Anda di halaman 1dari 11

Nama :Mhd.

qur’anil hasan

Nim :2101113694

SDG’S Point 13 (climate change)

Perubahan Iklim

Perubahan iklim mengacu pada perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang.
Pergeseran ini mungkin bersifat alami, tetapi sejak periode 1800-an, aktivitas manusia
telah menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama dengan pembakaran bahan
bakar fosil (seperti batu bara, minyak, dan gas) yang menghasilkan gas yang
memerangkap panas.

Periode pemanasan saat ini terjadi lebih cepat daripada peristiwa masa lalu. Menjadi jelas
bahwa umat manusia telah menyebabkan sebagian besar pemanasan abad terakhir dengan
melepaskan gas-gas yang memerangkap panas biasanya disebut sebagai gas rumah kaca
untuk menggerakkan kehidupan modern kita. Dengan adanya pembakaran bahan bakar
fosil, pertanian dan penggunaan lahan dan kegiatan lain yang mendorong perubahan iklim.
Gas rumah kaca berada pada tingkat tertinggi yang pernah mereka alami selama 800.000
tahun terakhir. Kenaikan pesat ini menjadi masalah karena mengubah iklim kita pada
tingkat yang terlalu cepat bagi makhluk hidup untuk beradaptasi.

Perubahan iklim tidak hanya melibatkan kenaikan suhu, tetapi juga peristiwa cuaca
ekstrem, naiknya permukaan laut, pergeseran populasi dan habitat satwa liar, dan berbagai
dampak lainnya.

Penyebab Terjadinya Perubahan Iklim

Terdapat konsensus ilmiah yang mengatakan bahwa pemanasan global sebagian besar
buatan manusia: para ilmuwan iklim telah sampai pada kesimpulan ini hampir dengan
suara bulat.

Salah satu pendorong terbesar sejauh ini adalah pembakaran bahan bakar fosil batu bara,
gas, dan minyak yang telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca seperti karbon
dioksida di atmosfer kita. Ini, ditambah dengan aktivitas lain seperti membuka lahan untuk
pertanian, menyebabkan suhu rata-rata planet kita meningkat. Faktanya, para ilmuwan
yakin akan hubungan antara gas rumah kaca dan pemanasan global seperti halnya
hubungan antara merokok dan kanker paru-paru.

Ini bukan kesimpulan baru-baru ini. Komunitas ilmiah telah mengumpulkan dan
mempelajari data ini selama beberapa dekade. Peringatan tentang pemanasan global mulai
menjadi berita utama pada akhir 1980-an.

Pada tahun 1992, 165 negara menandatangani perjanjian internasional, Konvensi


Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Mereka telah mengadakan
pertemuan setiap tahun sejak itu (disebut “Konferensi Para Pihak” atau COP), dengan
tujuan mengembangkan tujuan dan metode untuk mengurangi perubahan iklim serta
beradaptasi dengan efek yang sudah terlihat. Saat ini, 197 negara terikat oleh UNFCCC.

Komitmen ASEAN terhadap Perubahan Iklim

Asia Tenggara sadar betul tingkat risiko yang dihadapi, sebagai salah satu kawasan yang
paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Tapi apakah tindakan yang diambil
mencukupi untuk mengatasi masalah ini?

Bicara pemanasan global, Asia Tenggara adalah salah satu kawasan di dunia yang paling
rentan terkena dampaknya. Seperti diperingatkan dalam laporan terbaru Panel
Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), kawasan ini sedang menghadapi
kenaikan permukaan laut, gelombang panas, kekeringan, dan badai hujan yang semakin
intens.

"Studi terbaru memperkirakan, hingga 96% kawasan ASEAN kemungkinan akan terkena
dampak kekeringan dan hingga 64% terkena dampak kekeringan ekstrem,” kata Benjamin
P. Horton, direktur Earth Observatory of Singapore di Nanyang Technological University.

"Kenaikan permukaan laut di masa depan akan memengaruhi populasi, ekonomi, dan
infrastruktur setiap negara pesisir,” tambahnya.

Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) dan
pusat iklimnya pada September melaporkan, hampir 5 juta orang terkena dampak Topan
Vamco yang melanda Filipina dan Vietnam pada November 2020. Sementara, 289 orang
tewas dalam banjir yang disebabkan oleh badai tropis Linfa di Kamboja, Laos, Thailand,
dan Vietnam sebulan sebelumnya.

Sebuah survei iklim yang dilakukan oleh ISEAS-Yusof Ishak Institute juga mengungkap,
orang Asia Tenggara memandang hujan lebat dan banjir yang semakin intens sebagai
dampak paling serius dari pemanasan global.

Kurangnya aksi konkret

Sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara telah berjanji mempercepat


pengurangan emisi gas rumah kaca sebagai bagian dari kesepakatan iklim Paris
tahun 2015, yang tujuan utamanya adalah membatasi pemanasan hingga di bawah 2
derajat Celcius dibandingkan tingkat pra-industri.

Mereka juga telah mengesahkan undang-undang dan mengimplementasikan


kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim. "Tapi masih banyak yang bisa
dilakukan", kata Melinda Martinus, peneliti utama di ISEAS-Yusof Ishak Institute.

"Saya percaya akan ada lebih banyak perkembangan yang muncul dari kawasan ini
karena bisnis dan pemerintah menghadapi tekanan untuk mengambil lebih banyak
tindakan guna mengatasi perubahan iklim. Mudah-mudahan, [tindakan] itu akan
jauh lebih ambisius,” kata Martinus kepada DW.

Menurut Martinus, perubahan iklim telah berulang kali diidentifikasi di pertemuan-


pertemuan ASEAN sebagai salah satu tantangan paling krusial di kawasan, tapi aksi
nyata yang diambil untuk mengatasinya masih kurang.

"Visi-visi ini perlu diartikulasikan ke dalam program dan strategi yang lebih jelas
dalam waktu dekat,” ujar Martinus.

Target nol-bersih Asia Tenggara

Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan penghasil emisi
gas rumah kaca terbesar kedelapan di dunia, Indonesia menargetkan emisi nol-bersih
pada tahun 2060.

Indonesia memang memiliki rencana untuk menghentikan penggunaan bahan bakar


fosil untuk pembangkit listrik pada tahun 2056 dan berjanji untuk tidak
mengoperasikan pembangkit listrik batu bara tambahan. Tapi realitanya, 60%
kebutuhan tenaga listrik di Indonesia masih bersumber dari batu bara.

Sementara itu, Thailand dalam proposal barunya mengumumkan target netral karbon
pada tahun 2065-2070. Negara gajah putih itu pada tahun 2015 juga telah berjanji
mengurangi emisinya sebesar 20% pada tahun 2030.

Jika semua target itu tercapai, Thailand masih tertinggal 15-20 tahun di belakang
timeline yang telah ditetapkan oleh PBB, termasuk mewujudkan nol emisi gas
rumah kaca pada tahun 2050.

Vietnam di sisi lain masih belum menetapkan target nol-bersih. Meski begitu, negara
tersebut sedang berupaya meningkatkan sumber energi terbarukan, serta
meningkatkan undang-undang untuk membatasi penggunaan batu bara guna
mengurangi emisi.

Singapura juga belum menetapkan target untuk mencapai emisi nol-bersih.

"Singapura menargetkan pengurangan emisi hingga 50% dari puncaknya pada tahun
2050, tapi tidak ada batas waktu pasti terkait target emisi nol-bersih,” kata Horton
dari NTU.

Kebijakan Negara-Negara ASEAN

Brunei Darussalam

Janji Adaptasi Terperinci

• Mempromosikan pengembangan industri bioteknologi lokal berdasarkan


sumber daya keanekaragaman hayati hutan negara
• Perundang-undangan dan peraturan (UU Kehutanan (Bab 46) Aturan
Hutan, Kebijakan Kehutanan Nasional Brunei Darussalam Ini tidak
disebutkan dalam NDC) di sektor penggunaan lahan, seperti pembatasan
dan pengurangan skala kegiatan penebangan
• Pendekatan terpadu yang menggabungkan perlindungan banjir, peningkatan
kualitas sungai dan perlindungan pantai

Kebijakan Utama
1) Kebijakan Perubahan Iklim Nasional Brunei Darussalam (BNCCP)
2) Kebijakan Kehutanan Nasional Brunei Darussalam
3) Undang-Undang Kehutanan (Bab 46) Aturan Hutan

Kamboja

Janji Adaptasi Terperinci

• Mempromosikan dan meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat,


terutama melalui aksi adaptasi berbasis masyarakat, dan memulihkan sistem
ekologi alam untuk merespon perubahan iklim
• Memperkuat sistem peringatan dini dan penyebaran informasi iklim
• Membangun dan merehabilitasi tanggul penahan banjir untuk pembangunan
pertanian dan perkotaan
• Meningkatkan penggunaan stasiun pompa bergerak dan stasiun permanen
dalam menanggapi kekeringan mini, dan mempromosikan penelitian air
tanah dalam menanggapi kekeringan dan risiko iklim
• Mengembangkan sistem pertanian tahan iklim untuk beradaptasi dengan
perubahan variabilitas air

Kebijakan Utama

1) Rencana Strategis Perubahan Iklim Kamboja 2014-2023


2) Rencana Aksi Prioritas Perubahan Iklim Sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan 2016-2020
3) Rencana Aksi Nasional Strategis Pengurangan Risiko Bencana di Kamboja
2008-2013
4) Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2019-2023
5) UU Penanggulangan Bencana Tahun 2015
6) Rencana Adaptasi Nasional 2017

Indonesia

Janji Adaptasi Terperinci


• Mempelajari dan memetakan kerentanan wilayah sebagai basis sistem
informasi adaptasi
• Memperkuat kapasitas kelembagaan dan penyebaran kebijakan dan
peraturan yang sensitif terhadap perubahan iklim pada tahun 2020
• Mengurangi risiko di semua sektor pembangunan (pertanian, air, ketahanan
energi, kehutanan, kelautan dan perikanan, kesehatan, layanan publik,
infrastruktur, dan sistem perkotaan) pada tahun 2030 melalui penguatan
kapasitas lokal, peningkatan manajemen pengetahuan, kebijakan konvergen
pada adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana, dan
penerapan teknologi adaptif
• Memberikan penghargaan dan mendorong aksi adaptasi dan mitigasi di
tingkat tapak (Program Desa Iklim), dengan target 20.000 lokasi pada tahun
2024

Kebijakan Utama

1) Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-AIP)


2) Program Adaptasi Perubahan Iklim (ICCAP)
3) Proklim (Program Desa Iklim)

Republik Demokratik Rakyat Laos

Janji Adaptasi Terperinci

• Ketahanan Iklim dalam Sistem Pertanian dan Infrastruktur Pertanian;


• Ketahanan Iklim dalam Produksi Kehutanan dan Ekosistem Hutan;
• Sistem Informasi Sumber Daya Air; Mengelola Daerah Aliran Sungai dan
Lahan Basah; Meningkatkan Ketahanan Infrastruktur Sumber Daya Air;
• Meningkatkan Ketahanan Pembangunan Perkotaan dan Infrastruktur
terhadap Perubahan Iklim;
• Meningkatkan Ketahanan Infrastruktur Kesehatan Masyarakat dan Sistem
Penyediaan Air Minum

Kebijakan Utama
1) Strategi Nasional Perubahan Iklim (NSCC) (2010)
2) Strategi Kehutanan Menuju Tahun 2020 Laos (2005)
3) Rencana Aksi Perubahan Iklim Laos untuk Tahun 2013-2020 (2013)
4) Rencana Aksi Adaptasi Nasional (NAPA)
5) Rencana Strategis Penanggulangan Risiko Bencana (2020)

Malaysia

Janji Adaptasi Terperinci

• Program mitigasi banjir dan penguatan manajemen risiko bencana dan


ketahanan infrastruktur akan lebih ditingkatkan dalam Rencana Malaysia
Kesebelas (rencana pembangunan lima tahun Malaysia menuju 2020) dan
seterusnya.
• Memperkuat kerangka peraturan (Undang-undang Kualitas Lingkungan
1974 yang memiliki 38 peraturan lingkungan tambahan dan menyediakan
kerangka kerja legislatif untuk mengendalikan pencemaran air) dari industri
jasa air, memperluas jaringan pasokan air dan infrastruktur kapasitas
pengolahan dan meningkatkan efisiensi layanan pasokan air.
• Memperluas penerapan praktik pertanian yang baik dan mengintensifkan
penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produksi pertanian.
Daerah lumbung baru dan infrastruktur irigasi dan drainase yang memadai
dan efisien akan dikembangkan untuk meningkatkan produksi padi.
• Indeks Kerentanan Pesisir Nasional terhadap kenaikan permukaan laut
sedang dikembangkan.

Kebijakan Utama

1) Rencana Malaysia Kesebelas


2) Kebijakan Sumber Daya Air Nasional (2012)
3) Undang-Undang Industri Jasa Air 2006 (Undang-Undang WSIA 655) dan
Undang-Undang Komisi Layanan Air Nasional (Undang-Undang SPAN
654)
4) Undang-Undang Kualitas Lingkungan 1974
5) Kebijakan Agro-pangan Nasional (2011-2020)

Myanmar

Janji Adaptasi Terperinci

• Ketahanan di sektor pertanian, pengembangan sistem peringatan dini dan


tindakan pelestarian hutan
• Perlindungan kesehatan masyarakat dan pengelolaan sumber daya air
• Perlindungan zona pesisir
• Sektor energi dan industri, dan pelestarian keanekaragaman hayati

Kebijakan Utama

1) Kebijakan Lingkungan Nasional (2019),


2) Kebijakan Perubahan Iklim Myanmar (2019),
3) Strategi Perubahan Iklim Myanmar (2018-2030)
4) Rencana Induk Perubahan Iklim Myanmar (2018-2030),
5) Strategi Nasional Pengelolaan Sampah dan Rencana Aksi Induk (2020),
6) Pedoman Emisi Kualitas Lingkungan Nasional (2015),
7) Kebijakan Air Nasional Myanmar (2014)
8) Rencana Aksi Myanmar untuk Pengurangan Risiko Bencana (2017)
9) Rencana Induk Kehutanan Nasional (2001-31)
10) Instruksi Kehutanan Masyarakat (2019)
11) Program Aksi Adaptasi Nasional
12) Strategi Pertanian Cerdas Iklim (2015)

Filipina

Janji Adaptasi Terperinci

• Penguatan sistem untuk downscaling model perubahan iklim, pembangunan


skenario iklim, pemantauan dan observasi iklim;
• Proses penilaian risiko dan kerentanan iklim/bencana berbasis sains
• Peningkatan ketahanan iklim dan bencana di sektor-sektor utama –
pertanian, air dan kesehatan;
• Transisi sistematis menuju pertumbuhan sosial dan ekonomi yang tahan
terhadap iklim dan bencana

Kebijakan Utama

1) UU Nasional Penanggulangan dan Pengurangan Risiko Bencana Tahun


2010
2) Rencana Aksi Perubahan Iklim Nasional (NCCAP) tahun 2011

Singapura

Janji Adaptasi Terperinci

• Berinvestasi dalam Penelitian


• Lindungi dari Kenaikan Permukaan Laut
• Mengelola air, meminimalkan banjir
• Jaga agar layanan penting tetap berjalan dengan baik
• Menjaga gedung dan infrastruktur tetap aman
• Memperkuat ketahanan dalam kesehatan masyarakat dan meningkatkan
penghijauan dan keanekaragaman hayati
• Pastikan pasokan makanan yang tangguh

Kebijakan Utama

1) Strategi Perubahan Iklim Nasional (2012)


2) Rencana Aksi Iklim Singapura: Singapura yang Tahan Iklim, Untuk Masa
Depan yang Berkelanjutan (2016)
3) Strategi Pembangunan Rendah Emisi Jangka Panjang Singapura (2020)
4) Rencana Hijau Singapura 2030 (2021)

Thailand
Janji Adaptasi Terperinci

• Mempromosikan dan memperkuat praktik Pengelolaan Sumber Daya Air


Terpadu (IWRM)
• Menjaga ketahanan pangan melalui pedoman Filosofi Ekonomi Kecukupan;
• Mempromosikan pertanian berkelanjutan dan Good Agricultural Practice
(GAP);
• Meningkatkan kapasitas untuk mengelola dampak kesehatan terkait iklim
• Meningkatkan tutupan hutan nasional hingga 40% melalui partisipasi
masyarakat lokal
• Menjaga keanekaragaman hayati dan memulihkan integritas ekologi di
kawasan lindung dan lanskap penting dari dampak buruk perubahan iklim.

Kebijakan Utama

1) Rencana Adaptasi Nasional (RAN)


2) Undang-Undang Kehutanan Masyarakat 2019
3) Rencana Induk Perubahan Iklim 2015-2050

Vietnam

Janji Adaptasi Terperinci

• Menanggapi bencana secara proaktif dan meningkatkan pemantauan iklim:


Memodernisasi sistem observatorium dan prakiraan hidrometeorologi;
Menghasilkan Rencana Pembangunan Sosial-Ekonomi;'Menerapkan
rencana dan tindakan pencegahan bencana...
• Memastikan jaminan sosial: Meninjau, menyesuaikan, dan
mengembangkan mata pencaharian dan proses produksi; Mengembangkan
mekanisme, kebijakan, dan memperkuat sistem asuransi; Meningkatkan
regulasi dan standar teknis untuk infrastruktur; Menerapkan adaptasi
berbasis masyarakat...
• Menanggapi kenaikan muka air laut dan genangan perkotaan: Menerapkan
pengelolaan kawasan pesisir terpadu; Gunakan skenario kenaikan
permukaan laut dalam perencanaan tata guna lahan dan perkotaan untuk
infrastruktur, kawasan industri, kawasan pemukiman kembali pesisir dan
pulau; Terapkan langkah-langkah anti-genangan untuk kota-kota pesisir
besar...

Kebijakan Utama

1) UU Pencegahan dan Pengendalian Bencana Alam (2013)


2) Strategi Perubahan Iklim Nasional (2011)
3) Program Sasaran Nasional Respons Perubahan Iklim (2008, 2012)

Kesimpulan

Berdasarkan dari pemaparan tadi dapat kita simpulkan bahwa Negara di ASEAN masih jauh
dalam memenuhi komitmen seperti NZE. seperti halnya di Indonesia memiliki rencana untuk
menghentikan penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik pada tahun 2056 dan
berjanji untuk tidak mengoperasikan pembangkit listrik batu bara tambahan. Tapi realitanya,
60% kebutuhan tenaga listrik di Indonesia masih bersumber dari batu bara.

Mungkin langkah pertama dalam mengatasi perubahan iklim adalah perlunya perubahan
mendasar menuju ekonomi rendah karbon di seluruh Asia. Sementara komposisi masing-
masing ekonomi akan sangat menentukan di mana pengurangan terbesar dapat dilakukan, dua
peluang terbesar adalah mengurangi deforestasi dan meningkatkan penggunaan teknologi
yang lebih baik, terutama penangkapan karbon. Dalam konteks tantangan besar yang
dihadapi negara-negara dari perubahan iklim dan komitmen universal untuk mengatasinya,
kerja sama regional tidak pernah lebih penting. Biaya ekonominya terlalu besar, dan
eksternalitas emisi karbon terlalu luas bagi negara-negara untuk tidak berkolaborasi melawan
tantangan global ini. Negara-negara di Asia Timur dan Tenggara memberikan pengingat
penting mengapa kolaborasi ini begitu penting.

Tambahan:

buat prolognya membahas semua negara, tapi inti dari pembahasannya ke Indonesia.

apa implementasi dari kebijakan di Indonesia, kendala dari kebijakan tersebut, dan upaya
pemerintah dalam mengatasi kendala tersebut.

Anda mungkin juga menyukai