SERI 04 FUNGSIONAL
MODUL DIKLAT FUNGSIONAL ANALIS METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN
GEOFISIKA
PRINSIP DASAR
04.04 MIKROZONASI
GEMPABUMI
Penyusun :
Tim Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG
Puji syukur kepada Tuhan YME, bahan ajar PRINSIP DASAR MIKROZONASI GEMPABUMI ini telah
selesai disusun. Sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), upaya untuk terus meningkatkan
kualitas SDM di lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) khususnya
menjadi salah satu tupoksi dari pusdiklat melalui pendidikan dan pelatihan. Hal ini penting
mengingat kebutuhan akan SDM yang berkualitas di bidang MKKuG menjadi semakin mendesak
untuk mendukung kegiatan tanggap bencana sebagai salah satu tugas BMKG. Kedepan
diharapkan, BMKG dengan SDM yang berkualitas dan handal, tidak saja mampu berperan di
tingkat nasional, tetapi juga di tingkat regional maupun global.
Masukan, kritik, dan saran sangat dibutuhkan untuk perbaikan di masa yang akan datang,
sehingga modul-modul ini dapat terus up-to date dan seirama dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Semoga bahan ajar PRINSIP DASAR MIKROZONASI GEMPABUMI ini bermanfaat dan saya
ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada tim penyusun atas kontribusi dan
kerja samanya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2 Deskripsi Singkat 1
1.3 Manfaat Modul Bagi Peserta 1
1. 4 Tujuan Pembelajaran 2
I.4.1 Kompetensi dasar ............................................................................................................. 2
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. Tiga tingkatan mikrozonasi berdasarkan skala peta yang direkomendasikan oleh
Technical Committee on EarthquakeGeotechnical Engineering of the International Society of
Soil Mechanics and Foundation Engineering.......................................................................................... 5
Gambar 5. Bagan alir proses penyusunan mikrozonasi yang direkomendasikan oleh Asia
Selatan ........................................................................................................................................................ 7
Gambar 6. Parameter geoteknik menentukan respon dinamik tanah yang berakibat pada
amplifikasi ground motion pada kasus Gempabumi Mexico City 1985 ......................................... 8
Gambar 13. Contoh spektrum dan hasil analisa HVSR dengan nilai f0 dan A0 ........................18
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. Klasifikasi jenis tanah berdasarkan periode dominan tanah dan hubungannya
dengan Vs30 .............................................................................................................................................21
Tabel 3. Perbandingan beberapa klasifikasi jenis tanah berdasarkan periode dominan tanah
.....................................................................................................................................................................21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. 4 Tujuan Pembelajaran
I.4.1 Kompetensi dasar
Materi Pokok
Pengantar Mikrozonasi, berupa latar belakang, maksud dan tujuan serta definisi
2
BAB II
PENGANTAR MIKROZONASI GEMPABUMI
3
2. 1 Definisi
Mikrozonasi bahaya gempabumi didefinisikan sebagai pembagian kawasan rawan
gempabumi ke dalam sistem zonasi berdasarkan karakteristik detail parameter-parameter
yang mempengaruhi tingkat bahaya gempabumi di setiap zona tersebut.
2. 3 Pemanfaatan Mikrozonasi
Mikrozonasi bahaya gempabumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
diantaranya :
a. Sebagai panduan penentuan beban gempa rencana berdasarkan zonasi pada
perencanaan bangunan tahan gempa
b. Sebagai panduan penyusunan tata ruang dan wilayah berbasis kebencanaan
c. Sebagai panduan perencanaan kebutuhan darurat saat bencana seperti rumah sakit,
stasiun pemadam kebakaran dan unit SAR
d. Sebagai panduan penentuan lokasi obyek-obyek vital seperti kilang minyak,
pembangkit listrik dan pelabuhan/bandar undara
4
Gambar 2. Tiga tingkatan mikrozonasi berdasarkan skala peta yang direkomendasikan
oleh Technical Committee on EarthquakeGeotechnical Engineering of the International
Society of Soil Mechanics and Foundation Engineering(1993)
5
2. 5 Tahapan Penyusunan Mikrozonasi
Mikrozonasi disusun berdasarkan tahapan kerja yang sesuai dengan tingkatan
mikrozonasi yang diinginkan. Dalam modul pembelajaran ini difokuskan pada mikrozonasi
tingkat II dengan titik berat pada karakterisasi parameter geoteknik menggunakan survey
geofisika.
6
Gambar 5. Bagan alir proses penyusunan mikrozonasi yang direkomendasikan oleh di
Asia Selatan
7
Gambar 6. Parameter geoteknik menentukan respon dinamik tanah yang berakibat
padaamplifikasi ground motion pada kasus Gempabumi Mexico City tahun 1985
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa, amplifikasi ground motion terjadi di setiap
periode. Amplifikasi ground motion maksimum terjadi pada periode 2 detik dimana
periode ini merupakan periode dominan tanah (Tdom atau Ts). Sebagai akibatnya,
gedung-gedung yang mengalami kerusakan dan keruntuhan terbanyak adalah gedung
bertingkat 15-25 lantai (periode gedung 1.5-2.5 detik) dimana terjadi efek resonansi
ganda antara gelombang gempa, tanah dan gedung. Oleh sebab itu, pengukuran nilai
periode dominan tanah (Tdom) menjadi sangat krusial di dalam mikrozonasi bahaya
gempabumi.
Komponen Timur-Barat
Komponen Utara-Selatan
Komponen Vertikal
8
Pengolahan data mikrotremor untuk mendapatkan nilai Tdom dilakukan berdasarkan
metode Horizontal Vertikal Spectral Ratio (HVSR) dari Nakamura (1989). Metode HVSR
mengasumsikan amplifikasi gelombang mikrotremor ketika merambat dari batuan dasar ke
permukaan hanya terjadi pada komponen horizontalnya saja sedangkan pada komponen
vertikalnya dianggap tidak berubah. Dengan demikian nilai amplifikasi dapat diketahui
dari rasio amplitudo komponen horizontal dan komponen vertikal untuk setiap periode
gelombang mikrotremor dan digambarkan dalam plot spektrum HVSR yang menunjukkan
rasio H/V dan periode yang bersesuaian. Periode dimana rasio HVSR menunjukkan nilai
maksimum menggambarkan adanya perubahan kontras impedansi antara dua lapisan
tanah yang berbeda. Periode ini dinamakan dengan periode dominan tanah (Tdom). Tdom
diperlukan sebagai parameter tanah dalam analisa respon gempabumi pada bangunan.
Jika periode dominan gempa (Tgempa), periode dominan tanah (Tdom) dan periode alami
bangunan (Tbangunan)berada pada nilai yang sama, maka akan terjadi resonansi yang
memperbesar goyangan pada bangunan. Dalam Gambar 8 dapat dilihat metode HVSR
dalam penentuan Tdom. Tdom menggambarkan karakteristik lapisan tanah yang identik
dengan ketebalan lapisan tanah hingga kedalaman batuan dasar dan profil kecepatan
rambat gelombang hingga keberadaan lapisan dengan perubahan kecepatan yang
signifikan.
9
BAB III
PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA MIKROTREMOR
UNTUK MIKROZONASI
Survei pengukuran dan analisa data mikrotremor untuk penentuan Tdom dilakukan
menggunakan peralatan sebagai berikut (gambar 3-3) : Seismometer broadband /
Short Period / Accelerograph
a. Digitizer Taurus-Nanometrics (dilengkapi firmware akuisisi data )
b. GPS Antenna
c. Battery 12V
d. Laptop (dilengkapi software analisa data Geopsy)
10
Untuk memperoleh kualitas rekaman mikrotremor yang baik, maka survei
dilakukan berdasarkan kriteria berikut :
a. Lokasi survei dipilih pada permukaan tanah dengan kontur relatif datar dan
permukaannya relatif padat/keras. Apabila tidak ditemukan permukaan
padat/keras, sensor dapat diletakkan di atas pelat non logam (batu, keramik) rata.
b. Survei dilaksanakan pada situasi relatif tenang dan bebas bising akibat lalu lintas
atau industri.
c. Durasi pengukuran selama minimum 30 menit.
d. Dihindari pengukuran di dekat pohon besar, bangunan tinggi, dan infrastruktur
yang dapat
menimbulkan getaran seperti genset dan AC.
e. Pengukuran dihentikan jika terjadi hujan.
11
Data mentah mikrotremor selanjutnya dibuka dan diolah menggunakan software
GEOPSY dengan menggunakan metode HVSR.
12
3.2.1 Pengolahan Tdom Menggunakan Geopsy
13
3. Gambar memulai analisis signal
- Klik - Waveform
- Pilih - Filter
- Isikan Filter yang diinginkan
14
- Isikan parameter yang diinginkan pada Time, Processing dan Output sesuai
dengan yang dikendaki
15
2. Kemudian cursor diarahkan pada gambar untuk mendapatkan nilai fo.
3. Setelah mendapatkan nilai fo, hitung Tdom dengan rumus : .
4. Untuk menyimpan datanya :
- Double Klik pada gambar garis rata-rata spectranya sampai muncul
gambar berikut
16
BAB IV
INTERPRETASI HASIL ANALISA DATA MIKROTREMOR
Indikator Keberhasilan : Peserta dapat memahami cara mengintrepretasi hasil analisa data
mikrotremor
17
Gambar 12. Kurva HVSR dari beberapa kejadian gempabumi
Dari hasil pengolahan data pada bab sebelumnya diketahui bahwa menggunakan metode
HVSR akan diperoleh nilai f0 (frekuensi dominan/resonansi) dan A0 (faktor amplifikasi
tanah) seperti ditunjukkan pada gambar 4-2 dibawah ini. Untuk keperluan mitigasi
bencana alam gempabumi, informasi fo lapisan tanah permukaan sangat penting untuk
perencanaan bangunan tahan gempabumi. Struktur bangunan yang memiliki fo sama
dengan fo tanah akan mengalami resonansi jika terjadi gempabumi. Efek resonansi akan
memperkuat getaran gempabumi sehingga menyebabkan bangunan menjadi roboh.
Dengan mengetahui agihan frekuensi resonansi dan memanfaatkannya dalam
merencanakan bangunan, diharapkan akan dapat mengurangi risiko terhadap potensi
bahaya gempabumi serupa yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.
18
Gambar 13. Contoh spekrum dan hasil analisa HVSR dengan nilai f0 dan A0
Dari beberapa kasus gempabumi besar didunia, didapati bahwa tingkat kerusakan dan
bahaya gempabumi sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi lokal atau efek tapak lokal.
Contoh kasus fenomena efek tapak lokal adalah gempabumi Bantul 27 Mei 2006 dan
gempabumi Michoacan, Mexico 19 September 1985. Gempabumi Bantul, 2006
magnitudonya relatif kecil namun mengakibatkan lebih dari 6.000 orang meninggal dunia
dan 1.000.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Begitu juga gempabumi Michoacan juga menimbulkan kerusakan parah, meskipun jarak
antara pusat gempabumi dengan kota Michoacan lebih dari 100 kilometer. Kedua
gempabumi ini menjadi sangat merusak disebabkan oleh kondisi geologi lokal setempat.
Graben Bantul merupakan cekungan yang berisi material lepas produk erupsi Gunungapi
Merapi (Daryono, 2009), sementara Kota Michoacan dibangun di atas bekas rawa.
Ketebalan lapisan sedimen kedua kota ini memicu terjadinya resonansi gelombang
gempabumi, sehingga menimbulkan amplifikasi getaran gempabumi.
19
Gambar 14. Peta seismik mikrozonasi kota Bangkok (Tuladhar, 2004)
20
Cara terbaik untuk mendapatkan Vs30 adalah pengukuran menggunakan teknik geoteknik
seperti Spectral Analisis Gelombang Permukaan (analisis SASW) dan Multichannel Analisis
Gelombang Permukaan (analisis MASW) . Tapi untuk melakukan pengukuran geoteknik
sulit, mahal dan memakan waktu lama. Jadi, kita perlu pendekatan lain untuk
memperkirakan karakteristik tanah selain menggunakan teknik geofisika dan geoteknik.
Pendekatan tersebut antara lain memperkirakan kondisi lokal tanah setempat
berdasarkan perkiraan berdasarkan metode HVSR.
Klasifikasi jenis tanah pada akhirnya berkaitan dengan efek amplifikasi pada suatu situs.
Pengklasifikasian dapat bervariasi dari model sederhana 1 dimensi sampai dengan model
kompleks 3 dimensi tergantung pada geometri dan impedansi kontras struktur tanah.
Sebuah pendekatan alternatif untuk mengklasifikasikan jenis tanah suatu situs tertentu
diusulkan oleh Kanai dan Tanaka (1961) didasarkan pada periode dominan situs tersebut.
Klasifikasi ni digunakan di Jepang untuk kode desain seismik jembatan dan jalan raya
(Japan Road Association 1980, 1990). Kemudian menggunakan data HVSR dari seluruh
wilayah Zhao et al.( 2004) mengusulkan empat kategori situs menggunakan metode ini dan
menghubungkannya dengan klasifikasi tanah berdasarkan Vs30. Klasifikasi Zhao et. al
(2004) dapat dilihat pada tabel 2. Selanjutnya beberapa ahli kemudian membuat peng-
klasifikasian jenis tanah berdasarkan periode dominan tanah dmenggunakan metode HVSR
untuk wilayah lainnya, antara lain Fukushima et. al (2007) dan Di Allesandro et. al (2012)
21
Tabel 2. Klasifikasi jenis tanah berdasarkan periode dominan tanah dan hubungannya
dengan Vs30 (Zhao, 2004)
Tabel 3. Perbandingan beberapa klasifikasi jenis tanah berdasarkan periode dominan tanah
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
22
Banyak kota di Indonesia dibangun di kawasan rawan bencana gempabumi.
Setidaknya terdapat 3 zona sumber gempa utama, yaitu subduksi (interface dan
intraslab), sesar kerak dangkal dan background. Selama kurun waktu dasawarsa
terakhir, sumber-sumber gempa tersebut telah menghasilkan gempa-gempa merusak
yang menimbulkan kerugian cukup masif seperti contohnya Gempa Nias 2005, Gempa
Yogyakarta 2006, Gempa Tasikmalaya 2006, Gempa Padang 2009, dan Gempa
Benermeriah 2012.
Menyadari konsekuensi potensi kerugian yang ditimbulkan sehingga diperlukan upaya
mitigasi yang komprehensif, maka perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi detail,
yang dikenal sebagai mikrozonasi, terhadap kegempaan pada kawasan rawan
gempabumi terutama pada kota-kota besar yang strategis. Ada 3 (tiga) komponen
utama di dalam penyusunan mikrozonasi gempabumi yaitu bahaya gempabumi (hazard
assessment), kerentanan bangunan (vulnerability assessment) serta risiko penduduk
terpapar (risk assessment).
Mikrozonasi bahaya gempabumi didefinisikan sebagai pembagian kawasan rawan
gempabumi ke dalam sistem zonasi berdasarkan karakteristik detail parameter-
parameter yang mempengaruhi tingkat bahaya gempabumi di setiap zona tersebut.
Terdapat 2 kriteria tingkatan dalam mikrozonasi, yakni tingkatan mikrozonasi
berdasarkan skala peta atau cakupan wilayah mikrozonasi dan tingkatan mikrozonasi
berdasarkan detail parameter yang diidentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 03-1726-2012
23
Daryono, Sutikno, Sartohadi, J., Dulbahri, Brotopuspito, K.S., Efek Tapak Lokal (Local Site
effect) di Graben Bantul Berdasarkan Pengukuran mikrotremor. International
Conference Earth Science and Technology, Yogyakarta, 2009
Fukushima Y., et. al, Site classification using horizontal-to-vertical response spectral ratios
and its impact when deriving empirical ground-motion prediction equations, J.
Earthq Eng., 11, 712-724, 2007
Japan Road Association. “Specifications for Highway Bridges Part V, Seismic Design”,
Maruzen Co., LTD, 1980.
Japan Road Association. “Specifications for Highway Bridges Part V, Seismic Design”,
Maruzen Co., LTD, 1990.
Seismic Microzonation : Methodology for Vulnerable Cities of South Asian Countries, SAARC
Disaster Management Centre, New Delhi India, August 2011
Tuladhar, R., Seismic Microzonation of Greather Bangkok using Microtremor, Thesis, Asian
Institute of Technology, School of Civil Engineering, Thailand, 2002
Zhao, J. X., et.al. , Site classification for strong-motion stations in Japan using H/V response
spectral ratio, in 13th World Conference of Earthquake Engineering, Vancouver,
B.C., Canada, 1–6 August 2004, paper no. 1278, 2004
24
C E R M A T
25