taOleh :
ALHAFIS GAUNNA
NIM. 1031611006
Alhafis Gaunna
NIM. 1031611006
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................ 3
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian......................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan.................................................................... 4
iv
2.5.3 Metode Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan
Metode Object-Based ........................................................ 45
2.5.4 Metode one-way ANOVA ................................................. 46
2.5.5 Sumber Kesalahan Foto..................................................... 47
2.5.6 Ground Control Point (GCP) ............................................ 49
2.5.7 Mosaik Foto Udara ............................................................ 49
2.5.8 Orthofoto ........................................................................... 50
2.6 Digital Elevation Model (DEM) dari Drone ................................. 51
2.7 Digital Terrain Model (DTM) dari Drone .................................... 52
2.8 Metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) ........... 52
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kolom Stratigrafi Pulau Bangka (Mangga dan Djamal,
1994) 012
Gambar 2.2 Nomograf K (Asdak, 1981) 131
Gambar 2.3 Tahapan Uji Akurasi (Wulan, 2016) ...................................... 44
Gambar 2.4 Ilustrasi kesalahan drift (Bäumker, 2001 dalam Syauqani,
2017) ....................................................................................... 47
Gambar 2.5 Ilustrasi kesalahan tilt (Bäumker, 2001 dalam Syauqani,
2017) ....................................................................................... 48
Gambar 2.6 Ilustrasi kesalahan tip (Bäumker, 2001 dalam Syauqani,
2017) ....................................................................................... 48
Gambar 2.7 Distorsi radial (a), tangensial (b), perubahan skala (c), dan
ketidaksimetrisan sensor (d) (Takeuchi, W, 1996 dalam
Syauqani, 2017) ...................................................................... 49
Gambar 2.8 Bentuk-bentuk umum GCP (Anonim, 2018).......................... 49
Gambar 2.9 Orthofoto dengan format DEM (Sutanto, 2016) .................... 51
Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian 55
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian 61
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Intensitas Hujan (Arsyad, 1989) .................................... 29
Tabel 2.2 Faktor LS berdasarkan kemiringan lereng (Rehabilitasi Lahan
dan Manajemen Tanah, 1986) .......................................................... 32
Tabel 2.3 Nilai faktor C (Arsyad, 1989) .......................................................... 32
Tabel 2.4 Nilai faktor P pada beberapa teknik konservasi tanah (Chay,
1995)................................................................................................. 33
Tabel 2.5 Bahan Kimia yang Digunakan untuk Pengolahan Air Asam
Tambang (Sais, 2014) ...................................................................... 34
Tabel 2.6 Kriteria Penataan Lahan (Kepmen ESDM no. 1827 Tahun 2018) .. 37
Tabel 2.7 Kriteria revegetasi berdasarkan Matrik 16 (Kepmen ESDM no.
1827 Tahun 2018) ............................................................................ 38
Tabel 2.8 Kriteria penyelesaian akhir berdasarkan Matrik 16 (Kepmen ESDM
no. 1827 Tahun 2018) ...................................................................... 39
Tabel 2.9 Bobot penilaian keberhasilan reklamasi berdasarkan Matrik 17
(Kepmen ESDM no. 1827 Tahun 2018) .......................................... 39
Tabel 2.10 Ketelitian Geometri Peta RBI (Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014) ................................. 45
Tabel 2.11 Rentang nilai indeks vegetasi NDVI (Nursaputra, 2021) ................ 54
Tabel 3.1 Waktu pelaksanaan penelitian .......................................................... 56
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dengan bantuan alat drone untuk melakukan pemetaan lokasi yang akan
direklamasi dan selanjutnya data yang telah didapatkan diolah menggunakan
software Agisoft dan ArcGIS 10.3, sehingga akan menggambarkan area lokasi
reklamasi.
PT Timah Tbk. saat ini telah melakukan reklamasi pada lahan Senusur, Air
Berang, Baung 1, Baung 2, Sekah 1, Sekah 2, Bembang, Bakung, Deniang,
Sungai Tirus, Air Jompong 1 dan 2 (PT Timah Tbk., 2017). Pada lahan reklamasi
Sungai Tirus, Air Jompong 1 dan 2 yang sudah memasuki tahun ke 4. Rencananya
pada tahun 2022 lahan reklamasi Sungai Tirus, Air Jompong 1 dan 2 akan
dikembalikan ke Dinas Kehutanan setelah melewati 5 tahun reklamasi.
Sebelumnya, lahan reklamasi Sungai Tirus, Air Jompong 1 dan 2 sudah dilakukan
penilaian keberhasilan yang menjadi salah satu syarat untuk dikembalikannya ke
Dinas Kehutanan. Namum, persentase penilaian keberhasilan lahan reklamasi
Sungai Tirus, Air Jompong 1 dan 2 belum mencapai 80%, sehingga perlu
ditingkatkan agar melampaui target persentase berdasarkan 2 (dua) indikator yaitu
Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1827 Tahun 2018 dan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60 Tahun 2009 untuk mengetahui
persentase kesesuaian keberhasilan reklamasi terhadap dokumen rencana
reklamasi di PT Timah Tbk.
Maka dari itu, diperlukannya penelitian pemanfaatan data drone untuk
mengevaluasi tutupan lahan reklamasi kawasan hutan sungai tirus, air jombang 1
dan 2 PT Timah Tbk. Dengan menggunakan metode pemetaan drone dapat
mengetahui seberapa besar kondisi aktual penutup tajuk yang berhasil di lahan
reklamasi, sehingga untuk pelaksanaan tutupan lahan dengan pemanfaatan data
drone dapat lebih efektif dan efisien dari segi waktu dan tenaga dibandingkan
dengan menggunakan citra satelit yang update-annya dapat memakan waktu yang
cukup lama yang mangakibatkan penilaian keberhasilan tutupan tajuk dilakukan
dengan waktu yang lama. Dari penilaian keberhasilan yang dilakukan, dapat
memberikan masukan sekaligus catatan penting untuk PT Timah Tbk, sehingga
dapat dilakukan persiapan-persiapan agar lahan telah benar-benar siap sebelum
dikembalikan pada Dinas Kehutanan.
3
tutupan lahan reklamasi kawasan hutan sungai tirus, air jombang 1 dan 2 di PT
Timah Tbk.
2. Bab II : Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Bab kedua ini terbagi menjadi dua sub bab, yaitu tinjauan pustaka dan landasan
teori.
3. Bab III : Metode Penelitian
Pada bab ketiga tetang metode penelitian ini dibahas lokasi dan waktu
pengambilan data, alat dan bahan yang digunakan untuk mengumpulkan data,
dan langkah penelitian.
4. Bab IV : Hasil dan Pembahasan
Pada bab keempat ini membahas tentang kegiatan yang dilakukan selama
kegiatan penelitian dan membahas hasil perhitungan data yang telah di dapat di
lapangan.
5. Bab V : Penutup
Bab terakhir ini terdiri dari sub bab kesimpulan dan sub bab saran. Sub bab
kesimpulan berisikan rangkuman akhir dari hasil dan pembahasan keseluruhan
kegiatan penelitian. Sub bab saran memuat tentang hal yang dapat menunjang
hasil penelitian agar mendapatkan hasil yang baik dan maksimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
6
7
dalam kondisi real. Selain efektif, drone juga dapat meningkatkan efisiensi
kerja karena waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan situasi lapangan yang
berupa video hingga berbentuk data situasi sangat singkat dibandingkan
dengan pengambilan data dengan metode lainnya.
3. Gunawan (2019), melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Tinggi
Terbang Drone Terhadap Ketelitian Geometri Peta Foto. Nilai ketelitian
geometri foto udara merupakan salah satu hal penting yang harus dirancang
saat akan melakukan akuisisi peta foto, dan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi nilai ketelitian geometri adalah tinggi terbang dari drone saat
melakukan akuisisi foto udara. Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
untuk membandingkan nilai ketelitian geometri foto udara dengan variasi
tinggi terbang yang berbeda untuk selanjutnya menjadi acuan dalam
melakukan akuisisi data foto udara. Data yang digunakan pada penelitian ini
merupakan data foto udara dan data koordinat premark yang didapat saat
melakukan penelitian. Dari hasil penelitian didapat nilai ketelitian geometri
horizontal pada foto udara semakin berkurang saat tinggi terbang meningkat
dan nilai ketelitian geometri vertikal semakin baik saat tinggi terbang
meningkat. Dari hasil tersebut ditentukan tinggi terbang yang optimal didalam
melakukan akuisisi data foto udara.
Bangka dan Riau muncul kepermukaan. Intrusi granit menerobos batuan sedimen
seperti batupasir, batu lempung, dan lain-lain pada Trias-Yura Atas. Batas antara
sedimen dan granit terjadi metamorfosa kontak. Proses ini dengan proses
hidrotermal yang menghasilkan kasiterit yang mengisi rekahan-rekahan pada
granit. Erosi intensif terjadi pada Zaman Kenozoikum, dimana lapisan yang
menutupi granit terkikis habis sehingga batuan granit tersingkap. Selanjutnya
diikti proses pelapukan, transportasi dan pengendapan dilembah-lembah. Suasana
daratan Bangka berlanjut sampai tersier. Pencairan es pada masa Plestosen
mengakibatkan beberapa daerah di Bangka menjadi laut dangkal seperti sekarang
ini. Erosi ebrlanjut membentuk Pulau Bangka menajdi daratan hampir rata seperti
sekarang ini.
Menurut Margono (1995) struktur geologi yang dijumpai di Pulau Bangka
adalah lipatan, sesar dan kelurusan. Struktur lipatan pada satuan batu pasir dan
batu lempung Formasi Tanjung Genting dan Formasi Ranggam dengan
kemiringan antara 18o sampai 75o dengan sumbu lipatan berarah Timur Laut ke
Barat Daya. Lipatan silang (cross fold) di Bangka Utara. Lipatan yang berarah
Barat Laut-Tenggara terbentuk oleh deformasi pada Jura Atas yang menyilang
dengan lipatan berarah Timur Laut-Barat Daya (Mesozoik) (Cobbing, 2005).
Menurut Katili (1967) menjelaskan bahwa pada batuan metamorf dan
sedimen di Bangka Utara terdapat adanya perlipatan silang akibat dua buah
deformasi. Deformasi pertama mengakibatkan lipatan dengan arah Barat Laut-
Tenggara, umurnya sulit ditentukan dengan pasti. Struktur lipatan berarah Timur
Laut–Barat Daya (Orogen II) disebabkan oleh deformasi pada Yura atas. Orogen
yang kedua ini menghilangkan jejak orogen yang lebih tua. Struktur lipatan ini
kemungkinan merupakan hasil tumbukan lempeng yang ada pada Barat Sumatera
karena wilayah Bangka relatif stabil atau tidak terlalu terganggu oleh pergerakan
tektonik karena posisinya yang berada di back volcanic arc. Sesar Utama berarah
N 300 E memotong granit klabat ke Selatan sepanjang 3 km.
Geologi penyusun Pulau Bangka disusun secara dominan batuan beku
sebagai Granit Klabat berupa granit, granodiorit, adanelit, diorit, dan diorite
kuarsa (Mangga dan Djamal, 1994). Struktur geologi yang dijumpai di Pulau
10
Bangka adalah lipatan, sesar dan kelurusan. Struktur lipatan pada satuan batupasir
dan batulempung. Formasi Tanjung Genting dan Formasi Ranggam dengan
kemiringan 18o - 75o dengan sumbu lipatan berarah timur laut - barat daya. Katili
(1967) mengemukakan lipatan yang berarah barat laut – tenggara terbentuk oleh
deformasi pada Jura Atas yang menyilang dengan lipatan berarah timur laut –
barat daya pada zaman Mesozoik.
2.2.2 Stratigrafi Pulau Bangka
Menurut Mangga dan Djamal (2004), Stratigrafi regional Pulau Bangka
dibagi menjadi enam Formasi yang disusun berurutan dari tua ke muda adalah
sebagai berikut:
a. Komplek Malihan Pemali
Komplek Malihan Pemali secara umum merupakan komplek batuan metamorf
dengan lithotype di daerah Pemali yang terdiri dari skiss, fillit, dan kuarsit
yang merupakan produk metamorfisme dinamotermal berumur PraKarbon-
Kambrium. Komplek Malihan Pemali ini diinterpretasikan terbentuk pada
lingkungan laut dangkal.
b. Diabas Penyambung
Formasi batuan terkecil di Pulau Bangka ini hanya terdapat di sebelah timur
Gunung Penyabung, pantai barat laut Pulau Bangka. Terdiri dari diabas,
terkekarkan dan tersesarkan, diterobos oleh Granit Klabat dan menerobos
Kompleks Pemali yang berumur diperkirakan Perm.
c. Formasi Tanjung Genting
Formasi ini terbentuk tidak selaras di atas Komplek Malihan Pemali. Formasi
ini terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung. Batupasir pada formasi
ini berwarna abu-abu kecoklatan, berbutir halus sedang, sortasi baik, tebal
lapisan 2-60 cm dengan struktur sedimen silang siur dan laminasi
bergelombang. Pada formasi ini ditemukan lensa batugamping setebal 1,5 m,
batulempung abu-abu kecoklatan berlapis baik dengan tebal 15 m, setempat
dijumpai batupasir halus dan batugamping. Formasi ini diduga berumur Trias
Awal dan terendapkan di lingkungan laut dangkal.
11
Gambar 2.1 Kolom Stratigrafi Pulau Bangka (Mangga dan Djamal, 1994)
2.3 Reklamasi
Berdasarkan Pasal 96 huruf (c) UU Minerba serta Pasal 2 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca tambang
menjelaskna bahwa reklamasi lahan pasca tambang merupakan kewajiban bagi
pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK). Sedangkan untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR)
diatur lebih lanjut berdasarkan peraturan daerah kabupaten/kota dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi
dan Pascatambang. Suprapto (2008) juga menjelaskan bahwa salah satu kegiatan
pengakhiran tambang, yaitu reklamasi, yang merupakan upaya penataan kembali
daerah bekas tambang agar menjadi daerah yang bermanfaat dan berdaya guna.
13
Lahan bekas tambang secara umum akan mengalami kerusakan fisik, kimia,
dan biologi. Proses pengerukan, penimbunuan, dan pemadatan yang menggunakan
alat berat membuat tekstur tanah rusak, sistem tata air, dan aerasinya terganggu,
laju penyerapan air melambat dan berpotensi meningkatkan laju erosi. Tanah
bekas tambang kehilangan bahan organik sehingga tingkat kesuburanya rendah,
sedangkan kelarutan logam berat meningkat. Berbagai macam kerusakan akibat
pengolahan tanah menyebabkan tanah berubah fisik maupun kimiawi. Tanah
bekas tambang juga mengalami penurunan populasi dan aktivitas mikroba serta
fauna tanah yang secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman dan
berperan dalam dekomposisi serasah (Pattimahu, 2004 dalam Ernawati, 2008).
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
petambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan
dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya (Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018). Reklamasi
merupakan usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang rusak agar bisa
menjadi daerah bermanfaat dan berdaya guna sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuan
yang mengacu pada penataan lingkungan hidup yang berkelanjutan agar menjadi
seperti keadaan semula. Reklamasi menurut Keputusan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008, pasal 1 butir 2 adalah kegiatan yang
bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai
akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukkannya.
Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting
bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumber daya alam.
Oleh sebab itu, sumber daya alam peru dijaga dan dipertahankan untuk
kelangsungan hidup manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang (Arif,
2007). Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan
kondisi rona awal. Sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk diambil isinya
hingga kedalaman ratusan meter bahkan sampai seribu meter dengan menerapkan
sistem gali timbun (back filling) sekalipun, tetap akan meninggalkan lubang besar
14
seperti danau (Herlina, 2004). Kegiatan reklamasi dan pasca tambang wajib
dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup, keselamatan/kesehatan
pekerja, dan konservasi mineral dan batubara (khusus terhadap pemegang IUP
Produksi). Pemegang IUP Eksplorasi harus menyusun:
a. Rencana kerja dan anggaran biaya tahap eksplorasi yang mencakup juga
rencana reklamasi ditahapan eksplorasi tersebut, dan
b. Rencana reklamasi dan pasca tambang dan mengajukan rencana tersebut untuk
mendapatkan persetujuan pemerintah, bersamaan dengan pengajuan
permohonan IUP Produksi.
Rencana reklamasi tersebut harus disusun untuk periode 5 tahun, atau sesuai
dengan umur tambang, bila umur tambang adalah kurang dari 5 tahun. Setelah
rencana tersebut disetujui oleh pemerintah, pemegang IUP Produksi dan IUPK
Produksi wajib menunjuk pejabat khusus yang bertanggung jawab atas
pelaksanaannya dan wajib mulai melakukan kegiatan reklamasi dalam waktu 30
hari setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada suatu lahan terganggu
hingga terpenuhinya kriteria keberhasilan.
Ruang lingkup reklamasi (Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
No. 149, tahun 1999) meliputi tahapan kegiatan:
1. Investasi lokasi reklamasi
2. Penetapan lokasi reklamasi
3. Perencanaan reklamasi :
a. Penyusunan reklamasi
b. Penyusunan rancangan reklamasi
4. Pelaksanaan reklamasi
a. Penyiapan lahan
b. Pengaturan bentuk lahan (land scaping)
c. Pengadalian erosi dan sedimentasi
d. Pengolahan lapisian olah (top soil)
e. Revegetasi
f. Pemeliharaan
15
1. Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah
serta udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati
3. Penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan samping
dan/atau tanah/batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang, dan
struktur buatan lainnya
4. Pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya
5. Memperhatikan nilai social dan budaya setempat
6. Perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi :
1. Perlindungan keselamatan terhadap setiap pekerja/buruh, dan
2. Perlindungan setiap pekerja/buruh dari penyakit akibat kerja.
c. Prinsip Konservasi Mineral dan Batubara yang meliputi :
1. Penambangan optimum.
2. Penggunaan metode dan teknologi pengolahan dan/atau pemurnian yang
efektif dan efisien.
3. Pengelolaan dan/atau pemanfaatan cadangan marjinal, mineral kadar
rendah, dan mineral ikutin serta Batubara kualitas rendah.
4. Pendataan sumberdaya serta cadangan mineral dan batubara yang tidak
tertambang serta sisa pengolahan dan/atau permurnian.
2.3.4 Bentuk-Bentuk Reklamasi
Menurut David K. Norman dalam Best Managment Practies For
Reclaiming Surface Mines in Washington and Oregon (1997), membagi 4 bentuk
strategi reklamasi, antara lain:
1. Reklamasi pasca tambang, yaitu reklamasi yang dilakukan setelah semua
sumber daya yang dimiliki telah habis ditambang.
2. Reklamasi sementara, yaitu reklamasi sementara untuk menstabilkan daerah
yang terganggu.
18
bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan
pertumbuhan tanaman pada kegiatan reklamasi.
Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan tanah pucuk adalah:
a. Penggunaan profil tanah dan identifikasi pelapisan tanah tersebut sampai
endapan galian.
b. Pengupasan tanah berdasarkanatas lapisan-lapisan tanah dan ditetapkan pada
tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak
melebihi 2 meter.
c. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan tanah
pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0,15 meter.
d. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengandung racun
dianjurkan lebih tebal dari yang tidak beracuk atau dilakukan perlakuan
khusu dengan cara mengisolasikan dan memisahkan.
e. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk
menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah.
f. Bila lapisan tanah pucuk tipis dipertimbangkan:
i. Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman.
ii. Jumlah tanah pucuk yang terbatas (tipis) dapat dicampur dengan tanah
bawah (sub soil).
g. Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi
sehingga perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman.
h. Hal-hal yang perlu dihindari dalam memamnfatkan tanah pucuk adalah:
i. Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil).
ii. Sangat berlempung (60% lempung)
iii. Mempunyai pH < 5,00 atau > 8,00
iv. Mengandung klorida 3%
2.3.7 Revegetasi
Revegetasi adalah kegiatan lanjutan setelah pembongkaran dan penataan
lahan baik di area bekas tambang, bekas fasilitas pengolahan maupun bekas
fasilitas penunjang. Vegetasi sangat berpengaruh terhadap erosi, dengan adanya
24
vegetasi tanah dapat terlindung dari bahaya kerusakan tanah oleh butiran hujan
(Sarief, 1989).
Revegetasi adalah usaha untuk menanam atau kegiatan penanaman kembali
pada lahan bekas penambangan. Tujuan dari revegetasi adalah memulihkan daya
dukung lahan terhadap tanaman yang bernilai guna sehingga pada saatnya dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. Revegetasi merupakan usaha untuk memulihkan
dan memperbaiki vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan
pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan. Tujuan dari
revegetasi adalah memulihkan daya dukung lahan terhadap tanaman yang bernilai
guna sehingga pada saatnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Keberhasilan
revegetasi bergantung pada beberapa hal diantaranya tahap persiapan,
pemiliharaan tanaman, dan pemantauan tanaman. Hal-hal yang harus dipersiapkan
dalam persiapan penanaman antara lain sebagai berikut:
1. Pemilihan jenis tumbuhan
2. Pengumpulan dan ekstraksi bijih
3. Penyiapan biji
4. Persiapan pembenihan
5. Kegiatan pemupukan
Terdapat beberapa pilihan tentang metoda penanaman kembali dari
tumbuhan asli apabila diperlukan. Metoda penanaman yang dipilih akan
bergantung pada ukuran dan sifat dari lokasi yang tersedianya jenis tanaman.
Beberapa cara dalam menetapkan pilihan metoda penanaman kembali antara lain
penyemaian langsung, penanaman semaian dan pencangkokan. Tingkat
keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak dilakukan
pemeliharaan yang baik. Untuk itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemagaran atau perlindungan tiap pohon diperlukan tetapi tidak pada
penanaman skala besar. Pemagaran keliling akan memberikan perlindungan
terhadap ternak pemakan tunas, lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki. Pagar
sementara kurang dapat memberikan perlindungan yang baik untuk jangka
waktu yang lama. Pemagaran keliling dilengkapi dengan penahan angin akan
meningkatkan keberhasilan program revegetasi.
25
2. Hindarkan pengairan yang berlebihan pada daerah yang sudah ditabur dengan
biji sampai tiba musim hujan.
3. Penyiraman semaian harus dikurangi sedikit demi sedikit untuk mencegah
ketergantungan yang berlebihan atau terjadinya akar permukaan.
4. Menggunakan pupuk, tambahan biji atau penyulaman penanaman.
5. Kerusakan akibat serangga dan kutu adalah hal biasa, khususnya bila program
revegetasi menghasilkan tanaman atau rumput-rumputan yang jarang didapati
pada daerah tersebut.
Dalam pelaksanaan revegetasi hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan kegiatan yaitu:
1. Jenis Tanaman
Hal ini sangat berpengaruh terhadap jenis tanaman yang akan digunakan
dalam proses revegetasi melihat struktur tanah yang sebagian bercampur
dengan batuan keras (kompak) pada overburden. Tanaman dikotil (akar
tunggang) merupakan salah satu upaya yang dianjurkan dalam proses
revegetasi karena akarnya mampu menembus batuan yang keras seperti,
tanaman karet dan tanaman mahoni. Tanaman ini memiliki potensi
pertumbuhan yang cepat pada area yang keras. Disamping itu dibutuhkan
tumbuhan pemula (pionir) untuk meningkatkan kesuburan atau kadar hara
dalam tanah misalnya seperti petai cina (lamtoro).Tumbuhan pemula (pioner)
ini mudah tumbuh pada area yang kurang subur seperti halnya pada lahan
reklamasi atau lahan yang merupakan bekas penambangan.
2. Jumlah Berdasarkan Luas Wilayah dan Bentuk Lahan
Pada pelaksanaan pengadaan bibit perlu diketahui luas wilayah dan bentuk
lahan agar dapat ditentukan jumlah tanaman yang akan ditanam dengan
memperhitungkan jarak tanam yang akan dilakukan pada proses revegetasi.
Pada lahan yang datar (flat) dapat ditanami dengan tumbuhan akar serabut
(monokotil) seperti tanaman sawit, tanaman karet dan bambu, tanaman
produksi yang dominan pada daerah lereng (slope) dianjurkan untuk
menanami jenis tumbuhan dikotil (akar tunggang) contohnya tanaman mahoni
karena tumbuhan ini memiliki akar yang kuat untuk mempertahankan diri.
26
kurang dari 7 dan disebut basa jika skala lebih dari 7. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pH tanah rendah antara lain sebagai berikut ;
1. Tercucinya unsur hara pada tanah akibat curah hujan yang tinggi
2. Adanya unsur Aluminium (Al), Tembaga (Cu), dan Besi (Fe) yang
berlebihan.
3. Drainase yang kurang baik sehingga menyebabkan tergenangnya air secara
terus menerus dan dalam kurun waktu yang lama.
4. Terjadinya dekomposisi bahan organik.
5. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan, terutama pupuk nitrogen.
6. Tanah kekurangan unsur magnesium (Mg) dan kalsium (Ca).
2.3.10 Erosi
Menurut Arsyad (1989), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya
tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tepat ke tempat lain oleh media alami.
Pada peristiwa erosi, tanah terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada
suatu tempat.
Pada daerah tambang pada umumnya erosi yang tejadi disebabkan oleh air.
Lahan yang mengalami bahaya erosi akan sangat mengganggu bahkan berbahaya
jika partikel-partikel tanah tersebut terdeposisi. Partikel-partikel tanah akibat erosi
akan terbawa air melewati aliran permukaan tanah. Selanjutnya endapan-endapan
tersebut dan pergerakan erosi akan mengganggu pada daerah yang lebih rendah,
sedimentasi yang terjadi pada area tersebut akan mengakibatkan berkurangnya
kapasitas tanah untuk menampung air.
Berdasarkan proses terjadinya, erosi dibagi atas dua jenis yaitu erosi
geologis dan erosi yang dipercepat. Erosi geologis adalah erosi alami yang
berjalan sangat lambat, sedangkan jumlah tanah yang tererosi sama dengan jumlah
tanah yang terbentuk. Erosi yang dipercepat adalah erosi akibat kegiatan manusia
yang mengganggu keseimbangan alam. Erosi disuatu lereng umumnya disebabkan
oleh air, berupa curah hujan dan aliran pemukaan yang melewati lereng dan
menggerus lapisan tanah yang dilaluinya, selanjutnya tanah yang telah
dihancurkan diangkut ke tempat lain oleh aliran permukaan. Apabila daya angkut
aliran air tersebut lebih besar daripada tanah yang tersedia untuk diangkut, maka
29
akan mengakibatkan terjadinya erosi, sebaliknya apabila daya angkut air lebih
kecil dari jumlah tanah yang dihancurkan, maka yang terjadi adalah pengendapan
di lereng tersebut. Faktor yang menyebabkan terjadinya erosi yaitu :
1. Iklim
Faktor iklim yang penting dalam proses erosi adalah curah hujan dan suhu.
Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda di tempat-tempat yang
berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru dapat terlihat
jelas bila dibandingkan daerah-daerah yang berjauhan dan mempunyai iklim yang
berbeda nyata. Sifat hujan yang terpenting yaitu curah hujan, instensitas hujan,
dan distribusi hujan akan menentukan kemampuan hujan untuk menghancurkan
butir- butir tanah serta jumlah dan kecepatan limpasan permukaan. Hujan akan
menimbulkan erosi jika instensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya dalam waktu
yang relatif lama (Utomo, 1989). Arsyad (1989) memberikan klasifikasi intensitas
hujan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Intensitas Hujan
Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka julah butir-butir tanah yang
dipercik ke bawah oleh tumbukan air semakin banyak. Panjang lereng dihitung
dari titik pangkal aliran permukaan sampai titik dimana air masuk kedalam
pangkal aliran atau dimana kemiringan lereng berkurang, sehingga kecepatan
aliran air berubah.
3. Vegetasi
Menurut Asdak (1995), Pengaruh vegetasi penutup terhadap erosi adalah
sebagai berikut :
a. Fungsi melindungi
b. Menurunkan kecepatan air larian
c. Menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya
d. Mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air
Pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena mampu
mengintersepsi air hujan oleh tajuk dan absobsi melalui energi air hujan dan
memperkecil erosi, berpengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar-
akarnya, berpengaruh terhadap limpasan permukaan, meningkatkan aktifitas
mikroorganisme dalam tanah, dan meningkatkan kecepatan kehilangan air karena
transpirasi (Utomo, 1989).
Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris
yang dikembangkan di pusat data aliran permukaan dan erosi nasional. Dinas
penelitian pertanian, departemen pertanian amerika serikat (USDA) bekerja sama
dengan universitas purdue pada tahun 1954 (Kurnia, 1997). Pada awalnya model
penduga erosi USLE dikembangkan sebagai alat bantu para ahli konservasi tanah
untuk merencanakan kegiatan usaha tani pada suatu landscape. pada metode
USLE terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi. Sehingga pada
penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi dapat dijadikan
parameter dalam melakukan kegiatan penelitian. Berikut ini adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi erosi :
1. Faktor Erosivitas Hujan
Faktor erosivitas hujan di definisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan
dalam setahun, meliputi daya rusak hujan.
31
digunakan untuk netralisasi ini adalah kapur (CaCO3), hydrated lime (Ca(OH)2),
soda-ash (Na2CO3), atau caustic soda (NaOH) (Said, 2014).
Tabel 2.5 Bahan Kimia yang Digunakan untuk Pengolahan Air Asam
Tambang.
Obyek Standar
No Parameter Rencana Realisasi
Kegiatan Keberhasilan
-Baik (lebih
dari 75% dari
luas
keseluruhan
areal bekas
tambang)
- Sedang
Luas area yang (50% - 75%
ditebar dari luas
keseluruhan
areal bekas
tambang)
-Baik (5 – 6)
- Sedang
Penebaran pH tanah (4,5 - < 5)
tanah zona
3. Tidak terjadi
pengakaran
erosi dan
sedimentasi
Saluran aktif pada
drainase lahan yang
sudah ditata
Bangunan Tidak terjadi
pengendali alur-alur
erosi erosi
Sumber : Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 Tahun 2018
Tabel 2.7 Kriteria revegetasi berdasarkan Matrik 16
Obyek Standar
No Parameter Rencana Realisasi
Kegiatan Keberhasilan
Luas area
penanaman
-Cover crop Sesuai
-Tanaman dengan
cepat tumbuh rencana
-Tanaman
1. Penanaman lokal
39
Pertumbuhan -Baik
tanaman (rasio tumbuh
-Cover crop > 80%)
-Tanaman -Sedang
cepat tumbuh (rasio tumbuh
-Tanaman 60-80%)
lokal
Pengelolaan Sesuai
material dengan
rencana
Bangunan Tidak terjadi
Pengelolalan
pengendali alur erosi
material
Erosi
2. pembangkit
air asam Kualitas air
tambang Kolam keluaran
pengendapan memenuhi
sedimen ketentuan
Baku Mutu
Lingkungan
Sumber : Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 Tahun 2018
Tabel 2.8 Kriteria penyelesaian akhir berdasarkan Matrik 16
No Obyek Parameter Rencana Realisasi Standar
Kegiatan Keberhasilan
1. Penutupan ≥ 80%
Tajuk
Sesuai
Pemupukan dengan dosis
yang
Perawatan dibutuhkan
2. atau Pengendalian Berdasarkan
Pemeliharaan gulma,hama hasil analisis
dan penyakit
Sesuai
Penyulaman jumlah
tanaman yang
mati
Sumber : Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 Tahun 2018
b. Penebaran tanah 10
zona pengakaraan
c. Pengendalian erosi 10
dan sedimentasi
` Revegetasi
2 a. Penanaman tanaman penutup 2,5
(cover crop)
c. Penanaman 5
tanaman jenis local
d. Pengendalian air 5
asam tambang
Penyelesaian Akhir
3 a. Penutupan Tajuk 10
b. Perawatan 10
TOTAL 100
Sumber : Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 Tahun 2018
Kriteria keberhasilan reklamasi dilakukan dengan cara melakukan penilaian
terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain :
1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1827 tahun 2018
Kriteria Keberhasilan Reklamasi Menurut Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 1827 tahun 2018pada Matrik 16 memiliki tiga
variabel penilaian, yaitu penatagunan lahan, revegetasi,dan penyelesaian akhir.
Dengan tahap akhir dari penilaian yaitu berupa perhitungan persentase
keberhasilan reklamasi menggunakan Matrik 17.
2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60/Menhut-II/2009
Kriteria keberhasilan atau penilaian reklamasi menurut Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.60/Menhut-II/2009 memiliki 3 variabel penilaian,
dimana ketiga variabel tersebut berbeda dengan Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral No.18 tahun 2008. Ketiga variabel penilaian tersebut
41
pembuatan peta secara fotogrametri yaitu foto udara yang bertampalan. Umumnya
foto tersebut di peroleh melalui pemotretan udara pada ketinggian tertentu
menggunakan pesawat UAV. Keunikan fotogrametri adalah dapat melakukan
pengukuran objek atau pemetaan daerah tanpa kontak langsung atau dengan kata
lain tanpa perlu menjejakan kaki pada daerah tersebut. Berdasarkan definisi
tersebut, fotogrametri dapat mencakup dua bidang yaitu fotogrametri metric dan
fotogrametri interpretative (Wolf , 1993).
Fotogrametri terbagi menjadi dua bagian yaitu fotogrametri metric dan
interpretative:
1. Fotogrametri metric terdiri dari pengukuran cermat berdasarkan foto dan
sumber informasi lain yang pada umumnya digunakan untuk menentukan
lokasi relatif titik-titik. Dengan demikian dimungkinkan untuk memperoleh
ukuran jarak sudut, luas, volume, elevasi, ukuran dan bentuk objek.
2. Fotogrametri interpretative, pada fotogrametri interpretative mempelajari
pengenalan dan identifikasi objek serta menilai arti pentingnya objek
tersebut melalui suatu analisis.
2.5.1 Unmanned Aerial Vehicle (UAV)
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) biasa disebut sebagai pesawat tanpa awak.
Perkembangan terbaru mengenai UAV fotogrametri adalah bahwa UAV
fotogrametri merupakan platform untuk pengukuran fotogrametri yang operasinya
dikendalikan dari jarak jauh secara semi-otomatis ataupun secara otomatis tanpa
pilot yang berada di platform tersebut (Salsabila, 2017). Kelebihan dari UAV
dibandingkan dengan pesawat berawak adalah bahwa UAV dapat digunakan pada
situasi dengan resiko tinggi tanpa perlu membahayakan nyawa manusia, pada area
yang tidak dapat diakses dan terbang pada ketinggian rendah dibawah awan
sehingga foto yang dihasilkan terbebas dari awan. Selain itu, salah satu faktor
kelebihan UAV adalah biaya. Harga perangkat UAV dan biaya operasionalnya
jauh lebih murah jika dibandingkan dengan pesawat berawak (Subakti, 2017).
Pemetaan dengan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) merupakan suatu
strategi atau cara untuk pemetaan dengan skala besar dengan waktu yang lebih
cepat dan efisien dan tentunya kita dapat menghemat waktu dibandingkan dengan
43
Keterangan :
= Interpretasi – Lapangan
Penggunaan metode omisi dan komisi bertujuan membandingkan hasil
pengukuran suatu objek yang telah ditentukan hasil intepretasi foto udara dan
44
Penentuan Koordinasi
Persiapan
AOI Tim
Pemotretan
Area Kajian
Pengumpulan
Tidak Layak
Data Foto Udara
Koreksi Akurasi
Layak
Layout
Keterangan :
1. nj = jumlah sampel di kelompok jth
2. 𝑋𝑗 = rata-rata sampel dalam kelompok jth,
3. 𝑋 = rata-rata sampel keseluruhan,
4. X = sampel, N=total sampel,
5. K = banyaknya kelompok.
6. Nilai F critical yang digunakan adalah 3.10 yang berasal dari tabel nilai
krtikal F (df1=3, df2=20).
2.5.5 Sumber Kesalahan Foto Udara
Ketika pemotretan udara sedang berlangsung, foto udara yang dipotret tidak
lepas dari kesalahankesalahan. Kesalahan yang terjadi oleh adanya pergerakan
orientasi sensor (Wolf, 1983) :
1. Crab, Crab adalah kesalahan yang terjadi akibat pemasangan kamera yang
tidak sempurna.
2. Drift, Drift adalah kesalahan yang terjadi akibat arah terbang yang tidak
sempurna yang disebabkan oleh pengaruh angin, sehingga pesawat
menyimpang dari arah terbang sehingga menyebabkan sudut yaw. Ilustrasi drift
bisa dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Ilustrasi kesalahan drift (Bäumker, 2001 dalam Syauqani, 2017)
3. Tilt, Tilt adalah kesalahan yang terjadi akibat kemiringan pesawat terbang yang
dipengaruhi oleh angin dari samping, sehingga badan pesawat condong miring
ke kanan atau ke kiri sehingga menyebabkan sudut roll. Ilustrasi tilt bisa dilihat
pada gambar 2.5.
48
Gambar 2.5 Ilustrasi kesalahan tilt (Bäumker, 2001 dalam Syauqani, 2017)
4. Tip, tip adalah kesalahan yang terjadi pada foto udara akibat kemiringan
pesawat terbang yang dipengaruhi oleh angin dari depan/belakang, sehingga
hidung pesawat menukik sehinggga menyebabkan sudut pitch. Ilustrasi tip bisa
dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Ilustrasi kesalahan tip (Bäumker, 2001 dalam Syauqani, 2017)
Untuk mengetahui nilai kesalahan yang disebabkan oleh pergerakan
orientasi sensor tersebut dan apabila koordinat titik pusat sensor diketahui, maka
dideskripsikan dengan 6 parameter Exterior Orientation (EO), yaitu X, Y, Z,
Omega, Phi, Kappa, atau setara dengan X, Y, Z, Roll, Pitch, Yaw. Sehingga EO
dapat didefinisikan sebagai posisi dan orientasi sensor pada saat perekaman foto.
Selain kesalahan yang disebabkan oleh pergerakan orientasi sensor, terdapat
kesalahan sistematik dari dalam sensor itu sendiri. Kesalahan sistematik dari
sensor itu sendiri dinamakan orientasi dalam atau biasa disebut Interior
Orientation (IO). Wolf (1983) menjelaskan bahwa unsur IO ini meliputi :
1. Panjang fokus.
2. Lokasi titik utama, koordinat titik utama dinyatakan dengan cx, cy.
49
3. Distorsi radial, distorsi posisi gambar di sepanjang garis radial dari titik utama.
4. Distorsi tangensial, distorsi posisi gambar dengan arah tegak lurus terhadap
garis radial dari titik utama.
5. Faktor skala.
6. Ketidaksimetrisan sensor.
Gambar 2.7 Distorsi radial (a), tangensial (b), perubahan skala (c), dan
ketidaksimetrisan sensor (d) (Takeuchi, 1996 dalam
Syauqani, 2017)
2.5.6 Ground Control Point (GCP)
Sebagai tahap awal dalam melakukan kegiatan foto udara, diperlukan
pembuatan premark (penandaan titik kontrol tanah) dan pengukuran koordinat
titik premark menggunakan GPS. Premark biasanya dibuat dengan bentuk tanda
silang dengan titik premark berada tepat pada perpotongan tanda tersebut. Warna
premak juga biasanya dipilih warna yang mencolok agar terlihat pada saat
pengolahan foto udara (Prayogo, 2020).
Data akuisisi UAV menjadi DEM yang berupa data ketinggian pada
permukaan tanah. Foto udara kemudian disatukan (alligment) dalam software
Agisoft dan output akhir yang diperoleh adalah DEM dan Orthofoto. Software
Agisoft dipergunakan untuk menganalisis foto udara yang direkam dengan
UAV/Drone. Hasil perekamannya dihasilkan Orthofoto, titik tinggi, dan DEM
resolusi tinggi serta dapat dimunculkan 3D untuk pengukuran jumlah dan tinggi
semai. Dalam studinya Uysal (2015) juga membandingkan keakurasian DEM
hasil dari fotogrametri yang diambil dengan drone dan dengan RTK (Real Time
Kinematik) GPS data. Dari hasil studi tersebut disimpukan bahwa keakurasian
drone fotogrametri sebanding dengan menggunakan RTK GPS.
Keterangan:
NIR : Near-Infrared (Kanal Inframerah)
Red : Red (Kanal Merah)
NIR adalah nilai band inframerah dekat dan RED adalah nilai band merah.
NDVI dapat dihitung untuk citra apa pun yang memiliki spekrum inframerah
merah dan dekat. Interpretasi biofisik dari NDVI adalah sebagian kecil dari radiasi
aktif foto sintesis yang diserap (Arifin, 2020). Nilai indeks yang dihasilkan oleh
NDVI berkisar dari nilai -1 (bukan vegetasi) sampai 1 (vegetasi). Beberapa
hasil penelitian mengungkapkan bahwa nilai indeks NDVI <0.3 dapat
menunjukkan kondisi vegetasi yang jarang (rendah) dan nilai > 0.6 menunjukkan
vegetasi cukup rapat (tinggi) (Putri, 2021 dalam Nursaputra, 2021). Nilai indeks
lebih tinggi menandakan perbedaan yang lebih besar antara radiasi inframerah dan
dekat yang direkam oleh sensor pada suatu kondisi aktif berfotosintesis. Nilai
54
NDVI yang rendah berarti ada sedikit perbedaan antara sinyal merah dan NIR. Ini
terjadi ketika ada sedikit aktivitas fotosintesis, atau ketika hanya ada sangat
sedikit pantulan cahaya NIR (yaitu, air memantulkan sangat sedikit cahaya NIR)
(Arifin, 2020). Sementara unuk mementukan adanya perubahan vegetasi dari
tahun sebelum dan sesudah ditambang tahun setelahnya digunakan persamaan:
NDVI = NDVIt1− NDVIt2 .......................................................................... (2.5)
Nilai indeks vegetasi yang dihasilkan dari formulasi NDVI perlu dibuat
dalam pembagian klasifikasi untuk mengetahui kondisi vegetasi pada rentang
nilai yang ada (Nursaputra, 2021). Adapun pembagian nilai indeksnya yang
digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan tingkat kerapatan dan
kehijauan vegetasi pada wilayah kajian pada tabel 2.11.
Tabel 2.11 Rentang nilai indeks vegetasi NDVI
Kode Index Kelas
1 -1 – 1 Tidak bervegetasi
2 0,1 – 0,3 Vegetasi rendah
3 0,3 – 0,5 Vegetasi agak rendah
4 0,5 – 0,6 Vegetasi sedang
5 0,6 – 0,7 Vegetasi cukup tinggi
6 0,7 – 0,9 Vegetasi tinggi
7 0,9 – 1 Vegetasi sangat tinggi
(Sumber : Nursaputra, 2021)
BAB III
METODE PENELITIAN
55
56
Minggu Ke -
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Studi literatur
2 Orientasi lapangan
3 Pengambilan data dan dokumentasi
4 Pengolahan dan analisis data
5 Pembahasan dan kesimpulan
6 Penyusunan laporan
3.3.1 Persiapan
Tahapan persiapan ini membahas tentang penyusunan tugas akhir, dimulai
dari persiapan judul, penyususan studi terdahulu yang sasaran utamanya adalah
gambaran umum daerah penelitian dan mencari referensi atau studi literatur yang
berkaitan dengan judul tugas akhir untuk membantu penyusunan pustaka-pustaka
yang menunjang kegiatan penelitian.
3.3.2 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam tahap pengumpulan data terdiri dari data
primer (data yang didapatkan langsung selama penelitian dilapangan) dan data
sekunder (data yang didapatkan dari perusahaan). Data primer yang dikumpulkan
yaitu :
1. Titik Koordinat GCP (Ground Control Point)
Pengambilan data dilakukan menggunakan alat GPS navigasi dengan sebaran
merata diarea penelitian, minimal ada lima titik koordinat GCP yang masing
masing terletak satu di tengah luas lahan dan empat pada sisi tiap sudut luas
lahan.
2. Foto Udara
Pengambilan data dilakukan dengan pemotretan udara dikeseluruhan lahan
reklamasi mengunakan Drone DJI Phantom 4 Pro.
3. Orthofoto
Pengambilan data dilakukan pengolahan data foto udara dan data titik GCP
dengan menggunakan software Agishop diperoleh data orthofoto dengan
format DEM (Digital Elevation Model) dan format DTM (Digital Terrain
Model) dihasilkan menggunakan software Pix4D Capture.
4. Pemetaan
Pengambilan data dilakukan pengolahan data orthofoto menggunakan software
ArcGIS menghasilkan data peta digital dengan skala besar. Selanjutnya dari
peta tersebut dilakukan ekstraksi informasi tutupan tajuk dan kontur.
5. Panjang Rambatan Cover Crop
Pengukuran panjang rambatan dari pangkal sulur sampai ke ujung sulur
dilakukan pada peta drone digital.
58
3. Uji akurasi dilakukan dengan persamaan 2.2 uji omisi komisi berdasarkan
data orthofoto dengan data peta DED (Detailed Engineering Design) untuk
pengujian apakah pemotretan udara sesuai dengan kondisi aktual dilapangan.
4. Perhitungan rata-rata tinggi dan diameter tanaman jambu mete dan sengon.
Selanjutnya membandingkan antara rata-rata tinggi tanaman jambu mete dan
sengon dan rata-rata lebar diameter dengan minimal tinggi tanaman jambu
mete dan sengon dan rata rata lebar diameter selama 4 tahun penanaman
sehingga didapatkan persentase pertumbuhan tanaman.
5. Menghitung jumlah dan luas keseluruhan longsoran yang terjadi pada lahan
(dinyatakan longsoran apabila panjang dan lebar > 1m) kemudian data diolah
dengan memasukan data ke Peraturan Menteri ESDM No.1827 Tahun 2018
dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60 Tahun 2009.
6. Penilaian keberhasilan penatagunaan lahan, revegetasi, dan penyelesaian
akhir berupa penutupan tajuk dan perawatan berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan dan Peraturan Menteri ESDM No.1827 Tahun 2018.
7. Keberhasilan penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi, serta
revegetasi dinilai berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.60 Tahun 2009.
8. Melakukan analisis faktor yang menghambat pelaksanaan penutup tajuk lahan
reklamasi Sungai Tirus, Air Jombang 1 dan 2 berdasarkan data primer dan
sekunder.
9. Pembuatan peta NDVI dari data drone, sehingga diketahui sebaran kerapatan
vegetasi dilokasi penelitian.
3.3.4 Analisis Data
Data yang telah diolah menggunakan kedua parameter kemudian dianalisis
keoptimalannya terkait penilaian keberhasilan kegiatan reklamasi pada areal
reklamasi di Sungai Tirus, Air Jompong 1 dan 2 PT Timah Tbk menggunakan
persamaan 2.1.
60
Mulai
Rumusan Masalah
Selesai
Adi, A. P., Prasetyo, Y., dan Yuwono, B. D. 2017. Pengujian Akurasi dan
Ketelitian Planimetrik Pada Pemetaan Bidang Tanah Pemukiman Skala
Besar Menggunakan Wahana Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Jurnal
Geodesi Undip, Vol. 6.
Anonim. 2021. 4 Fitur Unik Drone DJI Phantom 4 Multispectral untuk Efisiensi
Hasil Pertanian. https://www.halo-robotics.com/post/fitur-fitur-drone-dji-
phantom-4-multispectral-yang-dapat-membawa-efisiensi-untuk-sektor-perta
nian diakses pada tanggal 27 Juli 2021.
Aries, R. 2018. Kajian Akurasi Peta Ortofoto Dari Data Wahana Udara Tanpa
Awak (WUTA). Yogyakarta: Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Arifin. S., Manalu. J., Kartika. T., Yulianto. F., Julzarika. A., Mukhoriyah,
Sukowati. K. A. D., dan Nugroho. G. 2020. Metode Pemantauan Eksploitasi
dan Reklamasi Tambang Batubara Menggunakan Data Sentinel-2. Jurnal
Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 17 No. 2.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
62
63
Barber, A.J., Crow, M.J. dan De Smet, M.E.M., 2005. Tectonic Evolution In:
Barber, A.J., Crow, M.J., Milsom. J.S. (Eds.), Sumatra: Geology, Resources
and Tectonic Evolution. Geological Society Memoar, 3l.
Chen, Y., Lu, Y., Zhou, J., dan Cheng, M. 2015. ANOVA for Spatial Data after
Filtering out the Spatial Autocorrelation. 4th National Conference on
Electrical, Electronics and Computer Engineering NCEECE 2015.
Christady, H. H. 2012. Tanah Longsor dan Erosi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Cobbing, E.J. 2005. Granite. in Barber, A.J., Crow, M.J. and Milson, J.S. (ed.)
Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution Geological Society
Memoar, No. 31.
Ernawati, R. 2008. Analisis Sifat-Sifat Kimia Tanah Pada Tanah Timbunan Lahan
Bekas Penambangan Batubara. Jurnal Teknologi Technoscientia 1(1): UPN
Veteran Yogyakarta.
Harjadi, B., & Octavia, D. 2008. Penerapan teknik konservasi tanah di pantai
berpasir untuk agrowisata. Info Hutan 5(2).
Hernina, 2020. Analisis Tinggi Terbang Drone dan Resolusi Untuk Pemetaan
Penggunaan Lahan Menggunakan DJI Phantom 4 Pro (Studi Kasus
Kampus UI). Universitas Indonesia, Depok.
Katili, J.A. 1967. Structure And Age of The Indonesian Tin Belt With Special
Reference to Bangka. Tectonophysics-Elsevier Publishing Company,
Amsterdam.
Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018. Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan yang baik. Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya
Mineral, Jakarta.
Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 149 Tahun 1999. Pedoman Reklamasi
Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan. Keputusan Kementerian
Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Lillesand T.M, dan Kiefer. R.W. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Diterjemahkan : Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mangga, A.S. dan Djamal, B. 1994. Peta Geologi Lembar Bangka Utara dan
Bangka Selatan, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
65
Margono, U., Supandjono, R.J.B. dan Partoyo, E. 1995. Peta Geologi Lembar
Bangka Selatan, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Nursaputra. M., Larekeng. S. H., Nasri, Hamzah. A. S., Mustari. A. S., Arif. A.
A., Ambodo. A. P., Lawang. Y., dan Ardiansyah. A. 2021. Pemanfaatan
Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Keberhasilan Reklamasi di Lahan
Pasca Tambang PT. Vale Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan (JPSL). Vol. 11 No. 1.
Osche, J.J. 1961. Tropical and Subtropical Agriculture. New York: The
Maxmillan Company.
Pattimahu, D.V. 2004. Lahan Kritis Pasca Tambang Sesuai Kaidah Ekologi.
Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3: Institut Pertanian
Bogor.
Republik Indonesia, 2018. Peraturan Menteri ESDM No.26 Tahun 2008 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan
Pertambangan Mineral dan Batubara.
Republik Indonesia, 2008. Peraturan Menteri ESDM No.18 Tahun 2008 tentang
Reklamasi dan Penutupan Tambang.
Said, N.I. 2014. Teknologi Pengolahan Air Asam Tambang. Jurnal: Pusat
Teknologi Lingkungan.
Sarief, S. 1989. Konservasi tanah dan air. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Shang, M., Wang, S., Zhou, Y., Du, C., dan Liu, W. (2018). Object-based image
analysis of suburban landscapes usingLandsat-8 imagery. International
Journal of Digital Earth, 1-17.
Sutanto, S. J., 2016. Teknologi Drone Untuk Pembuatan Peta Kontur: Studi Kasus
pada Kawasan P3SON Hambalang. Jurnal Teknik Hidraulik, Vol.7 No.2,
Desember 2016: 179-194.
Utomo, W. H., 1989. Koservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa.
Rajawali Press. Jakarta.
Uysal M., Toprak A. S., dan Polat N. 2015. DEM generation with UAV
photogrammetry and accuracy analysis in Sahitler hill. Measurement
Volume 73. doi:10.1016/j.measurement.2015.06.010.
Yanda, Asri Frid Tri., Sukmawatie, Neny., Hendrawan, Romie. 2018. Evaluasi
Tingkat Keberhasilan Reklamasi pada lahan bekas tambang di PT. Globali
Indo Inti Energi Kecamatan Muarajawa Kabupaten Kutakartanegara
Provinsi Kalimantan timur. Jurnal Pertambangan Universitas Palangkaraya.