Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Jenis-Jenis Estuari

Salah satu bagian kawasan pesisir yang memiliki tingkat kesuburan cukup
tinggi adalah estuari (muara sungai). Kawasan estuari merupakan pesisir semi tertutup
(semi-enclosed coustal) dengan badan air mempunyai hubungan bebas dengan laut
terbuka (open sea) dan kadar air terlarut dalam air tawar dari sungai (PRITCHARD
(dalam LEEDER 1982). Pada kawasan tersebut terjadi percampuran antara masa air
laut dengan air tawar dari daratan, sehingga air menjadi payau (brackish). Kawasan
ini meliputi muara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuari dan
hamparan lumpur dan pasir yang luas. Kawasan ini juga dapat dikatakan sebagai
kawasan yang sangat dinamis, karena selalu terjadi proses dan perubahan baik
lingkungan fisik maupun biologis.

Perbedaan salinitas di kawasan estuari mengakibatkan terjadinya proses


pergerakan masa air. Air asin yang memiliki masa jenis ang lebih besar dari pada air
tawar, menyebabkan air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong air
tawar menuju laut. Sistem sirkulasi dalam estuari yang demikian inilah, yang
mengilhami proses terjadina up-welling. Proses pergerakan masa air laut dan air tawar
ini menyebabkan terjadinya stratifikasi yang kemudian mendasarnya tipe-tipe estuari,
yaitu :

a) Estuari berstatifikasi sempurna atau estuari baji garam (selt wedge


estuary), jika aliran sungai lebih besar dari pada pasang surut sehingga
mendominasi sirkulasi estuari
b) Estuari berstratifikasi sebagian atau persial (moderately stratified
estuaty), jika aliran sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih
dominan maka akan terjadi percampuran antara sebagian lapisan masa
air.
c) Estuari campuran sempurna atau estuari homogen vertikal (well-mixed
estuaries), jika aliran sungai kecil atau tidak ada sama sekali, dan arus
serta pasang surut besar, maka perairan menjadi tercampur hamper
keseluruhan dari atas sampai dasar (Gambar).
Gambar 1: Tipe-tipe estuari : estuari baji garam (a), estuari tercampur sebagian (
b) dan estuari tercampur sempurna (c) (modifikasi GROS 1987).

2.2. Kondisi Suhu Perairan Estuari

Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang
terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air adalah
matahari. Setiap detik matahari memancarkan bahang sebesar 1026 kalori dan setiap
tempat di bumi yang tegak lurus ke matahari akan menerima bahang sebanyak 0.033
kalori/detik. Pancaran energi ini juga sampai ke permukaan laut dan diserap oleh masa
air (Meadous and Campbell, 1993).

Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih
banyak mengenai daerah ekuator daripada kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari
yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut
mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.87oC (titik beku air
laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42oC di daerah perairan dangkal
(Hutabarat dan Evan, 1986).

Factor yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari
permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca,
kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan (Hutabarat dan Evan, 1986).

Suhu air permukaan di perairan nusantara kita umumnya berkisar antara 28-
31oC (Nontji, 2007). Menurut (Sidjabat dalam Nurhayati (2006), sebaran suhu air laut
di suatu perairan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain radiasi sinar matahari,
letak geografis perairan, sirkulasi arus, kedalaman laut, angin dan musim. Menurut
Officer dalam Furqon (2007), distribusi suhu di perairan estuari terutama dipengaruhi
oleh penyinaran matahari.

Menurut Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 2006, bahwa tingginya suhu


disebabkan oleh tingginya intensitas cahaya matahari dan adanya percampuran air,
serta faktor aktifitas yang ada pada suatu perairan. Kedalaman mempengaruhi
intensitas cahaya matahari yang masuk ke suatu perairan. Kedalaman berperan penting
dalam melihat tinggi rendahnya perameter suhu di suatu perairan. Suhu air di daerah
estuari biasanya memperlihatkan fluktuasi harian yang lebih besar dari pada laut,
terutama apabila estuari tersebet dangkal dan air yang datang (pada saat pasang naik)
ke perairan estuari tersebut kontak dengan daerah yang substratnya terekspos (Kinne,
1964).

Suhu merupakan parameter-parameter fisika yang penting untuk kehidupan


organisme di perairan laut dan payau. Parameter ini sangat spesifik di perairan estuari.
Suhu mempunyai pertumbuhan tingkat kesuburan perairan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, reaksi enzimatik yang berperan dalam
proses fotosintesis yang dikendalikan oleh suhu Tingkat percapatan proses-proses
dalam sel organisme akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu sampai
mencapai batas tertentu antara 25-40 oC dan peningkatan suhu sebesar 10 oC akan
meningkatkan laju fotosintesis maksimal menjadi dua kali lipat (Nontji 1981). Secara
tidak langsung, suhu menentukan struktur hidrologi perairan dalam hal kerapatan air.
Semakin dalam perairan, suhu akan semakin rendah dan kerapatan air meningkat
sehingga menyebabkan laju penenggelaman fitoplankton berkurang (Raymont, 1981).
Kenaikan suhu diatas toleransi organisme dapat meningkatkan laju metabolism,
seperti pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolism
dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.

Kenaikan suhu dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air, stratifikasi


air ini dapat berpengaruh terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka
penyebaran oksigen sehingga dengan adanya pelapisan air tersebet di lapisan dasar
tidak menjadi anaerob.

2.3. Kondisi Salinitas Perairan Estuari


Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air
laut, dimana salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi
salinitas maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya (Gufran dan baso, 2007
dalam Widiadmoko, 2013). Perbedaan salinitas perairan dapat terjadi karena adanya
perbedaan penguapan dan presipitasi. Salinitas perairan mengambarkan kandungan
garam dalam suatu perairan. Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut
dalam air termasuk garam dapur (NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7
ion utama yaitu : natriun (Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl),
sulfat (SO4) dan bikarbonat (HCO3) salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau
promil (‰). Menurut Nybakken (1992) kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰,
estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰. Di Indonesia, rata-rata nilai salinitas permukaan
perairan berkisar antara 32-34‰ (Dahuri et al, 1996).

Bercampurnya masa air laut dengan air tawar menjadikan kawasan estuari
memiliki keunikan tersendiri, yaitu dengan terbentuknya air payau dengan salinitas
yang berfluktuasi. Menurut Indarto (2001) perubahan salinitas ini dipengeruhi oleh air
pasang dan surut serta musim. Selama musim kemarau, volume air sungai berkurang
sehingga air laut dapat masuk sampai ke area hulu,dan menyebabkam salinitas di
kawasan estuari menjadi meningkat. Pada musim penghujan air tawar mengalir dari
hulu ke kawasan estuari dalam jumlah besar, sehingga salinitas menjadi turun/rendah.

Tinggi rendahnya nilai salinitas pada saat pasang disababkan karena


banyaknya masa air laut yang masuk pada aliran estuari. Tingkat kadar garam
didaerah estuari bargantung pada pasang surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan
arus-arus lain, serta topografi daerah tersebut (Dahuri et al., 1996).

Secara umum, kondisi estuari dapat dibagi menjadi dua fungsi yaitu sebagai
biochemical dan geochemical filter. Perbadaan keduanya terletak pada kondisi
salinitas yang menjadi pembatasnya. Geochemical filter dibatasi dengan nilai salinitas
yang randah dengan kisaran nilai salinitas 0-15‰ dan tinggi akan bahan partikulat.
Sedangkan biochemical filter dibatasi oleh nilai salinitas dengan kisaran 15-30‰, dan
daerah ini memiliki produktifitas biologi ang tinggi. (Effendi, 2003)

2.4. Kondisi Densitas Perairan Estuari

Densitas dalam pengartian singkatnya adalah kerapaten. Kerapatan disini


adalah masa jenis. Masa jenis adalah pengukuran masa setiap satuan volume benda.
Semakin tinggi masa jenis suatu benda, maka semakin besar pula masa setiap
volumenya. Karena yang dibahas adalah laut, maka kita berbicara bagaimana densitas
air laut. Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari
dinamika laut. Densitas sendiri berkaitan erat dengan suhu, salinitas dan juga tekanan.

Densitas air laut dipengaruhi oleh tiga faktor diatas, yaitu suhu, salinitas dan
tekanan. Berat jenis naik seiring dengan kenaikan salinitas atau tekanan, tetapi
menurun seiring meningkatna suhu., (Mukhtasor, 2007). Penyebaran yang luas dari air
laut dapat ditentukan oleh adanya perbedaan densitas dari masa air yang ada
didekatnya, terutama disebabkan karena adanya pebedaan suhu dan salinitas,
(Hutabarat, 1986)

Dari ketiga parameter yang mempengaruhi densitas, yang paling


mempengaruhi densitas adalah tekanan. Jika densitas di suatu perairan tinggi maka
suhu di perairan tersebut akan turun. Densitas maksimal terjadi pada suhu antara
39,8oC-40oC. Tapi sebaliknya dengan salinitas dan tekanan di daerah perairan tersebut,
yang mana akan naik. Jadi pada intinya adalah densitas berbanding terbalik dengan
suhu tetapi berbanding lurus dengan salinitas dan tekanan.

Distribsi densitas dalam perairan laut dapat dilihat melalui stratifikasi densitas
secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan horizontal yang disebabkan
oleh arus. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam
suatu masa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu.
Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang
mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang
karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi
evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.

Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi antara habitat laut dan perairan
tawar sehingga memperlihatkan suatu karakteristik perairan yang khas. Dalam
sirkulasi estuari ini terjadi keseimbangan antar tekanan dan gesekan internal yang
disebabkan oleh viskositas air. Perbadaan densitas antara tekanan perairan estuari dan
air laut sekitarnya bergantung pada debit sungai (tawar) dan kekuatan pasang surut di
daerah tersebut (Stewart, 2002).
LEEDER, M.R 1982. Sedimentology, Process and Product. Chapman & Hall, 2-6
Boundaty Row, London tp:284.

Indarto. H.S., (2001). Dinamika Estuary Tropic. Oseana, Volume XXVI, Nomor 4,
2001:1-11

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta

Furqan, 2007. Tipe Estuari Binuangeun (Banten) Berdasarkan Distribusi Suhu Dan
Salinitas Perairan. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI Diakses pada tanggal 23
Januari 2015. 19.15

Nurhayati, 2006. Distribusi Vertikal Suhu, Salinitas Dan Arus diperairan Morotai,
Maluku Utara, Oseanologi dan Limnologi Laut, Pusat Penelitian

Kinne, 1964. Suhu Estuari http://0js.unm.ac.id/index.php/chemica/download/428/,


Diakses pada tanggal 19 September 2014. 10.00

GROSS, M. G. 1987. Oceanography A View of the Earth. Fourth Edition Prentice-


Hell, Inc : 406 pp.

Nybakken, 1992, Biologi Laut Suatu pendekatan ekologis. PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Dahuri, R. J. Rais, S. P. Ginting dan M.J., Sitepu. 1996. Pengolahan Sumberdaya


Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia.

Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 2006. Pengantar Oseanigrafi. Ul Press. Jakarta

Hutabarat, S and S.M. Evans. 1986. Pengantar Oseanigrafi. Penerbit Universitas


Indonesia : Jakarta

Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT Pradnya Paramita : Jakarta


Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Jembatan. Djakarta

Raymont, J. E. G. 1981. Plankton dan Produktifitas Bahari. Dierjemahkan oleh :


Koesoebiono. Istitute Pertanian Bogor. Bogor.

Widiadmoko, W. 2013. Pemantauan Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia di Perairan
Teluk Hurun. Bandar Lampung: Balai Besar Pengambangan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung.

Meadows, P. S and Campbell. 1993. An Introduction to Marine Science . 2nd Edition,


Halsted Press, USA. pp: 68-85;165-175.

Stewart, R. H. 2002. Introduction to Physical Oceanography. Department of


Oceanography. Texas Universiti. Texas.

Anda mungkin juga menyukai