Anda di halaman 1dari 11

“Water Reservoir Climate Adapter (WECA) Berbasis Daya Guna Kolam

Ratensi”
SEBAGAI MEDIA RANCANG BANGUN TEKNOLOGI MITIGASI
TERHADAP AKLIMITASI IKLIM AIR YANG MENDADAK

Oleh:

M. AGUNG KUSUMA BANGUN

(MST)

MAN 3 Palembang

Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perubahan iklim merupakan hal yang sampai sekarang belum bisa dihindari. Hal ini diyakini
mampu semakin meluas dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan. Semakin besar dampak iklim
yang dihasilkan maka semakin besar pula upaya aktif untuk menghindari dampak negative melalui
strategi mitigasi dan adaptasi. Seiring perkembangan zaman pemanasan global yang meningkat sejak
perindustrian berevolusi telah mempercepat terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim telah
memberikan dampak yang besar bagi Indonesia di berbagai macam fenomena alam seperti perubahan
suhu yang menyebabakan cuaca ekstrim di dunia yang memicu berbagai bencana alam seperti
kekeringan hingga meluapnya volume air. Diperkirakan pada tahun 2050, 136 kota-kota besar di
dunia yang terletak di wilayah pesisir akan mengalami kerugian sebesar 52 juta dolar amerika akibat
banjir karena naiknya permukaan air laut dan badai. Sedangkan di Indonesia sendiri Jakarta
merupakan salah satu diantara sepuluh kota-kota di dunia yang paling beresiko mengalami kerugian
besar akibat banjir karena naiknya permukaan air laut dan hujan bahkan menurut salah seorang pakar
penelitian ITB, Heri Andreas yang sudah mengkaji daratan Jakarta selama kurang lebih 20 tahun
mengungkapkan pendapatnya bahwa tahun 2050, 95% wilayah Jakarta Utara akan terendam.

Sejauh ini pemerintah dan para ahli telah mengkaji dan membangun berbagai macam sistem
mitigasi untuk menanggulangi dan meminimalisir efek bencana salah satunya adalah kolam ratensi.
Kolam retensi adalah kolam yang berfungsi untuk menampung air hujan sementara waktu dengan
memberikan kesempatan untuk dapat meresap kedalam tanah yang operasionalnya dapat
dikombinasikan dengan pompa atau pintu air. Konsep dasar dari kolam retensi adalah menampung
volume air ketika debit maksimum di sungai datang, kemudian secara perlahan lahan mengalirkannya
ketika debit di sungai sudah kembali normal. Secara spesifik kolam retensi akan memangkas besarnya
puncak banjir yang ada di sungai, namun metode tersebut belumlah lengkap mengingat masih banyak
pintu outlet dan inlet yang jebol karena pola operasi tidak mengimbangi debit air yang ditampung dan
keluar sama kondisinya dengan kondisi waduk dan bendungan di kota.

Disatu sisi indonesia juga berpotensi mengalami kekurangan air bersih di beberapa wilayah karena
kemarau panjang. Seperti beberapa tahun yang lalu Indonesia mengalami kerugian besar dalam sektor
pertanian akibat perubahan iklim yang mendadak. Terjadinya musim kemarau yang panjang saat El-
Nino Southern Oscillation (ENSO) menyebabkan kekeringan pada lahan pertanian membuat sistem
irigasi menjadi terganggu sehingga menyebabkan kekeringan. Area pertanian menjadi berkurang
karena meningkatnya kerusakan lahan pertanian karena kurangnya ketersediaan air dan dapat
berpengaruh pada berkurangnya pendapatan para petani yang menyebabkan mereka bermigrasi ke
daerah lain untuk mencari nafkah. Maka dari itu peneliti memotivasi diri dan berpikir kritis dengan
harapan dapat menemukan jawaban dari masalah-masalah tersebut dan hingga terwujudnya ide
tersebut melalui gagasan ini sebagai jalan untuk memperkenalkan sistem “Water Reservoir Climate
Adapter (WECA) Berbasis Daya Guna Kolam Ratensi” sebagai sistem lanjutan dalam upaya
melanjutkan sistem mitigasi terhadap aklimitasi iklim di Indonesia pada musim penghujan dan musim
kemarau sehingga besar harapan penelitian ini akan berguna dimasa yang akan datang.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
sebagai berikut:

1. Apakah WECA dapat membendung volume debit air lebih untuk kapasitas 1 kolam ratensi?
2. Apakah WECA dapat memfilter dan mengaliri air dari hulu sungai menjadi air bersih?
3. Apakah WECA dapat meminimalisir tingkat kerusakan kolam ratensi ketika banjir bandang?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. untuk mengetahui Water Reservoir Climate Adapter (WECA) sebagai media rancang bangun
teknologi mitigasi bendungan terhadap perubahan iklim pada ekosistem air yang mendadak.

2. sebagai langkah untuk merealisasikan ide penerapan sistem WECA di kehidupan nyata.

3. untuk mengetahui hasil fungsional yang maksimal dalam penerapan sistem WECA pada prototype
rancang bangun.

1.4 HIPOTESIS

1. Sistem WECA dapat menampung 2x lipat debit volume air dari perhitungan 1 kolam ratensi.

2. sistem WECA dapat menjernihkan air pada lumpur

3. udara dapat menambah volume tampung air pada sistem WECA

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk menumbuh kembangkan pikiran kreatif dan produktif pada peneliti

2. berkontribusi sebagai anak bangsa yang peduli lingkungan dan alam

3. untuk menyampaikan serta mewujudkan gagasan ide peneliti dalam bentuk prototype
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERUBAHAN IKLIM

Tidak ada negara yang tidak mempunyai masalah tentang iklim. Hampir seluruh negara di belahan
dunia ini memiliki masalah dalam perubahan iklim. Saat ini telah banyak kerugian yang disebabkan
oleh adanya perubahan iklim di Indonesia sendiri dampak adanya perubahan iklim sangat dirasakan,
yaitu menurunnya curah hujan serta peningkatan suhu di berbagai wilayah di Indonesia. Berdasarkan
data curah hujan dan suhu tahun 1978-2005 telah terjadi kecenderungan penurunan curah hujan di
Gunungkidul dengan peningkatan suhu sebesar 0,04-0,047 C/th.

Perubahan pola ikim dikhawatirkan berpengaruh terhadap perubahan pola hujan dan juga
peningkatan suhu. Hal ini akan menjadi sumber bencana bagi daerah yang tidak sigap terhadap
perubahan pola iklim. Perubahan frekuensi hujan tentu akan berdampak pada kekeringan maupun
kebanjiran pada suatu kawasan. Intensitas air hujan tinggi yang berubah menjadi rendah akan
menyebabkan suatu daerah tidak memilki sumberdaya air resapan langsung yang cukup. Apabila
daerah tersebut memilki jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan sumberdaya air resapan yang
ada, maka sudah sepatutunya daerah tersebut mengalami kekeringan. Pola Intensitas air hujan ini juga
akan berdampak secara langsung apabila terjadi perubahan intensitas hujan rendah menjadi tinggi..
Meningkatnya hujan pada musim hujan menyebabkan tingginya frekuensi kejadian banjir, sedangkan
menurunnya hujan pada musim kemarau akan meningkatkan risiko kekekeringan. Penelitian
menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan sebesar 0,7°C sejak tahun 1900.
Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2°C per
dekade. Sepuluh tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990. Tanda-tanda perubahan dapat
dilihat pada mekanisme fisik maupun biologis. Sebagai contoh perpindahan berbagai spesies sejauh 6
km kearah kutub setiap dekade selama 30-40 tahun terakhir. Indikator lainnya adalah perubahan
kejadian musiman seperti proses pembungaan dan bertelur yang lebih cepat 2-3 hari pada setiap
dekade di daerah temperate.

Pada tahun 2017, bencana terkait perubahan iklim telah menewaskan 1,3 juta orang dan
menyebabkan 4,4 miliar terluka. Angka ini bukan merupakan angka yang sedikit untuk
keberlagsungan hidup manusia. Tak hanya itu, kerugian terkait perubahan iklim ini mencapai ratusan
miliar dolar, ini belum lagi dampak manusia dari bencana geo-fisik yang mana 91 persennya adalah
masalah terkait iklim. Permasalahan iklim yang ada membuat beberapa dampak pada kehidupan
manusia. Salah satunya dalam bidang perairan. Masalah iklim yang ada membuat suhu bumi rata-rata
semakin meningkat. Panasnya suhu yang semakin maningkat mengakibatkan sulitnya sumber air
mengeluarkan air. Sumber-sumber air menjadi kering karena panasnya suhu yang ada.

Perubahan iklim merupakan fenomena global yang ditandai adanya perubahan suhu dan pola curah
hujan. Penyebab terbesar terjadinya perubahan iklim adalah meningkatnya konsentrasi gas rumah
kaca di lapisan atmosfer seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH), dan nitrogen (NO) yang
semakin meningkat. Gas rumah kaca yang ada menyerap radiasi gelombang panjang yang panas dan
seiring dengan peningkatan gas rumah kaca, suhu permukaan bumi naik. Perubahan iklim global
dapat menyebabkan pengaruh pola iklim dunia, distribusi hujan, arah dan kecepatan angin. Hal
tersebut secara langsung akan berdampak pada kehidupan di permukaan bumi, seperti berkembangnya
berbagai penyakit baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan, kekeringan, banjir, pengaruh
produktivitas tumbuhan, dan lain sebagainya.

Menurut Kasdi Subagyono dan Elsa Surmaini selaku pakar penelitian di (BMKG) Perubahan
iklim berdampak buruk terhadap sektor kehidupan manusia. Pertanian merupakan salah satu sektor
yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas pertanian dan
pendapatan petani. Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-
Niño dan La-Niña) dan ketidakteraturan musim. Perubahan iklim global masa yang akan datang,
diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim akan meningkat.
Untuk mengantisipasi perubahan iklim strategi pengelolaan sumberdaya iklim dan air perlu
diformulasikan secara tepat. Pengelolaan sumberdaya air juga merupakan alternatif yang dapat
digunakan untuk mengadaptasikan pertanian terhadap perubahan iklim. Perimbangan antara
ketersediaan dan kebutuhan air harus ditetapkan terlebih dahulu untuk menjamin keberlanjutan
pemanfaatan air.

2.2 PERANAN AIR

Saat ini dunia dihadapkan pada pandemi Covid19. Demikian juga Indonesia. WHO mengingatkan
bahwa air bersihmenjadi penting untuk membatasi penyebaran Covid-19 dan mencegah penyebaran
wabah penyakit di masa depan. Karena mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir adalah kunci
untuk mencegah penyebaran Covid-19 (antaranews.com, 22 Maret 2020). Namun air bersih di
Indonesia menjadi satu permasalahan tersendiri di tengah perubahan iklim. Karena perubahan iklim
telah menjadikan sungai, danau, dan sumur yang menjadi sumber air bersih masyarakat mengering. Di
tahun 2019 saja, 10 daerah mengalami kekeringan panjang (nationalgeographic.grid. id, 6 Desember
2019). Bahkan ketersediaan air untuk saat ini sudah tergolong langka hingga kritis untuk sebagian
besar wilayah Pulau Jawa dan Bali. Sementara Sumatera bagian selatan, Nusa Tenggara Barat, dan
Sulawesi bagian selatan diprediksikan akan langka/kritis air di tahun 2045 Air merupakan salah satu
kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Air dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara
hayati. Keberadaan air di muka bumi terbatas persebarannya, kuantitas air di wilayah A dengan
wilayah B memiliki perbedaan tergantung dari karakteristik lahannya. Sedangkan berdasarkan waktu,
kuantitas air akan berbeda dari waktu ke waktu. Saking pentingnya air bagi kehidupan, dalam
memperingati Hari Air Dunia (HAD) tahun lalu Perubahan Iklim menjadi tema yang ditetapkan PBB
dengan tujuan untuk menyadarkan dan meningkatkan perhatian kita semua akan pentingnya air
sebagai sumber kehidupan. Mengingat sumber daya air Indonesia sangat terdampak dengan adanya
perubahan iklim, pemerintah Indonesia mengangkat temaHAD tahun ini “Ketahanan Air dan
Perubahan Iklim”. Karena perubahan iklim menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia
untuk mewujudkan ketahanan air (Ditjen Sumber Daya Air KemenPUPR, 2020)

Namun saat ini, terjadi fenomena yang sangat ironis. Pada beberapa daerah dengan curah hujan
yang tinggi. Air hujan terbuang begitu saja. Bahkan tidak sedikit daerah yang mengalami banjir akibat
hujan ini. Akibatnya, persediaan air bersih menjadi langka karena manfaat sumur resapan sudah
terkontaminasi dengan air dari banjir yang melanda. Sedangkan pada daerah lain dengan curah hujan
rendah terjadi kekeringan dan kekurangan air. Dari dua kasus ini kita dapat melihat bahwa hujan
sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi salah satu sumber air. Karena sumbernya yang terbarukan
dan tidak pernah habis. Belum lagi manfaat air hujan itu sendiri yang terkadang kita abaikan.

2.3 SISTEM MISTIGASI AIR

Air apabila kapasitasnya dapat dikendalikan akan sangat bermanfaat bagi kehidupan namun
apabila pertumbuhan debit air tidak terkendali maka akan mengakibatkan bencana yang sangat
merugikan seperti bencana banjir. Banjir adalah salah satu fenomena alam yang terjadi tanpa pernah
bisa dihindari tetapi bisa dikendalikan. Banjir dapat terjadi dalam skala yang ringan yaitu terjadi
hanya pada saat hujan turun dan surut di saat hujan reda bahkan sampai skala besar dimana air yang
melimpah tetap tergenang sehingga menimbulkan gangguan pada lingkungan, kerusakankerusakan
fisik yang pada akhirnya dapat menghambat kegiatan sosial dan ekonomi. Banjir dapat diartikan
sebagai datangnya air secara berlebihan di suatu tempat. Apabila hal ini tidak mendapatkan
penanganan yang semestinya, maka dapat menimbulkan gangguan dan kerugian bagi masyarakat
yang tinggal di tempat tersebut bahkan kehilangan kehidupan serta nyawa. Secara teori yang
dimaksud dengan pengendalian banjir adalah mengalirkan kelebihan air ke tempat lain agar tidak
mengganggu kenyamanan yang ada. Konsep lama dalam pengendalian banjir adalah mengusahakan
agar air secepatnya dialirkan/ dibuang kehilir. Sejalan dengan pengalaman ternyata hal ini tidak selalu
membawa hal baik bagi masyarakat yang tinggal di daerah hilir. Dalam kenyataannya pola ini
seringkali hanya memindahkan lokasi banjir yang terjadi. Sehingga muncullah konsep baru
pengendalian banjir. Konsep baru dalam pengendalian banjir adalah suatu upaya mengendalikan air
permukaan dengan sasaran memperlama kehadirannya pada suatu tempat, tanpa mengganggu
lingkungan yang ada. Konsep yang baru ini lebih didasarkan pada upaya pelestarian air agar tidak
terjadi kekeringan.

2.3.1 RESERVOIR

Tampungan atau reservoir dibangun untuk menampung kelebihan aliran dalam jumlah besar
dengan berbagai tujuan. Salah satunya adalah sebagai pengendali banjir. Air yang tertampung ini
kemudian dapat dimanfaatkan sebagai suplai air bersih, irigasi, perikanan dan lain sebagainya.
Tampungan di bangun di hulu aliran daerah yang terkena banjir untuk mencegah kelebihan air
memasuki area tersebut. Tampungan yang khusus dibangun untuk mengantisipasi banjir disebut 'Situ'
dan dibangun dengan timbunan/ urugan tanah disekelilingnya sebagai tanggul.

2.3.2 KOLAM RATENSI

Permasalahan banjir dan drainase selalu mewarnai permasalahan yang terjadi di area perkotaan
karena seringkali banjir dan drainase mencuat ke permukaan setelah perkembangan perkotaan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tata guna lahan. Lahan yang semula memiliki daya resapan air
besar karena masih dalam kondisi alami menjadi lahan masive yang berdaya resap air relatif sangat
kecil setelah banyak pembangunan. Paradigma baru dalam pengendalian banjir adalah melakukan
suatu upaya untuk menahan air selama mungkin di suatu tempat tanpa menyebabkan gangguan. Hal
ini bukan saja sebagai upaya mengendalikan datangnya banjir tetapi juga sebagai upaya konservasi.
Kolam Retensi ternyata menjadi jawaban bagi kebutuhan tersebut. Dari hasil beberapa penelitian
dapat dilihat dari analisa hidrograf bahwa pemakaian Kolam Retensi ternyata dapat mengendalikan
besarnya debit puncak dengan menekan atau memotong puncak banjir yang seharusnya terjadi.
2.4 Water Reservoir Climate Adapter (WECA)

Water Reservoir Climate Adapter (WECA) merupakan suatu alat mitigasi yang mempunyasi
sistem untuk menekan laju pertumbuhan debit serta arus air di sungai pada saat kapasitas air
meningkat. Alat tersebut berbentuk kolam tampung yang memiliki flesksibilitas karena ketika bak
tersebut telah memasuki batas tampung air normal maka mode 2 akan aktif, bagian pembatas volume
akan terbagi dimana bagian atas akan menampung air bersih sedangkan bagian bawah akan
mengendapkan lumpur dan pasir yang terbawah air, pintu atas bak akan mengeluarkan kain taslan
yang kedap air dengan di bantu cadangan nitrogen yang tersimpan di bawah bak. Ketika kain
mengembang, keping besi tumpul akan menopang badan kain hingga pada keadaan dimana bak
tersebut telah terisi air. Maka saluran bak akan tertutup dan sisa aliran miniatur sungai akan
memenuhi kolam retensi hingga kolam retensi penuh air akan kembali tersaring di bak reservoir
WECA dengan menambah volume hingga lebih dari 2x lipat debit penampung kolam retensi biasa
untuk menampung volume air yang mengalir tanpa khawatir akan potensi overtopping yang
mengakibatkan kegagalanan tanggul dan luapan sungai yang tidak tereduksi, alat ini diletakan di
pinggir kolam dengan fungsi sebagai pelengkap kekurangan dari kolam ratensi agar dapat berfungsi
lebih optimal, di tambah lagi alat tersebut dapat di modifikasi dengan menambahkan fitur-fitur
modern seperti filter air dan lumpur, pemisah sampah organik maupun non organik,sistem
pemindahan air bersih dan sebagainya sehingga besar harapan penelitia ini akan sangat berpengaruh
serta mendapatkan banyak manfaat dari sistem mitigasi yang dirancang.
BAB 3

METODE PENELITIAN

1.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mulai dilakukan pada tanggal 22 Mei 2021di Laboratorium IPA Man 3 Palembang dan
di Rumah peneliti

1.2 Sumber Data, Alat dan Bahan


Peneliti menggunakan alat seadanya dan barang tidak terpakai untuk didaur menjadi alat
prototype WECA.

1.2.1 Alat
1. penjepit Tang 6. Lem karet
2. Lem silikon 7. Sendok taman
3. Solder 40 watt 8. Obeng
4. Gergaji
5. Gunting

1.2.2 Bahan
1. Styrofoam 6. Kaleng minuman soda
2. Kain taslan 2 meter 7. Selang mikro 2,3 mm
3. Karet ban dalam sepeda 8. Pompa air mini 20 watt
4. Pelastik kedap air 9. Sensor air
5. Miniatur rumah dan hutan 10. Arduino nano

1.3 Metode Memperoleh Data


Penelitian ini menggunakan metode eksperimen murni (pure experiment) yaitu metode
yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara percobaan murni dengan membuat
prototype untuk diamamati dan (participant observation) yakni peneliti terlibat langsung
dalam kegiatan objek dan subjek yang di amati sebagai sumber data. Adapun cara
memperoleh dengan cara mula mula 3 liter air keruh di alirkan ke suatu wadah sebagai
gambaran fungsi kolam retensi (max. 1 liter) kemudian dialirkan lagi ke selang bak
penampung/reservoir WECA ( max. 1,3 liter pada mode 1) ketika bak mode 1 penuh maka
akan berubah ke mode 2 dimana daya tampung air akan menjadi 2x lebih tanpa memperluas
ukuran bak. Serta air yang keluar menjadi bening karena melalui sistem filterasi air yang
terjadi di dalam bak reservoir WECA

1.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data


Melalui hasil perolehan data dapat kita sederhanakan menjadi data kategorik yang terlampir:
1.4.1 Kolam retensi dengan sistem penampungan WECA
 Penampungan volume pertumbuhan air 2x lipat dari kolam retensi normal.
 Fleksibilitas yang dihasilkan oleh komponen alat rancang penampung dapat menekan
laju debit air yang terbawa arus sungai.
 Sistem Filterisasi yang dimiliki oleh alat penampung WECA dapat merubah air
menjadi higienis hingga layak konsumsi.
 Penggunaan sistem secara berkelanjutan dapat meminimalisir kerusakan kolam
retensi seperti kerusakan pintu kolam, terjadinya abrasi arus air, meluapnya dan
mencegah pendalaman kolam secara rutin.
 Sistem WECA di masa depan dapat berpotensi menjadi sarana pariwisata dan
kebanggaan daerah.

1.4.2 Kolam retensi tanpa sistem penampungan WECA


 Penampungan volume air tetap dan non-fleksibel.
 Kerusakan yang berpotensi diakibatkan oleh perubahan iklim air secara berlanjut
tidak dapat diminimalisirkan lagi.
 Lebih banyak mengeluarkan biaya pengurusan kolam.
 Metode pengelolaan kolam masih sederhana dan ketinggalan zaman.
 Badan kolam yang terlalu terbuka beresiko membahayakan penduduk setempat.

Melalui data primer dan sekunder tersebut dapat kita ketahui bahwasanya “Water Reservoir
Climate Adapter (WECA) berpengaruh dengan sangat efektif sebagai media rancang bangun
teknologi mitigasi bendungan terhadap perubahan iklim pada ekosistem air yang mendadak.
dan besar harapan penelitian ini akan bermanfaat bagi orang banyak.
REFERENSI

Immadudina, Annisa. 2011. Zonasi risiko bencana banjir akibat sea level rise, Surabaya. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.

Rumilla Harahap et al, 2014. Drainage Systems for Flood Control in Medan Selayang, Indonesia,
Based on Rainfall Intensity and Drainage Evaluation. Published online at
http://journal.sapub.org/jce Copyright © 2014 Scientific & Academic Publishing. All Rights
Reserved.

Surtiani, 2006. Endang. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terciptanya Permukiman Padat di


Kawasan Pusat Kota”. Jakarta. (jurnal).

achmad, dwi afriyadi. 2021. "ngeri! jakarta diramal tenggelam di 2050, ini sebabnya",
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5570820/ngeri-jakarta-diramal-tenggelam-
di-2050-ini-sebabnya, diakses pada 6 Juni 2021 pukul 10.27.

Anda mungkin juga menyukai