Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PELANGGARAN HAK ASASI KEKERASAN SEKSUAL PADA

ANAK JAKARTA INTERNATIONAL SCHOOL

Dosen Pengampu: Hanafi Ramsi, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

Exza Dwy Andhika

NPM.2208010187

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
BANJARMASIN

2022

1
RINGKASAN

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri
manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang
harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau
negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM
ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan
antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu
hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM
orang lain. Dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan
mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain.

2
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam pulisan ini dibahas
mengenai kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Kekerasan Seksual Pada Anak
Jakarta International School ditinjau dari segi hukum serta hubungan kasus
tersebut dengan pelanggaran HAM.
Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Banjarbaru, 06 Desember 2022

Exza Dwy Andhika

3
DAFTAR ISI

RINGKASAN…………………………………………………………… 2
KATA PENGANTAR…………………………………………...…….... 3
DAFTAR ISI ………..…………………………………………………... 4

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 5
B. Rumusan Masalah………..………………………………………... 6
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………... 6
D. Sistematika Penulisan………………………………….…….…….. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Pelanggaran HAM…………………...………………… 7
B. Pengertian Kekerasan Seksual…….………………….……………. 8
C. Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Pada Anak………...………….. 9

BAB III PEMBAHASAN


A. Kronologi Terjadinya Kasus………..………………….…………. 11
B. Kasus Terbukti Rekayasa atau Fiktif……………………………... 12

BAB IV PENUTUP
A Kesimpulan………………………………………………………… 15
B Saran ………………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA 16

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Jakarta International School (JIS), merupakan sekolah bertaraf


internasional yang ada di Indonesia dan sudah berdiri sejak tahun 1951. Sekolah
internasional tertua tersebut didirikan untuk siswa asing yang tinggal di sekitar
daerah Jakarta. Sekolah internasional ini ada mulai dari Playgroup hingga
Perguruan tinggi. JIS memiliki 3 lokasi, yang 2 lokasi dikhususkan untuk siswa
SD di Pattimura dan Pondok Indah, yang 1 lokasi lebih besar dan dianggap
sebagai kampus utama untuk siswa SMA dan SMP berada di Cilandak, Jakarta
Selatan. Namun pada tahun 2014 tepatnya bulan April, masyarakat dihebohkan
dengan terkuaknya kasus kekerasan seksual.

Kasus Pelecehan Seksual di JIS adalah dugaan pelecehan seksual oleh


karyawan dan guru Jakarta International School terhadap anak didiknya. Kasus ini
mulai dilaporkan pada tanggal April 2014, dan hingga November 2014 masih
dalam proses persidangan.

Kasus ini bermula dari laporan korban berinisial AK kepada orangtuanya


atas dugaan tindakan sodomi, yang kemudian diikuti laporan dari orang tua
lainnya. Awalnya hanya 5 tersangka tenaga kebersihan alih daya dari PT ISS
bernama Afrischa Setyani, Agun Iskandar, Virgiawan Amin alias Awan, Syahrial,
dan Zainal Abidin yang ditangkap, namun kasus ini terus berkembang sehingga
melibatkan guru seperti Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong. Keduanya
ditetapkan sebagai tersangka. Seiring pemeriksaan, daftar korban bertambah
menjadi tiga orang, yaitu AL, AK, dan DS. Polda bahkan menyatakan empat
orang diminta penundaan deportasinya untuk kepentingan pemeriksaan.

Namun seiring berjalannya persidangan, kasus ini diragukan penuh


rekayasa. Kontras menilai bahwa dalam kasus ini tindakan polisi kurang hati-hati,

5
tidak independen dan memaksakan sebuah kasus dari bukti-bukti yang sangat
lemah.

A. RUMUSAN MASALAH

1. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual tersebut?

2. Apa kaitannya kasus tersebut dengan pelanggaran HAM?

B. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan

membahas kasus tentang “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Kekerasan

Seksual Pada Anak Jakarta International School”

C. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I Pendahuluan : Pada Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi


pemilihan topik dari penulisan ini yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka : Dalam bab ini penulis akan memaparkan


landasan teori atau kajian teori yang berkaitan dengan permasalahan.

BAB III Pembahasan : Pada Bab ini menjelaskan dan memaparkan bahan
hukum hasil penulisan hukum serta analisa bahan hukum penulisan yang
berkaitan dengan masalah berdasarkan pada teori dan kajian pustaka
terhadap pembahasan kasus tersebut.

BAB IV Penutup : Bab ini berisikan kesimpulan dari penulisan ini, dan
juga saran-saran.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pelanggaran HAM


B. HAM secara umum adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki oleh
setiap insan
C. yang lahir di dunia sebagai karunia Tuhan serta harus dihormati dan
ditegakkan.
D. HAM tidak dapat dicabut serta bersifat hakiki dan universal pada semua
manusia.
E. DalamUndang-Undang No.39 tahun 1999 Pelanggaran HAM
adalah setiap
F. perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik
disengaja
G. maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan
hukum ,mengurangi,
H. menghalangi, membatasi dan mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang
I. yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapat atau
dikhawatirkan
J. tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan
K. mekanisme hukum yang berlaku.Yang sekarang telah menjadi UU
No.26/2000
L. tentang pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM
adalah setiap
M. perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja
N. ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi,
O. menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok
P. orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak
didapatkan atau
Q. dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang
berlaku.
R. HAM secara umum adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki oleh
setiap insan
S. yang lahir di dunia sebagai karunia Tuhan serta harus dihormati dan
ditegakkan.
T. HAM tidak dapat dicabut serta bersifat hakiki dan universal pada semua
manusia.

7
U. DalamUndang-Undang No.39 tahun 1999 Pelanggaran HAM
adalah setiap
V. perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik
disengaja
W. maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan
hukum ,mengurangi,
X. menghalangi, membatasi dan mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang
Y. yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapat atau
dikhawatirkan
Z. tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan
AA. mekanisme hukum yang berlaku.Yang sekarang telah menjadi
UU No.26/2000
BB. tentang pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM
adalah setiap
CC. perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara
baik disengaja
DD. ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi,
EE.menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok
FF. orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak
didapatkan atau
GG. dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang berlaku.
HH. HAM secara umum adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki
oleh setiap insan
II. yang lahir di dunia sebagai karunia Tuhan serta harus dihormati dan
ditegakkan.
JJ. HAM tidak dapat dicabut serta bersifat hakiki dan universal pada semua
manusia.
KK. DalamUndang-Undang No.39 tahun 1999 Pelanggaran
HAM adalah setiap
LL.perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik
disengaja
MM. maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan
hukum ,mengurangi,
NN. menghalangi, membatasi dan mencabut HAM seseorang
atau kelompok orang
OO. yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapat
atau dikhawatirkan
PP. tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan
QQ. mekanisme hukum yang berlaku.Yang sekarang telah menjadi
UU No.26/2000

8
RR. tentang pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM
adalah setiap
SS. perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja
TT.ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi,
UU. menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang
atau kelompok
VV. orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak
didapatkan atau
WW. dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang berlaku.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah setiap perbuatan, tindakan
individu atau sekelompok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja maupun
tidak disengaja, atau karena kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan mencabut Hak Asasi Manusia individu atau
sekelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang dan tidak didapatkan atau
dikahawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Begitupun menurut UU No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi
membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaiaan hukum yang adil dan benar, berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.

Pelanggaran HAM ini merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik


dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya
terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan
rasional yang menjadi pijakannya.

Dari pendekatan kultural (budaya) terbukti perjuangan menegakkan hak asasi


manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari tuntutan sejarah dan budaya
dunia, termasuk Indonesia. Karena itu memperjuangkan HAM sama dengan
memperjuangkan budaya bangsa atau “membudayakan” bangsa, antara manusia

9
dan kemanusiaan seluruh dunia sama dan satu.2 Pemahaman akan hak-hak asasi
manusia yang dimaksudkan adalah hakhak yang dimiliki manusia bukan karena
diberikan kepadanya oleh masyarakat, jadi bukan berdasarkan hukum positif yang
berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia, manusia
memilikinya karena ia manusia. Pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat
dikategorikan kedalan pelanggaran HAM ringan dan pelanggaran HAM
berat,dalam pasal 7 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
sisebutkan dua jenis perbuatan yang masuk kedalam pelanggaran HAM berat,
yaitu kejahatan Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan.

Kejahatan kemanusiaan dalam pasal 9 huruf a merupakan salah satu perbuatan


yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil berupa pembunuhan. Selain point huruf a dalam bentuk
pembunuhan dapat juga berupa pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau
pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas)
ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan
seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk- bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
penganiayaan terhadap satu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasarkan
pada persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan
kejahatan apartheid.

B. Pengertian Kekerasan Seksual


Menurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 kekerasan adalah setiap
perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan

10
hukum. Kekerasan seksual didefenisikan sebagai setiap tindakan seksual, usaha
melakukan tindakan seksual, komentar atau menyarankan untuk berperilaku
seksual yang tidak disengaja ataupun sebaliknya, tindakan pelanggaran untuk
melakukan hubungan seksual dengan paksaan kepada seseorang. (WHO, 2017)
Kekerasan seksual adalah segala kegiatan yang terdiri dari aktivitas seksual yang
dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh anak kepada anak
lainnya. Kekerasasan seksual meliputi penggunaaan atau pelibatan anak secara
komersial dalam kegiatan seksual, bujukan ajakan atau paksaan terhadap anak
untuk terlibat dalam kegiatan seksual, pelibatan anak dalam media audio visual
dan pelacuraran anak (UNICEF, 2014).

C. Bentuk-bentuk kekerasan seksual pada anak


Bentuk kekerasan seksual pada anak adalah segala tindakan yang mencakup
pelecehan dan kekerasan pada anak di bawah umur. Ada bermacam bentuk
kekerasan seksual yang bisa terjadi pada anak, yaitu:

 Eksibisionisme, atau mengekspos alat kelamin sendiri kepada anak di


bawah umur.
 Melakukan kontak fisik, seperti memegang atau menyentuh.
 Melakukan hubungan intim ke anak.
 Masturbasi di hadapan anak di bawah umur atau memaksa anak di bawah
umur untuk masturbasi.
 Percakapan cabul, panggilan telepon, pesan teks, atau interaksi digital
lainnya.
 Memproduksi, memiliki, atau membagikan gambar atau film porno anak-
anak.
 Perdagangan seks.

Menurut data kesehatan dari Rape, Abuse & Incest National Network,
mayoritas pelaku kekerasan seksual pada anak adalah orang yang dikenal atau

11
bahkan keluarga. Sebanyak 93 persen korban di bawah usia 18 tahun mengenal
pelaku.

Kebanyakan orang terdekat ini adalah mereka yang memiliki hubungan


dengan anak, termasuk kakak kelas, teman bermain, anggota keluarga, guru,
pelatih atau instruktur, pengasuh, atau orang tua dari anak lain.

Bentuk kekerasan seksual pada anak masuk dalam perbuatan tercela dan
biasanya intimidatif. Seringkali pelaku menggunakan posisi kekuasaannya untuk
memaksa ataupun mengintimidasi anak.

Pelaku akan mengatakan kalau aktivitas tersebut adalah sesuatu yang normal
dan anak menikmatinya. Pelaku kekerasan seksual juga seringkali mengancam
anak, sehingga anak memendam perlakukan tersebut karena berada di bawah
ancaman.

12
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kronologi terjadinya kasus


Kasus ini bermula pada tahun 2014 terkait dugaan kasus kekerasan seksual
anak dibawah umur, salah satu siswa TK JIS. JIS merupakan sekolah bertaraf
internasional pertama yang hadir di Indonesia. JIS berdiri pada tahun 1951 yang
awalnya didirikan khusus untuk anak-anak berkewarganegaraan asing. Namun
seiring berjalannya waktu JIS membuka peluang bagi siswa lokal yang ingin
menuntut ilmu pada sekolah ini. Sekolah JIS menggunakan bahasa inggris sebagai
bahasa utama dilingkungan sekolahnya, namun siswa/i JIS tetep mempelajari
bahasa dan budaya lokal. Kurikulum JIS telah ditetapkan sebagai salah satu
sekolah terbaik di luar negeri untuk mempersiapkan siswa masuk universitas di
Amerika Serikat oleh Western Association of Schools and Colleges dan Council
of International Schools, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Sehingga
tidak heran jika JIS merupakan sekolah yang menjadi idaman para orang tua
siswa untuk berlomba-lomba menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. JIS
memiliki 2.400 siswa berusia 3 sampai 18 tahun yang berasal dari 60 negara.
Sekolah ini mengikuti model kurikulum Amerika Utara dari prasekolah sampai
kelas 12.

Namun, pada awal tahun 2014 JIS diterpa isu yang mengejutkan banyak
pihak. Kasus dengan tuduhan tindakan pelecehan seksual pada anak dibawah
umur yang terjadi di lingkungan JIS dengan tuntutan mulai dari 12,5 USD
menjadi 125 USD. Tuntutan dengan tuduhan tindakan asusila ini dilaporkan oleh
Ibu Theresia yang merasa anaknya yang berinisial MAK menjadi korban. Isu
tindak kriminalitas ini menyeret 5 cleaning service dan juga 2 guru JIS sebagai
tersangka. Hal ini menjadi perbincangan cukup lama dan menimbulkan berbagai
macam perspektif negatif dari masyarakat. Pada awalnya JIS memutuskan untuk

13
tetap menjaga tetap tertutup mengenai kasus ini, namun ternyata tindakan tersebut
justru meningkatkan beritaberita negatif yang muncul di media.

Kasus ini mulai tersorot oleh publik akibat dari laporan korban berinisial
MAK kepada orangtuanya atas dugaan tindakan sodomi, yang kemudian diikuti
laporan dari orangtua lainnya. Awalnya hanya 5 tersangka tenaga kebersihan alih
daya dari PT. ISS bernama Afrischa Setyani, Agun Iskandar, Virgiawan Amin
alias Awan, Syahrial, Zainal Abidin dan Azwar yang ditangkap, namun kasus ini
terus berkembang sehingga melibatkan guru seperti Neil Bantleman dan Ferdinant
Tjong. Keduanya pun ditetapkan sebagai tersangka. Namun seiring berjalannya
persidangan, kasus ini diragukan karena penuh rekayasa dan banyak kejanggalan,
bahkan kasus ini dianggap sebagai malicious prosecution atau "investigasi dengan
niat jahat atau niat buruk" hingga menyebabkan salah satu terdakwa meninggal
dunia akibat kekerasan oleh anonim. Beberapa dokter yang menangani kasus ini
juga berpendapat bahwa hasil visum murid TK JIS penuh dengan kejanggalan
karena melampaui kewenangan seorang dokter. Lembaga Sosial Masyarakat,
Kontras menilai bahwa dalam kasus ini tindakan polisi kurang berhatihati karena
tidak independen dan memaksakan sebuah kasus dari bukti-bukti yang sangat
lemah.

B. Kasus terbukti rekayasa atau fiktif


Dua tahun setelah kasus ini berjalan, tercium adanya dugaan rekayasa dan
kriminalisasi hukum yang dilakukan oleh salah satu orangtua korban, Theresia
Pipit. Satu persatu kejanggalan terkait alat bukti di kepolisian mulai terbongkar.
Para pelaku yang tadinya dinyatakan bersalah belakangan diyakini sebagai korban
kriminalisasi. Beberapa orangtua murid JIS mengendus adanya skenario besar
yang sengaja dilakukan untuk menjatuhkan nama baik sekolah. Beberapa
orangtua murid memberikan kesaksian bahwa kasus ini sengaja direkayasa oleh
Ibu Theresia untuk kepentingan pribadinya. Kesaksian dari salah satu orangtua
murid TK JIS, mengetahui persis tiga lokasi yang diduga sebagai tempat
terjadinya pelecehan seksual. Menurutnya, tiga tempat seperti toilet murid, ruang

14
guru, dan pantry di sekolah adalah tempat ramai dan tidak mungkin bisa
menjalankan aksi bejat yang dituduhkan oleh Ibu Theresia.

Beliau mengatakan, beberapa wali murid lain pun juga mencurigai adanya
motif besar di balik kasus ini, mereka menduga jika Ibu Theresia sengaja
memanfaatkan masalah ini untuk melakukan pemerasan terhadap sekolah JIS
dengan cara menuntut ganti rugi sebesar 12,5 USD. Kecurigaan adanya
pemerasan juga diyakini oleh kuasa hukum JIS, Harry Ponto. Dia mencium
adanya maksud terselubung dalam perkara perdata. Harry menduga ada motif
komersil yang sengaja diarahkan kepada kliennya. Peneliti Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan (PSHK) menilai penyidikan dalam kasus kekerasan seksual di
Jakarta Intercultural School (JIS) mengandung banyak pelanggaran prosedur.

Pertama, penangkapan para petugas kebersihan dilakukan kepala


keamanan JIS. Kedua, bantuan hukum kepada para tersangka tidak optimal.
Ketiga, rekonstruksi kasus dilakukan tanpa disertai berita acara. PSHK
mengatakan banyak kejanggalan dalam proses hukum kasus tersebut. Kasus JIS
dengan tersangka pekerja kebersihan merupakan malicious prosecution atau yang
disebut investigasi dengan niat jahat. Dalam kasus yang melibatkan tujuh tenaga
kontrak kebersihan ini, satu pelaku, Azwar, tewas saat disidik di kantor
Kepolisian Metro Jakarta Raya. Namun, penyebab kematian Azwar masih gelap,
lantaran tidak diotopsi. Kasus JIS merupakan satu kasus yang paling mencolok
yang membuktikan lemahnya proses hukum di Indonesia. Penanganan kasus JIS
terlihat dipaksakan. Ini terjadi akibat lemahnya bukti yang diperoleh penyidik.
Bahkan penetapan tersangka dilakukan hanya berdasarkan keterangan pelapor,
yaitu orangtua murid. Masalah muncul karena kesaksian Ibu pelapor tidak
memenuhi syarat, karena yang bersangkutan tidak mengalami, mendengar, dan
melihat kejadiannya. Namun, laporan itu menjadi acuan penyidik untuk
menetapkan tersangka.

Hasil putusan Pengadilan Singapura menyatakan akan mengabulkan


gugatan pencemaran nama baik dua guru JIS dan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan yang menolak gugatan perdata TPW, Ibu MAK mantan siswa JIS

15
yang menjadi korban kekerasan seksual, menjadi harapan baru bagi guru dan
pekerja kebersihan JIS. Putusan itu membuka celah bagi pekerja kebersihan dan
dua guru JIS untuk mengubah putusan Pengadilan Jakarta Selatan yang telah
memvonis mereka bersalah. Dua guru JIS, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong,
sebelumnya divonis hukuman penjara 10 tahun karena terbukti melakukan sodomi
kepada siswa JIS.

Dua guru melakukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hingga


saat ini keduanya masih menunggu putusan banding tersebut. Begitu juga pekerja
kebersihan JIS divonis bersalah dengan hukuman kurungan penjara tujuh hingga
delapan tahun penjara. Dalam upaya banding, Pengadilan Tinggi DKI telah
menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun demikian
pekerja kebersihan JIS tetap mencari keadilan dengan melakukan upaya kasasi ke
Mahkamah Agung (MA). Kuasa hukum pekerja kebersihan JIS Saut Irianto
Rajagukguk berharap hakim MA akan mempertimbangkan dua putusan
pengadilan terakhir. Dua putusan pengadilan diatas setidaknya bisa menjadi
landasan para hakim memutuskan kasus JIS pada tingkat banding dan kasasi.
Pada masing-masing gugatan perdata, baik di Singapura maupun di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan sama-sama meminta para pihak untuk membuktikan
gugatannya. Dan ternyata, kasus sodomi tidak bisa dibuktikan.

Salah seorang tersangka kasus ini, Azwar ditemukan bunuh diri selama
masa pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada tanggal 26 April 2014 dengan cairan
pembersih. Polisi menyatakan tersangka mungkin malu karena perbuatannya.
Namun kemudian berkembang dugaan bahwa cara bunuh dirinya tidak umum
terjadi di tahanan. Sampai saat ini tidak jelas dari mana cairan itu bisa didapatkan
oleh tersangka karena di toilet tempat kejadian tidak tersedia.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasakan uraian pembahasan dari permasalahan yang diangkat dan ditulis
oleh penulis maka beberapa pokok yang dapat dijadikan sebagai kesimpulan
yakni perlindungan Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki
oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan
agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan
pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. HAM setiap individu
dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan
dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran
HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau
bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara
peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM. Adapun bentuk-bentuk perlindungan hak asasi manusia yang dijamin
oleh undang-undang dalam proses penahanan yaitu bebas dari sikasaan,
memperoleh pemeriksaan cepat, memperoleh bantuan hukum, memperoleh
pelayanan kesehatan, menerima kunjungan dari keluarga dan hak memperoleh
ganti kerugian dan rehabilitasi.

B. Saran
Negara harus menghargai dan menghormati Hak Asasi Manusia itu secara
utuh. Negara harus menjamin dan melindungi HAM seseorang, tanpa pandang
bulu apalagi didasarkan atas kepentingan pribadi dan golongannya. Negara
harus menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia tanpa

17
membedakan agama, ras, suku bangsa, warna kulit, ideologi, miskin atau
kaya, pejabat atau rakyat biasa, maupun sipil atau militer.

DAFTAR PUSTAKA

https://repository.upnvj.ac.id/1179/3/BAB%201.pdf

http://digilib.uinsgd.ac.id/26886/4/4_bab1.pdf

https://www.halodoc.com/artikel/waspada-ini-7-bentuk-kekerasan-seksual-pada-anak

https://m.tempo.co/read/news/2016/04/14/063762742/kontras-dan-pakar-hukumbeberkan-
kejanggalan-kasus-jis

http://www.gresnews.com/berita/hukum/170128-putusan-tak-sinkron-kasus-jis/0/

18

Anda mungkin juga menyukai