PROPOSAL PENELITIAN
DIAJUKAN OLEH :
Proposal Penelitian
Diajukan Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Ali Okto, ST,. MT. Rio Irham Mais Cendra Jaya, S.Si,. M.T
NIP. 19880930 201903 1008 NIP. 19900515 202321 1024
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Geologi
ii
DAFTAR ISI
iii
3.3 BAHAN DAN MATERI PENELITIAN ................................................ 28
3.3 ALAT DAN INSTRUMENT PENELITIAN......................................... 30
3.4 TAHAPAN KEGIATAN PENELITIAN ................................................ 30
3.4.1 Studi pustaka ............................................................................. 30
3.4.2 Pengumpulan data ..................................................................... 31
3.4.3 Pengolahan data ........................................................................ 32
3.4.4 Validasi Database ...................................................................... 32
3.4.5 Analisis Database ...................................................................... 33
3.4.6 Pembuatan Hasil Laporan ......................................................... 34
3.5 BAGAN ALIR PENELITIAN ................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 36
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia kaya akan sumber daya alam terutama dari hasil pertambangannya.
Pertambangan sendiri merupakan usaha atau kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam berupa bahan galian bernilai ekonomis yang terkandung di dalam permukaan
bumi. Ada banyak jenis bahan galian yang dapat dihasilkan dari kegiatan
penambangan bumi Indonesia antara lain: minyak bumi, gas bumi, batubara, timah,
bijih besi, tembaga, mangan, bauksit, nikel, emas, perak, nikel alam, belerang,
fosfat, batu gamping, batu pualam, intan dan lain-lain.
1
Suatu perusahaan tambang Nikel, untuk mengetahui keterdapatan sekaligus
besar potensi sumberdaya dan cadangan nikel suatu daerah tidak hanya dengan
berdasarkan pada data hasil eksplorasi saja melainkan juga dilengkapi dengan data
hasil pengeboran pada zona nikel laterit, sehingga besar sumberdaya dan cadadari
suatu nikel dapat dianalisis dan diketahui secara pasti. Metode ini dapat
memberikan gambaran kualitas, model sebaran, dan kuantitas kadar rata-rata Ni dan
Fe serta tonase sumber daya terukur Ni daerah penelitian serta dapat lebih
memudahkan dalam perencanaan penambangan untuk memperkirakan batas-batas
penambangan berdasarkan hasil pemodelan geologi dan estimasi sumberdaya nikel
laterit. Salah satu metode yang kerap digunakan pada perhitungan cadangan berupa
metode Inverse distance Weighting (IDW) merupakan metode deterministik
sederhana yang mempertimbangkan titik-titik di sekitarnya (NCGIA, 1997).
Metode ini mengasumsikan bahwa nilai yang diinterpolasi lebih mirip dengan data
sampel terdekat dibandingkan dengan data sampel jauh. Bobot bervariasi secara
linear dengan jarak ke data sampel. Metode ini dapat memberikan gambaran
kualitas, model sebaran, dan kuantitas kadar rata-rata Ni dan Fe serta tonase
cadangan terkira dalam daerah penelitian serta dapat lebih memudahkan dalam
perencanaan penambangan untuk memperkirakan batas-batas penambangan
berdasarkan hasil pemodelan geologi, estimasi sumberdaya dan cadangan nikel
laterit. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian tentang “Analisis Perhitungan
Cadangan Bijih Nikel Dengan Metode Inverse Distance Weighting (IDW) Pada
Blok A PT. Generasi Agung Perkasa Site Watumbohoti, Kecamatan Palangga
Selatan, Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.”
Berdasarkan dari latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diangkat adalah sebagai berikut :
2
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah yang akan diangkat maka pada penelitian
ini memiliki tujuan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan sebaran cadangan deposit nikel laterit pada blok A PT. Generasi
Agung Perkasa.
2. Dapat mengetahui hasil estimasi untuk menentukan jumlah cadangan pada
blok A PT. Generasi Agung Perkasa.
Berdasarkan tujuan di atas maka batasan masalah yang akan diangkat pada
pokok pembahasan ini yaitu :
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
a. Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur
magmatik (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian
ujung timur Paparan Sunda.
b. Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan
yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia.
c. Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan
segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-
Miosen.
d. Banggai–Sula and Tukang Besi Continental fragments, kepulauan paling timur
Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah
barat karena strike-slip faults dari New Guinea. Pulau Kabaena termasuk dalam
bagian dari Ofiolit Sulawesi Timur (East Sulawesi Ophiolite/ESO).
4
LAJUR VULKANIK SULAWESI BARAT
LAJUR VULKANIK SULAWESI TENGAH
LAJUR VULKANIK SULAWESI TIMUR
KEPINGAN BENUA
DAERAH PENELITIAN
a. Kompleks Ofiolit
5
terdiri atas gabro, basalt, dolerit mikrogabro, dan amfibolit. Sedimen pelagiknya
tersusun oleh batugamping laut dalam rijang radiolaria.
b. Kepingan Benua
Dua kepingan benua yang ada di Lengan Tenggara Sulawesi, yakni Mintakat
Benua Sulawesi Tenggara dan Mintakat Benua Matarombeo, Kepingan pertama
lebih besar dari pada kepingan kedua. Kepingan terbesar di Lengan Tenggara
Sulawesi disebut Lajur Tinondo Oleh Rusman dkk. (1993), Benua Renik Sulawesi
Tenggara/Muna Oleh Davidson (1991), dan Mintakat Benua Sulawesi Tenggara
Oleh Surono (1994, dalam Surono, 2013). Batuan tertua Mintakat Sulawesi
Tenggara adalah kompleks batuan malihan Yang tersingkap luas di Pengunungan
Rumbia dan Mendoke. Batuan malihan ini diterobos batuan granitan di beberapa
tempat. Kedua batuan itu menjadi batuan alas sedimen Mesozoikum Yang
terendapakan kemudian. Kompleks ini didominasi Oleh batuan malihan yang terdiri
dari sekis, kuarsit, sabak, dan marmer (Simandjuntak dkk., 1993); (Rusmana dkk.,
1993) dan diterobos Oleh aplit dan diabas (Surono, 2013).
6
c. Molasa Sulawesi
Molasa Sulawesi menyebar luas di Lengan Tenggara Sulawesi dan terdiri atas
batuan sedimen klastik dan karbonat. Batuan sedimen klastik terdiri atas batuan
konglomerat, batupasir dan batulanau (Formasi Langkowala), batulempung, napal
pasiran (Formasi Boepinang), dan batupasir setempat setempat yang berasosiasi
dengan terumbu koral (Formasi Eemoiko). Kemudian Simandjuntak dkk, (1993 c)
membagi Formasi Langkowala menjadi dua bagian, yaitu : Anggota Batupasi dan
Anggota Konglomerat. Semua satuan batuan dalam molasa sulawesi dapat dibagi
menjadi empat anggota, diantaranya : Anggota Matarape, Anggota Konglomerat
Toli-toli, Anggota Batupasir dan Anggota Batugamping Pohara (Surono & Sukarna,
1995 dalam Surono, 2013).
7
Dalam peta geologi regional, daerah penelitian termasuk dalam lembar Kolaka
1:250.000 (simandjuntak, dkk, 1993). Secara umum formasi batuan yang termasuk
dalam daerah penelitian dapat dibagi menjadi 5, yaitu sebagai berikut (diurutkan
dari umur muda hingga tua) :
1. Alluvium (Qa)
Terdiri atas lumpur, lempung, pasir kerikil dan kerakal. Satuan ini
merupakan endapan sungai, rawa dan endapan pantai. Umur pada batuan ini berada
pada Holosen.
8
Gambar 2. 3 Formasi batuan penyusun peta geologi regional lembar Kolaka
(Modifikasi Simandjuntak dkk, 1993)
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Kolaka 1:250.000 (Simandjuntak
dkk, 1993) formasi disekitar daerah penelitian sebagian besar disusun oleh
Batugamping Formasi Eimoko (Tmpe) berumur Miosen Akhir – Pliosen dan
Formasi Langkowala berumur Miosen. Komplek Ultramafik (Ku), tersusun oleh
harsbugit, dunit, werlit, serpentinit, gabro, dan basalt, diperkirakan berumur Kapur,
sebagai sumber endapan nikel laterit. Komplek Ultramafik tersingkap secara
terbatas, sebagian besar ditutupi oleh batugamping dari Formasi Eimoko dan
Formasi Langkowala secara tidak selaras (Simandjuntak et al., 1993). Secara
geologi regional, Sulawesi Tenggara bagian selatan memiliki susunan stratigrafi
yaitu Kompleks Metamorf, Kompleks Ofiolit dan ditutupi oleh Molasa Sulawesi
Langkowala, Formasi Boepinang, Formasi Eemoiko, dan Formasi Pandua) serta
sebagian Alluvial.(Gambar 2.4)
9
Gambar 2. 4 Peta geologi lokasi penelitian (Modifikasi Simandjuntak dkk, 1993)
2.1.2 Geomorfologi
a Satuan Pegunungan
Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di Kawasan ini, terdiri
dari Pegunungan Mekongga, Pegunungan Tangkelemboe, Mendoke dan
Pegunungan Rumbia yang terpisah di ujung Selatan Lengan Tenggara. Rangkaian
pegunungan dalam satuan ini mempunyai pola yang hampir sejajar dengan pola
struktur sesar regional di Kawasan ini. Pola ini mengindikasikan bahwa
pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar regional.
10
Satuan morfologi pegunungan melampar dibagian timur sekitar pegunungan
Laonti dan Wolasi dan menempati ± 20 % dari luas keseluruhan daerah
penyelidikan, dengan ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Secara umum satuan
morfologi ini disusun oleh batuan termalihkan hanya sebagian kecil disusun oleh
batuan lainnya. Satuan ini tertutupi oleh vegetasi yang sedang hingga lebat dan
setempat sebagian lahan perkebunan masyarakat.
Satuan ini tertutup oleh lahan perkebunan seperti kakao, cengkeh, mente, vanili
dan tanaman lainnya dan sebagian masih merupakan hutan yang bervegatasi
sedang-lebat.
d Satuan Pedataran
Satuan morfologi pedataran tersebar cukup luas dan malampar disekitar daerah
Tinanggea, pesisir pantai, Kolono, Roda, Landono, Palangga, Lainea, Konda dan
Ranomeeto. Satuan ini menempati sekitar 25 % dari keseluruhan luas wilayah
Kabupaten Konawe Selatan dengan ketinggian dibawah 75 m dari permukaan air
laut. Satuan morfologi pedataran dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan
persawahan, pertambangan, perkebunanan dan pemukiman.
11
e Satuan Karst
Morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah. Satuan ini
dicirikan perbukitan kecil dengan Sungai di bawah permukaan tanah. Sebagian
besar batuan penyusunan satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping
berumur paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum.
Gambar 2. 5 Bagian Selatan Lengan Sulawesi dari Citra IFSAR (Surono, 2013)
12
2.1.3 Struktur
Struktur geologi yang sangat penting pada pulau Sulawesi adalah Sesar Palu
Koro yang masih sangat aktif. Sesar ini membentang dari sebelah barat Kota Palu
sampai Teluk Bone yang panjangnya kurang lebih 250 km, dengan kecepatan
pergerakan transkaren sekitar 2 – 3,5 mm sampai 14-17 mm/tahun (Sudradjat, 1981
dalam Surono dan Hartono, 2013). Selain itu struktur yang berkembang pada lengan
Timur dan Tenggara Sulawesi yaitu Sesar Matano, Kelompok Sesar Kolaka,
Kelompok Sesar Lawanopo, dan Kelompok Sesar Lainea. Sesar-sesar lainnya
terdiri atas Sesar Lemo, Sesar Lameroto, Sesar Mateupe, Sesar Lindu, Sesar
Lambatu, dan Sesar Tanjungbasi. Struktur geologi yang berkembang di daerah ini
didominasi oleh sesar utama berarah barat laut-tenggara dan menunjukkan gerak
mengiri.
b Sesar Larumbu
Sesar ini larumbu berarah barat-timur dan meotong sesar-sesar utama yang
berarahh barat laut-tenggara. Berdasarkan model riedel, sesar ini termasuk sesar
mendatar mengiri dan sesuai dengan pergeseran yang dipotong.
13
c Sesar Lindu
Sesar lindu berarah utara barat laut-selatan tenggara. Sesar ini dicirikan
kelurusan lembah, bidang sesar yang terjal, dan bentuknya berkelok-kelok. Sesar
ini diduga merupakan sesar normal, blok bagian timur merupakan hanging wall.
Berdasarkan arahnya, sesar ini diduga terbentuk setelah kompresi yang merupakan
pelepasan gaya kompresi.
d Sesar Lambatu
Sesar lambatu berarah timur laut-barat daya. Berdasarkan bentuk morfologinya,
sesar ini merupakan sesar normal, blok barat merupakan foot wall yang membentuk
danau. Hal ini sesuai dengan model riedl yang merupakan sesar normal.
e Sesar Tanjungbasi
Sesar tanjungbasi berkembang di pantai barat yang dicirikan kelurusan
bentangalam. Berdasarkan bentuknya dan bidang sesar yang terjal, sesar ini diduga
merupakan sesar normal yang akan terjadi karena gerakan gravitasi.
14
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Nikel
Nikel laterit merupakan salah satu mineral logam hasil dari proses pelapukan
kimia batuan ultramafik yang mengakibatkan pengkayaan unsur Ni, Fe, Mn, dan
Co secara residual dan sekunder. Nikel laterit dicirikan oleh adanya logam oksida
yang berwarna coklat kemerahan mengandung Ni dan Fe. Pada daerah lokasi
penelitian endapan lateri berada di bawah Molasa Sulawesi.
Nikel laterit merupakan produk sisa pelapukan kimia batuan ultrabasa. Proses
ini memakan waktu jutaan tahun dan dimulai ketika batuan ultrabasa tersingkap ke
permukaan bumi. Pelapukan peridotit membuat unsur-unsur yang kurang bergerak
seperti Ni, Fe, dan Co menjadi tidak bergerak, sehingga menghasilkan pengayaan
sisa dan pengayaan sekunder (Burger, 1996). Berdasarkan proses pembentukannya,
endapan nikel laterit terbagi menjadi beberapa zona dengan ketebalan dan kadar
yang berbeda-beda. Daerah dengan kekuatan difusi yang kuat dapat memiliki profil
yang lebih tebal dibandingkan daerah dengan kekuatan difusi yang kurang kuat.
Karena pembentukan endapan laterit sangat bergantung pada faktor batuan sumber,
laju pelapukan, struktur geologi, iklim, topografi, reagen kimia, dan vegetasi,
perbedaan intensitas ini mengakibatkan distribusi unsur-unsur yang diperkaya pada
15
profil laterit tidak teratur seiring waktu. Pelapukan intensif terjadi karena iklim
tropis di Indonesia. Salah satunya adalah Sulawesi Tenggara merupakan wilayah
dengan sumber daya bijih nikel yang sangat besar. Hal ini didukung oleh pecahan
formasi sabuk metamorf di sebelah timur dan tenggara. Selain kondisi ini tidak
terlepas dari iklim, kimia, struktur, dan topografi Sulawesi yang cocok untuk
pembentukan nikel laterit. Pulau Sulawesi terletak di pertemuan tiga lempeng besar
diantaranya Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia,
serta sejumlah lempeng kecil (Lempeng Filipina), dan kondisi strukturnya sangat
kompleks. Endapan batuan busur pulau, batuan banku, ofiolit, dan megalit
mikrokontinental terangkut seiring dengan proses subduksi, tumbukan, dan
pergerakan tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994).
Menurut Lintjewas (2018) profil nikel laterit pada umumnya adalah terdiri dari
beberapa zona sebagai berikut (Gambar 2.7):
a. Tanah Penutup atau Top soil Lapisan tanah penutup dibagi berdasarkan satuan
geomorfologi yang ada, berupa daerah perbukitan denudasional bergelombang
lemah memperlihatkan adanya tanah penutup yang agak kurang atau relatif
lebih tipis. Lapisan tanah penutup pada daerah penelitian memiliki
karakteristik berwarna kuning kecoklatan, berbutir halus sampai sedang,
memiliki kekerasan yang lunak sampai sedang, dan pada bagian atas
mengandung lapisan humus organik serta fragmen material lepas dan sebagian
besar merupakan batuan sedimen berupa batugamping.
b. Batugamping merupakan batuan dari Formasi Eimoko dan Formasi
Langkowala, ditemukan dibawah lapisan tanah penutup (top soil) dan di bagian
atas Zona Limonit. Batugamping yang dijumpai pada daerah penelitian
berwarna coklat pucat sampai kekuningan, berbutir kasar, memiliki rongga-
rongga.
c. Zona Limonit berwarna coklat kekuningan – coklat kehitaman, berbutir halus
sampai dengan kasar, kekerasan lunak sampai sedang, dijumpai adanya
mineralisasi, dengan tingkat elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
16
Zona lainnya. Pada Zona Limonit sering dijumpai adanya fragmen batuan asal
dengan mineral utama berupa mineral gutit, mineral lempung magnetit, kromit,
dan hematit. Gradasi ke arah Zona Saprolit dapat terlihat dari adanya
perubahan warna menjadi coklat kekuningan – coklat kehijauan dan hijau.
d. Zona Saprolit berwarna coklat kehitaman – coklat kehijauan, berbutir halus
sampai dengan kasar, dengan kekerasan yang lunak sampai kasar, pada zona
ini masih terlihat relik mineral batuan asal, atau fragmen kuarsa. Semakin ke
arah bawah terlihat adanya gradasi ukuran butir yang menjadi lebih kasar,
dengan perselingan bongkah. Semakin ke arah bawah rekahan yang dijumpai
semakin intensif dan adanya gerusan pada mineral olivin. Komposisi mineral
berupa lisardit, enstatit, dan antigorit dengan urat berupa mineral kuarsa.
e. Batuan dasar (Bedrock) merupakan bagian paling bawah pada zona laterit
dimana bedrock ini merupakan batuan asal dari endapan nikel laterit berupa
batuan peridotit yang bersifat massive, Bedrock yang dijumpai di daerah
Palangga berwarna abu-abu keputihan sampai abu-abu kehijauan, dimana pada
batuan tersebut banyak dijumpai rekahan yang biasanya telah terisi oleh
mineral kuarsa dengan penyebaran yang tidak merata. Komposisi mineral
berupa lisardit, enstatit, antigorit, augit dan olivin.
Salah satu faktor yang berperan dalam proses laterisasi adalah morfologi dan
topografi. Bentuk morfologi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh bentuk morfologi
bawah permukaan khususnya morfologi batuan dasarnya. Umumnya bijih (ore)
17
terdapat pada zona saprolit dan sebagian kecil pada zona limonit, hal ini tergantung
dari kadar yang terkandung pada zona tersebut. Dimana dalam laterit ini nantinya
dapat ditentukan seberapa tebal bijih (ore) yang terdapat dalam laterit tersebut.
Peranan topografi sangat besar pada proses lateritisasi, melalui beberapa faktor
antara lain:
1. Penyerapan air hujan (pada slope curam umumnya air hujan akan mengalir
ke daerah yang lebih rendah/run off dan penetrasi ke batuan akan sedikit.
Hal ini menyebabkan pelapukan fisik lebih besar dibanding pelapukan
kimia).
2. Daerah tinggian memiliki drainase yang lebih baik daripada daerah
rendahan dan daerah datar.
3. Slope yang kurang dari 20˚ memungkinkan untuk menahan laterit dan erosi.
Pada proses pengayaan nikel, air yang membawa nikel terlarut akan sangat
berperan dan pergerakan ini dikontrol oleh topografi. Secara kualitatif pada lereng
dengan derajat tinggi (curam) maka proses pengayaan akan sangat kecil atau tidak
ada sama sekali karena air pembawa Ni akan mengalir. Bila proses pengayaan kecil
maka pembentukan bijih (ore) juga akan kecil (tipis), sedangkan pada daerah
dengan lereng sedang/landai proses pengayaan umumnya berjalan dengan baik
karena run off kecil sehingga ada waktu untuk proses pengayaan, dan umumnya
ore yang terbentuk akan tebal. Akibat lereng yang sangat curam maka erosi yang
terjadi sangat kuat hingga mengakibatkan zona limonit dan saprolit tererosi. Hal ini
dapat terjadi selama proses lateritisasi atau setelah terbentuknya zona diatas batuan
dasar (bedrock). Zona enrichment nikel laterit berada di topografi bagian atas
(upper hill slope, crest, plateau, atau terrace). Kondisi water table pada zona ini
dangkal apalagi ditambah dengan adanya zona patahan dan shear atau joint. Dalam
hal ini akan mempercepat proses pelarutan kimia (leaching processes) yang pada
akhirnya akan terbentuk endapan saprolite mengandung nikel yang cukup tebal.
Sebaliknya pada topografi yang rendah, water table yang dalam akan menghambat
proses pelarutan unsur unsur dari batuan induk. (Ahmad, 2006) (Gambar 2.8)
18
Gambar 2. 8 Hubungan anatara topografi degan proses laterisasi dengan jenis
topografi (Ahmad, 2006)
2.2.4 Penyebaran Horizontal Laterit
Penyebaran horizontal nikel laterit tergantung dari arah aliran air tanah yang
sangat dipengaruhi oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak
dari daerah - daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng, yang mana
sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang mengalir ke zona
pelindian atau zona tempat fluktuasi air tanah berlangsung. (Golightly, 1979)
19
a. Topografi/morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, sehingga
endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaan topografi
sehingga tidak terangkut semua oleh proses erosi ataupun ketidakstabilan
lereng.
b. Adanya proses pelapukan yang relatif merata walaupun berbeda tingkat
intensitasnya, sehingga endapan lateritik terbentuk dan tersebar secara merata
c. Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk mengurangi tingkat intensitas
erosi endapan laterit, sehingga endapan laterit tersebut relatif tidak terganggu.
Cut off grade menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
penambangan bijih. Cut off grade adalah sebuah parameter yang digunakan dalam
penambangan untuk membedakan antara waste dan ore di dalam suatu deposit
mineral. Jika mineral yang terkandung memiliki kadar di bawah Cut off grade,
maka mineral tersebut diklasifikasikan sebagai waste. Namun jika mineral yang
dikandung memiliki kadar di atas Cut off grade, maka diklasifikasikan sebagai ore.
(Sibarani dkk., 2019). COG bisa menjadi ambang batas minimum rata-rata suatu
logam atau mineral batuan yang masih memenuhi syarat keekonomisan untuk
diolah.
20
Penerapan cut off grade memastikan bahwa penambangan dan pemrosesan
lokasi yang ditetapkan sebagai bijih akan kembali ke dalam arus yang positif pada
kegiatan penambangan, dimana pembuangan bahan yang ditetapkan sebagai limbah
tidak akan menjadi kerugian ekonomi. Cut off grade juga dapat ditentukan untuk
tujuan memperkirakan kelayakan cadangan dan sumber daya jangka panjang.
Dalam konteks ini, cut off grade perlu menggunakan parameter ekonomi yang
berlaku selama jangka waktu yang panjang yang bisa mencapai dua puluh tahun
atau lebih. Perlu dicatat bahwa cut off grade yang digunakan untuk tujuan suatu
perkerjaan bisa berbeda dari yang digunakan untuk memperkirakan cadangan dan
sumber daya selama umur tambang (Ahmad, 2008).
Secara umum, rata-rata grade dari nilai ekonomis mineral dan logam selalu
lebih tinggi dari nilai Cut off grade yang telah ditetapkan oleh perusahaan, seperti
yang ditunjukkan pada gambar (Gambar 2.10). Perusahaan tambang nikel laterit
pada dasarnya menetapkan Cut off grade di kisaran kadar nikel 1,2% - 1,8%. Kadar
nikel yang melebihi batas COG kemudian dijual kepada perusahaan pabrik
pengolahan laterit menjadi bijih logam. Nilai COG juga ditentukan berdasarkan
SNI (Standar Nasional Indonesia) 13-6344-2000 mengenai “Mutu Bijih Nikel
Laterit” dengan batas limit yaitu 1,5%.
Gambar 2. 10 Hubungan antara Cut off grade dan rata-rata ore body grade
(Ahmad, 2008)
21
2.2.6 Stripping Rasio (SR)
Stripping ratio atau nisbah pengupasan didefinisikan sebagai nisbah dari jumlah
material penutup (waste) terhadap jumlah material bijih (ore). Pada tambang bijih,
nisbah ini biasanya dinyatakan dalam ton bahan galian/ton ore. Untuk geometri
penambangan yang ditetapkan, nisbah pengupasan merupakan fungsi dari kadar
batas (Sundari, 2012).
22
2.2.7 Cadangan (Reserves)
23
pemerintahan. Pada saat laporan dibuat, pengkajian ini menunjukkan bahwa
ekstraksi telah dapat dibenarkan dan masuk akal Cadangan bijih terkira memiliki
tingkat keyakinan yang lebih rendah dibanding dengan cadangan bijih terbukti,
tetapi sudah memiliki kualitas yang cukup sebagai dasar membuat keputusan
untuk pengembangan suatu cebakan.
2. Cadangan bijih terbukti, merupakan bagian dari Sumberdaya Mineral Terukur
yang ekonomis untuk ditambang hal ini termasuk material dilusi dan "material
hilang'" yang mungkin terjadi ketika material di tambang. Pengkajian dan studi
yang tepat harus telah dilaksanakan, dan termasuk pertimbangan dan modifikasi
mengenai asumsi faktor-faktor yang realistis mengenai penambangan, metalurgi,
ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan, sosial dan pemerintahan. Pada saat
laporan dibuat, pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi telah dapat
dibenarkan dan masuk akal. Cadangan Bijih Terbukti mewakili tingkat
keyakinan tertinggi dari estimasi cadangan, Jenis mineralisasi atau faktor- faktor
lainnya dapat menyebabkan Cadangan Bijih Terbukti tidak dapat di tetapkan
untuk beberapa cebakan tertentu. (Kode-KCMI 2011)
Faktor penting yang dapat mempengaruhi hasil penaksiran antara lain adalah
faktor power dan radius disekitar (neighboring radius) atau jumlah data penaksir
(Almasi dkk., 2014). Pemilihan nilai dari power juga sangat mempengaruhi hasil
interpolasi metode ini. Nilai power yang tinggi akan memberikan hasil seperti
menggunakan interpolasi nearest neightbor dimana nilai yang didapatkan
merupakan nilai dari data poin terdekat. Nilai parameter power yang umum
digunakan pada metode IDW adalah 1, 2, 3, 4, dan 5.
24
Gambar 2. 11 pemodelan interpolasi inverse distance weighting (ESRI, 2007)
Metode IDW umumnya dipengaruhi oleh inverse jarak yang diperoleh dari
persamaan matematik. Pada metode interpolasi n i titik dapat menyesuaikan
pengaruh relatif dari titik sampel. Nilai power pada interpolasi D W ini menentukan
pengaruh terhadap titik masukkan (input) dimana pengaruh akan lebih besar pada
titik-titik yang lebih dekat schingga menghasilkan permukaan yang lebih detail.
Pengaruh akan lebih kecil dengan bertambahnya jarak, dimana permukaan yang
dihasilkan kurang detail dan terlihat lebih halus. Jika nilai power diperbesar berarti
nilai keluaran (output) sel menjadi lebih terlokalisasi dan memiliki nilai rata-rata
yang rendah. Penurunan nilai power akan memberikan keluaran dengan rata-rata
yang lebih besar karena akan memberikan pengaruh area yang lebih luas, jika nilai
power diperkecil, maka dihasilkan permukaan yang lebih halus. Penjelasan
interpolasi menggunakan Inverse Distance Weight adalah sebagai berikut :
a. Suatu cara penaksiran di mana harga rata-rata suatu Blok merupakan kombinasi
linear atau harga rata-rata berbobot (weighted average) dari data lubang bor di
sekitar Blok tersebut. Data di dekat Blok memperoleh bobot lebih besar,
sedangkan data yang jauh dari Blok bobotnya lebih kecil. Bobot ini berbanding
terbalik dengan jarak data dari Blok yang ditaksir.
25
b. Untuk mendapatkan efek penghalusan (pemerataan) data dilakukan faktor
pangkat. Pilihan dari pangkat yang digunakan (ID1 ID2, ID3,..... ) berpengaruh
terhadap hasil taksiran, semakin tinggi pangkat yang digunakan hasilnya akan
mendekati metode polygon conto terdekat.
c. Sifat atau perilaku anisotropik ari cebakan mineral dapat diperhitungkan (space
warping).
d. Merupakan metode yang masih umum dipakai
Contoh hasil penaksiran dengan menggunakan Blok Model dapat dilihat pada
gambar berikut : (Gambar 2.11)
Gambar 2. 12 Contoh dimensi hasil penaksiran dengan model blok (Agus, 2005)
Menghitung bobot kadar dapat dilihat di bawah ini dengan menggunakan
persamaan (1) :
1
𝑑𝑗 𝑛
𝑤𝑗 ==
1
∑𝑗𝑖=1
𝑑𝑖 𝑛
Keterangan :
Wj = Pembobotan
n = Real Number (Pangkat)
i = Kadar Ke I (i=1,2,.......,n)
di = Jarak antar titik yang ditaksir dengan titik ke I yang menaksir (m)
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
27
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan pada kegiatan ini yaitu menggunakan metode
observasi/kuantitatif. Metodologi penelitian terdiri dari pengambilan data deskripsi
sampel core hasil pengeboran dan data-data sekunder hasil pengeboran 50
eksplorasi nikel laterit yang berupa data assay, collar, dan geology. Penelitian ini
juga menggunakan metode analisis data kualitatif dan interpretasi peta yang
didukung oleh data-data sekunder yaitu data-data yang didapatkan dari instansi-
instansi terkait dengan penelitian seperti data geologi regional daerah penelitian,
Digital Elevation Model (DEM), dan RBI daerah penelitian.
Penelitian ini diawali dengan studi pustaka, penelitian, interpretasi dan analisa
data lapangan. Sumber data sangat penting dalam penentuan metode pengumpulan
data. Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder.
3.3 Bahan dan Materi Penelitian
28
meter hingga finishing hole. Masing-masing sampel diberi nama yang berbeda
sesuai dengan titik, kedalaman, dan material code.
3. Data Collar
Data collar berisikan koordinat X,Y,Z atau latitude, longitude serta data elevasi
setiap titik pengeboran yang diperoleh berdasarkan hasil re-survey setelah
dilakukannya proses pengeboran
Lokasi penelitian masuk dalam peta geologi regional Lembar Kolaka skala
1;250.000. Peta ini digunakan sebagai informasi awal mengenai geologi regional
daerah penelitian.
DEMNAS dan peta RBI digunakan untuk mengetahui bentuk lahan serta tata
guna lahan lokasi penelitian agar dapat mempermudah peneliti dalam mengolah dan
menganalisis data yang ada.
3. Data Geokimia
Data geokimia diperoleh dari hasil analisis sampel core hasil pengeboran
menggunakan metode XRF. Data geokimia yang diperoleh berupa data assay,
collar, dan geology. Data assay berisi informasi mengenai nama titik bor (hole id),
kedalaman awal titik bor (depth from), kedalaman akhir titik bor (depth to), elevasi
(Z), dan kadar Ni (%). Data collar berisi nama titik bor (hole id), koordinat easting
(X), koordinat northing (Y), elevasi (Z), dan kedalaman total pengeboran (max
depth). Data geologi berisi nama titik bor (hole id), kedalaman awal titik bor (depth
from), kedalaman akhir titik bor (depth to), zona profil laterit endapan nikel
(general layer), dan elevasi.
29
3.3 Alat dan Instrument Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
ini (Tabel 3.1) :
Nama Alat dan Bahan
No Kegunaan
/Instrument
1 Kompas Geologi Untuk menentukan arah
2 Palu Geologi Alat untuk mengambil sampel batuan
3 GPS Untuk menentukan titik koordinat
4 Kantung Sampel Untuk menyimpan sampel batuan
5 Buku Lapangan Alat untuk mencatat data lapangan
6 Alat Tulis Geologi Sebagai alat tulis menulis
7 Peta Geologi Lembar Kolaka Untuk menentukan kondisi litologi lokasi penelitian
Peta Topografi Daerah Sebagai peta dasar penetuan lokasi koordinat daerah
8
Penelitian penelitian
9 Kamera Untuk mengambil penampakan data lapangan
10 Karung Untuk menyimpan kantong sampel
11 Peta Administrasi Sebagai petunjuk lokasi daerah penelitian
Untuk Alat pembesar dalam pengamatan sampel di
12 Luph Geologi
lapangan
Untuk melakukan kegiatan deskripsi sampel
13 Tabel Deskripsi Logging
pengeboran
Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa langkah
diantaranya :
3.4.1 Studi pustaka
Tahapan ini meliputi kegiatan pengumpulan sumber informasi yang
berhubungan dengan keadaan geologi pada daerah penelitian dan estimasi cadangan
baik berupa buku maupun jurnal penelitian.
30
3.4.2 Pengumpulan data
Tahapan ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan
dengan penelitian ini. Pada pengumpulan data ini terbagi menjadi 2 yaitu data
primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data primer yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu :
b. Data sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu :
1. Data Batas IUP Perusahaan
Batas koordinat PT. Generasi Agung Perkasa telah terdaftar di Kementerian
ESDM sehingga peneliti dapat memperoleh batas koordinat pada penelitian ini.
Adapun koordinatnya berada pada 122°24'1.,700"E, 4°25'8,880" S hingga
122°25'13,790"E, 4°25' 8,880"S yang berada pada Kecamatan Palangga Selatan,
Kabupaten Konawe Selatan.
31
2. Nilai Density Perusahaan
PT. Generasi Agung Perkasa menetapkan nilai densitas basah yang digunakan
pada saat estimasi yaitu 1,6 ton/m3 untuk total layer limonit dan layer saprolit
sehingga memungkinkan dapat menghitung estimasi cadangan dari hasil
pengeboran.
3. Batas COG Perusahaan
Adapun data COG (Cut off grade) pada PT. Generasi Agung Perkasa yang
diterapkan sebesar 1.1% Ini untuk layer limonit dan saprolit.
Validasi data penting dilakukan untuk mencegah adanya kesalahan yang dapat
memberikan efek terhadap korelasi dan juga analisis yang akan dilakukan. Proses
validasi data dilakukan pada data geokimia hasil analisis XRF. Validasi data sangat
berguna untuk memastikan kebenaran data yang diambil langsung di lapangan dan
mengatasi human error ataupun kesalahan pembacaan alat. Setelah hasil analisis
XRF dianggap sudah akurat, selanjutnya data geokimia diurutkan berdasarkan
profil lateritnya (limonit, saprolit, dan bedrock) sesuai dengan hasil deskripsi
logging di lapangan. Profil laterit pada saat di lapangan hasil logging perlu
32
divalidasi agar tidak terdapat kekeliruan. Apabila terdapat anomali dari kumpulan
data tersebut, maka perlu dilakukan pengecekan kembali terhadap data tersebut.
Pengecekan dapat dilakukan dengan analisis pada foto sampel maupun deskripsi
hasil logging, dan data geokimia.
33
3.4.6 Pembuatan Hasil Laporan
Pada tahap ini peneliti akan mengumpulkan semua dari data hasil pengolahan
analisis database yang kemudian akan menpresentasikan hasil sebaran cadangan
yang berada pada blok penelitian serta dapat menghitung data cadangan yang ada
dan sesuai dengan perhitungan yang diterapkan oleh perusahaan sehingga
didapatkan kesimpulan dalam penelitian dengan judul “Analisis Perhitungan
Cadangan Bijih Nikel Dengan Metode Inverse Distance Weighting (IDW)
Pada Blok A PT. Generasi Agung Perkasa Site Watumbohoti, Kecamatan
Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara”
yang kemudian dilanjutkan dengan penulisan laporan dimana semua data-data yang
dikumpulkan dan telah diolah dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah (Skripsi)
34
3.5 Bagan Alir Penelitian
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Rusmana, E., Sukido, Sukarna, D., Haryono, E., Simandjuntak, T.O. Keterangan
Peta Geologi Regional Lembar Kolaka, Sulawesi Tenggara. skala 1 :
250.000. PUSLITBANG Geologi : Bandung.
SNI, 13-4776-1998/amd 1: 1999, Klasifikasi Sumber Daya Mineral dan Cadangan.
Sidarto dan Bachari, S. 2013. Struktur Geologi dalam Surono dan U. Hartono
(Eds), Geologi Sulawesi, LIPI Press,Jakarta.
Sutisna, D., Sunuhadi, D., Pujobroto., A, Herman, D, 2006, "Perencanaan
Eksplorasi Cebakan Nikel Laterit Di Daerah Wayamili, Teluk Buli,
Halmahera Timur Seabagi Model Perencanaan Eksplorasi Cebakan Nikel
Laterit Di Indonesia", Buletin Sumber Daya Geologi Volume 1 Nomor 3.
Surono, 2013., Geologi lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral : Bandung.
Van Leeuwen, T., Taylor, R., Coote, A., and longstaffe, F.J., 1994. Porphyry
Molybdenum ineralization in a continental collision settin at Malala,
northwest Sulawesi, Indonesia. Journal of geochemical exploration, vol. 50.
Elsevier, Amsterdam.
Zibuka, Muhammad Irwan, dkk, 2016, Estimasi Sumberdaya Nikel Laterit dengan
Membandingkan Metode Nearest Neighbour Point dan Inverse Distance
Weighting. Jurnal Geomine Vol. 04 No.1
37