Anda di halaman 1dari 5

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP

BIODIVERSITAS LAUT

Tugas Manajemen Sumber Daya Alam

Disusun oleh :

Rinda Ayu Budi Komayasari P

20140210185

Agroteknologi D

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2015
Akhir-akhir istilah pemanasan global menjadi hal yang banyak dibahas.
Pemanasan global banyak dibahas karena beberapa hasil riset menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan suhu bumi yang terjadi bersamaan dengan
peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca (terutama CO2 dan CH4). Dampak
dari peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca tersebut yaitu peningkatan suhu
udara atau permukaan bumi dan pencairan es di kutub (Herterich, 2001).

Kedua dampak yang ditimbulkan tersebut juga berpengaruh dalam


lingkungan laut karena atmosfir dan lautan adalah dua lingkungan yang saling
berinteraksi dan mengontrol iklim di bumi. Jika terjadi peningkatan suhu udara,
maka akan meningkatkan suhu permukaan laut. Demikian pula dampak dari
adanya pencairan es di daerah kutub juga berpengaruh langsung terhadap
lingkungan laut, yaitu terjadinya peningkatan permukaan laut atau yang lebih
dikenal dengan sea level rise, SLR (Sterr, 2001). Dampak lain yang terjadi di laut
yaitu peningkatan kemasam perairan (pH air laut yang lebih rendah) akibat
meningkatnya kandungan CO2 (AIMS,2005).

Perubahan iklim yang terjadi di atmosfir, secara langsung atau tidak


langsung berpengaruh terhadap kehidupan organisme di laut termasuk organisme
yang hidup di terumbu karang terutama karang sebagai komunitas utama
(Kusumaningtyas dkk, 2014). Pemanasan global yang terjadi telah memberi
dampak yang nyata terhadap kehidupan di laut. Beberapa kondisi yang terjadi di
laut akibat dari pengaruh pemanasan global dalam hubungannya dengan
kehidupan karang dan keberadaan ekosistem terumbu karang dapat ditinjau dari
dua kondisi di bawah ini.

1. Perubahan Suhu Permukaan Laut (El Niño)

Udara dan permukaan laut saling berhubungan. Jika udara lebih panas dari
perairan, maka panas di transfer dari atmosfir ke perairan. Jika perairan lebih
panas dari udara, maka transfer akan terjadi sebaliknya. Kecenderungan ini selalu
terjadi untuk mencapai keseimbangan suhu. Jika perbedaan suhu sangat besar,
tentunya transfer panas akan lebih cepat terjadi. Adanya perpindahan panas antara
udara dan perairan dengan sendirinya berpengaruh terhadap distribusi dan
pertumbuhan karang di lautan. Karang pembangun terumbu terbatas hanya pada
perairan tropik dan sub tropik, dengan suhu permukaan perairan tidak berada di
bawah 180C. Meskipun batas toleransi karang terhadap suhu bervariasi antar
spesies atau antar daerah pada spesies yang sama, tetapi dapat dinyatakan bahwa
karang dan organisme-organisme terumbu hidup pada suhu dekat dengan batas
atas toleransinya, oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa hewan karang relatif
sempit toleransinya terhadap suhu. Peningkatan suhu hanya beberapa derajat
sedikit di atas ambang batas (≈2 – 30C) dapat mengurangi laju pertumbuhan atau
kematian yang luas pada spesies-spesies karang secara umum (Romomohtarto,
2009). Fenomena ini dikenal dengan nama pemutihan karang (coral bleaching),
yaitu keluarnya alga simbiotik (zooxantela) dari jaringan hewan karang sehingga
warna karang menjadi putih (Glynn, 1993).

2. Meningkatnya Kemasam Perairan

Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfir akan mengubah kimia laut dan


berimplikasi serius terhadap terumbu karang dan organisme penghasil kapur
lainnya. Menurut AIMS (2005), sekitar 30% CO 2 yang lepas ke atmosfir oleh
berbagai aktivitas manusia sejak Revolusi Industri diserap oleh lautan. Fenomena
ini akan mengubah kimia laut, yaitu menjadi lebih asam (pH rendah) dan
mengubah konsentrasi ion karbonat dan bikarbonat. Banyak organisme (karang,
alga berkapur, moluska, organisme bentik dan plankton seperti foraminifera dan
coccolithophora) yang menggunakan ion kalsium dan bikarbonat dari air laut
untuk mengsekresikan rangka kapur terpengaruh akibat perubahan kimia laut.
Organisme tersebut akan menghasilkanrangka kapur yang tidak sebaik ketika era
pra industri dan akhirnya menghasilkan rangka yang rapuh dan tumbuh lebih
lambat. Struktur terumbu yang lemah tersebut akan mengurangi daya lenting
terhadap kekuatan alam (erosi) dan pertumbuhan yang lebih lambat akan
menurunkan laju pemulihan setelah peristiwa pemutihan dan gangguan alam
lainnya.

Dampak dari pemanasan global yang menyebabkan karang mengalami


pemutihan dan menyebabkan karang menjadi rapuh dan tumbuh lebih lambat ini
tentu sangat berdampak pada biodiversitas laut lainnya. Apabila terumbu karang
mengalami kerusakan maka akan berdampak baik secara langsung maupun tidak
langsung pada biota laut lainnya. Terumbu karang yang oleh biota laut lainnya
dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan, tempat
berkembangbiak apabila mengalami kerusakan maka biota laut lainnya juga akan
mengalami kerusakan atau bahkan kematian.

Terumbu karang yang dimanfaatkan sebagai tempat tinggal mahluk hidup


yang ada dilaut apabila mengalami kerusakan maka mahluk hidup yang tinggal
diterumbu karang tersebut akan kehilangan tempat tinggal. Kehilangan tempat
tinggal ini akan menyebabkan resiko ancaman yang lebih besar (khususnya bagi
ikan-ikan yang tinggal di terumbu karang) baik dari predator ataupun manusia.
Ikan-ikan ini akan lebih mudah ditangkap atau dimangsa oleh predator ataupun
manusia.

Terumbu karang yang digunakan sebagai tempat berkembangbiak biota


laut lainnya apabila mengalami kerusakan maka biota laut yang berkembangbiak
pada terumbu karang akan terancam mengalami kepunahan apabila terumbu
karang mengalami keruskan. Biota laut yang berkembangbiak pada terumbu
karang ini menjadi tidak memiliki tempat untuk perbanyakan keturunannya
sehingga jenisnya akan menjadi sedikit dan lama-kelamaan apabila terumbu
karang terus mengalami kerusakan maka biota laut yang berkembangbiak pada
terumbu karang akan punah. Kepunahan beberapa jenis biota laut ini akan
mengurangi biodiversitas yang ada dilaut.

Terumbu karang yang digunakan sebagai tempat mencari makan oleh biota
laut lainnya apabila mengalami kerusakan maka biota laut yang mencari makan
pada terumbu karang akan kehilangan sumber makanannya. Akibat kehilangan
sumber makanannya maka secara alami biota laut yang mencari makan pada
terumbu karang akan mengalami penurunan keanekaragaman karena adanya
seleksi alam karena memperebutkan makanan. Biota laut yang dapat bertahan
dengan kerusakan terumbu karang akan bertahan dengan mencari sumber
makanan yang lain namun biota laut yang tidak dapat mencari sumber makanan
selain dari terumbu karang akan mati karena kelaparan.
Daftar Pustaka

AIMS, 2005. Coral Reef and Climate Changes.


http://www.aims.gov.au/pages/about/communications/issues/coral-reefs-
and-climate-changes-2005.html. diakses 10 November 2015.

Glynn, PW. 1993. Coral reef bleaching: ecological perspectives. Coral Reefs 12:
1-17.

Herterich, K. 2001. The Ice of the Earth. Pp.65-69 in Climate of the 21 st Century:
Changes and Risk: Scientific Facts (JL Lozán, H Graßl, and P Hupfer, eds.).
Wissenschaftliche Auswertungen, Hamburg.

Kusumaningtyas, M.A, R. Bramawanto, A. Daulat, W.S. Pranowo. 2014.


Kualitas Perairan Natuna Pada Musim Transisi. Jurnal Depik, Volume 3 No
1: 10-20. ISSN 2089-7790

Romomohtatro, K. 2009. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.

Sterr, H. 2001. Coastal Zones at Risk. Pp. 245-250 in Climate of the 21 st Century:
Changes and Risk: Scientific Facts (JL Lozán, H Graßl, and P Hupfer, eds.).
Wissenschaftliche Auswertungen, Hamburg. Stimson, J, and RA Kinzie.
1991. The temporal pattern and rate of release of zooxanthellae from the
reef coral

Anda mungkin juga menyukai