Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM TERKAIT


TEWASNYA 6 LASKAR FPI

Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan


Dosen: Martini, S.H., M.H.

Disusun oleh:

KELOMPOK 5
Jundana Yahya Anas (1405620032)
Muhammad Rafi Rizqullah (1405620047)
Putri Amanda Pratiwi (1405620061)
Ruri Zainada Faryana (1405620069)
Salpa Rizki Apriyanto (1405620076)
Syardilla Fika (1405620022)

Pendidikan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Upaya Penyelesaian Kasus
Pelanggaran HAM Terkait Tewasnya 6 Laskar FPI ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini juga memiliki tujuan untuk
menambah wawasan tentang penyelesaian kasus penembakan 6 laskar FPI bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami berterima kasih kepada Ibu Martini, SH. MH., selaku Dosen Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan yang tekah memberikan tugas ini sehingga pengetahuan kamu
bertambah dan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami buat ini masuh jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami akan sangat berterima kasih jika ada yang ingin memberikan kritik maupun
saran. Dari kritik dan saran itulah kedepannya kami dapat membuat makalah yang lebih baik.

Depok, 20 April 2021

Penulis

I
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................3
1.4 Manfaat......................................................................................................................................3
1.5 Metode Penelitian......................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
A. Peristiwa Terjadinya Penembakan Laskar FPI...........................................................................5
B. Penyelesaian Kasus Penembakan Front Pembela Islam (FPI)....................................................6
a. Penyelidikan.................................................................................................................................9
b. Penyidikan....................................................................................................................................9
c. Penuntutan..................................................................................................................................10
d. Pemeriksaan di Pengadilan........................................................................................................10
C. Kasus Penembakan Front Pembela Islam (FPI) dalam Perspektif HAM..................................12
BAB III..........................................................................................................................................15
PENUTUP.....................................................................................................................................15
A. Kesimpulan...............................................................................................................................15
B. Saran..........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................16

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar atau hak kewarganegaan yang melekat pada
individu sejak ia terlahir di dunia secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Esa yang tidak dapat diambil atau dirampas dan dicabut keberadaannya. HAM menurut Jan
Materson ialah hak-hak yang melekat dalam diri manusia dan anpa hak itu manusia tidak dapat
hidup sebagai manusia. HAM wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan disetiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. HAM berlaku untuk seluruh individu tanpa memandang status, suku bangsa,
gender atau yang lainnya, maka dari itu HAM bersifat universal. Hak ini diperlukan selain guna
melindungi diri dan martaba kemanusiaannya, tetapi juga digunakan sebagai landasan moral
dalam bergaul denga sesama manusia.

HAM merupakan kodrat yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia lahir. Dalam
sisi lain, manusia juga memiliki hak kebebasan. Rosevelt berpendapat bahwa manusia dalam
bermasyarakat memiliki empat kebebasan (The Four Freedoms), yakni:

a. Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (Freedom of Speech); artinya manusia


berhak untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas
b. Kebebasan beragama (Freedom of Religie); artinya manusia berhak memiliki
kepercayaannya masing-masing
c. Kebebasan dari rasa takut (Freedom from Fear); artinya manusia berhak mendapatkan
perlindungan dari rasa takut
d. Kebebasan dari kemalaratan (Freedom from Want)

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh UU ini,
dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

1
Berdasarkan sifatnya, pelanggaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Pelanggaran HAM Berat, Pelanggaran HAM yang bersifat non-derogable rights, yang
haknya tidak dapat dikurangkan dalam keadaan apa pun termasuk pelanggaran HAM berat.
Hak-hak tersebut meliputi hak untuk hidup, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari
perbudakan, dan hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan agama. Pelanggaran HAM
yang bersifat berat menurut UU RI No. 16 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
2. Pelanggaran HAM Ringan, Pelanggaran yang derogable bersifat hak-haknya boleh dikurangi
atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Hak dan kebebasan termasuk dalam
jenis ini adalah hak atas berkumpul secara damai, hak atas kebebasan berserikat, hak
berpendapat dan berekspresi.

Kasus penembakan 6 Laskar FPI termasuk dalam pelanggaran HAM (Hak Asasi
Manusia). Berdasarkan investigasi sejak 7 Desember 2020, Komnas HAM menyimpulkan
adanya pelanggaran HAM. Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan pengusutan lebih
lanjut terhadap kepemilikian senjata api yang diduga digunakan Laskar FPI. Komnas HAM
meminta proses penegakan hukum yang akuntabel, objektif, dan transparan sesuai standar Hak
Asasi Manusia. Komnas HAM telah mengumumkan hasil penyelidikan terhadap kematian 6
laskar FPI yang terjadi di tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 8 Januari 2021 lalu. Dari 6 orang
laskar FPI yang tewas, Komnas HAM menyimpulkan peristiwa yang menyebabkan 4 orang yang
tewas termasuk pelanggaran HAM. Untuk peristiwa 2 orang laskar FPI lainnya yang tewas,
Komnas HAM menyebut konteksnya peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang
antara petugas dan laskar FPI, bahkan diduga menggunakan senjata api.

Mengenai terjadinya perbedaan kronologis kejadian antara pihak polisi dan FPI hal ini
perlu dicari kebenaran yang sebenarnya bukan pembenaran yang diklaim salah satu pihak yang
berseberangan pendapatnya. Kronologis yang disampaikan oleh polisi sebagaimana dikutip oleh
banyak media tidak bisa diterima begitu saja. Tindakan aparat yang membunuh 6 orang FPI bisa
masuk kategori tindakan extra-judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.
Tindakan seperti ini dilarang keras oleh ketentuan dalam hukum HAM internasional maupun
peraturan perundang undangan nasional Indonesia.Larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political

2
Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang diratifikasi
melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Extra-judicial killing merupakan suatu pelanggaran hak
hidup seseorang. Tindakan semacam ini dianggap melanggar hak asasi manusia karena telah
mengabaikan hak seseorang untuk memperoleh proses hukum secara adil.

1.2 Rumusan Masalah

Penulisan makalah mengenai upaya penyelesaian kasus pelanggaran Ham terkait


tewasnya 6 laskar FPI ini dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan yang jelas dan
komprehensif tentang bagaimana penyelesaian kasus tersebut. Rumusan yang dijadikan fokus
penelitian pada makalah ini meliputi:

1. Mengapa terjadi peristiwa penembakan laskar FPI?

2. Bagaimana penyelesaian kasus penembakan ini?

3. Bagaimana jika dilihat dari perspektif HAM mengenai kasus penembakan laskar FPI?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui kronologi peristiwa penembakan Laskar FPI

2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian kasus penembakan laskar fpi

3. Untuk mengetahui bagaimana kasus penembakan laskar FPI dalam perspektif HAM

1.4 Manfaat

Manfaat dari menyusun makalah ini adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada
para pembaca mengenaiperistiwa penembakan laskar FPI yang berhubungan dengan HAM
sehingga diharapkan pembaca dapat mengimplementasikannya dengan baik dan benar

3
1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi literatur. Metode kualitatif
dalam makalah ini berfokus pada pengamatan terhadap judul yang telah dipilih. Selain itu studi
literatur digunakan untuk menyelesaikan persoalan dengan mengambil data di pustaka, membaca
tentang persoalan yang dibahas.

Penelitian dengan studi literatur sebuah penelitian yang persiapannya sama dengan
penelitian lainnya akan tetapi sumber dan metode pengumpulan data dengan mengambil data di
pustaka, membaca, mencatat, dan mengolah bahan penelitian.

Sumber data yang digunakan dalam paper ilmiah ini adalah data sekunder. Sugiyono
(2011, hlm.308) mendefinisikan bahwa data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
membaca, mempelajari jurnal, buku-buku atau dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan
dengan persoalan yang dibahas

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peristiwa Terjadinya Penembakan Laskar FPI

Peristiwa ini mulanya dilatarbelakangi adanya kegiatan pembuntutan oleh kepolisian


Polda Metro Jaya terhadap Habib Rizieq Shihab. Saat itu rombongan HRS berjumlah sem
bilan unit mobil. Saat rombongan HRS tersebut keluar di pintu tol Karawang Timur, rom
bongan tersebut tetap diikuti oleh beberapa mobil yang melakukan pembuntutan. Tujuh u
nit mobil rombongan HRS melaju lebih dahulu dan menyisakan dua unit dibelakang. Dua
unit mobil rombongan HRS tesebut menjaga agar mobil yang membuntuti rombongan H
RS tidak mendekat. Peristiwa penembakan yang dilakukan jajaran kepolisian Polda
Metro Jaya terhadap enam laskar khusus Front Pembela Islam (FPI) terjadi pada Senin 7
Desember 2020 dini hari. Dari 10 orang, sebanyak 6 orang pengawal Habib Rizieq
Shihab itu meninggal dunia usai ditembak polisi. Baku tembak terjadi antara aparat Polda
Metro Jaya dengan laskar khusus pengikut Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib
Rizieq Shihab. Kejadian itu berlangsung di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada
Senin 7 Desember 2020 dini hari. Di tol tersebut, dua orang Laskar FPI ditemukan denga
n kondisi tak bernyawa karena dikatakan telah terjadinya aksi kejar-mengejar dan berujun
g saling serang antara mobil rombongan HRS dengan mobil petugas pembuntutan. Sedan
gkan empat korban lainnya dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian. Namun
dari pengakuan petugas saat diperjalanan menuju Polda Metro Jaya, empat laskar tersebu
t berupaya melawan petugas yang mengancam keselamatan diri dan akhirnya diambil tin
dakan untuk menembak mati empat laskar tersebut. Polda Metro Jaya menyebutkan
adanya penyerangan terhadap polisi saat melakukan pembuntutan terhadap kendaraan
pengikut Habib RIzieq Shihab di Tol Jakarta-Cikampek. Pihak kepolisian juga
menyampaikan adanya baku tembak dalam kejadian itu sehingga mengakibatkan 6
pengawal Habib Rizieq tewas ditembak polisi. Berbeda dengan pengakuan polisi,
Sekretaris Umum Front Pembela Islam (Sekum FPI) Munarman menuding polisi
membeberkan narasi fitnah atas kasus tewasnya enam laskar FPI di Karawang, Jawa
Barat tersebut. Terutama ketika polisi menarasikan laskar FPI menembak penyidik Korps

5
Bhayangkara. Menurut Munarman, kejadian tewasnya enam laskar FPI sebagai tindakan
pembantaian.

Dari dua narasi pemberitaan yang berbeda tersebut, telah menyebabkan publik
terbelah opininya. Ada masyarakat yang percaya kepada pernyataan polisi, namun ada
juga yang lebih percaya kepada FPI. Perang opini mengenai peristiwa ini terus mewarnai
pemberitaan media sampai saat ini. Tidak jelas mana informasi yang benar dari fenomena
ini. Adanya pro kontra yang terjadi, satu hal yang tidak dapat terbantahkan adalah telah
terjadinya peristiwa pembunuhan diluar hukum yang diduga dilakukan oleh aparat
kepolisian RI. Disebut juga Extra-judicial killing atau penghukuman mati di luar hukum
yang dimana terjadinya pembunuhan yang dilancarkan oleh pemerintah tanpa melalui
proses hukum terlebih dahulu. Hak hidup setiap orang dijamin oleh UUD 1945 dan
merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi apapun keadaannya (non-derogable
rights). Oleh karena itu, tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh negara hukum
seperti Indonesia. Tindakan ini juga melanggar hak-hak lain yang dijamin baik oleh UUD
1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ataupun ketentuan hukum
HAM internasional, seperti hak atas pengadilan yang adil dan berimbang.

B. Penyelesaian Kasus Penembakan Front Pembela Islam (FPI)


1. Jenis Pelanggaran HAM
Komnas HAM telah menetapkan bahwa Peristiwa tewasnya enam orang laskar FPI
merupakan kategori pelanggaran HAM, tetapi hingga saat ini peristiwa tersebut belum dapat
diputuskan apakah peristiwa penembakan tersebut termasuk HAM berat atau HAM ringan.
Di Indonesia ada dua jenis pelanggaran HAM, diantaranya:
a. Pelanggaran HAM Ringan
Pelanggaran HAM ringan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh
seseorang maupun kelompok, tetapi tidak mengancam keselamatan jiwa manusia. Namun,
jika dibiarkan dalam jangka waktu lama, pelanggaran ini tetap dianggap membahayakan hak
seorang individu. Maka dari itu, hal tersebut harus dapat ditindaklanjuti dan diperbaiki
secepat mungkin. Pelanggaran HAM ringan ini meliputi:
a. Perilaku Tidak Adil (UU No. 39/1999)

6
Pengertian ketidakadilan secara umum sering diartikan sebagai hal perbuatan yaitu “Tidak
bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya “.
b. Diskriminasi (Pasal 1 (2). UU No 39/1999 )
Definisi 'diskriminasi‘ yaitu, Pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara
(berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya, sehingga
bersifat diskriminasi (membeda-bedakan).
Jenis pelanggaran HAM ringan yang sering terjadi di masyarakat yaitu, tidak
mendapat layanan pendidikan dan kesehatan yang sejajar, tidak mendapatkan keadilan sosial
di tengah masyarakat, menghalangi seseorang untuk melakukan ibadah, dan pencemaran
nama baik. Hal ini tidak boleh dipandang sebelah mata karena menyangkut hak yang harus
didapatkan seseorang demi kenyamanan dalam hidupnya.

b. Pelanggaran HAM Berat

Terdapat empat jenis pelanggaran HAM berat dan serius yang menjadi perhatian
internasional, masing-masing memiliki indikasi dan ciri-ciri tersendiri. Keempat jenis
pelanggaran HAM berat berdasarkan Statuta Roma dan Undang-Undang RI No.26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah:
1) Kejahatan Genosida (Genocide)
2) Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crime Against Humanity)
3) Kejahatan Perang (War Crimes)
4) Kejahatan Agresi (Aggression)

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memusnahkan atau menghancurkan seluruh atau sebagian dari kelompok bangsa, kelompok
etnis, kelompok agama, dan ras. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh
anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan atau kehancuran secara fisik baik seluruh maupun sebagiannya,
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan
memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

7
Sementara itu, kejahatan kemanusiaan seringkali diartikan sebagai suatu perbuatan
yang dilakukan dengan serangan yang meluas dan sistematis. Adapun serangan yang
dimaksud ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:

 Pembunuhan
 Pemusnahan,
 Perbudakan,
 Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa,
 Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan,
 Penyiksaan,
 Pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan kehamilan, pelacuran secara paksa,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara,
 Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, kebangsaan, ras, budaya, etnis, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut
hukum internasional,
 Penghilangan orang secara paksa,
 Kejahatan apartheid, penindasan dan dominasi suatu kelompok ras atau kelompok ras
lain untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaannya.

2. Penyelesaian Pelanggaran HAM di Pengadilan HAM


Dasar pemikiran rekonsiliasi dalam menyelesaikan persoalan kejahatan HAM pada
masa lalu mendasarkan pada prinsip state responsibility terhadap masyarakat atas segala apa
yang terjadi. Dalam konteks ini kewajiban negara dalam transisi tidak hanya sekedar
pembawa pelaku ke pengadilan, tetapi meliebihi dari sekedar upaya hukum yaitu selain
melakukan rehabilitasi, dan reparasi, juga memiliki keterkaitan dengan dekonstruksi masa
lampau yang bisu, dipalsukan atau masa rakyat yang diam atau traumatik.
The right to know the truth merupakan hak untuk mengetahui kebenaran yang dirujuk
ke pasal 19 Declaration of Human Right. Dimana adanya hak masyarakat atau korban untuk

8
mengetahui kebenaran (victim’s right to know) tersebut mengimplikasikan adanya kewajiban
negara untuk mengingat (state duty to remember).
Hukum acara yang digunakan dalam Pengadilan HAM adalah Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) sepanjang tidak diatur secara khusus oleh UU No. 26 Tahun
2000 (lex specialis derogat lex generalis). Adapun proses penyelesaian pelanggaran HAM
berat menurut UU No. 26 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
a. Penyelidikan
Penyelidikan dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM). Hal ini bertujuan adanya objektifitas hasil penyelidikan, apabila dilakukan oleh
lembaga independen. Dalam penyelidikan, penyelidik berwenang:
1. Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam
masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat
pelanggaran berat HAM.
2. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang
terjadinya pelanggaran berat HAM serta mencari keterangan dan barang bukti.
3. Memanggil pihak pengadu, korban atau pihak yang diadukan untuk diminta dan
didengar keterangannya.
4. Memanggil saksi untuk dimintai kesaksiannya.
5. Meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya
jika dianggap perlu.
6. Memanggil pihak terkait untuk melakukan keterangan secara tertulis atau
menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya.
7. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa pemeriksaan surat,
penggeledahan dan penyitaan, pemeriksaan setempat, mendatangkan ahli dalam
hubungan dengan penyelidikan.
b. Penyidikan
Penyidikan pelanggaran berat HAM dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam
pelaksanaan tugasnya Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas
unsur pemerintah dan masyarakat. Sebelum melaksanakan tugasnya, penyidik ad hoc
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing. Syarat-syarat yang
harus dipenuhi sebagai penyidik ad hoc, yaitu:

9
1. Warga Negara Indonesia
2. Berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun
3. Berpendidikan Sarjana Hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian
dibidang hukum
4. Sehat jasmani dan rohani
5. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik
6. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
7. Memiliki pengetahuan dan kepedulian dibidang hak asasi manusia

Penyidikan diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal hasil


penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik. Penyidikan dapat
diperpanjang 90 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah hukumnya dan dapat
diperpanjang lagi 60 hari. Jika dalam waktu tersebut, penyidikan tidak juga
terselesaikan, maka dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh Jaksa
Agung.

c. Penuntutan
Penuntutan dilakukan oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung dapat mengangkat
penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Syarat
untuk diangkat menjadi penuntut umum sama halnya dengan syarat diangkat menjadi
penyidik ad hoc. Penuntutan dilakukan paling lama 70 hari sejak tanggal hasil
penyidikan diterima.
d. Pemeriksaan di Pengadilan
Pemeriksaan perkara pelanggaran berat HAM dilakukan oleh majelis hakim
Pengadilan HAM berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang hakim pada Pengadilan HAM
dan 3 orang hakim ad hoc. Syarat-syarat menjadi Hakim ad hoc:
1. Warga Negara Indonesia
2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun dan paling tinggi 65 tahun
4. Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian
dibidang hokum
5. Sehat jasmani dan rohani

10
6. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik
7. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
8. Memiliki pengetahuan dan kepedulian dibidang Hak asasi manusia

Perkara paling lama 180 hari diperiksa dan diputus sejak perkara dilimpahkan
ke Pengadilan HAM. Banding pada Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 90 hari
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Kasasi paling lama 90 hari
sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.

Komnas HAM telah mengumumkan hasil penyelidikan terhadap kematian 6 laskar


FPI yang terjadi di tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 8 Januari 2021 lalu.. Dari 6 orang
laskar FPI yang tewas, Komnas HAM menyimpulkan peristiwa yang menyebabkan 4 orang
yang tewas termasuk pelanggaran HAM. Untuk peristiwa 2 orang laskar FPI lainnya yang
tewas, Komnas HAM menyebut konteksnya peristiwa saling serempet antar mobil dan saling
serang antara petugas dan laskar FPI, bahkan diduga menggunakan senjata api.
Peristiwa tewasnya 4 orang FPI yang termasuk pelanggaran HAM, Komnas HAM
merekomendasikan kasus ini dilanjutkan dengan mekanisme pengadilan pidana guna
mendapatkan kebenaran materil lebih lengkap demi menegakkan keadilan. Komnas HAM
juga meminta proses penegakan hukum dilakukan secara akuntabel, objektif, dan transparan
sesuai standar HAM.
Merujuk pada hasil investigasi Komnas HAM, keenam anggota FPI meninggal dunia
dalam dua peristiwa yang berbeda, meski masih dalam satu rangkaian. Dua di antaranya
meninggal tertembak ketika masih berada di dalam mobil Chevrolet Spin milik mereka, pada
saat terjadi baku tembak antara anggota FPI dengan aparat kepolisian.
Sedangkan empat lainnya meninggal tertembak di dalam mobil Daihatsu Xenia milik
polisi, setelah Kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek. Berdasarkan temuan itu, Komnas
HAM mengindikasikan adanya unlawfull killing (pembunuhan di luar proses hukum)
terhadap keempat anggota laskar FPI.
Komnas HAM kemudian meminta kasus tersebut diproses hingga ke persidangan.
Guna membuktikan indikasi yang disebut unlawfull killing. Komnas HAM menyerahkan

11
seluruh barang bukti, hasil temuan serta rekomendasi kepada Polri dengan harapan dapat
memperjelas peristiwa penembakan laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM 50.
Tapi bukan mendahulukan penyidikan terhadap dugaan unlawfull killing, Bareskrim
Polri justru menetapkan enam orang Laskar FPI sebagai tersangka atas tuduhan penyerangan
terhadap anggota. Mereka dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan.
Polisi menaikkan status penanganan kasus dugaan unlawful killing atau pembunuhan
di luar hukum yang dilakukan oleh tiga anggota Polda Metro Jaya terhadap enam laskar
Front Pembela Islam (FPI) yang tewas di Tol KM 50 Jakarta-Cikampek dari penyelidikan ke
penyidikan. Sampai sekarang kasus ini belum terselesaikan hingga tahapan terakhir.

C. Kasus Penembakan Front Pembela Islam (FPI) dalam Perspektif HAM

HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental
sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh
setiap indvidu, masyarakat, dan negara.

Berbicara mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) tidak dapat dilepaskan dengan Negara
Hukum (rechtstaat). HAM hanya dapat hidup subur dan berkembang di Negara Hukum, karena
hanya di negara yang berdasarkan hukumlah eksistensi HAM itu dijamin. Pengakuan dan
pengukuhan Negara Hukum salah satu tujuannya adalah melindungi HAM. Artinya, hak dan
kebebasan individu diakui,dihormati dan dijunjung tinggi.

Kemajuan dalam perlindungan hak asasi manusia telah menjadi salah satu program
pemerintah sejalan dengan proses reformasi dan pemantapan kehidupan berdemokrasi yang
sedang berlangsung. Upaya perlindungan terhadap hak asasi manusia di Indonesia diantaranya
adanya bentuk hukum tertulis yang memuat aturan-aturan tentang hak asasi manusia, yaitu: (a)
Dalam Konstitusi; (b) Dalam Ketetapan MPR; (c) Dalam Undang-Undang; dan (d) Dalam
peraturan pelaksanaan undang-undang seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan
peraturan pelaksana lainnya.

Pelanggaran hak asasi manusia merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik


dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi
individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi

12
pijakannya.Pelanggaran hak asasi manusia ada dua jenis yaitu pelanggaran hak asasi ringan dan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Front Pembela Islam (FPI) adalah organisasi terbuka untuk umum, dan siapa saja yang
menjadi anggotanya. Hal ini memungkinkan FPI berkembang dengan cepat. FPI lahir secara
resmi pada 27 Agustus 1988 di Pondok Pesantren Al-umm, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta
Selatan. Ormas ini didirikan oleh sejumlah habib, ulama, mubaligh serta aktivis Islam. Di amtara
tokoh yang melopori ormas ini adalah Rizieq Shihab yang saat ini menjadi pimpinan utamanya.

Sejak awal didirikan, organisasi ini mencanangkan gerakan nasional anti maksiat. Anggota FPI
kemudian rutin melaksanakanan aksi sweeping di tempat hiburan malam untuk menangkap
mereka yang dianggap melanggar aturan agama. Karena aksinya yang frontal, banyak pihak
kemudian melontarkan kritik, kecaman, hingga teror dan intimidasi kepada organisasi ini.

Sejumlah aksi Kontroversi yang dilakukan oleh FPI

 Insiden Monas
 Aksi 212
 Penyambutan besar-besaran Rizieq di bandara Soekarno-Hatta

Dalam kasus penembakkan FPI , komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
menyatakan, peristiwa tewasnya enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) tidak masuk
ke dalam kategori pelanggaran HAM berat. Hal itu pun tertuang dalam hasil investigasi mereka
dan telah diserahkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan
tidak menemukan bukti pelanggaran HAM berat dalam penembakan 6 laskar FPI oleh pihak
kepolisian. Taufan menjelaskan, berdasarkan Statuta Roma, suatu kasus dapat dikategorikan
masuk dalam kriteria pelanggaran HAM berat ketika tindakan penyerangan dan pembunuhan itu
merupakan hasil dari sebuah kebijakan atau lembaga negara.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan, mengapa penembakan


kepada Laskar FPI hanya disebut pelanggaran HAM saja. Menurutnya, pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh pihak kepolisian lantaran diduga melakukan pembunuhan kepada orang-orang

13
tersebut padahal mereka sudah tidak memegang senjata. Komnas HAM hanya menemukan
perintah dari pihak kepolisian untuk melakukan penguntitan dan buktinya yaitu surat perintah
sehingga bukan penyerangan dan pembunuhan pada masyatakat sipil

14
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh UU
Dalam peristiwa mengenai penembakan laskar FPI Komnas HAM telah mengumumkan hasil
penyelidikan terhadap kematian 6 laskar FPI yang terjadi di tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 8
Januari 2021 lalu.. Dari 6 orang laskar FPI yang tewas serta temuan-temuan, Komnas HAM
mengindikasikan adanya unlawfull killing (pembunuhan di luar proses hukum) terhadap keempat
anggota laskar FPI. Komnas HAM menyimpulkan peristiwa yang menyebabkan 4 orang yang
tewas termasuk pelanggaran HAM .

B. Saran

Menurut pendapat kami, saat ini sangat penting memahami dan melek terhadap HAM beserta
pelanggarannya. Kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan Hak Asasi Manusia
kita sendiri. Serta kita juga harus bisa menghormati dan menjaga Hak Asasi Manusia orang lain,
jangan sampai kita melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Suatu kasus yang berkaitan
dengan HAM perlu dicari kebenaran yang sebenarnya bukan pembenaran yang diklaim salah
satu pihak yang berseberangan pendapatnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Pakpahan, Zainal Abidin. 2017. “ MEKANISME PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM


DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.26 TAHUN 2000
TENTANG PENGADILAN HAM ”. https://media.neliti.com/media/publications/323423-
mekanisme-penyelesaian-pelanggaran-ham-d-0eb67c3c.pdf. Diakses pada 26 April 2021

Putra, Aditya Pradana. 2021. “Ini Kronologi Penembakan Laskar FPI Versi Komnas HAM”. http
s://www.republika.co.id/berita/qmmaav409/ini-kronologi-penembakan-laskar-fpi-versi-k
omnas-ham, diakses pada 26 April 2021

Putri, Arum Sutrisni. 2020. “Pelanggaran HAM: Pengertian dan Jenisnya”.


https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/28/210000069/pelanggaran-ham-
pengertian-dan-jenisnya, diakses pada 22 April 2021.

Tatang Guritno. 2021. "Sebut Penembakan 6 Laskar FPI Bukan Pelanggaran HAM Berat,
Komnas HAM: Ada Perintah Penguntitan".
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/14/13403561/sebut-penembakan-6-
laskar-fpi-bukan-pelanggaran-ham-berat-komnas-ham-ada/.

Triwayuningsih, Susani. 2018. Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia. Jurnal Hukum. 2(2).

Wartawati, Warta. 2020. “Pembantaian Diluar Hukum Pada 6 Orang FPI, Mengapa Terus
Terjadi”. https://www.law-justice.co/artikel/98958/pembantaian-diluar-hukum-pada-6-
orang-fpi-mengapa-terus-terjadi/, diakses pada 24 April 2021.

16

Anda mungkin juga menyukai