Anda di halaman 1dari 6

Nama : Syardilla Fika

Nim : 1405620022

Prodi : Pendidikan Sosiologi B

Mata Kuliah : Ilmu Alamiah Dasar

Tema : Permasalahan lingkungan global

Dampak Global Warming Terhadap Ekosistem Laut

Data NASA dan NOAA menunjukkan bahwa rata-rata suhu global pada 2016 adalah 1,78
derajat fahrenheit (0,99 derajat celcius), lebih hangat daripada rata-rata suhu bumu saat
pertengahan abad ke-20. Kenaikan suhu seperti ini bisa memicu iklim yang berbahaya bagi
kelangsungan hidup penghuni bumi. Terlebih lagi sampai saat ini industry sudah menempati
lahan di setiap negara seperti didikannya pabrik-pabrik, pembangkit listrik, kendaraan
transportasi dan pertanian.. Hal ini menyebabkan meningkatnya temperatur bumi yang berlebih
atau disebut juga dengan pemanasan global. Pemanasan global terjadi akibat meningkatnya emisi
gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx),
chlorofluorocarbon(CFC) dan gas lainnya secara berlebihan di atmosfer akibatnya terdapat
gelombang panjang yang bersifat panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi.

Peneliti dan para ahli melihat bahwa ulah manusia memacu besarnya jumlah gas rumah
kaca dilepaskan ke atmosfir. Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas di udara di atas lapisan
permukaan bumi (atmosfer) yang memungkinkan sebagian panas dari matahari ditahan di atas
permukaan bumi. Dengan semakin besar konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, akan semakin
besar pula energi panas yang terperangkap di permukaan bumi. Menurut Soemarwoto (2004)
tanpa adanya efek rumah kaca maka bumi akan terlalu dingin untuk ditempati yaitu dengan rata-
rata temperatur sekitar -18°C, tetapi dengan adanya efek ini temperatur rata-rata bumi menjadi
33°C ini berarti sesuai bagi makhluk hidup untuk hidup. Namun apabila efek tersebut terlalu
besar, bumi akan menjadi lebih hangat dari semestinya dan dapat berdampak negatif bagi
kehidupan makhluk hidup di muka bumi.
Pemanasan global berawal dari sumber energi matahari yang berbentuk radiasi
gelombang elektromagnetik yang pendek mengenai permukaan bumi berubah menjadi cahaya
yang panas dan permukaan bumi akan menyerap sebagian panas serta memantulkan kembali
sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang dan ultraviolet
ke angkasa luar. Namun sebagian panas akan terperangkap dalam permukaan bumi karena
dipantulkan oleh sejumlah gas rumah kaca yang terbentuk di atmosfer, menyebabkan panas
tersebut tersimpan di permukaan bumi. Dampak dari pemanasan global yaitu meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, naiknya permukaan air laut secara global akibat
mencairnya lapisan es di kutub utara dan selatan, Perubahan tekanan udara, suhu, kecepatan dan
arah angin menyebabkan terjadinya perubahan arus laut, salinitas menurun dan sedimentasi
meningkat di kawasan pesisir dan lautan.

Dilansir dari Encylopedia Britannica, ekosistem laut adalah kompleks kehidupan di laut
mencakup unsur biotik dan abiotic. Unsur biotik ekosistem laut seperti ikan, kerang, ganggang
dan anemon. Sementara unsur abiotic meliputi air,oksigen, cahaya matahari,garam,pasir dan
batu. Di laut Indonesia sendiri terdapat 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950
spesies biota terumbu karang. Oleh sebab itu pula Indonesia adalah negara dengan
keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia (marine mega-biodiversity). pengasaman laut
sebagai dampak perubahan iklim. Dampak pemanasan global di muka bumi juga
mengancam ekosistem laut, yakni menyebabkan suhu air laut semakin naik, serta pengasaman
laut sebagai dampak adanya perubahan iklim. Kondisi ini tentu ekosistem laut seperti
mengancam biota laut.

Dalam proses fotosintesis di lautan, fitoplankton menghasilkan senyawa-senyawa organis


di daerah fotik akan menentukan konsumsi oksigen di semua kedalaman perairan. Plankton
merupakan makhluk hidup yang hidupnya mengapung, dan melayang di dalam air yang
kemampuan berenangnya sangat terbatas. Sedangkan istilah plankton diperkenalkan pertamakali
oleh Victor Hensen 1887 (Nontji, 2008). Fitoplankton (plankton tumbuhan) merupakan produsen
dalam rantai makanan sehingga sangat penting untuk mendukung kehidupan biota laut,
sedangkan zooplankton (plankton hewan) merupakan konsumen pertama sehingga sangat
penting sebagai penghubung antara produsen dengan hewan -hewan pada tingkat tropik yang
lebih tinggi.

Besarnya konsumsi oksigen pada setiap kedalaman ditentukan oleh intensifnya


organisme-organisme fitoplankton dalam pembentukan senyawa-senyawa organik. itoplankton
dapat mengikat secara langsung CO2 dari atmosfer sebagai bahan dasar untuk kelangsungan
proses fotosintesis yang menghasilkan O2 terlarut untuk kebutuhan biota laut lainnya dalam
proses respirasi. Fitoplankton dapat mengikat secara langsung CO2 dari atmosfer sebagai bahan
dasar untuk kelangsungan proses fotosintesis yang menghasilkan O2 terlarut untuk kebutuhan
biota laut lainnya dalam proses respirasi. Fitoplankton laut memiliki peranan penting dalam
menjaga kesimbangan panas bumi yaitu sebagai pengatur dan pengendali iklim global melalui
pengontrolan perluasan dan ketebalan awan yang melewati lautan. Namun, jika pemanasan
global terjadi semakin parah hingga menyebabkan adanya perubahan iklim yang tak menentu
maka, akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan fitoplankton sebagai dasar rantai
makanan sehingga menurunkan laju fotosintesis yang di laut ( Syamsuddin, 2000).

Berkurangnya fitoplankton di dalam laut akan berakibat pada penurunan populasi


zooplankton sebagai konsumennya dan selanjutnya berpotensi terhadap penurunan kelimpahan
ikan sebagai konsumen pada tingkatan selanjutnya. Kemudian berdasarkan pemantauan biota
laut oleh Eliot dan Simmonds pada tahun 2007 dalam Indrawan et al (2007) dampak langsung
akibat perubahan temperatur bumi yaitu terjadinya perubahan pola distribusi dari beberapa jenis
mamalia laut yang berpindah menuju habitat optimalnya yang tersisa dan dapat mempengaruhi
kerentanan penyebaran virus atau kuman penyakit.

Dampak pemanasan global juga terjadi dalam terumbu karang. terumbu karang dibentuk
melalui ekosistem binatang karang. Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip,
yang dalam jumlah ribuan membentuk koloni yang dikenal sebagai karang (karang batu atau
karang lunak). Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral,
sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama
terumbu, sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang
hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Umunnya berkembang secara
optimal pada temperatur perairan 25-29°C dan sangat rentan terhadap perubahan temperatur
perairan. Jika temperatur air naik dengan waktu yang lama yaitu antara 2-3 minggu, terumbu
karang akan mengalami pemutihan atau memudarnya warna karang. Ini disebabkan oleh
keluarnya zooxanthella dari karang Zooxanthella adalah mikroalgae dari kelompok
dinoflagellata yang hidup sebagai simbion didalam jaringan endoderm karang. Koloni karang
menjadi putih ketika ditinggalkan oleh zooxanthella karena warna karang ditentukan oleh
pigmen yang ada di dalam zooxanthella tersebut. Fenoma demikian dinamakan dengan
bleaching. Fenomena tersebut tidak dapat dicegah karena mencegah atau menahan masa air laut
yang hangat yang dibawa oleh pola arus dan menghantam daerah terumbu karang kita
merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Daari pengalaman menunjukan bahwa kondisi
terumbu karang yang baik dengan persentase tutupan karang hidup diatas 50 % akan lebih tahan
terhadap stress panas atau kejadian bleaching.  Sedangkan terumbu karang dengan kondisi buruk
dibawah 15% bila terjadi bleaching akan punah, oleh sebab itu mempertahankan kondisi karang
yang baik menjadi kewajiban yang harus dilakukan karena terumbu karang merupakan tempat
tinggal ikan-ikan serta biota laut yang lainnya.

Dari pemaparan tersebut, penyelamatan ekosistem laut harus diimplementasikan oleh


semua pihak. Pemanasan global yang menjadi perbincangan di seluruh dunia ini memerlukan
jalan keluarnya. Kita sebagai manusia perlu mengurangi penggunaaan dan membatasi produksi
CFC, melakukan penanaman pohon dan penghijauan di lahan-lahan kritis, Menggunakan energi
yang bersumber dari energi alternatif seperti energy matahari, air ,angin, bioenergy guna
mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Usaha-usaha
tersebut dapat meminimalisir adanya pemanasan global.
Daftar Pustaka

Latuconsina, Husain. 2010. Dampak Pemanasan Global Terhadap Ekosistem Pesisir dan Lautan.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate). Volume 3 Edisi 1

Posumah Rizali, 2020. “Pemanasan Global Mulai Mengancam Ekosistem Laut, Ini Cara
Ilmuwan Bikin Terumbu Karang Tahan Panas”.
https://manado.tribunnews.com/2020/05/21/pemanasan-global-mulai-mengancam-ekosistem-
laut-ini-cara-ilmuwan-bikin-terumbu-karang-tahan-panas.

Syaifullah, M. D. (2015). Suhu Permukaan Laut Perairan Indonesia dan Hubungannya dengan
Pemanasan Global. Jurnal Segara, 11(2), 103-113.

Anda mungkin juga menyukai