah untuk
mengurangi ketidaksamaan kondisi, suhu atau sifat lain yang terdappat didalam
bahan. Dalam proses kimia, pengadukan merupakan salah satu proses
pencampuran komponen yang sangat penting. Rangkaian alat pengaduk tersusun
atas tangka, motor, impeller, sekat, dan aseksoris pelengkap lainnya.
Tangki merupkan bagian penting dari pengadukan. Tangki berpengaduk
terutama digunakan dalam proses kimia pada tekanan diatas atmosfer dan tekanan
vakum. Namun tangki berpengaduk juga digunakan dalam bidang pencampuran.
Pada percobaan ini tangki pengaduk digunakan sebagai wadah pada proses
pengadukan fluida.
Dimana melalui pergerakan fluida dapat diamati pola-pola aliran yang
dihasilkan menggunakan variasi impeller serta perhitungan untuk mendapatkan
nilai dari variable yang ditentukan. Faktor-faktor yang dapat memepengaruhi
proses pengadukan dan pencampuran yakni bentuk dan jumlah pengaduk, posisi
sumbu pengaduk, kecepatan putaran, dan penggunaan sekat ataupun tanpa sekat.

1.2 Tujuan
1. Menjelaskan pola-pola aliran yang terjasi didalam tangka berpengaduk.
2. Menjelaskan pengaruh penggunaan sekat dan tanpa sekat pada pola aliran
yang ditimbulkan.
3. Menghitung kebutuhan daya yang diperlukan untuk siatu proses operasi
pemcampuran.
4. Menentukan karakteristik daya pengaduk.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengadukan merupakan suatu proses menciptakan gerakan dari bahan


yang diaduk seperti molekul- molekul, zat-zat yang bergerak sehingga
komponennya menyebar. Pengadukan (agitation) menunjukkan gerakan pada
suatu bahan di dalam bejana, dimana gerakan itu mempunyai pola sirkulasi
tertentu. Sedangkan pencampuran (mixing), ialah peristiwa menyebarnya bahan-
bahan secara acak, dimana bahan yang satu menyebar ke bahan yang lain, dimana
sebelumnya bahan tersebut terpisah dalam dua atau lebih fase (Geankoplis, 1993).
Pengadukan bertujuan untuk mempercepat proses pencampuran fluida
karena dapat mempercepat terjadinya perpindahan massa dan energi yang berupa
panas, baik yang disertai reaksi kimia maupun tidak. Biasanya dalam alat tangki
berpengaduk yang merupakan satu sistem pencampuran dapat dilengkapi dengan
impeller dan baffle. Prinsip kerja tangki pengaduk sendiri adalah mengubah energi
mekanis motor yang memutar shaft impeller menjadi energi kinetik aliran fluida
dalam tangki berpengaduk. Energi kinetik tersebut menimbulkan sirkulasi aliran
fluida di ujung impeller sehingga terjadi proses pencampuran (Briliant et al.,
2012).
Pencampuran merupakan suatu kondisi yang bertujuan untuk mengurangi
ketidaksamaan kondisi, suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan.
Pencampuran dapat terjadi dengan cara menimbulkan gerak di dalam bahan.
Sehingga menyebabkan bagian-bagian bahan saling bergerak satu terhadap yang
lainnya. Oleh karena itu operasi pengadukan merupakan salah satu cara di dalam
proses pencampuran.
Dilihat dari jenis fluidanya, pencampuran dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu pencampuran single phase dan pencampuran multi phase. Dimana untuk
pencampuran single phase meliputi fasa cair-cair, padat-padat, atau gas-gas.
Untuk pencampuran multi phase meliputi fasa cair-padat, cair-gas, cair-gas-solid,
ataupun cair-gas-gas. Suspensi padat-cair yang diaduk secara turbulen banyak
ditemukan secara luas pada proses industri. Contohnya pada reaktor slurry katalis
dimana partikel solid yang membawa material katalis disuspensikan pada aliran
turbulen yang dihasilkan oleh impeller. Aliran fluida turbulen menjaga partikel

2
tetap tersuspensi, dan meningkatkan transfer massa dan panas antara solid dan
liquid, dengan demikian memungkinkan terjadi reaksi pada zat kimia yang
terkandung dalam fase liquid (Briliant et al., 2012).
Menurut Geankoplis (1993) tujuan dari pengadukan yakni:
1. Mencampurkan dua larutan yang saling mencampur,seperti alkohol dan
air.
2. Melarutkan padatan didalam cairan, seperti garam didalam air.
3. Mendispersikan gas didalam cairan dalam bentuk gelembung halus, seperti
oksigen dari udara yang disuspensikan oleh mikroorganisme fermentasi
4. Suspensi partikel padatan didalam cairan seperti hidrogenasi katalitik dari
cairan dimana partikel katalis padat dan gelembung hydrogen di
dispersikan didalam cairan.
5. Pengadukan fluida untuk meningkatkan transfer panas antara fluida dan
koil atau jaket didalam dinding kolom.

2.1 Tangki Pengaduk


Tangki pengaduk sederhana terdiri dari, bejana/tangki (vessel), motor,
impeller, sekat, dan accessories. Ujung bawah tangki, umumnya membulat,
bertujuan untuk mengurangi sudut tajam pada tangki, yang dapat mempengaruhi
pola sirkulasi di dalam tangki itu sendiri. Pengaduk (impeller) dipasang pada
ujung poros pemutar yang ditumpu dari atas. Poros tersebut digerakkan oleh
motor. Gambar 2.1 adalah gambar tangki pengaduk sederhana.
motor

pereduksi
gerak

permukaan
aliran cairan
inlet
sumur
mantel
termometer
pemanas
poros
sekat
impeler

katup
pengeluaran

Gambar 2.1. Tangki Pengaduk (Sumber: McCabe et al., 1985)

3
Aksesoris lain yang melengkapi tangki pengaduk sederhana yakni seperti
lubang masuk dan keluaran, kumparan pemanas (koil kalor) untuk pengadukan
yang membutuhkan kalor, jacket (mantel) untuk menjaga suhu pengadukan agar
tetap konstan, lubang thermometer untuk menganalisa suhu pengadukan, dan lain-
lain.

2.1.1 Jenis Pengaduk (Impeller)


Impeller merupakan suatu alat pengaduk yang memiliki fungsi sebagai
penggerak fluida yang ada disekelilingnya (Herliati., 2005). Pengaduk dalam
tangki memiliki fungsi sebagai pompa yang menghasilkan laju volumetrik tertentu
pada tiap kecepatan putaran dan input daya. Input daya dipengaruhi oleh geometri
peralatan dan fluida yang digunakan. Profil aliran dan derajat turbulensi
merupakan aspek penting yang mempengaruhi kualitas pencampuran. Rancangan
pengaduk sangat dipengaruhi oleh jenis aliran, laminar atau turbulen. Aliran
laminar biasanya membutuhkan pengaduk yang ukurannya hampir sebesar tangki
itu sendiri. Hal ini disebabkan karena aliran laminar tidak memindahkan
momentum sebaik aliran turbulen (Walas., 1998).
Pencampuran di dalam tangki pengaduk terjadi karena adanya gerak rotasi
dari pengaduk dalam fluida. Gerak pengaduk ini memotong fluida tersebut dan
dapat menimbulkan arus yang bergerak keseluruhan sistem fluida tersebut. Oleh
sebab itu, pengaduk merupakan bagian yang paling penting dalam suatu operasi
pencampuran fasa cair dengan tangki pengaduk. Pencampuran yang baik akan
diperoleh bila diperhatikan bentuk dan dimensi pengaduk yang digunakan, karena
akan mempengaruhi keefektifan proses pencampuran, serta daya yang diperlukan.
Berdasarkan bentuknya, Impeller dibagi menjadi beberapa bagian yakni:
1. Propeller
Bentuknya seperti baling-baling. Pola aliran yang dominan terbentuk
adalah pola aliran aksial (aliran sejajar sumbu pengaduk). Baling-baling ini
digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga 1750 rpm (revolutions per
minute) dan digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah (Geankoplis.,
1993). Berikut ini akan ditampilkan impeller jenis Three-blade propeller pada
gambar 2.2.

4
Gambar 2.2. Three-blade propeller (Geankoplis., 1993)

2. Paddle
Pola aliran impeller paddle yang dominan adalah pola aliran (aliran tegak
lurus sumbu pengaduk) namun juga terjadi sedikit aliran aksial dan digunakan
pada kecepatan rendah diantaranya 20 hingga 200 rpm. Dayung datar berdaun dua
atau empat biasa digunakan dalam sebuah proses pengadukan. Panjang total dari
pengadukan dayung biasanya 60 - 80% dari diameter tangki dan lebar dari
daunnya 1/6 - 1/10 dari panjangnya. Berikut ini ditampilkan dua tipe dari bentuk
paddle pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. (a) Four-blade paddle dan (b) Anchor paddle (Geankoplis., 1993)
3. Turbine
Istilah turbine ini diberikan bagi berbagai macam jenis pengaduk tanpa
memandang rancangan, arah discharge ataupun karakteristik aliran. Turbine
merupakan pengaduk dengan sudut tegak datar dan bersudut konstan. Pengaduk
jenis ini digunakan pada viskositas fluida rendah seperti halnya pengaduk jenis
propeller. Pengaduk turbine menimbulkan aliran arah radial dan tangensial. Di

5
sekitar turbine terjadi daerah turbulensi yang kuat, arus dan geseran yang kuat
antar fluida. Salah satu jenis pengaduk turbine adalah pitched blade. Pengaduk
jenis ini memiliki sudut sudu konstan. Aliran terjadi pada arah aksial, meski
demikian terdapat pula aliran pada arah radial. Aliran ini akan mendominasi jika
sudu berada dekat dengan dasar tangki.
Pengaduk turbine adalah pengaduk yang memiliki banyak daun pengaduk
dan berukuran lebih pendek, digunakan pada kecepatan tinggi untuk cairan
dengan rentang kekentalan yang sangat luas. Diameter dari sebuah turbin biasanya
antara 30 - 50% dari diameter tangki. Turbin biasanya memiliki empat atau enam
daun pengaduk (Geankoplis., 1993). Gambar 2.4. akan menampilkan turbine tipe
six-blade open turbine dan pithced-blade.

Gambar 2.4. (a) six-blade open turbine dan (b) pithced-blade (Geankoplis., 1993)
4. Helical-ribbon
Pengaduk tipe helical-ribbon berbentuk seperti tangga spiral di sekeliling
sumbu. Aliran yang dominan berbentuk tangensial. Helical-ribbon digunakan
untuk larutan yang kental dan dioperasikan dengan kecepatan yang rendah
didalam keadaan laminar. Helical-ribbon ditampilkan pada gambar 2.5 dibawah
ini.

Gambar 2.5. Beberapa tipe impeller helical-ribbon (Robinson dan cleary., 2012)

6
Ribbon (bentuk seperti pita) dibentuk dalam sebuah bagian helical (bentuknya
seperti baling-balling helicopter dan ditempelkan ke pusat sumbu pengaduk).
Cairan bergerak dalam sebuah bagian aliran berliku-liku pada bagiam bawah dan
naik ke bagian atas pengaduk.

2.2 Pola Aliran Fluida


Menurut Mc. Cabe et al (1994) bentuk pola alir pada pengadukan suatu
larutan dalam tangki terbagi atas:
1. Pola aliran aksial, yaitu pola alir yang sejajar dengan sumbu impeller.
2. Pola aliran radial, yaitu pola alir yang tegak lurus terhadap sumbu
impeller.
3. Pola aliran tangensial, yaitu pola alir yang mengelilingi sumbu impeller.
Pola-pola aliran yang terbentuk dari penggunaan dari ke-4 macam jenis impeller
dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut ini.

Gambar 2.6. (a) Turbine (b) Propeller (c) Paddle dan (d) Helical-ribbon

2.2.1 Vortex (Pusaran)


Di dalam operasi pengadukan, terjadi peristiwa arus putar (pola alir yang
melingkar) di sekitar pengaduk yang lama kelamaan dapat menyebabkan
terjadinya vortex. Pada tangki tidak bersekat dengan pengaduk yang berputar di
tengah, energi sentrifugal yang bekerja pada fluida meningkatkan ketinggian
fluida pada dinding dan memperendah ketinggian fluida pada pusat putaran.
Vortex dapat terbentuk di sekitar pengaduk ataupun di pusat tangki yang tidak
menggunakan baffle. Fenomena vortex ini sangat tidak diinginkan dalam suatu
proses pengadukan, karena dapat mengakibatkan pencampuran menjadi tidak
sempurna. Selain itu, vortex juga dapat menyebabkan campuran tumpah dari
tangki.

7
Menurut McCabe et al (1985) untuk menghindari agar fenomena vortex
ini tidak terjadi, maka dapat dilakukan beberapa usaha, antara lain:
1. Pada tangki kecil, pengaduk dipasang di luar sumbu tangki/eksentrik.
Porosnya digeser sedikit dari garis pusat tangki, lalu dimiringkan dalam suatu
bidang yang tegak lurus terhadap pergeseran itu.
2. Pada tangki besar, pengaduk dipasang di sisi tangki dengan poros pada
bidang horizontal, tetapi membentuk sudut dengan jari-jari tangki.
3. Menggunakan sekat (baffle) secara vertikal terhadap dinding tangki.
Pemasangan baffle pada tangka berpengaduk menggunakan impeller jenis
propeller di perlihatkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Tangki yang dilengkapi dengan baffle (a) penampang samping
(b) penampang atas (Geankoplis., 1993)

2.3 Bilangan Tak Berdimensi


Beberapa bilangan tidak berdimensi yang berhubungan dengan proses
pengadukan adalah:
1. Bilangan Reynold
Rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskositas yang
mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran
tertentu. Persamaan Bilangan Reynold:
D2a Nρ
NRe = ............................................. (2.1)
μ

Dimana Da diameter impeller atau pengaduk didalam m, N adalah kecepatan


dalam rev/s, 𝜌 adalah densitas fluida dalam satuan kg/m3, dan µ adalah viskositas

dengan satuan kg/m.s. Aliran akan disebut laminar jika nilai NRe < 10, aliran

8
akan turbulen jika NRe >104 kemudian untuk batasan 10 sampai 104 dinamakan
aliran transisi (Geankoplis., 1993).
2. Bilangan Power
Bilangan tak berdimensi lainnya adalah bilangan power. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung bilangan power seperti yang ditampilkan oleh
persamaan 2.2 sebagai berikut:
P
NP = (SI) ............................................(2.2)
ρN3 D5a
Pgc
NP = (English) ...................................(2.3)
ρN3 D5a

Dimana P adalah power dalam satuan J/s atau sama dengan W. Dalam Satuan
british , P berada dalam satuan ft.lbf/s (Geankoplis., 1993)
Pada sistem bersekat, bilangan power sangat bergantung pada bilangan
Reynolds. Namun pada saat bilangan Reynold mencapai nilai besar dari 104
(aliran turbulen). Bilangan power akan konstan dan tidak lagi bergantung pada
bilangan Reynold.
Bilangan Reynold dan bilangan power diperlukan untuk membuat kurva
karakteristik pengaduk. Skala yang dipakai pada kurva ini adalah skala logaritmik.
Kurva karakteristik pengadukan merupakan suatu kurva yang menyatakan
hubungan antara bilangan daya dan bilangan Reynold. Bilangan daya berada pada
sumbu y dan bilangan Reynold berada pada sumbu x.

2.3.1 Kurva Karakteristik


Kurva karakteristik merupakan kurva yang menyatakan hubungan antara
bilangan Reynold terhadap bilangan power. Dari kurva karakteristik, maka dapat
ditentukan besarnya daya atau power yang diperlukan pada bilangan Reynold
tertentu. Kurva karakteristik pengadukan dibentuk dengan menggunakan skala
logaritmik dari komponen absis maupun ordinatnya. Kurva tersebut menunjukkan
adanya hubungan yang berbanding terbalik antara komponen absis dan komponen
ordinatnya, yakni bilangan Reynold dan bilangan power. Berikut ini disajikan
kurva karakteristik pada gambar 2.8.

9
Gambar 2.8. Kurva karakteristik dengan berbagai tipe impeller (Brodkey dan
Hershey.,1998)
Dari gambar diatas maka penentuan bilangan power akan lebih mudah untuk
dilakukan karena sata setiap impeller yang digunakan sudah termasuk kedalam
masing-masing kurva yang tertera pada kurva.

10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan yang Digunakan


1. Air
Densitas air (ρ) = 1.011gr/cm3 = 1011 kg/m3
Viskositas air (µ) =0.01 gr/cm.s = 0.001 kg/m.s
2. Potongan plastik bewarna

3.2 Alat yang Digunakan


1. Unit tangki berpengaduk
Diameter tangki = 30 cm = 0.30 m
2. Impeller dengan tipe paddle 2 daun, dan turbin 6 daun.
Diameter paddle = =0,07525 m
Diameter turbin = 0,11915 m

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Penentuan Pola Aliran
a. Menggunakan sekat
1. Tangki diisi dengan air hingga ketinggian 30 cm dari dasar tangki.
2. Potongan plastik berwarna dimasukkan kedalam tangki.
3. Pengaduk dipasang pada posisi yang tersedia pada batang poros tangki
berpengaduk.
4. Sekat (baffle) dipasang kedalam tangki.
5. Motor pengaduk dihidupkan dan diatur pada kecepatan 200 rpm
6. Pola aliran yang terbentuk diamati dan dicatat.
7. Prosedur yang sama dilakukan untuk jenis impeller paddle dan turbin.

b. Tanpa Menggunakan Sekat


1. Tangki diisi dengan air hingga ketinggian 30 cm dari dasar tangki.
2. Potongan plastik berwarna dimasukkan kedalam tangki.

11
3.3.2 Penentuan Karakteristik Daya Pengaduk
1. Tangki diisi dengan air dengan ketinggian 30 cm dari dasar tangki.
2. Pengaduk (impeller) dipasang pada posisi yang tersedia.
3. Neraca pegas dihubungkan ke motor pengaduk.
4. Posisi kedudukan dynamometer diatur pada posisi netral,jika dianggap perlu
bar setting dapat dipakai untuk mengatur tegangan pegas.
5. Motor pengaduk dihidupkan dan kecepatan pengadukan diatur pada 151-
400 rpm dengan interval 15 rpm.
6. Gaya yang terbaca pada neraca pegas setiap interval pengadukan dicatat.
Pengaduk dipasang pada posisi yang tersedia pada batang poros tangki
berpengaduk.
7. Tahap yang sama dilakukan untuk jenis pengaduk (impeller) yang berbeda
dengan variasi tangki tanpa sekat dan tangki menggunakan sekat.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Percobaan dilakukan dengan variabel bebas yaitu impeller yang
digunakan. Pada percobaan ini impeller yang digunakan adalah paddle sedang dan
turbin. Adapun data pengamatan terdapat pada tabel berikut:

4.1.1 Paddle Sedang


Adapun data pengamatan pada impeller jenis paddle sedang, adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Paddle Sedang
No Laju Laju Gaya Torqu Daya Power Reynold
Putara Putara e Number Number
n n (w)
1 0 0 0 0 0 0 0
2 15 1,57 0 0 0 0 0
3 30 3,14 0 0 0 0 0
4 45 4,71 0 0 0 0 0
5 60 6,28 0 0 0 0 0
6 75 7,85 0,1 0,011 0,08635 35787,373 471,8802
0
7 90 9,42 0,3 0,033 0,31086 4771,6497 1415,640
6
8 105 10,99 0,36 0,0396 0,43520 3865,9199 1698,768
7
9 120 12,56 0,4 0,044 0,55264 3578,7373 1887,520
8
10 135 14,13 0,65 0,0715 1,01029 1524,6691 3067,221
3
11 150 15,7 0,7 0,077 1,2089 1460,7091 3303,161
4
12 165 17,27 0,72 0,0792 1,36778 1518,7542 3397,537
5
13 180 18,84 0,8 0,088 1,65792 1342,0264 3775,041
6
14 195 20,41 0,85 0,0935 1,90833 1287,8501 4010,981
7
15 210 21,98 0,9 0,099 2,17602 1237,0943 4246,921
8
16 225 23,55 1 0,11 2,5905 1073,62119 4718,802
0

13
17 240 25,12 1,2 0,132 3,31584 795,274956 5662,562
5
18 255 26,69 1,4 0,154 4,11026 620,801369 6606,322
9
19 270 28,26 1,5 0,165 4,6629 572,597969 7078,203
1
20 285 29,83 1,7 0,187 5,57821 470,560614 8021,963
5
21 300 31,4 1,7 0,187 5,8718 495,326962 8021,963
5
22 315 32,97 1,7 0,187 6,16539 520,093310 8021,963
5
23 330 34,54 1,7 0,187 6,45898 544,859659 8021,963
5
24 345 36,11 1,7 0,187 6,75257 569,626007 8021,963
5
25 360 37,68 1,7 0,187 7,04616 594,392355 8021,963
5
26 375 39,25 1,7 0,187 7,33975 619,158703 8021,963
5
27 390 40,82 1,7 0,187 7,63334 643,925051 8021,963
5
28 405 42,39 1,7 0,187 7,92693 668,691399 8021,963
5
29 420 43,96 1,7 0,187 8,22052 693,457747 8021,963
5
30 435 45,53 1,7 0,187 8,51411 718,224096 8021,963
5

4.1.2 Turbin
Data pengamatan pada impeller jenis turbin, adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Turbin


No Laju Laju Gaya Torque Daya Power Reynold
Putaran Putaran Number Number
(w)
1 0 0 0 0 0 0 0
2 15 1,57 0 0 0 0 0
3 30 3,14 0 0 0 0 0
4 45 4,71 0 0 0 0 0
5 60 6,28 0 0 0 0 0
6 75 7,85 0 0 0 0 0
7 90 9,42 0 0 0 0 0
8 105 10,99 0 0 0 0 0

14
9 120 12,56 0 0 0 0 0
10 135 14,13 0,1 0,011 0,15543 6378,159 1198,301
11 150 15,7 0,6 0,066 1,0362 196,8567 7189,804
12 165 17,27 0,6 0,066 1,13982 216,5424 7189,804
13 180 18,84 0,8 0,088 1,65792 132,8783 9586,405
14 195 20,41 0,9 0,099 2,02059 113,7395 10784,71
15 210 21,98 1,1 0,121 2,65958 81,99653 13181,31
16 225 23,55 1,4 0,154 3,6267 54,23604 16776,21
17 240 25,12 1,6 0,176 4,42112 44,29277 19172,81
18 255 26,69 1,65 0,1815 4,844235 44,2521 19771,96
19 270 28,26 1,7 0,187 5,28462 44,13951 20371,11
20 285 29,83 1,7 0,187 5,57821 46,5917 20371,11
21 300 31,4 1,7 0,187 5,8718 49,0439 20371,11
22 315 32,97 1,7 0,187 6,16539 51,49609 20371,11
23 330 34,54 1,7 0,187 6,45898 53,94829 20371,11
24 345 36,11 1,7 0,187 6,75257 56,40048 20371,11
25 360 37,68 1,7 0,187 7,04616 58,85268 20371,11
26 375 39,25 1,7 0,187 7,33975 61,30487 20371,11
27 390 40,82 1,7 0,187 7,63334 63,75706 20371,11
28 405 42,39 1,7 0,187 7,92693 66,20926 20371,11
29 420 43,96 1,7 0,187 8,22052 68,66145 20371,11
30 435 45,53 1,7 0,187 8,51411 71,11365 20371,11

4.2 Penentuan Pola Aliran Pada Tangki Berpengaduk


Pola aliran pada tangki berpengaduk dipengaruhi oleh jenis impeller yang
digunakan. Pada percobaan ini impeller yang digunakan adalah paddle sedang dan
turbin.

4.2.1 Pola Aliran Pada Paddle Sedang


Pola aliran pada impeller jenis paddle sedang adalah radial. Radial adalah
pola aliran fluida dimana arah aliran tegak lurus dengan pengaduk.

15
Gambar 4.1 Pola aliran pada paddle sedang

Pada saat proses pengadukan, terdapat vortex pada aliran fluida. Pada
tangki yang dipasang baffle (sekat), vortex yang timbul tidak terlalu besar. Baffle
berfungsi untuk mengurangi besarnya vortex yang timbul pada saat pengadukan.
Timbulnya vortex dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, semakin tinggi
kecepatan pengadukan maka vortex yang timbul akan semakin besar.

4.2.1 Pola Aliran Pada Turbin


Pola aliran pada impeller jenis turbin adalah radial dan tangensial. Aliran
dimulai dari dasar bergerak melingkar mengelilingi pengaduk dengan arah yang
saling berlawanan. Aliran yang bergerak di dinding membentuk aliran tegak lurus
terhadap pengaduk. Pada kecepatan pengadukan yang tinggi, terjadi vorteks pada
aliran.

Gambar 4.2 Pola aliran pada turbin

16
4.3 Penentuan Karakteristik Daya Pengaduk
4.3.1 Hubungan Laju Aliran Dengan Nre Pada Jenis Impeller Paddle Besar
dan Turbin
Hubungan antara laju aliran dengan bilangan reynold (NRe) pada tangki
dengan jenis impeller Paddle sedang dan turbin dapat dilihat pada kurva di bawah
ini.
25000
20000
Bilangan Reynold

15000
10000 Paddle Sedang

5000 Turbin

0
0 200 400 600
-5000
Laju Putaran, rpm

Gambar 4.3 Kurva Laju Putaran (rpm) vs Bilangan Reynold

Berdasarkan gambar 4.3, bilangan Reynold berbanding lurus dengan


meningkatnya laju putaran pada saat pengadukan. Perbedaan nilai bilangan
Reynold antara impeller jenis paddle sedang dan turbin adalah pada diameter
impeller. Oleh karena itu, bilangan Reynold untuk turbin lebih besar daripada
paddle sedang.

4.3.2 Hubungan Laju Aliran dengan NPo Pada Jenis Impeller Paddle
Sedang dan Turbin
Hubungan antara laju aliran dengan power number (NPo) pada tangki
dengan jenis impeller Paddle sedang dan turbin dapat dilihat pada kurva di bawah
ini

17
40000

30000

Power number
20000
Paddle sedang
10000 Turbin
0
0 200 400 600
-10000
Laju Putaran, rpm

Gambar 4.4 Kurva Laju Putaran (rpm) vs Number Power

Pada gambar 4.4, dapat diketahui bahwa nilai number power mengalami
kenaikan dan penurunan. Kenaikan dan penurunan dikarenakan range pengukuran
pada dynamometer hanya dari 0 sampai 1,7 N. Sehingga, gaya yang dibutuhkan
untuk laju putaran di atas 270 rpm dianggap sama dengan 1,7 N. Hal ini membuat
pengukuran number Power untuk laju putaran di atas 270 rpm tidak akurat.

18
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan

1. Pola aliran pada impeller jenis paddle sedang adalah radial dan pada turbin
pola aliran adalah radial dan tangensial.
2. Laju putaran pada tangki berpengaduk berbanding lurus dengan nilai
bilangan Reynold.
3. Nilai power number dipengaruhi oleh gaya yang dibutuhkan saat proses
pengadukan.

5.2 Saran

1. Pada saat melakukan percobaan, praktikan harus berhati-hati karena


percobaan ini menggunakan listrik.
2. Sebelum memulai percobaan, praktikan harus memeriksa keadaan
dynamometer agar pengukuran lebih akurat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brodkey, R.S. dan H.C. Hersey, 1998, Transport Phenomena- A Unifield


Approach, McGraw-Hill Book Co. Inc., Singapore.

Geankoplis, C.J., 1993, Transport Process and Unit Operation, 3rd edition,
Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Herliati., 2005, Aplikasi Mixing Di Industri (Reaktor Tangki Berpengaduk),
Jurnal Teknologi, Volume 3.
Mc Cabe, W.L., J.C Smith and P. Harriot, 1985, Unit Operation of Chemical
Engineering, 5th edition, McGraw-Hill Book Co. Inc., New York.
Robinson, M dan Clearly, P. W., 2012, Flow Mixing Performance In Helical
Ribbon Mixers, Journal Chemical Engineering Science, Volume 84.
S, Brilliant. G., S, Ayu.R, Nurwoto, T., dan Winarda, S., 2012, Simulasi Pola
Aliran Tangki Berpengaduk Menggunakan Side-Entering Impeller Untuk
Suspensi Padat Cair, Jurnal Teknik Pomits, Volume 1.
Wallas, Stanley., 1988, Chemical Process Equipment, Selection and Desain.,
Butterworth-Heinneman, USA.

20
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan untuk tabel laju putaran, torque, daya, power number,
reynold
number pada impeler paddle sedang dengan sekat
Diketahui: Densitas ρ =1000 kg/m3
Viskositas μ =0,0012 kg/ms
Diameter impeler paddle besar = 0,07525 m

1. Laju putaran (𝜔)


2𝜋
𝜔 = 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 (𝑟𝑝𝑚) 𝑥
60
Laju putaran 0 rpm :𝜔 = 0 rpm x 2 x 3,14 /60 = 0 rad/s
Laju putaran 15 rpm :𝜔 = 15 rpm x 2 x 3,14 /60 = 1,57 rad/s
Laju putaran 90 rpm :𝜔 = 90 rpm x 2 x 3,14 /60 = 9,42 rad/s
Laju putaran (rad/detik) selanjutnya dihitung dengan cara yang sama
menggunakan excel.
2. Torque (T)

T= gaya yang tercatat pada neraca pegas x panjang lengan torque


(r)
Laju putaran 0 rpm : T = 0 N x 0,11 m = 0 Nm−2
Laju putaran 15 rpm : T = 0 N x 0,11 m = 0 Nm−2
Laju putaran 90 rpm : T = 0,3 N x 0,11 m = 0,033 Nm−2
Nilai torque selanjutnya dihitung dengan cara yang sama menggunakan
excel.
3. Daya (P)
𝑟𝑎𝑑
𝑃 = 𝑡𝑜𝑟𝑞𝑢𝑒 (𝑇) 𝑥 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 ( )
𝑠
Laju putaran 0 rpm : P = 0 Nm−2 𝑥 0 rad/s = 0 watt
Laju putaran 15 rpm : P = 0 Nm−2 𝑥 1,57 rad/s = 0 watt
Laju putaran 90 rpm : P = 0,033 Nm−2 𝑥 9,42 rad/s = 0,31086 watt
Nilai daya selanjutnya dihitung dengan cara yang sama menggunakan excel.

21
4. Power number (Po)
𝑃
𝑃𝑜 =
(𝜌𝑁 3 𝐷𝑖 5 )

0 watt
Laju putaran 0 rpm : Po = 𝑘𝑔 0 𝑟𝑎𝑑 3
=0
1000 3 𝑥( ) 𝑥 (0,07525𝑚)5
𝑚 𝑠

0 watt
Laju putaran 15 rpm : Po = 𝑘𝑔 1,57 𝑟𝑎𝑑 3
=0
1000 3 𝑥( ) 𝑥 (0,7525𝑚)5
𝑚 𝑠

0,31086 watt
Laju putaran 90 rpm : Po = 𝑘𝑔 9,42𝑟𝑎𝑑 3
= 0,00087
1000 3 𝑥( ) 𝑥 (0,07525𝑚)5
𝑚 𝑠

Nilai power number selanjutnya dihitung dengan cara yang sama


menggunakan excel.
5. Reynold number (NRe)
𝑁𝐷𝑖 2 𝜌
𝑁𝑅𝑒 =
𝜇

𝑟𝑎𝑑 𝑘𝑔
[0 𝑥 (0,07525𝑚)2 𝑥 1000 3 ]
𝑠 𝑚
Laju putaran 0 rpm : 𝑁𝑅𝑒 = =0
0,0012 𝑘𝑔/𝑚𝑠

𝑟𝑎𝑑 𝑘𝑔
[ 1,57 𝑥 (0,07525𝑚)2𝑥 1000 3 ]
𝑠 𝑚
Laju putaran 15 rpm : 𝑁𝑅𝑒 = = 7.408,519
0,0012 𝑘𝑔/𝑚𝑠

𝑟𝑎𝑑 𝑘𝑔
[ 9,42 𝑥 (0,7525𝑚)2
𝑥 1000 3 ]
𝑠 𝑚
Laju putaran 90 rpm : 𝑁𝑅𝑒 = = 44.451,115
0,0012 𝑘𝑔/𝑚𝑠

Nilai Reynold number selanjutnya dihitung dengan cara yang sama


menggunakan excel.

B. 2 Perhitungan untuk tabel laju putaran, torque, daya, power number,


reynold

number pada impeler turbin dengan sekat

22
Diketahui: Densitas ρ =1000 kg/m3
Viskositas μ =0,0012 kg/ms
Diameter impeler turbin = 0,11915 m

1. Laju putaran ( )
2𝜋
𝜔 = 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 (𝑟𝑝𝑚) 𝑥
60
Laju putaran 0 rpm :𝜔 = 0 rpm x 2 x 3,14 /60 = 0 rad/s
Laju putaran 135 rpm :𝜔 = 135 rpm x 2 x 3,14 /60 = 14,13 rad/s
Laju putaran 225 rpm :𝜔 = 225 rpm x 2 x 3,14 /60 = 23,55 rad/s
Laju putaran (rad/detik) selanjutnya dihitung dengan cara yang sama
menggunakan excel.

2. Torque (T)
T= gaya yang tercatat pada neraca pegas x panjang lengan torque (r)
Laju putaran 0 rpm : T = 0 N x 0,11 m = 0 Nm−2
Laju putaran 135 rpm : T = 0,1 N x 0,11 m = 0,011 Nm−2
Laju putaran 225 rpm : T = 1,4 N x 0,11 m = 0,154 Nm−2
Nilai torque selanjutnya dihitung dengan cara yang sama menggunakan excel.

3. Daya (P)
Laju putaran 0 rpm :P = 0 Nm−2 𝑥 0 rad/s = 0 watt

Laju putaran 135 rpm : P = 0,011 Nm−2 𝑥 14,13 rad/s = 0,155 watt

Laju putaran 90 rpm : P = 0,154 Nm−2 𝑥 23,55 rad/s = 3,627 watt

Nilai daya selanjutnya dihitung dengan cara yang sama menggunakan excel.

4. Power number (Po)


𝑟𝑎𝑑
𝑃 = 𝑡𝑜𝑟𝑞𝑢𝑒 (𝑇) 𝑥 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 ( )
𝑠
0,watt
Laju putaran 0 rpm : Po = 𝑘𝑔 0 𝑟𝑎𝑑 3
=0
1000 3 𝑥( ) 𝑥 (0,165𝑚)5
𝑚 𝑠

0,155 watt
Laju putaran 135 rpm: Po = 𝑘𝑔 14,13 𝑟𝑎𝑑 3
= 0,0000326
1000 3 𝑥( ) 𝑥 (0,165𝑚)5
𝑚 𝑠

23
0 watt
Laju putaran 225 rpm: Po = 𝑘𝑔 23,55 𝑟𝑎𝑑 3
= 0,00016416
1000 3 𝑥( ) 𝑥 (0,165𝑚)5
𝑚 𝑠

Nilai power number selanjutnya dihitung dengan cara yang sama


menggunakan excel.
5. Reynold number (NRe)
𝑁𝐷𝑖 2 𝜌
𝑁𝑅𝑒 =
𝜇
𝑟𝑎𝑑 𝑘𝑔
[0 𝑥 (0,165𝑚)2 𝑥 1000 3 ]
𝑠 𝑚
Laju putaran 0 rpm : 𝑁𝑅𝑒 = =0
0,0012 𝑘𝑔/𝑚𝑠

𝑟𝑎𝑑 𝑘𝑔
[ 14,13 𝑥 (0,165𝑚)2
𝑥 1000 3 ]
𝑠 𝑚
Laju putaran 15 rpm : 𝑁𝑅𝑒 = =167.166,4074
0,0012 𝑘𝑔/𝑚𝑠

𝑟𝑎𝑑 𝑘𝑔
[ 9,42 𝑥 (0,165𝑚)2 𝑥 1000 3 ]
𝑠 𝑚
Laju putaran 90 rpm : 𝑁𝑅𝑒 = = 278.610,6791
0,0012 𝑘𝑔/𝑚𝑠

Nilai Reynold number selanjutnya dihitung dengan cara yang sama


menggunakan excel.

24
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Satu Set Tangki Gambar C.2 Tangki berpengaduk


Berpengaduk. dengan baffle.

Gambar C.3 Tangki Gambar C.4 Speed Controler.


berpengaduk tanpa
baffle.

25
Gambar C.5 Pulse meter. Gambar C.6 Speed Controler.

Gambar C.7 Pengaduk (impeller) Gambar C.8 Pengaduk (impeller)


Jenis Paddle. Jenis Turbin.

26
LAMPIRAN D
TUGAS

A. VISKOSITAS
Viskositas (kekentalan) berasal dari kata Viscous. Suatu bahan apabila
dipanaskan sebelum menjadi cair terlebih dulu menjadi viscous yaitu menjadi
lunak dan dapat mengalir pelan. Apabila makin besar viskositas dalam fluida
maka akan semakin sulit untuk mengalir dan juga akan semakin sulit benda
dapat bergerak di dalam fluida.
Viskositas terdapat pada zat cair maupun gas, dan pada intinya merupakan
gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian pada fluida saat lapisan-
lapisan tersebut bergerak satu melewati yang lainnya. Pada zat cair, viskositas
terutama disebabkan gaya kohesi antar molekul. Pada gas, viskositas muncul
dari tumbukan antar molekul. Fluida yang berbeda memiliki besar viskositas
yang berbeda, dan pada umumnya viskositas zat cair pada umumnya jauh
lebih kental dari gas. Bila cairan itu mengalir cepat maka viskositas cairan itu
rendah (misalnya air) dan bila cairan itu mengalir lambat maka dikatakan
viskositasnya tinggi (misalnya madu). Alat yang di gunakan untuk mengukur
viskositas adalah viscometer. Disini kami akan menjelaskan sedikit tentang
salah satu alat pengukur viskositas yaitu viscometer Ostwald:

Prinsip Kerja Viskosimeter Ostwald


 Viscometer Ostwald yaitu dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan
bagi cairan dalam melewati 2 tanda ketika mengalir karena gravitasi
melalui viscometer Ostwald.
 Untuk mengkalibrasi viscometer Ostwald adalah dengan air yang sudah
diketahui tingkat viskositasnya.
 Cara penggunaannya adalah :
1. pergunakan viskometer yang sudah bersih.
2. Pipetkan cairan ke dalam viskometer dengan menggunakan pipet.
3. Lalu hisap cairan dengan menggunakan pushball sampai melewati 2
batas.

27
4. Siapkan stopwatch , kendurkan cairan sampai batas pertama lalu mulai
penghitungan.
5. Catat hasil, dan lakukan penghitungan dengan rumus.
6. Usahakan saat melakukan penghitungan kita menggenggam di lengan
yang tidak berisi cairan.

Viscometer Oswald untuk mengukur sampel yang encer atau kurang kental.
Berdasarkan persamaan poisseulle, dengan membandingkan wakltu alir cairan
sampel dan cairan pembanding menggunakan alat yang sama. Prinsip viscometer
Ostwald yaitu dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan dalam
melewati 2 tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui viscometer Ostwald,
untuk mengkalibrasi viscometer Ostwald adalah dengan air yang sudah diketahui
tingkat viskositasnya.

28
B. PULSE METER
Pulsa/ Rate Meter adalah sebuah alat untuk mengukur putaran mesin,
khususnya jumlah putaran yang dilakukan oleh sebuah poros dalam satu satuan
waktu. Mempunyai banyak fungsi yang salah satunya adalah untuk pengukuran
RPM (mode : F1). Mempunyai dua input (IN A dn IN B), banyak pilihan tipe
mulai sebagai indicator dan sebagai controller dengan bermacam output. Display
terdiri dari 5 digit dan dilengkapi keypad pemrograman. Sedangkan sensor yang
dipergunakan adalah sebuah proximity sensor PR30-10DN dengan spesifikasi
supply 12 ~ 24 VDC, output NPN, dan jarak sensing 10 mm (pernah di coba
sampai 4500 RPM dan stabil). Salah satu parameter yang paling sering di monitor
pada sebuah mesin adalah RPM (Rotation Per Minute), yaitu jumlah putaran yang
terjadi dalam satu menit, misal pada elektro motor, pompa, mixer dll. Ada
bermacam cara untuk mengukur kecepatan putar suatu system secara continue,
misalnya dengan magnetic pick-up atau tachogenerator dan yang paling sederhana
adalah dengan menggunakan proximity switch dan pulsa meter.

Gambar D. 1. Pulse Meter Tangki Berpengaduk

Gambar D.2 Sensor proximity Pulse Meter

29
Sensor terletak pada belakang bawah motor. Jika dipergunakan untuk
pembacaan RPM ( Rotation Per Minute ) maka harus dikalikan 60 (1 menit sama
dengan 60 detik). Maka untuk menjadikan RPM adalah seperti berikut :

RPM = f . a
RPM = f . 60/N
Dimana :
a : nilai skala yang terdiri dari mantisa dan exponent.
RPM : kecepatan putaran (RPM)
F : frekuensi pulsa (Hz)
N : Jumlah pulsa dalam satu putaran
Misalkan dalam satu putaran terdapat 8 pulsa, maka nilai skalanya adalah :
a = 60 / 8
= 7,5
= 0,75 X 101 = mantisa 0,75 dan eksponen 10

Untuk pemasangan sensor proximity usahakan berada di depan obyek sensing,


sebaiknya dari samping. Ini untuk meminimkan kemungkinan terjadinya benturan
antara sensor dan obyek sensing.

30

Anda mungkin juga menyukai