Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

PRODUK MIGAS 2
“DIESEL’’

Disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Chandini Ruth Yapno


NIM : 211420033
Program Studi : Teknik Pengolahan Minyak dan Gas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : II

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS
PEM AKAMIGAS

Cepu, 24 Agustus 2022


I. Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:
1. Mahasiswa dapat menggunakan peralatan uji produk Diesel.
2. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja peralatan uji produk Diesel.
3. Mahasiswa dapat membandingkan hasil pengujian produk Diesel dengan spesifikasi
yang berlaku.

II. Keselamatan Kerja


1. Peralatan gelas ditangani dengan hati-hati.
2. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.
3. Hati-hati bekerja dengan larutan kimia (lihat MSDS) dan perhatikan bahan-bahan yang mudah
terbakar.

III. Dasar Teori


Mesin diesel merupakan sistem penggerak utama yang banyak digunakan baik
untuk sistem transportasi maupun penggerak stasioner. Dikenal sebagai jenis motor
bakar yang mempunyai efisiensi tinggi, penggunaan mesin diesel berkembang pula
dalam bidang otomotif, antara lain untuk angkutan berat, traktor, bulldozer, pembangkit
listrik di desa-desa, generator listrik darurat di rumah-sakit, Hotel dsb. Namun
disamping keunggulan yang dimiliki, mesin diesel juga memiliki problem khusus yang
berhubungan dengan pencemaran lingkungan, yaitu asap (jelaga) serta gas buang
khususnya Nitrogen Oxide (NOx). Kedua polutan ini saling bertolak belakang dalam
pemunculannya. Asap terbentuk ketika bahan bakar tidak mampu tercampur dengan
baik dengan oksigen sehingga reaksi pembakaran tidak sempurna, dalam kondisi seperti
ini suhu pembakaran tidak terlalu tinggi sehingga nitrogen oxide tidak banyak
terbentuk. Gas-gas beracun hasil dari pembakaran bahan bakar ini biasanya berupa
oksida-oksida karbon (karbon dioksida, karbon monokisida) dan nitrogen (nitrogen
monoksida, nitrogen dioksida, di nitrogen oksida) dan senyawa-senyawa hidrokarbon.
Masalah pencemaran merupakan suatu masalah yang sangat populer, banyak
dibahas oleh kalangan masyarakat. Masalah pencemaran merupakan suatu masalah
yang sangat perlu mendapat penanganan secara serius oleh semua pihak untuk dapat
menanggulangi akibat buruk yang terjadi karena pencemaran, bahkan sedapat mungkin
untuk dapat mencegah jangan sampai terjadi pencemaran lingkungan. Ada beberapa
cara yang efektif untuk mengurangi gas buang pada kendaraan bermotor, untuk variasi
pada mesin bisa dengan memberikan tambahan, turbo, intercooler, oxydation catalyst,
SCR (Selective Catalytic Reduction) dan EGR (Exhaust Gas Recirculation).
EGR (Exhaust Gas Recirculation) merupakan salah satu metode yang dilakukan
untuk mengurangi emisi gas buang sekaligus untuk meningkatkan performa
engine Prinsip kerja dari EGR adalah dengan mensirkulasikan sebagian aliran gas buang
kembali ke engine sehingga diharapkan pembakaran didalam silinder lebih sempurna
sehingga performa engine akan meningkat dan emisi gas buang akan semakin rendah.
Penggunaan EGR sangat tepat diterapkan pada mesin diesel karena mesin diesel
merupakan jenis engine yang memerlukan udara kompresi bertekanan tinggi untuk
dapat menghasilkan penyalaan didalam silinder. Pada penelitian ini menggunakan jenis
venture scrubber EGR pada mesin diesel berbahan bakar solar untuk mengetahui
kandungan emisi jelaga (soot) yang dihasilkan mesin diesel setelah dimodifikasi dengan
EGR tipe venture scrubber (ASTM, 2004)
Salah satu penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu mesin
yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau yang mengubah
energi termal menjadi energi mekanik. Energi itu sendiri dapat diperoleh dengan proses
pembakaran, proses fisi bahan bakar nuklir atau proses – proses yang lain. Ditinjau dari
cara memperoleh energi termal ini, mesin kalor dibagi menjadi dua golongan yaitu
mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam (ASTM, 2004)

Pada mesin pembakaran luar proses pembakaran terjadi di luar mesin dimana
energi termal dari gas hasil pembakaran dipindah ke fluida kerja mesin melalui
beberapa dinding pemisah. Sedangkan pada mesin pembakaran dalam atau dikenal
dengan motor bakar, proses pembakaran terjadi di dalam motor bakar itu sendiri
sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja. Motor
diesel disebut juga motor bakar atau mesin pembakaran dalam karena pengubahan
tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanik dilaksanakan di dalam mesin itu
sendiri. Di dalam motor diesel terdapat torak yang mempergunakan beberapa silinder
yang di dalamnya terdapat torak yang bergerak bolak–balik (translasi). Di dalam
silinder itu terjadi pembakaran antara bahan bakar solar dengan oksigen yang berasal
dari udara. Gas yang dihasilkan oleh proses pembakaran mampu menggerakkan torak
yang dihubungkan dengan poros engkol oleh batang penggerak. Gerak tranlasi yang
terjadi pada torak menyebabkan gerak rotasi pada poros engkol dan sebaliknya gerak
rotasi tersebut mengakibatkan gerak naik dan turun torak [Ref. 2 hal. 17-21] (ASTM,
2004)

Konsep pembakaran pada motor diesel adalah melalui proses penyalaan kompresi
udara pada tekanan tinggi. Pembakaran ini dapat terjadi karena udara dikompresi pada
ruangan dengan perbandingan kompresi jauh lebih besar dari pada motor bensin (7–12),
yaitu antara (14–22). Akibatnya udara akan mempunyai tekanan dan temperatur
melebihi suhu dan tekanan penyalaan bahan bakar (ASTM, 2005).

Hal ini berbeda dengan mesin bensin yang menggunakan percikan pengapian busi
untuk menyalakan campuran bahan bakar udara. Mesin dan siklus termodinamika
keduanya dikembangkan oleh Rudolph Diesel pada tahun 1892 (ASTM, 2005).

Bahan Bakar Diesel

Minyak bumi merupakan hasil dari minyak mentah dipisahkan menjadi


produknya dengan melalui proses yang disebut proses distilasi bertingkat.
Dalam proses ini bisa didapat produk bensin, minyak bahan bakar diesel,
minyak tanah, dan lain – lain (ASTM, 2008).

Karakteristik bahan bakar diesel (ASTM, 2008).:

a. Volatilitas (Penguapan)
Penguapan adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah fasa
menjadi uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah
menandakan tingginya penguapan. Makin rendah suhu ini berarti makin
tinggi penguapannya.
b. Titik Nyala
Titik nyala adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar dapat
menimbulkan uap yang dapat terbakar ketika disinggungkan dengan percikan atau
nyala api. Nilai titik nyala berbanding terbalik dengan penguapan
c. Viskositas
Viskositas menunjukkan resistensi fluida terhadap aliran. Semakin tinggi
viskositas bahan bakar, semakin sulit bahan bakar itu diinjeksikan.
Peningkatan viskositas juga berpengaruh secara langsung terhadap
kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan udara.
d. Kadar Sulfur
Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya keausan pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi
karena adanya partikel – partikel padat yang terbentuk ketika terjadi
pembakaran.
e. Kadar Air
Kandungan air yang terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk
kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar.
f. Kadar Abu
Kadar abu menyatakan banyaknya jumlah logam yang terkandung dalam
bahan bakar. Tingginya konsentrasi dapat menyebabkan penyumbatan pada
injeksi, penimbunan sisa pembakaran.
g. Kadar Residu Karbon
Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang
mempunyai titik didih lebih tinggi dari bahan bakar, sehingga karbon
tertinggal setelah penguapan dan pembakaran bahan bakar.
h. Titik Tuang
Titik tuang adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar mulai
membeku dan terbentuk kristal – kristal parafin yang dapat menyumbat
saluran bahan bakar.
i. Kadar Karbon
Kadar karbon menunjukkan banyaknya jumlah karbon yang terdapat dalam
bahan bakar.
j. Kadar hidrogen
Kadar hidrogen menunjukkan banyaknya jumlah karbon yang terdapat
dalam bahan bakar.
k. Angka Setana
Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala
sendiri (auto ignition). Semakin cepat suatu bahan bakar mesin diesel
terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin tinggi angka
setana bahan bakar tersebut. Angka setana bahan bakar adalah persen volume
dari setana dalam campuran setana dan alfa-metil-naftalen yang mempunyai
mutu penyalaan yang sama dengan bahan bakar yang diuji. Bilangan setana
48 berarti bahan bakar setara dengan campuran yang terdiri atas 48% setana
dan 52% alfa-metil-naftalen.
i. Nilai kalor
Nilai kalor menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam setiap
satuan massa bahan bakar. Semakin tinggi nilai kalor suatu bahan bakar,
semakin besar energi yang dikandung bahan bakar tersebut persatuan massa.

m. Massa jenis
Masa jenis menunjukan besarnya perbandingan antara massa dari suatu
bahan bakar dengan volumenya

IV.Bahan dan Alat


IV.1. Densitas
a. Bahan
Pertadex

b. Alat
- Hydrometer standar

- Skala Density
- Skala SG
- Skala API-Gravity
1. Thermometer ASTM 12 °C atau 12 oF
2. Gelas silinder
3. Constant-Temperatur Bath
4. Automatic density meter
5. Gelas beaker
6. Syringe
IV.2. Viskositas Kinematik 40 C
a. Bahan

Pertadex

b. Alat

1. Viscometers
2. Viscometer Holders
3. Temperature-Controlled Bath
4. Temperature Measuring Device, from 0 to 100°C
 Use either calibrated liquid-in-glass thermometers of an accuracy
after correction of ± 0.02°C or better, or
 any other thermometric device of equal or better accuracy
5. Timing Device
IV.3. Distilasi
a. Bahan
Pertadex

b. Alat

1. Labu Distilasi 125 mL


2. Gelas ukur 100 mL & 10 mL
3. Thermometer 7 oC atau 8 oC
4. Condensor (bak pendingin)
5. Pemanas (burner atau elektrik)

IV.4. Pour Point


a. Bahan
Pertadex

a. Alat
1. Test jar, bentuk silinder gelas bening, dasar flat, diameter luar 33,2 – 34,8 mm,
tinggi 11,5 –12,5 mm, diameter 30,0 – 32,4 mm, tebal dinding tidak lebih
besar dari 1,6 mm. Tabung dapat menampung contoh dengan ketinggian 54 ± 3
mm dari dasar bagian dalam.
2. Thermometer, spesifikasi E1.
3. Bak Pendingin
IV.5. Flash Point COC
a. Bahan
Pertadex

b. Alat
1. Peralatan Cawan Cleveland
terbuka (manual) –
Peralatan ini terdiri dari
cawan, pelat pemanas,
aplikator api penguji,
pemanas dan penyangga
2. Peralatan Pengukur
Temperatur
3. Api Penguji
IV.6. PMCC
a. Bahan
Pertadex

b. Alat
1. Peralatan Mangkuk
(Container)
2. Cawan (Cup).
3. Penutup (Cover)
4. Kabel Sensor (Detection
Cable)
5. Pemanas (Heater)
6. Peralatan Pengukur
Temperatur (Detection
Thermocouple)
7. Peralatan Pengukur Sampel
(Detection Sample)
8. Percikan api listrik
(Electrical Spark)
9. Api Penguji
10. Pengaduk (Stirrer)
11. Selang Air (Water Tube)
12. Selang Gas (Gas Tubing)
13. Printer

V.Langkah Kerja
V.1. Density
a. Langkah Kerja Pengukuran Density 15oC

Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang diuji.

Tuangkan contoh uji kedalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung udara
dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan.
Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji tempat yang datar, bebas
pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar

Lakukan pengukuran temperature menggunakan thermometer skala oC, baca dan


catat suhu contoh uji.

Masukkan dengan perlahan hidrometer DENSITY yang sesuai kedalam contoh


uji.

Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hidrometer, dicatat
sebagai ‘Density Pengamatan’ (Observed Density).

Keluarkan hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperatur, baca dan catat


suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak
melampaui 0,5 oC hasil rerata dicatat sebagai ‘Suhu Pengamatan’ (Observed
Temparature).

Untuk merubah Density Pengamatan ke DENSITY 15 oC dikoreksi menggunakan


Tabel 53 A atau 53 B dari Petroleum Measurement Tables ASTM D-1250 – 80.

b. Langkah Kerja Pengukuran SG 60/60 oF

Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang diuji.

Tuangkan contoh uji kedalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung udara
dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan.

Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji tempat yang datar, bebas
pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar
Lakukan pengukuran temperature menggunakan thermometer skala oF, baca dan
catat suhu contoh uji.

Masukkan dengan perlahan hidrometer SG yang sesuai kedalam contoh uji.

Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hydrometer dan
thermometer, lalu dicatat sebagai SG pemngamatan

Keluarkan hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperatur, baca dan catat


suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak
melampaui 0,5 oC hasil rata dicatat sebagai ‘Suhu Pengamatan’ (Observed
Temparature).

Untuk merubah SG Pengamatan ke SG pada 60/60oF dikoreksi menggunakan


Tabel 23 A atau 23 B dari Petroleum Measurement Tables ASTM D-1250 – 80.

Untuk merubah SG 60/60oF ke Density 15oC atau oAPI Gravity pada 60oF
gunakan table 21.

5.2 Viskositas Kinematik 40 °C


Hubungkan stop kontak pada 220 Volt/110 Volt, tekan Switch ke posisi On.

Atur posisi Termostat sesuai suhu yang di kehendaki (misal 40 0C atau 1000C).

Biarkan beberapa saat agar suhu bak mencapai suhu yang dikehendaki sambil
stirrer dibiarkan beroperasi selama pengujian berlangsung agar suhu bak tetap
stabil.

Lakukan pengukuran temperature menggunakan thermometer skala oF, baca dan


catat suhu contoh uji.
Masukkan dengan perlahan hidrometer SG yang sesuai kedalam contoh uji.

Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hydrometer dan
thermometer, lalu dicatat sebagai SG pengamatan

Keluarkan hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperatur, baca dan catat


suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak
melampaui 0,5 oC hasil rata dicatat sebagai ‘Suhu Pengamatan’ (Observed
Temperature).

Untuk merubah SG Pengamatan ke SG pada 60/60oF dikoreksi menggunakan


Tabel 23 A atau 23 B dari Petroleum Measurement Tables ASTM D-1250 – 80.

Untuk merubah SG 60/60oF ke Density 15oC atau oAPI Gravity pada 60oF
gunakan table 21.

V.2. Distilasi
a. Cara Penyiapan Peralatan

Siapkan labu distilasi volume 125 mL. Bila labu kotor (ada karbon residu) pada
bagian dasar labu bersihkan dengan cara dibakar dengan nyala api burner.

Siapkan termometer (ASTM 7 oC atau ASTM 8 °C) sesuai dengan contoh yang
akan diuji.

Siapkan penyangga labu, dengan ukuran yang sesuai dengan contoh yang akan
diuji. Dan pasang pada alat pemanas.
- Untuk contoh group 1 dan 2, diameter lobang 38 mm.
- Untuk contoh group 3 dan 4, diameter lobang 50 mm.

Siapkan gelas ukur bersih dan kering dengan skala 0 s/d 100 mL.
Bak kondensor diisi air, suhunya diatur sesuai jenis contoh yang akan diuji.
- contoh group 1, 2 dan 3 bak kondensor diisi air (suhu 0 s/d 5oC).
- contoh group 4, bak kondensor diisi air panas (suhu 0 s/d 60oC).

Bersihkan / hilangkan cairan pada tabung kondensor dengan cara mengelap /


menyerap dengan kolok yang diberi kain.

b. Cara Pemasangan Peralatan

Pasang thermometer serapat mungkin ke dalam labu distilasi yang berisi contoh.
Atur posisi termometer, dimana ujung bulb dari thermometer berada sejajar
dengan lubang keluarnya uap.

Pasang labu distilasi yang berisi contoh, sehingga ujung labu masuk ke dalam
tabung kondensor serapat mungkin. Posisi labu tegak sehingga pipa uap labu
masuk ke dalam tabung kondensor dalam jarak 1 s/d 2 inchi.

Naikkan dan atur penyangga labu hingga pas dengan dasar labu distilasi.

c. Langkah Kerja Pengujian

Ukur contoh 100 mL menggunakan gelas ukur 100 mL, tuangkan ke dalam labu
distilasi dan pasang thermometer yang sesuai.

Pasang gelas ukur 100 mL pada ujung kondensor sebagai penampung kondensat.

Nyalakan pemanas dan atur kecepatannya sehingga mencapai IBP (initial boiling
point):
• Untuk grup 1 s/d 3 dalam waktu 5 – 10 menit.
• Untuk grup 4 dalam waktu 5 – 15 menit.

Atur pemanasan dari IBP sampai 5 % volume dalam waktu 60 – 70 detik atau
dengan kecepatan tetesan 4 – 5 mL / menit. Setelah IBP terbaca, gelas ukur
digeser sehingga ujung kondensor menempel dinding gelas.

Baca dan catat suhu setiap kenaikan 10 % volume.

Atur pemanasan sehingga dari 95 % volume sampai FBP (final boiling point)
waktunya 3 – 5 menit. FBP adalah suhu tertinggi yang terbaca saat uji distilasi. 7.
Setelah FBP tercapai, matikan pemanas dan labu dibiarkan dingin kemudian ukur
volume residu.

Hitung % volume Losses dengan formula:


Losses, % vol. = 100 mL – (Total Recovery + Residu) mL

V.3. Pour Point


Tuangkan contoh ke test jar sampai tanda batas. Jika perlu, panaskan sampel
pada penangas air sampai cukup bisa mencair untuk dituangkan ke jar test.

Pasangkan thermometer tercelup pada contoh uji.

Lakukan pendinginan secara bertahap dimulai dari suhu paling hangat.

Setiap penurunan suhu 30C, lakukan pengamatan apakah masih bisa


mengalir/bergerak ketika jar test sedikit dimiringkan.

Lanjutkan cara ini sampai suatu titik dicapai dimana minyak tidak menunjukan
gerakan ketika jar test dipegang pada posisi horizontal selama 5 detik, amati
termometer dan catat.

Tambahkan sebesar 3 °C pada hasil pengamatan diatas dilaporkan sebagai Pour


Point.
V.4. Flash Point
Cuci mangkok uji dengan larutan yang cocok untuk menghilangkan sisa-sisa
karbon yang tertinggal pada pengujian terdahulu.

Isi mangkok uji sampai tepat pada tanda batas garis melingkar.

Tempatkan mangkok uji berisi contoh pada alat.

Hubungkan kabel alat uji PMCC ke terminal listrik, begitu juga dengan
printernya.

Tekan ON/OFF untuk mematikan dan menyalakannya dibagian belakang alat


PMCC.

Pastikan sistem sirkulasi air pendingin (cooling water) telah terpasang dengan
baik.

Pasang Regulator LPG ke tabung LPG, pastikan tertutup rapat dan aman dari
kebocoran.

Buka keran bahan bakar gas (LPG).

Atur regulator pemanas (heater) dibagian pojok kiri pada skala 2,5 -3,0 atau 4,0.

Lihat dilayar monitor beberapa menu pilihan.

Input nama sampel dimenu pilihan + Enter, kemudian Input perkiraan suhu flash
point sampel + Enter. Selanjutnya Input methode A, B atau lainnya, yang akan
digunakan + Enter.
Pilih menu “go” maka nyala api dari listrik (electrical spark) akan muncul.

Jika api belum muncul selama 30 detik, putar regulator untuk bahan bakar (LPG)
diperalatan uji PMCC perlahan-lahan sampai muncul dua (2) nyala api.

Atur besarnya api sesuai dengan standar pengujian flash point.

Tunggu beberapa saat dan jika flash point telah tercapai, tekan menu STOP
dilayar monitor.

Tunggu beberapa saat dan jika flash point telah tercapai, tekan menu STOP
dilayar monitor.

VI. Hasil Praktikum


6.1 Density/specific gravity ASTM D 1298
Suhu Density 15℃ SG 60/60

Sampel
O
F o
API
℃ Spesifikasi Density Obsv SG
(Kg/m3) (gr/ml) Pertadex
Pertamina 28 83 820-860 0,827 38,24 0,825
Dex
a. Konversi densitas observasi ke densitas standar 15℃
Density 15℃: 0,836 gr/ml atau 836 kg/m3
Keterangan: on spec
b. Konversi SG observasi ke SG 60/60
SG 60/60= 0,739 (dilihat pada buku tabel konversi SG standar)

6.2 Viskositas Kinematik 40℃

Percobaan
No. Sampel Suhu Tabun I II III Spesifikasi Ket
g
1. Pertadex 40 1744 648s 617s 620s 2-4,5 cSt On
℃ spec

6.3 Distilasi ASTM D 86

Volume (ml) Suhu (℃)


10 210
20 230
30 245
40 260
50 280
60 294
70 309
80 322
90 338
IBP = 158℃
FBP= 342 ℃
Spesifikasi:
90% volume penguapan= maksimal 340℃
Nilai FBP maksimal 370℃
Keterangan: on spec

6.4 Pour Point ASTM D 97

Pertamina Dex Spesifikasi Keterangan


Suhu (℃) Keadaan
30 Mengalir
27 Mengalir
24 Mengalir
21 Mengalir
Maksimal 18 ℃ To be reported
18 Mengalir
15 Mengalir
12 Mengalir
9 Mengalir
6 Mengalir
3 Mengalir
0 Mulai mengental
Suhu 0 ℃ masih mengalir (to be reported)

6.5 Flash Point Pensky-Martens Closed Cup ASTM D 93

Percobaan Bahan Spesifikasi Hasil Keterangan


1. Solar Min 55℃ 78℃ On spec

Ⅶ. Perhitungan

7.1 Density/specific gravity ASTM D 1298

141,5
o
API = – 131,5
SG 60/ 60
141,5
= – 131,5
0,8336
= 38,24

7.2 Viskositas Kinematik 40 ℃

V1 = C x t1
= 0,005309 x 648
= 3,440232 cSt

V2 = C x t2
= 0,005309 x 617
= 3,275653 cSt

V3 = C x t3
= 0,005309 x 620
= 3,29158 cSt

V 1+V 2+V 3
V=
3
3,440232+3,275653+ 3,29158
=
3
= 3,3358 cSt

Δ = V3-V1
V
= 3,29158 cSt-3,440232 cSt
= 0,148652 cSt

D = 0,0013 x V rata-rata
= 0,0013 x 3,3358 cSt
= 0,00433654 cSt
ΔV > D (teliti)

7.3 Distilasi ASTM D 86

Volum = 97 ml
e
Residu = 2 ml
Losses = Volume awal - (Volume recovery + residu) %
= 100 – (97 + 2) %
= 1%

Ⅷ. Analisis
8.1 Density/ Spesific Gravity ASTM D 1298

Pada praktikum kali ini yaitu Density/Spesific gravity, percobaan ini dilakukan
dengan memasukkan contoh uji ke dalam gelas silinder dan dimasukkan hydrometer
yang sesuai sampai hydrometer tersebut mengapung kemudian hasil yang terbaca
dicatat. Dan hasil yang kami dapat spec density pertadex 820-860 kg/m³ sedangkan
untuk sg 60/60 pada standar 0,8336 gr/mL pada suhu awal 83 °F dan suhu akhir 83 °F
dan °APInya 38,24 karena sesuai spesifikasi dirjen migas maka dapat dikatakan hasil
praktikum kami On spec karena kami telah melakukan prosedur dengan baik dan
sesuai
Pada pengujian density, setidaknya kami menggunakan alat ukur density dan
alat ukur suhu. Alat ukur density disebut hydrometer dan alat ukur suhu disebut
thermometer

8.2 Viskositas Kinematik 40 °C


Viskositas kinematika suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah suhu. Semakin tinggi suhu suatu zat, viskositasnya akan semakin
rendah dan kekentalannya juga semakin berkurang, sehingga zat tersebut lebih mudah
mengalir. Dan sebaliknya, Semakin rendah suhu suatu zat, viskositasnya akan semakin
tinggi dan kekentalannya juga semakin meningkat, sehingga zat tersebut lebih sulit
mengalir. Zat yang kekentalannya kecil dan mudah mengalir, jika melewati sebuah
kapiler tentu membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan zat yang
kekentalannya besar dan sulit mengalir.

Pada hasil praktikum yang kami dapat kami mendapat hasil pada percobaan
pertama yaitu 6483s dan percobaan kedua 6175s dan percobaan ketiga yaitu 620s dari
data viskositas kinematic pada sampel pertadex dilakukan perhitungan viskositas
indeks, viskositas indeks pertadex menunjukkan kualitas suatu pertadex saat
digunakan oleh mesin pada temperature yang berbeda. Nilai viskositas indeks yang
tinggi menunjukkan kualitas pertadex yang baik dan dapat digunakkan pada variasi
temperatur yang berbeda. Dengan hasil praktikum yang telah kami lakukan maka
dapat dikatakan On Spec karena telah sesuai spesifikasi dirjen migas, dan jika Off
Spec maka pertadex kurang baik untuk mesin karena fungsi pertadex berkurang
sehingga bisa mudah terbakar di ruang pembakaran Ketika terkena suhu pada mesin
tinggi. Dan beberapa faktor yang menyebabkan produk dalam keadaan Off Spec, yaitu
terkontaminasi sehingga warna kelihatan gelap sehingga produk pertadex tidak dapat
digunakan, tetapi hasil yang kami dapatkan On Spec karena kami telah sesuai metode
dan prosedur dengan baik.

8.3 Distilasi ASTM 86


Pengujian distilasi ASTM D 86 ini adalah pengujian yang sangat penting dari
suatu produk. Pada pengujian ini, kita bisa mengetahui sampel yang diuji telah
termasuk ke dalam spesifikasi produk yang telah ditentukan atau tidak. Pengujian
distilasi ini bisa menunjukkan fraksi yang terkandung di dalam produk yang diuji.
Pada percobaan kali ini praktikan menggunakan sampel pertadex.
Pemisahan ini bergantung pada perbedaan tekanan uap senyawa dalam
campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan molekul dalam
permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu dinaikkan, tekanan uap cairan
akan naik sampai tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer. Pada
keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada saat tekanan uap cairan sama dengan
tekanan uap atmosfer disebut titik didih. Cairan yang mempunyai tekanan uap yang
lebih tinggi pada suhu kamar akan mempunyai titik didih lebih rendah daripada cairan
yang tekanan uapnya rendah pada suhu kamar.
Pada saat pengujian initial boiling point (IBP) atau suhu dimana condensate
menetes pertama kalinya ialah pada temperatur 158 oC. Semakin kecil nilai initial
boiling point (IBP) maka menandakan bahwa suatu produk tergolong dalam fraksi
ringan sehingga membutuhkan suhu yang tidak terlalu tinggi untuk menguap karena
kandungan senyawa hidrokarbonnya tergolong pendek atau rendah. Pada saat uji
distilasi sampel pertadex wadah yang digunakan untuk menampung kondensat diberi
air es agar menghindari losses yang tinggi karena pertalite merupakan fraksi ringan
yang mudah menguap.
Cepat lambatnya suatu kondensat dihasilkan dari proses distilasi dipengaruhi
oleh kandungan hidrokarbon yang menyusun suatu minyak bumi atau sampel. Fraksi
berat tersusun dari rantai hidrokarbon yang panjang. Oleh sebab itu, diperlukan suhu
tinggi untuk dilakukan evaporasi yang mana liquid menjadi gas dengan cara
dipanaskan yang kemudian dilakukan kondensasi agar dapat dihasilkan kondensat
yang nantinya dapat diketahui nilai initial boiling point (IBP) dengan ditandai adanya
tetesan kondensat pertama kali. Dengan demikian nilai initial boiling point (IBP)
fraksi berat tinggi. Sebaliknya, fraksi berat berat tersusun dari rantai hidrokarbon yang
pendek. Maka, suhu yang dibutuhkan untuk dilakukan evaporasi rendah kemudian
dilakukan kondensasi agar dapat dihasilkan kondensat.
Dari hasil praktikum dari hasil produk yang dilakukan distilasi IBP yang
didapat adalah 158 °C dan FBPnya adalah 370 °C, pada proses destilasi yang
dilakukan yang telah dipraktikan dihasilkan volume recovery 97 ml dari 100 ml
sampel dan residu 2 ml serta losses 1%

Pada saat percobaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, electrical
coil dihidupkan dengan voltase diatur sesuai dengan kebutuhan. Pengaturan volatase
pad electrical coil ini bisa mempengaruhi waktu dari cepat atau lambatnya penguapan
pada sampel uji. Semakin besar voltase akan menyebabkan cepatnya sampel
mengalalami penguapan sehingga tetesan condensate juga akan menetes dengan cepat
sehingga data yang diambil kurang teliti. Selain itu, labu distilasi dipasang dengan
termometer dan ditutup rapat. Tujuan labu distilasi ditutup rapat adalah agar sampel
yang menguap tidak menuju ke udara bebas sehingga akan masuk ke kondensor atau
pendingin.
Pada praktikum yang telah dilakukan kami mendapat hasil On Spec karena
telah melakukan sesuai metode baik dari aspek peralatan maupun prosedur kerja
dalam praktikum

8.4 Pour Point ASTM D-97


Pada praktikum pour point ASTM D-97 kami melakukan percobaan ini
dilakukan dengan menggunakan contoh uji pertadex, contoh uji didinginkan sehingga
mecapai titik dimana contoh uji tidak dapat mengalir yang kemudian disebut dengan
pour point. Setiap penurunan 3 °C dicek apakah contoh uji sudah mencapai titik tuang
atau belum. Pada suhu 0 °C. contoh uji mulai mengental dimana kami mendapat hasil
0 °C to be reported maka dinyatakan Off Spec dikarenakan sampel pertadex yang
terlalu kental sehingga sulit untuk menyesuaikan dengan suhu pada kulkas

Pour point adalah temperature terendah fluida masih dapat mengalir atau
pergerakan fluida tersebut teramati sesuai kondisi pengujian, hal ini sangat berguna
untuk diketahui agar mencegah pembekuan bahan bakar.

Apa yang dimaksud dengan ASTM D-97, ASTM D-97 merupakan metode
standard test untuk penguji pour point dan digunakkan untuk produk minyak bumi
(minyak jar, pelumas, minyak diesel, dan minyak bakar)

Faktor-Faktor yang mempengaruhi pour point yaitu kandungan hidrokarbon


dan faraksi -fraksi ringan ataupun berat dalam produk tersebut atau kandungan fraksi
berat pada minyak, semakin banyak fraksi berat semakin tinggi pour point dan
kandungan wax semakin tinggi pour point.

Pada praktikum kali ini produk yang kami uji dinyatakan nilai pour point tidak
memenuhi standar minimum (Off Spec) kenapa produk tersebut dinyatakan Off Spec
dan apa penyebabnya bila suatu produk dinyatakan Off Spec pada saat pengujian pour
point hal ini disebabkan produk tersebut telah terkontaminasi fraksi buat sehingga
pada saat pengujian telah membeku sebelum temperature spec yang telah ditentukan
ataupun kegagalan hasil proses pada unit MDU (Mek Dewaxing Unit) yang berfungsi
untuk mengurangi kandungan wax pada minyak pertadex dan hasil yang kami dapat
yaitu Off Spec

Nilai pour point yang tidak memenuhi spesifikasi akan menyebabkan mesin
pada kendaraan mati. Pour point dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti jenis produk
minyak bumi, jenis kandungan hidrokarbon, dan sifat viskositasnya. Jenis minyak
bumi yang memiliki pour point yang rendah adalah yang mengandung sedikit paraffin
dan mengandung banyak aromat. Makin rendah pour point berarti paraffinnya makin
rendah sedangkan untuk kadar aromatnya makin tinggi, penentuan suatu produk
minyak bumi pada pengujian ini sangat penting salah satu contohnya adalah pour
point dalam bahan bakar yang bertujuan untuk menghindari pembekuan bahan bakar
pada keadaan dingin.

8.5 Flash Point Pensky-Martens Closed Cup ASTM D-93

Berdasarkan hasil pengujian titik nyala pada pertadex, didapatkan nilai hasil
pengamatan sebesar 78 C. Hasil tersebut sudah sesuai dengan yang dikehendaki oleh
spesifikasi sampel, atau dalam hal ini adalah spesifikasi pertadex dari Dirjen Migas.
Dimana nilai titik nyala minyak solar yang dikehendaki oleh pemerintah minimal
adalah 52 C. Hasil 78C tentunya sudah lebih dari minimal, dan memenuhi syarat
titik nyala untuk minyak solar. Hal ini menunjukan bahwa serangkaian pengujian yang
dilakukan oleh praktikan sudah sesuai dengan metoda, baik dari aspek peralatan,
prosedur dan perlakuan praktikan terhadap sampel yang diujikan, seperti pencucian
cup, pemanasan sampel, waktu mulai melihat reaksi uap terhadap api, pengaturan
putaran, pengaturan besar nyala api dan pengaturan aliran gas. Adapun mengenai hasil
titik nyala yang sebesar 78 C dapat mengindikasikan adanya komponen yang sedikit
lebih berat dari minyak pertadex, dikarenakan nilai yang didapatkan jauh lebih tinggi
dari minimum. Namun untuk dapat menyimpulkan apakah sampel yang diuji sungguh
terindikasi terkontaminasi fraksi yang agak lebih berat harus dilakukan pengujian
massa jenis atau density. Titik nyala hanya memberikan gambaran terhadap
kemurnian, tanpa dapat menentukan kontaminasi secara kuantitatif. Namun terlepas
dari terkontaminasi atau tidaknya sampel tersebut, jika dilihat dari segi tujuan awal
pemeriksaan titik nyala pada suatu minyak, maka minyak pertadex yang dijadikan
sampel akan sangat aman jika disimpan pada suhu kamar. Karena nilai titik nyala
minyak pertadex tersebut jauh diatas suhu kamar yang hanya 30C, sehingga
kemungkinan membentuk uap yang mudah terbakar dalam jumlah banyak sangatlah
kecil. Atau bisa dikatakan jika hanya dilihat dari aspek titik nyala saja, maka bisa
disimpulkan bahwa minyak pertadex tersebut sangat baik.

Ⅸ. Penutup

9.1 Densitas

A. Kesimpulan
Pertadex yang diuji masih masuk dalam spesifikasi atau On Spec karena masih
masuk dalam range density bahan bakar minyak jenis pertadex yang ditentukan, yang
dikeluarkan oleh Dirjen Migas

B. Saran
 Ikuti semua aturan yang berlaku di laboratorium agar proses praktikum berjalan
dengan lancar.

 Menentukan skala pembacaan pada hydrometer maupun thermometer dengan tepat


dan teliti.

9.2 Viskositas Kinematik 40 °C

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, kami dapat menyimpulkan
bahwa sampel berupa pertadex yang tersedia di dalam Lab. Minyak Bumi PEM
Akamigas telah sesuai dengan spesifikasi standar mutu uji atau On Spec. Berdasarkan
uji coba yang telah dilakukan terhadap pertadex menggunakan viskometer dihasilkan
viskositas kinematiknya adalah 3,3358 cst

B. Saran
Adapun saran saat melakukan praktikum ini adalah sebaiknya sebelum
praktikum dimulai, praktikan telah membaca prodesur kerja. Selain itu, lakukan
praktikum dengan hati-hati dan teliti.
9.3 Distilasi

A. Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut :

 Initial Boiling point (IBP) pada minyak pertalite terjadi pada suhu 158 °C dan Final
Boiling Point (FBP) pada suhu 342 °C

 Volume recovery yang hasilkan pada proses distilasi minyak pertadex adalah 97 mL
danVolume Residu 2 mL serta losses 2 mL

B.Saran
Sebelum dilakukan pengujian sebaiknya bersihkan dulu kondensor agar
efisiensi kerja pengembunan berjalan baik sehingga proses distilasi tidak terganggu.
Hati-hati saat pengujian telah selesai dilakukan karena labu distilasi terkadang masih
panas.

9.4 Pour point

A.Kesimpulan
Kami mendapat hasil Off Spec dikarenakan produk Pertadex yang terlalu
kental dan alat yang digunakan yaitu alat freezer rumahanan

B. Saran

Ikuti semua aturan yang berlaku di laboratorium agar proses praktikum


berjalan dengan lancar. Dan membaca modul terlebih dahulu agar dapat
memahami Langkah kerja dengan baik.

9.5 Flash Point

A. Kesimpulan
Mahasiswa dapat memperkirakan suhu Flash point pada sampel minyak bumi yaitu
pertadex
B.Saran
Adapun saran saat melakukan praktikum ini adalah sebaiknya sebelum praktikum
dimulai, praktikan telah membaca prodesur kerja. Selain itu, lakukan praktikum dengan
hati-hati dan teliti.

Ⅹ. Daftar Pustaka
ASTM, 2004, D 3227-04a: Standard Test Method for (Thiol Mercaptan) Sulfur in
Gasoline, Kerosine, Aviation Turbine, and Distillate Fuels (Potentiometric Method), West
Conshohocken, USA, ASTM

ASTM, 2005, D 1298-99: Standard Test Method for Density, Relative Density (Specific
Gravity), or API Gravity of Crude Petroleum and Liquid Petroleum Products by Hydrometer
Method, West Conshohocken, USA, ASTM

ASTM, 2008, D 1319-08: Standard Test Method for Hydrocarbon Types in Liquid
Petroleum Products by Fluorescent Indicator Adsorption, West Conshohocken, USA, ASTM.

Ⅺ. Lampiran
11.1 Density
11.2 Viskositas Kinematik 40 °C

11.3 Distilasi

11.4 Pour Point


11.5 Flash Point

Anda mungkin juga menyukai