SEKITARNYA
KULIAH LAPANGAN II
Disusun Oleh :
SAHNAN MARJUKI
1604109010035
Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan semua isi langit dan
bumi dan telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani bagi kita semua,
terkhususnya kepada penulis sehingga berkat-Nya lah penulis mampu
menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah, kuliah lapangan II.
Selawat dan salam selalu kita hadiahkan kepada baginda nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan cahaya ilmu pengetahuan.
Sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah “Kuliah Lapangan II” pada
Program studi Teknik Geologi, dalam proses penyelesaian laporan ini penulis
senantiasa mendapat bimbingan, arahan, dan masukan yang tak hentinya dari dosen
jurusan Teknik Geologi.Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Seluruh dosen Prodi Teknik Geologi Jurusan Kebumian Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan saran, masukan, dan ilmu
kepada penulis;
2. Seluruh kawan kelompok yang telah membantu dan memotivasi penulis
untuk dapat menyelesaikan laporan, khususnya kepada Rahmat Husein
Batubara, Syeh Maulana dan Dian Fernando Siregar.
3. Penulis menyadari dan mengakui bahwa pada penulisan laporan masih jauh
dari sebuah karya tulis yang penuh kesempurnaan. Dengan mengucapkan
Terimakasih semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
penulis sendiri tentunya.
Sahnan Marjuki
1604109010035
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan ....................................................................................... 2
1.3 Lokasi Penelitian .......................................................................................... 2
1.4 Metode Penelitian .......................................................................................... 3
1.5 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 5
1.6 Kegunaan Pemetaan ...................................................................................... 6
1.7 Waktu Penelitian dan Kelayakan Kerja ......................................................... 6
BAB II GEOMORFOLOGI ................................................................................. 7
2.1 Geomorfologi Regional ................................................................................. 7
2.2 Geomorfologi Daerah Penelitian ................................................................... 9
2.2.1 Topografi bergelombang Landai ............................................................ 9
2.2.2 Topografi bergelombang Miring........................................................... 10
2.2.3 Satuan Berbukit Bergelombang ............................................................ 12
2.2.4 Satuan Berbukit Terjal .......................................................................... 14
2.3 Stadia Daerah dan Erosi .............................................................................. 17
2.4 Kenampakan Geomorfologi yang terbentuk di daerah penelitian ............... 18
BAB III STRATIGRAFI .................................................................................... 19
3.1 Stratigrafi Regional .................................................................................. 199
3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian ....................................................................... 20
3.2.1 Anggota Padangtiji (Tuktp) ................................................................... 21
3.3.2 Formasi Seulimeum (Qtps) .................................................................. 22
3.3 Korelasi Stratigrafi Regional dengan Stratigrafi Daerah Penelitian............ 23
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI ...................................................................... 24
4.1 Struktur Geologi Regional........................................................................... 24
4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian ............................................................ 26
iii
4.2.1 Struktur Sesar ........................................................................................ 26
4.2.2 Struktur Kekar...................................................................................... 37
BAB V SEJARAH GEOLOGI........................................................................... 29
BAB VI GEOLOGI LINGKUNGAN ................................................................ 30
6.1 Sumber Daya Alam .................................................................................. 30
6.1.1 Peternakan ............................................................................................. 30
6.2 Bencana Alam ............................................................................................. 30
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Selain patahan utama terdapat beberapa patahan lainnya diantaraanya; Sesar Aneuk
Bate, Sesar Samalanga (Sipopok), Sesar Lhokseumawe Dan Sesar Blang Kejeren.
Daerah penilitian sendiri terletak di Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh
Besar, Provinsi Aceh. Daerah ini memiliki tatanan geologi regional yang tediri dari
Anggota Padangtiji Tuktp dan formasi Qtps. Yang umurnya berkisar antara Miosen
Tengah hingga Pliosen. Berdasarkan Van zuidam daerah penilitian tergolong
kedalam 4 kategori yaitu bergelombang Landai, bergelombang Miring, Berbukit
Bergelombang dan Berbukit Terjal. Pola aliran pada daerah penilitian adalah pola
aliran Trellis yaitu pola aliran sungai yang alirannya serupa dengan pagar. Dimana
jenis pola aliran tersebut dikontrol oleh struktur geologi berupa lipatan antiklin dan
sinklin. Daerah ini belum dilakukan penelitian geologi secara detail sehingga
menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Geologi
Daerah Jantho Dan Sekitarnya Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar
Provinsi Aceh”.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan yang diharapkan dari pemetaan ini adalah :
1. Peta Geologi Blok V daerah Jantho dan sekitarnya, Kabupaten Aceh Besar.
2. Peta Geomorfologi Blok V daerah Jantho dan sekitarnya, Kabupaten Aceh
Besar.
3. Peta Lintasan Blok V daerah Jantho dan sekitarnya, Kabupaten Aceh Besar.
4. Kolom Stratigrafi untuk menghasilkan penampang stratigrafi.
2
Gambar 1.1 Lokasi penelitian pada peta topografi
3
g. HCL digunakan untuk menguji adanya unsur karbonat dalam suatu batuan
secara kasar.
h. GPS digunakan untuk menentukan titik koordinat dan ketinggian.
h. Kamera digunakan untuk mengambil gambar singkapan dan bentang alam.
i. Alat Tulis mencakup buku catatan lapangan, clipboard, busur derajat, pensil,
dan lain – lain.
j. Mikroskop optic digunakan untuk melakukan Petrogenesa sample batuan.
3. Langkah – Langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian meliputi beberapa tahap pekerjaan, yaitu sebagai
berikut:
1. Persiapan
Pada tahap ini dilakukan beberapa persiapan yang menunjang kelancaran
pekerjaan di lapangan. Persiapan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Perizinan
Perizinan dilakukan dengan membuat surat izin mulai dari tingkat Universitas
sampai pada tingkat pemerintahan daerah yang bersangkutan.
- Penggambaran Peta Topografi
Peta yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta topografi daerah
penelitian, dengan skala 1:25000.
- Studi Literature
Studi kepustakaan merupakan pengumpulan informasi tentang daerah
penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu contohnya adalah Peta Geologi
Lembar Banda Aceh, Sumatera (J.D Bennet 1981).
- Penafsiran peta topografi
Penafsiran peta topografi dilakukan dengan cara interpolasi kontur untuk
menentukan ketinggian serta analisa pola pengaliran sungai dan rencana
lintasan penelitian di lapangan.
2. Pengamatan Lapangan
Dalam melakukan pengamatan di lapangan, yang digunakan adalah metoda
orientasi lapangan. Metode orientasi lapangan dilakukan dengan memplotting tiap
stasiun penelitian atau pengamatan berdasarkan orientasi terhadap sungai, puncak-
puncak bukit atau gunung, kota, desa dan titik patokan lain yang dikenal di lapangan
4
dan berada di peta topografi. Metoda ini sesuai untuk daerah terbuka dengan ciri
bentang alam yang sudah dikenali dan lokasi pengamatan yang relatif berjauhan.
Selain melakukan pengamatan terhadap singkapan batuan, juga melakukan
pengukuran arah Strike dan Dip perlapisan batuan, ketebalan dan struktur yang ada.
Tahapan kerja tersebut mencakup :
- Pengamatan dan pencatatan terhadap jenis litologi (penamaan batuan),
indikasi yang dapat menunjukan adanya perubahan litologi, komposisi batuan,
struktur batuan dan batas antar lapisan batuan, ciri lingkungan pengendapan,
serta pola arah strike batuan.
- Pengamatan dan pencatatan terhadap indikasi struktur geologi.
- Pengambilan contoh batuan untuk analisis paleontologi.
- Pemotretan atau pembuatan sketsa pada singkapan dan bentang alam yang
dianggap penting.
3. Analisis Data
Dalam proses analisis data ini digunakan beberapa cara atau metode agar
menghasilkan peta geologi yang baik sehingga dapat menginformasikan seluruh
data yang didapatkan di lapangan. Beberapa analisis data lapangan untuk pemetaan,
antara lain analisis litologi, analisis geomorfologi, analisis fosil, analisis stratigrafi,
analisis geologi struktur dan analisis geologi sejarah.
4. Penyusunan Laporan
Pengerjaan laporan, peta, dan pelengkap laporan lainnya dilakukan setelah
pemetaan geologi di lapangan. Tahap penyusunan laporan meliputi interpretasi dan
rekontruksi data lapangan. Pada setiap tahapan dilakukan konsultasi dengan dosen
pembimbing dan laboran.
1.5 Peneliti Terdahulu
Daerah tersebut sebelumnya pernah diteliti oleh geologist dari Belanda
bernama Van Bemmelen pada tahun 1970 dan J.D Bennett pada tahun 1991.
Penelitian terbaru juga pernah dilakukan oleh beberapa instansi seperti Pusat Survei
Geologi, TDMRC dan Prodi Teknik Geologi Unsyiah. Dimana dari penelitian
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa satuan formasi yang berada pada daerah
tersebut merupakan bagian dari formasi seulimum dan formasi woyla yang menjadi
5
dasar pembentukan alluvium dan batu pasir yang mendominasi kawasan Aceh
Besar.
6
BAB II
GEOMORFOLOGI
7
Wilayah Aceh Besar yang meliputi daerah Jantho, Indrapuri dan Seulimum
memiliki bentang alam berupa perbukitan, dataran tinggi dan dataran rendah serta
pola aliran sungai dendritik dengan beserta adanya sungai-sungai intermiten.
Kabupaten Aceh Besar memiliki luas wilayah seluas 290.350,73 Ha. Sebagian
besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Secara
administratif Kabupaten Aceh Besar memiliki 23 kecamatan. Secara geografis
Kabupaten Aceh Besar terletak di 503’1,2”- 5045’9,007” Lintang Utara dan
95055’43,6” - 94059’50,13” Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi
Kabupaten Aceh Besar memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
8
2.2 Geomorfologi Daerah Penelitian
Geomorfologi blok V terdiri dari perbukitan, sungai (fluvial), dataran tinggi dan
dataran rendah, yaitu sebagai berikut:
Kelas Lereng
NO Relief Beda Tinggi
(%)
Tabel 2.1 Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi
geomorfologi blok v (Van Zuidam, 1983)
2.2.1 Topografi bergelombang Landai
Topografi bergelombang miring pada peta geomorfologi blok V ditandai
dengan warna hijau cerah dengan kemiringan lereng 7,18% yang termasuk
kedalam 10 - 30 (3% - 7%), hal ini berdasarkan perhitungan morfometri
kemiringan lereng dengan bagian geomorfologi landai, dengan massa
berkecepatan rendah dari berbagi proses periglacial, solifluction, dan fluvial.
Perhitungan morfometri
Indeks kontur (IK) = 1 / 2000 x skala peta
= 1 / 2000 x 12.500 = 6,25
d = 3 cm x skala peta
= 3 cm x 12.500 = 37.500 cm = 375 m
d = 2 cm x skala peta
= 2 cm x 12.500 = 25.000 cm = 250 m
Δh = jumlah interval kontur x IK
1. Δh = 4 x 6,25 = 25
9
% lereng = 25 / 375 . 100% = 6,7 %
2. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 375 . 100% = 6,7 %
3. Δh = 3 x 6,25 = 18,75
% lereng = 18,75 / 250 . 100% = 7,5 %
4. Δh = 3 x 6,25 = 18,75
% lereng = 18,75 / 250 . 100% = 7,5 %
5. Δh = 3 x 6,25 = 18,75
% lereng = 18,75 / 250 . 100% = 7,5 %
Rata-rata =6,7 % + 6,7 % + 7,5 % + 7,5 % + 7,5 % : 5 = 7,18%
Beda Tinggi = Top Hill – Down Hill
=50 – 5= 45 m
Perhitungan morfometri
Indeks kontur (IK) = 1 / 2000 x skala peta
= 1 / 2000 x 12.500 = 6,25
d = 2 cm x skala peta
= 2 cm x 12.500 = 25.000 cm = 250 m
10
Δh = jumlah interval kontur x IK
1. Δh = 5 x 6,25 = 31,25
% lereng = 31,25 / 250 . 100% = 12,5 %
2. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 250 . 100% = 10 %
3. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 250 . 100% = 10 %
4. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 250 . 100% = 10 %
5. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 250 . 100% = 10 %
6. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 250 . 100% = 10 %
7. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 250 . 100% = 10 %
8. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 250 . 100% = 10 %
Rata-rata = 12,5 % + 10 % + 10 % + 10 % + 10 % + 10 % + 10
% + 10 % + 10 % : 8 = 10,31%
Beda Tinggi = Top Hill – Down Hill
=50 - 75 m
11
2.2.3 Satuan Berbukit Bergelombang
Satuan Bergelombang Kuat Perbukitan peta geomorfologi blok III ini
ditandai dengan warna jingga pada peta dengan kemiringan 18% termasuk ke
dalam 8̊ - 16̊ (14% - 20%), hal ini juga berdasarkan perhitungan morfometri
kemiringan lereng dengan kenampakan bentang alam berupa perbukitan lemah
hingga kuat, dan juga dibeberapa titik ditemukan aliran sungai intermitten, banyak
terjadi pergerakan tanah dan erosi terutama longsoran yang bersifat mendatar.
Perhitungan morfometri
Indeks kontur (IK) = 1 / 2000 x skala peta
= 1 / 2000 x 12.500 = 6,25
d = 1 cm x skala peta
= 1 cm x 12.500 = 12.500 cm = 125 m
d = 2 cm x skala peta
= 2 cm x 12.500 = 25.000 cm = 250 m
Δh = jumlah interval kontur x IK
1. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
2. Δh = 7 x 6,25 = 43,75
% lereng = 43,75 / 125 . 100% = 17,5 %
3. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
4. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
5. Δh = 7 x 6,25 = 43,75
% lereng = 43,75 / 125 . 100% = 17,5 %
6. Δh = 7 x 6,25 = 43,75
% lereng = 43,75 / 125 . 100% = 17,5 %
7. Δh = 6 x 6,25 = 37,5
% lereng = 37,5 / 250 . 100% = 15 %
8. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
9. Δh = 7 x 6,25 = 43,75
12
% lereng = 43,75 / 125 . 100% = 17,5 %
10. Δh = 3 x 6,25 = 18,75
% lereng = 18,75 / 125 . 100% = 15 %
11. Δh = 7 x 6,25 = 43,75
% lereng = 43,75 / 125 . 100% = 17,5 %
12. Δh = 3 x 6,25 = 18,75
% lereng = 18,75 / 125 . 100% = 15 %
13. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
14. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
15. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
16. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
17. Δh = 6 x 6,25 = 37,5
% lereng = 37,5 / 250 . 100% = 15 %
18. Δh = 7 x 6,25 = 43,75
% lereng = 43,75 / 125 . 100% = 17,5 %
19. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
20. Δh = 6 x 6,25 = 37,5
% lereng = 37,5 / 250 . 100% = 15 %
21. Δh = 6 x 6,25 = 37,5
% lereng = 37,5 / 250 . 100% = 15 %
22. Δh = 4 x 6,25 = 25
% lereng = 25 / 125 . 100% = 20 %
23. Δh = 3 x 6,25 = 18,75
% lereng = 18,75 / 125 . 100% = 15 %
24. Δh = 3 x 6,25 = 18,75
% lereng = 43,75 / 250 . 100% = 20 %
25. Δh = 8 x 6,25 = 50
13
% lereng = 50 / 250 . 100% = 20 %
Rata-rata = 20 % + 17,5 % + 20 % + 20 % + 17,5 % + 17,5 % +
15 % +20 % + 17,5 % +15 % + 17,5 % + 15 % + 20 % + 20 %
+ 20 % + 20 % + 15 % + 17,5 % + 20 % +15 %+ 15 % + 20 %
+ 15 % + 20 % + 20 % : 25 = 18%
Beda Tinggi = Top Hill – Down Hill
=200-75 = 125%
14
Tabel 2.2 Tabel data geomorfologi satuan berbukit terjal
Panjang Nilai
Kode Jumlah Nilai Klasifikasi
Garis d Keterangan
Lereng Kontur (∆h) Lereng
(cm) (m)
15
8 1 8 125 50 40,0 Berbukit Terjal
16
5 1 5 125 31,25 25,0 Berbukit Terjal
17
Proses erosi yang terjadi pada sungai intermitten tersebut adalah erosi secara
vertikal yang dominan. Umumnya, sungai jenis ini berbentuk V dan merupakan
sungai awal yang kemudian akan ada kemungkinan untuk menjadi sungai pada fase
tahapan selanjutnya.
a b
) )
Gambar 2.6. a) subsidence yang terjadi; b) Subsidence yang sudah terisi air menjadi sungai
intermitten.
18
BAB III
STRATIGRAFI
Stratigrafi batuan di Pulau Sumatra dibagi menjadi batuan pra-tersier dan batuan
tersier. Batuan pra-tersier ini menjadi basement dari Pulau Sumatra dan banyak
tersingkap di daerah Pegunungan Barisan, Pulau Bangka, dan Pulau Belitung.
Stratigrafi batuan basement ini didominasi oleh batuan berumur Karbon Awal –
Kapur yang terbagi menjadi grup tapanuli, peusangan dan woyla serta terdiri dari
batuan metamorf, batuan beku, batuan volkanik, dan batuan sedimen.
Batuan tersier di Pulau Sumatra dipengaruhi oleh konfigurasi tektonik dari Pulau
Sumatra. Stratigrafi batuan tersier di Pulau Sumatra oleh Doust dan Noble (2008)
dibagi menjadi tiga bagian yaitu stratigrafi Cekungan Sumatra Utara, Cekungan
Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan.
Gambar 3.1 Stratigrafi batuan pra-tersier Pulau Sumatra (Modifikasi dari Barber et al 2005)
19
Stratigrafi adalah suatu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk,
susunan, distribusi geografis, rangkaian kronologi, klasifikasi, korelasi, dan
hubungan dari lapisan batuan, khususnya sedimen (Sybil P. Parker, 1984). Selain
itu pengertian lainnya stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari lapisan batuan yang
diendapkan di bumi. Stratigrafi termasuk bagian dari disiplin ilmu geologi, yang
tiap lapisannya dapat menceritakan sejarah geologinya berdasarkan waktu masing-
masing.
Elemen utama yang menjadi penyusun dari stratigrafi adalah batuan dan unsur
perlapisan (waktu). Pada stratigrafi batuan, objek utama yang akan dipelajari adalah
batuan sedimen. Batuan sedimen sendiri memiliki perlapisan. Unsur perlapisan
(waktu) adalah ciri khas dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses
pengendapan hingga menunjukkan bidang batas antar lapisan yang bisa dijadikan
acuan untuk menginterpretasi dalam lingkungan pengendapan, periode
pengendapan atau perbedaan waktu.
20
Gambar 3.2 Peta Geologi daerah penelitian blok V (N.R.Cameron, dkk 1981)
Gambar 3.3 Nama Formasi dan umur menurut (N.R. Cameron, dkk 1981)
21
Gambar 3.4 Satuan Konglomerat
Satuan batulanau ini berwarna abu-abu dengan ukuran butir silt, kebundaran
well rounded, sortasi baik, porositas buruk, terkompaksi kuat dan memiliki struktur
ball and pillow dengan diameter 8-12 cm, satuan batulanau ini kami jumpai di STA
5, STA 6, STA 7, STA 8 dan STA 10.
22
Gambar 3.6 Satuan Batupasir Tufaan
Satuan Batulanau memiliki warna coklat kekuningan dengan ukuran butir
silt, kebundaran well rounded, sortasi baik, porositas buruk, terkompaksi lemah dan
memiliki struktur massive. Satuan batulanau ini kami jumpai di STA 11, STA 12,
STA 13, STA 14, STA 15, STA 16, STA 17, STA 18 dan STA 19.
23
BAB IV
STRUKTUR GEOLOGI
24
Laut Andaman, selatan Pulau Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, hingga Laut
Banda di Maluku.
Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau
depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P.
Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan
dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’
yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh.
Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif
Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun dan
merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu:
Sesar Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar
Blangkejeren. Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit
oleh dua patahan aktif, yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk
sebagai akibat dari adanya pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya
kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta pengangkatan
Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan
tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor,
disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi.
Banda Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga
terbentuk sebuah graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen,
yang berpengaruh besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
25
4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian
26
Gambar 4.3 Indikasi sesar naik
Struktur Kekar merupakan salah satu struktur geologi yang dipengaruhi oleh
suatu gaya yang bekerja sehingga mengakibatkan terjadinya rekahan-rekahan
disuatu singkapan atau batuan. Kekar yang kami temukan di daerah penelitian pada
blok V terdapat 2 jenis yaitu kekar gerus dan kekar tarik.
a) Kekar Gerus
Kekar gerus adalah retakan/rekahan yang berbentuk pola saling berpotongan
membentuk sudut lancip dengan gaya arah utama. Kekar jenis ini pada umumnya
bersifat tertutup. Kekar gerus yang kami temukan dilapangan terdapat pada STA
7 dengan arah umum N160OE/42O, terlihat pada Gambar 4.5 Kekar Gerus.
27
Gambar 4.5 Kekar Gerus
b) Kekar Tarikan
Kekar tarikan merupakan retakan/rekahan yang terbentuk tegak lurus dari gaya
yang cenderung untuk memindahkan batuan. Hal ini terjadi dari akibat stress yang
cenderung membelah dengan cara menekannya pada suatu arah yang berlawanan.
Kemudian dindingnya akan saling menjauhi. Kekar tarik yang terdapat didaerah
penelitian merupakan jenis kekar extention joint dan tention joint yang ditemukan
di STA dengan arah umum N128OE/68O. Berikut ini poto kekar yang kami jumpai
di lapangan.
28
BAB V
GEOLOGI SEJARAH
29
BAB VI
GEOLOGI LINGKUNGAN
30
BAB VII
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, van, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus Nyhoff, The
Haque, Nederland.
Cameroon, N.R, J.D. Bennet, D. McC. Brige, M.C.G. Clarke, A. Djunuddin, S.A.
Ghazali. H. Harahap, D.H. Jrffery, W. Keats, H. Ngabito, N.M.S. Rocks, S.J.
Thompson, 1981. "The Geology of The Banda Aceh Quadrangle, Sumatera".
Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Direktorat Jendral
Pertambangan Umum.
Darman, H., & Sidi, F. H., 2000, An Outline of The Geology of Indonesia, Jakarta
: Ikatan Ahli Geologi Indonesia.
Hamilton, Warren., 1979, Tectonics of the Indonesian Region, U.S. Geological
Survey Professional Paper 1078, United States Government Printing Office,
Washington.
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia., 1996, "Sandi Stratigrafi Indonesia", Ikatan
Ahli Geologi Indonesia.
Lobeck., 1939. "Geomorphology : An Introduction to the Study of
Landscape".McGraw-Hill Book Company.
Thornbury, W.D., 1969. "Principle of the Geomorphology". Jhon Willey & Sons,
New York, USA.
Vestappen, M. Th., 1983. Applied Geomorphology (Geomorphological Surveys for
Environmental Development), Amsterdam: Elsevier Science Publishing
Company Inc.
32
LAMPIRAN
A. Hasil Perhitungan Kekar 1
Kekar Stike dip
KS 1 160 25
KS 2 160 25
KS 3 160 25
KS 4 160 25
KS 5 162 35
KS 6 162 35
KS 7 162 35
KS 8 160 25
KS 9 160 25
KS 10 164 38
KS 11 162 35
KS 12 162 35
KS 13 164 38
KS 14 164 38
KS 15 160 25
KS 16 160 25
KS 17 160 25
KS 18 158 32
KS 19 158 32
KS 20 158 32
KS 21 156 28
KS 22 156 28
KS 23 160 25
KS 24 160 25
KS 25 160 25
B. Hasil Perhitungan Kekar 2
Kekar Stike/Dip Dip
KS 1 128 68
KS 2 128 68
KS 3 128 68
KS 4 126 72
KS 5 126 72
KS 6 126 72
KS 7 126 72
KS 8 124 75
KS 9 124 75
KS 10 128 68
KS 11 126 72
KS 12 126 72
KS 13 128 68
KS 14 128 68
KS 15 128 68
KS 16 128 68
KS 17 124 75
KS 18 124 75
KS 19 126 72
KS 20 130 80
KS 21 130 80
KS 22 130 80
KS 23 126 72
KS 24 128 68
KS 25 128 68
C. Kenampakan citra satelit daerah penelitian blok V menggunakan aplikasi
Google Earth.