Buku 2: RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan)
Modul Pembelajaran ke-11
SEISMIK STRATIGRAFI
Semester Genap/2 sks/ MFG3953
oleh
1. Dr. Mitrayana
2. Eddy Hartantyo, M.Si
Nopember 2013
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
11.1 PENDAHULUAN
hal 11-1
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
hal 11-2
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Data input pada algoritma inversi merupakan data yang telah dimigrasi dalam kawasan
waktu melalui proses post - stack. Inversi membutuhkan data seismic yang telah bersih dari
noise dan kondisi data yang tepat. Data yang bersih/baik tersebut diperoleh dengan CDP
gather, Proses preserved amplitude, penyesuaian nilai amplitude terhadap gain control,
menghilangkan efek multiple dan 3-D noise attenuation.
Seorang interpreter biasanya telah memiliki bayangan target yang ada pada suatu zona
survey seismik. Sehingga seluruh pemrosesan untuk setiap parameter mengacu pada asumsi
dasar tadi, walaupun target inversi biasanya menunjukan hasil yang agak berbeda.
Seluruh pemrosesan membutuhkan latihan yang cukup sebelum akhirnya melakukan
transformasi dari amplitudo ke dalam AI.
hal 11-3
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Koefisien refleksi digunakan dengan asumsi densitas antar lapisan konstant. Synthetic
sonic log section dibuat sebagai penyeimbang pelemahan frekuensi yang terkandung pada
kecepatan yang diperoleh dalam data seismik.Kecepatan dengan frekuensi yang tinggi di
derivasi dari sonic log data sumur. Pada dasarnya, pendekatan frekuensi tinggi diperoleh
dengan menggabungkan sonic log dan kecepatan dari data seismik lapangan. Data seismik
diterjemahkan ke dalam data kecepatan berfrekuensi rendah secara vertikal untuk setiap trace
seismik dengan asumsi tidak ada variasi densitas. Kemudian ditambahkan dengan komponen
kecepatan dari data sumur yang berfrekuensi tinggi sehingga menghasilkan sintetik seismik
yang diderivasi dari sonic log. Untuk memperoleh kecepatan dengan frekuensi tinggi dari
sonic log perlu dilakukan inter/ekstrapolasi dari sumur.
Metode ini pada dasarnya adalah integrasi trace dengan mengaplikasikan filter khusus
pada domain frekuensi. Spectrum amplitude dari well log dikomparasikan dengan data
seismic, ini yang mendasari muncul kata ‘coloured’.Operator inversi di desain untuk
mengubah amplitudo seismik ke dalam kawasanfrekuensi yang sesuai dengan apa yang
terlihat pada sumur lalu kemudian diaplikasikan pada seluruh sumur. Merupakan
pengembangan dari metode rekursive/band limited inversion.
hal 11-4
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Operasi dihitung dari cross-plot yang dibuat antara amplitudo dan logaritma frekuensi
(amplitude) . Penyelarasan linear ditampilkan untuk menghitung fungsi eksponensial fα, ini
dilakukan untuk menajamkan filter . Filter ini mentransformasikan trace seismic ke dalam
impedansi akustik yang diasumsikan sama. Asumsi ini dibuat ketika seismic cube adalah
zerophase.Hasilnya akan sangat baik apabila nampak flat spot DHI pada data yang telah
diinversi. Metode ini cepat namun tidak akurat.
hal 11-5
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Metode inversi ini disebut pula metode trial and error. Dikarenakan prosesnya
dilakukan berulang sehingga dapat menempatkan spike yang paling sesuai untuk menjelaskan
respon seismiknya. Metode ini bertujuan untuk mengikuti aturan – aturan tertentu dalam
mendapatkan suatu kenampakan. Amplitudo, posisi waktu dan nilai dari AI spike tidaklah
selalu realistik atau tidak memenuhi ketentuan geologi
Apabila tidak ada model sebagai permulaan, maka tingkat ketidak tepatan posisi spike
semakin tinggi dan tidak realistik. Sehingga dibutuhkan pengembangan model sintetik yang
menggambarkan trace seismiknya. Input data membutuhkan proses wavelet yang benar (tidak
harus dengan zero-phase wavelet)
hal 11-6
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Proses multi traces dimungkinkan adanya estimasi yang lebih stabil. QC test dilakukan
dengan menghubungkan antara impedansi data log sumur dan inverted traces.(Gb. 3)
hal 11-7
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Inversi ini merubah trace seismik dengan pseudo-acoustic impedance trace disetiap
CDP. Hipotesisi dari sparse – spike sulit untuk menjelaskan geometri lapisan tipis.
Dalam model ini diterapkan simulasi dengan teknik annealing dengan prosedur monte
carlo. (analog dengan pertumbuhan kristal dari pendingan magma ). Menunjukan sintetik
model AI dengan selisih yang sangat kecil sebagai solusi atas berubahnya model AI karena
penggunaan wavelet dan perbedan trace seismik.Dimulai dengan model reflectivity M0 dan
menghitung perbedaannya dengan input data seismik yang telah di convolusi dengan wavelet.
Sehingga terciptalah model baru Mn, selanjutnya M0 dan Mn dibandingkan dan jika
ketidakcocokan untuk f (Mn) lebih kecil dari M0, maka model Mn langsung diterima. Jika f
(Mn) lebih besar dari M0, model Mn diterima tapi dengan probabilitas:
dimana T adalah parameter kontrol (temperature acceptance) yang dikenal sebagai Metropolis
criterion. Proses ini diulang beberapa kali sampai ditemukan nilai threshhold yang stabil.
Inversi Model-Driven berbasis iterasi untuk selalu memperbaiki model awal secara berlapis.
hal 11-8
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Gb. 6.22 (kiri) Gambar inverse ‘model driven’. Simple inisial model di convolusikan
dengan wavelet seismik untuk menghasilkan trace sintetis yang kemudian
dibandingkan dengan trace seismik realnya. Proses thresholding dilakukan hingga
diperoleh perbedaan antara trace seismik dengan trace hasil inversi. Gambar (kanan)
Dari grid cell volume kemudian model dibuat dalam bentuk cube-cube kecil untuk
melihat kestabilan dari nilai inverse
hal 11-9
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Gb. 6.25 Sebuah bulk phase rotation dapat diterapkan untuk zerophase sebuah subcube
seismik. Biasanya prosedur ini berlaku untuk time window yang kecil (<1,5 detik
TWT), di mana wavelet yang stabil berasal. Phase rotation digunakan untuk mencari
kecocokan antara inisial model dengan seismik real
• Hasilnya dievaluasi pada well control point yang disebut well composite plots
(Gambar 6.26).
hal 11-10
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Gb. 6.26: Well composite plot digunakan untuk menampilkan hasil inversi. Trace AI
dari welldibandingkan dengan data sebenarnya.
Gb. 6.27: Perbandingan antara seismik trace dan section AI dan lokasi well.
• Pembuatan Layer maps yang berguna untuk menggambarkan tingkat anomali AI.
Seperti tergambar pada gambar di bawah ini :
hal 11-11
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
Gb. 6.29: trace AI dari well dibandingkan dengan AI trace hasil inversi pada lokasi
well. Di sebelah kanan hasil AI dikonvolusi dengan wavelet seismic dan di overlay ke
trace seismik.
hal 11-12
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
• Dalam area dengan data yang buruk pun inversi ini masih memberikan kontras yang
cukup baik dan rasional.
Gb. 6.30: Model driven inversion menunjukkan meski pada zona dengan data yang
burukpun hasilnya masih sesuai.
• Data seismik dapat menjadi panduan dalam proses inversi. Kesalahan dalam well log
tidak merambat dalam metode inversi. Ini merupakan keuntungan ketika database
sumur tua tidak dapat diandalkan. Kecepatan relatif dan perubahan densitas
disebabkan oleh porefill yang menciptakan anomali AI (Gambar 6.31).
Gb. 6.31: Nilai AI yang rendah menunjukkan tingginya porositas dan adanya
hidrokarbon.
Faktor pembobotan diekstrapolasi atas wilayah studi untuk memungkinkan prediksi di luar
titik kontrol.
Dua faktor stratigrafi yang penting untuk efisiensi recovery: konektivitas reservoir dan
heterogenitas permeabilitas. Kedua parameter mempengaruhi efisiensi dari reservoir. Model
hal 11-14
[MATERI 11] Modul Seismik Stratigrafi
yang muncul secara visual berbeda, tetapi memiliki konektivitas yang sama, well count dan
heterogenitas permeabilitas, memiliki efisiensi serupa
Beberapa parameter reservoir yang penting untuk dipertimbangkan dalam konteks ini:
• Channel width to thickness.
• Sinuosity.
• Stacking pattern.
• Orientation.
• Reservoir element type of facies
• unit (channel, point bar, etc).
• Porosity distribution.
• Permeability distribution.
• Net to gross ratio.
• Rock types.
• Matrix contribution.
• Hydrocarbon saturation.
• Pressure profile.
hal 11-15