Anda di halaman 1dari 35

IDENTIFIKASI PROSPEK PANASBUMI MENGGUNAKAN DATA

MAGNETIK DI GUNUNG RAJABASA

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1
Rindi Ferbriani 1815051004
Sebrina Putri Ramadhani 1815051019
Wayan Vinna Elvira 1815051020
Supardi 1815051027
Arnas Hardianto 1815051028
Muhammad Nurul 1815051031
Aprilia Yulianata 1815051037
Ikram Maulia 1855051002
Novia Fadillah Sekar Sari 1855051007

LABORATORIUM TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR ISI...................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.........................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………..…….
1
1.2 Tujuan Penelitian …………….…………………………………….…. 2
1.3 Luaran yang Diharapkan …………………………………………..….
2
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………….... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka …………………………………………………..…
4
2.2 Landasan Teori …………………………………………………..... 5
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan ………………………………………
11
3.2 Diagram Alir Pengolahan Data ……………………………………......
13
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Jadwal Kegiatan ……………………………………………………..
26
4.2 Anggaran Biaya ………………………………………………….…. 26

i
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 1. Peta Geologi Regional Gunung Rajabasa, Kalianda Lampung Selata. 4
Gambar 2. Peta Geologi Regional..........................................................................5
Gambar 3. Peta Geologi Lembar Tanjung Karang.................................................6
Gambar 4. Subduksi, Jalur Pembentukan Gunung Api dan Sumber Panas Bumi. 7
Gambar 5. Pemanfaatan Sumber Panas Bumi untuk Energi Pembangkit Listrik. .7
Gambar 6. Garis-garis Gaya Magnetik.................................................................10
Gambar 7. Unsur- Unsur dari Medan Magnet Bumi...........................................11
Gambar 8. Rekonstruksi Struktur Geologi Gunung Rajabasa.............................17
Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian di di Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung
Selatan................................................................................................19
Gambar 10. Topografi dan sebaran titik pengukuran..........................................20
Gambar 11. Peta Desain Akuisisi........................................................................20
Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Data........................................................23

ii
DAFTAR TABEL

halaman
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian .............................................................24
Tabel 2. Sumber Daya Manusia.....................................................................24
Tabel 3. Konsumsi ........................................................................................25
Tabel 4. Transportasi dan Akomodasi...........................................................25
Tabel 5. Logistik............................................................................................25
Tabel 6. RAB Total........................................................................................26

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Panas bumi merupakan salah satu energi terbarukan yang diharapkan mampu
mengurangi pemakaian dan ketergantungan terhadap energi fosil. Indonesia
memiliki potensi besar akan keberadaan energi panasbumi, karena sesuai
dengan letaknya yang berada pada gugusan gunung api dan zona lempeng
aktif dunia atau yang dikenal sebagai Ring of Fire. Oleh karena itu, di
Indonesia banyak terdapat jajaran pegunungan yang menyimpan potensi
panasbumi.

Di provinsi lampung sendiri merupakan salah satu daerah yang memiliki


prospek akan adanya energi panas bumi. Bahkan telah terdapat potensi energi
panas bumi yang telah dimanfaatkan seperti pada lapangan panas bumi ulu
belu. Namun selain itu provinsi lampung juga masih menyimpan potensi lain
akan cadangan energi berupa panas bumi ini. Salah satu daerah tersebut ialah
pada daerah gunung raja basa dimana pada daerah tersebut terletak pada jalur
sesar yang dapat di tafsirkan sebagai jalur keluarnya hidrotermal ke
permukaan. Keberadaan manifestasi geothermal kepermukaan yang menjadi
salah satu parameter penting adanya potensi geothermal di daerah tersebut
ditunjukkan dengan adanya kawah. Dengan demikian elru dilakukan
penyelidikan lebih lanjut akan keberadaan energi panasbumi pada daerah
gunung raja bas aini.

Sebelum dilakukannya proses eksplorasi perlu dilakukan survei pendahuluan


dengan beberapa metode, salah satu metode tersebut yaitu metode geofisika.
Metode geofisika diterapkan untuk mengetahui sifat-sifat fisik batuan yang
ada di bawah permukaan. Adanya anomali dari sifat fisik batuan dapat
2

digunakan untuk memperkirakan keberadan sistem panas bumi di bawah


permukaan. Dari beberapa metode geofisika seperti graviti, georadar,
geomagnet dll, pada penelitian kali ini menggunakan metode geomagnet. Pada
metode ini penyelidikan akan sisitem panasbumi didasarkan pada pengukuran
anomali geomagnet yang diakibatkan oleh perbedaan kontras suseptibilitas
atau permeabilitas magnetik tubuh jebakan dari daerah sekelilingnya.
Perbedaan permeabilitas relatif itu diakibatkan oleh perbedaan distribusi
mineral ferromagnetic, paramagnetic dan diamagnetic.

Metode magnetic ini dipilih sebab metode tersebut salah satu metode pasif,
sensitif dan dapat menganalisa pola-pola struktur geologi yang
berkembangdari besarnya intensitas magnet suatu batuan yang ditentukan oleh
faktor kerentanan (suseptibilitas) magnet k dari batuan tersebut. Dimana factor
kerentanan tersebut yaitu kemampuan dari suatu batuan dalam menerima sifat
magnet dari medan magnet bumi. Kerentanan magnet k suatu batuan
sebanding dengan konsentrasi kelompok mineral magnetit di dalam batuan
tersebut. Dan tak hanya itu sifat-sifat kemagnetan batuan juga sangat
dipengaruhi oleh proses pembentukan batuan tersebut. Pada batuan sedimen
misalnya, struktur dan teksturnya sangat dipengaruhi oleh gayagaya hidrolis
saat terjadi proses deposisi sedimen (Bijaksana, 2004).

Pada workshop kali ini kami mencoba untuk melakukan penelitian di


Lapangan Panas Bumi yang ada di Gunung Rajabasa. Dengan menggunakan
Metode Magnetik, yang mana metode magnetik sendiri merupakan salah
satu metode geofisika yang sering digunakan untuk survei pendahuluan pada
eksplorasi panas bumi. Data yang akan didapatkan ialah berupa Nilai-Nilai
Anomali magnetic, adapun bila Nilai negatif dari anomali magnetik
mencerminkan efek dimineralisasi batuan sebagai akibat adanya zona
temperatur tinggi, daerah ini ditafsirkan sebagai daerah prospek panas bumi.
Yang mana hal ini bisa mengindikasikan terdapat adanya panas bumi di
wilayah penelitian kami.
3

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:


1. Melakukan pengukuran serta pengambilan data secara langsung di
lapangan (akuisisi data).
2. Mengidentifikasi litologi batuan dibawah permukaan bumi untuk prospek
panasbumi.
3. Menganalisa hasil data pengukuran dan melakukan pengolahan data.

1.3 Luaran yang Diharapkan


Dari penelitian yang dilakukan pada pengolahan dan analisis data magnetik
untuk mengidentifikasi litologi bawah permukaan dan zona panas bumi di
Gunung Rajabasa.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai litologi batuan pada daerah panasbumi di
Gunung Rajabasa.
2. Sebagai referensi bagi mahasiswa dan semua pihak yang membutuhkan
kajian tentang panas bumi di Gunung Rajabasa.
4

BAB II DASAR TEORI

2.1. Daerah Lokasi Penelitian


Tempat penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa,
Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5o
5'13,535''- 5o53'42,278'' LS dan 105o35'0,677''-105o42'2,627'' BT, seperti
yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Geologi Regional Gunung Rajabasa, Kalianda


Lampung Selatan (Mangga dkk, 1994).
5

Gambar 2. Peta Geologi Regional

Lokasi pengambilan data sebagian besar dilakukan pada daerah dataran


tinggi dan daerah pegunungan. Daerah penelitian berupa hutan dan
perkebunan yang diperkirakan sebagai pusat sasaran upflow (daerah
pusat bumi).

2.2. Geologi Regional, Fisiografi, Stratigrafi Daerah Penelitian


2.2.1. Geologi Regional
Secara umum daerah Lampung dapat dibagi menjadi beberapa
satuan morfologi yaitu pada bagian timur dan timur laut terdapat
dataran bergelombang, di bagian tengah dan barat daya terdapat
pegunungan kasar dan berbukit pada daerah pantai. Pada daerah
dataran bergelombang dengan ketinggian beberapa puluh meter dan
terdiri dari endapan vulkanoklastik tersier-kuarter dan aluvium.
Pegunungan bukit barisan terdiri atas lebih kurang 25 sampai 30%
luas lembar yaitu batuan alas beku, malihan dan batuan gunung api
muda. Pada umumnya lereng-lerengnya curam dengan ketinggian
mencapai 500 m sampai 1.680 m di atas permukaan laut. Untuk
topografi daerah pantai beraneka ragam dan seringkali terdiri dari
perbukitan kasar, terdiri dari batuan gunung api tersier dan kuarter
6

serta batuan terobosan dengan ketinggian mencapai 500 meter di


atas permukaan laut (Mangga dkk, 1994).

2.2.2. Fisiografi
Secara umum daerah Lampung dapat dibagi menjadi beberapa
satuan morfologi yaitu pada bagian timur dan timur laut terdapat
dataran 6 bergelombang, di bagian tengah dan barat daya terdapat
pegunungan kasar dan berbukit pada daerah pantai. Pada daerah
dataran bergelombang dengan ketinggian beberapa puluh meter dan
terdiri dari endapan vulkanoklastik tersier-kuarter dan aluvium.
Pegunungan bukit barisan terdiri atas lebih kurang 25 sampai 30%
luas lembar yaitu batuan alas beku, malihan dan batuan gunung api
muda. Pada umumnya lerenglerengnya curam dengan ketinggian
mencapai 500 m sampai 1.680 m di atas permukaan laut. Untuk
topografi daerah pantai beraneka ragam dan seringkali terdiri dari
perbukitan kasar, terdiri dari batuan gunung api tersier dan kuarter
serta batuan terobosan dengan ketinggian mencapai 500 m di atas
permukaan laut (Mangga dkk, 1994).

2.2.3. Stratigrafi Daerah Penelitian


Pola struktur yang berkembang di wilayah Komplek Gunung
Rajabasa dipengaruhi oleh struktur regional berupa Sesar Lampung
yang sangat erat kaitannya dengan sesar mendatar Semangko. Pola
struktur ini mengontrol munculnya sesar-sesar di sekitar Gunung
Rajabasa yang meliputi sesar mendatar Rajabasa, sesar normal
Balerang, sesar normal Gunung Botak, sesar normal Banding, serta
sesar normal Simpur. Sesar geser umumnya berarah barat laut
tenggara dan sesar normal berarah timur laut-barat daya.
Keberadaan sesar-sesar ini juga erat kaitannya dengan pemunculan
beberapa kawah di Komplek Gunung Rajabasa. Sedikitnya terdapat
empat buah kawah, yaitu Kawah Puncak Gunung Balerang, Kawah
Puncak Gunung Rajabasa, Kawah Way Balerang serta Kawah
Simpur. Kedua kawah yang terakhir letaknya di bagian lereng.
Selain berakibat pada kondisi singkapan yang sudah ada dan
mempengaruhi pola morfologi di sekitarnya, aktifitas struktur ini
juga memicu munculnya beberapa kelompok mata air panas di
sekitar Komplek Gunung Rajabasa (Suswanti, 2001).
7

Lembar Tanjung Karang terletak di sudut tenggara Sumatera


Selatan, dibatasi oleh koordinat 105o 00'-106o 30' BT dan 5o 00'-
6o 00' LS meliputi daratan seluas lebih kurang 7.800 km2 , sebelah
timur dibatasi oleh laut Jawa, di sebelah selatan oleh selat Sunda, di
sebelah utara oleh lembar Menggala dan di sebelah barat oleh
Lembar Kota Agung. Pada lembar Tanjung Karang memiliki tiga
urutan stratigrafi yaitu pratersier, tersier dan kuarter. Lembar
Tanjung Karang meliputi bagian cekungan Sumatera Selatan di
lajur busur-belakang dan Pegunungan Barisan di lajur busur
magma yaitu Lajur Palembang dan Lajur Barisan, yang berumur
antara pra-karbon sampai kuarter, seperti yang terlihat pada
Gambar 2.

Gambar 3. Peta Geologi Lembar Tanjung Karang (Mangga dkk,


1994)

2.3. Aspek Geologi Pembentukan Sistem Panasbumi


Sepanjang poros Pulau Sumatera membentuk suatu jalur sesar yang di tandai
dengan adanya gerakan mendatar yang meliputi seluruh bagian memanjang
pulau Sumatera. Kejadian pada jalur sesar mempunyai kaitan dengan
terdapatnya aktivitas gunung api. Pada umumnya daerah panas bumi terletak
pada jalur gunung api, sehingga pembentukan sistem tersebut dipengaruhi
oleh proses-proses geologi yang telah atau sedang berlangsung di sepanjang
gunung api tersebut. Proses tersebut berupa magmatis. Proses magmatis
8

terjadi pada saat tumbukan antara kerak benua dan kerak samudera yang
berbeda sifatnya, sehingga kerak samudera akan menyusup ke bawah
lempeng benua jauh ke dalam lapisan astenosphere yang bersuhu tinggi
sepanjang jalur miring, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 4. Subduksi, Jalur Pembentukan Gunung Api dan Sumber


Panas Bumi (Tarbuck, 1994)

Pada proses penunjaman (subduction) tersebut akan menghasilkan gunung api


atau jalur magmatis yang menghasilkan magma. Pada suhu dan tekanan yang
tinggi, magma akan menerobos pada batuan yang menutupi serta
berlahanlahan bergerak ke atas. Keberadaan sistem panas bumi dikontrol oleh
adanya :
a. Sumber panas bumi (heat source)
b. Batuan berporos (reservoir)
c. Lapisan penetup (cap rock)
d. Air resapan

Pada umumnya sistem panas bumi dicirikan oleh adanya manifestasi


permukaan, berupa mata air panas (hot spring), kawah (creater), kubang
lumpur (mud pools). Air yang terpanaskan di dalam batuan reservoir akan
dibentuk uap atau air panas yang terperangkap pada batuan bersarang dengan
lapisan penutup yang kedap air (impermeable).

Air yang terperangkap itu merupakan air tanah yang telah tersimpan sebagai
air bawah permukaan dan air hujan atau air permukaan tanah yang merembes
ke bawah. Oleh sebab itu, sistem panas bumi dapat dikategorikan sebagai
berikut :
a. Sistem panas bumi dominasi air panas
b. Sistem panas bumi dominasi uap
c. Sistem panas bumi dua fase (uap dan air panas)
9

d. Sistem panas bumi genung api

Salah satu pemanfaatan dari panas bumi adalah sebagai energi pembangkit
listrik yang saat ini mulai dikembangkan. Seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Pemanfaatan Sumber Panas Bumi untuk Energi Pembangkit


Listrik (Surya, 2004)

2.4. Perkembangan Struktur Sesar Sumatera (Eosen-Recent)


2.4.1. Eosen Awal-Oligisen Awal
Pada jaman Eosen gerak lempeng Hindia-Australia mencapai 18
cm/tahun dengan arah utara, sedangkan menjelang Oligosen berkurang
hingga mencapai hanya 3 cm/tahun saja. Kemudian terjadi perubahan
arah gerak beberapa derajat ke arah timur. Kondisi ini mengakibatkan
sesar mendatar ‘dextral’ Sumatera yang mulai terbentuk akan
menimbulkan pola rekahan sepanjang sesar, sebagian respon terhadap
gerak gesernya. Pembentukan rekahan ini kemungkinan dimulai di
Sumatera Selatan dan terus berkembang ke utara. Gerak-gerak
mendatar pada pasangan sesar yang bertenaga (“overstepping wrench”)
akan membentuk cekungan local (pull apart basin) (Mangga dkk,
1994).

2.4.2. Sumatera dari Semenanjung Malaya


Rotasi yang pertama ini masih belum dapat menempatkan kedudukan
sumatera ke dalam keadan dimana interaksi antar ke dua lempeng akan
mampu menimbulkan terjadinya tegasan ‘kompresi’

2.4.3. Miosen Tengah


10

Terjadi kembali sesar-sesar, bersamaan dengan berhentinya rotasi


lempeng mikro sunda.

2.4.4. Miosen Atas sampai Sekarang


Terjadi gerak rotasi yang ke dua sebesar 20-25° ke arah yang
berlawanan dengan jarum jam, yang dipicu oleh membukanya laut
Adaman. Pada saat ini interaksi antara lempeng Hindia-Australia
dengan lempeng Sunda sudah meningkat dari 40° menjadi hampir 65°,
yang menimbulkan terjadinya tegasan ‘kompresi’. Keadaan ini
menyebabkan pengangkatan bukit barisan dan pengangkatan kegiatan
volkanisme.

2.5. Prinsip-prinsip Metode Magnetik


Paleomagnetisme adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat kemagnetan bumi
yang merekam dalam batuan pada waktu pembentukanya. Untuk batuan beku,
kemagnetan mulai terekam pada saat proses pendingin magma melewati titik
beku dimana mineral-mineral bersifat magnet terinduksi oleh medan magnet
bumi. Dalam suatu studi paleomagnet untuk mengetahui arah medan magnet
bumi pada saat batuan beku terbentuk, syaratnya adalah mengetahui terlebih
dahulu kemiringan tubuh tersebut yang terjadi setelah pembekuan. Umumnya
tubuh batuan beku mengalami perubahan kemiringan saat terjadi gaya
kompresi, seperti perlipatan. Seringkali kemiringanya ditentukan dari lapisan
batuan sedimen yang diterobosnya.

Struktur aliran lava atau lubang gas (amygdaloidal) dipakai untuk


menentukan kemiringan awal lava dimana dianggap subhorisontal. Hal ini
tidak berlaku mutlak karena lava mengalir melalui morfologi yang bervariasi.
Batuan sedimen paling ideal untuk studi paleomagnet, tidak saja karena
perlapisanya dapat diamati, tapi juga karena proses pembentukanya relatif
lama. Arah kemagnetan yang diperoleh dari batuan sedimen terjadi karena
butiran mineral bersifat magnet hasil rombakan batuan mengalami penjajaran
mineral saat diendapkan (Santoso, 1998).

Pada prinsipnya, dalam penyelidikan magnet selalu dianggap bahwa


kemagnetan batuan yang memberikan respon terhadap pengukuran magnet
hanya disebabkan oleh pengaruh kemagnetan induksi. Dengan demikian, sifat
kemagnetan ini dipergunakan sebagai dasar dalam penyelidikan-penyelidikan
11

magnet. Sedangkan kemagnetan sisa pada umumnya seringkali diabaikan


dalam penyelidikan magnet karena disamping pengaruhnya sangat kecil, juga
untuk memperoleh besaran dan arah kemagnetannya harus dilakukan
pengukuran di laboratorium paleomagnetik dengan menggunakan alat khusus.

Perubahan yang terjadi pada kuat medan magnet bumi adalah sangat kecil dan
memerlukan waktu yang sangat lama mencapai ratusan sampai ribuan tahun.
Oleh karena itu, dalam waktu penyelidikan magnet, kuat medan magnet
tersebut selalu dianggap konstan. Dengan menganggap kuat medan magnet
bumi adalah konstan, maka besarnya intensitas magnet bumi semata-mata
adalah hanya tergantung pada variasi kerentanan magnet batuan yang
merefleksikan harga pengukuran magnet. Prinsip inilah yang digunakan
sebagai dasar dalam penyelidikan magnet (Telford, 1990).

2.5.1. Prinsip Kemagnetan


Pada sebuah magnet sebenarnya merupakan kumpulan jutaan magnet
ukuran mikroskopik yang teratur satu dan lainnya. Kutub utara dan
kutub selatan magnet posisinya teratur. Secara keseluruhan kekuatan
magnetnya menjadi besar. Logam besi bisa menjadi magnet secara
permanen (tetap) atau bersifat megnet sementara dengan cara induksi
elektromagnetik. Tetapi ada beberapa logam yang tidak bisa menjadi
magnet, misalnya tembaga dan aluminium, dan logam tersebut
dinamakan diamagnetik.

Bumi merupakan magnet alam raksasa, dapat dibuktikan dengan alat


yang dinamakan kompas, dimana jarum penunjuk pada kompas akan
menunjukkan arah utara dan selatan bumi kita. Karena sekeliling bumi
sebenarnya dilingkupi garis gaya magnet yang tidak tampak oleh mata
kita tapi bisa diamati dengan kompas keberadaannya.

Penyebab bumi bersifat magnetik karena faktor perputaran inti bumi


yang bersifat cair. Inti cair bumi terdiri dari lelehan besi dan nikel yang
bertemperatur 5000oC. Lelehan besi dan nikel ini mengandung sejumlah
muatan listrik yang berputar mengelilingi sumbunya sehingga
menimbulkan medan magnet yang arahnya sesuai dengan aturan tangan
kanan. Hal tersebutlah yang membuat bumi menjadi sebuah magnet
12

raksasa dengan kutub selatan magnet berada di utara dan kutub utara
berada di selatan, seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 6. Garis-garis Gaya Magnetik (Isaak, 1989)

2.5.2. Medan Magnetik Bumi


Bumi berlaku seperti sebuah magnet sferis yang sangat besar dengan
suatu medan magnet yang mengelilinginya. Medan itu dihasilkan oleh
suatu dipole magnet yang yang terletak pada pusat bumi. Sumbu dipole
ini bergeser sekitar 11° dari sumbu rotasi bumi, yang berarti kutub utara
geografis bumi tidak terletak pada tempat yang sama dengan kutub
selatan magnetik bumi.

Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis yang dapat


diukur yaitu arah dan intensitas kemagnetanya. Parameter fisis itu
adalah deklinasi magnetik magnetik, intensitas horizontal H dan
intensitas vertikal Z. dari elemen ini semua medan magnet lainya dapat
dihitung. Parameter yang menggambarkan arah medan magnetik adalah
deklinasi D (sudut antara utara magnetik dan utara geografis) dan
inklinasi I (sudut antara bidang horizontal dan vektor medan total),
yang diukur dalam derajat.

Intensitas medan magnet total F digambarkan dengan komponen


horizontal H, komponen vertical Z dan komonen horizontal ke arah
utara X dan ke arah timur Y, seperti yang terlihat pada Gambar 6.
Intensitas medan magnet bumi secara kasar antara 25.000-65.000 nT
dan untuk Indonesia, wilayah yang terletak di utara ekuator mempunyai
intensitas ±40.000 nT sedangkan untuk wilayah yang di selatan ekuator
mempunyai intensitas ±45.000 nT.
13

Gambar 7. Unsur- Unsur dari Medan Magnet Bumi (Lawless,


1995).
Keterangan:
 Deklinasi (D), yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis
dengan utara magnetik.
 Inklinasi (I), yaitu sudut yang dibentuk antara medan magnetik total
dengan bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal
menuju bidang vertikal ke bawah.
 Intensitas horizontal (B), yaitu besar medan magnetik total pada
bidang horizontal.

Medan magnet utama berubah terhadap waktu sehingga untuk


menyeragamkan nilai-nilai medan utama dibuat standard nilai yang
disebut dengan international Geomagnetics reference Field (IGRF)
yang diperbaharui tiap lima tahun sekali. Nilai IGRF tersebut diperoleh
dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar satu juta Km
yang dilakukan dalam waktu satu tahun.
Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1) Medan Utama Pengaruh medan utama magnet bumi ± 99 % dan
variasinya terhadap waktu sangat lambat dan kecil.
2) Medan luar Pengaruh medan luar berasal dari pengaruh luar bumi
yang merupakan hasil dari ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan
oleh sinar ultraviolet dan matahari, karena sumber medan luar ini
berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan
terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu
14

jauh lebih cepat. Beberapa sumber medan luar:Perubahan


konduktifitas listrik lapisan di atmosfer dengan siklus 11 tahun.
 Variasi harian dengan periode 24 jam yang berubungan dengan
pasang surut matahari yang mempunyai jangkau 30 nT.
 Variasi harian dengan periode 25 jam yang berhubungan dengan
pasang surut bulan yang mempunyai jangkau nT.
 Badai magnet yang bersifat acak dan mempunyai jangkau
sampai dengan 1000 nT.

2.6. Teori Dasar Magnetik


2.6.1. Gaya Magnetik
Teori magnetik klasik yang mendasari metode geomagnet adalah
konsep gaya magnet dimana F adalah gaya pada p2 dalam satuan
newton, kutub p1 dan p2 dinyatakan dalam Nm/A terpisah sejauh r
dalam satuan meter, μ adalah permeabilitas magnetik (sifat medium)
dalam satuan N/A2, dan r^ merupakan vektor satuan yang berarah dari p1
ke p2. Bersar nilai μ dalam satuan SI adalah 4 μ × 10−7 N / A 2 yang
dikemukakan dalam hukum coulumb seperti pada persamaan:

p 1 p2
F= r^ (1)
μ r2

Seperti pada kasus elektrik, gaya magnet saling tarik menarik untuk
kutub yang berlawanan dan saling tolak menolak untuk kutub yang
sejenis (Telford et al., 1990).

2.6.2. Kuat Medan Magnet


Medan magnetik H yaitu kuat medan magnet didefinisikan sebagai gaya
pada satuan kutub

F p
H=
p2 μ r( )
= 12 r^ (2)

H diukur dalam A/m, atau oersted yang ekivalen dengan dyne per unit
kutub, dimana A/m = 4𝜋 x 10-3 oersted (Telford et al., 1990).
15

Bahan yang diletakkan dalam medan magnet luar B akan terpolarisasi


magnetik atau termagnetisasi, yaitu proses pensejajaran dipole magnet
karena pengaruh medan magnet luar (Wiyanto, 2008). Medan magnet
bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen
medan magnet bumi

Koordinat kartesian (X,Y,Z) dan koordinat bola (B,D,I) yang menyusun


elemen geomagnet saling berkaitan melalui persamaan (1) dan (2)
berikut (Lowrie, 2007)

X =B cos I cos D , Y =B cos I sin D , Z=B sin I (3)

B2=X 2+Y 2 + Z 2 , D=arctan ( YX ), I =arctan ( √ X Z+ Y )


2 2 (4)

Magnetisasi diukur dengan polarisasi magnetik intensitas magnetisasi


atau momen dipole per satuan volume. Barisan dipole internal
menghasilkan sebuah medan M, yang di dalam bahan ditambahkan
pada medan magnetisasi . Jika M bernilai konstan dan searah, bahan
tersebut dikatakan termagnetisasi seragam. Satuan darimagnetisasi
adalah ampere-meter2 per meter2 (ampere per meter = A/m). Untuk
medan magnet rendah, M sebanding dan searah dengan . Tingkat
magnetisasi suatu bahan ditentukan oleh nilai suseptibilitas
magnetiknya (persamaan (5) berikut :

M= χmH

Di dalam bahan paramagnetik dan diamagnetik, magnetisasi


dipengaruhi oleh medan magnet luar. Ketika medan magnet luar H
dihilangkan, tingkat magnetisasi bahan M juga hilang (Griffiths, 1999).
Selain itu, ada beberapa bahan yang masih bersifat magnet walaupun
bahan itu sudah tidak berada di dalam medan magnet luar. Bahan yang
bersifat seperti itu disebut feromagnetik, contohnya adalah besi. Oleh
karena itu, magnet permanen dibuat dari besi, Magnetisasi pada bahan
feromagnetik tidak bergantung pada kehadiran medan magnet luar,
tetapi oleh sejarah magnetik dari bahan tersebut (Wiyanto, 2008)
16

Metode magnetik dalam aplikasi Geofisika akan tergantung pada


pengukuran yang akurat dari anomali medan geomagnet lokal yang
dihasilkan oleh variasi intensitas magnetisasi dalam formasi batuan.
Intensitas Magnetik pada batuan sebagian disebabkan oleh induksi dari
magnet bumi dan yang lain oleh adanya magnetisasi permanen.
Intensitas dari induksi geomagnet akan bergantung pada suseptibilitas
magnetik batuannya dan gaya magnetnya, serta intensitas permanennya
pada sejarah geologi batu tersebut. Dimana adalah suseptibilitas
magnetik, nilainya bergantung pada jenis bahannya, bernilai positif
untuk bahan paramagnetik dan negatif untuk diamagnetik.
Suseptibilitas magnetik merupakan parameter paling pokok yang
dimiliki batuan dalam kajian magnetik.Respon magnetik batuan dan
mineral ditentukan oleh jumlah dan suseptibilitas material magnetik di
dalamnya.
2.7. Metode Magnetik
Metode magnetik adalah salah satu metode geofisika untuk mengukur variasi
medan magnetik dipermukaan bumi yang disebabkan oleh variasi distribusi
benda termagnetisasi dibawah permukaan bumi. Variasi intensitas medan
magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan
magnetik dibawah permukaan, yang kemudian dijadikan dasar bagi
pendugaan keadaab geologi yang mungkin dalam aplikasinya, metode
magnetik mempertimbangkan variasi arah dan besar vektor magnetisasi.
Pengukuran intensitas medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut dan
udara. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan
minyak bumi, panasbumi, dan batuan mineral serta bisa diterapkan pada
pencarian prospeksi benda-benda arkeologi (Lita, 2012). Metode magnetik
bekerja berdasarkan pengukuran variasi kecil intensitas medan magnet di
permukaan bumi yang disebabkan karena perbedaan antara sifat magnetisasi
batuan di kerak bumi sehinggal meningkatkan munculnya medan magnet
bumi yang tidak homogen atau disebut anomali magnetik (Santosa, 2013).
Data magnetik banyak digunakan dalam bidang vulkanologi untuk
mengetahui karakteristik kompleks dari gunung api berkaitan dengan sifat
kemagnetan batuan magmatik (Faggioniet al., 2003). Medan magnet utama
bumi berasal dari sumber di dalam bumi karena adanya arus listrik yang
mengalir secara berputar di dalam inti luar dari jari-jari 1300 km hingga
17

1500km. Medan magnet bumi yang terukur di permukaan bumi hampir


seluruhnya disebabkan oleh sumber dari dalam bumi (Sarkowi, 2007)

Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu batuan yang
diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya
perbedaan sifat kemagnetan suatu material.Kemampuan untuk termagnetisasi
tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan.Harga
suseptibilitas ini sangat penting di dalam pencarian benda anomali karena
sifat yang khas untuk setiap jenis mineral atau mineral logam. Harganya akan
semakin besar bila jumlah kandungan mineral magnetik pada batuan semakin
banyak (Sunaryo, 2012).

Sumber medan magnet bumi secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu medan
magnet utama bumi (main field), medan magnet luar (external field) dan
medan magnet anomali (anomaly field). Medan magnet utama bersumber dari
dalam bumi sendiri.Medan magnet luar bersumber dari luar bumi yang
merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet
dari matahari. Sedangkan medan magnet anomali dihasilkan oleh benda
magnetik yang telah terinduksi oleh medan magnet utama bumi, sehingga
benda tersebut memiliki medan magnet sendiri dan ikut mempengaruhi besar
medan magnet total hasil pengukuran.

2.8. Koreksi Data Magnetik


2.8.1. Koreksi Harian
Merupakan koreksi yang dilakukan terhadap data magnetik terstruktur
untuk menghilangkan pengaruh medan magnet luar yang berasal dari
perputaranarus listrik di dalam lapisan ionosfer. Ion-ion yang dihasilkan
dari lapisan udara yang terionisasi oleh matahari sehingga ion-ion yang
akan menjadi magnet ketika ada listrik di ionosfer.

H=H total + ∆ H harian

Koreksi variasi harian dilakukan dengan menambahkan atau


mengurangkan besar data variasi harian.Jika variasi harian bernilai
positif maka dilakukan operasi pengurangan, dan jika bernilai negatif
maka dilakukan operasi penjumlahan (Kahfi & Yulianto, 2008).
18

2.8.2. Koreksi IGRF


Data hasil pengukuran di lapangan merupakan data medan magnet total
yang masih dipengaruhi oleh IGRF dan medan magnet luar. Untuk
mendapatkan anomali medan magnet, maka pengaruh-pengaruh
tersebut dihilangkan terlebih dahulu dengan melakukan koreksi IGRF.
Nilai IGRF termasuk nilai yang ikut terukur pada saat kita melakukan
pengukuran medan magnetik di permukaan bumi, yang merupakan
komponen paling besar dalam survei magnetik, sehingga perlu
dilakukan koreksi untuk menghilangkannya. Nilai IGRF yang diperoleh
dikoreksikan terhadap data kuat medan magnetik total dari hasil
pengukuran di setiap stasiun atau titik lokasi pengukuran. Meskipun
nilai IGRF tidak menjadi target survei, namun nilai ini bersama-sama
dengan nilai sudut inklinasi dan sudut deklinasi yang sangat diperlukan
pada saat memasukkan pemodelan dan interpretasi (Sunaryo, 2012).
Koreksi IGRFdapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF
terhadap nilai medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada
setiap titik pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan
koreksinya dapat dituliskan sebagai berikut:

∆ H =H total ± ∆ H harian ± H 0

2.8.3. Kontinuitas ke Atas


Kontinuasi ke atas atau upward continuation merupakan proses
transformasi data medan potensial dari suatu bidang datar lainnya yang
lebih tinggi. Pada pengolahan data metode magnetik, proses ini
berfungsi sebagai filter tapis rendah, yaitu untuk menghilangkan atau
mereduksi efek magnetik lokal yyang berasal dari berbagai sumber
benda magnetik yang tersebar di permukaan topografi yang tidak terkait
dengan survei. Proses kontinuasi tidak boleh terlalutinggi karena hal ini
dapat mereduksi anomali magnet lokal yang bersumber dari begnetik
atau struktur geologi yang menjadi target (Singarimbunet al., 2013).
2.8.4. Reduksi ke Kutub
Data anomali medan magnet total hasil kontinuasi selanjutnya direduksi
ke kutub dengan tujuan dapat melokalisasi daerah-daerah dengan
anomali maksimum tepat berada di atas tubuh benda penyebab anomali,
sehingga dapat memudahkan dalam melakukan interpretasi. Reduksi ke
kutub dilakukan dengan cara membuat sudut inklinasi benda menjadi
19

90o dan deklinasinya 0o. Karena pada kutub magnetik, medan magnet
bumi dan induksi magnetisasinya berarah ke bawah. Dari data hasil
reduksi ke kutub ini, sudah dapat dilakukan interpretasi secarakualitatif.
Reduksi ini dilakukan dengan menggunakan program Magpick
(Nurdiyantoet al., 2004).

2.9 Penelitian Terdahulu


Dalam Rasimeng (2011), telah dilakukan analisis data geomagnetik di daerah
gunung Rajabasa untuk menentukan struktur, kedalaman dan posisi batuan
reservoir geothermal. Hasil analisis tersebut dipadukan dengan informasi
geologi dan geomorfologi yang menghasilkan informasi struktur geologi,
pola aliran fluida geothermal serta sebaran reservoir secara horisontal pada
kedalaman yang berbeda. Berdasarkan analisis kualitatif data anomali medan
magnet total residual daerah gunung rajabasa dapat ditafsirkan adanya pen-
sesar-an (faulting) dengan arah relatif timur laut-baratdaya dan baratlaut-
tenggara, yang merupakan bidang rekahan dan menjadi jalur aliran fluida
geothermal ke permukaan. Pola closure yang menarik di bagian selatan,
baratdaya, utara dan bagaian tengah daerah penelitian ditafsirkan sebagai
batuan/jalur aliran fluida geothermal. Hasil pemodelan data anomali
geomagnetik memperlihatkan model sesar normal yang terjadi pada endapan
piroklastik yang berada pada kedalaman 350 meter dengan ketebalan sekitar
500 meter dan terintrusi oleh oleh batuan beku vulkanik (andesitik). Sehingga
secara kuantitatif dapat ditafsirkan bahwa reservoir geothermal gunung
Rajabasa berada pada formasi Lampung dengan kedalam sekitar 850 meter di
bawah MSL.
20

Gambar 8. Rekonstruksi Struktur Geologi Gunung Rajabasa (Rasimeng, 2011)

Dalam Rasimeng (2008), berdasarkan analisis data anomali medan magnet


total daerah gunung rajabasa dapat ditafsirkan adanya pensesar-an (faulting)
dengan arah relatif baratlauttenggara, yang merupakan bidang rekahan dan
menjadi jalur aliran fluida goethermal ke permukaan. Pola closure yang
menarik di bagian selatan, baratdaya, utara dan bagaian tengah daerah
penelitian merupakan respon batuan/jalur aliran fluida geothermal.
BAB III. METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Perangkat Komputer
2. Proton Precession Magnetometer (PPM)
3. Software Oasis Montaj v8.4
4. Software ArcGIS v10.3
5. Software Google Earth
6. Software Ms. Excel
7. Data Geomagnetik
8. Data Geologi

B. Waktu dan Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa,
Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara
5°5'13,535''- 5°53'42,278'' LS dan 105°35'0,677''-105°42'2,627'' BT, seperti
yang terlihat pada Gambar 1.
19

Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian di di Gunung Rajabasa, Kalianda,


Lampung Selatan

Lokasi pengambilan data sebagian besar dilakukan pada daerah dataran


tinggi dan daerah pegunungan. Daerah penelitian berupa hutan dan
perkebunan yang diperkirakan sebagai pusat sasaran upflow (daerah pusat
bumi).

C. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan untuk mempelajari geologi daerah penelitian,
studi tentang metode magnetik, pengolahan data hingga intepretasi, baik
secara kualitatif maupun secara kuantitatif, berdasarkan literatur-literatur
terkait.

D. Tahap Akuisisi
20

Gambar 10. Topografi dan sebaran titik pengukuran

Gambar 11. Peta Desain Akuisisi


21

Akuisisi data magnetik dilakukan menggunakan alat Proton Precession


Magnetometer (PPM) pada 30 titik pengukuran. Akuisisi data magnetik
dilakukan dengan sistem akuisisi grid dengan jarak antar titik sekitar 500
meter. Langkah pengambilan data yaitu persiapan dan pengecekan alat
survei, proses setting alat Proton Precission Magnetometer (PPM),
pemasangan Proton Precission Magnetometer (PPM) sebagai base station
dan pengambilan data di lapangan. Pada penelitian ini menggunakan metode
base rover yaitu metode pengambilan data magnetik dimana titik-titik
pengukuran berupa grid.

E. Tahap Pengolahan Data


Pada tahap ini dilakukan koreksi harian dan koreksi IGRF terhadap data
hasil pengukuran di lapangan. Selanjutnya data hasil koreksi diolah dengan
menggunakan software Oasis Montaj 8.4. Pengolahan dengan menggunakan
Oasis Montaj meliputi pembuatan peta kontur anomali magnetik, analisis
spektrum, proses filtering yaitu dengan menggunakan metode Butterworth
Filter untuk memisahkan anomali regional dan residual dan proses reduksi
ke kutub magnetik (reduction to the pole) serta melakukan forward
modeling pada peta residual untuk mencari sumber mineral pembawa emas.

F. Tahap Interpretasi
Peta yang telah diolah kemudian dilakukan interpretasi secara kualitatif dan
kuantitatif. Interpretasi kualitatif dilakukan dengan menggunakan peta
intensitas magnetik total berdasarkan kontras anomali magnetik yang
terlihat pada peta tersebut. Sedangkan interpretasi kuantitatif dilakukan
dengan membuat profil lintasan kemudian membuat model bawah
permukaan yang dengan mencocokan kurva anomali observasi dengan
kurva anomali model dan memanfaatkan informasi geologi agar kesalahan
yang dihasilkan dapat diminimalkan.

3.3 Diagram Alir Pengolahan Data


22

Mulai

Studi Literatur

Akuisisi

D
a
t
a

Koreksi Harian Koreksi IGRF

Data Terkoreksi

Gridding

Peta Intensitas
Magnetik Total

Analisis Spektrum

Lebar Jendela
Estimasi Kedalaman

Butterworth Filter

Anomali Regional Anomali Residual

1 2 3
23

1 2 3

Reduce to Pole

Anomali Residual Monopole

Interpretasi Kuantitatif Forward Modeling

Profil Lintasan
C
o Tidak
Geologi c
o
k Ya

Model 2D

Interpretasi Kualitatif

Selesai

Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Data


BAB IV JADWAL DAN ANGGARAN BIAYA KEGIATAN

4.1 Jadwal Kegiatan


Berdasarkan kegiatan akdemik yang berlaku, maka melalui
berbagai pertimbangan dan diskusi penelitian akan dilaksanakan
dari tanggal 24 Juli 2021 hingga 28 Juli 2021. Berikut merupakan
rancangan dilaksakan penelitian selama 5 hari:
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Hari
No Kegiatan
1 2 3s 4 5
Studi literatur dan
1          
survei lapangan
Pengambilan data dan
2          
pengumpulan data
Pengolahan data
3          
magnetik
Analisis data dan
4          
interpretasi
Pembuatasan laporan
5          
dan presentasi

4.2 Anggaran Biaya


Adapun rancangan anggaran biaya dalam penelitian kali ini dissesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2019 mengenai Jenis dan
Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah sebagai berikut

a. Sumber Daya Manusia

Tabel 2. Sumber Daya Manusia


No Keterangan Jumlah Honor Total
perhari Honor(dalam
5 hari)
25

1 Operator 1 Rp500.000 Rp2.500.000


2 Tenaga ahli geofisika 1 Rp600.000 Rp3.000.000
3 Control Quality data 1 Rp600.000 Rp3.000.000
4 Helper 2 Rp400.000 Rp4.000.000
Total Rp12.500.000

b. Konsumsi

Konsumsi diberikan 1 hari 3 kali dengan rincian pagi, siang dan sore.

Tabel 3. Konsumsi
Keteranga Harga Total Total (dalam 5
No Jumlah
n perorang perhari hari)

1 Makan 5 orang Rp60.000 Rp300.000 Rp 1.200.000


Air mineral
2 5 orang Rp5.000 Rp25.000 Rp 125.000
1,5L
3 Snack 5 orang Rp30.000 Rp150.000 Rp 750.000

Total Rp 2.075.000

c. Transportasi dan akomodasi

Tabel 4. Transportasi dan Akomodasi

No Keterangan Jumlah Sewa Total (dalam


perhari 5 hari)
1 Sewa mobil lapangan 1 mobil Rp 200.000 Rp 1.000.000
2 Sewa rumah warga 1 rumah Rp 200.000 Rp 1.000.000
3 Bensin Kendaran 1 mobil Rp 250.000 Rp 1.250.000
Total Rp 3.250.000

d. Logistic
Tabel 5. Logistik

No Keterangan Jumlah Sewa Total (dalam 5


perhari hari)
1 Sewa PPM 1 Rp400.000 Rp2.000.000
Magnetometer
2 Sewa GPS 1 Rp50.000 Rp250.000
3 Trashbag 1 Rp20.000 Rp20.000
Total Rp2.270.000
26

RAB TOTAL

Tabel 6. RAB Total

No Keterangan Biaya
1 SDM Rp12.500.000
2 Konsumsi Rp 2.075.000
3 Transportasi dan Akomodasi Rp 3.250.000
4 Logistik Rp2.270.000
Total Rp 20.095.000
DAFTAR PUSTAKA

Bastari. 2012. Anomali Medan Magnetik Di Daerah Panas Bumi Gunung


Rajabasa Kalianda Lampung Selatan. Skripsi. Program Sarjana Universitas
Lampung. Bandar Lampung.

Faggioni, T., A. Setyawan, S. Ehara, Y. Fujimitsu, & J. Nishijima. 2003. An


Estimate of the Resources Potential of Ungaran Geothermal Prospect for
Indonesia Power Generation. Proceedings34th World Geothermal
Congress.Indonesia: Bali.

Griffiths, D.J. 1999. Introduction to Electrodynamisc.(3rd ed.). New Jersey:


Prentice Hall, Inc.

Kahfi, R.A. & T. Yulianto. 2008. Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan
Daerah Manifestasi Emas dengan Menggunakan Metode Magnetik di
Papandayan Garut Jawa Barat.BerkalaFisika,11(4):127-135

Lita, F, 2012. Identifikasi Anomali Magnetik di Daerah Prospek Panasbumi


ArjunaWelirang. Skripsi. Jakarta: FMIPAUniversitas Indonesia.

Lowrie, W. 2007.Fundamentals of Geophysics.Second Edition. New York:


Cambridge University Press

Mangga, Andi S.,Amiruddin, Suwarti T., Gafoer S. dan Sidarto, 1994, Geologi
Lembar Tanjungkarang, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.

Nurdiyanto, B., Wahyudi, & I Suyanto. 2004. Analisis Data Magnetik untuk
Mengetahui Struktur Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Airpanas di
Lereng UtaraGunungapi Ungaran.Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-
29 Himpunan Ahli Geofisika Indonesia;Yogyakarta,5-7 Oktober
2004.Yogyakarta: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia.

Rasimeng, S. (2008). Analisis Sesar Gunung Rajabasa Lampung Selatan Sebagai


Daerah Prospek Geothermal Berdasarkan Data Anomali Medan Magnet
Total. J. Sains MIPA, 14(1), pp.67–72.

Rasimeng, S. (2011). Penentuan Curie Point Depth Data Anomali Geomagnetik


Dengan Menggunakan Analisis Spektrum (Studi Kasus: Daerah Prospek
Geothermal Segmen Gunung Rajabasa Lampung). In: Seminar Nasional
Sains dan Teknologi – IV, Bandarlampung, pp.325–332.

Santosa, B. J. 2013. Magnetic Method Interpretation to Determine Subsurface


Structur Around kelud Vulcano. Indian Journal of Applied Research 3(5):
328331

Sarkowi, M. 2010. Pengantar teknik Geofisika. Lampung : UNILA.

Singarimbun, A., C.A.N. Bujung, & R.C. Fatihin. 2013. Penentuan Struktur
Bawah Permukaan Area Panas Bumi Patuha dengan Menggunakan Metode
Magnetik. Jurnal Matematika & Sains.18(2):39- 48.

Tarbuck, Edward J., Frederick K. Lutgens dan Dennis Tasa. (1994). Earth. An
Introduction to Physical Geology. New Jersey: Pearson Education Inc.

Telford, W.M., L.P. Geldart,& R.E. Sheriff. 1990. Applied Geophysics ( 2 ed.).
New York: Cambridge University Press.

Wiyanto. 2008. Elektromagnetika. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai