Anda di halaman 1dari 17

RESUME

“UPAYA-UPAYA PENCEGAHAN PERUBAHAN IKLIM”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perubahan Iklim

Disusun Oleh:

1. Eka Rahma Dewi S H05219006


2. Alfi Zakiyatul Fiina H75219018
3. Dita Putri Purwaningsih H75219022
4. Fadhillah Ahmad Saifareksa H95218048
5. Amalia Febrianti H75219019
6. Mufidatun Wafiq H75219027

Dosen Pengampu:
Shinfi Wazna Auvaria, MT
198603282015032001

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
PERUBAHAN IKLIM

1. Pengertian Perubahan Iklim

Iklim adalah peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan,
angin, kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang. Iklim
tidak hanya merupakan rata-rata dari kondisi atmosfer atau rata-rata cuaca lokasi tersebut.
Untuk mempelajari iklim disuatu daerah perlu diketaui bagaimana keadaan atmosfer dan
sistem iklim secara global. Sistem iklim terdiri dari lima komponen yaitu atmosfer, litosfer,
hidrosfer, kriosfer dan biosfer (Kusumawardhani, 2015).

Perubahan iklim telah menjadi isu yang selalu diperbincangkan saat ini. Isu ini
sudah ada sejak era tahun 1900-an. Kemajuan teknologi yang erat berhubungan dengan
kemajuan dunia perindustrian merupakan salah satu faktor penyebab adanya perubahan
iklim. Kemajuan teknologi dan dunia perindustrian mendorong manusia meningkatkan
kebutuhan pribadinya. Aktivitas dan pemanfaatan secara berlebihan oleh manusia terhadap
sumber daya dapat menghasilkan gas rumah kaca yang menyebabkan peningkatan suhu di
bumi. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan suhu hingga 0,8ºC yang berimplikasi
pada hangatnya lautan, es di kutub yang mengalami pencairan, serta beberapa fenomena
ekstrim yang belakangan ini telah terjadi (Haryanto & Prahara, 2019).

Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca
secara statistik sepanjang periode atau istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca
rata-rata. Adanya perbedaan iklim terlalu besar di berbagai tempat di dunia memberikan
pengaruh yang luas terhadap kemampuan manusia menduduki atau mengelola bumi
sebagai suatu tempat yang pantas untuk ditinggali. Iklim bergantung kepada hubungan
yang kompleks yang terjadi antara keadaan daratan, lautan dan atmosfer (Aliah., dkk, 2016)

Di Indonesia menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim


Kementerian Lingkungan Hidup (2018), perubahan iklim memiliki ancaman berupa
dampak secara nyata dan efek perusakan lingkungan sekitar yang terdampak, selanjutnya
akan berimbas pada kondisi perairan, hutan, habitat, pertanian, kesehatan dan pesisir.
Ancaman yang ditimbulkan salah satunya adanya bencana alam, perubahan iklim menjadi
pengaruh 95% adanya bencana alam di Indonesia (Ismail dkk., 2020). Beberapa dari
bencana alam yang banyak didapati hampir di seluruh tempat adalah banjir. Banjir
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, faktor internal dari alam serta faktor eksternal
dari aktivitas manusia. Dampak dari bencana banjir yaitu menimbulkan kerugian,
kerusakan dan dapat merenggut nyawa (Laurensz dkk., 2019).

2. Faktor penyebab perubahan iklim

Faktor penyebab perubahan iklim terdiri dari :

1. Gas Rumah Kaca

Gas Rumah Kaca sebagai penyebab perubahan iklim pertama dan berasal dari gas-gas
rumah kaca. Beberapa gas di atmosfer Bumi sendiri turut berperan dalam hal ini,
misalnya pada kaca di rumah yang memerangkap panas matahari kemudian
menghentikannya agar tidak bocor kembali ke angkasa.

2. Peningkatan Emisi

Penyebab perubahan iklim yang kedua berasal dari peningkatan emisi yang
diakibatkan oleh ulah manusia, misalnya saja pada Pembakaran minyak, batu bara, dan
gas yang akan menghasilkan dinitrogen oksida dan karbon dioksida. Ha ini juga
disebabkan oleh deforestasi atau penebangan hutan.

3. Pemanasan Global

Penyebab perubahan iklim lainnya berasal dari aktivitas pemanasan global.


Pembangkit listrik dan instalasi industri lainnya ialah penghasil CO2 utama. Suhu rata-
rata global saat ini sendiri adalah 0,85ºC lebih tinggi jika dibandingkan dengan akhir
abad ke-19.

4. Perubahan Orbit Bumi

Penyebab terjadinya perubahan iklim selanjutnya berasal dari orbit bumi yang
mengalami perubahan. Dalam 800.000 tahun terakhir, terdapat siklus alami dalam
iklim Bumi di antara zaman es serta periode interglasial yang lebih hangat. Usai zaman
es terakhir di 20.000 tahun yang lalu, suhu global kemudian naik rata-rata sekitar 3°C
– 8°C dalam kurun waktu 10.000 tahun terakhir.

3. Siklus perubahan iklim

1. Penguapan massa udara (uap air).


2. Massa udara tersebut lalu naik ke atas akibat konvektif, orografi, konvergensi, dan
adiabatik.
3. Pada level atau ketinggian tertentu, massa udara tersebut mengalami kondensasi
atau sublimasi.
4. Awan yang sudah memiliki banyak butir air tersebut lalu turun sebagai hujan dan
atau salju. Sebelum turun hujan, biasanya bertiup angin dingin dengan kecepatan
yang bervariasi, bisa sepoi-sepoi, sedang, atau malah kencang. Kecepatan angin
tersebut tergantung dari jenis awan yang akan menumpahkan air hujan ke Bumi.
Angin bertiup akibat turunnya massa udara lantaran meluruhnya awan (disipasi)
yang sering disebut downdraft (kecepatan vertikal yang negatif). Pada awan
cumulonimbus yang besar dapat menyebabkan kecepatan angin downdraft lebih
dari 10 m/detik. Angin ini sangat berbahaya terutama jika terjadi di sekitar bandar
udara karena dapat menghempaskan pesawat terbang saat mendarat (landing) di
landasan pacu (Aldrian dkk, 2011).

4. Dampak perubahan iklim

Perubahan iklim merupakan hal yang sampai sekarang belum bisa dihindari. Hal ini
diyakini mampu semakin meluas dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan. Semakin
besar dampak iklim yang dihasilkan maka semakin besar pula upaya aktif untuk
menghindari dampak negatif melalui strategi mitigasi dan adaptasi. Perubahan iklim telah
memberikan berbagai dampak dalam berbagai sektor pula. Dampak tersebut telah
dirasakan pada sektor perikanan, kelautan, kehutanan, pertanian, sumber daya air,
lingkungan, bahkan ekonomi dan sosial. Sejauh ini dampak perubahan iklim yang paling
ekstrim adalah terjadinya kenaikan temperatur serta terjadinya pergeseran musim.
Perubahan iklim tidak semata-mata terjadi karena faktor alam, melainkan juga karena
adanya ulah manusia. Dengan begitu, perubahan iklim dapat menyebabkan terjadinya
ancaman banjir, kemarau, longsor dan berbagai bencana alam lainnya. (Kumalasari, 2014)

Dampak langsung dari perubahan iklim dapat dilihat pada degradasi sumber daya
alam, infrastruktur dan lingkungan, serta kesehatan yang dihadapi manusia, ada kerusakan
tidak langsung tertentu, yang diproyeksikan menjadi serius. Potensi dampak perubahan
iklim akan mencakup kenaikan permukaan laut, penurunan hasil panen, peningkatan
penyakit di antara spesies hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati, erosi garis pantai,
peningkatan intensitas banjir, pemutihan terumbu karang, peningkatan insiden penyakit,
genangan rob di wilayah pesisir, penurunan ketersediaan air, hilangnya keanekaragaman
hayati, dan lebih banyak kekeringan, antara lain (Rahman, 2018).

Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut diantaranya adalah

1. Semakin banyaknya penyakit (Tifus, Malaria, Demam, dll)


2. Meningkatnya frekuensi bencana alam atau cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir,
kekeringan, badai tropis, dll.)
3. Mengancam ketersediaan air
4. Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan
5. Menurunkan produktivitas pertanian
6. Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan
7. Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati, dan
8. Kenaikan muka laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di
daerah pantai ( Kusumawardhani, 2015).
5. Pengertian Global Warming

Global warming merupakan peristiwa pemanasan global yang terjadi di planet bumi
disebabkan oleh peningkatan suhu. Suhu planet bumi meningkat rata-rata 2,5 derajat C
pada dekade tahun terakhir. Kenaikan suhu bumi disebabkan karena emisi gas CO2, CO,
maupun NOx yang disebabkan oleh pemakaian bahan fosil, hasil pembakaran industri
terutama yang berada di negara maju, serta penggundulan hutan tropis. Senyawa ini
kemudian terakumulasi di atmosfer membentuk lapisan tipis yang menyebabkan sinar
matahari yang masuk ke planet bumi tidak dapat terefleksi ke atmosfer kembali sehingga
terjadi efek rumah kaca. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh global warming ini adalah
terjadi perubahan iklim, peningkatan permukaan air laut akibat es di kutub utara mencair,
pulau-pulau kecil (small islands) tenggelam, serta munculnya banyak hama penyakit baik
bagi manusia maupun satwa (Rawana, 2021).

Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat


meningkatnya emisi gas (pelepasan) gas-gas hasil pembakaran baik dari industri,
kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dan pembakaran-pembakaran lainnya ke
atmosfer.Pemanasan global ini menyebabkan perubahan iklim seperti meningkatnya curah
hujan di belahan bumi yang satu dan menimbulkan kekeringan dibelahan bumi yang lain.
Perubahan iklim ini berdampak besar pada ekosistem di bumi. Daratan lautan, dan udara
semuanya mengalami kejutan dan tekanan yang luar biasa sehingga mengubah
keseimbangan sistem.

Global warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan
daratan bumi. Peningkatan suhu udara secara global disebabkan karena terjadinya
peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (CO2, CH4, CFC, NO2, SO2) di atmosfir.
Konsentrasi CO2 diatmosfir merupakan persentase terbesar penyebab terjadinya global
warming .Ia menyumbangkan lebih dari 60% dari total gas rumah kaca8. Persentase
terbesar yang disumbangkan oleh CO2 disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar
minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya. SO2, NO2 pada umumnya dihasilkan
oleh pengguna batu bara, minyak, kendaraan dan industri. Sedangkan emisi gas metana
disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian.Karbon dioksida, Chlorofluorocarbon,
metan, asam nitrat merupakan gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring
banyak panas dari matahari. Di samping itu konsumsi energi di dunia juga
bertambah.Negara-negara maju mengonsumsi energy sekitar 70% dimana sekitar 78% dari
energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Aktivitas manusia yang lain seperti
penggundulan hutan akan mengurangi penyerapan karbon dioksida, sehingga terjadi
pertambahan emisi karbon sebesar 20%. Dampak selanjutnya dapat mengubah iklim mikro
lokal dan siklus hidrologis dan akan berdampak pada kesuburan tanah (Maiyena, 2013)

6. Proses global warming

Pemanasan global adalah meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer laut dan


daratan bumi karena sinar matahari yang masuk ke bumi tidak dapat dipantulkan secara
sempurna akibatnya aktivitas manusia akan menghasilkan gas rumah kaca. aktivitas
manusia yang dimaksud adalah dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara minyak
bumi serta gas alam yang akan melepaskan karbondioksida dan gas-gas lainnya ke
atmosfer. ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini maka semakin
menjadi integrator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke
bumi. Jadi intinya bumi bumi itu memancarkan panas karena sinar matahari yang sudah
masuk ke bumi kita tidak bisa lagi keluar dikarenakan gas-gas rumah kaca tadi membentuk
lapisan di atmosfer yang memantulkan sinar matahari .

7. Dampak global warming

Pemanasan global ini tentu mengakibatkan dampak pada lingkungan, dampak yang
sudah muncul pada dekade terakhir ini adalah badai tropis, perubahan pola cuaca, banjir,
tanah longsor, mencairnya es di kutub utara dan selatan, kenaikan permukaan air laut,
kekeringan dan kebakaran hutan. Berbagai dampak ini tidak saja merusak kualitas
lingkungan, akan tetapi juga membahayakan kesehatan manusia, keamanan pangan,
kegiatan pembangunan ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan infra struktur. Oleh
sebab itu, untuk menghadapi pemanasan global tersebut diperlukan langkah – langkah
strategis agar dampak yang ditimbulkan bisa dikurangi atau dihindari (Lestaria & Zainul,
2021).

8. Upaya penanggulangan Perubahan Iklim dan Global Warming


A. Inovasi Teknologi Rendah Karbon
Inovasi teknologi rendah karbon merupakan salah satu langkah penting untuk
menghadapi perubahan iklim serta sebagai yang memecahkan masalah ekonomi dan
lingkungan. Urgensi pengurangan emisi karbon sangat mendorong pengembangan
penelitian inovasi teknologi rendah karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
inovasi teknologi rendah karbon memiliki kebaruan, dan keragaman yang lebih tinggi
dibandingkan inovasi lainnya(Wang, Lu, & Zhang, 2018).
B. Mitigasi dan Adaptasi
Mitigasi perubahan iklim pada dasarnya adalah tindakan aktif untuk mencegah atau
memperlambat terjadinya perubahan iklim/ pemanasan global dan mengurangi
dampak perubahan iklim/pemanasan global dengan cara menstabilkan konsentrasi
volume gas rumah kaca. Mitigasi terhadap dampak perubahan iklim bukan hanya
pelaksanaan kewajiban internasional tetapi juga merupakan pelaksanaan amanat
konstitusi dan pengejewantahan cita-cita bangsa. Dengan melaksanakan mitigasi
perubahan iklim secara aktif, Negara melindungi warganya dari dampak-dampak
negatif perubahan iklim yang telah menjadi ancaman di berbagai tingkat, dari lokal,
nasional, hingga global. Untuk itu pemerintah melalui K/L penanggung jawab sektor,
secara giat melakukan berbagai aksi mitigasi, yang dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengurangi emisi GRK, maupun menambah penyerapan gas rumah kaca. Adapun
jenis dari mitigasi yaitu :

1. Mitigasi Struktural merupakan upaya pengurangan risiko bencana melalui


pembangunan fisik serta rekayasa teknis bangunan tahan bencana.
2. Mitigasi Non-Struktural adalah upaya pengurangan risiko bencana yang bersifat
non fisik seperti kebijakan, pemberdayaan masyarakat, penguatan institusi,
kepedulian

Upaya Mitigasi Perubahan Iklim berupa :

1. Program diversifikasi sumber energi (Perpres No. 5/2006)


Menurut Perpres No. 5/2006, bagian konsumsi dari bahan bakar minyak
Bumi dalam diversifikasi energi harus menurun dari 51 % pada level saat ini
menjadi hanya 20 % pada tahun 2025. Namun demikian, konsumsi dari batubara
ditingkatkan menjadi 33 %.
2. Penurunan emisi nasional sebesar 26 % dengan upaya sendiri dan 41 % jika
mendapat bantuan dari luar negeri hingga tahun 2020.
Pada Pertemuan G-20 di Pittsburg, Amerika Serikat, pada 2009 Indonesia
secara sukarela (voluntary) menyampaikan komitmennya untuk mengurangi emisi
GRK secara nasional. Disebut voluntary karena Indonesia bukan termasuk negara
yang wajib menurunkan emisi berdasarkan Kyoto Protokol. Penurunan emisi
nasional tersebut adalah sebesar 26 % dari emisi tahun 2005 terhadap proyeksi
emisi tahun 2020. Jika ada tambahan bantuan asing, maka penurunan emisi
tersebut bertambah 15 % dari proyeksi emisi tahun 2020 menjadi 41 %.
3. Inventori Emisi GRK Nasional
Inventori emisi GRK nasional diperlukan sebagai laporan berkala tentang
status terkini emisi di Indonesia yang disampaikan kepada UNFCCC. Laporan
tersebut dipakai untuk melihat kemajuan program mitigasi perubahan iklim dari
berbagai negara.
4. Reduced Emission from Deforestation and Degradation (REDD)
Program REDD (pengurangan emisi dari pengrusakan hutan dan degradasi)
merupakan salah satu bentuk insentif perdagangan karbon yang sudah berlaku saat
ini. Program ini akan memberi insentif kepada pemilik hutan yang mampu
mengelola hutan secara lestari sehingga tidak menimbulkan emisi karbon
tambahan dan bahkan menyerap emisi karbon di atomosfer.

Adaptasi perubahan iklim merupakan salah satu respon yang dilakukan oleh
manusia dalam menghadapi perubahan iklim. Menurut NASA hal ini merupakan
salah satu bentuk respon terhadap perubahan iklim selain mitigasi. Adaptasi
dilakukan untuk mengurangi kerentanan terhadap efek perubahan iklim. Dalam
mengurangi risiko bencana, mitigasi non struktural lebih berkelanjutan karena
memberikan keamanan dalam jangka panjang. Adaptasi diartikan sebagai upaya
penyesuaian diri ke dalam sistem iklim yang berubah. Karena itu upaya
pengurangan dampak atau risiko perubahan iklim, termasuk penanganan bencana,
termasuk ke dalam kategori adaptasi perubahan iklim. Adaptasi terhadap
perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi agenda
pembangunan nasional dalam rangka mengembangkan pola pembangunan yang
tahan terhadap dampak perubahan iklim dan gangguan anomali cuaca yang terjadi
saat ini serta antisipasi dampaknya ke depan. Agenda adaptasi perubahan iklim
harus difokuskan pada bidang yang rentan terhadap perubahan iklim, yakni:
sumber daya air, pertanian, perikanan, pesisir dan laut, infrastruktur dan
permukiman, kesehatan, serta kehutanan.

9. Pengertian banjir

Banjir merupakan salah satu permasalahan umum yang sering melanda di kawasan
perkotaan. Permasalahan banjir di perkotaan menjadi tantangan yang serius, karena dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan aset yang lebih besar berada di kawasan perkotaan,
maka kerugian yang ditimbulkan juga besar (World Bank, 2012). Namun, menurut
BAKORNAS PB (2007) pengertian banjir dapat dibedakan menjadi dua macam, sehingga
pengertian banjir tidak hanya sebatas aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air
sungai, sehingga tidak tertampung oleh palung dan menyebabkan adanya genangan disisi
sungai yang lebih rendah saja. Banjir juga merupakan gelombang banjir yang berjalan
kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat
badai.

Kemudian menurut Kodoatie, et, al 2002 dalam Nurhaimi A dan Sri Rahayu (2014)
ada dua faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir, yaitu penyebab yang bersifat alami
dan penyebab yang bersifat tidak alami (dari aktivitas manusia). Contohnya yang bersifat
alami adalah :

a) Hujan lebat
b) Pengaruh geografi pada sungai di daerah hulu dan hilir
c) Pengendapan sedimen
d) Sistem jaringan drainase tidak berjalan dengan baik
e) Pasang surut air laut.

Kemudian contoh yang bersifat tidak alami (aktivitas manusia) adalah :

a) Perubahan daerah pengalihan sungai yang disebabkan karena penggundulan hutan


b) Pembuangan sampah ke sungai
c) Kurangnya terpelihara bangunan pengendali banjir
d) Kurangnya terpelihara alur sungai.
10. Faktor penyebab terjadinya banjir
A. Faktor perilaku manusia seperti perubahan tata guna lahan
Tata guna tanah/lahan perkotaan adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan pembagian dalam ruang dari peran kota seperti : kawasan
pemukiman, kawasan tempat bekerja, kawasan rekreasi, dll. Perubahan tata guna
lahan membawa dampak terhadap infiltrasi tanah. Sehingga apabila terjadi hujan,
maka dibeberapa daerah yang permukaannya sudah ditutupi oleh bangunan dan
aspal dengan tingkat infiltrasinya kecil menyebabkan banjir dan genangan
(Sudirman, Sutomo, Barkey, & Ali, 2018).
B. Faktor kondisi alami bentang permukaan bumi seperti kemiringan lereng

Kelandaian lahan sangat mempengaruhi timbulnya banjir terutama pada


lokasi dengan topografi dasar dan kemiringan rendah, seperti pada kota- kota
pantai. Hal in menyebabkan kota-kota pantai memiliki potensi/peluang terjadinya
banjir yang besar disamping dari ketersediaan saluran drainase yang kurang
memadai, baik saluran utama maupun saluran yang lebih kecil.

C. Faktor perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut

Kenaikan muka air laut (KML) adalah salah satu konsekuensi yang paling
mendalam dari perubahan iklim antropogenik. Sebagai ekosistem pesisir dan
komunitas mereka di seluruh dunia secara luas diakui menjadi rentan terhadap
KML.kenaikan muka air laut (KML) membebankan peningkatan bahaya banjir di
masyarakat pesisir dataran rendah akibat paparan lebih tinggi untuk kondisi tinggi
gelombang dan gelombang badai.

11. Siklus Terjadinya Banjir Akibat Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Proses terjadinya banjir berhubungan erat dengan El-Nino dan La-Nina, El Nino
dapat diamati dengan naiknya suhu permukaan air laut di Pasifik bagian timur, sedangkan
La-Nina adalah kebalikannya. La-Nina berkaitan dengan peningkatan potensi dan curah
hujan di Indonesia. Setelahnya apabila kapasitas resapan pada tanah berkurang maka air
akan dialirkan dengan cepat menuju dataran rendah maupun pusat penampungan atau
sungai. Titik perubahan siklus hidrologi terjadi, yaitu aliran dasar mengalami penurunan
dan terjadi peningkatan aliran permukaan, ketidakseimbangan ini berakibat adanya banjir
di daerah hilir. Semakin tingginya curah hujan di area tersebut akibat perubahan iklim yang
ekstrim maka air yang menggenang di permukaan juga semakin meningkat (Wigati dkk.,
2019)

12. Dampak Banjir Terhadap Lingkungan

Banjir tentu saja akan berdampak bagi lingkungan yakni, mengakibatkan sampah-
sampah tersebar sehingga terjadi pencemaran. Selain itu, banjir juga bisa mengakibatkan
tanaman-tanaman yang di darat rusak dan mati karena terdorong aliran banjir yang kuat
(SESUNAN, 2017) . Dampak banjir terhadap lingkungan yaitu adanya kerusakan sarana
dan prasarana, pencemaran lingkungan, dan pemicu tanah longsor.

13. Penanggulangan

Penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan


kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Tujuan dari penanggulangan bencana adalah :

a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;


b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. menghargai budaya lokal;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana).

- Pra Bencana : a. Identifikasi Daerah Rawan Bencana, b. Pemetaan Jalur Evakuasi


Penanggulangan Bencana, dan c. Pendidikan Kesiapsiagaan dalam Menghadapi
Bencana.
- Saat Bencana : a. Pengerahan Tim Reaksi Cepat (TRC), b. Penyelamatan dan
Evakuasi Korban, dan c. Perlindungan Kelompok Rentan dan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar.
- Pasca Bencana : Rehabilitasi dan Rekonstruksi,

Hal-hal yang lain yang dapat dilaksanakan :


A. Menanam pohon dan tanaman di area sekitar rumah

Tanaman dapat menyerap air melalui akar, yang selanjutnya akan diangkut menuju batang dan
daun oleh jaringan xilem. Apabila masing-masing rumah dikampung anda memiliki minimal
satu pohon, maka dapat dipastikan kampung anda terhindar dari banjir (Fitriani, 2021) .

B. Melestarikan Hutan

Pemeliharaan hutan merupakan cara yang baik untuk mengatasi masalah banjir, karena hutan
dapat dijadikan kawasan tadahan yang mampu menyerap air hujan dari mengalir terus ke
bumi. Dengan melakukan reboisasi. Ia juga bertindak sebagai filter dalam menentukan
kebersihan dan kejernihan air.

C. Mendirikan bangunan/ kontruksi pencegah banjir

Bendungan yang memiliki bentuk seperti kolam air raksasa. Fungsinya untuk tempat
menampung air dengan ukuran yang sangat besar. Selain itu, bendungan dapat difungsikan
untuk pengairan, tempat pemancingan, atau tempat untuk pembangkit tenaga listrik. Tanggul
yang merupakan bangunan yang berbentuk tembok yang memagari pinggiran sungai.
Bangunan ini dibut untuk mencegah air meluap ke daerah-daerah yang berada di sekitar
sungai. Kanal air, yang merupakan sungai buatan untuk mengalirkan air sungai sehingga air
sampai ke laut.

14. Studi Kasus Banjir Di DKI Jakarta

Kondisi lingkungan di Indonesia, khususnya di wilayah DKI Jakarta sangat


beragam dan dinamis. Sebagian lingkungan telah memberikan manfaat bagi masyarakat,
tetapi tidak sedikit pula lingkungan yang dalam pembangunannya masih belum dapat
diambil manfaatnya oleh masyarakat atau bahkan bersifat hazard. Banjir yang terjadi di
wilayah perkotaan, khususnya wilayah DKI Jakarta merupakan siklus tahunan. Banjir yang
terjadi di DKI Jakarta dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat signifikan, karena
banjir yang terjadi melanda kawasan perdagangan kelas grosir di beberapa wilayah,
khsusunya pada wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Prihatin, 2013). Menurut data
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dikutip oleh Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (2015) menyatakan bahwa ada sekitar 93 titik
genangan atau banjir di Jakarta dengan ketinggian bervariasi sekitar 10-80 centimeter yang
tersebar di beberapa lokasi, yaitu di Jakarta Pusat sebanyak 35 titik, Jakarta Barat sebanyak
28 titik, Jakarta Utara sebanyak 17 titik, Jakarta Timur sebanyak 8 titik dan Jakarta Selatan
sebanyak 5 titik

Kawasan di DKI Jakarta kurang-lebih seluas 50% tumbuh dan berkembang di


dataran banjir 13 sungai, sehingga genangan yang diakibatkan luapan air sungai tersebut
dapat menimbulkan masalah banjir. Masalah banjir ini semakin lama semakin bertambah
dan mengalami peningkatan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertambahan
lahan di daerah bantaran sungai yang berubah menjadi kawasan pemukiman penduduk.
Secara keseluruhan, yang menjadi faktor pemicu awal adalah terjadinya perubahan-
perubahan besar dan signifikan pada sektor tata ruang di beberapa kota. Dengan perubahan-
perubahan yang terjadi ini menyebabkan penurunan jumlah daerah yang seharusnya
berfungsi sebagai daerah resapan air hujan, karena penurunan jumlah daerah ini, maka air
hujan yang turun ke bumi mengalir ke jalanan dan tidak meresap ke dalam tanah. Faktor
lainnya yaitu pembangunan fisik di kawasan tangkapan air di hulu yang kurang tertata
dengan baik, laju urbanisasi yang terus meningkat, perkembangan perekonomian dan
terjadinya perubahan iklim global. Menurut Suprayogi, dkk (2019) dalam bukunya
menyatakan bahwa permasalahan banjir yang terjadi pada wilayah kota-kota besar,
khsusunya wilayah DKI Jakarta adalah : (a) Dinamika dan Pembangunan Wilayah
Perkotaan; (b) demografi kota; (c) tata guna lahan dan (d) alih fungsi lahan.

Dalam hal ini bisa dikatakan perubahan iklim mempunyai dampak terhadap
terjadinya bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta. Perubahan iklim yang terjadi juga
berkaitan erat dengan aktivitas antropogenik. Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan
dalam penanggulangannya yaitu adanya pembangunan atau pembuatan insfratruktur wadah
hujan dan aliran limpasan hujan atau drainase. Upaya sosialisasi mengenai adanya
perubahan iklim dan dampak dari banjir juga diperlukan untuk peningkatan sadar dalam
menjaga lingkungan sekitaritar rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E., Karmini, M., & Budiman, B. 2011. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di
Indonesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi,
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

BAKORNAS PB. (2007). Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta.

fitriani, R. s. (2021). Cara Penanggulangan Bencana Banjir: Seri Ensiklopedi Bencana Banjir.
Hikam Pustaka.

Haryanto, H. C., & Prahara, S. A. (2019). PERUBAHAN IKLIM, SIAPA YANG


BERTANGGUNG JAWAB? Jurnal Ilmiah Psikologi, 21(2), 50–61.

Ismail, M. R., Zakaria, A., & Susilo, G. E. (2020). Analisis pengaruh anomali iklim terhadap curah
hujan di Propinsi Bengkulu. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik Universitas Lampung, 24(1),
10–14.

Laurensz, B., Lawalata, F., & Prasetyo, S. Y. J. (2019). Potensi Resiko Banjir dengan
menggunakan Citra Satelit (Studi Kasus: Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara).
Indonesian Journal of Modeling and Computing, 1, 17–24.

Lestaria, R., & Z. A. (2021). Perlindungan Masyarakat Hukum Adat terhadap Dampak Global
Warming di Provinsi Riau. Riau Law Journal, 265-283.

Nurhaimi. A.R, Rahayu Sri. (2014). Kajian Pemahaman Masyrakat Terhadap Banjir Di Kelurahan
Ulujami, Jakarta. Jurnal Teknik PWK. Vol. 3. No. 2 2014.

Priadi, R., Wijaya, A., Pasaribu, M. A., & Yulinda, R. (2019). Analysis of the Donggala-Palu
Tsunami Characteristics based on Rupture Duration (Tdur) and Active Fault Orientation
using the HC-plot Method. Jurnal Geofisika, 17(1), 16.
https://doi.org/10.36435/jgf.v17i1.392
Priyahita, Fiyka; Sugianti, N. A. H. (2016). ANALISIS TAMAN ALAT CUACA KOTA
BANDUNG DAN SUMEDANG MENGGUNAKAN SATELIT TERRA BERBASIS
PYTHON. 2(51), 28–37.

Rawana. (2021). Sosialisasi Global Warming Kepada Santri TPA Di Masjid Al-Anhar. 3(1).

SESUNAN, D. (2017). ANALISIS KERUGIAN AKIBAT BANJIR DI BANDAR LAMPUNG.


Jurnal Teknik Sipil.

Sudirman, Sutomo, S. T., Barkey, R. A., & Ali, M. (2018). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI BANJIR/GENANGAN DI KOTA PANTAI DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP KAWASAN TEPIAN AIR. JURNAL IMPLEMENTASI RENCANA TATA
RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI, 141-157.

Wang, W., Lu, N., & Zhang, C. (2018). Low-carbon technology innovation responding to climate
change from the perspective of spatial spillover effects. Chinese Journal of Population
Resources and Environment.

World Bank. (2012). Kota dan Banjir: Panduan Pengelolaan Terintegrasi untuk Resiko Banjir
Perkotaan di Abad 21. Washington DC: The World Bank.

Anda mungkin juga menyukai