Anda di halaman 1dari 11

Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.

420-429

Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian1

Moh. Adib

moh.adib@fisip.unair.ac.id; http://madib.blog.unair.ac.id
Staf Pengajar Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya

Abstract
Anthropogenic behavior has an impact on climate change and global warming in the form of an increase in
temperature at the earth's surface. The issues of climate change, the development has undergone a
transformation dimension of the issues that are global to the national strategic issues. Such transformation
should receive adequate attention, given climate change, have an impact on a country's national interests.
One thing that should be more serious than anticipated climate change is its impact on agriculture and
national food security. The agricultural sector is the most threatened, suffering and vulnerable to climate
change related to three main factors, namely biophysical, genetic, and management. Extreme climatic
conditions also led to (a) the failure of growth and harvest led to a decrease in productivity and production;
(b) damage to agricultural land resources; (c) an increase in the frequency, area, and weight/intensity of
drought; (d) an increase in moisture; and (e) an increase in the intensity of disturbance of plant pests. This
article is about climate change in Indonesia, the impact of climate change on the agricultural sector, as well
as solutions adapted agricultural sector to climate change.

Keywords: El Niño, La Niña, technology adoption, adaptation management.

Abstrak
Perilaku antropogenik telah berdampak pada perubahan iklim (climate change) secara global dan
pemanasan global (global warming) berupa peningkatan suhu pada permukaan bumi. Isu perubahan
iklim, pada perkembangannya telah mengalami transformasi dimensi isu dari yang bersifat global
menjadi isu strategis nasional. Transformasi seperti itu selayaknya memperoleh perhatian yang
memadai, mengingat perubahan iklim, telah berdampak kepada kepentingan nasional suatu negara. Salah
satu hal yang harus diantisipasi secara lebih serius dari perubahan iklim adalah dampaknya terhadap
pertanian dan ketahanan pangan nasional. Sektor pertanian adalah yang paling terancam, menderita dan
rentan (vulnerable) terhadap perubahan iklim yang terkait pada tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik,
dan manajemen. Kondisi iklim yang ekstrim juga menyebabkan: (a) kegagalan pertumbuhan dan panen
yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi; (b) kerusakan sumber daya lahan pertanian;
(c) peningkatan frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan; (d) peningkatan kelembaban; dan (e)
peningkatan intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman. Artikel ini berisi tentang perubahan
Iklim di Indonesia, dampak perubahan iklim di sektor pertanian, serta solusi yang diadaptasi sektor
pertanian terhadap perubahan iklim.

Kata kunci: El Niño, La Niña, adopsi teknologi, adaptasi pengelolaan.

1
Makalah sebagai Bagian dari Mata Kuliah Penunjang Disertasi (MKPD) yang telah disusun kembali
dengan sejumlah perbaikan. MKPD pada Program S-3 Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) di Pasca Sarjana Universitas
Airlangga dengan Topik “Antropologi Pedesaan” dengan Dosen Pembimbing: Dr. Bambang Hudayana, MA.
Penulis menyampaikan terima kasih atas kritik dan saran yang telah diberikan oleh Bapak Dr. Bambang
Hudayana, MA., yang telah memungkinkan tulisan ini menjadi lebih baik.
BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 324
Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

P
emanasan global (global 2009) menyebutkan bahwa telah terjadi
warming) adalah meningkatnya ke-naikan konsentrasi gas-gas pencemar
suhu pada permukaan bumi tersebut sebesar 0,50 - 1,85% per-
sebagai akibat dari kegiatan tahunnya. Konsentrasi tinggi dari gas-gas
antropogenik dan berdampak pada pencemar tersebut akan memperangkap
perubahan iklim (climate change) secara energi panas matahari yang dipantulkan
global pula. Fenomena tersebut sering oleh permukaan bumi di zona atmosfer.
disebut sebagai efek rumah kaca (green Iklim di Indonesia, dipengaruhi oleh
house effect). Isu perubahan iklim dewasa ‘El Niño-Southern Oscillation’ yang setiap
ini telah mengalami transformasi dimensi beberapa tahun memicu terjadinya cuaca
isu dari yang bersifat global menjadi isu ekstrem. El Niño berkaitan dengan ber-
strategis nasional. Transformasi seperti bagai perubahan arus laut di Samudera
itu selayaknya memperoleh perhatian Pasifik yang menyebabkan air laut
yang proporsional, mengingat perubahan menjadi luar biasa hangat. Kejadian
iklim, telah berdampak kepada sebaliknya, arus menjadi amat dingin,
kepentingan nasional suatu negara. Salah yang disebut La Niña.Yang terkait dengan
satu hal yang harus diantisipasi secara peristiwa ini adalah ”Osilasi Selatan”
lebih serius adalah dari perubahan iklim (Southern Oscillation) yaitu perubahan
adalah dampaknya terhadap pertanian tekanan atmosfer di belahan dunia
dan ketahanan pangan nasional (Putera, sebelah selatan. Perpaduan seluruh
Eka Tarwaca Susila, dan Indradewa, D. fenomena inilah yang dinamakan El Niño-
2009). Southern Oscillation atau disingkat ENSO
Badan dunia yang bertugas (UNDP, 2007).
memonitor isu pemanasan global ini yaitu Indonesia mengalami peristiwa-peristiwa
Intergovernmental Panel on Climate yang sudah terjadi sebagai dampak dari
Change (IPCC, 2005) memperkirakan perubahan iklim ini, seperti perubahan
bahwa antara tahun 1750 dan 2005 pola dan distribusi curah hujan;
konsentrasi karbon dioksida di area meningkatnya kejadian kekeringan, banjir
atmosfer telah meningkat dari sekitar 280 dan tanah longsor; menurunnya produksi
ppm (parts per million) menjadi 379 ppm pertanian atau gagal panen, meningkatnya
per tahun dan sejak itu terus meningkat kejadian kebakaran hutan dibarengi
dengan kecepatan 1,9 ppm per tahun. dengan pencurian dan penjarahan hutan,
Akibatnya, pada tahun 2100 mendatang, meningkatnya suhu di daerah perkotaan,
suhu global dapat naik antara 1,8 hingga dan naiknya permukaan air laut. Sektor
2,9 derajat (UNDP Indonesia, 2007). pertanian adalah yang paling terancam,
Perubahan iklim global, secara lebih detil, menderita dan rentan (vulnerable)
dipicu oleh akumulasi gas-gas pencemar terhadap perubahan iklim yang terkait
di atmosfer terutama karbondioksida pada tiga faktor utama, yaitu biofisik,
(CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) genetik, dan manajemen (ICCSR, 2010).
dan klorofluorocarbon (CFC). United Kondisi iklim yang ekstrim antara lain
States Department of Agriculture (USDA), juga menyebabkan: (a) kegagalan pertum-
tahun 2010 (dalam Putera dan Indrawera, buhan dan panen yang berujung pada

BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 420


Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

penurunan produktivitas dan produksi; untuk mengurangi perubahan yang


(b) kerusakan sumber daya lahan mungkin terjadi atau untuk mendapatkan
pertanian; (c) peningkatan frekuensi, luas, manfaat dari kesempatan yang berkaitan
dan bobot/intensitas kekeringan; (d) dengan perubahan iklim (Smit
peningkatan kelembaban; dan (e) &Pilifosova, 2001, hal. 879 dalam
peningkatan intensitas gangguan Kurniawati, 2012, hal.11). Pada akhir
organisme pengganggu tanaman (OPT) tahun 1990-an, penelitian di bidang ilmu
(Las dkk., 2008). sosial telah menemukan mekanisme lain
untuk mengatasi perubahan iklim yaitu
Perubahan Iklim di Indonesia mekanisme adaptasi. Dua alasan
pentingnya adaptasi sebagai topik dalam
Di sejumlah wilayah Indonesia, penelitian perubahan iklim adalah
gejala perubahan iklim semakin adaptasi dapat digunakan untuk menilai
dirasakan, terutama musim kemarau dan biaya atau resiko yang terjadi akibat
penghujan. Pada musim kemarau, yang perubahan iklim, sehingga penting untuk
terjadi semakin panjang—dari tahun ke melibatkan adaptasi otonom yang
tahun, sementara pada musim penghujan, dipengaruhi oleh manusia atau yang
telah berlangsung dengan intensitas yang terbentuk secara alami (Grothmann dan
lebih tinggi, yang waktunya lebih singkat Anthony, 2003; Kurniawati, 2012,).
serta bergeser dari waktu yang biasanya Proses adaptasi pada perubahan
(Naylor dkk, 2007). Akibatnya, para petani iklim terdiri atas empat tahap (Risbey
bukan hanya tidak lagi dapat memprediksi dkk. 1999; Grothmann dan Anthony,
musim tanam secara tepat, namun juga 2003; dalam Kurniawati, 2012,), yaitu (i)
tidak dapat lagi menggunakan sinyal deteksi, suatu mekanisme untuk
pengetahuan lokal mereka dalam menentukan tentang hal-hal yang harus
memprediksi musim kemarau (Melviana ditanggapi dan yang diabaikan; (ii)
dkk., 2007; Susandi, 2009 dalam evaluasi, merupakan proses penafsiran
Kurniawati, Fitri. 2012). sinyal dan merupakan bentuk evaluasi
Adaptasi adalah cara-cara yang dari konsekuensi yang akan muncul di
dilakukan oleh orang dan atau masa yang akan datang; (iii) keputusan
sekelompok orang dalam menghadapi dan respon, merupakan proses yang
perubahan iklim dengan melakukan menghasilkan perubahan perilaku yang
sejumlah penyesuaian yang tepat untuk dapat diamati, dan (iv) umpan balik, yaitu
mengurangi berbagai pengaruh proses yang melibatkan pemantauan dari
negatifnya, atau memanfaatkan efek-efek respon yang merupakan hasil keputusan
positifnya (UNDP, 2007). Menurut IPCC dari keputusan untuk menilai kesesuaian
(2005) adaptasi mengacu pada atau tidaknya dengan harapan.
mekanisme penyesuaian dalam aspek Faktor-faktor umum yang
ekologi, sistem sosial atau ekonomi dalam mempengaruhi kemampuan adaptasi
merespon dampak yang terjadi akibat (Kurniawati, 2012), yaitu kualitas:
perubahan iklim. Hal ini mengacu pada pendidikan, pendapatan, dan kesehatan.
perubahan proses, praktek dan struktur Sedangkan faktor khusus yang

BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 421


Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

mempengaruhi kapasitas adaptasi yaitu: pendidikan kepala rumah tangga dan


tingkat kerentanan, institusional, adopsi perbaikan teknologi dan adaptasi
pengetahuan dan teknologi. Sedangkan perubahan iklim; (iii) Pendapatan
United Nations Task Team pada tahun Pertanian dan nonpertanian serta
2011 (dalam Kurniawati, 2012) kepemilikan lahan dan ternak merupakan
menyatakan bahwa kapasitas adaptasi kekayaan. Adopsi teknologi pertanian
dipengaruhi oleh faktor non-iklim dan membutuhkan dukungan kesejahteraan
sosial ekonomi seperti kesehatan, keuangan yang cukup. Penelitian lain
keterampilan, pengetahuan, pendidikan, menunjukkan bahwa pendapatan
modal sosial, infrastruktur, sumber daya berkolelasi positif dangan adopsi
alam dan modal keuangan. Penelitian lain teknologi adaptasi; (iv) kelembagaan
menunjukkan bahwa kapasitas adaptasi (institusi) yang digambarkan dengan
tidak hanya ditentukan oleh faktor berfungsinya penyuluh sebagai akses
ekonomi dan pengembangan teknologi informasi pertanian, keuangan dan
saja tapi juga ditentukan oleh faktor sosial perubahan iklim bermanfaat dalam
seperti jaringan sosial dan kelembagaan membuat keputusan untuk beradaptasi
serta struktur pemerintahan. IPCC dengan perubahan iklim. Berbagai studi di
mengidentifikasi faktor sosial ekonomi negara berkembang, termasuk Ethiopia,
masyarakat atau wilayah yang dianggap melaporkan hubungan positif yang kuat
menentukan kapasitas adaptasi dan antara akses terhadap informasi dan
adaptasi (Smit & Pilifosova, 2001; adopsi teknologi, dan bahwa akses
Grothmann dan Anthony, 2003; dalam informasi melalui penyuluhan akan
Kurniawati, 2012), adalah kekayaan meningkatkan kemungkinan adaptasi
ekonomi atau sumber daya, akses perubahan iklim (Nhemachena dan
teknologi, akses informasi dan Hassan, 2007, Deressa dkk. 2008 dalam
keterampilan, infrastruktur, dan Kurniawati, Fitri. 2012.). Ketersediaan
kelembagaan. kredit akan mengatasi kendala biaya dan
Faktor-faktor yang mempengaruhi memungkinkan para petani untuk
kapasitas adaptasi pada sektor pertanian membeli input seperti pupuk, bibit, dan
adalah sebagai berikut (Kurniawati, fasilitas irigasi. Penelitian tentang
2012):(i) Pengalaman dalam suatu penerapan teknologi pertanian
kegiatan pertanian. Studi di Ethiopia telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan
menunjukkan hubungan positif antara positif antara tingkat adopsi dan
jumlah tahun pengalaman dalam ketersediaan kredit; (v) infrastruktur
pertanian dan peningkatan adopsi seperti jarak kedekatan dengan pasar
teknologi pertanian; (ii) Tingkat merupakan faktor penentu penting dalam
pendidikan serta keterampilan diyakini adaptasi, karena pasar juga berfungsi
terkait dengan akses terhadap informasi sebagai sarana bertukar informasi dengan
mengenai perbaikan teknologi dan petani lain.
produktivitas yang lebih tinggi. Bukti dari
berbagai sumber menunjukkan terdapat
hubungan positif antara tingkat

BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 422


Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

Dampak Perubahan Iklim di Sektor dian el-nina juga memberikan dampak


Pertanian pada peningkatan ketersediaan air untuk
populasi pada beberapa wilayah yang
Perubahan iklim telah berdampak
relatif kering dan pengaruh positif dari el-
secara positf dan negatif kepada sektor
nino misalnya mampu memutus
pertanian, berhubungan dengan sistem
matarantai siklus hidup hama akibat
penggunaan lahan dan sifat tanah, pola
kekeringan sehingga jumlah tanaman
tanam, teknologi pengelolaan tanah, air,
relatif sedikit terutama di lahan tadah
dan tanaman, serta varietas tanaman.
hujan; (iii) kesuburan tanahpun
Menurut Sutjahjo dan Gatut (2007),
meningkat atau relatif lebih baik karena
dampak pemanasan global yang terjadi di
tanah mengalami masa istirahat selama
daerah tropis adalah kelembaban nisbi
musim kemarau (aerasi tanah meningkat).
yang tinggi sehingga berdampak pada
Adapun dampak negatif dari
kondisi-kondisi berikut: (i) Peningkatan
perubahan iklim dianggap lebih besar
curah hujan; (ii) Kondisi aktual, curah
kerugiannya bagi petani yakni (Lakitan,
hujan di seluruh dunia telah meningkat
2002): (i) hujan merupakan unsur fisik
sebesar 1% dalam seratus tahun terakhir.
lingkungan yang paling beragam baik
Hal ini disebabkan untuk setiap derajat
menurut waktu maupun tempat. Hujan
Fahrenheit pemanasan akan meng-
juga merupakan faktor penentu serta
akibatkan kenaikan curah hujan sebesar
faktor pembatas bagi kegiatan pertanian
1%; (ii) Badai akan menjadi lebih sering
secara umum Perubahan iklim
terjadi; (iii) Air tanah akan lebih cepat
mempengaruhi pergeseran musim dan
menguap; (iv) Beberapa daerah akan
cuaca ekstrim; (ii) sektor pertanian akan
menjadi lebih kering dari sebelumnya; (v)
mengalami kehilangan produksi akibat
Angin akan bertiup lebih kencang dengan
bencana kering dan banjir yang silih
pola yang berbeda-beda; (vi) Badai topan
berganti, kerawanan pangan akan
akan terjadi secara lebih besar; (vii)
meningkat di wilayah yang rawan bencana
Beberapa periode yang sangat dingin
kering dan banjir; (iii) tanaman pangan
mungkin akan terjadi; (viii) pola cuaca
berupa hortikultura dan hutan dapat
menjadi tidak terprediksi dan lebih
mengalami serangan hama dan penyakit
ekstrim.
yang lebih beragam dan lebih hebat.
Di beberapa daerah, peningkatan
Tahun 1997/1998 dan 1992/1993
konsentrasi CO2 di atmosfer dan radiasi
Indonesia terkena dampak buruk dari
matahari dapat berakibat positif untuk
bencana ENSO (El Niño-Southern
proses fotosintesis (Putera, dan
Oscillation) berupa kekeringan yang amat
Indradewa, D. 2009; Hendayana, 2012;
hebat dan penurunan produksi beras lebih
Kurniawati,2012): (i) peningkatan kon-
dari 30 persen yang menyebabkan import
sentrasi CO2 mampu menghilangkan
beras mencapai angka tertinggi 5,8 juta
pengaruh negatif dari cekaman ling-
pada tahun 1998 (Ditjen. Penataan Ruang
kungan. Hasil penelitian yang dilakukan
- Dekimpraswil, 2002).
pada kacang-kacangan dengan simulasi
Peningkatan suhu udara juga dapat
cekaman suhu tinggi dan kekeringan
menyebabkan terjadinya peningkatan laju
mengindikasikan hal tersebut (ii), keja-
BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 423
Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

transpirasi tanaman. Peningkatan kon- Besarnya dampak perubahan iklim


sumsi air pada tanaman pangan akan terhadap pertanian sangat bergantung
mempercepat pematangan buah/biji, pada tingkat dan laju perubahan iklim di
menurunkan mutu hasil, dan mendorong satu sisi serta sifat dan kelenturan sumber
berkembangnya hama penyakit tanaman. daya dan sistem produksi pertanian di sisi
Berdasarkan hasil simulasi tanaman, lain (Sutjahjo dan Gatut, 2007). Dampak
kenaikan suhu sampai 2°C di daerah perubahan iklim yang begitu besar
dataran rendah dapat menurunkan merupakan tantangan bagi para
produksi padi sampai 40%, sedangkan di stakeholders di sektor pertanian. Peran
dataran sedang dan tinggi penurunan aktif berbagai pihak diperlukan untuk
produksi sekitar 20% (Surmaini dkk., mengantisipasi dampak perubahan iklim
2008; Surmaini dkk., 2010; dalam melalui upaya mitigasi dan adaptasi.
Kurniawati, 2012). Upaya antisipasi ditujukan untuk
Tingginya curah hujan, berpengaruh menyiapkan strategi mitigasi dan
kepada produksi hasil pertanian selain adaptasi.
pangan, yang mengalami penurunan
seperti pada hortikultura. Komoditas Solusi: Adaptasi Sektor Pertanian
hortikultura, dalam bentuk sayur-sayuran, terhadap Perubahan Iklim
misalnya tomat dan cabe kondisinya cepat
rusak (membusuk), terutama apabila Perubahan iklim yang terjadi pada
didera hujan deras pada malam hari. tingkat makro, telah direspon oleh para
Petani sayur di Kota Batu pada tahun pemangku kepentingan dalam masyarakat
2010 sering memanen lebih awal dari baik secara individu, kelompok, dan
kedua komoditas sayuran ini (tomat dan pemerintah lokal. Umumnya para petani
cabe), hal ini terpaksa dilakukan untuk akan berusaha untuk mempertahankan
mengantisipasi kerugian yang lebih besar usaha taninya dengan melakukan
meskipun kualitasnya cenderung rendah penyesuaian atau adaptasi dalam praktek
karena hujan yang turun sepanjang tahun pertanian dengan kondisi iklim yang
tersebut (Miranda, dkk, 2011). Menurut sedang berlangsung. Adaptasi terhadap
Ketua Asosiasi Pedagang Komoditas Agro perubahan iklim disusun oleh berbagai
(APKA) Jabar pada bulan September 2010 tindakan sAdaptasi dilatarbelakangi oleh
pasokan sayuran dari kawasan Lembang, berbagai faktor termasuk perlindungan
Cibodas, Ciwidey, dan Pangalengan untuk terhadap kesejahteraan dan keselamatan.
Kota Bandung berkurang hingga 30% Hal tersebut dapat dilakukan secara
terutama sayuran daun, seperti sawi, individu atas dasar kepentingan pribadi,
brokoli, bayam, dan tomat, yang atau tersusun dalam aksi pemerintah dan
disebabkan oleh tingginya curah hujan di publik dengan maksud untuk melindungi
sentra produksi sayuran tersebut, penduduknya (Adger dkk., 2005 dalam
sehingga membuat volume panen merosot Kurniawati, 2012:19).
(Bisnis Jabar, 2010; dalam Kurniawati, Kegiatan adaptasi dilakukan dengan
2012). dua cara yaitu (i) adopsi teknologi dan (ii)
adaptasi pengelolaan. Pertama, adopsi

BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 424


Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

teknologi (Surmaini dkk., 2011). 2012,) di wilayah Sub Sahara Afrika Barat
Teknologi yang dapat diadopsi sebagai ternyata para petani setempat mengetahui
strategi adaptasi terhadap perubahan bahwa telah terjadi perubahan iklim
iklim yaitu: penyesuaian waktu tanam, dalam 10 tahun terakhir ini, selain itu
penggunaan varietas unggul tahan petani lebih memilih mengadopsi strategi
kekeringan, rendaman, dan salinitas, serta adaptasi dengan mengubah pola tanam
pengembangan teknologi pengelolaan air; daripada mengubah perbaikan kesuburan
Kedua, adaptasi dalam pengelolaan RAN tanah dan mengubah manajemen
MAPI (KLH, 2007). Adaptasi dalam pengelolaan tanah dan air. Pengubahan
manajemen atau pengelolaan usaha tani pola tanam tersebut dilakukan karena
yang perlu diimplementasikan adalah: (a) faktor sosial-ekonomi petani yang
Melakukan usaha tani hemat air dengan menganggap bahwa mengubah pola
mengurangi tinggi genangan pada lahan tanam adalah lebih mudah dan efisien
sawah; (b) Membenamkan sisa tanaman daripada mengadopsi konservasi tanah
ke tanah sebagai penambah bahan organik secara teknis yang memerlukan modal
tanah untuk meningkatkan kesuburan; (c) yang lebih besar dalam bentuk biaya
Melakukan percepatan tanam dengan maupun tenaga kerja.
teknologi tepat guna antara lain Hasil penelitian Kalinda (tahun 2011
pengolahan tanah minimum (TOT/Tanpa dalam Kurniawati, 2012.) di Zambia
Olah Tanah) atau Tabur Benih Langsung menemukan bahwa sebagian besar petani
(TABEL A); (d) Mengembangkan System mengaitkan perubahan iklim dengan
Rice Intensification (SRI) dan pengelolaan kekuatan-kekuatan supernatural. Selain
Tanaman Terpadu (PTT) dalam rangka itu, dampak kejadian banjir dan
usaha tani hemat air; (e) kekeringan yang dialami petani secara
Mensosialisasikan teknologi hemat air signifikan mempengaruhi peningkatan
melalui sistem irigasi: Sprinkle Irrigation, adopsi pertanian konservasi. Sejauh mana
Trickle Irrigation, Intermitten Irrigation; petani kecil mengaitkan pertanian
(d)Mengembangkan teknologi hemat air konservasi sebagai strategi adaptasi
dengan mengintensifkan lahan basah saat perubahan iklim? Hasilnya ternyata
El Niño dan lahan kering saat La Niña; dan sangat rendah. Kalinda (2011 dalam
(h). Menerapkan good agricultural Kurniawati, 2012) menyimpulkan bahwa
practices (GAP) guna revitalisasi sistem lembaga penyuluh pertanian konservasi
usaha tani yang berorientasi pada kurang memberikan informasi yang
konservasi fungsi lingkungan hidup. memadai tentang keterkaitan pertanian
Prager dan Posthumus, 2010 dan konservasi dengan strategi adaptasi
Kalinda, 2011 (dalam Kurniawati, terhadap perubahan iklim, karena petani
2012:20) berpendapat bahwa menggali hanya mengetahui bahwa teknologi yang
pengetahuan dan persepsi dari adopsi bertujuan untuk konservasi lahan
pengadopsi adalah penting dalam dan air bukan sebagai bentuk adaptasi
mempengaruhi keputusan-keputusan perubahan iklim.
adopsi. Berdasarkan hasil penelitian Petani apel di Nagano Prefecture,
Akponikpe dkk. (2010; dalam Kurniawati, Jepang merespon perubahan iklim dengan

BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 425


Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

melakukan perubahan cara penjualan tersebut tingkat pendidikan dan


(Fujisawa dan Kazuhiko, 2011 dalam kepemilikan keterampilan merupakan
Kurniawati, 2012). Kenaikan suhu faktor yang signifikan dalam
mempengaruhi keterlambatan mempengaruhi keputusan petani dalam
pematangan buah apel di pohon, sehingga beradaptasi terhadap perubahan iklim.
sebagian petani apel memilih untuk
menjual secara langsung pada konsumen Kesimpulan
dengan memperlambat umur panen apel,
sedangkan petani yang menjual apel Pemanasan global (global warming)
melalui pasar tidak mengubah waktu yang melanda dunia, berpengaruh pada
panen tetapi melakukan usaha agar perubahan iklim (climate change).
mempercepat pematangan apel dengan Perubahan iklim di tingkat global akan
menambahkan zat reflektif ke dalam berpegaruh sampai pada tingkat nasional
tanah atau memangkas dedaunan di terutama pada sektor pernatian yang
sekitar buah. berimplikasi pada daya tahan (ketahanan)
Penelitian yang dilakukan oleh pangan Indonesia. Di sektor pertanian
Kurniawati, 2012:94, menyimpulkan merupakan area yang paling terancam,
bahwa (i) seluruh petani sayuran di Desa menderita, dan rentan (vurnerable)
Cibodas mengetahui adanya perubahan terhadap perubahan iklim. Kondisi iklim
pada parameter iklim yang menjadi yang ekstrim sebagai akibat dari peristiwa
indikator perubahan iklim seperti: El Niño-Southern Oscillation (ENSO) di
pergeseran musim, peningkatan curah Samudera Pasifik, juga menyebabkan (a)
hujan, perubahan kecepatan angin dan kegagalan pertumbuhan dan panen yang
peningkatan suhu udara. Namun, jumlah berujung pada penurunan produktivitas
petani yang mengetahui mengenai dan produksi; (b) kerusakan sumber daya
fenomena perubahan iklim masih rendah lahan pertanian; (c) peningkatan
yaitu hanya sebesar 23%; (ii) Petani di frekuensi, luas, dan bobot/intensitas
Desa Cibodas sedang dalam tahap kekeringan; (d) peningkatan kelembaban;
menyesuaikan diri terhadap perubahan dan (e) peningkatan intensitas gangguan
iklim yang sedang terjadi, pola adaptasi organisme pengganggu tanaman (OPT).
yang diadopsi petani adalah dengan Terjadinya perubahan iklim harus
menggeser masa tanam (13%), mengubah dihadapi dengan sejumlah penyesuaian
pola tanam (23%), mengubah teknik (adaptasi) untuk mengatasi berbagai
pengairan dan drainase (64%), mengubah pengaruh negatif dan memanfaatkan
teknik pengolahan tanah (93%) dan pengaruh positif. Faktor umum yang
mengubah teknik pengendalian OPT mempengaruhi kemampuan adaptasi
(53%); (iii) Faktor yang mempengaruhi adalah kualitas: pendidikan, pendapatan,
keputusan petani dalam beradaptasi yaitu dan kesehatan. Sedangkan faktor khusus
masa pengalaman bertani, tingkat yang mempengaruhi kapasitas adaptasi
pendidikan, kepemilikan keterampilan, yaitu: tingkat kerentanan, institusional,
keikutsertaan dalam kelompok tani dan pengetahuan dan teknologi. Faktor-faktor
akses informasi pertanian. Diantara faktor yang mempengaruhi kapasitas adaptasi
pada sektor pertanian adalah:(i)
BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 426
Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

Pengalaman dalam suatu kegiatan (d) Mengembangkan System Rice


pertanian; (ii) Tingkat pendidikan serta Intensification (SRI) dan pengelolaan
keterampilan diyakini terkait dengan Tanaman Terpadu (PTT) dalam rangka
akses terhadap informasi mengenai usaha tani hemat air; (e)
perbaikan teknologi dan produktivitas Mensosialisasikan teknologi hemat air
yang lebih tinggi; (iii) Pendapatan melalui sistem irigasi: Sprinkle Irrigation,
Pertanian dan nonpertanian serta Trickle Irrigation, Intermitten Irrigation;
kepemilikan lahan dan ternak merupakan (d)Mengembangkan teknologi hemat air
kekayaan; (iv) kelembagaan (institusi) dengan mengintensifkan lahan basah saat
yang digambarkan dengan berfungsinya El Niño dan lahan kering saat La Niña; dan
penyuluh sebagai akses informasi (h). Menerapkan good agricultural
pertanian, keuangan dan perubahan iklim practices (GAP) guna revitalisasi sistem
bermanfaat dalam membuat keputusan usaha tani yang berorientasi pada
untuk beradaptasi dengan perubahan konservasi fungsi lingkungan hidup.
iklim; (v) infrastruktur seperti jarak Hasil penelitian yang dilakukan oleh
kedekatan dengan pasar merupakan Kurniawati, 2012:94, menyimpulkan
faktor penentu penting dalam adaptasi, bahwa, pertama, seluruh petani sayuran di
karena pasar juga berfungsi sebagai Desa Cibodas mengetahui adanya
sarana bertukar informasi dengan petani perubahan pada parameter iklim yang
lain. menjadi indikator perubahan iklim
Kegiatan adaptasi terdahap seperti: pergeseran musim, peningkatan
perubahan iklim dilakukan dengan dua curah hujan, perubahan kecepatan angin
cara yaitu (i) adopsi teknologi dan (ii) dan peningkatan suhu udara. Namun,
adaptasi pengelolaan. Pertama, adopsi jumlah petani yang mengetahui mengenai
teknologi yang dapat diadopsi sebagai fenomena perubahan iklim masih rendah
strategi adaptasi terhadap perubahan yaitu hanya sebesar 23%; kedua, petani di
iklim yaitu: penyesuaian waktu tanam, Desa Cibodas sedang dalam tahap
penggunaan varietas unggul tahan menyesuaikan diri terhadap perubahan
kekeringan, rendaman, dan salinitas, serta iklim yang sedang terjadi, pola adaptasi
pengembangan teknologi pengelolaan air; yang diadopsi petani adalah dengan
Kedua, adaptasi dalam pengelolaan menggeser masa tanam (13%), mengubah
terutama usaha tani yang perlu pola tanam (23%), mengubah teknik
diimplementasikan adalah: (a) Melakukan pengairan dan drainase (64%), mengubah
usaha tani hemat air dengan mengurangi teknik pengolahan tanah (93%) dan
tinggi genangan pada lahan sawah; (b) mengubah teknik pengendalian OPT
Membenamkan sisa tanaman ke tanah (53%); ketiga, faktor yang mempengaruhi
sebagai penambah bahan organik tanah keputusan petani dalam beradaptasi yaitu
untuk meningkatkan kesuburan; (c) masa pengalaman bertani, tingkat
Melakukan percepatan tanam dengan pendidikan, kepemilikan keterampilan,
teknologi tepat guna antara lain keikutsertaan dalam kelompok tani dan
pengolahan tanah minimum (TOT/Tanpa akses informasi pertanian. Diantara faktor
Olah Tanah) atau Tabur Benih Langsung; tersebut tingkat pendidikan dan

BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 427


Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

kepemilikan keterampilan merupakan Kecamatan Lembang,


faktor yang signifikan dalam Kabupaten Bandung Barat).”
mempengaruhi keputusan petani dalam Tesis. Program Studi Magister
Ilmu Lingkungan Program
beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Pascasarjana Universitas
Padjajaran: Bandung.
Daftar Pustaka
Lakitan, B. (2002). Dasar-Dasar
Ditjen. Penataan Ruang – Dekimpraswil. Klimatologi. Cetakan Ke-2.Raja
(2002). Review Rencana Tata Grafindo Persada. Jakarta.
Ruang Wilayah Nasional:
Kebijakan Nasional Untuk Las, H. Syahbuddin, E. Surmaini, dan A.M.
Pengembangan Kawasan Fagi. (2008). “Iklim dan
Budidaya. Bahan Sosialisasi Tanaman Padi: Tantangan dan
RTRWN dalam rangka Peluang.” Dalam Padi:Inovasi
Roadshow dengan Departemen Teknologi dan Ketahanan
Pertanian. Jakarta, 17 Oktober Pangan. Balai Besar Penelitian
2002. Tanaman Padi.
SukamandiBalitpa: Sukamandi.
Hendayana, Dandan. (2012). “Peningkatan
Profesionalisme POPT- PHP Miranda,T., Deny H., Herry Y., Gutomo B.A.,
Dalam Menghadapi Dampak dan Ali Yansyah A. (2011).
Perubahan Iklim.” Dalam “Adaptasi Petani terhadap
Website<http://bppcijati.blogs Perubahan Iklim yang
pot.com/2012/09/peningkata Berdampak pada Pengelolaan
n-profesionalisme-popt- Pertanian.” Laporan Penelitian:
php_5.html> diskses Rabu, 16 Bidang Ekologi Manusia Pusat
Juli 2014, jam 07:38. Penelitian Kependudukan.
Lembaga Ilmu Pengetahuan
IPCC. (2005). Climate Change 1994. Indonesia (LIPI).Jakarta.
Cambridge University Press.
London. Naylor, R., D.S. Battisti, D.J. Vimont, W.P.
Falcon, and M B. Burke. (2007).
ICCSR (Indonesian Climate Change Assessing Risks of Climate
Sectoral Roadmap). (2010). Variability and Climate Change
Sektor Pertanian. Kementrian for Indonesian Rice Agriculture.
Pertanian Republik Indonesia: PNAS _ May 8, 2007 _ vol. 104 _
Jakarta. no. 19.

KLH. (2007). Rencana Aksi Nasional Putera, Eka Tarwaca Susila, dan
Mitigasi dan Adaptasi Indradewa, D. (2009).
perubahan Iklim. Kementrian “Perubahan Iklim dan
Negara Lingkungan Hidup. Ketahanan Pangan.” Dalam
Jakarta. web.
<http://www.faperta.ugm.ac.id
Kurniawati, Fitri. (2012). “Pengetahuan /dies/eka_prof_didik.php>
dan Adaptasi Petani Sayuran diakses Jumat, 11 Juli 2014,
Terhadap Perubahan Iklim jam 15.06.
(Studi Kasus : Desa Cibodas,
BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 428
Moh. Adib, “Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian”, hal.420-429

Surmaini, E., Eleonora R., dan Irsal Las.


(2011). “Upaya Sektor
pertanian Dalam Menghadapi
Perubahan Iklim.” Jurnal
Litbang Pertanian, Edisi 30(1),
2011. Jakarta.

Sutjahjo, H dan Gatut Susanta. (2007).


Akankah Indonesia Akan
Tenggelam Akibat Pemanasan
Global ?. Penebar Plus. Jakarta.

UNDP Indonesia, (2007). Sisi Lain


Perubahan Iklim: Mengapa
Indonesia Harus Beradaptasi
untuk Melindungi Rakyat
Miskinnya? UNDP Indonesian
Country Office: Jakarta.

BioKultur, Vol.III/No.2/Juli-Desember 2014, hal. 429

Anda mungkin juga menyukai