TUGAS AKHIR
Disusun Oleh:
DINDA LESTARI
16080020
i
DAFTAR ISI
ABSTRACT
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR DIAGRAM
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULAN
ii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
iii
2.8.1 Klasifkasi Batuan .......................................................................................
iv
BAB III METODE PENELITIAN
v
BAB IV PEMBAHASAN
vi
4.7.3 Sayatan C – C’ ...........................................................................................
BAB V PENUTUP
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 4.8 Foto Dekat Batulempung Terang ..........................................................
x
Gambar 4.29 Hasil Design Material Properties BUMA C-C’ ................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN
satu kekayaan alam yang ada di Indonesia ini adalah kekayaan mineral dan bahan
satu kontraktor besar dalam dunia pertambangan yang bergerak pada bidang
eksploitasi batubara. Lokasi kerja dari PT. Bukit Makmur Mandiri Utama
(BUMA) ini berada di seputaran wilayah pulau Kalimantan yang tersebar dalam
beberapa jobsite yakni Adaro, Kideco Jaya Agung, Berau Coal, Sungai Dano dan
TAM.
Daerah pertambangan dengan sistem pit terbuka (open pit) memiliki suatu
bentuk lereng tertentu untuk mengambil sumber daya alam yang akan
kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja pada lereng. Tanpa
sebuah model geologi yang memadai, analisis hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yang kasar sehingga kegunaan dari hasil analisis dapat
tanah, baik yang berada di bawah maupun di sekelilingnya. Pada era 1990an
12
analisis perancangan berbagai macam bangunan tanah didasarkan pada analisis
dipakai secara luas, pada kenyataannya, hampir seluruh propertis tanah sangat
deterministik yang hanya menggunakan satu nilai propertis tanah tertentu yang
dianggap mewakili, konsep probabilitas memakai semua data propertis tanah yang
ada mengakomodasi setiap variasi yang terjadi. Salah satu propertis tanah yang
menunjukan tingginya variasi data adalah hasil. Dalam analisa kestabilan lereng,
terdapat beberapa metode yang sering digunakan, yaitu metode impiris dan
metode analitik. Metode empiris merupakan metode yang lebih mendasar pada
yang cukup populer digunakan dalam analisis kestabilan lereng batuan slope mass
rating (SMR) yang dikemukan oleh romana (1985) metode tersebut berdasarkan
hasil rock mass rating (RMR) yang dikemukan oleh Bieniawski (1989) dengen
persamaan matematis yang sudah lazim atau baku digunakan. Metode analitik
Hubungan antara jenis longsor dan lereng yang ada saat ini, sebagai lokasi
awal material longsor, menjadi hal yang ingin penulis analisa lebih lanjut.
13
1.2 Identifikasi Masalah
potensi ketidak stabilan lereng, terutama potensi pergerakan material lereng dalam
bentuk longsoran baik tanah maupun batuannya. Dengan melihat komdisi di atas,
diperlukan kajian yang mendalam sebelum dan setelah tambang di buat, analisa
Di daerah penelitian, longsor yang terjadi dalam skala lokal, dengan jenis
satu aspek yang mempengaruhi, penulis merasa bahwa hal ini perlu di analisa
jawabannya, seperti:
peledakan?
14
1.3 Maksud dan/atau Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini yakni untuk mengaplikasi ilmu yang di dapat
berkembang.
kenyataan di lapangan.
15
3. Mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang analisis stabilitas
longsor.
Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Site Kideco, terhitung baru dalam
masih ada yang rancu. Kondisi lereng yang mengalami kelongsoran pada titik-titik
1. Lithologi batuan
aktual dan design monthly mine plan bulan Februari 2019 menggunakan
1.3.
16
1.6 Metodologi Penelitian
Tahapan Persiapan
pemberian rekomendasi.
17
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
dikerjakan oleh PT. Bukit Makmr Mandiri Utama (BUMA) Site Kideco.
Januari Februari
Rencana Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Pustaka
Pengambilan Data
Lapangan
Pengolahan Data
Pebuatan Laporan
Presentasi Hasil Penelitian
Tabel 1.1 Rancangan Peneitian Tugas Akhir
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia yang didirikan sejak tahun 1998, yang dimiliki oleh Bapak Johan Lensa
dan keluarga. Perusahaan ini sebelumnya lebih dikenal sebagai PT Bukit Makmur
Mandiri Utama (BUMA) senilai 550 juta dolar AS. Dengan demikian, Perseroan
PT Delta Dunia Property secara hukum telah menjadi pemegang saham mayoritas
kedua di Indonesia. Pada 2008 BUMA menguasai 24 persen pangsa pasar industry
19
Dimulai dengan usaha di bidang alat berat, perusahaan ini mulai
menggarap proyek perkebunan kelapa sawit (Group Astra, Group Salim dll).
sub kontraktor dan dengan kompetensi ketat, perusahaan berhasil menjadi salah
PT. Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) memiliki visi untuk menjadi
the preffered partner dimana dari pimpinan puncak manajemen PT. Bukit
Makmur Mandiri Utama (BUMA) telah memiliki konsep dasar yang hakiki
menjadi salah satu kontraktor yang paling dipilih atau disenang dalam dunia
dealer alat berat utama dan pengalaman yang cukup luas, perusahaan akan
20
referensi di daerah penelitian. Perlu di garis bawahi bahwa info geologi regional
a) COST
b) QUALITY
c) DELIVERY
d) FLEXIBILITY
Visi 2018
21
Vision 2018
To be the first choice billion dollar partner of our customers and bring
komunitas, oleh tim yang kompeten dan berpola pikir positif. To provide
Pada saat ini perusahaan hampir memiliki 1000 unit equipment mulai dari
armada yang berukuran kecil hingga armada yang berukuran besar. Buldozer
dengan kapasitas mulai dari 220HP sampai dengan 570HP, Exavator dengan
kapasitas bucket 1.2 M3 sampai dengann 1,7M3 sedang dump truck mulai dari
kapasitas 20 ton hingga 100 ton. Semua unit tersebut dikelola secara professional
22
Untuk memenuhi dari seluruh pihak yang berkepentingan maka
perusahaan mengganti armada kecil menjadi armada yang besar secara bertahap.
akan menjamin ketercapaian produksi dengan aman efisien sesuai dengan harapan
akan mengelola K3LH sebagai upaya untuk mengurangi kerugian akibat dari
akan:
kesadaran, komitmen dan partisipasi yang tinggi dari seluruh karyawan. Untuk itu
23
a) Setiap pimpinan unit kerja wajib memberikan contoh dan teladan kepada
kami.
hari.
pengelolaan top soil, back filling di daerah bekas pertambangan dan penebaran
hutan di areal tambang yang merupakan bekas penggalian tanpa dikotori limbah-
limbah baik hidrokarbon ataupun limbah yang lain adalah pemandangan indah
Dengan usaha keras semua pihak dalam melakukan perbaikan yang terus
24
2.3 Pengembangan Sumber Daya Manusia
dan dana untuk mendukung program tersebut. Hal ini akan berdampak besar
yakni bekerja sama dengan institusi pertambangan atau institusi lain yang sesuai
sebagai tullang punggung perusahaan kami, sehingga peruahaan dapat maju dan
VSAT backup jaringan ke seluruh job site akan menjamin berjalannya proyek
dengan lancar. Apabila terdapat problem yang serius yang tidak dapat di
25
miliki dikantor pusat akan dapat membantu menyelesaikan masalah yang timbul
di lapangan.
26
Sumber: Engineering BUMA 2019
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Section-Section BUMA
menetapkan jumlah kerja 7 (tujuh) jam sehari untuk hari Senin sampai
dengan hari Jumat dan 5 (lima) jam kerja untuk hari Sabtu serta 40
13 Tahun 2003 Pasal 77, kelebihan jam kerja tersebut dihitung jam
27
d) Hari dan jam kerja sesuai dalam perusahaan ini sebagai berikut :
1) Kantor Pusat
Pola Kerja 5 : 1
2. Kantor Perwakilan
Pola Kerja 6 : 1
- Minggu : Libur
28
3. Job Site
15/MEN/VII/2005;
Kebutuhan Operasional;
Customer;
Tingkat Persaingan.
kerja atau efesiensi maka jam kerja tersebut di atas dapat berubah
yang berlaku.
29
2.5.2 Waktu Istirahat
pada waktunya.
sementara jam kerja atau hari kerja apabila terjadi keadaan yang mengharuskan
tambang, dan lain – lain. Apabila keadaan ini terjadi maka perusahaan harus
30
2.5.4 Pelanggaran dan Sanksi
pula :
Tingkat 1;
Tingkat 2;
Peringatan Tingkat 3.
Unsur kesengajaan
31
2.6 Geologi Regional Daerah Penelitian
2.6.1 Fisiografi
Pada lembar Geologi Regional, Daerah Penlitian yang berada pada lembar
cekungan Barito, namun masih termasuk bagian dari cekungan kutai dengan
formasi warukin yang lebih dominan. Secara geografis, daerah peneliatian berada
Timur.
merupakan salah satu cekungan tersier terbesar dan terdalam di Indonesia. Batuan
dasar dari Cekungan Kutai tersusun oleh kerak kontinen yang diinterpretasikan
sebagai bagian dari Kraton Sunda dan akresi dari lempeng mikro. Adang Flexure
bagian selatan dari cekungan ini dengan Cekungan Barito (Gambar 2.2). Di utara,
32
Cekungan Tarakan. Cekungan Kutai berdampingan dengan Cekungan Lariang di
Selat Makasar.
zona suture (Satyana dan Silitonga, 1994). Cekungan Barito terletak di sepanjang
bagian selatan merupakan batas tidak tegas dengan Cekungan Jawa Timur Utara
basement.
Selain itu juga terdapat daerah dataran dan pegunungan yang tersebar di pulau ini.
Dataran yang ada tersebar di bagian tepi – tepi pulau dan sebagian besar daerah
Kinibalu dan pada bagian baratlaut terdapat jajaran Pegunungan Muller dan
33
Sumber: HR PT. Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA)
Gambar 2.5 Pembagian Cekungan Wilayah Kalimantan
2. Madi Plateu, berada di antara Cekungan Kapuas Atas dan Sungai Melawi.
Teluk Darvel.
34
2.6.2 Stratigrafi Regional
Menurut Allen dan Chambers (1998), Cekungan Kutai tersusun atas
Sama halnya dengan sistem sedimentasi yang berlangsung pada cekungan Barito,
melalui daur/siklus transgresi dan regresi yang tunggal dengan hanya ada
beberapa subsiklus yang bersifat lokal dan kecil. Penjelasan fase – fase tersebut,
yaitu;
ekstensional dan pengisian rift (celah atau retakan) pada kala Eosen. Pada masa
ini, Cekungan Barito, Kutai, dan Tarakan merupakan zona subsidence yang saling
mencapai puncak pada fasa pengisian pada saat cekungan tidak mengalami
Fase ini dimulai pada Miosen Awal hingga sekarang, yang menghasilkan
Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan – lapisan sedimen klastik delta hingga lut
dangkal dengan progadasi dari barat ke arah timur dan banyak dijumpai lapisan
batubara (lignite).
35
Stratigrafi daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan meliputi
beberapa formasi, yaitu Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin, dan
36
2.6.3 Formasi Warukin
berkisar antara Miosen Tengah – Miosen Akhir, tebal formasi antara 300 – 500 m.
Formasi Warukin dapat dibagi menjadi tiga bagian (Satyana, 1994, 1995; Mason
pada bagian atas, batupasir berlapis tipis, dan batulempung dengan lensa
merupakan bagian dari Lempeng Mikro Sunda yang mempunyai karakteristik dan
tatanan struktur yang cukup berbeda dengan pulau – pulau lainnya di Indonesia,
Tersier hingga Tersier Akhir. Akibat proses itu terbentuk antiklin, sinkin, dan
37
sesar. Perlipatan pada batuan Tersier membentuk kemiringan antara 10° sampai
60°. Bentuk lipatan umumnya tidak simetris dengan kemiringan lapisan, bagian
dalam lebih terjal daripada bagian luar. Arah sumbu lipatannya mulai utara –
selatan sampai timurlaut – baratdaya. Struktur sesar daerah ini terdiri atas sesar
normal, sesar naik, dan sesar geser jurus. Arah sesar – sesar hampir sama dengan
Kala Oligosen hingga Awal Miosen, terjadi penurunan terus menerus yang
berlangsung hingga Miosen Awal. Pada Miosen Tengah, terjadi penurunan muka
pada dasar Cekungan Barito. Pola struktur yang paling menonjol adalah berarah
Timurlaut – Baratdaya yang disebut Pola Meratus. Arah sesar – sesar normal yang
Rezim Regangan, yang terjadi pada Periode Tersier Awal bersamaan
38
basement. Sesar – sesar ini ditandai dengan adanya drag atau fault bend
berarah Timurlaut – Baratdaya yang dibatasi dengan sesar – sesar naik dengan
bagian utara pegunungan ini berarah utara timurlaut – selatan baratdaya (NNE-
SSW) dan yang berada di bagian selatan berarah utara – selatan. Lipatan yang
banyak ditemui berupa antiklin dan beberapa sinklin. Sesar – sesar naik banyak
terdapat pada daerah Pegunungan Meratus dengan arah umum utara timurlaut –
selatan baratdaya (NNE – SSW). Sesar – sesar mendatar juga banyak ditemui di
Pegunungan Meratus ini, umumnya tidak terlalu panjang, berbeda dengan sesar
naik yang memiliki kemenerusan yang panjang. Sesar – sesar mendatar umumnya
yang permanen dan kuat. Batuan dan tanah mempunyai perbedaan, tanah
merupakan meneral penyusun yang atau tanpa material organik sisi tumbuhan dan
(1967), batuan merupakan material kerak bumi yang berdiri atas mineral
39
penyusun berstruktur, bertekstur. Properti batuan bergantung kepada kekuatan dan
intack adalah batuan yang masih utuh dan belum mengalami kerusakan, hidraulik
dan kekerasannya.
defect, seperti rekahan fracture atau cavities, yang memisahkan batuan menjadi
40
belum mengalami pelapukan, bebas dari diskintinuiti dan kuat tekan
di pastikan.
2. Batuan terdekomposisi
blok atau tidak adanya keselarasan karena adanya struktur seperti patahan,
Tanah merupakan massa partikel distrik atau butiran yang terbentuk secara
natural, sedikit atau tidak terkait sama sekali, terjadi sebagai produk dari
pelapukan batuan baik dari in situ atau diangkut, dengan atau campuran unsur
padat yang terikat secara kimia satu dengan yang lain dan dari bahanbahan
organik yang telah melapuk (partikel padat) disertai zat cair dan gas yang mengisi
41
Komponen dalam tanah didefinisikan sebagai ukuran butir termasuk
bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau, dan lempung. Berdasarkan ukuran butir,
Unit weight atau biasa dikenal dengan istilah berat isi merupakan suatu
satuan gaya benda, gaya per volume satuan. Berat isi yang di pakai di asumsikan
=
Nilai berat isi juga berhubungan dengan berat jenis atau spesific gravity,
membandingkam berat volume satuan material dengan berat air, rumus berat jenis
Gs =
Suatu material, baik itu batuan maupun tanah memiliki sifat tarik menarik
antara partikel yang berfungsi sebagai penyeimbang atau penguat agar bentuknya
tidak berubah. Sifat tersebut dikenal dengan istilah kohesif atau kohesi (c). Secara
42
ilmiah memiliki pengertian ukuran daya tarik antara partikel, butiran material
bersatu bersamanya sehingga satu gaya akan diperlukan untuk memisahkan dalam
Sudut gesek dalam memiliki pengertian sudut yang dibentuk oleh material
itu sendiri apa bila dicurahkan atau di tuang ke suautu titik menjadi sebuah
tumpukan. Suudut geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu
gesernya. Semakin besar sudut geser suatu material, maka material tersebut akan
keduanya. Gerakan tanah ialah perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak,
mendatar atau miring dari kedudukan semula. Gerakan tanah mencakup gerak
43
massa tanah/batu pada arah tegak adalah termasuk gerakan tanah, maka gerakan
menjadi sangat luas. Kelompok utama gerakan tanah menurut Hutchinsons (1968,
dalam Hansen, 1984) terdiri atas rayapan (creep) dan longsoran (landslide) yang
dibagi lagi menjadi sub-kelompok gelinciran (slide), aliran (flows), jatuhan (fall)
dan luncuran (slip). Definisi longsoran (landslide) menurut Sharpe (1938, dalam
Hansen, 1984), adalah luncuran atau gelinciran (sliding) atau jatuhan (falling) dari
massa batuan/tanah atau campuran keduanya (lihat Tabel 1). Secara sederhana,
Coates (1977, dalam Hansen, 1984, lihat Tabel 2) membagi longsoran menjadi
dan nendatan (slump), aliran (flow), gerak bentang lateral (lateral spread), dan
44
Sumber: Zulfiadi-Zakaria-2009-Analisa-Kestabilan-Lereng-Tanah
Gambar 2. Klasifikasi longsoran oleh Stewart Sharpe (1938, dalam Hansen,
1984)
45
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi
sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa
Terdapat bidang lincir bebas (daylight) berarti kemiringan bidang lurus lebih
Arah bidang perlapisan (bidang lemah) sejajar atau mendekati dengan arah
Kemiringan bidang luncur atau lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
Terdapat bidang geser (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.
46
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu bidang
lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang
lemah tersebut lebih besar dari sudut geser dalam batuannya. Bidang lemah ini
dapat berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan. Cara
longsoran baji dapat melalui satu atau beberapa bidang lemahnya maupun melalui
garis perpotongan kedua bidang lemahnya. Longsoran baji dapat terjadi dengan
Arah penunjaman garis potong harus lebih kecil daripada sudut kemiringan
lereng.
Bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng, bagian atas lereng dan kedua
bidang lemah.
47
Longsoran busur adalah yang paling umum terjadi di alam, terutama pada
batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran busur hanya terjadi
lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya.
Pada longsoran bidang dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang
perlapisan dan kekar yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas.
Pada tanah pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir bebas
mencari posisi yang paling kecil hambatannya. Longsoran busur akan terjadi jika
partikel individu pada suatu tanah atau massa batuan sangat kecil dan tidak saling
mengikat. Oleh karena itu batuan yang telah lapuk cenderung bersifat seperti
tanah. Tanda pertama suatu longsoran busur biasanya berupa suatu rekahan tarik
sebagian permukaan atas lereng yang berada disamping rekahan. Penurunan ini
menandakan adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan terjadi kelongsoran
lereng, hanya dapat dilakukan apabila belum terjadi gerakan lereng tersebut .
48
2.10.4 Tipe Longsoran guling (Toppling Failure)
Longsoran guling terjadi pada batuan yang keras dan memiliki lereng
terjal dengan bidang-bidang lemah yang tegak atau hampir tegak dan arahnya
berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Longsoran ini bisa berbentuk blok
atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau meluncur ditentukan oleh sudut
geser dalam dan kemiringan bidang luncurnya, tinggi balok dan lebar balok
longsoran yang tidak beraturan (raveling failure) atau seringkali disebut sebagai
49
2.11 Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng
maupun faktor eksternal lereng, antara lain: terjadinya gempa, curah hujan yang
(moisture), adanya rembesan dan aktifitas geologi seperti patahan (terutama yang
masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991). Proses eksternal penyebab
longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993, dalam Dikau et.al., 1996)
diantaranya adalah :
2. erosi,
Pada beberapa kasus longsor, hujan sering sebagai pemicu karena hujan
tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik
tanah dan menurunkan Faktor Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles,
yang terjadi dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut sertanya peranan air
dalam tubuh lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang
50
diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh peningkatan
Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan
meningkatkan tekanan pori (𝜇) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari
massa lereng. Debit air tanah juga membesar dan erosi di bawah permukaan
meningkat. Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang
dihanyutkan, lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam
Hirnawan, 1993).
penjuru, selama getaran menjalar dari pusat gempa sampai ke permukaan tanah
maka faktor tanah sebagai penghantar getaran mempunyai peran yang sangat
penting. Kondisi geologi dan kondisi tanah tertentu, akan menyebabkan respon
tanah akibat beban dinamis. Menurut Howel dalam Mulyo (2004) yang
getaran dari kulit bum yang bersifat tidak abadi dan kemudian menyebar ke segala
arah. Kulit bumi bergetar secara kontinyu walaupun relatif sangat kecil. Getaran
tersebut tidak dikatan gempa bumi karena memiliki getaran yang terus menerus.
Jadi, gempa bumi harus memiliki waktu awal dan waktur akhir yang jelas, (Howel
51
Gambar 2.11 Tambang Tradisional di Gampong Pulo Lhooih Aceh
ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Aktivitas dari alat berat yang lalu
tekanan dalam tubuh lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng,
maka keamanan lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng
kaki lereng, makin besar pula penurunan Faktor Keamanan lerengnya, sehingga
bahan galian (Hirnawan, 1993). Perhitungan yang tepat dibutuhkan agar lereng
52
2.11.3 Kenaikan Muka Air Tanah
karena hujan yang lebat sehingga terjadi pembasahan pada tanah yang
menyerap air. Penyerapan air ini seiring dengan waktu sampai terjadi jenuh
sehingga tanah menjadi tidak stabil dan akhirnya terjadi kelongsoran, (Wardana,
kestabila suatu lereng dengan menggunakan data sifat fisik tanah, mekanika tanah
(geoteknis tanah) dan bentuk geometri lereng (Zufialdi, 2009). Dalam penelitian
Fellanius, Bishop dan Janbu yang dalam process perhitungan dan analisisnya
dilakukan terhadap kestabilan lereng pada area penambangan dan analisa lereng
pada badan jalan, perencanaaan perkuatan pada dinding penahan tanah merupakan
2012)
kondisi geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi tersebut,
kondisi air tanah setempat, faktor luar seperti getaran akibat peledakan ataupun
alat mekanis yang beroperasi dan juga dari teknik penggalian yang digunakan
dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi
53
penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan yang
umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk
struktur geologi, kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terdapat
batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang bekerja pada lereng
tersebut. Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng
perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya
54
BAB III
METODE PENELITIAN
nilai Faktor Keamanan (FK) yang di pakai pada design lereng, hal ini bertujuan
untuk mencari nilai dan design lereng yang idea yang dapat direkomendasikan,
pengolahan data struktur geologi berupa kekar untuk melihat potensi longsor pada
langsung oleh para-para Ahli geotek yang ada pada PT. Bukit Makmur Mandiri
Utama (BUMA).
penelitian dapat berjalan sesuai alur dan dapat dicapai sesuai dengan batasan
waktu yang ditentukan. Penelitian terbagi dalam empat tahanp, yang pertama
data, dan yang terakhir tahap pembuatan laporan dan presentasi. Adapun
55
3.2.1 Tahap Persiapan
Kestabilan lereng menjadi bahan utama dalam penelitian ini, yang mana
jika di dalam sebuah pertambangan tidak memilki ahli geoteknya, maka belum
produksi, yang mana akan membertikan keuntungan untuk perusahaan itu sendiri.
Tahap ini diakukan setelah mendapat izin dari perusahaan untuk memasuki
wilayah tambang, pengambilan data yang berkaitan dengan yang menjadi topik
permasalahan, diaksanakan pada tahap ini. Hal yang utama diakukan adalah
dengan bantua aplikasi. Aplikasi yang digunakan diantaranya slide 6.0 minescape
4.118, microsoft Office, dll. Pengolahan data yang akan dilakukan kurang lebih
1. Analisa Lithologi
yang terdapat pada pit tersebut, yakni ada 3 lithologi dominan, diantaranya
56
2. Topo Terupdate dan Cros Section
Topo terupdate ini adalah, topo yang di kerjakan oleh section survey, yang
bahkan tahunan.
hasil Slide.
keselamatan, nilai FK yang harus di capai oleh penulis sebesar 1.3, agar
peneliti/penulis.
Tahapa ini merupakan bentuk pelaporan secara resmi yang diakukan oleh
melakukan penelitian. Data yang telah di olah dan diakukan analisis, disusun
dalam bentuk laporan yang menyertakan keseluruhan data yang digunakan, hasil
pengolahan data dan kesimpulan yang di dapat. Dari design lereng dan sudut
57
keseluruhan (overall slope) sudah menunjukkan nilai yang aman atau belum, bila
sudah dan nilai faktor keamanan (FK) masih sangat aman, FK> 1,3, rekomendasi
seperti apa yang akan diperlukan, dan apa bila FK < 1,25 rekomendasi seperti apa
58
BAB IV
PEMBAHASAN
memberikan kemudahan akses bagi alat berat untuk mengambil sumber daya alam
(1989) untuk tiap undakan (single slope) maupun keseluruhan undakan (overal
slope). Hal tersebut dilakukan dengan menganalisa lithologi penyusun lereng, arah
lithologinya.
Lokasi penelitian berada pada zona C4 dan C3 pit AB pada sisi barat dan
timur, merupakan hight wall dari lereng C4 dan C3. Berada pada koordinat lokal
Northing - 100 sampai – 800, dan Easting – 400 sampai – 600 berdasarkan
keseluruhan dua data sayatan pada lokasi penelitian yang diharapkan dapat
dilakukan.
59
Sumber: Dokumentasi penulis 2019
Gambar. 4.1 Foto Lokasi Penelitian Pit AB
dieksploitasi, salah satu yang dieksekusi oleh PT. Bukit Makmur Mandiri Utama
(BUMA) dari total 2 pit yang dipercayakan oleh PT. Kideco Jaya Agung sebagai
merupakan bagian dari salah satu sayap lipatan antiklin, dan terdapat struktur
dan penyebaran batuan berarah utara – selatan (1800 – 2000) dengan arah
perlapisan relatif tegak (450 – 800 ) (Gambar 4.1). kegiatan penambangan ke arah
60
utara pit AB, sudah mulai ditinggalkan, dengan dilakukannya penimbunan
(dumping) di arah utara , untuk saat ini penimbunan berfokus ke arah selatan.
4.5 dan Gambar 4.6). data yang diambil merupakan geometri lereng, dan
pengamatan secara jarak jauh dan jarak dekat terlebih dahulu, kemudian dilakukan
61
Sumber: Dokumentasi Penulis 2019
Gambar 4.5 Lokasi Penelitian C4 sisi Barat.
4.3. Lithologi
Lokasi C4 dan C3 Pit AB bagian barat dan Barat tersusun atas 3 lithologi
dominan, yakni batu lempung, batu pasir, dan batubara dengan berbagai variasi
warna dan ukuran butir, terdapat batu lempung terang (light mudstone), batu
lempung gelap (dark mudstone), batu pasir halus, batu pasir sedang.
62
4.3.1. Batulempung
penelitian, dengan berbagai warna dan tingkat kekerasan, terdiri atas dua jenis
memiliki warna segar abu – abu terang, warna lapuk coklat kehitaman. Struktur
63
Sumber: Dokumetasi Penulis 2019
Gambar 4.8 Foto Dekat Lempung Terang (Light Mudstone)
kecoklatan, warna lapuk abu – abu terang. Struktur sedimen massive bedding.
gradasional.
64
Sumber: Dokumenasi Penulis 2019
Gambar 4.9 Foto Jauh Lempung Gelap (Dark Mudstone)
4.3.2 Batupasir
terdiri dari batupasir sangat halus, batupasir halus, dan batupasir sedang, terbagi
menjadi dua kategori batupasir, yakni batupasir dan batupasir lunak dengan
deskripsi;
65
4.3.2.1 Batupasir Lunak (Soft Sandstone)
kekuningan, warna lapuk abu – abu kemerahan. Ukuran butir pasir sangat halus –
Batupasir terdiri atas batupasir halus dan batupasir sedang. Batupasir halus
memiliki warna segar abu – abu kecoklatan, warna lapuk abu – abu kekuninganan.
Ukuran butir pasir sangat halus – pasir halus, bentuk butir membundar tanggung –
66
Kandungan mineral yang teramati yaitu kuarsa, plagioklas. Terdapat material
organik sebagai sisipan. Kekerasan getas hingga keras, kontak tegas. Batupasir
sedang di lokasi penelitian memiliki warna segar putih, warna lapuk putih
kekuningan. Ukuran butir pasir sedang – pasir kasar, bentuk butir membundar
4.3.3 Batubara
67
telah ditetapkan oleh PT. BUMA. Untuk penentuan kekilapan dari batubara,
Deskripsi umum batubara warna segar hitam pekat, warna lapuk hitam
68
Sumber: Dokumentasi Penulis 2019
Gambar 4.16 Foto Dekat Batubara
4.4 Stratigrafi
satuan tidak resmi (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996), yang berdasarkan atas ciri
litologi, keseragaman gejala litologi, dan gejala lain dalam tubuh batuan, sehingga
pemberian nama satuan batuan ditentukan oleh batuan utama sebagai penyusun
stratigrafi yang dikemukakan oleh Steno seperti aplikasi azas pemotongan dan
hukum superposisi, yaitu suatu urutan pengendapan yang tertua terletak lebih
bawah dari satuan yang lebih muda (apabila lapisan batuan masih normal/belum
mengalami pembalikan).
69
Dalam penentuan batas satuan batuan antar litologi di permukaan, didapat
bentuk topografi, hasil data lintasan singkapan, dan kedudukan pola jurus
perlapisan batuan, serta dengan mengacu pada singkapan batuan yang merupakan
terdapat batas yang dikenal dengan istilah kontak antar batuan, yang dapat
Terdapat dua kontak yang dominan pada lokasi penelitian, yakni kontak
tegas dan kontak gradasional, kontak tegas memiliki pengertian antar lapisan yang
berbeda litologi, dipisahkan oleh garis tegas yang dapat dibedakan secara
70
Sumber: Dokumentasi Penulis 2019
Gambar 4.17 Kontak Tegas Antara Batubara dan Batulempung
gradasional, batas antar litologi tidak dapat ditentukan secara langsung, atau
71
ukuran butir maupun hadirnya material baru yang jumlahnya semakin
mendominasi.
dan C3 AB bagian Barat dan Selatan sebanyak 4 sayatan terhadap Topografi dan
Design bulanan lereng. Tujuan dari analisa kestabilan lereng ini bagaimana
kondisi lereng pada lokasi penelitian dengan nilai properties dan kondisi litologi
yang berbeda dan dengan nilai litologi yang biasa digunakan. Kondisi lereng
diketahui dengan melihat nilia Faktor Keamanan (FK) yang dimiliki setiap
sayatan.
disesuaikan dengan sayatan lereng dengan batubara sebagai acuan utama, Muka
72
Air Tanah (MAT) berada pada kondisi jenuh (di permukaan), getaran yang
terupdate bulan januari, disertai dengan design lereng bulan februari dan data
4.6.1 Penampang A - A’
100 m dengan sudut keseluruhan lereng sebesar 17o, lebar bench bervariasi 25-60
73
4.6.2 Penampang B - B’
153 m, dengan sudut keseluruhan lereng sebesar 21o, lebar bench bervariasi 20-60
4.6.3 Penampang C - C’
m, dengan sudut keseluruhan lereng sebesar 24o, lebar bench bervariasi 22-70 m,
74
Sumber: Cros Section Penulis 2019
Gambar 4.22 Hasil Cros SectionPenampang C – C’
4.6.4 Penampang D - D’
dengan sudut keseluruhan lereng sebesar 18o, lebar bench bervariasi 22-70 m,
75
4.7 Sayatan
4.7.1 Sayatan A – A’
sampai N -24.69, E -798,07 pada sisi Barat Pit AB. Terdapat lima lithologi
batulempung. Nilai material properti massa batuan yang digunakan pada sayatan
merupakan nilai yang biasa digunakan oleh PT. Bukit Makmur Mandiri Utama
berikut.
Material Properties lama yang biasa digunakan PT. Bukit Makmur Mandiri Utama
(BUMA) sebagai berikut;
A- A’ sebagai berikut:
76
menggunakan material properties di atas, berdasarkan topo terupdate dan
design lereng februari didapatkan nilai berbeda pada sayatan A – A’ Barat. Nilai
Faktor Keamanan (FK) pada sayatan lereng highwall dengan material properti
yang biasa digunakan disertai pengaruh Muka Air Tanah (MAT) dan pengaruh
bernilai Topografi 1.668 dan design 1.777 menurut Bowles (1981) termasuk
77
Sumber: Hasil Slide Penulis 2019
Gambar 4.25 Hasil analisa nilai faktor kestabilan lereng pada cross
section A-A’ terhadap kondisi design lereng bulan februari sisi barat.
4.7.2 Sayatan B – B’
sampai N -59.12, E -1158.5 pada sisi Barat Pit AB. Terdapat lima lithologi
batulempung. Nilai material properti massa batuan yang digunakan pada sayatan
merupakan nilai yang biasa digunakan oleh PT. Bukit Makmur Mandiri Utama
dan design lereng februari didapatkan nilai berbeda pada sayatan B – B’ sisi
78
Barat. Nilai Faktor Keamanan (FK) pada sayatan lereng highwall dengan material
properti yang biasa digunakan disertai pengaruh Muka Air Tanah (MAT) dan
Price bernilai Topo 1.290 dan design 1.227 menurut Bowles (1981) termasuk
79
Sumber: Slide Penulis 2019
Gambar 4.27 Hasil analisa nilai faktor kestabilan lereng pada cross
section B-B’ terhadap kondisi design lereng bulan februari sisi barat.
4.7.3 Sayatan C – C’
sampai N -7.481, E -1490.9 pada sisi Barat Pit AB. Terdapat lima lithologi
batulempung. Nilai material properti massa batuan yang digunakan pada sayatan
merupakan nilai yang biasa digunakan oleh PT. Bukit Makmur Mandiri Utama
design lereng februari didapatkan nilai berbeda pada sayatan C – C’ sisi Barat.
80
Nilai Faktor Keamanan (FK) pada sayatan lereng highwall dengan material
properti yang biasa digunakan disertai pengaruh Muka Air Tanah (MAT) dan
Price bernilai Topografi 1.460 dan design 1.261 menurut Bowles (1981) termasuk
81
Sumber: Slide Penulis 2019
Gambar 4.29 Hasil analisa nilai faktor kestabilan lereng pada cross
section C-C’ terhadap kondisi design lereng bulan februari sisi barat.
4.7.4 Sayatan D – D’
sampai N 25.8, E -1616.4 pada sisi Timur Pit AB. Terdapat lima lithologi
batulempung. Nilai material properti massa batuan yang digunakan pada sayatan
merupakan nilai yang biasa digunakan oleh PT. Bukit Makmur Mandiri Utama
design lereng februari didapatkan nilai berbeda pada sayatan D – D’ sisi Timur.
Nilai Faktor Keamanan (FK) pada sayatan lereng highwall dengan material
82
properti yang biasa digunakan disertai pengaruh Muka Air Tanah (MAT) dan
Price bernilai Topografi 1.746 dan design 1.523 menurut Bowles (1981) termasuk
83
Sumber: Slide Penulis 2019
Gambar 4.31 Hasil analisa nilai faktor kestabilan lereng pada cross
section D-D’ terhadap kondisi design lereng bulan februari sisi timur.
dalam kondisi jenuh berpotensi untuk mengalami longsor karena rongga yang
terdapat pada batuan terisi oleh air, hal ini akan berpengaruh terhadap nilai sudut
geser dalam dari batuan. Getaran juga mempengaruhi kekuatan lereng, semakin
Faktor Keamanan (FK) < 1.0 maka lereng dinyatakan tidak aman, sedangkan jika
FK 1.0 sampai 1.3 maka lereng dinyatakan kurang aman/kurang stabil, dan jika
FK > 1.3 lereng dinyatakan aman dan potensi longsor sangat sedikit, maka
diperlukan rekomendasi agar FK lereng dibawah 1.0 sampai 1.3 menjadi Stabil,
84
pada kondisi pengganggu yang sama. Sayatan dengan komposisi litologi tanpa
batupasir termasuk juga ada yang mengalami kritis/tidak aman atau potensi
longsor ada.
Januari Februari
besarnya sudut keseluruhan lereng. Keragaman nilai kohesi dan sudut gesek
dalam mempengaruhi nilai Faktor Keamanan (FK) pada lereng. Nilai kohesi
berhubungan dengan kuat geser dan kerapatan batuan. Kohesi batuan akan
semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar, kriteria ini identik dengan
normal dan tegangan geser di dalam material batuan. Semakin besar sudut geser
dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan
Perlu dilakukan perubahan pada desain lereng aktual agar nilai Faktor
Keamanan (FK). Perubah desain dilakukan dengan beberapa pilihan antara lain:
85
Mengurangi beban di puncak lereng dengan cara : Pemangkasan lereng;
sebagainya.
bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan tahan lama dibandingkan
86
Sumber: Ilustrasi Penulis 2019
Gambar 4.33 Menambah Beban di Kaki Lereng
3. Mencegah lereng jenuh dengan air tanah atau mengurangi kenaikan kadar air
tanah di dalam tubuh lereng Kadar airtanah dan mua air tanah biasanya
kemiringan lereng dekat ke kaki lereng. Gunanya adalah supaya muka air
tanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke luar, sehingga
infiltrasi air hujan ke tubuh lereng, selain itu peliputan rerumputan jika
87
Sumber: Ilustrasi Penulis 2019
Gambar 4.34 Mencegah Lereng Jenuh
undakan single slope, memperkecil nilai overall slope lereng dengan cara
memasang bench lebar diantara single slope. Dibuat beberapa desain lereng pada
lengkungan lereng hasil simulasi, sebagai penanda zona yang paling banyak
bidang lemahnya. Penulis akan merekomendasikan lereng yang aman pada design
88
dengan memasang dua bench lebar serta memasang pada bench tersebut beban
gaya terbesar yaitu 560.89 KN/m2, dua belas buah single slope dengan tinggi
lereng 8 m, besar sudut 45°, dan lebar bench 5.9 m, sehingga nilai overall slope
berubah dari 21° menjadi 19° (Gambar 4.35). Sedangkan Pada sayatan C - C’
sebesar 1.318 Dengan measang satu Bench Lebar di kepala lereng serta
menambah bench di kaki lereng, beban gaya terbesar yaitu 560.89 KN/m2,
delapan buah Single Slope dengan tinggi lereng 8 meter samapi 10 meter, besar
sudut 45o, dan lebar bench 5.9 m, sehingga nilai overal slope tidak berubah dari
24o menjadi 22o (Gambar 4.36). Dimensi lereng berbeda – beda sesuai dengan
material yang akan diubah desainnya, untuk keperluan slope pit, dimensi lereng
rekomendasi lereng design bulan Februari 2019 di PT. BUMA Jobsite Kideco.
89
Sumber: Rekomendasi Penulis 2019
Gambar 4.35 Analisa Nilai FK Lereng Terhadap Rekomendasi Design B-B’
90
Kode Sayatan Sebelum Rekomendasi Sesudah Rekomendasi
B - B’ 1.227 1.338
C – C’ 1.261 1.318
91
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
sebagai berikut:
lapangan berwarna abu – abu terang dan coklat keabu – abuan dengan
2. Pada lereng C4 dan C3 penyusunnya batuan pada daerah tersebut ada lima
sayatan tersebut.
92
4. Adapun nilai FK yang penulis dapatkan bermacam-macam, pada sayatan
A-A’ terhadap design bulan februari sebesar dan 1.777, pada sayatan B-B’
sebesar 1.227, pada sayatan C-C’ sebesar 1.350, dan sayatan D-D’ sebesar
2.489. Pada sayatan B-B’ dan C-C’ terdapat lereng yang tidak
nilai overal slopenya juga berubah dari 21o menjadi 19o, dan pada sayatan
5.2 Saran
1. Agar sebuah laporan dikatan bagus dan layak untuk dibaca ke pembaca,
2. Perlu dilakukannya uji lab terkait material properti batuan terutama nilai
bobot massa, kohesi, dan sudut gesek dalam dari batuan, agar data yang
digunakan valid.
93
LAMPIRAN 1
KEBIJAKAN K3LH
94
95
LAMPIRAN 2
LITHOLOGI
96
Batulempung Terang (Light Mudstone)
gradasional.
Kontak gradasional.
97
Batupasir Lunak (Soft Sandstone)
Batupasir (Sandstone)
98
Batubara (Coal)
tingkat pelapukannya.
99
LAMPIRAN 3
100
1. Simulasi analisa kestabilan lereng B – B’
Komposisi Litologi: Batulempung, Batubara Kategori Nilai Faktor Keamanan (FK): tidak stabi/labil
101
Rekomendasi untuk lereng B – B’
102
2. Simulasi analisa kestabilan Lereng C – C’
Tinggi Sayatan: 71 m
Komposisi Litologi: Batulempung, Batubara Kategori Nilai Faktor Keamanan (FK): tidak stabi/labil
103
Rekomendasi Untuk Lereng C – C’
104
105