Raih Pendanaan Rp 900 Miliar, Jet Commerce Dorong Pertumbuhan Bisnis Regional
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terus menambah jajaran pembangkit energi terbarukan
dengan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Salah satu wujud
pengembangannya yakni PTBA bersama PT Jasa Marga (Persero) Tbk bekerja sama dalam
pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Jalan Tol Bali-Mandara yang
berkapasitas 400 Kilowatt-peak (kWp). Sebelumnya, PTBA juga telah membangun PLTS di
Bandara Soekarno Hatta bekerja sama dengan PT Angkasa Pura II (Persero). PLTS tersebut
terdiri dari 720 solar panel system dengan photovoltaics berkapasitas maksimal 241 kilowatt-
peak (kWp) dan terpasang di Gedung Airport Operation Control Center (AOCC). Selain itu,
PTBA juga berencana mengembangkan PLTS di area lahan pasca tambang, yaitu: PLTS di
Tanjung Enim dengan kapasitas sampai dengan 200 MW dan total area 224 Ha, PLTS di
Ombilin dengan kapasitas sampai dengan 200 MW dan total area 201 Ha, dan PLTS di Bantuas,
Kalimantan Timur, dengan kapasitas sampai dengan 200 MW.
Selain pengembangan PLTS, PTBA juga melaksanakan pengembangan hilirisasi batu
bara menjadi dimethyl ether (DME). Pihak PTBA saat ini tengah memantapkan eksistensi dan
bertransformasi menjadi perusahaan energi dengan menjalankan dua program pertambangan
utama yakni Eco Mechanized Mining dan E-Mining Reporting System. Pada program Eco
Mechanized Mining, perusahaan mengganti peralatan pertambangan yang menggunakan bahan
bakar berbasis fosil menjadi elektrik. Sementara pada program E-Mining Reporting System,
PTBA memanfaatkan platform pelaporan produksi secara real time dan online sehingga mampu
meminimalisasi monitoring konvensional dengan kendaraan dan mengurangi penggunaan bahan
bakar. Tidak hanya itu, Bukit Asam juga gencar menerapkan program manajemen karbon,
sebuah program integrasi untuk mengurangi emisi karbon dalam operasional pertambangan
perusahaan. Beberapa usaha manajemen karbon yang dilakukan yakni reklamasi, dekarbonisasi
operasional tambang, dan studi CCUS.
Umur Cadangan Energi Fosil Indonesia Semakin Pendek
Energi fosil saat ini sudah banyak memberikan permasalahan baik itu dari sisi
ketersediaan sumber daya alamnya hingga ke sisi ekonomi. Akhir-akhir ini minyak, gas, dan
batubara menyebabkan masalah ekonomi yang luar biasa. Misalnya saja kontroversi mengenai
bahan bakar minyak (BBM) terkait subsidi yang akan ditambah atau menaikan harga karena
memang sudah terbatas minyak kita. Jumlah proven reserve minyak di Indonesia tinggal 2,5
miliar barrel saja. Meskipun ada potensi minyak hingga 8 miliar barrel, tetapi untuk mencapai
2,5 miliar barrel ke 8 miliar barrel dibutuhkan eksplorasi yang tidak biasa dan biaya yang mahal
karena blok-blok minyak sudah tua. Dan jika tidak ditemukan cadangan minyak baru, umur
cadangan minyak di Indonesia tinggal 12 tahun saja. Saat ini lifting minyak terus turun dan
dipastikan target lifting minyak di APBN 2022 yang dipatok 703.000 barel perhari tidak akan
tercapai karena rata-rata produksi minyak tahun ini kurang lebih 620.000 barel per hari.
Sedangkan, konsumsi BBM sudah mencapai sekitar 1.340 barel per hari sehingga terjadi defisit
minyak 750.000 barel perhari yang dipenuhi dari impor berbentuk minyak mentah maupun
produk jadi.
Kemudian untuk energi fosil dari gas, cadangan gas bumi di Indonesia yang proven
berada di posisi 43,6 triliun cubic feet. Namun, beberapa waktu lalu ditemukan cadangan baru di
Andaman yang cukup besar dan memiliki potensi gas mencapai 100 triliun cubic feet sehingga
cukup hingga 25-35 tahun. Tetapi pemanfaatan gas sejauh ini belum maksimal lantaran
membutuhkan infrastruktur yang canggih dan masif. Contohnya adalah salah satu kebijakan
transmisi gas dari Sumatera yang akan dilarikan ke Jawa melalui pipa yakni proyek Gas Cirebon-
Semarang (CISEM). Proyek CISEM merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan bagian
dari rencana interkoneksi pipa transmisi antara jaringan pipa transmisi Sumatera, Jawa Bagian
Barat dengan jaringan pipa transmisi Jawa Bagian Timur.
Energi fosil lainnya ialah batubara, cadangan batubara Indonesia relatif besar kurang
lebih 39,6 miliar ton (3,7% dari total cadangan batubara dunia) dan produksi batubara di hari ini
rata-rata 1.600 juta metrik ton dalam satu tahun. Jadi cadangan batubara tersebut masih cukup
untuk 70 tahun. Namun, cadangan batubara di Tanah Air banyak yang berkalori rendah atau di
bawah 5.000 kalori per gram sehingga jika batubara tersebut dijadikan sumber energi primer,
akan menyumbang emisi yang sangat tinggi. Dari keadaan tersebut, pihak DPR sudah sepakat
untuk berbicara energi ke depan harus ada sejumlah aspek yang dicermati yakni Security
(ketersediaan) di mana sumber energi mudah dijangkau dan harganya juga terjangkau. Di sisi
lain, aspek energi bersih juga tentu diperhatikan. Saat ini dari 71 GW total listrik se-Indonesia
sebanyak 65% lebih dipasok dari PLTU. Dan di proyeksikan cadangan batubara yang dimiliki
Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik di tanah Air yang akan terus tumbuh melalui
kebijakan domestic market obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Konsumsi
batubara di tahun ini mencapai 138 juta MT yang dapat dipenuhi dari DMO.
Tercapainya ketahanan pangan tak lepas dari terwujudnya kedaulatan pangan, yaitu
pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Termasuk di dalamnya adalah ketersediaan daging
sapi bagi masyarakat yang bersumber dari produksi dalam negeri. Pemerintah memiliki target
untuk mencapai swasembada daging sapi pada 2026. Meski demikian, hingga tahun ini masih
terjadi defisit antara kebutuhan daging sapi dengan produksi daging sapi nasional. Berdasarkan
data Kementerian Pertanian, dengan proyeksi konsumsi daging sapi 2,57 kg per kapita,
kebutuhan daging sapi pada 2022 diperkirakan mencapai 706.388 ton. Sementara itu, produksi
daging sapi nasional 2022 ditaksir sebesar 436.704 ton. Sebenarnya pemerintah telah berupaya
menggenjot produksi daging dalam negeri. Antara lain melalui program Upaya Khusus Sapi
Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) dengan menggalakkan kegiatan inseminasi buatan
(IB) dan intensifikasi kawin alam (Inka). Pada tahun 2020, program UPSUS SIWAB kemudian
disempurnakan menjadi program Peningkatan Produksi Sapi dan Kerbau Komoditas Andalan
Negeri (SIKOMANDAN). Akan tetapi, pemerintah tidak mungkin bekerja sendiri. Dibutuhkan
upaya yang lebih luas dari para pelaku industri peternakan agar Indonesia dapat terlepas dari
ketergantungan impor dan mencapai kedaulatan pangan.
PT Widodo Makmur Perkasa, Tbk menyadari hal tersebut dan melakukan berbagai
inovasi untuk meningkatkan produksi sapi nasional dan menghasilkan daging sapi
berkualitas bagi para konsumen di tanah air, di antaranya dengan memaksimalkan peran riset
ilmiah. Melalui anak usahanya yaitu PT Pasir Tengah, WMPP tengah menjalin kerja sama
dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menginisiasi pengembangan varian ‘Sapi
Gama’. Varian ini nantinya akan menjadi jenis sapi baru yang dihasilkan dari persilangan sapi-
sapi terbaik di dunia, yaitu dari varian Brahman, Wagyu, dan Belgian Blue.
Selain itu, Perusahaan turut mendukung pemberdayaan mitra petani-peternak sebagai
bagian dari upaya mencapai kedaulatan pangan dengan melaksanakan program Desa Mandiri
Sapi (DMS). Perusahaan bekerja sama dengan petani-peternak, khususnya di area Jawa Barat,
Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Program DMS dilaksanakan
dengan memberikan pendampingan mulai dari proses pendanaan dengan pihak
bank, breeding (indukan), pembesaran, penggemukan, pengelolaan pakan, hingga penjualan sapi
ke pasaran, di mana Perusahaan akan menjadi off-taker.
Pelaku Usaha Konstruksi Bersiaga Hadapi Rencana Kenaikan Harga BBM Subsidi
Sejumlah perusahaan di sektor konstruksi menilai rencana kenaikan harga BBM subsidi
bisa memberi pengaruh terhadap kelangsungan bisnisnya. Contohnya PT Total Bangun Persada
Tbk (TOTL) yang menyebut bahwa apabila kenaikan harga BBM subsidi terwujud, maka akan
berdampak secara tidak langsung terhadap kegiatan usahanya. Hanya saja, pihak TOTL belum
bisa memperkirakan besaran dampak finansial yang dihasilkan oleh kebijakan harga energi
tersebut. Manajemen TOTL pun tetap mengimplementasikan upaya-upaya strategis agar kegiatan
operasionalnya tidak terganggu oleh kenaikan harga BBM subsidi. Beberapa di antaranya adalah
melalui efisiensi pada kinerja dan biaya operasional perusahaan.
Sementara itu, menurut PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) kenaikan harga BBM
akan lebih memberi dampak pada biaya-biaya logistik yang mana sebagian besar biaya tersebut
ditanggung oleh sub kontraktor. Salah satu upaya PT Adhi Karya dalam mengatasi dampak
kenaikan harga bahan bakar tersebut dengan mengusulkan peninjauan harga dasar melalui
asosiasi kontraktor.
Sebelumnya, PT Hutama Karya (Persero) menyampaikan apabila kenaikan harga BBM
subsidi benar-benar terjadi, maka hal ini bisa memberi dampak yang signifikan terhadap
kemajuan proyek-proyek yang dikerjakan Hutama Karya. Meski demikian, PT Hutama Karya
(Persero) tetap berusaha menjaga proses pengerjaan proyek yang digarap agar tidak terjadi time
overrun dan cost overrun. Ke depannya, Pihak Hutama Karya akan menyesuaikan strateginya
dengan kebijakan harga BBM subsidi terbaru demi memastikan seluruh pelaksanaan proyek
perusahaan dapat terus berjalan.