DISUSUN OLEH
Peneliti
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Geologi
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Lereng ........................................................................................................................ 12
Lereng ....................................................................................................................... 20
Gambar 5.1 Peta elevasi morfologi Daerah Desa Lubuk Sepang dan Sekitarnya
................................................................................................................................... 25
Gambar 5.2 Model 3D elevasi morfologi Daerah Lubuk Sepang dan Sekitarnya
................................................................................................................................... 25
Gambar 5.3 Peta Kemiringan Lereng Daerah Lubuk Sepang dan Sekitarnya........... 26
iv
Gambar 5.4 Kenampakan Longsor Desa Lubuk Sepang (A) Longsor Perigi (B) Longsor
Tanjung Sirih ............................................................................................................. 27
Gambar 5.6 Foto daerah telitian sungai yang Berbentuk lembah U dan arah arus sungai
................................................................................................................................... 29
Gambar 5.7 Peta pola aliran yang menunjukan bahwa daerah telitian merupakan pola
aliran parallel ............................................................................................................ 29
Gambar 5.8 Dataran Aluvial ditandai dengan gosong sungai daerah telitian sepanjang
sungai lematang ......................................................................................................... 30
Gambar 5.9 Perbukitan rendah berlereng agak miring sampai miring terdenudasi... 30
Gambar 5.12 Singkapan lokasi penelitian 1 meliputi batuserpih, batulanau dan batupasir
Formasi Talangakar ................................................................................................... 32
Gambar 5.14 Kontak Formasi Talangakar dan Satuan Gunungapi Muda Antara
Batupasir dan Breksi Vulkanik di Desa Lubuk Sepang ............................................ 34
Gambar 5.17 Pengukuran dan Analisa Kekar menggunakan metode stereografis pada
Lokasi Penelitian 4 .................................................................................................... 36
Gambar 5.18 Pengukuran dan Analisa Kekar menggunakan metode stereografis pada
Lokasi Penelitian 16................................................................................................... 37
Gambar 5.24 Mekanisme Struktur Pada Fase Kompresional membentuk sesar mendatar
kanan Sungai Tanjung Sirih dan Lipatan Antiklin di Sungai Tanjung Sirih ............. 41
v
Gambar 6.1 Spreading pada Meso Tethys menyebabkan subduksi ganda pada Samudera
Meso – Tethys terhadap West Sumatra Block dan Woyla Arc ................................. 43
vi
DAFTAR TABEL
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian sebagai syarat untuk
kelulusan pada Mata Kuliah Geologi Lapangan Program Studi Teknik Geologi
Universitas Sriwijaya dengan judul penelitian “Geologi Daerah Lubuk Sepang dan
sekitarnya, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan”.
1. Orang tua dan keluarga para peneliti yang selalu memberikan dukungan dalam
keadaan apapun.
2. Dosen pengampuh, yang selalu membimbing dan memberikan ilmu serta
memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan mata kuliah ini, yaitu Prof. Dr. Ir
Edy Sutriyono, M.Sc, Bapak Dr. Budhi Kuswan Susilo, S.T., M.T, dan Bapak
Stevanus Nalendra Jati, S.T., M.T serta staf dosen Program Studi Teknik Geologi
Universitas Sriwijaya
3. Teman – teman seperjuangan, khusunya GEO – 18.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini masih banyak
terdapat kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak.
Peneliti
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan tahap awal yang dilakukan oleh
seorang geologist untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi daerah penelitian.
Kondisi geologi ini mencakup stratigrafi, keadaan geomorfologi, dan struktur geologi.
Observasi pemetaan geologi dilakukan pada Daerah Lubuk Sepang dan Sekitarnya,
Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan dengan skala 1: 10.000.
Secara regional Tatanan tektonik pada Cekungan Sumatera Selatan berkaitan erat
dengan peristiwa tektonik yang terjadi di Pulau Sumatera. Menurut Hall (2014) Pulau
Sumatera merupakan pinggiran sebelah barat Sundaland yang sejarah tektoniknya
berlangsung selama Paleozoikum – Mesozoikum. Pulau Sumatera terletak di baratdaya
dari kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia –
Australia yang berada di sebelah barat Lempeng Eurasia / Sundaland dengan sudut
pertemuan antara 15 – 30 derajat dibandingkan dengan kekuatan penunjaman.
Beberapa peneliti yang telah mengkaji secara regional cekungan ini, antara lain S.
Gafoer, T Cobrie dan J. Purnomo (1986) dengan luaran Peta Geologi lembar Lahat
berskala 1 : 250.000. Penelitian ini dilakukan dan difokuskan pada Daerah Pulau
Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan yang bertujuan mendapatkan informasi
geologi permukaan yang tersingkap di lokasi penelitian.
1.2. Maksud dan Tujuan
Rumusan masalah terdiri atas aspek kondisi geologi. Aspek kondisi geologi
tersebut meliputi geologi regional yang membahas tentang gejala tektonik dan
1
stratigrafi pada Cekungan Sumatera Selatan, serta geologi lokal yang menjelaskan
karakteristik dan sebaran batuan, lingkungan pengendapan dan sebaran arah struktur
geologi lokal pada daerah penelitian. Berdasarkan latar belakang kegiatan pemetaan
geologi Daerah Pulau Pinang dan sekitarnya, terdapat beberapa permasalahan yang akan
di bahas antara lain :
1. Bagaimana kondisi geologi yang mencakup geomorfologi daerah telitian?
2. Bagaimana sebaran jenis batuan dan hubungannya terhadap formasi yang menjadi
penyusun daerah telitian?
3. Bagaimana pola sebaran batuan terhadap lingkungan pengendapan dan sejarah
geologi daerah telitian?
4. Bagiamana struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian?
1.4. Batasan Masalah
2
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
3
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.1 Pembentukan Pulau Sumatera (a) Subduksi Paleo – Tethys dan Opening
Meso – Tethys pada Early Permian (b) Middle Permian, Penutupan Paleo – Tethys (c)
Kolisi Sibumasu dan Indocina pada Late Permian (d) Early Triassic, Pegerakan
transform pada Sumatera Barat dan Sumatera Timur (Barber, 2005)
4
Fase ini terjadi deformasi dengan gaya kompresional pada Kala Plio – Plistosen
sehingga menghasilkan lipatan, sesar mendatar serta mengakibatkan Formasi
Airbenakat menjadi tinggian tererosi dan adanya aktivitas vulkanik (Gambar 2.3 (c)).
Gambar 2.2 Paleogeografi Pulau Sumatera Mid – Late Triassic (Barber, 2005)
Gambar 2.3 Fase Tektonik Pulau Sumatera Selatan (a) Fase Kompresi (b) Fase
Tensional (c) Fase Kompresi (Pulonggono et.al, 1992)
5
2.2. Stratigrafi
2. Formasi Lemat/Lahat
Pada fase transgresi, batuan sedimen penyusun Formasi Lemat merupakan batuan
yang terendapkan pertama kali (De Coster, 1974). Pengendapan tersebut dimulai
pada Eosen – Oligosen Awal. Formasi Lemat/Lahat umumnya menipis atau hilang
pada perbatasan antara graben dan tinggian dengan ketebalan formasi mencapa 1000
meter.
3. Formasi Talangakar
Formasi Talangakar tersusun oleh perselingan tipis batulempung, batulempung
pasiran, batupasir halus dengan nodul batupasir gampingan serta sisipan
batugamping kalkarenit dan batubara. Formasi ini terbentuk pada fase regresi yang
mengalami pengendapan pada Oligosen Akhir – Miosen Awal. Evolusi Cekungan
Sumatera Selatan menyebabkan pengendapan fluvial – delta di cekungan tersebut.
Berdasarkan Argakoesoemah dan Kamal (2004), Formasi Talangakar mengalami
pengendapan pada keadaan muka air laut yang stabil dengan lingkungan
pengendapan litoral.
4. Formasi Baturaja
Formasi Baturaja terendapkan secara selaras di atas Formasi Talangakar yang terjadi
pada fase transgresi. Pengendapan formasi ini melibatkan produksi karbonat
sehingga batuan penyusun formasi ini berupa batugamping. Peningkatan suplai
sedimen dari arah utara dan adanya exposure menyebabkan adanya porositas
sekunder pada batugamping ini (Ginger dan Fielding, 2005).
5. Formasi Airbekanat
Pada Miosen Tengah, batupasir laut dangkal menyebar luas di Cekungan Sumatera
Selatan dengan kondisi laut dangkal digantikan lingkungan laut yang lenih dangkal
akibat suplai sedimen di tepi cekungan. Sehingga pada tepi cekungan menghasilkan
kondisi laut bagian tepi hingga dataran pantai, formasi ini juga dipengaruhi oleh
aktivitas vulkanik yang dibuktikan kandungan volkaniklastik pada batupasir yang
menyusun formasi ini.
6
6. Formasi Muara Enim
Aktivitas tektonik dan Bukit Barisan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
proses sedimentasi batuan penyusun formasi ini. Produk hasil aktivitas Bukit Barisan
menjadi sumber suplai sedimen utama yang membentuk cekungan. Sehingga
Formasi Muaraenim disusun oleh batuan sedimen dengan lingkungan pengendapan
fluvial – deltaic dan coastal swamp serta pada formasi ini tidak memiliki serpih laut
sebagai batuan penutup yang menyebar secara regional.
7. Formasi Kasai
Aktivitas magmatisme pada Bukit Barisan menunjukan kegiatan yang besar pada
Pliosen yang ditunjukan dengan meningkatnya komponen volkanoklastik. Pada kala
ini juga terjadi regresi yang menyebabkan Sumatera Selatan berubah menjadi
daratan. Batuan penyusun formasi ini di antaranya tuff, batulempung continental dan
batupasir vulkaniklastik. Formasi ini terbentuk diikut dengan aktivitas tektonik yang
menyebabkan pengangkatan serta terjadi erosi bersamaan dengan pengendapan di
antara lipatan.
Gambar 2.4 Kronostratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Ginger and Fielding, 2005)
7
2.3. Struktur Geologi
8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tahap pengumpulan data merupakan tahap awal perencanaan kegiatan seperti alat
- alat dan bahan yang digunakan, perolehan data sekunder atau studi literatur, serta
teknik pengamatan singkapan. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan
informasi yang terdapat di lapangan berdasarkan aspek- aspek geologi yang ada.
Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan menyusuri sungai dan titik-titik yang
diperkirakan memiliki potensi keterdapatan singkapan. Teknik yang digunakan untuk
merencanakan lintasan yaitu memotong arah umum bidang lapisan atau struktur
geologi. Selain itu, pola kelurusan dan juga tingkat kerapatan kontur juga membantu
dalam membuat rencana lintasan pada saat pengambilan data.
9
3.1.1 Persiapan Alat
Tahap Persiapan alat sangat penting dalam pemetaan geologi lapangan. Dalam
pemersiapan harus dilakukan dengan teliti. Persiapan alat yang digunakan ketika berada
dilapangan biasanya berupa kompas goeologi, GPS , palu geologi, Pahat besi,
Clipboard, baterai alkaline, meteran, komparator butir, buku lapangan, milimeter box,
plastic sampel, larutan HCL , alat tulis dan perlengkapan pribadi. Peralatan - peralatan
yang digunakan dapat dibeli, dipinjam maupun disewa. Peminjaman alat – alat yang
berhubungan dengan geologi dapat dipinjam di Program Studi Teknik Geologi yang ada
di universitas. Hal -hal yang Perlu di persiapkan dalam peminjaman alat ini adalah
pertama membuat proposal peminjaman alat Ke Program Studi Ternik Geologi serta
melampirkan Kartu Tanda Pangenal Mahasiswa (fotokopi), kemudian melakukan
peminjaman alat – alat dan pengecekan alat – alat dalam kondisi baik. Setelah itu serah
terima alat – alat Peminjaman.
3.1.2 Perolehan Data Sekunder
Perolehan data sekunder merupakan tahap kedua pada pengumpulan data.
Perolehan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan studi literatur dengan
referensi yang relevan sesuai dengan kasus dan atau permasalahan yang akan ditemukan
dalam kegiatan pemetaan geologi atau penelitan. Referensi dapat berupa studi yang
telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik regional maupun lokal. Studi literatur
juga dapat digunakan sebagai acuan dalam melihat kondisi lapangan dan menjadi
pertimbangan untuk melakukan studi lanjutan yang lebih rinci seperti informasi ilmiah
berupa teori- teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan telah
didokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan rekaman sejarah,
dokumen dan lain- lain yang terdapat di perpustakaan. Studi literatur memiliki tujuan
sebagai bahan pembelajaran sebelum turun kelapangan. Studi Literatur dapat meliputi
seluruh informasi geologi yang ada di suatu daerah seperti geologi regional daerah
telitian yang mencakup sejarah geologi, struktur geologi, formasi batuan, bentukan
morfologi, stratigrafi, paleontologi, dan lain sebagainya yang dapat diambil dari
beberapa sumber yang diantaranya adalah melalui jurnal internasional, paper, teori –
teori dari browsing, dan lain- lain. Jurnal internasional dapat diakses melalui open
access yang dapat diakses dengan metode pembayaran ataupun gratis. Biasanya apabila
Mahasiswa ingin mengakses jurnal Internasional dapat mengaksesnya melalui
universitas tentunya terkhusus untuk Universitas Sriwijaya. Langkah dalam
pencariannya adalah dengan membuka Website digilip.unsri.ac.id. Pada web tersebut,
terdapat beberapa link jurnal, ebook Internasional dan sebagainya. Sehubungan dengan
kegiatan pemetaan geologi, jurnal yang diakses dapat berbentuk seperti International
Journal Structure Geology / Geomorphology / Sedimetology / Petrology yang dipilih
tergantung dengan kebutuhan peneliti
10
batuan (strike/dip), serta pengambilan foto singkapan batuan. Foto Singkapan lebih baik
jika disertai beberapa foto pendukung lainnya seperti adanya data penting yang terdapat
di singkapan tersebut seperti struktur batuan, foto jarak dekat batuan, foto keadaan
disekitar singkapan. Setiap foto juga disertai parameter yang bernilai tetap seperti palu
geologi, tinggi badan, kompas, dan lainnya. Adapun rincian kegiatan pada kedua
kegiatan tersebut antara lain pengamatan litologi (outcrop), pengambilan sampel
batuan/pemerconto, pengukuran profil litologi dan measuring section, pengukuran
struktur geologi dan pengamatan geomorfologi.
Pengamatan singkapan batuan
Pengamatan singkapan batuan (outcrop) adalah kegiatan mengamati batuan yang
ditemukan di lokasi penelitian. Kegiatan pengamatan lapangan termasuk pembuatan
deskripsi singkapan yang memuat waktu dan kondisi pada saat pengamatan
singkapan, nama atau nomor lokasi pengamatan, sketsa singkapan yang
menunjukkan arah atau azimuth, deskripsi fisik batuan, interpretasi struktur batuan
atau struktur geologi (kekar, sesar, slickenslide, dll), kedudukan batuan, serta
pengambilan foto singkapan disertai dengan parameter yang memiliki ukuran yang
jelas, seperti penggaris, kompas, koin atau palu geologi.
Pengukuran penampang stratigrafi terukur atau Measured Section (MS) dan profil
pada batuan bertujuan untuk mendapatkan nilai ketebalan, korelasi antar lapisan
batuan dan sejarah pengendapan dari lapisan batuan sedimen. Measuring section
yang dapat dilakukan adalah metode rentang tali atau Brunton and Tape (Compton,
1985; Fritz & Moore, 1988) (Gambar 3.2). Sedangkan metode untuk mendapatkan
data profil dapat dilakukan pengamatan secara vertikal pada singkapan dengan
bantuan meteran sebagai alat bantu untuk mengukur ketebalan lapisan yang diamati
dari lapisan paling bawah hingga lapisan paling atas. Alat digunakan dalam kedua
pengukuran ini diantaranya adalah kompas, dan meteran. Cara pengukuran dimulai
dari melihat serta mengamati arah perlapisan batuan dari jarak jauh kemudian diukur
menggunakan kompas geologi untuk mendapatkan kedudukannya. Measuring
section dapat dilakukan pada sigkapan yang memiliki paling sedikit 2 formasi
11
batuan, dilakukan disekitar kontak formasi secara horisontal (90° terhadap strike
lapisan batuan). Measuring section umumnya dilakukan sepanjang ± 200 meter dan
baik jika lebih dari 200 meter. Jika dilakukan didaerah tinggian atau sungai yang
berada dilereng bukit dengan slope yang cukup tinggi maka usahakan untuk
mengingat batas pengukuran dan selalu menggunakan kompas geologi untuk
mengukur slope singkapan.
12
Gambar 3.3 Pengukuran ketebalan lapisan dengan macam-macam kemiringan
lereng
(Ragan, 1985)
Pengukuran struktur geologi
Pengukuran struktur geologi di lokasi penelitian meliputi pengukuran kekar, sesar,
dan lipatan. Masing – masing data yang diambil antara lain
Pengambilan data kekar meliputi kedudukan kekar (strike & dip), kerapatan antar
kekar, dan arah breksiasi.
Pengambilan data sesar meliputi bidang sesar, slickensides, offset, heave dan
throw dari lapisan batuan yang terkena sesar ataupun kenampakan morfologi
seperti arah aliran sungai dan kenampakan lainnya yang mendukung interpretasi
perkembangan struktur sesar pada daerah penelitian.
Pengambilan data lipatan berupa kedudukan sayap lipatan, sumbu lipatan (axial
plane), interlimb angle, dan orientasi lipatan dari dip of axial plane.
Pengamatan Geomorfologi
Untuk pengambilan data geomorfologi, biasanya dilakukan pengamatan pada elevasi
yang cukup tinggi untuk memaksimalkan agar pengamatan dapat dilakukan secara
luas dan menyeluruh. Data yang dikumpulkan adalah :
Koordinat titik lokasi pengamatan
Azimuth dari bentang alam yang diamati
Foto bentang alam yang telah diamati.
Data yang di identifikasi dari morfologi yaitu aspek morfografi yang berupa
aspek deskriptif suatu bentuk lahan dan morfometri berupa aspek data kuantitatif dari
keadaan bentuk lahan berdasarkan daerah penelitian.
Analisis dan pengolahan data merupakan tahap lanjutan berupa pengolahan data
yang telah didapat dari hasil penelitian langsung dilapangan dan menggunakan refrensi
penelitian lainnya. Analisa data terbagi menjadi beberapa yaitu Analisa petrologi,
Analisa struktur geologi, Analisa peta dan profil atau measuring section.
3.2.1 Analisa Petrologi
Analisa petrologi merupakan Analisa karakteristik batuan secara fisik dengan cara
mendeskripsikan batuan tersebut berdasarkan jenis batuan pada pemerconto di
singkapan. Pendeksripsian batuan memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Untuk batuan beku sifat fisik yang harus diamati adalah : nama batuan, warna
batuan dalam keadaan segar dan lapuk, tekstur, struktur, komposisi mineral
Untuk batuan sedimen dilakukan pendeskripsian fisik berupa besar butir,
lingkungan pengendapan, struktur, warna, nama batuan, kemas, sortasi, derajat
kebundaran, dll. Berikut ini cara mendeskripsikan batuan sedimen:
Untuk mendeskripsi sedimen sungai atau batuan alluvial hanya disebutkan
berdasrkan ukuran butirnya saja dari halus sampai kasar seperti : Lempung,
13
lanau, pasir (halus – kasar), kerikil, kerakal, bongkah dan sebutkan jenis
bongkah yang ada si sungai tersebut misalkan : Andesit, batupasir, breksi,
konglomerat dll
Sifat fisik yang harus diketahui untuk deskripsi batuan sedimen meliputi :
Warna utama atau campuran batuan dalam keadaan segar ataupun lapuk seperti
coklat kemerahan, kuning kecoklatan dll
Besar butir / grain size untuk mengetahui jenis batuan sedimen harus
mengetahu ukuran butir yang dihasilkan akibat proses fluvial berdasarkan skala
“Wentworth”
Untuk penamaan ukuran pasir dapat dinyatakan lebih rinci lagi yaitu : Berbutirr
sangat kasar ( 2 mm – 1 mm), berbutir kasar (1 mm –1/2 mm), berbutir sedang
(1/2 mm –1/4 mm ), berbutir halus ( 1/4 mm – 1/8 mm) dan berbutir sangat halus
( 1/8 mm – 1/16 mm). Pada batuan sedimen klastik kasar seperti konglomerat
dan breksi yang merupakan batuan yang dibentuk dari percampuran komponen
atau fragmen dengan masa dasarnya maka berlaku sifat fisik yang harus diamati
Pemilahan / Sorting adalah tingkat keseragaman butiran / fragmen istilah –
istilah yang dipakai “ terpilah baik (fragmen/butiran seragam ukurannya ) “
terpilah sedang (fragmen/butiran pada kisaran yang seimbang ukuran kecil dan
besar) “terpilah baik ( ukuran fragmen/butiran seragam ukurannya).
Bentuk fragmen / graind shape adalah bentuk dari fragmen breksi atau
konglomerat yang dapat dinyatakan dengan istilah “ membundar baik (well
rounded), membundar (rounded), membundar tanggung (sub rounded),
menyudut tanggung (sub anggular) dan menyudut (angular).
Kemas / Fabric adalah hubungan jarak/ kontak antara satu fragmen dengan
fragmen yang lainnya, istilah yang dipakai adalah “ kemas terbuka jika
hubungan antar fragmen saling berjauhan “ dan kemas tertutup jika hubungan
antara fragmen saling berdekatan “Porositas adalah kemampuan batuan dalam
menyerap cairan/air dapat dilakukan dengan meneteskan air diatasnya, istilah
yang dipergunakan yaitu “ porositas baik, sedang dan buruk “ yaitu dengan
melihat kecepatan batuan tersebut menyerap air .
Kekompakan, istilah yang dipergunakan adalah “ keras (hard), lunak (soft),
padat (dense), getas ( brittle), kompak (compact) dan dapat diremas (friable).
Kandungan Fosil , jika batuan tersebut mengandung cangkang/pecahan fosil
hewan ataupun tumbuhan
14
Struktur Sedimen dapat disebutkan yang utama adalah perlapisan, ukur
ketebalan, strike (arah) dan dip (kemiringan) lapisan sedimen tersebut.
15
Gambar 3.6 Klasifikasi penamaan sesar menurut Fossen 2010
16
Analisis Lipatan dilakukan untuk mengetahui arah lipatan, kedudukan bidang
sumbu dan garis sumbu, bentuk lipatan, penunjaman dan pola tegasan yang berpengaruh
terhadap pembentukan lipatan. Disamping itu analisis ini bertujuan untuk mengetahui
jenis suatu struktur lipatan (klasifikasinya) secara deskriptif. Untuk struktur lipatan
berukuran kecil (micro fold) dan bentuk tiga dimensinya dapat ditafsirkan, analisisnya
dilakukan di lapangan dengan cara mengukur langsung unsur – unsurnya (kedudukan
bidang dan garis sumbu lipatan, bentuk lipatan, dan arah penunjaman). Analisis untuk
lipatan yang berskala besara (major fold) didasarkan pada :
Mengukur kedudukan struktur bidang yang terlipat, yaitu bidang perlapisan
(bedding orientation) pada batuan sedimen dan bidang – bidang foliasi pada batuan
metamorf
Mengukur kedudukan Cleavage (Cleavage Orintation) yaitu rekahan rapat yang
berorientasi sejajar dan umumnya sejajar pula dengan kedudukan bidang sumbu lipatan
(Axial Plane Cleavages)
Mengukur bidang – bidang dan garis – garis sumbu lipatan – lipatan kecil
(hingelines of small fold)
Mengukur perpotongan bidang – bidang perlapisan dengan Cleavage (Cleavage
Bedding Intersection)
Berikut ini merupakan klasifikasi yang digunakan dalam menganalisa lipatan:
17
Geomorfologi dilakukan dengan cara menggabungkan data lapangan dan data yang
didapat dari hasil interpretasi menggunakan data Digital Elevation Model (DEM) yang
bersumber dari DEMNas untuk mengetahui kondisi morfologi dan topografi dari daerah
penelitian. Data hasil analisis akan memperlihatkan perbedaan bentuk lahan berdasarkan
perbedaan elevasi, kemiringan lereng, dan bentuk pola aliran sungai. Pengelompokkan
bentuk lahan pada daerah penelitian menggunakan klasifikasi dari Widyatmanti et al.
(2016) (Tabel 3.1).
Tabel 3.1 Klasifikasi elevasi dan kelas lereng (Widyatmanti et al., 2016)
Class Elevation-relative height (m) Slope (%)
1 <50 (lowlands) 0-2 (flat or almost flat)
2 50-200 (low hills) 3-7 (gently sloping)
3 200-500 (hills) 8-13 (sloping)
4 500-1000 (high hills) 14-20 (moderately steep)
5 >1000 (mountains) 21-55 (steep)
6 - 56-140 (very steep)
7 - >140 (extremely steep)
18
Pola alirannya lurus dan bergabung di persimpangan sudut, jarak
Angular dari sungainya mencerminkan pola kekar yang berkembang,
aliran sungainya tidak terpotong secara terus menerus
Pola aliran sungainya dari suatu daerah ke suatu cekungan, pola
Sentripetal alirannya berlawanan dengan radial
19
Gambar 3.9 Perhitungan ketebalan dan kemiringan lapisan sedimen
menggunakan metode Brunton and Tape (Compton, 1985; Fritz &
Moore, 1988)
20
dan diinterpretasikan berdasarkan hasil penelitian di lapangan, peneliti terdahulu
ataupun studi pustaka dan interpretasi dari data Digital Elevation Model (DEM).
Beberapa pemodelan yang dilakukan berupa analisa peta (peta geomorfologi, peta
kelurusan, peta pola aliran sungai, peta kemiringan lereng, peta geologi, dan lain-lain),
pembuatan peta lintasan, pembuatan profil atau measure section, sedlog, pembuatan
penampang geologi bawah permukaan.
Kemudian juga dibuat penampang geologi yang dapat melihat keadaan bawah
permukan dari peta geologi yang berdasarkan pada data di peta lintasan. Dalam
membuat penampang geologi ini dibutuhkan sayatan berdasarkan elevasi dan litologi
yang dilewati oleh sayatan dan dilakukan secara manual dengan menggunakan lembar
millimeter blok. Kemudian bentukan morfologi pada sayatan dapat memperlihatkan
nilai elevasi kontur yang melewati garis sayatan. Pada sayatan dapat memperlihatkan
batas kedudukan batuan, struktur geologi dan perbedaan elevasi yang ditunjukkan pada
penampang. Kemudian dapat dilakukan rekontruksi data bawah permukaan pada
penampang sayatan, rekontruksi ini berupa kedudukan batuan dengan menggunakan
Kink Methode.
21
BAB IV
RENCANA PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang rencana jadwal penelitian geologi lapangan pada
daerah Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Daerah ini
berada pada koordinat S 3º 52' 0.9070”- E 103º 30' 47.8221” dan S 3 º 53' 5.8731”- E
103 º 31' 52.9580”. Perencanaan jadwal penelitian dimulai dari pembuatan proposal dan
perizinan penelitian, survey lapangan, analisa dan pengolahan data, dan penyusunan
laporan hasil kegiatan.
Bulan
Desember Januari
No Kegiatan
(minggu ke) (minggu ke)
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Survei Pra Lapangan √
2 Proposal dan Perizinan Penelitian √
3 Kegiatan Lapangan √ √ √
4 Analisa dan Pengolahan Data √ √
5 Penyusunan Laporan Hasil √
Kegiatan
22
peta geomorfologi, peta proyeksi regional ke lokal, DEMNas, hingga rencana lintasan
dan titik pengamatan (key area)
Peta Lintasan merupakan jenis peta yang memiliki fungsi sebagai pemberi
informasi mengenai jalur atau rute yang kita lalui selama berada di lapangan dan
biasanya akan memberikan titik-titik dimana lokasi pengamatan (LP) kita dalam
mengumpulkan data. Selanjutnya yaitu peta geomorfologi. Peta ini memiliki informasi
terkait bentuk bentang alam yang terdapat pada lokasi penelitian. Berikutnya ialah peta
proyeksi regional ke lokal. Biasanya peta ini berbentuk peta indeks didalam peta lain
yang berfungsi menginformasikan spesifikasi pada daerah mana penelitian tersebut
dilakukan. Lalu, terdapat peta kelurusan (DEM/DEMNas) yang memberikan informasi
terkait pola struktur geologi regional maupun lokal pada daerah telitian dan sekitarnya.
23
BAB V
5.1 Geomorfologi
Morfografi merupakan aspek yang digambarkan dari morfologi suatu daerah, seperti
dataran, perbukitan atau pegunungan, gunung api, bentuk lembah, bentuk lereng, pola
punggungan, serta pola aliran. Sedangkan morfogenetik merupakan asal usul atau proses
terjadinya bentuk lahan, yaitu endogen dan eksogen. Aspek deskriptif yang terdapat disuatu
daerah meliputi dataran rendah (<50 m), perbukitan rendah (50-200 m), perbukitan (200-
500 m), perbukitan tinggi (500-1000) dan pegunungan (>1000) (Widyatmanti et al., 2016).
Berdasarkan analisis yang dibantu oleh diagram blok dari data DEMNas menunjukan
bahwa morfologi yang terbentuk berdasarkan morfografi di daerah penelitian memiliki
elevasi mulai dari 134 - 378 meter sehingga dikategorikan sebagai Perbukitan Rendah (100-
200) dan Perbukitan (200-500). Berikut ini merupakan peta elevasi morfologi Daerah
Lubuk Sepang:
24
Gambar 5.1. Peta elevasi morfologi Daerah Desa Lubuk Sepang dan Sekitarnya
Gambar 5.2 Model 3D elevasi morfologi Daerah Lubuk Sepang dan Sekitarnya
25
sangat curam sekali (>140%) (Widyatmanti et al., 2016). Berikut ini merupakan Peta
Kemiringan Lereng Lubuk Sepang dan Sekitarnya:
Gambar 5.3. Peta Kemiringan Lereng Daerah Lubuk Sepang dan Sekitarnya
Daerah penelitian terbagi menjadi lima kelerengan (Widyamanti, 2016) yaitu datar atau
hamper datar (0 – 2 %) yang berwarna hijau tua. Kelas lereng datar menempati 27% dari
daerah telitian. Selanjutnya kelas lereng agak miring (3 – 7 %) ditandai dengan warna hijau
muda, kelas lereng miring (8 – 13 %) yang ditandai dengan warna kuning, kelas lereng agak
curam (14 – 20 %) ditandai dengan warna oranye dan kelas lereng curam (21 – 55 %)
ditandai dengan warna merah. Pada daerah telitian memiliki elevasi yang hamper seragam
akan tetapi ada beberapa factor yang mengontrol kelerengan dari daerah tersebut menjadi
jenis litologi. Pada elevasi berkisar 134 – 200 meter didominasi oleh litologi batuan dari
formasi talang akar seperti batuserpih dan batupasir. Sedangkan kontur diatas 200 meter
sudah mulai ditemukan formasi Satuan Gunung Api Muda dengan ditemukannya litologi
berupa andesit dan breksi.
26
tektonik, hal ini dapat dilihat dari keterdapatan sesar di daerah penelitian. Sedangkan
morfostruktur pasif merupakan proses perubahan permukaan bumi yang dipengaruhi oleh
jenis litologi yang terdapat pada daerah penelitian sehingga tingkat resistensi batuannya
menentukan proses degradasional di daerah tersebut. Proses degradasional berkembang pada
daerah penelitian yang di pengaruhi oleh tingkat resistensi batuannya yang berlangsung
hingga sekarang. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya longsoran dibeberapa titik
pengamatan. Berikut ini merupakan bukti longsor yang ditemukan di daerah telitian:
Gambar 5.4. Kenampakan longsor Desa Lubuk Sepang (A) Kenampakan longsor di Perigi
(B) Kenampakan longsor Desa Tanjung Sirih (C)
Pola aliran sungai juga menjadi aspek penting dalam proses pembentukan morfologi
serta proses geologi yang berlangsung pada suatu daerah. Aliran air berfungsi sebagai agen
erosional aktif sekaligus sarana transportasi bagi material lepas yang jatuh kedalam air
maupun terkikis oleh air. Pola aliran dapat menentukan jenis litologi batuan serta kehadiran
struktur geologi. Zona lemah yang terbentuk akibat dari tingkat resistensi dan kehadiran
struktur geologi dapat menjadi ruang aliran bagi air. Berdasarkan Twidale (2004), pola aliran
dapat dibagi menjadi beberapa tipe yang ditentukan dari bentukan pola aliran. Masing-masing
pola aliran mencirikan jenis batuan, kehadiran struktur geologi dan bentuk bentang alam yang
ada. Pola aliran yang umum dijumpai pada bentuk lahan yang dikontrol oleh struktur dan
kelerengan (Twidale, 2004) diantaranya Pola Aliran Dendritik, Pola Aliran Trellis, Pola
Aliran Parallel, Pola Aliran Radial, Pola Aliran Centrifugal, Pola Aliran Annular, Pola Aliran
Rectangular dan Pola Aliran Distributary (Gambar 5.5).
27
Gambar 5.5 Bentuk pola aliran yang terbentuk bentang alam (Twidale, 2004)
Sungai Lematang berada dibagian timur dari daerah penelitian yang meandmeandering.
Sungai Lematang merupakan sungai yang memiliki lembah dengan bentuk hampir meyerupai
huruf U (Gambar 5.6). Sedimentasi berlangsung disekitar sungai membentuk gosong sungai
serta terdapat proses erosi yang terjadi secara vertikal atau lateral. Arus Sungai Lematang
memiliki intensitas yang tinggi dibagian hulu sungai dan sedikit lebih tenang dibagian hilir
sungai.
28
Gambar 5.6 Foto daerah telitian merupakan sungai yang berbentuk lembah U dan arah arus
sungai daerah telitian
Berdasarkan peta pola aliran, daerah telitian sungainya termasuk dalam pola aliran
twidale, 2004 yaitu pola aliran parallel. Pola aliran parallel yaitu pola aliran yang dikontrol
oleh litologi yang bersifat heterogen dimana pola alirannya dibentuk oleh lereng curam.
Karena lereng yang curam, sungai akan berarus cepat dan lurus dengan sedikit anak sungai
dan semua mengalir ke arah yang sama (Gambar 5.7)
Gambar 5.7 Peta Pola aliran yang menunjukkan bahwa daerah telitian merupa pola aliran
parallel
Pembagian atau pengelompokan bentuk bentang alam yang terdapat pada daerah
penelitian menggunakan beberapa klasifikasi, yaitu klasifikasi Twidale (2004) untuk jenis
pola pengaliran dan Widyatmanti (2016) untuk pengklasifikasian bentang alam melalui nilai
elevasi dan persentase kemiringan lereng. Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi tersebut,
daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga bentuk lahan utama yaitu, Dataran alluvial (DA),
Perbukitan rendah berlereng agak miring hingga miring terdenudasi (PbRAM), Perbukitan
berlereng miring hingga curam terdenudasi (PbMC).
Satuan geomorfologi dataran alluvial berada di badan dan sekitaran Sungai Komering
yang telah mengalami erosional dan transportasi (Gambar 5.8). Satuan geomorfologi ini
menempati sekitar 20 % dari luas daerah penelitian. Bentukan lereng sungai ini berupa
bentukan “U” sehingga termasuk kedalam sungai berstadia dewasa. Satuan geomorfologi ini
dikontrol oleh kemiringan lereng yang datar dengan nilai 0-2% (Widyatmanti, 2016) dengan
tingkat keresistenan yang rendah dan dikontrol oleh material lepas. Morfogenesa daerah ini
29
terbagi menjadi dua aspek yaitu, morfopasif berupa proses erosi dan pelapukan yang terus
berlangsung sedangkan morfodinamik pada bentuk lahan ini dipengaruhi oleh arus sungai.
Gambar 5.8 Dataran alluvial ditandai dengan Gosong sungai Daerah telitian sepanjang Sungai
Lematang
4.1.4.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Berlereng Agak Miring dan Miring
Terdenudasi
30
Gambar 5.9 Perbukitan rendah berlereng agak miring sampai miring terdenudasi
Satuan geomorfologi perbukitan miring hingga curam berada dibagian utara – barat laut
dan menempati sekitar 20% dari keseluruhan daerah penelitian. Satuan geomorfologi ini
memiliki elevasi 200 - 378 meter dilapangan dan ditunjukkan oleh kerapatan kontur yang
tinggi serta garis kontur yang penuh dengan kelas lereng miring (8 – 13%) dan curam (21 –
55 %) . Pola pengaliran yang terbentuk pada daerah ini berupa pola pengaliran parallel.
Morfogenesa perbukitan ini dipengaruh oleh aspek morfoaktif yang dikontrol oleh kekar –
kekar yang mengindikasikan adanya gaya yang bekerja pada daerah tersebut (Gambar 5.10)
5.2 Stratigrafi
Formasi Talangakar merupakan formasi paling tua yang berada pada daerah telitian,
yaitu berumur Tersier (Oligosen – Miosen). Formasi ini disusun oleh beberapa litologi seperti
31
batuserpih, batulanau, batupasir dan batulempung. Formasi Talangakar ini menempati 65%
daerah telitian, yaitu ditemukan di Desa Lubuk Sepang, Perigi dan Desa Tanjung Sirih.
Gambar 5.12 Singkapan lokasi penelitian 1 meliputi batuserpih, batulanau dan batupasir
Formasi Talangakar
32
Gambar 5.13 Singkapan lokasi penelitian 9 meliputi batulempung Formasi Talangakar
dengan singkapan microfold
Satuan Gunungapi Muda terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Talangakar.
Satuan Gunungapi Muda ini berumur Holosen dan pada daerah telitian ditemukan litologi
breksi vulkanik dan andesit. Formasi ini terdiri dari 20% dari daerah telitian. Satuan
gunungapi mud aini ditemukan di Desa Lubuk Sepang, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten
Lahat.
Pada lokasi penelitian 3 ditemukan kontak formasi antara Formasi Talangakar dan
Satuan Gunungapi Muda (Gambar 5.2.3). Kontak tersebut merupakan kontak antara batupasir
halus dan breksi ialah N 067 °E/ 16° SE. Kemiringan lereng pada lokasi penelitian ini ialah
19°. Breksi gunungapi pada lokasi ini memiliki warna lapuk abu tua dan warna segar abu
muda, ukuran butir bomb/block. Batuan beku andesit dan breksi vulkanik ditemukan pula
pada lokasi penelitian 5 (Lampiran A). Batuandesit yang ditemukan pada daerah telitian 5
memiliki warna lapuk hitam dan warna segar abu dengan granularitas afanitik, derajat
kristalisasi holokristalin dengan komposisi mineral plagioklas, feldspar, kuarsa dan
hornblend. Kemudian Breksi gunungapi memiliki warna lapuk abu tua dan warna segar abu
muda, ukuran butir bomb/block . Litologi breksi vulkanik juga ditemukan pada lokasi
penelitian 8 (Gambar 2.5.4) memiliki warna lapuk abu tua dan warna segar abu muda serta
memiliki ukuran butir yang lebih besar daripada batuan breksi pada lokasi penelitian
sebelumnya.
33
Gambar 5.14 Kontak Formasi Talangakar dan Satuan Gunungapi Muda antara batupasir
dengan breksi vulkanik di Desa Lubuk Sepang
34
Aluvium terendapkan akibat aktivitas Sungai Lematang yang membawa material pasir,
serpih dan bongkah – bongkah yang berumur Kuarter. Kuarter Aluvium terdiri dari 15%
daerah penelitian. Aluvium ditemukan pada lokasi penelitian 15 (Gambar 5.2.5), memasuki
lokasi penelitian ini sudah termasuk pada formasi alluvium dengan ditemukannya endapan
batuan berupa konglomerat yang belum mengalami kompaksi dan masih terendapkan dengan
semen berupa soil. Beberapa fragmen pada endapan konglomerat ini ialah breksi, andesit, dan
dasit. Selain itu pada lokasi pengamatan ini juga ditemukan batuserpih yang dimana
merupakan Formasi dari Talangakar.
Struktur yang berkembang pada daerah telitian terdiri dari kekar, sesar dan lipatan.
Struktur yang berkembang pada lokasi penelitian disebabkan oleh gaya kompresional.
Interpretasi struktur ini dilakukan dengan pengukuran di lapangan berupa struktur bidang dan
fracture. Analisa struktur tersebut dilakukan dengan metode stereografis sehingga didapatkan
kinematic sesar dan arah tegasan.
Struktur kekar terbentuk akibat adanya gaya yang bekerja pada batuan dengan
pengukuran dilakukan untuk dapat mengetahui arah umum gaya pada daerah telitian.
Pengukuran yang dilakukan yaitu kedudukan dari shear dan gash berupa strike dan dip. Pada
daerah telitian terdapat dua kekar, yaitu Kekar Lubuk Sepang dan Kekar Tanjung Sirih.
Kekar Lubuk Sepang berada di Desa Lubuk Sepang, Sungai Ketapang, yaitu pada
Lokasi Penelitian 4 yang ditemukan shear, gash pada batulanau. Berdasarkan hasil analisa
menggunakan metode stereografis (gambar 5.3.1) memperlihatkan tegasan utama 08°, N
024° E, tegasan minimum 15°, N 115° E, netslip 07°, N 153° E dan rake / pitch 07° sehingga
35
didapatkan jenis sesar, yaitu Vertikal Strike – Slip Fault (Fossen, 2010) atau Right Slip Fault (
Rickard, 1972).
Gambar 5.17 Pengukuran dan analisa kekar menggunakan metode stereografis pada lokasi
penelitian 4
Kekar Lubuk Sepang berada di Desa Tanjung Sirih, yaitu pada Lokasi Penelitian 16
yang ditemukan shear, gash pada batulanau. Berdasarkan hasil analisa menggunakan metode
stereografis (gambar 5.3.2) memperlihatkan tegasan utama 13°, N 019° E, tegasan minimum
15°, N 109° E, netslip 07°, N 139° E dan rake / pitch 07° sehingga didapatkan jenis sesar,
yaitu Vertikal Strike – Slip Fault (Fossen, 2010) atau Right Slip Fault ( Rickard, 1972).
36
Gambar 5.18 Pengukuran dan analisa kekar menggunakan metode stereografis pada lokasi
penelitian 16
Struktur sesar dilakukan penelitian melalui observasi lapangan dan didapatkan Sesar
Tanjung Sirih. Struktur sesar ini terdapat pada lokasi penelitian 17b (Gambar 5.3.3). Struktur
37
sesar dengan strike/dip N 163° E / 63. Nilai plunge, trend pada struktur sesar sebesar 15, 173.
Nilai pitch sesar tersebut ialah 12°. Sehingga didapatkan jenis sesar tersebut adalah Vertikal
Strike – Slip Fault (Fossen, 2010) atau Normal Right Slip Fault (Rickard, 1972). Sesar
Tanjung Sirih ini ditemukan pada litologi batuserpih dan batupasir dan diperkirakan
disebabkan oleh fase 3 kompresional yang terjadi dari Miosen Akhir – Recent.
Struktur lipatan berupa microfold ditemukan pada dua lokasi penelitian, yaitu lokasi
penelitian 6, 9 dan 18. Struktur ini ditemukan di Desa Lubuk Sepang dan Desa Tanjung Sirih.
38
5.3.3.2 Microfold Lokasi Penelitian 9
39
5.3.3.4 Lipatan Tanjung Sirih
Berdasarkan data kedudukan yang di dapatkan di Desa Tanjung Sirih, Kecamatan Pulau
Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan diinterpretasikan bahwa daerah tersebut
merupakan lipatan antiklin. Hasil analisa stereografis pada daerah telitian menunjukan nilai
Limb 1 yaitu N 301° E/ 23°, limb 2 N 359° E/ 35°, hinge surface N 264° E/ 87°, serta hinge
line 16°, N 082° E.
40
Gambar 5.24 Mekanisme struktur pada Fase Kompresional membentuk Sesar mendatar
kanan sungai Tanjung Sirih dan Lipatan Antiklin di Sungai Tanjung Sirih.
41
BAB VI
SEJARAH GEOLOGI
43
6.2. Oligosen Atas – Meosen Bawah
Oligosen atas terjadinya fase pengendapan sedimen pertama pada daerah
penelitian Umur dari Formasi ini adalah Oligosen Atas-Miosen Bawah dan diendapkan
pada lingkungan delta plain, delta, fluvial dan beach (Hutapea, 1981 dalam Bishop,
2001).
Tomt
Formasi ini sendiri tesusun oleh proses Transgresi atau naiknya permukaan air
laut sehingga pada formasi ini terdiri atas beberapa satuan batuan penyusun Formasi
Talang Akar sendiri saat fase transgresi mengakibatkan material-material sedimen yang
mengendap berasal dari laut dan bersifat karbonatan. Batuan tersebut terdiri dari
batupasir yang berasal dari delta plain, batuserpih, batulanau, batupasir kuarsa dengan
sisipan batulempung karbonan, batubara, dan dibeberapa lokasi terdapat batuan
konglomerat. Ginger dan Fielding, (2005) mengatakan pada akhir dari aktifitas tektonik
syn-post rift, di Formasi Talang Akar sedimentasi terjadi terus menerus, terutama pada
pengendapan di lingkungan fluvial dan delta seiring dengan terjadinya penurunan
(subsidence). Formasi Talang Akar merupakan reservois penghasil minyak di Cekungan
Sumatera Selatan.
6.3. Meosen Tengah – Resen
Pada kala Pliosen terjadi aktivitas vulkanisme yang menghasilkan endapan
material vulkanik berupa andesit pada formasi satuan gunung api muda. Terjadinya
beberapa aktivitas tektonik berupa kompresi yang menyebabkan terjadinya
pengangkatan tepi cekungan. Pada fase inilah awal mulai terbentuknya kelurusan bukit
barisan yang memiliki trend 320°E. Dari kejadian ini terbentuklah struktur berupa sesar
strike slift-fault pada masa Miosen Tengah yang kemudian mengakibatkna aktivitas
vulkanik yang terus meningkat di Pulau Sumatera. Zona subduksi berubah konvergensi
oblique dengan arahnya N 6° E sehingga membentuk struktur regional di Pulau
Sumatera yang dikenal Sesar Semangko. Pada zaman Plio- Plistosen terjadi fase
kompresi yang mengakibatkan pengangkatan dan perlipatan yang memiliki arah
baratlaut serta mengakhiri pengendapan tersier, dan aktifnya aktivitas vulkanik.
Qhv
Kemudian terbentuknya Satuan Gunungapi Muda endapan dari Formasi Quater
holocene vulcanic (Qhv). Formasi Qhv pada daerah telitian meliputi stratigrafi berupa
44
endapan andesit, breksi tuff, dan tuff lapili. Lava andesit yang diendapkan pada daerah
telitian berupa pebekuan lava yang memiliki ciri forfitik dan afanitik. Lava andesit ini
merupakan salah satu produk Formasi Qhv yang terebentuk dari pembekuan lava yang
dihasilkan dari aktifitas efusif gunung api Lumut Balai. Pada lokasi penelitian terdapat
dua batuan lava andesit, yaitu berupa lava andesit porfiritik dan afanitik. Hal ini terjadi
dikarenakan akibat adanya pembekuan lava yang terjadi cukup cepat atau relatif
lamban. Persebaran lava andesit pada lokasi penelitian berada pada sepanjang utara dan
bagian barat daya daerah penelitian
Qa
Kemudian endapan Alluvium yang dari formasi Qa yang berumur quarter holosen
diakibatkan oleh aliran sungai lematang yang menghasilkan beberapa litologi pasir,
lanau dan beberapa bongkah yang diakibatkan oleh transportasi dari sungai Lemata
45
BAB VII
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi lapangan geologi daerah Lubuk Sepang dan
Sekitarnya, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat dapat disimpulkan sebagai
berikut
46
yang kemudian mengakibatkna aktivitas vulkanik yang terus meningkat di
Pulau Sumatera. Zona subduksi berubah konvergensi oblique dengan arahnya
N 6° E sehingga membentuk struktur regional di Pulau Sumatera yang dikenal
Sesar Semangko. Pada zaman Plio- Plistosen terjadi fase kompresi yang
mengakibatkan pengangkatan dan perlipatan yang memiliki arah baratlaut
serta mengakhiri pengendapan tersier, dan aktifnya aktivitas vulkanik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Barber et.al. 2005. "Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution". London:
The Geological Society.
Fossen, H., 2010, Structural Geology. New York: Cambridge University Press.
Ginger and Fielding. 2005. "The Petroleum Systems and Future Potential of The
South Sumatra Basin". Proceeding, Indonesia Petroleum Association.
Huggett, R. J., 2017, Fundamental of Geomorphology (4rd edition). USA and Canada:
Routledge.
Peacock, D.C.P., Sanderson, D.J. and Rotevaten, A., 2017, Relationships Between
Fractures : Journal of structural geology, doi: 10.1016/j.jsg.2017.11.010.
Pettijohn, F.J., 1975, Sedimentary Rocks, Harper and Row: New York, 3rd edition.
Pulonggono dkk. 1992. "Pre - Tertiary and Tertiary Fault Systems As a Framework
of The South Sumatra Basin; a Study of Sar - Maps". Proceedings
Indonesian Petroleum Association.
Twidale, C. R., 2004, River Patterns and Their Meaning. Earth-Science Reviews 67,
p.159 – 218.
viii
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 37(1).
https://doi.org/10. Diakses pada 15 November 2019
ix