Disusun Oleh:
Dosen Pengampu:
Shinfi Wazna Auvaria, MT
198603282015032001
2022
PERUBAHAN IKLIM
Iklim adalah peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan,
angin, kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang. Iklim
tidak hanya merupakan rata-rata dari kondisi atmosfer atau rata-rata cuaca lokasi tersebut.
Untuk mempelajari iklim disuatu daerah perlu diketaui bagaimana keadaan atmosfer dan
sistem iklim secara global. Sistem iklim terdiri dari lima komponen yaitu atmosfer, litosfer,
hidrosfer, kriosfer dan biosfer (Kusumawardhani, 2015).
Perubahan iklim telah menjadi isu yang selalu diperbincangkan saat ini. Isu ini
sudah ada sejak era tahun 1900-an. Kemajuan teknologi yang erat berhubungan dengan
kemajuan dunia perindustrian merupakan salah satu faktor penyebab adanya perubahan
iklim. Kemajuan teknologi dan dunia perindustrian mendorong manusia meningkatkan
kebutuhan pribadinya. Aktivitas dan pemanfaatan secara berlebihan oleh manusia terhadap
sumber daya dapat menghasilkan gas rumah kaca yang menyebabkan peningkatan suhu di
bumi. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan suhu hingga 0,8ºC yang berimplikasi
pada hangatnya lautan, es di kutub yang mengalami pencairan, serta beberapa fenomena
ekstrim yang belakangan ini telah terjadi (Haryanto & Prahara, 2019).
Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca
secara statistik sepanjang periode atau istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca
rata-rata. Adanya perbedaan iklim terlalu besar di berbagai tempat di dunia memberikan
pengaruh yang luas terhadap kemampuan manusia menduduki atau mengelola bumi
sebagai suatu tempat yang pantas untuk ditinggali. Iklim bergantung kepada hubungan
yang kompleks yang terjadi antara keadaan daratan, lautan dan atmosfer (Aliah., dkk, 2016)
Gas Rumah Kaca sebagai penyebab perubahan iklim pertama dan berasal dari gas-gas
rumah kaca. Beberapa gas di atmosfer Bumi sendiri turut berperan dalam hal ini,
misalnya pada kaca di rumah yang memerangkap panas matahari kemudian
menghentikannya agar tidak bocor kembali ke angkasa.
2. Peningkatan Emisi
Penyebab perubahan iklim yang kedua berasal dari peningkatan emisi yang
diakibatkan oleh ulah manusia, misalnya saja pada Pembakaran minyak, batu bara, dan
gas yang akan menghasilkan dinitrogen oksida dan karbon dioksida. Ha ini juga
disebabkan oleh deforestasi atau penebangan hutan.
3. Pemanasan Global
Penyebab terjadinya perubahan iklim selanjutnya berasal dari orbit bumi yang
mengalami perubahan. Dalam 800.000 tahun terakhir, terdapat siklus alami dalam
iklim Bumi di antara zaman es serta periode interglasial yang lebih hangat. Usai zaman
es terakhir di 20.000 tahun yang lalu, suhu global kemudian naik rata-rata sekitar 3°C
– 8°C dalam kurun waktu 10.000 tahun terakhir.
Perubahan iklim merupakan hal yang sampai sekarang belum bisa dihindari. Hal ini
diyakini mampu semakin meluas dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan. Semakin
besar dampak iklim yang dihasilkan maka semakin besar pula upaya aktif untuk
menghindari dampak negatif melalui strategi mitigasi dan adaptasi. Perubahan iklim telah
memberikan berbagai dampak dalam berbagai sektor pula. Dampak tersebut telah
dirasakan pada sektor perikanan, kelautan, kehutanan, pertanian, sumber daya air,
lingkungan, bahkan ekonomi dan sosial. Sejauh ini dampak perubahan iklim yang paling
ekstrim adalah terjadinya kenaikan temperatur serta terjadinya pergeseran musim.
Perubahan iklim tidak semata-mata terjadi karena faktor alam, melainkan juga karena
adanya ulah manusia. Dengan begitu, perubahan iklim dapat menyebabkan terjadinya
ancaman banjir, kemarau, longsor dan berbagai bencana alam lainnya. (Kumalasari, 2014)
Dampak langsung dari perubahan iklim dapat dilihat pada degradasi sumber daya
alam, infrastruktur dan lingkungan, serta kesehatan yang dihadapi manusia, ada kerusakan
tidak langsung tertentu, yang diproyeksikan menjadi serius. Potensi dampak perubahan
iklim akan mencakup kenaikan permukaan laut, penurunan hasil panen, peningkatan
penyakit di antara spesies hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati, erosi garis pantai,
peningkatan intensitas banjir, pemutihan terumbu karang, peningkatan insiden penyakit,
genangan rob di wilayah pesisir, penurunan ketersediaan air, hilangnya keanekaragaman
hayati, dan lebih banyak kekeringan, antara lain (Rahman, 2018).
Global warming merupakan peristiwa pemanasan global yang terjadi di planet bumi
disebabkan oleh peningkatan suhu. Suhu planet bumi meningkat rata-rata 2,5 derajat C
pada dekade tahun terakhir. Kenaikan suhu bumi disebabkan karena emisi gas CO2, CO,
maupun NOx yang disebabkan oleh pemakaian bahan fosil, hasil pembakaran industri
terutama yang berada di negara maju, serta penggundulan hutan tropis. Senyawa ini
kemudian terakumulasi di atmosfer membentuk lapisan tipis yang menyebabkan sinar
matahari yang masuk ke planet bumi tidak dapat terefleksi ke atmosfer kembali sehingga
terjadi efek rumah kaca. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh global warming ini adalah
terjadi perubahan iklim, peningkatan permukaan air laut akibat es di kutub utara mencair,
pulau-pulau kecil (small islands) tenggelam, serta munculnya banyak hama penyakit baik
bagi manusia maupun satwa (Rawana, 2021).
Global warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan
daratan bumi. Peningkatan suhu udara secara global disebabkan karena terjadinya
peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (CO2, CH4, CFC, NO2, SO2) di atmosfir.
Konsentrasi CO2 diatmosfir merupakan persentase terbesar penyebab terjadinya global
warming .Ia menyumbangkan lebih dari 60% dari total gas rumah kaca8. Persentase
terbesar yang disumbangkan oleh CO2 disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar
minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya. SO2, NO2 pada umumnya dihasilkan
oleh pengguna batu bara, minyak, kendaraan dan industri. Sedangkan emisi gas metana
disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian.Karbon dioksida, Chlorofluorocarbon,
metan, asam nitrat merupakan gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring
banyak panas dari matahari. Di samping itu konsumsi energi di dunia juga
bertambah.Negara-negara maju mengonsumsi energy sekitar 70% dimana sekitar 78% dari
energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Aktivitas manusia yang lain seperti
penggundulan hutan akan mengurangi penyerapan karbon dioksida, sehingga terjadi
pertambahan emisi karbon sebesar 20%. Dampak selanjutnya dapat mengubah iklim mikro
lokal dan siklus hidrologis dan akan berdampak pada kesuburan tanah (Maiyena, 2013)
Pemanasan global ini tentu mengakibatkan dampak pada lingkungan, dampak yang
sudah muncul pada dekade terakhir ini adalah badai tropis, perubahan pola cuaca, banjir,
tanah longsor, mencairnya es di kutub utara dan selatan, kenaikan permukaan air laut,
kekeringan dan kebakaran hutan. Berbagai dampak ini tidak saja merusak kualitas
lingkungan, akan tetapi juga membahayakan kesehatan manusia, keamanan pangan,
kegiatan pembangunan ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan infra struktur. Oleh
sebab itu, untuk menghadapi pemanasan global tersebut diperlukan langkah – langkah
strategis agar dampak yang ditimbulkan bisa dikurangi atau dihindari (Lestaria & Zainul,
2021).
Adaptasi perubahan iklim merupakan salah satu respon yang dilakukan oleh
manusia dalam menghadapi perubahan iklim. Menurut NASA hal ini merupakan
salah satu bentuk respon terhadap perubahan iklim selain mitigasi. Adaptasi
dilakukan untuk mengurangi kerentanan terhadap efek perubahan iklim. Dalam
mengurangi risiko bencana, mitigasi non struktural lebih berkelanjutan karena
memberikan keamanan dalam jangka panjang. Adaptasi diartikan sebagai upaya
penyesuaian diri ke dalam sistem iklim yang berubah. Karena itu upaya
pengurangan dampak atau risiko perubahan iklim, termasuk penanganan bencana,
termasuk ke dalam kategori adaptasi perubahan iklim. Adaptasi terhadap
perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi agenda
pembangunan nasional dalam rangka mengembangkan pola pembangunan yang
tahan terhadap dampak perubahan iklim dan gangguan anomali cuaca yang terjadi
saat ini serta antisipasi dampaknya ke depan. Agenda adaptasi perubahan iklim
harus difokuskan pada bidang yang rentan terhadap perubahan iklim, yakni:
sumber daya air, pertanian, perikanan, pesisir dan laut, infrastruktur dan
permukiman, kesehatan, serta kehutanan.
9. Pengertian banjir
Banjir merupakan salah satu permasalahan umum yang sering melanda di kawasan
perkotaan. Permasalahan banjir di perkotaan menjadi tantangan yang serius, karena dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan aset yang lebih besar berada di kawasan perkotaan,
maka kerugian yang ditimbulkan juga besar (World Bank, 2012). Namun, menurut
BAKORNAS PB (2007) pengertian banjir dapat dibedakan menjadi dua macam, sehingga
pengertian banjir tidak hanya sebatas aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air
sungai, sehingga tidak tertampung oleh palung dan menyebabkan adanya genangan disisi
sungai yang lebih rendah saja. Banjir juga merupakan gelombang banjir yang berjalan
kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat
badai.
Kemudian menurut Kodoatie, et, al 2002 dalam Nurhaimi A dan Sri Rahayu (2014)
ada dua faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir, yaitu penyebab yang bersifat alami
dan penyebab yang bersifat tidak alami (dari aktivitas manusia). Contohnya yang bersifat
alami adalah :
a) Hujan lebat
b) Pengaruh geografi pada sungai di daerah hulu dan hilir
c) Pengendapan sedimen
d) Sistem jaringan drainase tidak berjalan dengan baik
e) Pasang surut air laut.
Kenaikan muka air laut (KML) adalah salah satu konsekuensi yang paling
mendalam dari perubahan iklim antropogenik. Sebagai ekosistem pesisir dan
komunitas mereka di seluruh dunia secara luas diakui menjadi rentan terhadap
KML.kenaikan muka air laut (KML) membebankan peningkatan bahaya banjir di
masyarakat pesisir dataran rendah akibat paparan lebih tinggi untuk kondisi tinggi
gelombang dan gelombang badai.
11. Siklus Terjadinya Banjir Akibat Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Proses terjadinya banjir berhubungan erat dengan El-Nino dan La-Nina, El Nino
dapat diamati dengan naiknya suhu permukaan air laut di Pasifik bagian timur, sedangkan
La-Nina adalah kebalikannya. La-Nina berkaitan dengan peningkatan potensi dan curah
hujan di Indonesia. Setelahnya apabila kapasitas resapan pada tanah berkurang maka air
akan dialirkan dengan cepat menuju dataran rendah maupun pusat penampungan atau
sungai. Titik perubahan siklus hidrologi terjadi, yaitu aliran dasar mengalami penurunan
dan terjadi peningkatan aliran permukaan, ketidakseimbangan ini berakibat adanya banjir
di daerah hilir. Semakin tingginya curah hujan di area tersebut akibat perubahan iklim yang
ekstrim maka air yang menggenang di permukaan juga semakin meningkat (Wigati dkk.,
2019)
Banjir tentu saja akan berdampak bagi lingkungan yakni, mengakibatkan sampah-
sampah tersebar sehingga terjadi pencemaran. Selain itu, banjir juga bisa mengakibatkan
tanaman-tanaman yang di darat rusak dan mati karena terdorong aliran banjir yang kuat
(SESUNAN, 2017) . Dampak banjir terhadap lingkungan yaitu adanya kerusakan sarana
dan prasarana, pencemaran lingkungan, dan pemicu tanah longsor.
13. Penanggulangan
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana).
Tanaman dapat menyerap air melalui akar, yang selanjutnya akan diangkut menuju batang dan
daun oleh jaringan xilem. Apabila masing-masing rumah dikampung anda memiliki minimal
satu pohon, maka dapat dipastikan kampung anda terhindar dari banjir (Fitriani, 2021) .
B. Melestarikan Hutan
Pemeliharaan hutan merupakan cara yang baik untuk mengatasi masalah banjir, karena hutan
dapat dijadikan kawasan tadahan yang mampu menyerap air hujan dari mengalir terus ke
bumi. Dengan melakukan reboisasi. Ia juga bertindak sebagai filter dalam menentukan
kebersihan dan kejernihan air.
Bendungan yang memiliki bentuk seperti kolam air raksasa. Fungsinya untuk tempat
menampung air dengan ukuran yang sangat besar. Selain itu, bendungan dapat difungsikan
untuk pengairan, tempat pemancingan, atau tempat untuk pembangkit tenaga listrik. Tanggul
yang merupakan bangunan yang berbentuk tembok yang memagari pinggiran sungai.
Bangunan ini dibut untuk mencegah air meluap ke daerah-daerah yang berada di sekitar
sungai. Kanal air, yang merupakan sungai buatan untuk mengalirkan air sungai sehingga air
sampai ke laut.
Dalam hal ini bisa dikatakan perubahan iklim mempunyai dampak terhadap
terjadinya bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta. Perubahan iklim yang terjadi juga
berkaitan erat dengan aktivitas antropogenik. Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan
dalam penanggulangannya yaitu adanya pembangunan atau pembuatan insfratruktur wadah
hujan dan aliran limpasan hujan atau drainase. Upaya sosialisasi mengenai adanya
perubahan iklim dan dampak dari banjir juga diperlukan untuk peningkatan sadar dalam
menjaga lingkungan sekitaritar rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E., Karmini, M., & Budiman, B. 2011. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di
Indonesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi,
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
BAKORNAS PB. (2007). Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta.
fitriani, R. s. (2021). Cara Penanggulangan Bencana Banjir: Seri Ensiklopedi Bencana Banjir.
Hikam Pustaka.
Ismail, M. R., Zakaria, A., & Susilo, G. E. (2020). Analisis pengaruh anomali iklim terhadap curah
hujan di Propinsi Bengkulu. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik Universitas Lampung, 24(1),
10–14.
Laurensz, B., Lawalata, F., & Prasetyo, S. Y. J. (2019). Potensi Resiko Banjir dengan
menggunakan Citra Satelit (Studi Kasus: Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara).
Indonesian Journal of Modeling and Computing, 1, 17–24.
Lestaria, R., & Z. A. (2021). Perlindungan Masyarakat Hukum Adat terhadap Dampak Global
Warming di Provinsi Riau. Riau Law Journal, 265-283.
Nurhaimi. A.R, Rahayu Sri. (2014). Kajian Pemahaman Masyrakat Terhadap Banjir Di Kelurahan
Ulujami, Jakarta. Jurnal Teknik PWK. Vol. 3. No. 2 2014.
Priadi, R., Wijaya, A., Pasaribu, M. A., & Yulinda, R. (2019). Analysis of the Donggala-Palu
Tsunami Characteristics based on Rupture Duration (Tdur) and Active Fault Orientation
using the HC-plot Method. Jurnal Geofisika, 17(1), 16.
https://doi.org/10.36435/jgf.v17i1.392
Priyahita, Fiyka; Sugianti, N. A. H. (2016). ANALISIS TAMAN ALAT CUACA KOTA
BANDUNG DAN SUMEDANG MENGGUNAKAN SATELIT TERRA BERBASIS
PYTHON. 2(51), 28–37.
Rawana. (2021). Sosialisasi Global Warming Kepada Santri TPA Di Masjid Al-Anhar. 3(1).
Sudirman, Sutomo, S. T., Barkey, R. A., & Ali, M. (2018). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI BANJIR/GENANGAN DI KOTA PANTAI DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP KAWASAN TEPIAN AIR. JURNAL IMPLEMENTASI RENCANA TATA
RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI, 141-157.
Wang, W., Lu, N., & Zhang, C. (2018). Low-carbon technology innovation responding to climate
change from the perspective of spatial spillover effects. Chinese Journal of Population
Resources and Environment.
World Bank. (2012). Kota dan Banjir: Panduan Pengelolaan Terintegrasi untuk Resiko Banjir
Perkotaan di Abad 21. Washington DC: The World Bank.