Anda di halaman 1dari 20

GEOPOLITIK,

BENCANA, DAN
PERUBAHAN IKLIM

Prof. Syamsul Maarif


3 November 2023
TIPPING
POINT

Prof. Syamsul Maarif 2


RENCANA INDUK
PENANGGULANGAN
BENCANA
Merupakan pedoman nasional
untuk penyelenggaraan PB yang
berlaku selama 25 tahun dan
menjadi acuan bagi
kementerian/lembaga. Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan
Pemerintah Daerah dalam
perencanaan dan pelaksanaan
penyelenggaraan penanggulangan
bencana
Prof. Syamsul Maarif 3
RENCANA INDUK
PENANGGULANGAN BENCANA
(2020 – 2024)

Disahkan melalui :
1. Perpres No. 87 Tahun 2020
2. Mengacu pada :
 Paris agreement atas
Konvensi Kerangka PBB
untuk perubahan iklim;
 Tujuan - tujuan SDG’s 2015
– 2030;
 SFDRR, 2015 - 2030

Prof. Syamsul Maarif 4


STUDI KASUS
BENCANA TSUNAMI FUKUSHIMA 2011

Pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima


runtuh :
 Bahaya alam ditingkatkan oleh inovasi teknologi
berupa kontaminasi radioaktif yang bocor
 Respon terhadap kegagalan pembangkit listrik
tenaga nuklir tersebut adalah penggunaan bahan
bakar fossil
 Dari perspektif perubahan iklim, hal tersebut
berkontribusi terhadap potensi “bencana global”
 Kegalalan kebijakan dalam merespon perubahan
iklim secara tepat
Prof. Syamsul Maarif 5
ANTROPOSENTRISME VS
EKOSENTRISME
KAMPANYE : Ekosentrisme yang memusatkan pada seluruh
komunitas ekologis (manusia dan alam)
PRAKTEK : Antroposentrisme (manusia sebagai pusat dari
alam semesta)
 Isu – isu perubahan iklim;
 Pembabatan hutan dalam skala besar;
 Pemusnahan banyak spesies dalam konversi ekologis;
 Kebijakan yang justru memfasilitasi transisi ke kondisi yang
lebih buruk yang dapat membuat bencana iklim
Prof. Syamsul Maarif 6
PENINGKATAN KARBONDIOKSIDA
SEBAGAI FENOMENA GLOBAL
 Penyebaran mobil pada PD II yang
menggunakan minyak bumi dan gaya
hidup konsumtif menggunakan batubara
untuk listrik;
 Peningkatan populasi manusia, ± 7
Miliar;
 Urbanisasi dan pembangunan kota –
kota besar;
 Perubahan dramatis pada sistem
ekologi, berupa penggunaan lahan,
penggundulan hutan, perburuan dan
pembangunan infrastruktur
Prof. Syamsul Maarif 7
ATLAS RISIKO IKLIM G20
(INDONESIA)
Dalam Atlas Risiko Iklim Indonesia yang diterbitkan oleh
World Bank Official Boundaries
(https://www.g20climaterisks.org/id/indonesia/)

“Sains menunjukkan bahwa dampak iklim bagi Indonesia


akan meningkat jika Indonesia menggunakan gaya hidup
emisi tinggi. Tanpa tindakan yang segera dilakukan untuk
mengurangi emisi, gelombang panas di Indonesia akan
berlangsung hampir 8.000% lebih lama pada tahun
2050 dan menyebabkan gangguan bagi tenaga kerja
Indonesia serta menghancurkan sektor pertanian.
Kenaikan suhu laut berarti menyusutnya cadangan
ikan yang dapat menyebabkan kerugian hingga Rp66
triliun. Adapun banjir di kawasan pesisir sebagai akibat
kenaikan permukaan laut akan menghancurkan
infrastruktur hingga senilai Rp632 triliun.

Prof. Syamsul Maarif 8


PESISIR LAUT INDONESIA
 Indonesia adalah negara kepulauan padat penduduk yang
memiliki lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai
sepanjang 95.000 kilometer.

 Pulau Jawa dan Sumatera adalah rumah bagi sebagian


besar penduduk Indonesia, termasuk di kota-kota pesisir
seperti Jakarta, Surabaya, Semarang dan Palembang.

 Kenaikan permukaan air laut relatif telah diamati dalam satu


abad terakhir dengan peningkatan rata-rata tahunan mencapai
sekitar 4,97 mm per tahun sejak tahun 1990-an. Tingginya
angka ini mencerminkan terjadinya penurunan tanah di
beberapa daerah di Indonesia.

 Proyeksi IPCC terbaru mengindikasikan bahwa permukaan air


laut global dapat naik antara 0,18 meter, berdasarkan skenario
emisi konsentrasi rendah
Prof. Syamsul Maarif 9
AIR

 Perubahan iklim dapat memengaruhi sumber


daya air dengan adanya peningkatan suhu,
tingkat evapotranspirasi yang lebih tinggi
serta pola curah hujan yang berubah. Hal ini
menyebabkan perubahan siklus air, termasuk
penurunan tutupan salju dan es, perubahan
limpasan permukaan dan penyimpanan air
tanah, serta terjadinya bencana kekeringan
dan banjir.

Prof. Syamsul Maarif 10


AIR
(lanjutan)

 Sebagian besar kekeringan yang tercatat dapat


dikaitkan dengan peristiwa EL Nino hangat: dalam
kasus-kasus ini, pola normal presipitasi tropis dan
sirkulasi atmosfer menjadi terganggu dan curah hujan
berkurang di Indonesia, Malaysia, dan Australia bagian
utara. Korelasi yang sama juga ditemukan ketika angin
muson India yang kuat menghasilkan angin timur
yang pada akhirnya menyebabkan kekeringan di
Jawa dan Sumatra.

 Curah hujan tahunan rata-rata di Indonesia adalah


2.700 mm. Dari angka ini, hanya rata-rata 278 mm
(10%) yang meresap ke dalam air tanah. Dalam
kurun waktu 1970-2011, sebanyak 3.980 peristiwa
banjir melanda Indonesia dan merusak sekitar 1,1 juta
hektar lahan pertanian dan jalan sepanjang 65.000
Prof. Syamsul Maarif kilometer. 11
PERTANIAN
 Produksi tebu teramat rentan terhadap perubahan
iklim dan kejadian iklim yang ekstrem seperti
kekeringan, gelombang panas, dan banjir.
 Produksi jagung juga dapat terdampak oleh
peningkatan suhu, dan khususnya ketika
ketersediaan air menipis selama terjadinya El Nino.
 Lebih dari separuh spesies tanaman obat dapat
kehilangan hingga 80% area tempat mereka dapat
tumbuh karena perubahan iklim ini.
 Dalam mengatasi risiko iklim, diperlukan perbaikan
yang cukup signifikan pada infrastruktur air dan
praktik adaptasi, seperti penggunaan varietas
tanaman yang dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan air untuk membatasi tekanan pada
sumber daya air bersih.
Prof. Syamsul Maarif 12
HUTAN
 Tingkat penyusutan hutan primer akibat
deforestasi di Indonesia merupakan salah
satu yang tertinggi di kawasan tropis.
 Kebakaran lahan gambut yang paling
sering terjadi di Pulau Sumatra adalah
penyebab kekhawatiran utama akibat
tingginya emisi yang dilepaskan dari
kebakaran tersebut.
 Daerah yang paling terdampak adalah
provinsi Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Barat, Sumatra Selatan,
Riau, dan Jambi. 13
Prof. Syamsul Maarif
PERKOTAAN DAN KESEHATAN
 Urbanisasi di Indonesia utamanya menyasar ke
pulau Jawa, dan beberapa daerah perkotaan
pesisir lainnya. Kurang dari 20% penduduk
perkotaan tinggal di ibu kota Jakarta, dan 20%
lainnya tinggal di 20 kota besar dengan 1 hingga
5 juta penduduk. Oleh karena itu, mayoritas
penduduk Indonesia tinggal di pusat kota kecil
dengan penduduk kurang dari 300.000 jiwa.
 Pengamatan selama periode 1960 hingga 2003
menunjukkan peningkatan jumlah siang hari yang
panas dan malam hari yang hangat. Di kota
Bandung, hampir 50% responden survei
menyatakan pernah mengalami kesulitan saat
bepergian atau bekerja karena cuaca panas. 14
Prof. Syamsul Maarif
PERKOTAAN DAN KESEHATAN
(lanjutan)
 BMKG merilis daftar kota dan kabupaten di Indonesia
dengan suhu terpanas di awal Oktober 2023. Semarang,
Palembang, Majalengka, Belitung, Banjarmasin, Sumbawa,
Banjarbaru Palu, Surabaya, Tangerang Selatan. https
://jateng.tribunnews.com/2023/10/04/10-kota-terpanas-di-in
donesia-awal-oktober-menurut-bmkg-kota-semarang-no-1-d
isusul-
palembang
 Saat suhu naik dan air semakin terkontaminasi, malaria,
demam berdarah, dan kolera diperkirakan akan meningkat.
 Polusi udara kemungkinan akan meningkatkan kejadian
penyakit pernapasan dan infeksi, serta iritasi kulit dan mata.
29% kematian akibat penyakit jantung iskemik, stroke,
kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik, dan
infeksi saluran pernapasan bawah akut di Indonesia dapat
dikaitkan dengan polusi udara rumah tangga.
Prof. Syamsul Maarif 15
KEBIJAKAN IKLIM DI
INDONESIA
“Ketahanan iklim adalah tindakan
antisipasi yang terencana maupun
spontan untuk mengurangi nilai
potensi kerugian akibat ancaman
bahaya, kerentanan, dampak, dan
risiko perubahan iklim terhadap
kehidupan masyarakat di wilayah
terdampak perubahan iklim”
(Dokumen Kebijakan
Pembangunan Berketahanan Iklim
2020-2045).
Prof. Syamsul Maarif 16
KEBIJAKAN IKLIM DI
INDONESIA

Prof. Syamsul Maarif 17


MENGAPA KEBIJAKAN IKLIM
BELUM MEMADAI?
 Anthony Giddens (2009) dalam buku The Politics of Climate Change menyebutkan begitu banyak
laporan dan tulisan ilmiah telah dihasilkan untuk menjelaskan fenomena perubahan iklim dan
konsekuensi yang akan dihadapi. Namun hal ini berbanding terbalik dengan keseharian masyarakat
yang tampaknya tidak melihat fenomena perubahan iklim ini sebagai fenomena yang nyata.
 Giddens’ paradox adalah seberapa banyak kita menjelaskan bahaya perubahan iklim tetap sulit
menunjukkan bukti langsungnya kepada masyarakat. Paradox ini terjadi ketika orang hanya berpangku
tangan, tidak melakukan apa-apa sampai perubahan iklim menjadi bencana katastropik dan saat itu
terjadi semuanya sudah terlambat.
 Perubahan iklim adalah back of the mind issue daripada front of the mind issue masyarakat.
 Politik perubahan iklim adalah bagaimana kita menangani risiko dan masa depan yang tak pasti.
 Giddens juga menekankan soal pentingnya posisi negara (ensuring state). Negara menjadi enabler dan
memainkan peran penting untuk menciptakan “aturan main” yang disepakati dan ditaati oleh semua
pihak dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
 Tiga Tawaran Solusi Giddens; 1) konvergensi politik dan ekonomi; 2) masukkan isu perubahan iklim
ke dalam keseharian masyarakat; 3) hindari hilangnya modal politik khususnya ketika negara-negara
berada dalam tekanan politik yang berat dan jangan abaikan isu keadilan iklim.
Prof. Syamsul Maarif 18
MENGAPA TIDAK ADA
KESADARAN PUBLIK UNTUK
AKSI IKLIM?
 Kari Marie Norgaard (2011) menulis tentang pengalaman sebuah komunitas di Norwegia mengalami perubahan
iklim dalam buku “Living in Denial: Climate Change, Emotions, and Everyday Life”.
 Berdasarkan riset American Geophysical Union and Public Agenda 1998 ternyata mengapa masyarakat tidak mau
terikat dengan isu perubahan iklim bukan karena kurang informasi atau kurangnya pengetahuan namun mereka
merasa "tak berdaya dan frustasi karena tidak tahu harus menyelesaikan masalah ini dari mana".
 Krosnic et al. (2006) yang mengamati bahwa masyarakat berhenti memberikan perhatian terhadap perubahan iklim
global ketika mereka menyadari bahwa tidak ada solusi yang mudah untuk mengatasi perubahan tersebut.
 Norgaard menyebutnya situasi ini sebagai absurditas kehidupan ganda. Kita hidup dengan pengetahuan bahwa
perubahan iklim adalah ancaman dan kita melanjutkan rutinitas seperti biasa; seperti tak terjadi apa-apa. Fenomena
ini menghadirkan keretakan dalam keseharian komunitas, kita hidup dengan cara tertentu dan berpikir
dengan cara tertentu, terjadi diskoneksi antara informasi dengan kehidupan sehari-hari.
 Sayangnya Norgaard kemudian menemukan penyangkalan yang diorganisasi secara sosial. Fenomena ini
ditunjukkan dengan individu secara kolektif menjauhkan diri dari informasi perubahan iklim. Penyangkalan implikatif
dimana yang diminimalkan bukanlah informasi, melainkan implikasi yang mengikuti fenomena perubahan iklim,
dengan kata lain, orang mengetahui perubahan iklim namun tidak melakukan apa apa.

Prof. Syamsul Maarif 19


TERIMA KASIH

Prof. Syamsul Maarif 20

Anda mungkin juga menyukai