Anda di halaman 1dari 11

PERUBAHAN IKLIM DAN PEMANASAN GLOBAL KAITANNYA

DENGAN KONDISI KESEHATAN KARANG

SHANDRA DEWI L032222002


KESEHATAN EKOSISTEM

PROGRAM MAGISTER ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
I. Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pemanasan global atau global warming adalah meningkatnya suhu rata-rata atmosfer,
bumi, dan lautan. Sedangkan perubahan iklim atau climate change merupakan perubahan yang
signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau
lebih. Perubahan iklim merupakan proyeksi kelanjutan dari global warming
Pemanasan global terjadi akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca seperti karbon
dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), chlorofluorocarbon (CFC) dan gas lainnya
secara berlebihan di atmosfer, sehingga cahaya matahari yang dipantulkan bumi sebagai radiasi
infra merah gelombang panjang dan ultraviolet yang akan diteruskan ke angkasa luar, namun
sebagian besar dipantulkan kembali ke bumi oleh gas rumah kaca yang terbentuk di atmosfer,
sehingga semakin meningkatkan temperatur bumi.
Perubahan iklim berpengaruh pada seluruh sistem di Bumi yang meliputi ekosistem,
struktur komunitas dan populasi, distribusi organisme dan sebagainya. Indikator perubahan iklim
mulai nampak dengan bergesernya periode musim dari waktu yang biasanya. Perubahan iklim
ini secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia.
Dampak perubahan iklim terhadap aspek kelautan sangat kompleks, hal ini dapat terjadi
secara langsung dan tidak langsung, baik dalam jangka waktu pendek dan yang umumnya pada
masa waktu yang panjang. Naiknya suhu udara di bumi, berdampak pada meningkatnya suhu
air, dan secara tidak langsung menambah volume air di samudera dan menyebabkan semakin
tinggi paras laut (sea level rise). Naiknya paras laut memengaruhi formasi North Atlantic Deep
Water (NADW) yang akan sangat berpengaruh langsung pada sirkulasi global air laut.
Pergerakan zona iklim akan menyebabkan perubahan pada komposisi dan penyebaran
geografis ekosistem. Setiap individu harus beradaptasi pada perubahan yang terjadi, sementara
habitatnya akan terdegradasi. Spesies yang tidak dapat beradaptasi akan punah. Perubahan
iklim juga menyebabkan matinya terumbu karang akibat peningkatan temperatur laut walaupun
hanya sebesar 2–3oC. Peningkatan temperatur akan menyebabkan alga yang tumbuh pada
terumbu karang akan mati. Matinya alga yang merupakan makanan dan pemberi warna pada
terumbu karang, pada akhirnya juga akan menyebabkan matinya terumbu karang sehingga
warnanya berubah menjadi putih dan mati (coral bleaching). Coral bleaching adalah suatu
fenomena dimana memutihnya sebagian atau seluruhnya tutupan karang yang disebabkan oleh
menghilangnya simbiotik alga atau pigmennya. Pemutihan karang menyebabkan punahnya
berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomi tinggi misalnya, ikan kerapu macan, kerapu
sunu, napoleon, dan lain-lain, karena tak ada lagi terumbu karang yang layak untuk dihuni dan
berfungsi sebagai sumber makanan. Padahal Indonesia mempunyai lebih dari 1.650 jenis ikan
karang, itupun hanya yang terdapat di wilayah Indonesia Bagian Timur, belum terhitung yang
berada di wilayah lainnya.
II. Sub Topik

A. Parameter Oseanografi Di Laut Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Dan Pemanasan


Global

Pemanasan Global atau Global Warming adalah suatu istilah yang menunjukkan pada
peningkatan suhu rata-rata di atas permukaan bumi. Suhu udara rata-rata permukaan bumi
meningkat sekitar 0,74°C dalam 100 tahun terakhir. Banyak ahli memperkirakan bahwa suhu
rata-rata akan naik bertambah dari 1,4°C sampai dengan 5,8°C sampai tahun 2100.
Sebagaimana kita ketahui perubahan iklim telah terjadi dimana International Panel On Climate
Change (IPCC, 2007) telah membuktikan gejala perubahan iklim tersebut dengan hasil observasi
yang menunjukkan terjadinya peningkatan suhu udara dan lautan secara global, melelehnya es
secara cepat dan luas, dan meningkatnya ketinggian permukaan air laut secara global. Change
(IPCC) memprediksi bahwa suhu global cenderung meningkat sebesar 1,1°C sampai 6,4°C
dalam 90 tahun ke depan.
Salah satu dampak pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim yang
berpengaruh terhadap kondisi ekosistem yang ada di laut (Henson, 2016), dan juga pola
pergerakan angin di Indonesia pada umumnya mengikuti pergerakan musim (Lubis et al., 2017).
Setiap musim memiliki arah pergerakan angin yang berbeda-beda. Pada ekosistem laut,
parameter oseanografi seperti Suhu Permukaan Laut (SPL), klorofil-a, pasang surut air laut dapat
digunakan untuk menentukan hubungan kondisi oseanografi terhadap perubahan iklim.
Wilayah pesisir memiliki tingkat kerentanan terhadap tekanan lingkungan yang cukup
tinggi baik yang bersumber dari darat sendiri maupun dari laut. Salah satu tekanan yang
memberikan ancaman tertinggi terhadap keberlangsungan wilayah pesisir yang hampir terjadi di
seluruh belahan dunia adalah adanya fenomena kenaikan elevasi muka air laut.
Klorofil-a merupakan pigmen yang biasa disebut faktor penting yang terkandung didalam
fitoplankton dalam proses fotosintesis (Lubis et al., 2017). Sedangkan proses fotosintesis
dipengaruhi oleh suhu baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini juga diperkuat
dengan studi yang menunjukkan kandungan chlorophyll yang ada di global mengalami perubahan
beberapa tahun belakangan yang dipengaruhi oleh SPL. Hal ini terjadi juga terhadap kondisi
pasang surut air laut yang menunjukkan relasi terhadap nilai suhu permukaan laut (SPL) (Yoga
et al., 2014). Suhu permukaan laut (SPL) adalah variabel fisik mendasar untuk memahami,
mengukur, dan memprediksi interaksi kompleks antara laut dan atmosfer. Proses semacam itu
menentukan bagaimana panas dari matahari didistribusikan kembali ke seluruh lautan global,
yang secara langsung berdampak pada pola cuaca dan iklim skala besar dan kecil (O’Carroll,
2019). Sehingga secara tidak langsung kondisi oseanografi berhubungan dengan perubahan
iklim pada area tersebut. Pola pergerakan massa air mempengaruhi fluktuasi variabel
oseanografi permukaan seperti suhu permukaan laut dan klorofil-a. Suhu permukaan laut dan
klorofil-a merupakan dua parameter didalam ilmu oseanografi penting yang berfungsi dalam
proses peningkatan dari aspek sumberdaya dibidang kelautan dan perikanan. Suhu permukaan
laut dapat digunakan sebagai indikator pendugaan lokasi upwelling, downwelling, front yang
terkait dengan wilayah potensial ikan tuna. Sedangkan pada nilai klorofil-a yang berada pada
permukaan laut merupakan indikator dari tingkat kesuburan dan produktivitas untuk suatu
perairan.
Perubahan iklim akibat pemanasan global juga sangat berpengaruh pada tingkat
keasaman air laut. Pengasaman laut didefinisikan sebagai penurunan pH laut selama beberapa
dekade atau lebih yang terutama disebabkan oleh penyerapan karbon dioksida (CO2) dari
atmosfer. Konsentrasi CO2 atmosfer telah meningkat secara dramatis sejak Revolusi Industri,
dari sekitar 280 bagian per juta (ppm) pada masa pra-industri menjadi 419.05 ppm per April 2021.
Peningkatan karbon dioksida (CO2) diserap oleh laut dan menyebabkan perubahan kimia
karbonat laut, yang biasa disebut sebagai pengasaman laut.

B. Dampak Perubahan Iklim Dan Pemanasan Global Terhadap Individu Dan Populasi
Karang (Gangguan Kesehatan Karang Dan Penyakit Karang)

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di seluruh dunia dan mencakup lebih
dari separuh wilayah laut. Namun saat ini kondisi sumberdaya hayati laut semakin
memprihatinkan. Banyak permasalahan yang dihadapi seperti pemanfaatan yang berlebih,
pencemaran, perusakan ekosistem terumbu karang, bakau dan lamun, merupakan penyebab
utama dari semakin berkurangnya populasi alam dari banyak organisme laut. Berkurangnya
keanekaragaman hayati ini disebabkan oleh antropogenik (aktivitas manusia) seperti eksploitasi
sumberdaya hayati laut yang berlebihan, dan perusakan habitat, maupun yang non antropogenik
(perubahan ekologis, faktor alam) seperti polusi yang tinggi dan pemanasan global.
Pada dasarnya banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan karang, baik
faktor yang bersifat alami seperti pemanasan global, cyclone, dan tsunami, ataupun yang bersifat
buatan yang disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak benar, seperti penggunaan potassium
dan bom ikan dalam menangkap ikan. Namun selain penyebab-penyebab di atas, perubahan
iklim akibat pemanasan global yang terjadi secara signifikan dalam kurun waktu beberapa tahun
ini membawa dampak yang sangat berarti terhadap sumber daya kelautan dan perikanan
termasuk terumbu karang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan pertumbuhan polip kecil adalah
suhu, salinitas, cahaya dan kedalaman, tingkat kecerahan, serta dinamika arus dan gelombang
yang diterimanya. Jika faktor-faktor di atas sesuai dengan standart yang diperlukan bagi
pertumbuhan polip kecil maka koloni tersebut akan tumbuh dengan baik. Namun, dampak yang
terjadi akibat fenomena pemanasan global yang sudah dijelaskan di atas telah mengakibatkan
terjadinya perubahan yang sangat mengkhawatirkan terhadap faktor-faktor penunjang kebutuhan
hidup karang. Akibat efek gas rumah kaca yang menyebabkan penaikan temperatur bumi secara
berkala sehingga suhu air laut, khususnya di permukaan, juga ikut meningkat. Dengan
meningkatnya temperatur air laut maka mengakibatkan Zooxanthellae yang merupakan nutrisi
penting yang dibutuhkan karang semakin berkurang. Dan dengan peningkatan suhu perairan,
maka terumbu karang di laut tropis akan mengalami pemutihan , dimana pada tahun 1998 antara
10% hingga 15% terumbu karang dunia mengalami kematian yang berdampak lanjut hingga saat
ini sekitar 15% dari karang dunia rusak setiap tahun dan karang-karang yang mengalami
pemutihan tersebut dinamakan coral bleaching. Jika hal tersebut tetap dan terus berlangsung
maka karang yang mengalami pemutihan tadi akan menjadi karang mati atau death coral.
Dalam kasus lain seperti naiknya muka air laut atau sea level rise, ternyata juga membawa
dampak buruk terhadap ekosistem terumbu karang. Kenaikan muka air ini dikarenakan volume
air yang sangat besar yang menuju ke laut, baik yang berasal dari pencairan gletser, aliran sungai
yang menuju ke laut, serta curah hujan yang tinggi di laut. Peningkatan muka air inilah yang
menjadi ancaman serius bagi kehidupan terumbu karang. Sebab karang merupakan salah satu
organisme yang sangat sensitif terhadap perubahan, seperti perubahan kedalaman, maka sedikit
perubahan muka air laut saja akan menimbulkan perubahan kondisi pula. Terumbu karang tidak
dapat hidup dengan baik dalam perairan yang terlalu dangkal maupun perairan yang terlalu
dalam. Maka dari itu jika terjadinya kenaikan muka air adalah masalah bagi kelanjutan hidup
terumbu karang.
Tingginya kandungan karbon dioksida di udara akan memicu peruhahan derajat keasaman (pH)
air laut, sehingga mengganggu metabolisme hewan karang sehingga pertumbuhannya
terganggu. Isu pemanasan global, di mana rata-rata suhu global meningkat 0,6 ± 0,2OC derajat
celsius dan diprediksi akan meningkat 1,5-4,5OC pada abad ini, merupakan ancaman bagi
ekosistem terumbu karang. Beberapa penyakit karang merupakan hasil ekspresi gen-gen
penyebab penyakit karang yang dipicu kenaikan suhu air laut. Hubungan antara terjangkitnya
atau peningkatan penyebaran dan panasnya temperatur telah terdeteksi bagi penyakit black
band, aspergillosis, yellow band disease, white patch disease, dan white syndrome
Dampak lainnya yang disebabkan oleh pemanasan global adalah curah hujan yang tinggi
di daerah tropis yang mengakibatkan debit air yang berlebihan menuju ke laut. Aliran air hujan
yang menuju ke laut ini juga membawa sedimen dan limbah berbahaya yang berpotensi
mencemari perairan di wilayah-wilayah pesisir. Aliran air yang membawa sedimen berupa lumpur
dan pasir dalam jumlah besar selain mencemari perairan pesisr juga mampu membunuh terumbu
karang di sekitarnya. Hal tersebut dapat terjadi karena butiran-butiran sedimen akan menutup
mulut-mulut polip yang menempel dikarang sehingga polip tidak akan mendapat nutrisi secara
optimal dan hal tersebut akan mengakibatkan karang kekurangan nutrisi dan menjadi mati.
Lumpur dan limbah yang terbawa oleh air hujan atau dari sungai tersebut juga mampu membuat
perairan pesisir menjadi keruh dan kotor. Jika hal tersebut terjadi maka sinar matahari tidak akan
bisa masuk kedalam laut. Padahal sinar matahari merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan
terumbu karang untuk dapat melakukan fotosintesis agar karang dapat berkembang. Jika tingkat
kecerahan menurun dan intensitas matahari yang diterima oleh terumbu karang berkurang maka
karang akan mengalami ganguan pertumbuhan dan akan terjadi pemutihan atau bleaching.
Efek lain yang ditimbulkan oleh pemanasan global adalah perubahan iklim yang sangat
signifikan. Perubahan iklim ini terjadi dikarenakan adanya perubahan sistem sirkulasi laut secara
global yang lebih dikenal dengan istilah Great Ocean Conveyor Belt (Sabuk Arus Laut Dalam).
Dimana dalam sistem ini arus mengangkut sejumlah besar panas dan garam di sekitar bumi
melalui arus permukaan laut yang hangat dan arus dalam yang lebih dingin, dimana sistem inilah
yang sangat berperan penting dalam menentukan iklim di bumi. Karena terjadi perubahan
dinamika arus maka iklim pun juga menjadi berubah-ubah tanpa dapat diprediksi secara tepat.
Perubahan iklim ini kemudian berimbas terhadap munculnya badai-badai di laut seperti Cyclone,
Typhoon, serta El Nino dan La Nina. Terjadinya badai tersebut mengakibatkan gelombang-
gelombang tinggi yang kemudian diikuti dengan pergerakan arus yang semakin kencang
sehingga membuat karang-karang terhempas dari mediumnya. Jika hal ini terus terjadi maka
gugusan terumbu karang akan mengalami kerusakan dan akan mengakibatkan terjadinya
pemutihan karang.
Peningkatan suhu air laut, kenaikan muka air laut, pencemaran wilayah pesisir, dan
pergerakan air laut yang semakin ekstrim merupakan sedikIt dampak yang ditimbulkan oleh
fenomena pemasanan global diseluruh permukaan bumi. Dan hal ini kemudian menjadi bencana
terhadap kondisi-kondisi kehidupan di dalamnya, termasuk ekosistem terumbu karang. Coral
Bleaching merupakan dampak yang diakibatkan oleh efek pemanasan global dan ini dapat
merugikan kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Kerusakan karang yang meluas
akibat peningkatan suhu air laut akan berimplikasi ke kehidupan organisme lain yang hidup
berinteraksi dengan terumbu karang, termasuk ikan yang merupakan komoditas ekonomis bagi
manusia.

C. Dampak Perubahan Iklim dan Pemanasan Global Terhadap Organisme yang Hidup
Disekitar Terumbu Karang

Pemanasan global akan membuat suhu dan keasaman air laut. Kedua hal ini akan
membuat terumbu-terumbu karang mengalami pemutihan dan lama-kelamaan akan rusak,
bahkan hilang. Rusaknya terumbu karang akan membuat ekosistem laut menjadi tidak seimbang.
Tidak semua biota laut dapat bertahan di tengah suhu, jumlah oksigen, dan pH yang berubah.
Hal ini tentu bisa membahayakan rantai makanan, jika rantai makanan terganggu, otomatis
jumlah hewan yang ada di laut akan semakin berkurang.
Pengaruh pemanasan global menyebabkan habitat ikan karang menjadi berkurang.
Bahkan perubahan iklim juga bisa menyebabkan ikan bermigrasi ke daerah lebih dingin, ke arah
kutub atau ke laut yang lebih dalam. Untuk ikan-ikan yang tinggal di daerah dingin, otomatis
wilayah habitatnya menjadi berkurang. Pemanasan global bisa mempengaruhi fisiologi ikan
dengan menyebabkan perubahan tingkat reproduksi atau tingkat perkembangan ikan. Selain itu,
pemanasan global bisa menyebabkan pengurangan jumlah ikan di laut karena adanya
pengurangan jumlah makanan ikan seperti jumlah zooplankton yang juga berkurang.
Ikan laut dan invertebrata telah menjadi sumber makanan yang semakin penting seiring
dengan pertumbuhan populasi manusia, terutama di negara pesisir dan berkembang, dimana
mereka menyediakan sebanyak 50% konsumsi protein hewani. Pemanasan laut mendorong
perubahan sirkulasi dan stratifikasi laut, hilangnya konsentrasi oksigen, dan pergeseran
produktivitas primer. Hal ini memberikan imbas pada semua aspek kehidupan ikan sehingga
sangat penting untuk mengendalikan pemanasan global. Saat ini, ada indikasi bahwa populasi
ikan kod terutama sangat dipengaruhi oleh pemanasan global. Namun bukan berarti hanya ikan
kod saja yang terkena dampak negatif. Untuk jenis-jenis ikan lainnya, belum ada data yang
lengkap.
Selain ikan, biota laut lainnya yang mengalami kesulitan bertahan hidup karena
pemanasan global adalah kerang. Hal ini disebabkan oleh proses ocean acidification yang
merupakan dampak perubahan iklim. Ocean acidification atau pengasaman laut terjadi karena
kadar kalsium karbonat laut di dalam laut menjadi berkurang. Sementara kerang membutuhkan
kalsium karbonat untuk membentuk cangkangnya. Oleh sebab itu, data dan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui imbas pemanasan global pada sistem perikanan, terutama untuk jenis-jenis
ikan yang ada di Indonesia, perlu dilakukan.
III. Penutup

Fenomena pemanasan global dan menipisnya lapisan Ozon akibat peningkatan emisi gas
rumah kaca secara berlebihan di atmosfer melalui penggunaan bahan bakar fosil, deforestasi
dan aktivitas manusia lainnya, telah berdampak negatif bagi keberlanjutan ekosistem pesisir dan
lautan, diantaranya; komunitas terumbu karang mengalami pemutihan (coral bleaching) sehingga
menurunkan produksi perikanan karang, meningkatnya radiasi ultraviolet-B yang masuk ke
perairan sehingga menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton sebagai
produsen primer dan penyerap CO2 terbesar di perairan laut, terancamnya hewan laut dari
kepunahan akibat meningkatnya suhu dan penurunan salinitas perairan laut, dan naiknya
permukaan laut akibat mencairnya es di kawasan kutub bumi dapat merendam kawasan pesisir
dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Semuanya berpotensi mengancam keberlangsungan
eksositem pesisir dan lautan sebagai penyangga kehidupan manusia.
Daftar Pustaka

O’Carroll, A. G., Armstrong, E. M., Beggs, H. M., Bouali, M., Casey, K. S., Corlett, G. K., ... &
Wimmer, W. (2019). Observational Needs Of Sea Surface Temperature. Frontiers in
Marine Science, 6(420),https://doi.org/10.3389/fmars.2019.00420.

Hutabarat, S. & Evans, S. M. (2014). Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press). Jakarta.
Henson, S. A., Beaulieu, C., & Lampitt, R. (2016). Observing Climate Change Trends In Ocean
Biogeochemistry: When And Where. Global Change Biology, 22(4), 1561-1571.

Lubis, M. Z., Daya, A. P., Suzita, S., Silaban, R. D., Anjani, M., Perananda, A., ... & Ghazali, M.
(2017). Karakteristik Kondisi Fisik Oseanografi Menggunakan Citra Landsat 8 di Laut
Batam. Dinamika Maritim, 6(1), 12-17.

Yoga, B., Bima, R., Setyono, H., & Harsono, G. (2014). Dinamika Upwelling dan Downwelling
Berdasarkan Variabilitas Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A di Perairan Selatan Jawa.
Jurnal Oseanografi, 3(1), 57-66.

Setyono, H., & Harsono, G. (2014). Dinamika upwelling dan downwelling berdasarkan variabilitas
suhu permukaan laut dan klorofil-a di perairan Selatan Jawa. Journal of Oceanography,
3(1), 57-66.

Sjafrie N D M. (2014). Mekanisme Pertahanan Karang Terhadap Stres. Oseana, Volume XXXIX,
Nomor 4, Tahun 2014: 1-13.

Anda mungkin juga menyukai