Gambar 3.4 Hubungan antara sistem koordinat geodetik dengan sistem koordinat
kartesian/siku-siku ruang. .............................................................................. 45
Gambar 3.5 Pengukuran jarak pada daerah miring. ......................................................... 47
Gambar 3.6 Sketsa pengukuran sudut. ............................................................................. 47
Gambar 3.7 Sketsa pengamatan azimuth matahari. ......................................................... 48
Gambar 3.8 Sketsa pengukuran sipat datar. ..................................................................... 49
Gambar 3.9 Bagan alir pengukuran topografi. .................................................................. 51
Gambar 3.10 Pergerakan perahu dalam menyusuri jalur sounding. .................................. 52
Gambar 3.11 Reader alat GPS Map yang di gunakan dalam survei bathimetri. ................ 53
Gambar 3.12 Penempatan GPSMap (tranduser, antena, reader) di perahu. ..................... 53
Gambar 3.13 Sketsa pengamatan pasang surut (pasut). ................................................... 56
Gambar 3.14 Sketsa Bor inti. ............................................................................................... 60
Gambar 3.15 Peralatan Bor Tangan.................................................................................... 64
Gambar 3.16 Peralatan Pengambilan Sampel (Thin Wall Tube Sampler). ........................ 64
Gambar 3.17 Bentuk geometris poligon terbuka terikat sempurna..................................... 70
Gambar 3.18 Bentuk geometris poligon tertutup dengan sudut dalam. ............................. 70
Gambar 3.19 Bentuk geometris poligon tertutup dengan sudut luar. ................................. 71
Gambar 3.20 Pengukuran tachimetry. ................................................................................. 73
Gambar 3.21 Bagan alir proses analisa pasang surut. ....................................................... 75
Gambar 3.22 Geometrik pengamatan pasang surut (pasut) air laut terhadap titik tetap
didaratan (bench mark).................................................................................. 77
Gambar 3.23 Bagan Alir Analisa Hidrologi. ......................................................................... 83
Gambar 3.24 Perhitungan debit banjir rencana................................................................... 87
Gambar 3.25 Contoh record data sondir. ............................................................................ 95
Gambar 3.26 Contoh grafik sondir. ...................................................................................... 96
Gambar 3.27 Contoh Log Bor Tangan / Test Pit. ................................................................ 97
Gambar 3.28 Hubungan Erosivitas dan Erodibilitas.......................................................... 105
Gambar 3.29 Ilustrasi Bagian Ruas Sungai ...................................................................... 110
Gambar 3.30 Editor Geometric Data. ................................................................................ 114
Gambar 3.31 Editor Cross Section .................................................................................... 115
Gambar 3.32 Tabel Editor Manning’s ”n” or ”k” values ..................................................... 115
Gambar 3.33 Tampilan Grafik Kondisi Batas EMA Pasut di Muara.................................. 116
Gambar 3.34 Tampilan Visual Tinggi Muka Air Hasil Program HEC-RAS. ...................... 116
Gambar 3.35 Konstruksi Pelindung Lereng dari Beton. .................................................... 120
Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan panduan pelaksanaan fisik maupun anggaran biaya
untuk mengatasi permasalahan secara teknis pada Sungai Cidurian Lama. Sedangkan
khusus tujuan penyusunan dokumen lingkungan adalah:
a. Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak
besar dan penting;
b. Memperkirakan dan mengevaluasi rencana kegiatan pengambilan bahan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup;
c. Merumuskan Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL).
Persentase
Ibu Kota terhadap Jumlah
NO Kecamatan Luas (Km2)
Kecamatan Luas Kab. Desa
Serang
1 Cinangka Cinangka 111,47 7,60 14
2 Padarincang Padarincang 99,12 6,76 14
3 Ciomas Sukadana 48,53 3,31 11
4 Pabuaran Pasanggrahan 79,14 5,39 8
Persentase
Ibu Kota terhadap Jumlah
NO Kecamatan Luas (Km2)
Kecamatan Luas Kab. Desa
Serang
5 Gunungsari Gunungsari 48,60 3,31 7
6 Baros Baros 44,07 3,00 14
7 Petir Mekarbaru 46,94 3,20 15
8 Tanjung Teja Tanjung Jaya 39,52 2,69 9
9 Cikeusal Cikeusal 88,25 6,01 17
10 Pamarayan Pamarayan 41,92 2,86 10
11 Bandung Bandung 25,18 1,72 8
12 Jawilan Jawilan 38,95 2,65 9
13 Kopo Kopo 44,69 3,05 10
14 Cikande Cikande 50,53 3,44 13
15 Kibin Ciagel 33,51 2,28 9
16 Kragilan Kragilan 36,33 2,48 12
17 Waringinkurung Waringinkurung 51,29 3,50 11
18 Mancak Labuan 74,03 5,05 14
19 Anyar Anyar 56,81 3,87 12
20 Bojonegara Bojonegara 30,30 2,06 11
21 Pilo Ampel Sumuranjan 32,56 2,22 9
22 Kramatwatu Kramatwatu 48,59 3,31 15
23 Ciruas Citerep 34,49 2,35 15
24 Pontang Pontang 58,09 3,96 11
25 Lebak Wangi Teras Bendung 31,71 2,16 10
26 Carenang Panenjoan 32,80 2,24 8
27 Binuang Binuang 26,17 1,78 7
28 Tirtayasa Tirtayasa 64,46 4,39 14
29 Tanara Cerukcuk 49,30 3,36 9
Kabepaten Serang 1.467,35 100,00 326
Sumber : Kabupaten Serang Dalam Angka 2021.
terutama di bagian selatan dan sedikit di utara-barat laut, yaitu Kecamatan Bojonegara dan
Kecamatan Pulo Ampel. Sisanya sekitar 14% merupakan wilayah perbukitan yang
mengarahkan aliran air permukaannya ke arah barat di Selat Sunda terutama dari DAS
Ciliman dengan dataran pesisir hilirnya di sebelah barat yang sangat sempit (1%).
Sungai terbesar yang ada di wilayah Kabupaten adalah Sungai Ciujung yang sumber mata
airnya berasal dari Gunung Halimun. Sungai Ciujung sebagian airnya telah dimanfaatkan
untuk keperluan irigasi yang dialirkan melalui bendungan. Sedangkan Sungai Cidurian
terletak di bagian timur yang sekaligus membatasi Kabupaten Serang dengan Kabupaten
Tangerang.
Sungai Cibanten (Kali banten) yang mengalir melalui Kota Serang sumber airnya berasal dari
Gunung Karang, Gunung Payung, dan Gunung Kupak. Sebagian besar berasal dari mata air
yang cukup dan membentuk spring belt pada kaki Gunung Karang. Sungai ini mengalir ke
arah utara dan bermuara di Teluk Banten. Sungai ini berpola dendritik dan tidak pernah kering.
Selain itu, kondisi hidrologi wilayah Kabupaten Serang ditandai dengan terdapatnya danau,
rawa, situ atau waduk. Berikut ini diuraikan kondisi danau, rawa, situ atau waduk di Kabupaten
Serang.
Sungai Cidanau mengalir dari lereng Gunung Karang melalui beberapa anak sungai yang
masuk ke Rawa Danau dan membentuk pola aliran rectanguler. Sungai ini mengalir ke arah
barat dan bermuara di Selat Sunda. Air Sungai Cidanau telah dimanfaatkan oleh PT. Krakatau
Steel sebagai sumber air baku yang dialirkan dan ditampung di Waduk Krenceng dengan
mendapat tambahan air dari Sungai Krenceng dan Sungai Cadas Gantung.
2.1.3 KONDISI DEMOGRAFI
Sejatinya, aspek demografis atau kependudukan merupakan karakteristik yang paling
mewakili dalam menentukan gambaran dan dinamika atau perkembangan suatu wilayah.
Penduduk sebagai suatu objek pokok suatu wilayah merupakan komponen yang selalu
mengalami perkembangan yang dinamis dari waktu ke waktu sehingga dapat dijadikan
sebagai cerminan yang merepresentasikan perkembangan pembangunan di suatu wilayah.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Jumlah penduduk Kabupaten Serang pada
tahun 2020 jumlahnya sebanyak 1.622.630 jiwa. Dengan luas Kabupaten Serang mencapai
1.467,35 Km2, kepadatan penduduk Kabupaten Serang pada Tahun 2020 adalah sebesar
35.784 jiwa/Km2.
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk, Distribusi Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kecamatan di Kabupaten Serang, 2020.
Penduduk Persentase Kepadatan Penduduk
NO Kecamatan
(Jiwa) Penduduk per Km2
1 Cinangka 60.815 3,75% 546
2 Padarincang 69.647 4,29% 703
3 Ciomas 42.771 2,64% 881
4 Pabuaran 43.155 2,66% 545
5 Gunungsari 23.517 1,45% 484
Tabel 2.3 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Serang Tahun 2015
Uraian Satuan Jumlah
Jumlah Sekolah
TK Unit 153
SD/Sederajat Unit 730
SMP/Sederajat Unit 203
SMA/Sederajat Unit 80
SMK Unit 94
MA Unit 94
Jumlah Guru
TK Orang 774
SD/Sederajat Orang 6.382
SMP/Sederajat Orang 2.658
SMA/Sederajat Orang 1.549
SMK Orang 1.462
MA Orang 1.398
Jumlah Murid
TK Orang 6.140
SD/Sederajat Orang 163.570
SMP/Sederajat Orang 52.022
SMA/Sederajat Orang 27.931
SMK Orang 28.062
MA Orang 28.272
Sumber : Kabupaten Serang Dalam Angka 2021.
2.1.5.2 Kesehatan
Sejatinya, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasii bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Tenaga
kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang
kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.
Berdasarkan data dari Kabupaten Serang Dalam Angka 2021, dapat diketahui bahwa di
Kabupaten Serang terdapat jumlah sarana kesehatan berupa puskesmas umum 31 buah,
puskesmas pembantu 43 buah, apotik 72 buah, praktek dokter 56 dan balai obat 94 buah
yang tersebar diberbagai kecamatan. Dimana jumlah dokter dan paramedis yang bertugas
1.
Kawasan rawan letusan gunung berapi, meliputi Kecamatan Ciomas dan
Kecamatan Padarincang.
2. Kawasan rawan gempa bumi, tersebar diseluruh wilayah kabupaten.
3. Kawasan rawan tsunami, meliputi 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Pulo
Ampel, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Pontang, Kecamatan Tirtayasa,
Kecamatan Tanara, Kecamatan Anyar; dan Kecamatan Cinangka.
4. Kawasan rawan abrasi, meliputi Kecamatan Tanara, Kecamatan Pontang dan
Kecamatan Tirtayasa.
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah, terdiri atas:
1. Kawasan imbuhan air tanah berupa daerah imbuhan air tanah untuk CAT Rawa
Danau dan CAT Serang – Tangerang, meliputi 22 (dua puluh dua) kecamatan,
yaitu Kecamatan Anyar, Kecamatan Mancak, Kecamatan Waringinkurung,
Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Gunungsari,
Kecamatan Ciomas, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Baros, Kecamatan Petir,
Kecamatan Tunjung Teja, Kecamatan Pamarayan, Kecamatan Kopo,
Kecamatan Jawilan, Kecamatan Bandung, Kecamatan Cikeusal, Kecamatan
Cikande, Kecamatan Kragilan, Kecamatan Ciruas, Kecamatan Binuang,
Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Padarincang.
2. Sempadan mata air berupa daratan di sekeliling mata air dengan jarak paling
sedikit 200 (dua ratus) meter pada mata air di luar kawasan permukiman dan
100 (seratus) meter pada mata air di dalam kawasan permukiman untuk
mempertahankan fungsi mata air, meliputi:
a) Mata air Suka Cai, Citaman, Cilesung, Sindangmandi, Rampones, dan
Cicamun di Kecamatan Baros;
b) Mata air Cisindang dan Cibanten di Kecamatan Ciomas;
c) Mata air Cirahab dan Cibulakan di Kecamatan Padarincang; dan
d) Mata air Pelabuhan Bulan di Kecamatan Kramatwatu.
B. Kawasan budi daya
Kawasan budi daya terdiri atas:
1. Kawasan peruntukan hutan produksi, dengan luas kurang lebih 3.830 (tiga ribu delapan
ratus tiga puluh) hektar, meliputi 11 (sebelas) kecamatan yaitu Kecamatan Kramatwatu,
Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Pulo Ampel, Kecamatan Ciomas, Kecamatan
Padarincang, Kecamatan Gunung Sari, Kecamatan Mancak, Kecamatan Anyar,
Kecamatan Cinangka, Kecamatan Pabuaran dan Kecamatan Waringin Kurung.
2. Kawasan hutan rakyat, dengan luas kurang lebih 2.344 (dua ribu tiga ratus empat puluh
empat) hektar, meliputi 9 (sembilan) kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Sari,
Kecamatan Waringin Kurung, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Ciomas, Kecamatan
Padarincang, Kecamatan Mancak, Kecamatan Cinangka, Kecamatan Bojonegara dan
Kecamatan Puloampel.
3. Kawasan peruntukan pertanian dengan luas kurang lebih 62.549 (enam puluh dua ribu
lima ratus empat puluh sembilan) hektar, terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan, dengan luas kurang lebih 31.349
(tiga puluh satu ribu tiga ratus empat puluh sembilan) hektar, meliputi 19 (sembilan
Gambar 2.15 Kunjungan ke Lokasi Rencana Penataan Kawasan 2 bersama PPK beserta
jajarannya
STAR
T
PEKERJAAN PERSIAPAN
Penyusunan
▪ Persiapan Administrasi,
Personil dan Peralatan PROGRAM
▪ Pengumpulan dan Pengkajian MUTU
ORIENTASI AWAL
Tidak
Data Awal
▪ Survey Pendahuluan
▪ Pengumpulan Data Sekunder
Penyusunan DRAFT Diskusi/
▪ Inventarisasi dan Identifikasi Kondisi
Sungai Terkini. LAPORAN PENDAHULUAN Presentasi
Ya Laporan
Tidak
PROGRAM MUTU
Diskusi/
Ya LAPORAN KONTRAK
SURVEI DAN PENDAHULUAN Cek
Presentasi
INVESTIGASI PROGRES
LAPANGAN
SURVEI GEOTEK & SURVEI TOPOGRAFI DAN SURVEI HIDROLOGI, SURVEI SOSEK &
MEKTAN BATHIMETRI HIDROMETRI DAN HIDROLIKA LINGKUNGAN
▪ Hand Boring, Test Pit ▪ Pemasangan BM/CP ▪ Data hidrologi ▪ Data kualitas air dan
dan sampling ▪ Pengukuran situasi sungai ▪ Pengukuran Debit lingkungan
▪ Pekerjaan Sondir dan Drone ▪ Pengukuran dan pengambilan ▪ Data sosek
▪ Bor Mesin ▪ Pengukuran Bathimetri sampel Sedimen ▪ Dampak proyek
▪ Uji Lab. Mektan ▪ Pengukuran Profil ▪ Pengukuran Arus
Memanjang & Melintang ▪ Pengamatan Pasang Surut
▪ Analisa Data
Komponen Fisik-Kimia
▪ Pengolahan Data dan Lab. Kualitas Air
▪ Analisa Hasil ▪ Analisis Curah Hujan
▪ Peta Topografi dan Bathimetri ▪ Analisa Data Flora,
Laboratorium ▪ Analisis Debit Banjir Rencana
▪ Gambar Situasi Sungai, Profil Fauna Darat dan Boita
▪ Parameter tanah ▪ Analisis Sedimentasi
Memanjang & Melintang Air
▪ Rekomendasi Jenis ▪ Analisis Pasang Surut
▪ Analisis Sosek
Pondasi ▪ Analisis Hidrolika
DRAFT LAPORAN
LAPORAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PEMILIHAN ANTARA
ALTERNATIF DESAIN
1. Laporan Analisa Hidrologi, Hidrolika dan Kualitas
Tidak
Air
2. Laporan Survei Topografi dan Buku Ukur Ya
3. Laporan Survei Geoteknik dan Penyelidikan Diskusi/
Tanah Presentas
4. Laporan Survei dan Analisa Lingkungan
5. Laporan Survei dan Analisa Sosial
6. Laporan Survei dan Analisa Kelayakan Ekonomi ANALISIS DAMPAK PERTEMUAN KONSULTASI
7. Laporan Perancangan Arsitektur LINGKUNGAN MASYARAKAT LAPORAN
8. Laporan Rancangan Konseptual SMKK ANTARA
9. Laporan Survey Kadastral dan Daftar Nominatif
Pihak Terdampak Penyusunan DRAFT
10. Nota Desain LAPORAN AKHIR
11. BOQ dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) LAPORAN PKM
12. Spesifikasi Teknis dan Metode Pelaksanaan
13. Laporan KA ANDAL
Tidak
14. Laporan ANDAL Presentas
15. Laporan RKL, dan RPL
16. Laporan Final AMDAL i
Ya
17. Laporan Survei Inventarisasi dan Data
LAPORAN
GAMBAR LAPORAN AKHIR BACKUP DATA END
RINGKASAN
DESAIN
Bentuk dan gambar dari konstruksi BM dan CP dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3.2 Contoh konstruksi pilar BM (Bench Mark) dan CP (Control Point).
B. Penentuan Posisi Dengan Gps
Survey penentuan posisi dengan GPS (survey GPS) secara umum dapat didefinisikan
sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah titik yang
telah diketahui koordinatnya, dengan menggunakan metode penentuan posisi diferensial
(differential positioning) serta data pengamatan fase (carrier phase) dari sinyal satelit GPS
(Global Positioning System). Yang selanjutnya titik-titik koordinat hasil penentuan posisi
dengan GPS tersebut, digunakan sebagai titik referensi (titik awal) pengukuran dan hitungan
untuk kerangka dasar pemetaan topografi.
GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi
menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola Amerika Serikat. Sistem yang terdiri atas 24
satelit ini dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca, serta didesain
untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti dan juga informasi mengenai
waktu secara kontinyu di seluruh dunia.
Patut dicatat disini bahwa posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X,Y,Z
ataupun ,,h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984. Dengan
GPS, titik yang akan ditentukan posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak
(kinematic positioning). Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS
terhadap pusat bumi dengan menggunakan metode absolute (point) positioning, ataupun
terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (monitor station) dengan
menggunakan metode differential (relative) positioning yang menggunakan minimal dua
receiver GPS. GPS dapat memberikan posisi secara instant (real-time) ataupun sesudah
pengamatan setelah data pengamatannya diproses secara lebih ekstensif (post processing)
yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik.
Data pengamatan dasar GPS adalah waktu tempuh (t) dari kode-kode P dan C/A serta fase
(carrier phase, ) dari gelombang pembawa L1 dan L2.
Seseorang dapat mengamati sebagian atau seluruh jenis pengamatan di atas bergantung
pada jenis dan tipe alat penerima sinyal GPS (GPS receiver) yang digunakan. Hasil
pengamatan ini terkait dengan posisi pengamatan (X,Y,Z) serta parameter-parameter lainnya
melalui hubungan yang dapat diformulasikan secara umum berikut ini :
Pi = ρ + dρ + dtrop + dioni + (dt − dT) + MPi + Pi
di mana:
Pi = c.ti = pseudo range pada frekuensi fi (m), (i=1,2),
dion = bias yang disebabkan oleh refraksi ionosfer (m) pada frekwensi
fi (m),
dt, dT = kesalahan dan offset dari jam GPS receiver dan jam satelit (m),
MPi, MCi = efek dari multipath pada hasil pengamatan Pi dan Li (m),
Posisi suatu titik biasanya dinyatakan dengan koordinat (dua dimensi, 2D atau tiga dimensi,
3D) yang mengacu pada suatu sistem koordinat tertentu. Posisi tiga dimensi (3D) suatu titik
di permukaan bumi umumnya dinyatakan dalam suatu sistem koordinat geosentrik.
Bergantung pada parameter-parameter pendefinisi koordinat yang digunakan, dikenal dua
sistem koordinat yang umum digunakan, yaitu sistem koordinat Kartesian/siku-siku ruang
(X,Y,Z) dan sistem koordinat Geodetik (L, B, h).
Kedua sistem koordinat di atas penting sehingga hubungan kedua sistem koordinat tersebut
perlu ditentukan, agar dapat dilakukan transformasi antar sistem koordinat.
Gambar 3.4 Hubungan antara sistem koordinat geodetik dengan sistem koordinat
kartesian/siku-siku ruang.
Bila koordinat kartesian/siku-siku ruang ditulis sebagai (X,Y,Z) dan koordinat geodetik ditulis
sebagai (L,B,h), maka hubungan antara keduanya dapat ditulis sebagai :
X = (N + h) cos L cos B
Y = (N + h) cos L sin B
Z = [N(1-e2) + h] sin L
Keterangan :
N = Jari-jari normal = a/(1- e2 sin2 L)1/2
a = Setengah sumbu panjang ellipsoid
b = Setengah sumbu pendek ellipsoid
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
Halaman 45
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
d1
d2
A 1
d3
Jarak AB = d1 + d2 + d3
2
B
AB
B
AC
A
C
Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap
BM.
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran
beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi seperti di ilustrasikan pada gambar di
bawah. Spesifikasi teknis pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut:
- Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
- Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
- Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi
rambu muka.
Slag 2
Slag 1 b2 m21
b1 m1
Bidang Referensi
D
D
digambarkan penampang memanjang, melintang dan detail situasi pada jalur sungai tersebut.
Pengukuran ini di lakukan pada lokasi-lokasi yang terpilih untuk dilakukan perencanaan teknis
dari muara ke arah hulu sungai.
Pengukuran detail situasi dan profil memanjang dan melintang dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut :
- Alat ukur yang digunakan adalah theodolit Wild TS.
- Metode pengukuran yang digunakan cara tachymetri.
- Pengukuran detail situasi/penampang melintang dilakukan bersama-sama dimulai dari
hilir ke arah hulu sepanjang sesuai dengan permintaan dalam KAK.
- Pengukuran penampang melintang sungai dilakukan setiap jarak ± 100 m pada bagian
lurus dan ± 50 m pada belokan. Dengan lebar sayap ± 50 m dari tepi kiri dan kanan sungai
untuk daerah datar dan sedapatnya untuk daerah lereng/ tebing.
- Pengambilan titik-titik detail dilakukan secara merata di alur sungai, kiri dan kanan tebing
sungai dan penambahan titik detail antara penampang melintang sungai.
- Pengukuran titik-titik penampang melintang diikatkan terhadap titik-titik poligon/ waterpas.
- Pembacaan benang tengah setinggi alat ukur untuk memudahkan dalam perhitungan titik
detail.
- Semua pengukuran penampang melintang dilakukan tegak lurus as sungai.
Semua detail yang ada dilapangan diukur seperti anak-anak sungai yang masuk ke dalam
sungai sejauh ± 100 m dari titik pertemuan sungai dan batas kampung, jembatan, batas kebun
dan lain-lain.
START
PERSIAPAN
▪ Penyiapan Personil Pelaksana
▪ Peraiapan peralatan survey
topografi
PENGUKURAN
Pengukuran Profil
Memanjang, Melintang
dan Detail (Theodolite
T0)
ANALISIS DATA
Ya
PROSES PENGGAMBARAN :
Ya Ya
▪ Gambar Geometris badan sungai
▪ Gambar Profil Memanjang sungai
▪ Profil Melintang sungai
PELAPORAN :
2. Pengukuran Batimetri
Pengukuran batimetri meliputi:
▪ Pengukuran kedalaman air sungai dan pos positioning titik-titik pengukuran.
Kedalaman laut diukur dengan echosounder dan lajur pengukuran diambil dengan interval
20 (dua puluh) m. Rintangan-rintangan navigasi seperti pulau karang perlu diukur
posisinya. Referensi ketinggian untuk topografi dan bathimetri dibuat sama, yaitu titik
ketinggian 0,00 diambil sama dengan tinggi muka air rata-rata dikurangi dengan Z0, yaitu
yang di definisikan sebagai LWS (Lowest Water Spring). Metode pelaksanaan dan
peralatan yang digunakan harus sedemikian rupa untuk mendapatkan ketelitian yang dapat
diterima untuk dapat digunakan sebagai peta dasar dan detail desain.
▪ Metoda pelaksanaan survey batimetri ini digambarkan dalam uraian berikut ini.
(1) Penentuan Jalur Sounding
Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan sounding dari titik awal
sampai ke titik akhir dari kawasan survei. Jarak antar jalur sounding tergantung pada
resolusi ketelitian yang diinginkan. Untuk pekerjaan ini jalur sounding dibuat sejauh
100 m. Setiap jalur sounding dilakukan pengambilan data kedalaman perairan
dengan jarak 20 m.
JALUR
SOUNDING
LAUT
DARAT
SATELIT
READER
ANTENA ANTENA
TRANDUSER TRANDUSER
DASAR LAUT
Pengumpulan data informasi banjir (tinggi, durasi, dan luas genangan) dengan cara
mewawancarai warga setempat dan memperhatikan bekas-bekas tanda banjir di pohon,
rumah, dan sungai.
Luas daerah tangkapan air hujan (catchment area) diukur dari peta topografi skala 1:50.000
atau yang lebih besar. Data curah hujan diambil dari stasiun pengukuran yang termasuk di
dalam catchment area atau minimal stasiun terdekat dengan lokasi jika data yang pertama
tidak tersedia.
Data karakteristik aliran di lapangan dapat diketahui dengan mengadakan survei hidrometri
yang mencakup pengukuran kecepatan aliran, penampang aliran, fluktuasi muka air, dan
penelitian laboratorium terhadap sifat-sifat kandungan fisik, dan kimia. Tujuan dari kegiatan
ini adalah untuk mengetahui potensi-potensi yang berpengaruh dalam upaya pembuatan
jaringan dan drainase, mengoptimalkan jaringan dan drainase, dan menghindari terjadinya
genangan terus menerus dalam jangku waktu lama.
Rencana kerja yang akan dilaksanakan dalam survei hidrometri ini dibagi dalam beberapa
tinjauan sesuai dengan lingkup kegiatan dan lokasi kerja.
A. Pengukuran Karakteristik dan Morfologi Sungai dan Saluran
Pengukuran karakteristik dan morfologi sungai dilakukan pada sungai yang ada dan juga pada
bangunan eksisting. Pemetaan dilakukan pada bagian ruas titik pengambilan air dengan
melakukan pengukuran situasi dan juga potongan memanjang dan melintang terhadap
sungai. Dari pengukuran morfologi sungai akan diperoleh penampang melintang sungai, yang
selanjutnya akan menjadi dasar penentuan rating curve sungai bersangkutan.
Pengukuran morfologi sungai menggunakan alat ukur optis (T0) bertepatan dengan lokasi
pengukuran fluktuasi muka air. Titik-titik rencana pengukuran adalah lokasi yang mempunyai
perbedaan elevasi yang menyolok terhadap lokasi sekelilingnya. Luas penampang aliran yang
telah diperoleh jika dikorelasikan dengan kecepatan aliran akan memberikan debit pada alur
yang bersangkutan.
B. Pengukuran Kecepatan Arus dan Debit Aliran
Tujuan pengukuran arus adalah untuk mendapatkan besaran kecepatan arus yang berguna
untuk penentuan debit sesaat pada sumber air bersangkutan. Ada beberapa metode yang
dapat digunakan untuk pengukuran ini:
➢ Penggunaan Sekat Thompson
Sekat Thompson merupakan alat praktis untuk dapat mengukur debit air dari sumber
berupa mata air, terutama mata air yang membentuk ceruk kecil yang dapat dibendung
dengan mudah. Alat yang diperlukan untuk pengukuran ini adalah sebuah sekat V-notch
yang terbuat dari pelat logam (baja, alumunium, dll) atau dari kayu lapis. Selain itu
diperlukan penggaris, tongkat ukur atau pita ukur.
Sekat ditempatkan pada aliran yang akan diukur pada psisi yang baik sehingga sekat
betul-betul mendatar atau elevasi puncak sekat di kanan dan kiri coakan berbentuk V
betul-betul sama. V notch harus dibentuk sempurna dengan sudut V sebesar 60 dan
posisinya harus betul-betul vertikal. Sesaat setelah air memenuhi ceruk di belakang sekat,
maka selanjutnya aliran akan melimpas melalui coakan V. Setelah aliran limpas stabil,
ukur tinggi air dari dasar coakan V hingga ke permukaaan airnya.
Debit dihitung dengan persamaan:
Q = 0.0134 h5/2
Dimana: Q = debit (lt/dt)
H = tinggi air dari dasar coakan V (cm)
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam pengukuran ini:
1. Aliran di hulu dan di hilir sekat harus tenang (laminer)
2. Aliran hanya melalui sekat, tidak ada kebocoran pada bagian atas atau samping sekat.
3. Air harus mengalir bebas dari sekat (memancur) dan tidak menempel pada sekat.
➢ Pengukuran dengan Currentmeter.
Alat currentmeter harus digunakan untuk mengukur aliran pada kecepatan air rendah,
tidak pada saat banjir. Ada beberapa jenis currentmeter, penggunaannya harus
disesuaikan dengan karakter kecepatan air dan kedalaman air yang akan diukur. Untuk
sungai yang dangkal, digunakan currentmeter dengan ukuran yang kecil agar baling-
baling dapat berputar dengan sempurna mengukur kecepatan aliran.
Pengukuran kecepatan air ada beberapa cara, yaitu: cara satu titik, cara dua titik, dan cara
tiga titik tergantung dari kedalaman air yang akan diukur. Kecepatan aliran air dihitung
dengan pengambilan harga rata-rata. Untuk menghitung debit sungai diperlukan luas
penampang melintang sungai. Besarnya debit adalah hasil kali kecepatan aliran dan luas
penampang melintang sungai.
✓ Untuk kecepatan aliran cara pengukuran satu titik (kondisi sungai dangkal), dilakukan
sedengan mengukur kecepatan aliran pada kedalaman 0.6D dimana D adalah
kedalaman total air di sungai. Kecepatan rata-rata adalah sama dengan kecepatan
pada kedalaman tersebut.
✓ Untuk pengukuran kecepatan aliran lebih dari satu titik, digunakan metoda perata-
rataan. Berikut adalah perhitungan kecepatan arus rata-rata pada pengukuran
kecepatan metode 3 titik:
V = 0.25 ( V0.2d + 2x V0.6d + V0.8d)
dimana : V 0.2d = arus pada kedalaman 0.2d
d = kedalaman lokasi pengamatan arus.
Pengamatan kecepatan arus dilakukan pada kedalaman 0.2d, 0.6d, 0.8d.
Disamping mengetahui besar kecepatan arus, arah arus juga diamati. Arah arus untuk
aliran dalam sungai umumnya searah dengan bentuk sungainya.
▪ Peralatan dan bahan pembuatan perancah dan drum untuk ponton (jika pemboran
inti dilakukan di palung sungai).
▪ Peralatan dan pembuatan base camp.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan mesin bor putar (Rotary Drilling
Machine). Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pekerjaan pengeboran inti
adalah sebagai berikut:
▪ Persiapan termasuk didalamnya dengan membuat base camp, peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan.
▪ Pemasangan perancah dan atau drum ponton.
▪ Pelaksanaan pengeboran.
▪ Spindle I.D. : 48 mm
▪ Feed travel : 500 mm
▪ Max. pressure : 3.300 kg
▪ Max. hoisting : 1.500 kg
▪ Weight : 470 kg
▪ Dimensions : L 1,350 x W 650 x H 1,200 (mm)
▪ Power unit : YANMAR TS–105 C diesel engine, 9 HP at 2.200 rpm.
Mesin Pompa YBM SP-70 :
▪ Type : Horizontal single cylinder reciprocated piston pump
▪ Discharge capacity : 90 lt/mmip
▪ Working pressure : 49 kg/cm2
▪ Weight : 270 kg
▪ Dimensions : L 1050 x W 340 x H 610 mm
▪ Power unit : YANMAR TS-105 C 12 HP at 2.200 rpm
Stang Bor TONE :
▪ Type : AW parallel wall
▪ Length : 3 m, 1.5 m, 0.6 m
▪ Weight : 18.2 kg
Double Tube Core Barrel TONE :
▪ Type/size : NWM rigid type
▪ Hole diameter : 75.6 m
▪ Core diameter : 54.7 mm
▪ Length : 150 & 300 cm
NWMM-D.T. Diamond Core Bit :
▪ Bit set O.D. : 75.4 mm
▪ Bit set I.D. : 54.7 mm
▪ Reaming shell set O.D. : 75.6 mm
Selama pelaksanaan pengeboran inti ada beberapa hal penting yang akan dilakukan,
yaitu :
a. Pengambilan Sampel Undisturbed
Sampel diambil dengan menggunakan core barel, banyaknya tabung tergantung
dari kondisi batuannya, yaitu :
▪ Single core barrel : batuan lunak
▪ ASTM D-420-87; ”Standard Guide for Investigating and Sampling Soil and
Rock”.
▪ ASTM D-1452-80; ”Standard Practice for Soil Investigation and Sampling by
Auger Borings”.
▪ ASTM D-2488-84; ”Standard Practice for Description and Identification of
Soil”.
▪ ASTM D-1586-84; ”Standard Method for Penetration Test and Split Barrel
Sampling of Soil”.
▪ ASTM D-1587-83; ”Standard Practice for Thin Walled Tube Sampling of Soil”.
▪ ASTM D-1586-84; ”Standard Method for Penetration Test and Split Barrel
Sampling of Soil”.
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
Halaman 64
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
▪ ASTM D-1587-83; ”Standard Practice for Thin Walled Tube Sampling of Soil”.
kondisi lahan untuk kegiatan konstruksi adalah dengan mendata langsung ke lokasi,
kemudian menyusunnya dalam bentuk tabel data kepemilikan lahan dan bangunan.
Untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat tentang kondisi perilaku sosial dan
ekonomi, maka pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik berikut:
Teknik wawancara terhadap rumah tangga responden. Teknik ini berpedoman pada
panduan wawancara (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Wawancara mendalam (in-deph interview) dengan tokoh masyarakat sebagai cek
silang (cross check) terhadap informasi yang diperoleh dari responden, terutama
mengenai peri-laku sosial dan ekonomi masyarakat.
Pengamatan lapangan (observation), untuk mengetahui kondisi obyektif perilaku
sosial dan kegiatan ekonomi yang sedang berkembang.
Melakukan perencanaan berdasarkan pendekatan top down dan bottom up planning
dalam bentuk “Pertemuan Konsultasi Masyarakat” (PKM) yang mengikut sertakan
seluruh stakeholder dari beberapa elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat,
LSM, dan Instansi Pemerintah terkait
Studi Pustaka (desk study) tentang teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
membahas perilaku sosial dan ekonomi masyarakat/rumahtangga. Studi tentang
hasil-hasil penelitian sebelumnya di wilayah studi dimaksudkan sebagai referensi
untuk menda-patkan informasi tentang kondisi sosek pada kurun waktu sebelumnya.
B. Lingkungan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk melengkapi pelaksanaan kegiatan proyek bidang pekerjaan
umum yang tidak wajib AMDAL, tetapi dampak yang mungkin akan timbul perlu ditangani.
Penyajian informasi lingkungan ini memerlukan beberapa informasi dan data sebagai berikut:
1) Fisik :
a) Iklim :
▪ Komponen cuaca : tipe, suhu, kelembaban, hujan, kecepatan angin
▪ Data periodik banjir
b) Fisiografi :
▪ Morfologi
▪ Geologi
c) Hidrologi :
▪ Karakteristik fisik sungai
▪ Debit rata-rata sungai
▪ Sedimentasi
d) Tata guna tanah :
▪ Tata guna tanah, inventarisasi sumber daya
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
Halaman 67
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
▪ Regional planning
2) Biologi :
a) Flora dan Fauna
▪ Inventarisasi jenis flora dan fauna darat
▪ Kemungkinan adanya hewan langka dan kondisi habitatnya.
b) Ekologi teresterial
▪ Analisis vegetasi pekarangan (jika ada)
▪ Rehabilitasi lahan serta konservasi tanah (jika ada)
c) Ekologi perairan
▪ Hewan air liar dan kualitas air
▪ Pemeliharaan kualitas air.
Perhitungan pendahuluan poligon dan sipat datar dilakukan di lapangan secara konvensional
dan perhitungan definitif dilakukan di kantor. Perhitungan pendahuluan tersebut dilakukan di
lapangan dengan maksud apabila terjadi kesalahan pengukuran bisa langsung diatasi dan
diukur kembali.
(1) Hitungan Azimuth Matahari
Proses hitungan azimuth pengamatan matahari sebagai berikut :
di mana :
A = azimuth matahari
Q = lintang pengamatan (dari peta topografi)
= deklinasi matahari (dari almanak matahari)
h = sudut miring ke matahari (dari hasil pengukuran)
di mana :
rm = sudut refraksi normal pada tekanan udara 760 mm.Hg, temperatur 0°C
dan kelembaban nisbi 60%.
Harga rm dapat dicari dari Tabel VI pada buku almanak matahari.
p
cp = , dengan p adalah tekanan udara dalam mm.Hg
760
Bila tekanan udara tidak diukur, tetapi tinggi tempat pengamatan
diketahui dari peta topografi, maka harga c p dapat dicari dari Tabel VIIa
almanak matahari.
283
ct = , dengan t adalah temperatur udara dalam °C
(273 + t )
(harga ct dapat dicari dari Tabel VIII pada buku almanak matahari).
3
4
U
1
wal
uth a
Azim
2
3
4
d . sin = 0
d . cos = 0
Besar Salah Penutup Koordinat adalah :
SL = (( fx) 2
+ ( fy ) 2 )
▪ Untuk mengetahui Ketelitian Linier Jarak poligon didapat dengan rumus:
X j = X i + d ij sin ij
Y j = Yi + dij cos ij
dimana :
ij : nomor urut titik polligon dari 1 ke n. n = 1, 2, 3, 4, 5, . . . . . .
(3) Hitungan Waterpass (Sipat Datar)
Hitungan waterpass (sipat datar) pada semua jalur pengukuran sungai, metoda dan proses
hitungan pada dasarnya sama. Pada tahap ini data-data ukuran dihitung dengan hitungan
perataan sederhana cara bowditch, dimana dalam sistem pemberian nilai koreksi tiap hasil
ukuran adalah dengan perbandingan jarak ukuran dengan jumlah jarak jalur waterpass dalam
satu seksi/loop. Rumus yang dipakai dalam metoda tersebut adalah sebagai berikut :
fh = h
d
fhn = fh n = 1, 2, 3, 4, 5, . . . . . .
d
dimana :
Tawal = tinggi titik ikat awal
Takhir = tinggi titik ikat akhir
Δh = beda tinggi ukuran
fΔh = kesalahan beda tinggi
Σd = jumlah jarak dalam satu seksi / kring
Sedangkan untuk mengetahui baik tidaknya hasil pengukuran waterpass, maka
ditentukan batas harga kesalahan terbesar yang masih dapat diterima yang
dinamakan toleransi pengukuran. Angka toleransi dapat dihitung dengan metode
sebagai berikut :
T = ( K Dkm ) mm
dimana :
T = Toleransi dalam satuan mm
K = Konstanta yang menunjukan tingkat ketelitian pengukuran dalam satuan
milimeter (mm).
D = Jumlah jarak yang diukur dalam satuan kilometer.
(4) Hitungan Detail Situasi dan Penampang Melintang
Hitungan tachimetry adalah menghitung jarak datar dan beda tinggi (tinggi) titik-titik detail yang
telah diukur dilapangan. Pada gambar berikut ini bila titik B adalah titik detail yang diukur dari
titik kerangka A, maka untuk menghitung jarak datarnya dan beda tinggi (tinggi) antara titik A
dan digunakan rumus-rumus berikut ini :
Pada pekerjaan survey dan pemetaan (surta) laut, pengamatan pasang surut laut dilakukan
umumnya untuk keperluan :
▪ Penentuan permukaan air laut rata-rata (Mean Sea Level/MSL) dan Muka Surutan Peta
(Chart Datum), yang masing-masing merupakan bidang referensi bagi ketinggian titik-titik
di darat dan kedalaman titik-titik di bawah permukaan perairan (dasar laut).
▪ Penganalisaan dan peramalan pasang surut pada daerah survey (perairan) yang
bersangkutan, dimana hasil penganalisaan dan peramalan ini selanjutnya dapat
digunakan untuk keperluan rekayasa, keselamatan navigasi dan lain sebagainya.
Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air
akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang
diperoleh adalah amplitudo dan fase setiap komponen. Metoda yang akan digunakan untuk
menguraikan komponen-komponen pasang surut dan menentukan elevasi penting tinggi
muka air pada pekerjaan ini adalah dengan menggunakan metode Admiralty.
Data hasil pengamatan selama 15 (lima belas) hari kemudian dianalisa untuk mendapatkan
parameter-parameter pasang surut di lokasi pekerjaan. Proses yang dilakukan dalam analisa
pasang surut ini digambarkan dalam suatu bagan alir yang disajikan pada gambar berikut ini.
Data Pasut
Admiralty
Komponen Pasang
Surut Jenis Pasang Surut
Konstituen
No. Keterangan Perioda (jam)
Pasang surut
1 M2 Principal lunar 12.24
2 S2 Principal solar 12.00
3 N2 Larger lunar elliptic 12.66
4 K2 Luni-solar semi diurnal 11.97
5 K1 Luni-solar diurnal 23.93
6 O1 Principal lunar diurnal 25.82
7 P1 Principal solar diurnal 24.07
8 M4 6.21
9 MS4 6.10
Dengan konstanta yang didapatkan dilakukan pula peramalan pasang surut untuk masa 20
tahun sejak tanggal pengamatan. Hasil peramalan ini dibaca untuk menentukan elevasi-
elevasi penting pasang surut. Elevasi-elevasi penting yang akan dicari disajikan dalam Tabel
berikut ini.
Tabel 3.2 Elevasi-Elevasi Penting Pasang Surut
Analisa H f ( x ) = (x − ) exp− (x − )
−1
( )
dimana nilai dari () adalah suatu fungsi gamma dengan , dan merupakan parameters
yang diberikan oleh persamaan berikut ini :
sx 2
= , =
Cs
= x − sx
a. Pengikatan Ke Titik Tetap Pasut (Bench Mark)
Dalam melakukan pengamatan pasut dengan menggunakan rambu pasut (palem),
kedudukan permukaan air laut di ukur terhadap skala nol rambu pasut (palem). Oleh
karena itu, untuk lebih memberikan arti praktis maupun geometris pada data-data
pengamatan pasut tersebut, maka letak skala nol palem yang digunakan harus
ditentukan dan didefinisikan, yaitu umumnya dengan cara mengikatkan palem yang
bersangkutan terhadap sebuah titik tetap (Bench Mark) didarat yang telah tertentu
posisinya dengan pengukuran sipat datar teliti (biasa), sehingga didapatkan beda
tinggi antara skala nol rambu pasut (palem) dengan titik tetap tersebut.
Gambar 3.22 Geometrik pengamatan pasang surut (pasut) air laut terhadap titik
tetap didaratan (bench mark).
Tinggi (elevasi) pilar pasut BM.1 adalah :
H BM .1 = ( BTb − a ) − BTm
a) Seluruh alur, drainase, sungai (dasar terendah dan lebar jelas terlihat)
b) Seluruh jalan yang melingkupi areal pekerjaan
c) Petak-petak tambak, petak-petak sawah, jaringan irigasi dan drainase, batas
kampung, rumah-rumah, jembatan dan saluran. Diameter atau dimensi berikut
ketinggian lantai semua gorong-gorong, jembatan, sekolah, mesjid dan kantor
pemerintahan, dan lain-lain.
d) Tower telepon, tower listrik, dan lain-lain
e) Daerah rawa
f) Batas tata guna lahan, misalnya pemukiman penduduk, areal perkantoran, pusat
kota, daerah resapan, belukar berupa rerumputan dan alang-alang, sawah, rawa,
ladang, kampung, kebun dan lain-lain.
g) Tiap detail topografi setempat, misalnya tanggul curam, bukit kecil dan lain-lain.
h) Batas pemerintahan (Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa dan lain-lain), nama
kampung, kecamatan, nama jalan dan lain-lain yang dianggap diperlukan.
• Gambar potongan memanjang skala mendatar 1:2.000 dan skala vertikal 1:200.
• Gambar potongan melintang skala 1:200.
• Gambar peta index skala 1:20.000
Gambar situasi sungai dan longitudinal section sungai dibuat dengan skala horizontal 1:2.000
dan skala vertikal 1:200, pada kertas kalkir ukuran A1. Penarikan garis kontur setiap interval
1 meter ditarik dengan rapidho 0,1 mm dan setiap 5 meter ditarik lebih tebal dengan rapidho
0,5 mm. Materi lainnya yang dicantumkan dalam gambar situasi sungai, yaitu orientasi arah
Utara, garis silang grid, harga koordinat grid, skala garis.
Gambar potongan melintang sungai, digambar pada skala 1:200 baik skala hori-zontal
maupun skala vertikal, digambar pada kertas kalkir ukuran A1.
Data yang dicantumkan pada gambar potongan melintang yaitu :
• Bidang persamaan (reference level)
• Eevasi tanah asli (original ground level) dan
• Jarak (distance).
(8) Penggambaran Peta
Seluruh hasil pengukuran selanjutnya diplot dengan format digital AutoCAD pada lembar
berkoordinat Ukuran A1. Format ukuran A1 ini berlaku untuk seluruh lembar gambar dan peta.
Untuk pengeplotan seluruh peta dan gambar pada lembar A3 tetap menggunakan format A1.
Seluruh hasil pengukuran topografi direkam pada peta indeks berkoordinat penuh. Seluruh
peta mempunya tanda-tanda sebagai berikut:
▪ Garis kontur
▪ Seluruh titik spot height yang diukur baik sungai, pantai maupun dasar laut
▪ Bila penggambaran dilakukan pada beberapa lembar, diagram dari layout lembar
disertakan untuk menunjukkan hubungan antara satu lembar dengan lembar berikutnya
(overlay)
Adapun standar penggambaran diuraikan seperti dibawah ini:
a) Ukuran Huruf dan Garis
Semua ukuran huruf dan garis dibuat mengacu pada standarisasi dalam penggambaran
peta-peta/gambar-gambar pengairan Kriteria Perencanaan Irigasi (Standar
Penggambaran KP-07) yang diterbitkan oleh Subdit. Perencanaan Teknis, Direktorat
Irigasi I, Dirjen Pengairan.
b) Legenda dan Penomoran Gambar
Pencantuman legenda dan penomoran untuk penggambaran bangunan dan lain-lain
mengacu pada buku Kriteria Perencanaan Irigasi (KP-07).
c) Overlay Lembar Gambar
Penyambungan gambar antara lembar satu dengan lainnya dibuat overlay dengan
ukuran overlay setengah grid (5 cm pada format A1 skala 1:2000) dan dibuat diagram
petunjuk lembarnya. Semua lembar dengan jelas diberi judul dan referensi terhadap
pasangan lembar 1:1000.
d) Peta Indeks/Rencana
Meskipun pengeplotan data hanya pada satu lembar atau beberapa lembar format A1,
pada skala 1:2.000, maka peta indeks/ikhtisar skala 1:20.000 tetap dibutuhkan untuk
menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
▪ Daerah kerja (garis besar)
Penentuan besarnya debit banjir rencana tergantung dari ketersediaan data dan kebutuhan
analisa. Jika hanya membutuhkan puncak banjir dapat dilakukan de-ngan analisa frekuensi,
tetapi jika membutuhkan penelusuran banjir, maka harus dilakukan analisa hidrograf. Metoda
analisis debit banjir rencana dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan data :
▪ Jika data debit banjir maksimum tahunan sesaat yang tersedia >20 tahun dan memenuhi
syarat untuk analisa frekuensi (stasioner, homogen, independensi dan keacakan), maka
perhitungan besarnya debit banjir rencana dapat dilakukan dengan distribusi frekuensi
Gumbel, Log Pearson Tipe III atau Log Normal 2 maupun Pearson III baik dengan cara
grafis maupun cara analisis.
▪ Jika data debit banjir maksimum sesaat yang tersedia < 20 tahun, maka perhitungan debit
banjir rencana dapat menggunakan Metode Analisis Regional yang merupakan hasil
analisa menggunakan gabungan data dari berbagai DPS.
▪ Jika besarnya debit banjir rencana diperkirakan dari data hujan dan data karakteristik DAS,
maka besarnya debit banjir rencana dapat dilakukan dengan metode empiris, metoda
rasional atau metode analisis regresi (IOH).
▪ Jika terdapat data hidrograf banjir dan data hujan durasi pendek pada saat yang sama
dengan hirdrograf banjir, maka dapat digunakan Metoda hubungan hujan limpasan dengan
Unit Hidrograf.
Dengan demikian data-data yang akan dikumpulkan dalam pelaksanaan pekerjaan ini antara
lain :
▪ Hasil pengukuran debit sungai
Salah satu metode pengisian data hilang adalah metode normal, persamaan-nya adalah
sebagai berikut :
1 n R
r = ri x
x n 1 R
i
di mana :
rx = Curah hujan yang diisi.
Rx = Curah hujan rata-rata setahun ditempat pengamatan yang datanya harus
dilengkapi.
Ri = Curah hujan rata-rata setahun di pos hujan pembandingnya.
ri = Curah hujan dipos hujan pembandingnya.
n = Banyaknya pos hujan pembanding.
Pemeriksanaan hujan abnormal untuk mengetahui data-data yang abnormal sehingga dalam
analisa selanjutnya tidak diikutkan. Metode yang digunakan adalah "Iwai Kadoya"
START
Uji Konsistensi
Hujan Rancangan
Tidak
Uji Kesesuaian
Distribusi Frekuensi
Ya
Distribusi Hujan Jam-Jaman
LAPORAN PENDUKUNG
HIDROLOGI
Hujan Rerata
Hujan rerata merupakan wilayah yang dihitung dari hujan titik dari beberapa stasiun
penakar hujan yang berpengaruh terhadap daerah aliran sungai. Salah satu metode yang
digunakan untuk menghitung hujan wilayah/daerah adalah metode Thiesen. Poligon
Thiesen diperoleh dengan cara membuat poligon yang memotong tegak lurus pada
tengah-tengah garis hubung dua pos penakar hujan, persamaannya adalah sebagai
berikut:
n A
R = i Ri
AVG 1 A
di mana :
RAVG = Curah hujan rata-rata (mm)
Ai = Luas pengaruh stasiun ke i dari 1 sampai n (km2)
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
Halaman 83
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
2
n
(
i −n
Xi − X )
3
n3 (
i =n
Xi − X )
3
Cs = i =1 Ck = i =1
(n − 1)(n − 2) nS 3 (n − 1)(n − 2)(n − 3) nS 4
di mana :
XT = X + S K
di mana :
XT = Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.
S = Standard deviasi
K = Faktor frekwensi
b) Metode Pearson III
Persamaannya adalah sebagai berikut :
X = X + k . X
di mana :
X = besarnya suatu kejadian
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
Halaman 84
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
X = X + tp.
di mana :
X = besarnya suatu kejadian
X T = X + Km Sn
di mana :
XT = Curah hujan maksimum yang mungkin terjadi
Sn = Standard deviasi
Km = Faktor frekwensi.
di mana :
P = Probabilitas ( % )
m = Nomor urut data seri yang telah disusun
n = Banyaknya data
▪ Plot data hujan Xi
▪ Plot persamaan analisa frekwensi yang sesuai
Distribusi Hujan Jam-jaman
Sebaran/distribusi hujan jam-jaman yang dihitung berdasarkan curah hujan harian pada
umumnya digunakan rumus Mononobe :
2/3
R t
Rt = 24
t T
di mana:
Rt = Intensitas hujan rata-rata, dalam T jam
R24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari
t = Waktu konsentrasi hujan
T = Waktu mulai hujan
Curah hujan ke-t dihitung dengan persamaan :
Disamping metode tersebut distribusi curah hujan juga dapat ditentukan dari pola
distribusi yang ada pada stasiun terdekat dengan lokasi analisa yang mempunyai data
curah hujan jam-jaman.
C. Analisa Debit Banjir Rencana
Metode yang digunakan untuk analisa debit banjir rencana tergantung dari jumlah data debit
dan data hujan (lihat bagan alir).
Data Debit Data Hujan Data Debit Data Debit Data Hujan
>20 thn Panjang dan (10~20) thn (4~20) thn dan Data
Data Debit Karakteristik
(1~3) thn Basin
Hidrograf ▪ Weduwen
Satuan SCS ▪ Haspers
Data diper-
▪ Melchior
panjang
Dengan berdasarkan bagan tersebut, maka metode yang kami usulkan untuk dipakai adalah
metode empiris, metode regresi dan metode matematis, kecuali data debit debit lengkap (lebih
dari 10 tahun). Penjelasan singkat metode tersebut adalah sebagai berikut :
Metode Empiris
Metode empiris yang biasa digunakan adalah metode Unit Hidrograph Nakayasu, yaitu
sebagai berikut :
C A R0
Qp =
3,6 (0,3 Tp + T0,3 )
di mana:
Qp = Debit puncak banjir (m3/dt)
C = Koefisien pengaliran
A = Luas daerah aliran sungai (km2)
Ro = Hujan satuan (1 mm)
Tp = Waktu puncak (jam)
T0,3 = Waktu yang diperlukan untuk penurunan debit, dari debit puncak menjadi
30% dari debit puncak (jam).
Aliran dasar yang digunakan untuk metode empiris dan regresi menggunakan
parameter luas daerah aliran sungai dan kerapatan sungai. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
QB = 0,4751 x A0,6444 x D0,943
QB = Aliran dasar, m3/dt
A = Luas daerah aliran sungai, km2
D = Kerapatan sungai, km/km2
Metode Regresi
Metode GAMA I. Parameter-parameter yang digunakan adalah :
a) Faktor sumber (SF) adalah perbandingan antara jumlah panjang sungai sungai
tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat.
b) Frekwensi sumber (SN) adalah perbandingan antara jumlah sungai sungai tingkat
satu dengan jumlah sungai semua tingkat.
Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik
sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur dititik sungai yang
berjarak 0,25 L dari tempat pengukuran.
c) Luas DAS sebelah hulu (RUA) adalah perbandingan antara luas DAS yang diukur
di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara lokasi
d) pengukuran dengan titik yang dekat dengan titik berat DAS, melewati titik tersebut.
e) Faktor simetri (SIM) adalah (WF) x (RUA)
f) Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua pertemuan sungai didalam
DAS.
g) Kerapatan jaringan sungai (D), Luas daerah aliran sungai (A)
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai berikut :
Qp = 0,1836 x A0,5886 x JN0,2381 x TR-0,4008
TR = 0,43 x ( L /(100SF))3 + 1,0665 SIM + 1,2775
TB = 27,4132 x TR0,1457 x S-0,0956 x SN0,7344 x RUA0,2574
K = 0,5617 x A0,1798 x S-0,1446 x SF-1,0897 x D0,0452
= 10,4903 - 3,859 x 10-6 x A2 + 1,6985 x 10-13 (A/SN)4
B = 1,5518 x A-0,1491 x N-0,2725 x SIM-0,0259 x S-0,0733
di mana :
Qp = Debit puncak ( m3/dt )
I1 + I 2 O + O2
t − 1 t = S − S
2 2 2 1
di mana :
I1 = Debit masukan pada periode awal (m3/dt).
I2 = Debit masukan pada periode akhir (m3/dt).
O1 = Debit keluaran pada periode awal (m3/dt).
O2 = Debit keluaran pada periode akhir (m3/dt).
S1 = Tampungan pada periode awal (m3/dt).
S2 = Tampungan pada periode akhir (m3/dt).
Δ t = Interval waktu (jam atau menit).
Hujan rata-rata pada daerah aliran dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
P .W + P .W + ... + P .W
Pd = 1 1 2 2 n n
n
di mana :
Pd = Hujan rata-rata (mm)
P1, P2,…, Pn = Hujan harian pada setiap stasiun No.1, 2 … n (mm).
W1 , W2 , Wn = Faktor bobot yang dipergunakan pada masing-masing (%).
n = Banyaknya stasiun Pemilihan Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana dipilih berdasarkan daerah/lokasi yang akan ditanggulangi. Debit
banjir rencana minimum yang dianjurkan seperti yang tercantum dalam buku Pedoman
Pengendalian Banjir Volume II.
Kala Ulang yang lebih tinggi bisa saja dipilih tergantung pada lokasi setempat. Kala
ulang yang lebih tinggi ini akan dipilih kalau secara ekonomis membuktikan lebih
menguntungkan. Pada Tabel 3.4 terlihat ada dua set kala ulang yang disarankan untuk
program pengendalian banjir bertahap dan Tabel 3.5 kala ulang yang disarankan untuk
bangunan persungaian.
Untuk kolom Fase Awal disarankan untuk penggunaan mendesak. Penerapan ini
bergantung pada proses pengesahan dan usaha-usaha untuk memperoleh dana guna
membangun proyek tersebut. Sedangkan nilai Fase Akhir (Jangka Panjang) digunakan
pada peningkatan fasilitas-fasilitas yang ada.
Tabel 3.4 Kala Ulang Minimum yang Disarankan sebagai Banjir Rencana yang
berkenaan dengan Genangan Banjir
Tipe proyek (untuk proyek pengendali banjir Fase Fase
Sistem Saluran sungai) dan Populasi Total 2) (untuk sistem
drainase) Awal 1) Akhir 1)
Keterangan :
1) Standar banjir rencana tertinggi akan digunakan jika analisa ekonomi menunjukkan standar tersebut diperlukan sekali
atau jika banjir mengakibatkan resiko tinggi dalam kehidupan manusia.
2) P = jumlah penduduk ibukota
3) Proyek Darurat dilaksanakan tanpa studi kelayakan teknis dan ekonomis pendahuluan pada tempat-tempat dimana
genangan sangat luas dan masalah banjir menimbulkan resiko besar terhadap nyawa manusia.
4) Proyek Baru, meliputi proyek-proyek pengendalian banjir pada tempat dimana sebelumnya tidak pernah ada proyek
pengendalian banjir atau dimana proyek darurat sudah dilaksanakan.
5) Proyek Peningkatan, meliputi proyek-proyek rehabilitasi serta perbaikan dari proyek-proyek yang sudah ada.
Kebanyakan Proyek Pengembangan Wilayah Sungai dianggap sebagai peningkatan.
Tabel 3.5 Kala Ulang Minimum yang Disarankan sebagai Banjir Rencana Bagi
Bangunan Sungai
Kala ulang
Jenis Bangunan Detail Penjelasan
(Tahun)
Pelindung Tebing 25 Krib, Bronjong, Riprap dan lain-lain
Sungai
Perlindungan Gerusan 50 Krib, Rip-rap, bronjong dan sebagainya
Lereng Tanggul
Normalisasi Alur Bervariasi Alur sungai digunakan Debit Alur Penuh/
Debit Regim Sungai
Bendung 50 - 100
Jembatan 50
Jalur Perlintasan Pipa 50 ▪ Pipa yang melintang diatas sungai atau
tertanam di dasar sungai dan mengangkut
bahan non polutan
100 ▪ Pipa yang melintang diatas sungai atau
terta-nam di dasar susngai dan
mengangkut bahan polutan
Sumber :Sosialisasi NSPM & Advis Teknis, Puslitbang SDA, Tahun 2003
Tabel 3.6 Kala Ulang Minimum yang Disarankan sebagai Banjir Rencana Bagi Ibu Kota
Kabupaten/Kota, Ibu Kota Provinsi, Ibu Kota Negara / Metropolitan
keadaan suspensi cair. Berat jenis campuran diuji secara berkala dengan
menggunakan hidrometer, yang dikalibrasi untuk mengukur laju penurunan butiran
tanah. Ukuran relatif dan persentase butiran halus diukur berdasarkan hukum
Stokes yaitu untuk pengendapan butiran bulat.
f). Batas-Batas Atterberg
Uji batas-batas Atterberg dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI
03-1966-1990 Metode Pengujian Batas Plastis Tanah, SNI 03-1967-1990 Metode
Pengujian Batas Cair Dengan Alat Casagrande, SNI 03-1975-1990 Metode
Mempersiapkan Contoh Tanah dan Tanah Mengandung Agregat, SNI 03-3422-1994
Metode Pengujian Batas Susut Tanah, PT-03, SK DJ Pengairan No.
185/KPTSA/A/1986 atau ASTM D 4318 Test Method for Liquid Limit, Plastic Limit
and Plasticity Index if Soils.
Untuk menggambarkan konsistensi dan plastisitas tanah berbutir halus dengan
perubahan derajat kadar air diperlukan uji batas-batas Atterberg.
2) Sifat Teknis Tanah
Sifat teknik tanah ditentukan dengan melakukan uji-uji yang terdiri atas uji kuat geser,
analisis tegangan total dan efektif, uji kuat geser tanah terkekang, uji kekuatan triaksial,
uji kuat geser langsung, uji resonant column, dan uji geser baling mini (miniature vane).
Parameter-parameter yang diperoleh dari hasil uji tersebut digunakan untuk analisis dan
desain pondasi dan timbunan pada bangunan air dan bendungan, serta bangunan
pelengkapnya.
a). Uji Kuat Geser
Kuat geser harus ditentukan berdasarkan gabungan uji lapangan dan laboratorium.
Hasil uji laboratorium memberikan parameter kuat geser acuan dengan batasan dan
pembebanan yang terkontrol.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
o Untuk lempung, digunakan uji laboratorium yang mencakup uji tekan tidak
terkekang (UC = unconfined compression) atau uji tidak terkonsolidasi tidak
terdrainase (UU).
o Contoh tidak terganggu maupun contoh yang dicetak ulang (remolded) atau yang
dipadatkan dapat digunakan untuk uji kuat geser. Untuk uji kuat geser tanah
terganggu dan tanah dicetak ulang, benda uji harus dipadatkan atau distabilkan
pada kadar air dan kepadatan tertentu. Jika pengambilan contoh tidak terganggu
tidak praktis (misal tanah pasiran dan tanah kerikilan), maka perlu disiapkan
benda uji cetak ulang yang mendekati kepadatan dan kadar air alami untuk
pengujian.
b). Uji Kekuatan Triaksial
o Uji kekuatan triaksial bertujuan untuk mengetahui karakteristik kekuatan tanah
yang mencakup informasi rinci pengaruh tekanan lateral, tekanan air pori,
drainase dan konsolidasi. Uji dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
Halaman 93
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
SNI 03-4813 Metode Pengujian Triaksial Untuk Tanah Kohesif Dalam Keadaan
Tanpa Konsolidasi dan Drainase tidak terkekang (UC = unconfined compression)
atau uji tidak terkonsolidasi tidak terdrainase (UU).
o SNI 03-2455 Metode Pengujian Triaxial A, SNI 03-2815-1992 Metode
Pengujian Triaxial B atau ASTM D 2850 Test Method for Unconsolidated,
Undrained Compressive Strength of Cohesive Soils in Triaxial Compression, D
4767 Test Method for Consolidated- Undrained Triaxial Compression Test on
Cohesive Soils.
B. Mekanika Batuan
1. Uji Kekuatan Batuan
a) Indeks Beban Titik (Kekuatan)
Tujuan uji indeks beban titik adalah untuk menentukan klasifikasi kekuatan batuan
dengan uji indeks. Uji dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI 03-
2814 Cara Uji Indek Kekuatan Batuan Dengan Beban Titik atau ASTM D 5731
Test Method for Determining Point Load Index (I S ).
fasilitas pembuatan Grafik, maka grafik sondir ini dapat dibuat seperti contoh Gambar 3.25.
Dari grafik ini akan didapat gambaran mengenai kondisi lapisan tanah untuk tiap-tiap
kedalaman. Sehingga dapat ditetapkan jenis pondasi yang akan digunakan, apakah pondasi
dalam (deep foundation) atau pondasi dangkal (shallow foundation).
1,5
Bottom of Test Pit
1,8
2
2,5
Sample type : D = dry A = Auger Top Soil
TP = Test pit W = Wasted
Mud clay
C = Cored V = Vane test
UP = Undisturbed piston Silty clay
▪ Bahan tidak mengandung campuran zat organis / mineral yang mudah larut.
Tabel 3.8 Tabel Parameter dan Metode Analisis Kualitas Air Tanah
3.5.2 PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA FLORA, FAUNA DARAT DAN BOITA AIR
A. FLORA
Data flora dikumpulkan melalui identifikasi yang akan dilakukan pada lokasi yang memiliki
vegetasi asli yang tumbuh secara alami dan merupakan vegetasi yang khas pada lokasi
tersebut yang membentuk suatukomunitas tersendiri serta hamparan vegetasinya relatif luas
untuk dapat mengetahui dominansi dari vegetasi tersebut. Untuk mengetahui parameter flora
yang dibagi dalam 3 tingkat pertumbuhan yaitu semai (seedling), pancang (sampling) dan
pohon (trees).
Data flora darat yang terkumpul di analisis secara deskriptif dengan menggunakan ukuran
jumlah jenis dan kepadatannya. Selain itu juga diperhitungkan indeks nilai penting dan
keanekaragaman vegetasi. Untuk itu digunakan rumus :
INP = KR + FR + DR
dimana :
INP = Indeks Nilai Penting
KR = Kerapatan Relatif (%)
FR = Frekuensi Relatif (%)
DR = Dominansi Relatif (%).
B. FAUNA
Data fauna darat akan dilakukan dengan pengamatan lapangan/inventarisasi untuk fauna liar
dan metode wawancara untuk fauna budidaya. Wilayah studi disesuaikan dengan wilayah
studi flora. Metode pengamatan lapangan/inventarisasi dilakukan dengan cara mencatat
semua jenis fauna, seperti aves, reptil, dan mamalia. Setiap fauna yang ditemui langsung
dicatat nama jenis (nama daerah dan atau lokal) dan habitatnya.
Data fauna darat yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis deskriptif dengan ukuran
jenis dan jumlah fauna darat yang ditemui di lokasi pengamatan.
C. BIOTA AIR
Pengamatan biota akuatik akan dilakukan pada perairan yang diprakirakan akan terkena
dampak dari tahap pekerjaan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama. Kajian dibatasi
pada komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton), makrozoobenthos.
Komunitas Plankton dan Benthos. Keanekaragaman jenis dapat dianggap sebagai sifat yang
dapat diukur dari kumpulan jenis alam dan terdiri dari dua komponen yaitu jumlah jenis atau
kekayaan jenis dan kelimpahan relatif dari setiap jenis. Ada dua cara pengukuran
keanekaragaman yang biasa digunakan yaitu cara yang dikembangkan oleh Simpson (Odum,
1975) dan Shannon & Wiener (Lee, et al, 1978). Indeks keaneka ragaman dapat digunakan
untuk menganalisis nilai ekologi habitat dan keadaan suatu lingkungan.
Nilai kelimpahan plankton ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
N = (C x A x V1)/ (1 x a x u x V2)
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
Halaman 101
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
Dimana:
N = jumlah total, individu/liter
C = angka rata-rata individu untuk setiap genus plankton
V1 = Volume contoh air, 50 ml
V2 = Volume contoh air yang difilter, 30 liter A = Luas area bagian cekungan dari Sedwick-
Rafter Counting Cell, 1.000 mm2
a = Luas area “whipple field”, 1 mm2 u = Jumlah “whipper field”,
l = Volume air pada bagian cekungan dari Sedwick-Rafter Counting Cell, 1 ml
Nilai kelimpahan benthos dihitung berdasarkan rumus berikut :
Individual/m2 = n/A
dimana:
n = jumlah total individu
A = luas area bukaan dari alat “grab”, 0.09 m2
Indeks keragaman jenis plankton maupun makrozoobenthos dihitung menggunakan rumus
yang diperkenalkan oleh Shannon dan Wiener (1949) sebagaimana digunakan untuk flora.
Indeks kesamaan jenis komunitas plankton maupun makrozoobenthos dihitung dengan
menggunakan persamaan yang dikemukakan
Sannon dan Wiener (1949) sebagaimana digunakan untuk flora.
Indeks dominasi akan dihitung berdasarkan rumus indeks dominasi yang diperkenalkan oleh
Simpon (Odum 1971) sebagaimana digunakan untuk flora.
3.5.3 PENGOLAHAN DAN ANALISA EROSI DAN SEDIMENTASI
Di Indonesia yang merupakan daerah beriklim tropik basah, erosi yang terpenting adalah erosi
oleh air hujan. Pada umumnya jenis erosi yang disebabkan oleh air adalah erosi permukaan
(surface erosion). Proses erosi ini merupakan proses awal terjadinya kerusakan lahan dan
merupakan penyebab terbesar terjadinya erosi di DAS.
a) Tingkat bahaya erosi
Evaluasi terhadap proses terjadinya erosi, perlu dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui seberapa besar potensi atau tingkat bahaya erosi yang terjadi, pada suatu
kawasan atau bidang tanah, serta untuk mendeteksi besarnya indeks bahaya erosi, yang
telah terjadi.
Tingkat bahaya erosi yang terjadi dinyatakan dalam Indeks Bahaya Erosi (IBE) dan
didefinisikan sebagai berikut :
Kehilangan Tanah ( ton / Ha / Tahun )
Indeks Bahaya Erosi =
T ( ton / Ha / Tahun )
Nilai T adalah merupakan suatu jumlah kehilangan tanah yang disebab-kan oleh
terjadinya suatu proses pelarutan pada permukaan tanah akibat tumbukan dan aliran air
hujan yang masih dapat diberikan toleransi.
Selanjutnya batasan tingkat bahaya erosi dapat diklasifikasikan seperti pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3.9 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi
b) Sedimentasi
Proses sedimentasi adalah pelepasan, pengangkutan dan pengendapan tanah yang
tererosi. Hampir semua penyebab dari sedimentasi adalah hasil erosi yang dipercepat,
terutama erosi permukaan dan erosi parit. Sedimentasi merupakan pecahan material
yang diangkut dalam suspensi atau yang terbawa oleh air dan angin, atau yang
terakumulasi oleh angkutan dasar. Dari proses sedimentasi tersebut, sedimen yang
dihasilkan hanya sebagian yang masuk kedalam sungai dan terbawa keluar DAS,
sedangkan sebagian lagi diendapkan disepanjang lintasan menuju aliran sungai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sedimentasi dalam suatu DAS terdiri dari jumlah
dan intensitas curah hujan, formasi geologi dan tipe tanah, tata guna lahan, topografi,
erosi daerah hulu, limpasan permukaan, karakteristik sedimen dan karak-teristik
hidraulika saluran.
Dalam hal ini terdapat hubungan antara kecepatan, konsentrasi dan debit sedimen dari
suatu aliran dengan berbagai macam kedalaman. Kecepatan aliran, semakin ke dasar
sungai akan semakin berkurang dan kecepatan minimum terjadi pada dasar sungai.
Sebaliknya, konsentrasi sedimen bertambah dan mencapai maksimum pada dasar
sungai.
c) Metode Analisis
Salah satu cara menghitung besarnya erosi yang terjadi pada suatu lahan adalah dengan
menggunakan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation).
Persamaan Umum USLE adalah sebagai berikut :
A = R K L S C P
di mana :
A = Besarnya Erosi (ton/ha/th)
K = Erodibilitas tanah
L = Faktor Panjang lereng
di mana :
Rain = Rb = Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
Days = D = Jumlah hari hujan rata-rata perbulan (hari)
Max P = Rm = Curah hujan maks.rata-rata selama 24 jam dalam
sebulan (cm)
Erosivitas Erodibilitas
Curah Hujan
Karakteristik Fisik Management
Energi
Management Management
Tanah Tanaman
LS P
di mana :
R = Faktor erosivitas hujan;
n = Periode bulan yang bersangkutan
❑ Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas tanah tergantung pada keadaan topografi, kemiringan lereng, besarnya
gangguan oleh manusia, dan karakteristik tanah. Karakteristik tanah bersifat dinamis
dan dapat berubah sesuai dengan perubahan waktu dan tata guna lahannya
sehingga angka erodibilitas juga akan berubah.
Klasifikasi erodibilitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
di mana :
= kemiringan lereng rata-rata yang dibatasi kisi-kisi ( 0 )
= konstanta lingkaran
n = jumlah titik potong garis kontur dengan sisi kisi-kisi, dengan
anggapan sisi kisi-kisi merupakan garis yang menerus (titik sudut
kisi-kisi bukan sebagai titik potong dua garis yang menerus).
h = beda tinggi garis kontur (m).
p = keliling kisi-kisi, setelah dikalikan dengan bilangan skala (m ).
LS =
L
100
(
1,38 + 0,965 S + 0,138 S 2 ) → untuk S < 20 %
0, 6 1, 4
L S → untuk S > 20 %
LS = x
22 9
di mana :
L = panjang lereng ( m )
S = kemiringan lereng rata-rata ( % )
❑ Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Faktor pengelolaan Tanaman di pengaruhi oleh jenis vegetasi, keadaan permukaan
tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang tererosi sehingga
besar-nya C tidak konstan sepanjang tahun.
❑ Faktor Konservasi Tanah (P)
Faktor konservasi tanah adalah perbandingan antara besarnya erosi pada tanah
yang ditanami tanaman dengan besarnya erosi pada tanah tanpa tanaman.
e) Klasifikasi Erosi
Dari hasil perhitungan erosi dapat ditentukan dengan klasifikasi erosi, seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
f) Perhitungan Sedimen
Perhitungan angkutan sedimen di lahan dapat ditentukan dengan persamaan SDR
(Sediment Delivery Ratio), sedangkan angkutan sedimen melayang di saluran dengan
persamaan Qs (Angkutan sedimen melayang / Suspended Load).
Sebagai sedimen hasil proses erosi akan terbawa dan masuk kedalam saluran atau
sungai, dan sebagian lagi akan tetap tinggal di dalam DAS. Besarnya angkutan sedimen
dapat ditentukan dengan terlebih dahulu memperkirakan harga SDR.
Harga SDR dapat di tentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Angku tan se dim en
SDR =
Ea
di mana :
SDR = sediment delivery ratio (%)
(n )
k 2/ 3
2/ 3
Pi k
Pek = Pi
i
nek = i =1
i =1
Pek
di mana :
1 2
he
Garis
energ
i, Sf
Muka air, Sw
yi-1
Dasar yi
Saluran
So. x , So
Zi-1
Zi
zi-1
zi
Garis persamaan
x
di mana :
Q = debit rencana (m3/dt)
Zi-1 = tinggi muka air pada penampang Xi-1 (m)
Zi = tinggi muka air pada penampang Xi (m)
Ai-1 = luas penampang basah Xi-1 (m2)
1 ni −1Q 2 n 2Q 2
S= 2 4 / 3 + 2i 4 / 3
2 Ai −1 Ri −1 Ai Ri
di mana :
Q = debit rencana (m3/dt)
Ri-1 = jari-jari hidrolis pada penampang Xi-1 (m)
Ri = jari-jari hidrolis pada penampang Xi (m)
Ai-1 = luas penampang basah Xi-1 (m2)
Ai = luas penampang basah Xi (m2)
ni-1 = koefisien kekasaran Manning pada penampang Xi-1
ni = koefisien kekasaran Manning pada penampang X i
S = kemiringan garis energi rata-rata
B. Metode Tahapan Standar (Standard Step Method)
Persamaan yang digunakan didasarkan pada formula sebelumnya ditambah dengan
adanya kehilangan energi akibat gesekan.
(a) Tinggi air pada bidang penampang tinjauan
Z i −1 = S0 .X + hi −1 + Z i Z i = hi + Z i
dimana :
Zi-1 = tinggi muka air pada penampang Xi-1 dari datum (m)
Zi = tinggi muka air pada penampang Xi dari datum (m)
hi-1= tinggi muka air pada penampang Xi-1 (m)
hi = tinggi muka air pada penampang Xi (m)
X= beda jarak (m)
So = kemiringan dasar sungai rata-rata
Zi = tinggi dasar pada penampang Xi dari datum (m)
(b) Kehilangan energi
n2 + V 2 .V 2
h f = S f + X Sf = he = k
dimana : R4 / 3 2g
Vi −21 V2
Z i −1 + i −1 = Z i + 1 i + h f + he
2g 2g
0.016 - 0.017 Saluran tanah, permukaan rata, tidak ada tumbuhan dan alinye-men lurus
0.02 Saluran tanah, permukaan rata, tidak ada tumbuhan agak berke-lok
Saluran tanah kecil dalam kondisi baik atau saluran tanah yang besar dengan
0.025 sedikit tumbuhan pada tebingnya dan batu kerikil yang tersebar di dasar
saluran.
Saluran tanah yang ditumbuhi oleh tumbuhan kecil, tidak dipe-lihara secara
0.035
terus menerus.
Alur sungai relatif lurus dengan penampang relatif beraturan, aliran terhambat
0.060 - 0.075
oleh pohon-pohon kecil, sedikit semak atau tumbuhan air.
Alur sungai dengan alinyemen dan penampang tidak beraturan, tertutup oleh
0.125 pohon kayu dan sesetempat ditumbuhi semak dan pohon-pohon kecil,
sampah batang-batang kayu dan pohon-pohon yang tumbang.
Gambar 3.34 Tampilan Visual Tinggi Muka Air Hasil Program HEC-RAS.
uplift dapat diatasi dengan memperberat berat sendiri bangunan yang tentu harus
memperhatikan daya dukung tanah yang diijinkan/diperbolehkan.
c. Muka Air Sungai
Muka air sungai sepanjang tahun selalu berubah-ubah karena dipengaruhi iklim dan
curah hujan, elevasi muka air sungai rencana adalah penjumlahan dari beberapa
parameter seperti topografi, debit, dan keseimbangan sistem hidrolis sungai. Muka air
sungai yang ditinjau dalam perencanaan bangunan pengaturan sungai adalah :
- Muka air sungai terendah atau pada saat normal atau saat pengukuran.
- Muka air sungai tertinggi pada saat banjir perioda 10 s/d 100 tahunan
d. Metode Konstruksi
Metoda konstruksi merupakan parameter perencanaan yang harus selalu diperhatikan
dalam proses perencanaan teknis, karena metoda konstrusi selalu menjadi kajian
perencanaan yang utama untuk mencapai tujuan akhir dari perencanaan. Singkatnya
Metoda konstruksi adalah suatu cara teknis pelaksanaan pembangunan yang
disesuaikan dengan kondisi perencanaan dan kondisi lapangan.
e. Bahan, Peralatan, Waktu dan Biaya
Beberapa hal yang berkaitan dengan bahan dan peralatan yang disyaratkan untuk
perencanaan bangunan Pengaturan Sungai (Perkuatan Tebing/Krib/Ambang) adalah :
- Kuantitas bahan tersedia, mudah diperoleh, atau dimobilisasi/didatangkan.
- Kualitas bahan memenuhi standar bahan untuk konstruksi.
- Kemudahan dikerjakan dengan teknologi sederhana, dan umum.
- Peralatan dapat dioperasikan dengan mudah dan teknologi yang sederhana, serta
bersifat umum dan mudah dimobilisasi/didatangkan dengan cepat.
f. Bangunan Pengaman Tebing Sungai
Beberapa tipe perkuatan tebing sungai yang direncanakan harus disesuaiakan dengan
kondisi tanah dan muka air sungai serta situasi lokasi sekitar lokasi rencana, maka secara
umum dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tipe yaitu :
- Dinding tebing sungai Tipe Pondasi Dangkal
- Dinding tebing sungai tipe Pondasi Dalam (tiang pancang)
- Dinding tebing pondasi tipe sheet pile
- Perkuatan Permanen
Jenis-jenis bangunan pelindung tebing sungai antara lain adalah :
a) Pasangan Batu Bronjong Kawat
Jenis ini sifatnya untuk pelindung lereng secara darurat dan sementara.
Kelebihan dari bronjong kawat silinder (wire cylinder work) ini adalah
Dimensi dan bentuk ambang perlu dianalisa dengan baik, karena apabila ambang terlalu
rendah akan tidak efektif terhadap pengamanan gerusan alur tebing sungai terutama
disaat terjadi banjir. Jadi tinggi dan panjang ambang haruslah dianalisa dan ditetapkan
berdasarkan studi dan penelitian yang seksama dari resim pada lokasi ambang agar
ambang tersebut dapat berfungsi secara optimal.
Berdasarkan jenis materialnya konstruksi ambang mempunyai 3 (tiga) tipe yaitu : Ambang
beton; Ambang pasangan batu; Ambang matras.
Berdasarkan pengalaman yang telah banyak dibangun, bangunan ambang dapat dibagi
menjadi dua tipe yaitu :
a) Ambang Datar (Bed Gridle Work)
Ambang yang tidak mempunyai terjunan, elevasi mercunya hampir sama dengan
permukaan dasar sungai, sehingga dapat menjaga permukaan dasar sungai tidak
menurun lagi (atau berfungsi mempertahankan kondisi dasar sungai dari penurun-
an/degradasi berlebihan).
b) Ambang Pelimpah (Head Work)
Ambang yang mempunyai terjunan, di mana elevasi muka air sungai sebelah
hulunya lebih tinggi dari muka air sebelah hilir ambang, sehingga berfungsi
melandaikan kemiringan dasar sungai.
(2) Bangunan Krib Sungai
Krib adalah bangunan persungaian yang dibangun secara tegak/miring mulai dari tepi/
tebing sungai sampai ke tengah sungai, berfungsi untuk mengatur arus sungai dengan
tujuan untuk :
- Mengatur arah arus sungai dan mengurangi kecepatan arus sungai sehingga
mempercepat sedimentasi, menjamin keamanan tebing/tanggul sungai.
- Mempertahankan kedalaman air dan lebar pada alur sungai.
- Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.
Pembangunan krib yang baik akan menghasilkan nilai positif dan keuntungan
pembangunan yang efektif dan relatif ekonomis, akan tetapi jika tidak dianalisa dengan
baik maka akan bayak merugikan; misalnya pada bagian tebing diseberangnya dan
tebing bagian hilir dari krib akan mengalami keruksakan amat lebih berat. Secara garis
besar dapat digolongkan bangunan krib terdiri dari 3 (tiga) tipe yaitu :
a) Tipe Permeabel (Permeable Type): di mana air akan tetap mengalir melalui celah
krib.
b) Tipe Impermeabel (Impermeable Type): di mana air tidak dapat mengalir melalui
krib.
c) Tipe Semi-Permeabel (Semipermeable Type): merupakan kombinasi 1 dan 2
Sedangkan berdasarkan bentuk (Formasinya) bangunan Krib dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu:
Tembok pengarah
aliran
Tata Letak
Medan Krib
14. Memperbaiki berdasarkan Notulen Rapat dari Tim Teknis dan Komisi Penilai AMDAL
Provinsi Banten serta mendapatkan Rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Provinsi Banten.
15. Penerbitan Surat Kesepakatan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dan Ijin Lingkungan (IL)
oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi
Provinsi Banten.
3.7.1.2 Lingkup Pengurusan Perizinan
Melaksanakan proses guna mendapatkan Dokumen Kesesuaian Lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan dengan Rencana Tata Ruang apabila diperlukan, termasuk persyaratan-
persyaratan pendukung yang dibutuhkan, sesuai peraturan perundangan daerah lokasi usaha
dan/atau kegiatan setempat. Dalam hal ini pihak Konsultan melaksanakan kegiatan melalui
koordinasi dengan Pemrakarsa dan Pemerintah Daerah setempat.
3.7.2 METODE EVALUASI DAMPAK
Metode evaluasi dampak penting dilakukan dengan mengevaluasi terhadap dampak penting
yang diperkirakan terjadi, yaitu dievaluasi masing-masing keterkaitannya secara utuh dan
menyeluruh (holistik) dengan mempertimbangkan sifat-sifat dari setiap dampak penting
tersebut, seperti sebab akibat (kausatif), sinergis dan antagonis, lamanya dampak
berlangsung dan intensitasnya. Metode evaluasi dampak penting yang digunakan adalah
metode bagan alir.
3.7.3 PREDIKSI DAN EVALUASI DAMPAK BESAR
Metode prakirakan dampak besar dan penting dilakukan untuk mengetahui besaran dampak
dan tingkat penting dampak akibat komponen kegiatan terhadap komponen lingkungan
digunakan metode sebagai berikut:
1) Metode Matematis
Metode matematis digunakan untuk memprakirakan dampak dari parameter-parameter yang
sifatnya dapat diukur dengan menggunakan model matematika atau statistik. Metode ini
digunakan untuk memprakirakan penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan dan
hidrooseanografi serta gangguan lalu-lintas.
- Penurunan Kualitas Udara
Untuk memperkirakan besaran dampak rencana kegiatan terhadap kualitas udara digunakan
model matematis untuk mengetahui besarnya kontribusi polutan yang diemisikan dari sumber-
sumber pencemar terhadap kualitas udara serta pola sebaran dari polutan tersebut. Untuk
menghitung besarnya laju emisi dari suatu kegiatan digunakan rumus sebagai berikut :
Laju Emisi = Faktor Emisi x Tingkat Emisi Pencemar dari Kegiatan Spesifik
Konsentrasi udara ambien sebagai akibat suatu aktivitas dari sumber garis, baik tahap
konstruksi maupun operasi dihitung dengan menggunakan formula berikut:
𝑞. 𝑆
C=
𝑈. 𝑍
Dimana :
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
Halaman 125
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
gangguan lalu lintas dan sosekbud serta kesmas. Untuk memprediksi penurunan kualitas
udara dan peningkatan kebisingan, dan kualitas air limbah dari kegiatan base camp yang
terjadi pada tahap konstruksi digunakan hasil pemantauan lingkungan hidup (data sekunder)
yang dilakukan oleh kegiatan sejenis di tempat lain
3.7.5 PREDIKSI DAN EVALUASI PROFESSIONNAL JUDGEMENT
Melalui penilaian para ahli, dilakukan prakiraan dampak akan ditetapkan berdasarkan
penilaian para pakar (ahli). Metode ini diterapkan bila data dan informasi yang diperoleh di
lapangan sangat terbatas serta kurang dipahaminya gejala yang diperkirakan akan terjadi,
terutama dampak-dampak yang terkait sosial ekonomi dan budaya serta kesehatan
masyarakat. Prakiraan dampak penting dilakukan dengan mengacu pada Kriteria Dampak
Penting menurut Penjelasan Pasal 15 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 1997, serta berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-056 Tahun 1994
tanggal 18 Maret 1994 yang ditentukan melalui kriteria:
a) Jumlah manusia yang akan terkena dampak (population number of impact). Jika
manusia di wilayah studi ANDAL yang terkena dampak lingkungan tetapi tidak
menikmati manfaat dari usaha kegiatan, jumlahnya sama atau lebih besar dari jumlah
manusia yang menikmati usaha atau kegiatan di wilayah studi maka dampak dari
usaha atau kegiatan tersebut tergolong penting.
b) Luas wilayah persebaran dampak (Area of impact distribution). Jika rencana usaha
atau kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang mengalami perubahan mendasar
dari segi intensitas dampak, atau tidak berbaliknya dampak atau segi kumulatif
dampak, maka dampak dari usaha atau kegiatan tersebut tergolong penting.
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung (Impact duration and impact intensity).
Jika rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan timbulnya perubahan mendasar dari
segi intensitas dampak, atau tidak berbaliknya dampak atau segi kumulatif dampak,
yang berlangsung hanya pada satu atau lebih tahapan kegiatan, maka dampak dari
usaha atau kegiatan tersebut tergolong penting.
d) Banyaknya komponen lingkungan yang akan terkena dampak (number of impact
environment component). Jika rencana usaha atau kegiatan menimbulkan dampak
sekunder dan dampak lanjutan lainnya yang jumlah komponennya lebih atau sama
dengan komponen lingkungan yang terkena dampak primer, maka dampak dari usaha
atau kegiatan tersebut tergolong penting.
e) Sifat kumulatif dampak (Cummulative characteristic). Jika dampak lingkungan
berlangsung berulang kali dan terus-menerus sehingga pada kurun waktu tertentu tidak
dapat diasimilasi oleh lingkungan alam atau lingkungan social yang menerimanya atau
jika beragam dampak lingkungan bertumpuk dalam suatu ruang tertentu sehingga tidak
dapat diasimilasi oleh lingkungan alam atau lingkungan sosial yang menerimanya atau
jika dampak lingkungan yang menerimannya atau jika dampak lingkungan dari
berbagai sumber kegiatan menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergis), maka
dampak dari usaha atau kegiatan tersebut tergolong penting.
f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak (reversibility or irreversibility of the impact). Jika
perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan tidak dapat dipulihkan
kembali walaupun dengan intervensi manusia, maka dampak dari usaha atau kegiatan
tersebut tergolong penting. Prakiraan dampak penting ini dilakukan dengan
mempertimbangkan: kesatu, Kemampuan lingkungan (dari rona lingkungan) dalam
menetralisir/meredam dampak. Kedua, Kemungkinan adanya netralisasi atau
akumulasi antara dampak yang satu dengan dampak lainnya dengan cara diskusi di
antara anggota tim studi ANDAL. Untuk mempermudah pemberian nilai penting
dampak, maka penilaian pentingnya dampak di berikan dengan simbol (+) untuk
dampak positif dan (-) untuk dampak negatif dengan notasi (TP) untuk dampak tidak
penting dan (P) untuk dampak penting.
3.7.6 PREDIKSI DAN EVALUASI PENTING
Metode evaluasi dampak penting dilakukan dengan mengevaluasi terhadap dampak penting
yang diperkirakan terjadi, yaitu dievaluasi masing-masing keterkaitannya secara utuh dan
menyeluruh (holistik) dengan mempertimbangkan sifat-sifat dari setiap dampak penting
tersebut, seperti sebab akibat (kausatif), sinergis dan antagonis, lamanya dampak
berlangsung dan intensitasnya. Metode evaluasi dampak penting yang digunakan adalah
metode bagan alir.
3.7.7 LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL LINGKUNGAN
Tabel 3.18 Lokasi Pengambilan Sampel Lingkungan
No. Parameter Lokasi
Desa Tanara (Lokasi Penataan 1 dan normalisasi
1 Kualitas Udara sungai)
Desa Pedaleman (Lokasi Penataan 2&3 dan
normalisasi sungai)
Desa Jenggot (Normalisasi sungai)
Desa Tanara (Lokasi Penataan 1 dan normalisasi
2 Kebisingan sungai)
Desa Pedaleman (Lokasi Penataan 2&3 dan
normalisasi sungai)
Desa Jenggot (Normalisasi sungai)
3 Kualitas Air Permukaan Upstream Sungai Cidurian Lama
Downstream Sungai Cidurian Lama
4 Air Tanah Desa Tanara
Desa Pedaleman
5 Biota Darat Ekosistem Permukiman
Ekosistem Kebun
Ketua Tim dengan persetujuan Direksi Pekerjaan dapat berhubungan langsung dengan
Instansi Terkait untuk mendapatkan data-data awal dan data/peta dasar digital serta data
penunjang lainnya.
Satker BBWS
Cidanau-Ciujung-
Cidurian
PPK Kegiatan
Perencanaan & Program
Menteri Pekerjaan Umum dan Tim Jaminan Mutu PT. Daya Cipta Dianrancana KSO PT.
Perumahan Rakyat Cipta Buana Kunshuliyyah KSO PT.
Geodinamik Konsultan
Ahli Hidromekanikal
Ahli K3 Konstruksi
PPK Perencanaan dan Program
Ahli Fisika-Kimia
Ahli Lingkungan
Ahli Kesehatan
Ahli Geoteknik
Ahli Geodesi
Ahli Arsitektur
Ahli Hidrologi
Ahli Hidrolika
dan Investasi
Ahli Hukum
Pertanahan
Pertanahan
Ahli Penilai
Ahli Biologi
Masyarakat
Landscape
Direksi Pekerjaan
Asisten Ahli
Geoteknik
Geodesi
Gambar 4.2 Struktur
Organisasi Pelaksana.
Surveyor Surveyor
Topografi dan Geoteknik Surveyor
Hidrometri Sosial
2021
2021
2021
A. TENAGA AHLI
1. Ketua Tim Rendro Edy Wibowo, ST., MT 9,00
2021
2021
2021
B. TENAGA SUB PROFESIONAL
1. Asisten Ahli Sosial Ekonomi dan Investasi Chatia Hastasari, S. Sos. 9,00
C. TENAGA PENDUKUNG
1. Drafter CAD Rasudi Dwi Cahyo, ST 5,00
4.3 PERALATAN
Sesuai dengan lingkup pekerjaan “Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan
Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang” yang akan di tangani, sarana dan
peralatan yang akan di siapkan untuk menangani pekerjaan tersebut meliputi sarana
peralatan kantor dan sarana peralatan survey lapangan.
4.3.1 PERALATAN KANTOR
Penyediaan peralatan kantor dengan sarana sewa meliputi : Komputer, Printer, Plotter, dan
peralatan Komunikasi. Peralatan ini akan digunakan sesuai dengan jadwal penggunaan
peralatan yang direncanakan dan telah disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
4.3.2 PERALATAN TRANSPORTASI
Peralatan Tansportasi akan dipergunakan untuk kegiatan pekerjaan di kantor dan di
lapangan. Peralatan transportasi akan menggunakan fasilitas sewa berupa kendaraan roda
empat (mobil) dan kendaraan roda dua (sepeda motor).
Penggunaan kendaraan akan disesuaikan dengan jadwal penggunaan peralatan yang
direncanakan dan telah disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
4.3.3 PERALATAN SURVEY LAPANGAN
Kegiatan survey lapangan meliputi antara lain : (1) Survey Pengukuran dan Pemetaan
Topografi & Bathimetri, (2) Survey Mekanika Tanah (3) Survey Hidrologi, Hidrometri &
hidrolika, (4) Survey Sosek dan Lingkungan.
Penggunaan peralatan lapangan akan disesuaikan dengan jadwal penggunaan peralatan
yang direncanakan dan telah disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
4.3.4 JADWAL PENGGUNAAN PERALATAN
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan “Detail Desain dan Penyusunan
Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang” diperlukan
adanya jadwal penggunaan peralatan. Jadual Penggunaan Peralatan telah disusun
berdasarkan kebutuhan dan program kerja baik dalam segi jumlah maupun lamanya
penggunaan. Semua peralatan yang akan digunakan harus dalam keadaan siap pakai.
Jadwal Penggunaan Peralatan disajikan dalam Tabel 4.2.
II.
III.
NO
4.
2
1
7
6
5
4
4
3
2
1
3
2
1
Drone
Test Pit
Hand GPS
Water Pass
Total Station
Sewa Sondir
GPS Geodetic
Printer Color A3
Sewa Basecamp
Peralatan Survey
Komputer Desktop
Kendaraan Roda 2
Kendaraan Roda 4
Peralatan Transportasi
PERALATAN
2
1
1
1
1
1
1
4
2
2
1
2
2
1
Ls
Ls
JUMLAH
Set
Unit
Unit
Unit
Unit
buah
buah
buah
buah
buah
buah
buah
4,00
9,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
9,00
9,00
9,00
9,00
18 hari
1 bulan
1 bulan
BULAN/HARI
M-20 01 Agustus -8
Tabel 4.3 Jadwal Penggunaan Alat
Agustus 2021
M-21 9 Agustus - 15
Agustus 2021
M-22 16 Agustus -
23 Agustus 2021
M-23 24 Agustus -
30 Agustus 2021
BULAN KE - 6
M-24 31 Agustus - 7
September 2021
M-25 8 September -
14 September 2021
M-26 15 September -
22 September 2021
M-27 23 September -
29 September 2021
BULAN KE - 7
M-28 30 September -
7 Oktober 2021
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
M-29 08 Oktober -
14 Oktober 2021
M-30 15 Oktober
2021 - 22 Oktober
2021
M-31 23 Oktober
2021 - 29 Oktober
BULAN KE - 8
2021
M-32 30 Oktober
2021 - 06 November
2021
M-33 07 November
2021 - 13 November
2021
M-34 14 November
2021 - 21 November
2021
M-35 22 November
2021 - 28 November
BULAN KE - 9
2021
M-36 29 November
2021 - 06 Desember
2021
Halaman 137
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN
KETERANGAN
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
LAPORAN BULANAN 1
Halaman 138
Detail Desain dan Penyusunan Dokumen Lingkungan Pengendalian Banjir Sungai Cidurian Lama Kab. Serang
M-26 15 September -
M-27 23 September -
M-28 30 September -
M-15 25 Juni -01 Juli
M-5 11 April -17 April
2021 - 06 November
2021 - 13 November
2021 - 21 November
2021 - 28 November
M-21 9 Agustus - 15
M-24 31 Agustus - 7
2021 - 06 Desember
M-7 26 April -02 Mei
M-25 8 September -
M-34 14 November
M-35 22 November
M-36 29 November
M-4 3 April -10 April
M-20 01 Agustus -8
14 September 2021
22 September 2021
29 September 2021
M-33 07 November
M-8 03 Mei -10 Mei
M-22 16 Agustus -
M-23 24 Agustus -
M-29 08 Oktober -
2021 - 22 Oktober
2021 - 29 Oktober
M-1 12 Maret -18
23 Agustus 2021
30 Agustus 2021
M-30 15 Oktober
M-31 23 Oktober
14 Oktober 2021
M-32 30 Oktober
September 2021
7 Oktober 2021
Agustus 2021
Agustus 2021
Maret 2021
Maret 2021
April 2021
NO URAIAN KEGIATAN BOBOT (%) PERSENTASE
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
2021
I. Kegiatan Persiapan
100
1. Persiapan Administrasi 1,50 1,50
3. Survey topografi 7,09 0,98 0,98 0,98 0,97 0,97 0,87 0,67 0,67
90
4. Survey Hidrologi Hidrometri 3,10 0,78 0,78 0,77 0,77
5. Survey Mekanika Tanah 5,88 0,77 0,77 0,74 0,74 0,72 0,72 0,71 0,71
6. Survey Sosial Ekonomi dan Lingkungan 3,40 0,67 0,67 0,59 0,59 0,22 0,22 0,22 0,22
2. Analisa Data Survey Topografi 3,55 0,49 0,40 0,47 0,47 0,44 0,44 0,42 0,42
3. Analisa Data Hidrologi, Hidrometri dan Hidraulika 2,08 0,52 0,52 0,52 0,52
2. Pengolahan dan Analisa Data Flora, Fauna Darat dan Biota Air 1,52 0,49 0,49 0,27 0,27
3. Pengolahan dan Analisa Erosi dan Sedimentasi 1,32 0,34 0,34 0,32 0,32
4. Pengolahan dan Analisa Data Sosial Ekonomi 1,22 0,27 0,27 0,34 0,34
3. Pemilihan Alternatif Desain 2,38 0,32 0,32 0,31 0,31 0,36 0,36 0,20 0,20
4. Desain Rinci / Detail Desain 3,10 0,32 0,32 0,31 0,31 0,16 0,16 0,20 0,20 0,28 0,28 0,28 0,28
2. Prediksi Dan Evaluasi Analogi Lingkungan 2,28 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,12 0,12 0,11 0,11 0,16 0,16
3. Prediksi Dan Evaluasi Professionnal Judgement 1,84 0,16 0,16 0,20 0,20 0,28 0,28 0,28 0,28
60
4. Prediksi Dan Evaluasi Penting 1,52 0,20 0,20 0,28 0,28 0,28 0,28
2. Laporan Bulanan 2,88 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32
10. Laporan Survey Kadastral dan Daftar Nominatif Pihak Terdampak 0,86 0,86
13. Spesifikasi Teknis dan Metode Pelaksanaan 1,28 0,32 0,32 0,32 0,32
0
100,00
RENCANA 3,45 3,35 3,65 1,92 2,15 1,05 2,24 2,56 2,69 2,68 2,72 2,94 3,00 2,05 1,94 2,17 2,95 4,05 5,47 4,69 4,36 3,06 2,06 2,38 1,86 1,56 2,95 2,37 1,42 2,87 2,13 2,86 1,36 3,99 2,84 4,21
KUMULATIF RENCANA 0,000 3,45 6,80 10,45 12,37 14,52 15,57 17,81 20,37 23,06 25,74 28,46 31,40 34,40 36,45 38,39 40,56 43,51 47,56 53,03 57,72 62,08 65,14 67,20 69,58 71,44 73,00 75,95 78,32 79,74 82,61 84,74 87,60 88,96 92,95 95,79 100,00
REALISASI
KUMULATIF REALISASI 0,000
DEVIASI BOBOT
DRAFTLAPORANPENDAHULUAN
Halaman140
Permasalahan utama di wilayah DAS Cidurian adalah masalah konservasi dan pengendalian
daya rusak air. Diantaranya adalah masalah erosi, sedimentasi dan banjir, yang disebabkan
kondisi DAS yang terkait dengan tutupan lahan maupun morfologi Sungai Cidurian.
Berdasarkan Studi Komprehensif Pengendalian Sungai Cidurian, kondisi dan permasalahan
Sungai Cidurian adalah:
1. Kondisi dan permasalahan Sungai Cidurian di Wilayah Hulu adalah terkait dengan
banyaknya titik kritis tebing akibat gejala landslide. Banjir tidak pernah terjadi di daerah
hulu ini.
2. Kondisi dan permasalahan Sungai Cidurian di wilayah Tengah adalah terjadi longsoran
tebing (gejala landslide), sedimentasi dan degradasi dasar sungai, sehingga merubah
morfologi dasar sungai.
3. Kondisi dan permasalahan Sungai Cidurian di wilayah Hilir adalah banyaknya
pendangkalan dasar sungai akibat sedimentasi.
4. Sempadan sungai di beberapa titik sudah ditempati oleh bangunan permanen.
Rekomendasi pengendalian banjir Sungai Cidurian adalah:
a. Pengendalian Banjir Jangka Pendek
- Penanganan muara sungai
- Normalisasi sungai dan tanggul
- Perkuatan tebing sungai.
b. Pengendalian Banjir Jangka Menengah
- Pembangunan Chek DAM sebagai kegiatan konservasi untuk menekan laju erosi
lahan.
c. Pengendalian Banjir Jangka Panjang
- Konservasi lahan dengan Reboisasi dan penghijauan tanaman berkayu
- Tutupan vegetasi yang umumnya hutan rakyat, perkebunan dan lahan pertanian
kering serta semak belukar dikonversi menjadi Tanaman berkayu dan buah-buahan.
- Pembangunan Waduk Cilawang dan Waduk Tanjung untuk mereduksi debit banjir dari
Sub DAS Cibeureum, Sub DAS Cidurian Hulu dan Sub DAS Cipangaur.