Anda di halaman 1dari 20

4.3.

SALINITAS LAUTAN
OUTLINE

Komposisi Lautan Pengukuran Salinitas

Variasi Salinitas Daftar Pustaka


KOMPOSISI LAUTAN
DEFINISI SALINITAS

Secara sederhana salinitas di definisikan sebagai Jumlah total


bahan terlarut dalam gram dalam satu kilogram air laut (Sverdrup,
Johnson, dan Fleming, 1942: 50).

Menurut the International Council for the Exploration of the Sea


set up a commission (1889). Salinitas dapat di definisikan sebagai
umlah total bahan padat dalam gram terlarut dalam satu kilogram
air laut ketika semua karbonat telah diubah menjadi oksida, brom
dan yodium digantikan oleh klorin dan semua bahan organik
teroksidasi sepenuhnya

Gambar 1. Histogram Salinitas dengan


Temperature (Worthington 1981)
KOMPOSISI SALINITAS AIR LAUT

Salinitas air laut biasanya sekitar 3,5%, sekitar 220 kali lebih asin daripada air tawar. Air laut dengan salinitas 3,5%
menunjukkan bahwa ia juga mengandung 96,5% air murni, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.15. Karena air laut
sebagian besar adalah air murni, kekuatan fisiknya sangat mirip dengan air murni, dengan hanya sedikit variasi.

Tabel 1. Komponen terlarut dalam air larut (stewart,


2008)

Gambar 2. Komponen terlarut utama dalam air laut (Garrison dan


Ellis 2014).
Tabel 2. Material Terlaut Dalam Salinitas Air Laut 35‰ (Trujillo dan Truman , 2014)

Berdasarkan gambar 2 dan tabel 2 maka


dapat diketahui bahwa unsur-unsur klorin,
natrium, belerang (sebagai ion sulfat),
magnesium, kalsium, dan kalium
menyumbang lebih dari 99% padatan
terlarut dalam air laut.

Lebih dari 80 unsur kimia lain telah


diidentifikasi dalam air laut—sebagian
besar dalam jumlah yang sangat kecil—dan
mungkin semua unsur alami Bumi ada di
laut
SUMBER KOMPONEN TERLAUT PADA AIR LAUT

1. Ion natrium berasal dari pelapukan batuan kerak,


2. Ion klorida berasal dari mantel melalui ventilasi vulkanik dan keluar dari celah midocean.
3. Ion magnesium berasal dari endapan mineral

Gambar 3. Proses yang mengatur konstituen utama dalam air laut. (Garrison dan Ellis 2014).
VARIASI SALINITAS
VARIASI SALINITAS
1. Di laut terbuka jauh dari daratan, salinitas bervariasi antara sekitar 33 dan 38‰.
2. Di daerah pesisir, variasi salinitas bisa sangat ekstrim.
Contoh sebaran variasi salinitas
1. Di Laut Baltik, misalnya, salinitas rata-rata hanya 10‰ karena kondisi fisik membuat air payau (brak = asin, ish =
agak). Air payau diproduksi di daerah di mana air tawar (dari sungai dan curah hujan tinggi) dan air laut
bercampur.
2. Di Laut Merah, sebaliknya, salinitas rata-rata 42‰ karena kondisi fisik menghasilkan air hipersalin (hiper =
berlebihan, salinus = asin). Air hipersalin adalah tipikal laut dan perairan pedalaman yang mengalami tingkat
penguapan yang tinggi dan sirkulasi laut terbuka yang terbatas

Gambar 4. Ilustrasi Tingginya Salinitas Pada Laut Mati (Trujillo dan Truman , 2014)
Tabel 3. Faktor Yang Mempengaruhi Salinitas Lautan
PENGARUH VARIASI SALINITAS TERHADAP DENSITAS

Salinitas merupakan salah satu faktor yang mengendalikan tingkat kepadatan air laut. Dimana densitas ait laut akan
meningkat seiring dengan meningkatnya salinitas. Selain salinitas, suhu T juga mempengaruhi kepadatan air laut.
Ketika air murni dipanaskan, kecepatan molekul air meningkat yang menyebabkan ekspansi termal. Energi yang
disuplai juga digunakan untuk pembentukan jembatan hidrogen yang mengarah ke kompresi termal. Kombinasi kedua
efek tersebut menyebabkan densitas maksimum air murni pada 4◦C, bukan pada titik beku. (Djikstra, 2008)

(a) (b)

Gambar 4. (a) Grafik plotting salinitas dan temperature pad kondisi beku. (b) Grafik variasi salinitas terhadap kedalaman (Djikstra, 2008)
SEBARAN SALINITAS DI PERMUKAAN

Untuk mengetahui nilai dari salinitas pada permukaan laut maka kita dapat memanfaatkan Data
klimatologi berupa peta mulivolume yang didalamnya mencakup suhu dan salinitas Boyer (Levitus dan
Boyer, 1994; Levitus et al., 1994).

Salinitas permukaan laut sangat terkait dengan pola penguapan, presipitasi dan aliran air tawar melalui
sungai dan pencairan es. Sebagi contoh wilayah Atlantik subtropis adalah daerah di mana penguapan lebih
besar daripada curah hujan yang memberikan salinitas permukaan laut yang relatif tinggi. (Djikstra, 2008)
SEBARAN SALINITAS DI PERMUKAAN

Gambar 5. Pola rata-rata (a) suhu permukaan laut dan (b) salinitas permukaan laut
(Gouretski dan Koltermann, 2004).
PENGUKURAN SALINITAS
PENGUKURAN SECARA KIMIA

1. Perhitungan salinitas berdasarkan klorin

S = 0.03 + 1.805 Cl

Menurut Wooster, Lee, and Dietrich, (1969) perhitungan salinitas berdasarkan klorin dapat
juga dilakukan

S = 1.805 55 Cl

Perhitungan salinitas berdasarkan klorinitas dapat dilakukan karena salinitas berbanding lurus
dengan jumlah klorin dalam air laut, dan karena klorin dapat diukur secara akurat dengan
analisis kimia sederhana.
PENGUKURAN SECARA FISIKA

1. Perhitungan salinitas berdasarkan Konduktifitas

S = - 0.089 96 + 28.297 29 R15 + 12.808 32 R15 2 - 10.678 69 R15 3 + 5.986 24 R15 4 - 1.323 11 R15 5

R15 = C(S, 15, 0)/C(35, 15, 0)

Pengkuran nilai salinitas berdasarkan konduktivitas dilakukan dengan menggunakan alat pengukur
konduktivitas untuk mengukur salinitas (Kondutormeter). Dimana hasil dari pengukuran ini memiliki
tingkat presisi dan akurasi yang tinggi dan relatif mudah digunakan dibandingkan dengan teknik kimia
yang digunakan untuk mengukur klorinitas.
DAFTAR PUSTAKA
Djikstra, H.A.., 2008, Dynamical Oceanography, Springer

Gaol, J. L dan B. Sadhotomo. 2007. Karakteristik dan Variabilitas Parameter Oseanografi Laut Jawa Hubungannya dengan Distribusi Hasil
Tangkapan Ikan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 13. No.3: 1-12

Garisson,T dan Ellis, R., 2014, Oceanography: An Invitation to Marine Science, Ninth Edition, Cengage Learning

German Solar Energy Society, 2005, Planning and Installing Photovoltaic Systems: A Guide for Installer Architecs dan Egineers. 2nd.
London: Earthscan.

Gouretski, V. V. and K. P. Koltermann, 2004: Berichte des Bundesambtes fur Seeschifffahrt und ¨Hydrographie. Technical Report 35, .

Hutabarat, S & Evans, S. M. (1985). Pengantar oseanografi. Jakarta: UI-Press

Labouret, Anne, and Villoz Michel. 2010. Solar Photovoltaic Energy. London: The Institution of Engineering and Technology.

Levitus, S. and T. Boyer, 1994: World Ocean Atlas 1994, Volume 4: Temperature. NOAA Atlas NESDIS, US Department of Commerce,
Washington DC, 4, 0–117.

Levitus, S., R. Burgett, and T. Boyer, 1994: World Ocean Atlas 1994, Volume 3: Salinity. NOAA Atlas NESDIS, US Department of Commerce,
Washington DC, 3, 0–99.

Maritorena, S. 1996. Remote Sensing of the Water Attenuation in Coral Reefs: a Case Study in French Polynesia. International Journal of
Remote Sensing (IJRS). 17 (1): 155-166
Satwiko, P. (2009) Fisika Bangunan. Yogyakarta : C.V Andi Offset,.

Stewart, R.H., 2008, Introduction To Physical Oceanography, Texas, Departemen of Oceanography A&M University

Sverdrup H.U., M.W. Johnson, and R.H. Fleming. 1942. The Oceans: Their Physics, Chemistry, and General Biology. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall.

Trujillo, A.P dan Thurman H.V., 2014, Essentials Of Oceanography, Pearson Education, Inc

Wibowo, Hariyanto, 2009. Studi Penggunaan Solar Reflector untuk Optimalisasi Output Daya pada Photovoltaic (PV). Surabaya: Universitas
Kristen Petra.

Wooster W.S., A.J. Lee, and G. Dietrich. 1969. Redefinition of salinity. Deep-Sea Research 16 (3): 321–322.

Worthington L.V. 1981. The water masses of the World Ocean: Some results of a fine-scale census. In: Evolution of Physical Oceanography:
Scientific surveys in honor of Henry Stommel. Edited by B. A. Warren and C. Wunsch. 42–69. Cambridge: Massachusetts Institute of
Technology.
THANK YOU!
FARHANYASAR22@GMAIL.COM

Anda mungkin juga menyukai