Anda di halaman 1dari 26

KELOMPOK 3

SHANDRA DEWI L011171027

MOH. GILANG RAMADHAN L011171028

ROSITA L011171030

KARTIKA SARI LATIF L011171031

AXEL BIMO KNEEFELL011171032

NIDHA FATURAHMY L011173001


Observasi Akustik Zooplankton
Menggunakan Sonar Frekuensi Tinggi
Zooplankton adalah komponen kunci dari jaring makanan pelagis.

Metode sampling biologis biasanya telah digunakan untuk mengukur

konsentrasi zooplankton.Metode ini didasarkan pada sampling

zooplankton dalam jaring. Sampel zooplankton yang canggih dengan

mekanisme penarik, sensor optik, dan kasa telah dikembangkan dan

tersedia secara komersial.Akustik bawah airteknologi adalah salah satu

alat paling efektif lainnya yang tersedia untuk mendeteksi dan

memetakan organisme kolom air seperti zooplankton (Medwin dan Clay,

1998).Pengukuran kuantitatif zooplankton laut dengan sonar

membutuhkan pengetahuan terperinci tentang sifat hamburannya. Ini

karena sistem sonar mampu mengumpulkan data dari petak luas kolom

air (Simmonds dan MacLennan, 1996).


Sistem sonar seperti sinar tunggal atau sinyal backscatter echosounder
multibeam digunakan untuk memperoleh pengamatan laut resolusi
tinggi. Namun, intensitas backscatter juga disediakan oleh beberapa
sistem seperti sonar pemindaian sisi kuantitatif. Kekuatan
backscattering dipengaruhi oleh sifat zooplankton, seperti impedansi
akustik relatif terhadap air yang mengelilinginya (Urick, 1983).
Pengukuran kekuatan backscatter akustik bawah air telah digunakan
untuk menyimpulkan sifat zooplankton laut. Memahami proses
backscattering tidak hanya memungkinkan backscattering predictions
dibuat dari pengetahuan tentang ukuran, bentuk, orientasi, dan sifat
material binatang, tetapi juga memungkinkan instrumen sonar untuk
digunakan sebagai alat penginderaan jauh untuk menyimpulkan
beberapa properti di atas (Chu et al ., 2000).
Teknik backscattering akustik memberikan resolusi tinggi
dibandingkan dengan strategi pengambilan sampel tradisional
(Medwin and Clay, 1998). Berbagai macam backscattering dari sumber
zooplankton merupakan faktor penting yang berkontribusi pada
ambiguitas dalam menafsirkan secara akurat data backscattering
akustik (Conti dan Demer, 2006). Perkembangan instrumen sonar
frekuensi tinggi menyebabkan berkurangnya ambiguitas untuk
interpretasi pengukuran hamburan zooplankton (Stanton dan Chu,
2008). Kekuatan backscattering akustik zooplankton diukur untuk
memperkirakan biomassa zooplankton. Model fisik menggunakan
Distorted-Wave Born Approximation (DWBA) untuk memperkirakan
penyebaran menggunakan deskripsi bentuk hewan (Lavery et al.,
2010; Smith et al., 2010).
Meskipun model fisik sebagian besar konsisten dengan
pengukuran laboratorium di mana ukuran yang tepat, dan
orientasi zooplankton diketahui, masalah telah muncul dalam
parameterisasi model dalam kondisi laut (Warren dan Wiebe,
2008). Ketidakpastian terbesar adalah sifat material akustik
(kontras atau perbedaan antara kecepatan suara dan kepadatan di
dalam tubuh zooplankton dan medium) dan orientasi
zooplankton. Termotivasi oleh masalah ini, data yang diperoleh
dengan pengukuran dan model DWBA digunakan. Studi ini
menyajikan hasil eksperimen dari zooplankton di sekitar Pulau
Pari, Indonesia.
Material dan metode
Survei dilakukan menggunakan kapal penelitian di wilayah perairan Pulau
Pari Kepulauan Seribu Indonesia dengan kedalaman 10-30 m (Gambar
1.).

Gambar 1. Pengamatan lautan di sekitar Pulau Pari


Pengukuran kekuatan target akustik dibuat pada frekuensi
120, 200, dan 400 kHz. Transduser akustik yang melingkar
dengan 3O halfpower beamwidths. Setiap transduser
dikalibrasi akustik untuk tingkat sumber, sensitivitas
penerima, elektro-mekanis, dan mengirimkan dan menerima
pola pancaran.Kalibrasi in-situ dengan target standar 38 mm
tungsten carbide dilakukan selama percobaan laut (Demer
and Conti, 2005; Conti dan Demer, 2006; Stanton dan Chu,
2008). Durasi pulsa efektif 0,20 ms dan tingkat ping 0,4 ping
/ s digunakan. Rentang dinamis sistem memungkinkan data
kekuatan target dikumpulkan antara -100 dan -50 dB
Pengukuran kekuatan target lebih kecil dari tingkat kebisingan. Pengukuran

kekuatan target dibuat secara terus menerus di atas lintasan survei.

Observasi akustik dan pengambilan sampel biologis zooplankton dilakukan

secara simultan selama survei. Untuk akuisisi data, transduser akustik

dipasang di sisi yang dipasang dari kapal. Data sonar dikumpulkan

menggunakan over side mount untuk echosounder dari kapal kesempatan. A

Garmin DGPS terhubung ke PC dan secara bersamaan digunakan untuk

penentuan posisi.Energi backscattered dari sampling zooplankton sama

dengan jumlah energi yang digemakan oleh masing-masing zooplankton.

Volume backscattering strength (SV) didefinisikan sebagai rasio intensitas

suara backscattered terhadap intensitas suara insiden oleh volume unit. Ini

ditentukan dengan menggunakan persamaan sonar dan kekuatan

backscattering volume (SV) dan koefisien backscattering akustik


HASIL
Pada gabar menunjukkan echo zooplankton laut. Warna
merah adalah profil dasar laut dan zooplankton laut di
kolom air dengan warna biru.

Gambar 2. Echogram dari lapisan hamburan suara zooplankton


diamati di Pulau Pari, Indonesia.
Gambar 3 menunjukkan banyaknya pada masing-masing posisi. Spesies zooplankton

yang terdeteksi terdiri dari Tintinnopsis sp., Amphorelopsis sp., Favella sp., Undella sp.,

Calanus sp., Acartia sp., Dan Codenelopsis sp. menunjukkan kelimpahan zooplankton di

setiap stasiun sampling dengan kekuatan target distribusi zooplankton (Gambar 4.).

Gambar 3. Biomassa Zooplankton untuk setiap posisi sampling


Gambar 4. Histogram Target Strenght
Gambar 5. Target Strength (TS) Gambar 6. Volume
dan hubungan panjang backscattering strength (SV)
zooplankton dan hubungan kepadatan
biologis
Gambar 7. Target kekuatan sudut orientasi untuk individu Copepod 20 mm
menggunakan 120 kHz, 200 kHz, dan 400 kHz
diperoleh dengan menggunakan model DWBA, secara berurutan
Gambar 8. Target kekuatan vs sudut orientasi untuk individu Acartia
sp. 20 mm menggunakan 120 kHz, 200 kHz, dan 400 kHz
diperoleh dengan menggunakan model DWBA, secara berurutan
Gambar 9. Kerapatan dan kontras kecepatan suara krill
sebagai fungsi panjang. (A) Kerapatan kontras sebagai fungsi
panjang. (B)
Kontras kecepatan suara sebagai fungsi panjang
Gambar 10. Pengaruh variasi sifat
material homogen dari Gambar 11. Diukur () dan
zooplankton pada kekuatan model DWBA () dari
targetnya backscatter zooplankton
Gambar 12. Backscattering cross section dari zooplankton untuk 120
kHz (---), 200 kHz (- -), 400 kHz (-)
Gambar 13. Distribusi salinitas dan suhu laut
Pada Gambar 5 menunjukkan kelimpahan zooplankton
tertinggi ada di stasiun 5 dan terendah di stasiun 3. Target
kekuatan zooplankton berkisar antara -80,0 dB hingga -60
dB. Peningkatan panjang zooplankton diikuti oleh nilai
kekuatan target . Gambar 6 menunjukkan hubungan antara
kerapatan biologis dihitung dari sampling plankton dan
kekuatan backscattering volume yang diukur (SV). Ini
menunjukkan korelasi linear antara kerapatan biologis dan
nilai SV. Volume backscattering strength (SV) sebanding
dengan kepadatan numerik zooplankton.
Penelitian ini adalah untuk menerapkan akustik multi-frekuensi untuk

membedakan antara Calanus dan Acartia zooplankton. Holliday dan Pieper (1995)

mengukur kekuatan target pada 400 kHz adalah -1,5 dB kurang dari Target

Strength (TS) pada 200 dan 120 kHz. Perbedaan target kekuatan untuk Calanus

dan Acartia menggunakan frekuensi ini diamati mulai dari -2,0 hingga -0,5 dB,

yang konsisten dengan Holliday dan Pieper (1995). Chu (1992) mengukur

kekuatan target (TS) zooplankton hidup menggunakan multi frequencie. Hasilnya

menunjukkan ketergantungan frekuensi yang kuat. Informasi tentang frekuensi

tergantung pada backscattering akan dimasukkan ke dalam pemrosesan pasca

akustik sebagai alat untuk identifikasi spesies zooplankton. Metode back-

scattering akustik multifrekuensi memperluas jangkauan kondisi di mana

dimungkinkan untuk menafsirkan data akustik dalam parameter biologis seperti

ukuran zooplankton dan kelimpahan (Medwin dan Clay, 1998)


Kontras kecepatan bunyi yang diukur bervariasi antara 1,010 dan 1,070,
dengan nilai rata-rata 1,0258 dan deviasi standar 0,0064, sedangkan
kontras densitas terukur bervariasi antara 1,005 dan 1,065, dengan nilai
rata-rata 1,0232 dan deviasi standar 0,0052. Linear regresi menunjukkan
bahwa kepadatan dan kontras kecepatan-suara memiliki gradien 1,4x104
(mm-1) dan 1,2 x 10-4 (mm-1), masing-masing (Gambar 9). Koefisien
korelasi masing-masing adalah 0,98 dan 0,94. Komputasi dilakukan untuk
silinder membungkuk meruncing kasar sebagai fungsi dari sudut orientasi
untuk satu frekuensi atas berbagai sifat material (Gambar. 10). Gambar ini
menunjukkan bahwa Kekuatan Sasaran diplot sebagai fungsi sudut orientasi
untuk Calanus panjang 20 mm pada 200 kHz. Empat set kerapatan dan
batasan kecepatan suara yang berbeda digunakan g = h = 1 + , di mana  =
0,01, 0,02, 0,03, 0,04, 0,05 untuk set yang berbeda. Hasilnya menunjukkan
perubahan besar pesanan 15 dB pada tingkat keseluruhan hamburan balik.
Model dan pengukuran digeser ke frame referensi yang sama dan
diplot bersama untuk perbandingan (Gambar 11.). Pengukuran
umumnya muncul untuk mendukung model dengan lobus utama
dalam pola hamburan pada sudut yang sama.di samping konsisten
dengan holliday dan pameter (1995). chu (1992) mengukur lobus
stength target, jauh dari lobus hamburan utama, pengukuran
umumnya lebih tinggi dari prediksi model. Ada perbedaan antara
pengukuran dan model. Model DWBA bergantung pada
penjumlahan hamburan dari volume objek yang diukur. Target
Kekuatan (TS) prediksi dari model DWBA telah divalidasi secara
eksperimental untuk zooplankton dekat insidensi broadside dengan
sudut kurang dari 15-30o. Model backscattering cross section untuk
tiga frekuensi ditunjukkan pada Gambar 12.
Prediksi TS pada sudut yang lebih besar dalam eksperimen yang sama adalah

sekitar 8 dB dari pengukuran langsung. Hasil ini disepakati atau sesuai

dengan nilai teoritis oleh Wiebe et al. (2010) yang memperoleh 5-10 dB

antara pengukuran dan model. Gambar ini menunjukkan bahwa TS lebih

dipengaruhi oleh kontras densitas (g) daripada kontras kecepatan suara (h).

Gambar 13 menunjukkan distribusi salinitas dan suhu laut di area survei.

Peningkatan kedalaman air laut diikuti oleh salinitas yang lebih tinggi dan

suhu yang lebih rendah. Suhu laut diperantarai tekanan fisiologis dan

perubahan fenologi berdampak pada keberhasilan perekrutan dan

kelimpahan banyak populasi zooplankton laut (Medwin dan Clay, 1998).

Distribusi orientasi yang diamati menghasilkan prediksi kekuatan target dari

model penyebaran berdasarkan DWBA teoritis yang konsisten dengan

observasi in situ
Perubahan dalam distribusi zooplankton dan
kelimpahan mengubah komposisi komunitas laut,
dengan konsekuensi yang mungkin terhadap struktur
dan produktivitas ekosistem laut. Peningkatan suhu
permukaan laut (SST) disebabkan meningkatnya suhu
udara (IPCC, 2007). Penurunan salinitas disebabkan
oleh pencairan es. Pengaruh lain pada penurunan
salinitas di Pulau Pari adalah peningkatan curah hujan.
Ketersediaan nutrisi berkorelasi dengan produktivitas
fitoplankton sebagai dasar jaring makanan laut.
KESIMPULAN
Volume backscattering kekuatan zooplankton sebanding dengan kepadatan

numeriknya. Kontras kecepatan suara dan kontras densitas terhadap

panjang zooplankton telah menghasilkan prediksi dari model hamburan

berbasis DWBA yang dibandingkan dengan pengukuran samudra dari

kekuatan target zooplankton. Untuk mengkarakterisasi sifat material

zooplankton, tidak ada satu pun nilai kontras densitas dan pengukuran

kontras kecepatan suara yang cukup. Ini disebabkan zooplankton bervariasi

antara spesies serta taxonomi. Studi yang lebih komprehensif diperlukan

untuk mengevaluasi variasi musiman, spasial, dan temporal dalam sifat

material zooplankton. Penerapan model DWBA memungkinkan perkiraan

jumlah biologis dan kelimpahan zooplankton secara biologis yang lebih

akurat
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai