Anda di halaman 1dari 10

Muhammad Farhan Yassar

1815051039

Ujian Tengah Semester

1. Jelaskan apa yang dimaksud Dim Spot, Bright Spot, dan Flat Spot pada data seismik! (15
Poin)
2. Jelaskan secara lengkap ruang lingkup karakterisasi reservoir geofisika! (20 Poin)
3. Jelaskan isu-isu yang berkaitan dengan inversi seismic metode rekursif, model based, dan
sparse-spike! (25 Poin)
4. Jelaskan secara detail persamaan Aki-Richards berdasarkan versi Wiggins’! (40 Poin)

Jawab

1. Bright spot adalah anomali amplitudo kuat dengan koefisien refleksi negatif (−ve RC), dan
sebagian besar terkait dengan gas di reservoir pasir, dibatasi oleh serpih. Dalam skenario
geologi di mana batuan jenuh air memiliki kecepatan dan kepadatan, (misalnya 2300 m/s,
2,2 g/cm3) dekat dengan serpih di atasnya (misalnya 2100 m/s, 2,3 g/cm3), pantulan akan
menunjukkan amplitudo yang lemah karena kontras impedansi positif marginal (+RC).
Ketika pasir jenuh dengan gas, kecepatannya sangat berkurang (misalnya, menjadi 1600
m/s), menyebabkan kontras negatif yang signifikan pada antarmuka (Gbr.1).

Gamabar 1. Ilustrasi dari Model Bright Spot


Ini menghasilkan amplitudo terang di bagian atas pasir-gas. Mengikuti contoh skema lebih
lanjut, dengan adanya kontak gas air, antarmuka serpih dan pasir air di sisi akan diwakili
oleh refleksi lemah dengan polaritas positif (+RC), sedangkan, sebaliknya, reservoir gas di
puncak. bagian, di atas kontak, akan memberikan pantulan terang dengan polaritas terbalik
(−ve RC). Ekspresi seismik dari titik terang untuk pasir minyak ditunjukkan pada
Gambar.2.

Gambar 2. Bright Spot Pada Penampang Seismik

Dim spot adalah amplitudo lemah dengan koefisien refleksi positif, terkait dengan
sebagian besar gas di reservoir karbonat. Batu kapur jenuh air umumnya menunjukkan
kecepatan yang jauh lebih tinggi (~3400 m/s) daripada serpih penutup (~2600 m/s) dan
menunjukkan amplitudo refleksi tinggi dengan polaritas positif (+ve RC). Diresapi dengan
gas, kecepatan batuan karbonat sangat berkurang (misalnya 2900 m/s), yang menurunkan
kontras impedansi dan menciptakan refleksi di puncak reservoir karbonat dengan
amplitudo lemah, seperti yang diilustrasikan dalam diagram. Koefisien refleksi,
bagaimanapun, tetap positif. Gambar seismik untuk titik redup dicontohkan pada Gambar
3. Bintik-bintik redup meskipun umumnya terkait dengan batuan karbonat jenuh gas, juga
dapat dikaitkan dengan reservoir batu pasir. Impedansi tinggi lebih tua
Gamabar 3. Dim spot pada penampang seimsik

Flat spot di tandai dengan adanya amplitudo sedang hingga tinggi, refleksi horizontal yang
berhubungan dengan kontak air gas dan menunjukkan refleksi dengan polaritas positif. Ini
adalah kasus unik di mana refleksi tidak terkait dengan litologi tetapi kontak fluida, dan
kontras impedansi dipengaruhi oleh densitas fluida gas dan air. Namun, pasir jenuh air yang
terlokalisasi, dekat horizontal, terkadang juga menunjukkan bintik-bintik datar. Salah satu
refleksi positif datar dengan amplitudo cerah, disimpulkan sebagai titik datar, pada
pengeboran ternyata palsu, seperti pasir jenuh air. Kontak fluida, bagaimanapun, tidak
harus selalu horizontal karena bergantung pada kondisi hidrodinamik; akibatnya, kontak
asli yang terlihat sebagai refleksi miring tetapi positif di dalam jebakan dapat diabaikan.
Anomali amplitudo diketahui terjadi karena beberapa alasan lain seperti perubahan litologi,
geometri reflektor, efek tuning lapisan tipis, efek propagasi, interferensi pantulan, dan
noise. Akibatnya, amplitudo saja tidak selalu dapat dianggap sebagai kriteria yang
menentukan untuk menunjukkan hidrokarbon.

Gambar 4. Ilustrasi flat spot pada penampang seismik


2. Dalam dunia geofisika analisis reservoar dilakukan dengan cara inversi seismik dan atribut
seismik. inversi seismik menghasilkan tampilan impedansi akustik yang lebih akurat dalam
menggambarkan keadaan bawah permukaan bumi, Sedangkan atribut seismik adalah
penggunaan atribut seismik sehingga atribut ini digunakan untuk mengetahui keseluruhan
informasi yang diperoleh dari data seismik. Dimana Proses inversi yang merupakan proses
'pembagian' rekaman seismik terhadap wavelet sumber yang diprediksi. Berdasarkan
gambar berikut kita akan melihat bahwa secara bebas dapat dikatakan bahwa impedansi
akustik (hasil inversi) merepresentasikan sifat fisis 'internal' batuan sedangkan rekaman
seismik merepresentasikan 'batas batuan'. Sehingga hasil inversi dapat digunakan untuk
menginterpretasi perubahan fasies dalam suatu horizon geologi. Namun sebenarnya bagi
seorang ahli geofisika, sifat fisis internal pun dapat 'dilihat' berdasarkam karakter
amplitudo atau frekuensi rekaman seismiknya, selain itu dengan melakukan prosesini maka
dapat membatu kita dalam pemodelan geologi atau reservoar, melakukan karakterisasi
reservoar, menentukan zona prospek dan masih banyak lagi

3. Metode Inversi Model Base


Metode inversi berbasis model (Model Based Inversion) disebut juga metode blocky
karena impedansi akustik tersusun dari blok-blok kecil. Konsep inversi dengan metode ini
dimulai dengan membuat model inisial impedansi akustik dengan ukuran blok yang telah
ditentukan. Koefisien refleksi diturunkan dari impedansi akustik dan dikonvolusikan
dengan wavelet yang menghasilkan seismogram sintetik pada tiap-tiap trace. Seismogram
sintetik ini kemudian dibandingkan dengan trace seismik sebenarnya dan dihitung
kesalahannya. Proses ini dilakukan secara iteratif dengan memodifikasi blok trace model
hingga diperoleh hasil sintetik dengan kesalahan terkecil. Impedansi akustik hasil
modifikasi model awal inilah yang merupakan hasil akhir inversi. Secara matematis,
inversi model based dapat dirumuskan :
𝑆 = 𝑊 ∗ 𝑅 + 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒

Metode inversi model based mempunyai keunggulan karena hasil yang didapatkan
memiliki kontrol yang baik karena menghindari inversi langsung dari data seismik. Hasil
inversi digambarkan dalam bentuk blocky yang memiliki nilai impedansi akustik yang
kontras, sehingga mempermudah dalam penentuan batas suatu lapisan reservoir.
Kelemahan inversi model based terletak pada ketidakunikan inversi. Dengan kata lain,
ada banyak kemungkinan solusi model untuk dapat menghasilkan suatu keluaran hasil
yang sama.

Aplikasi teknik inversi based model diawali dengan pembuatan model geologi awal lalu
diperbaharui. Model geologi dibuat berdasarkan tiga tahap berikut:
1. Menambahkan kontrol kecepatan pada line seismik dari data sumur atau T-VRMS .
2. Strech dan squeeze log data untuk mengikat data seismik dengan menggunakan
reflectivity yang dihasilkan dari konvolusi wavelet dengan data seismik.
3. Menambahkan kontrol lateral pada reflector seismik dengan melakukan picking
horizon.

Setelah model awal terbentuk, maka dapat dilanjutkan melakukan inversi sesuai
kebutuhan. Prosedur untuk melakukan inversi model-based terangkum dalam tahap-
tahap berikut:
1. Membuat model awal dan kemudian membuat versi impedansinya dengan merata-
ratakan nilai impedansi model awal.
2. Membuat tras sintetik dengan mengkonvolusikan impedansi awal dengan wavelet.
3. Membandingkan tras sintetik dengan tras seismik riil.
4. Memperbaharui model impedansi secara iteratif dengan menggunakan
Generalized Linear Inversion sampai ditemukan hasil yang bagus.

Dua masalah utama pada teknik inversi model-based adalah:


1. Dua wavelet yang berbeda dapat menghasilkan tras seismik yang sama.
2. Solusi yang dihasilkan tidak unik.

Inversi Rekrusif
Inversi Recursive atau nama lainnya band limited inversion merupakan metode inversi
yang paling sederhana dimana mengabaikan efek dari wavelet seismik dan
memperlakukan tras seismik sebagai refleksi set koefisien yang telah difilter oleh zero
phase wavelet.

Alur pengerjaan inversi recursive dituangkan dalam diagram berikut

Gambar 5. Alur Inversi Recursive (Sukmono, 2007)

Reflectivity dapat dihasilkan dari konvolusi data seismik dengan wavelet. Jika tidak
melibatkan komponen berfrekuensi rendah maka disebut inversi “bandlimited”. Hasilnya
tras IA memiliki range frekuensi yang sama dengan frekuensi seismik. Permasalahan yang
muncul jika metode inversi recursive diterapkan pada data rill adalah: (Haris, 2006)
1. Frekuensi bandlimiting, yaitu hilangnya kandungan frekuensi rendah dan tinggi pada
saat dikonvolusikan dengan wavelet seismik.
2. Noise. Masuknya coherent atau random noise ke dalam seismic trace akan
mengakibatkan estimasi reflektifitas menyimpang dari reflektivitas yang sebenarnya.
Sesuai dengan persamaan diatas, jika pada lapisan teratas telah terjadi sedikit
penyimpangan reflektivitas, maka semakin dalam, nilai penyimpangan reflektivitas
tersebut akan semakin bertambah besar.

Inversi Sparse Spike

Sebelumnya telah dibahas mengenai inversi recursive yang didasarkan pada teknik
dekonvolusi. Lebih jauh, teknik dekonvolusi dapat dikategorikan menjadi metode
sparse-spike dimana mengasumsikan model reflectivity dan membuat perkiraan wavelet
berdasarkan asumsi model reflectivity.
Beberapa contoh teknik metode inverse sparse spike:
1. Inversi Maximum-likelihood dan dekonvolusi
2. Inversi Norm L1 dan dekonvolusi
3. Minimum entropy deconvolution
Inversi sparse-spike mengasumsikan bahwa reflektivitas sebenarnya merupakan sebuah
deretan reflektivitas kecil yang tersimpan dalam deretan reflektivitas yang lebih besar
(Haris, 2006). Inversi sparse-spike memiliki kelebihan dibandingkan dengan inversi
recursive karena dapat digunakan pada full bandwith reflectivity sehingga tidak ada
komponen reflectivity yang hilang.

Gambar 6. Bagan alur pengerjaan Inversi Sparse-spike (Sukmono, 2007)

Gambar 7. Filosofi Inversi Sparse-spike dengan update reflectivity sampai didapatkan


eror kecil antara data seismik dengan model yang dihasilkan.
4. Pada prinsipnya bila penjalaran gelombang P mencapai suatu permukaan bidang batas
(interface) antar dua medium yang memiliki perbedaan impedansi, maka energi gelombang
mengalami terkonversi akan terdispersi sebagian sebagai gelombang refleksi (gelombang
P dan gelombang S pantul) dan gelombang tranmisi (gelombang P dan gelombang S
terbias). Persamaan dasar AVO pertama kali diperkenalkan oleh Zoeppritz (Hampson dan
Russell, 2008). Hubungan Antara koefisien relfektivitas (rpp) dengan parameter elastik
dari persamaan Knott-Zoeppritz adalah:

Dengan
Rp = amplitudo gelombang P refleksi,
Rs = amplitudo gelombang S refleksi,
Tp = amplitudo gelombang P transmisi,
Ts = amplitudo gelombang S transmisi,
θ1 = sudut datang gelombang P,
θ2 = sudut bias gelombang P,

Namun kita melihat bahwa perumusan itu cukup rumit dan kurang praktis, karena tidak
menjelaskan pemahaman antara amplitudo dengan offset dan sifat batuannya. Oleh karena
itu Aki-Richard membuat persamaan yang memisahkan kecepatan dan densitas, kecepatan
P dan kecepatan S nya.

Atau
Dengan

Dari persamaan di atas, Wiggins (1983) memodifikasi persamaan tersebut menjadi bentuk
baru yang terdiri dari 3 bagian seperti persamaan berikut

Dengan persamaan 1

dan

Persamaan 2
Persamaan 3

Atau secara sederhana dapat di tuliskan sebagai berikut

Persamaan (1) adalah untuk koefisien refleksi pada keadaan zero offset dan fungsi tersebut
bergantung dengan densitas dan kecepatan gelombang P. batuannya. Oleh karena itu Aki-
Richard membuat persamaan yang memisahkan kecepatan dan densitas, kecepatan P dan
kecepatan S nya.

Persamaan (2) adalahh tingkat gradien yang dikalikan dengan , dan merupakan efek besar
pada perubahan amplitudo sebagai fungsi offset. Persamaan ini bergantung pada perubahan
kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S, dan densitas.

Persamaan (3) berupa kurva dan hanya bergantung pada perubahan kecepatan gelombang
P. Persamaan ini dikalikan oleh , namun berpengaruh sangat kecil pada efek amplitudo
sudut di bawah 30°.

Anda mungkin juga menyukai