“Laporan kajian ini dibuat untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah
Konservasi Lingkungan”
Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
JURUSAN TEKNIK
LINGKUNGAN FAKULTAS
TEKNIK UNIVERSITAS
ANDALAS PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami sebagai
penyusun dapat menyelesaikan Makalah Kependudukan dan Lingkungan Hidup
pada mata kuliah Konservasi Lingkungan ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Gejalafenomena climate change.........................................................................3
2.2 Penyebaba fenomena climate change.................................................................6
2.3 Usaha konservasi lingkungan terkait climate change………………………………7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
purnama terhadap pasang surutnya air di laut. Masyarakat di Jawa Barat (sunda)
menyebutnya pranata mangsa, masyarakat jawa tengah pranoto mongso, dan
masyarakat Bali menyebutnya kerta masa. Pranata mangsa atau ketentuan
musim biasanya digunakan oleh petani, yang didasarkan pada gejala alam dan
mencoba memahami asal-usul suatu kejadian cuaca dalam setahun. Pranata
mangsa memuat aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu pekerjaan maupun persiapan diri
menghadapi bencana. Petani di Jawa Tengah dan sekitarnya (dahulu) masih
memakai patokan untuk mengolah pertanian berdasarkan pranata mangsa ini
(Munanto 2013). Keragaman curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh
fenomena di Lautan Pasifik, yaitu ENSO (El Nino-Southern Oscillation).
Ketika fase panas dikenal sebagai El Nino dan fase dingin dikenal sebagai La
Nina. Penelitian mengenai keterkaitan curah hujan dan ENSO yang dilakukan
menyimpulkan adanya hubungan antara ENSO dan variasi curah hujan di
Indonesia. Fenomena ENSO mempunyai dampak yang kuat terhadap curah
hujan daerah tropis termasuk variabilitas curah hujan di Indonesia. Adanya
variabilitas curah hujan yang tinggi sangat berpengaruh terhadap bidang
pertanian di wilayah tersebut yang sebagian besar kegiatan pertaniannya sangat
tergantung pada curah hujan. Curah hujan mempengaruhi ketersediaan air pada
suatu lahan pertanian. Dengan demikian curah hujan mempengaruhi awal
(onset) dan lama masa tanam (growing season). Oleh karena itu, variabilitas
curah hujan yang tinggi di Indonesia mempunyai dampak yang kuat terhadap
variabilitas awal dan lama masa tanam (pertumbuhan tanaman). El Nino
merupakan salah satu faktor pendorongterjadinya variabilitas hujan di daerah
tropis (Ruminta 2009). El Nino juga menyebabkan berkurangnya curah hujan di
wilayah Indonesia, sehingga lama masa tanam lebih pendek, sebaliknya La
Nina menyebabkan curah hujan lebih tinggi sehingga lama masa tanam lebih
panjang. Kajian dampak fenomena ENSO terhadap awal dan lama masa tanam
masih sangat langka. Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan pengamatan
keadaan saat ini yang menyatakan telah terjadi penyimpangan iklim, sehingga
perlu dilakukan evaluasi yang mengkaji kalender pranata mangsa yang telah
ada dan banyak dimanfaatkan oleh petani di Indonesia khususnya di daerah
2
Jawa. Evaluasi dapat dilakukan dengan menganalisis korelasi antara ENSO (El
Nino Southern Oscillation) dengan curah hujan lokal dan pranata mangsa.
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan
secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah
komposisi atmosfer global dan juga terhadap variabilitas iklim alami yang diamati
selama periode waktu tertentu. Ada banyak dari gejala fenomena climate change
beberapa gerjala tersebut adalah
4
5. Pengurangan tutupan salju : Tutupan salju semakin sedikit di beberapa
daerah, terutama pada saat musim semi. Sejak 1900, luasan maksimum
daerah yang tertutup salju pada musim dingin/semi telah berkurang
sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara dan sungai-sungai akan lebih
lambat membeku (5.8 hari lebih lambat daripada satu abad yang lalu)
dan mencair lebih cepat 6.5 hari.
Emisi gas rumah kaca (GRK) yang kontinu pada atau di atas tingkat
kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan
memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global selama
abad ke-21 yang dampaknya lebih besar daripada yang diamati pada
abad ke-20.
Tingkat pemanasan bergantung kepada tingkat emisi : Jika konsentrasi
karbondioksida stabil pada 550 ppm – dua kali lipat dari masa pra-
industri – pemanasan rata-rata diperkirakan mencapai 2-4.5oC, dengan
perkiraan terbaik adalah 3oC atau 5.4oF. Untuk dua dekade ke depan
diperkirakan tingkat pemanasan sebesar 0.2oC per dekade dengan
skenario yang tidak memasukkan pengurangan emisi GRK.
GRK lain turut berperan dalam pemanasan dan jika dampak dari
kombinasi GRK tersebut setara dengan dampak karbondioksida 650
ppm, iklim global akan memanas sebesar 3.6oC, sedangkan angka 750
ppm akan mengakibatkan terjadinya pemanasan sebesar 4.3oC. Proyeksi
bergantung kepada beberapa faktor seperti pertumbuhan ekonomi,
populasi, perkembangan teknologi dan faktor lainnya.
Efek Gas Rumah Kaca yang Semakin Besar . Hal yang menyebabkan emisi
GRK menjadi masalah yang besar adalah karena dalam jangka panjang, bumi
harus melepaskan energi dengan laju yang sama ketika bumi menerima energi dari
matahari. Selubung GRK yang lebih tebal akan membantu untuk mengurangi
hilangnya energi ke angkasa, sehingga sistem iklim harus menyesuaikan diri
5
untuk mengembalikan keseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang
keluar. Proses ini disebut sebagai “efek GRK yang semakin besar”. Iklim
menyesuaikan diri terhadap selubung GRK yang lebih tebal dengan “pemanasan
global” pada permukaan bumi dan pada atmosfer bagian bawah. Kenaikan
temperatur tersebut diikuti oleh perubahan-perubahan lain, seperti tutupan awan
dan pola angin. Beberapa perubahan ini dapat mendukung terjadinya pemanasan
(timbal balik positif), sedangkan yang lainnya melakukan hal yang berlawanan
(timbal balik negatif). Berbagai interaksi tersebut sangat menyulitkan para ahli
untuk menentukan secara tepat bagaimana iklim akan berubah dalam beberapa
dekade ke depan.
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Bahan bakar fosil yang dibentuk dari jasad
tumbuhan dan hewan yang telah lama mati merupakan sumber tunggal penyebab
GRK dari aktivitas manusia. Pembakaran batu bara, minyak dan gas bumi
melepaskan milyaran ton karbon ke atmosfer setiap tahunnya (yang seharusnya
tetap berada jauh di dalam kerak bumi), juga metana dan nitrous oksida dalam
jumlah besar. Akan lebih banyak karbondioksida yang dilepaskan ke atmosfer
ketika pohon-pohon ditebang dan tidak ditanami kembali. Sementara itu, ternak-
ternak dalam jumlah besar akan mengemisikan metana, begitu pula pertanian dan
pembuangan limbah, sebab penggunaan pupuk dapat menghasilkan nitrous
oksida. Gas-gas dengan waktu hidup/waktu tinggal yang lama seperti CFC, HFC
dan PFC, yang digunakan pada alat pendingin ruangan dan lemari pendingin
(kulkas) juga merupakan gas yang berbahaya jika berada di atmosfer. Kegiatan-
kegiatan manusia yang mengemisikan GRK ke atmosfer saat ini sangat banyak
dilakukan dan sangat esensial dalam ekonomi global serta merupakan bagian dari gaya
hidup manusia saat ini.
6
penyimpanan dalam produksi kayu. Khusus untuk penyerapan karbon di atmosfir
melalui vegetasi hutan merupakan fungsi dari produktivitas hutan dalam tapak
baik dalam bentuk penyimpanan dalam (pool) tanah, serasah, bahan kayu yang
jatuh, kayu mati yang masih tegak, batang hidup, cabang dan dedaunan hidup.
Kecepatan neraca bersih (net rate) dari pengambilan CO dari pohon 2 berdaun
lebar umumnya lebih tinggi dibanding dengan daun jarum, tetapi karena
umumnya daun lebar menggugurkan daun sedangkan daun jarum selalu hijau
maka total kapasitas penyerapan umumnya sama. Hutan dengan semua kelas umur
dengan berbagai tipe mempunyai kapasitas penyerapan yang besar sekali dan
menyimpan karbon dalam jumlah yang sangat besar juga, tetapi hutan campuran,
campuran semua umur umumnya
mempunyai kapasitas penyerapan karbon yang lebih besar dan penyimpanan juga
karena leaf area (luas permukaan daun) yang lebih besar. Peningkatan kapasitas
penyimpanan tergantung pada terjaminnya full stocking, pemeliharaan kesehatan
pohon, meminimalkan gangguan tanah, dan mengurangi kehilangan karena
kematian pohon, kebakaran, hama dan penyakit. Manajemen pengaturan
kerapatan tegakan dengan menghilangkan pohonpohon yang kritis atau peka
(prudent) untuk memberikan kesempatan kepada produk/ pohon lain untuk
dipulihkan, termasuk balok, komposit kayu, kertas dan energi yang fungsi
penyerapan tegakannya dapat tetap berlangsung. Dua pendekatan pengelolaan
hutan untuk mencegah perubahann iklim dapat dilakukan melalui mitigasi dengan
cara hutan dan produk hutan digunakan untuk menyerap karbon, menyediakan
energi melalui biomassa dan menghindarkan pelepasan karbon. Selanjutnya
Maness (2007) menyebutkan bahwa pengelolaan hutan yang berkontribusi
terhadap perubahan iklim dapat dilakukan dengan 3 strategi. Strategi pertama
adalah strategi perlindungan stok dengan mencegah emisi (mitigasi) melalui 3
cara yaitu: menghindarkan konversi lahan yang secara permanen menjadi
penggunaan lain; menunda waktu panen dan mengurangi gangguan kebakaran dan
hama penyakit. Strategi kedua disebut strategi penyerapan, yaitu hutan menyerap
CO dari udara melalui 2 tiga cara juga yaitu: penanaman hutan yang baru pada
lahan yang sebelumnya tidak berhutan; penerapan manajemen tegakan yang dapat
menambah karbon dan menghasilkan produksi dan penggunaan produksi kayu
7
yang lebih awet. Strategi yang ketiga adalah strategi penggunaan energi yang
dapatdiperbaharui.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
10