LAPORAN AKHIR
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENGAMAN PANTAI KUROLABU
KEC. KALISUSU UTARA KAB. BUTON UTARA
TAHUN ANGGARAN 2018
KONSULTAN PERENCANA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR
Pekerjaan :
Mengetahui,
Kuasa Pengguna Anggaran
Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga
Provinsi Sulawesi Tenggara
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar III-15. Penentuan fetch arah barat padai lokasi studi ........................III-25
Gambar III-16. Flowchart peramalan gelombang di laut dalam metode CERC
(1984). ...................................................................................III-27
Gambar III-17. Kurva rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan
(Sumber : CERC, 1984).........................................................III-29
Gambar IV-1. Kerangka Penanggulangan Erosi Pantai beserta Jenis-Jenis
Bangunan Pelindung Pantai ................................................... IV-4
Gambar IV-2. Pohon Pelindung Pantai. ........................................................... IV-4
Gambar IV-3. Proses Beach Nourishment ...................................................... IV-5
Gambar IV-4. Tiga Macam Bangunan Pelindung Pantai .............................. IV-6
Gambar IV-5. Contoh kedua tipe bangunan pantai ....................................... IV-8
Gambar IV-6. Contoh Revetmen .................................................................... IV-9
Gambar IV-7. Variasi Lain dari Revetmen Tumpukan Batu ........................ IV-10
Gambar IV-8. Revetmen yang Terbuat dari Tumpukan Bronjong .............. IV-11
Gambar IV-9. Gelombang Datang Mulai Pecah di Depan Dinding Vertikal .... IV-12
Gambar IV-10. Contoh Bangunan Tembok Laut ............................................ IV-13
Gambar IV-11. Dinding Pantai dengan Sisi Tegak yang Bisa Terbuat dari
Turap Baja, Kayu atau Bambu ........................................... IV-14
Gambar IV-12. Pemecah Gelombang Lepas Pantai.................................... IV-15
Gambar IV-13. Contoh Pemecah gelombang di Pantai Penyak .................. IV-16
Gambar IV-14. Definisi Daerah Pantai ........................................................... IV-17
Gambar IV-15. Tipikal Penampang Bangunan Tumpukan Batu ..................... IV-21
Gambar V-1. Pembagian coastal cell dan pias pantai di desa Kurolabu ........... V-2
Gambar VI-1. Zonasi pengamanan pantai Kurolabu ........................................ VI-3
Gambar VI-2. Superposisi nilai Hi dan Hb sebagai fungsi kedalaman air pada
zona 2 untuk gelombang dari arah barat ................................ VI-5
Gambar VI-3. Grafik penentuan jarak struktur dari garis pantai ....................... VI-8
Gambar VI-4. Layout submerged breakwater di pantai Kurolabu ..................... VI-9
Gambar VI-5. Rencana bangunan submerged breakwater (Alternatif-1)........ VI-12
Gambar VI-6. Rencana bangunan breakwater-overtopping (Alternatif-2) ....... VI-13
DAFTAR TABEL
Tabel II-1. Luas kabupaten Buton Utara menurut kecamatan tahun 2017 .........II-2
Tabel II-2. Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk kabupaten Buton Utara
Menurut Kecamatan tahun 2017 ...............................................II-3
Tabel III-1. Data pengamatan pasang surut 15 hari di pantai Kurolabu ............III-3
Tabel III-2. Amplitudo dan beda phasa konstanta pasang surut........................III-6
Tabel III-3. Hasil pengukuran dan analisis data topografi terhadap MSL ........III-14
Tabel III-4. Hasil analisis data bathimetri pantai Kurolabu terhadap MSL .......III-18
Tabel III-5. Jumlah dan presentasi kejadian angin maksimum bulanan tahun
1996-2017 .............................................................................III-23
Tabel III-6. Kecepatan angin rerata menurut arah tahun 1996-2017 ...............III-24
Tabel III-7. Perhitungan panjang fetch efektif arah Barat ................................III-26
Tabel III-8. Koreksi dan konversi data angin ...................................................III-31
Tabel III-9. Hasil peramalan gelombang di laut dalam dari arah barat dengan
metode CERC (1984) ............................................................III-32
Tabel III-10. Pedoman pemilihan jenis dan kala ulang gelombang .................III-33
Tabel III-11. Koefisien untuk menghitung deviasi standar ...............................III-35
Tabel III-12. Batas interval keyakinan tinggi gelombang signifikan ekstrim .....III-35
Tabel III-13. Tinggi gelombang signifikan di laut dalam dari arah barat dengan
kala ulang tertentu .................................................................III-36
Tabel III-15. Periode gelombang signifikan di laut dalam dari arah barat dengan
kala ulang tertentu .................................................................III-36
Tabel IV-1. Koefisien Stabilitas Lapis Lindung (KD) untuk Bangunan Tidak
Terlimpasi ............................................................................. IV-22
Tabel V-1. Permasalahan pantai, penyebab dan dampak yang ditimbulkan di
pantai Kurolabu ....................................................................... V-1
Tabel V-2. Alternatif penanganan serta keuntungan dan kelemahannya .......... V-3
Tabel VI-1. Elevasi muka air laut rencana pada di pantai Kurolabu ................. VI-4
Tabel VI-2. Tinggi gelombang rencana (HD) pada Setiap Perletakkan Struktur
Breakwater ............................................................................. VI-6
Tabel VI-3. Koefisien transmisi gelombang sebagai fungsi dari nilai Rc ........... VI-7
Tabel VI-4. Jarak struktur breakwater dari garis pantai .................................... VI-9
Tabel VI-5. Perhitungan Berat dan Diameter Pemecah Gelombang (breakwater)-
overtopping........................................................................... VI-11
Tabel VI-6. Perhitungan Lebar Puncak Pemecah Gelombang (breakwater)-
overtopping........................................................................... VI-11
Tabel VI-7. Perhitungan Tebal Lapis Lindung Pemecah Gelombang (breakwater)-
overtopping........................................................................... VI-11
Tabel VI-8. Perhitungan Dimensi Pemecah Gelombang Dengan Asumusi Sebagai
Pelindung Kaki ..................................................................... VI-12
Tabel VI-9. Perhitungan berat dan diameter pemecah gelombang (breakwater)-
kubus beton .......................................................................... VI-13
Tabel VII-1. Perhitungan volume dan biaya konstruksi submerged breakwater
(Alternatif-1) ........................................................................... VII-2
Tabel VII-2. Rekapitulasi RAB konstruksi submerged breakwater
(Alternatif-1) ........................................................................... VII-3
Tabel VII-3. Perhitungan volume dan biaya konstruksi submerged breakwater
(Alternatif-2) ........................................................................... VII-4
Tabel VII-4. Rekapitulasi RAB konstruksi submerged breakwater
(Alternatif-2) ........................................................................... VII-5
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan kondisi ini, maka Satuan Kerja Dinas Sumber Daya Air dan
Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara mengupayakan adanya suatu
pembangunan yang saling terkait yang tentunya harus didahului sebuah
perencanaan yang matang. Untuk mewujudkannya, akan dilaksanakan pekerjaan
Perencanaan Pembangunan Pengaman Pantai Kurolabu Tahun Anggaran 2018.
Untuk mencapai maksud dan tujuan pekerjaan ini, maka ada beberapa
pekerjaan yang harus dilakukan yang dituangkan dalam lingkup pekerjaan yang
meliputi :
1) Tahap Awal
Tahap awal pekerjaan adalah persiapan yang meliputi:
a. Survei Pendahuluan
b. Persiapan administrasi dan teknis
Lokasi Pekerjaan
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PEKERJAAN
Tabel II-1. Luas kabupaten Buton Utara menurut kecamatan tahun 2017
2.5. Kependudukan
Berdasarkan Hasil Proyeksi Penduduk 2017, Penduduk Kabupaten Buton
Utara berjumlah 62.088 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 31.305 jiwa dan
penduduk perempuan sebesar 30.783 jiwa dengan jumlah rumah tangga
sebesar 13.684 rumah tangga. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk
tahun 2016, penduduk Kabupaten Buton Utara mengalami pertumbuhan sebesar
2,52 persen.
Kepadatan penduduk Kabupaten Buton Utara pada tahun 2017 adalah 32
jiwa/Km2. Kepadatan Penduduk di 6 kecamatan cukup beragam dengan
kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Kulisusu dengan
kepadatan sebesar 136 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Kulisusu Barat
sebesar 18 jiwa/Km2.
Tabel II-2. Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk kabupaten Buton Utara
Menurut Kecamatan tahun 2017
hal tersebut sebagian besar perbukitan terdiri dari formasi batu karang.
Berdasarkan fakta tersebut maka untuk potensi rawan bencana longsor dan erosi
relatif rendah.
C. Rawan Bencana Geologi
Rawan bencana geologi karena umunya wilayah pulau-pulau utama di
Kabupaten Buton Utara dominan struktur batuan gamping yang berada pada
elevasi ketinggian yang cukup beragam. Potensi rawan runtuhan batuan (rawan
geologi) karena di beberapa lokasi. Saat ini peristiwa longsoran batuan masih
relatif kecil.
BAB III
SURVEY LAPANGAN DAN
ANALISIS DATA
Dari data tersebut di atas jika diplot dalam bentuk grafik maka akan tampak
pola amplop pasang surut (tidal envelope) yang merupakan elevasi muka air
fungsi waktu sebagaimana disajikan pada gambar berikut.
2.50
Elevasi Muka Air pada Peilschaal (m)
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360
( 2 )
0 Z O A1 cos 1t B1 sin 1t D sin 1t (3.6)
B1
Dimisalkan S adalah jumlah pengamatan dan N adalah nomor
pengamatan, maka ketiga persamaan di atas (3.4), (3.5), dan (3.6) dapat ditulis
sebagai berikut:
S S
S S
S S
S S S S
cos 1t N
N 1
cos 1t N cos 1t N
N 1
sin 1t N cos 1t N
N 1
A1 = D
N 1
N cos 1t N
S S S
B1 S
sin t
N 1
1 N cos t
N 1
1 N sin 1t N sin t
N 1
1 N sin 1t N D
N 1
N sin 1t N
Amplitudo, A Z0 M2 S2 N2 K2 O1 P1 K1 M4 MS4
(m) 1.55 0.60 0.17 0.10 0.28 0.15 0.17 0.26 0.01 0.01
o
Beda Phase, g 223 89 30 247 32 94 338 71 7
(Sumber : Analisis data, 2018)
A(K1) + A(O1)
F =
A(M2) + A(S2)
Dari persamaan Formzhal diatas, tipe pasang surut ditentukan melalui kriteria
berikut:
F < 0.25 : Pasut harian ganda (semi diurnal tide). Dalam satu hari
terjadi dua kali pasang dan dua kali air surut dengan
ketinggian hampir sama,
0.25 < F < 1.5 : Pasut campuran, condong harian ganda (mixed tide
prevailing semi diurnal). Dalam 1 hari terjadi 2 kali air
pasang dan 2 kali surut dengan ketinggian yang berbeda,
1.5 < F < 3.0 : Pasut campuran, condong harian tunggal (mixed tide
prevailing diurnal). Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang
dan 1 kali air surut,
F > 3.0 : Pasut harian tunggal (diurnal tide). Dalam satu hari terjadi
satu kali air pasang dan satu kali air surut.
dengan :
Zt = elevasi pasang surut fungsi dari waktu,
S0 = duduk tengah atau tinggi muka air rata-rata (mean sea level),
f = jumlah komponen,
Ai = amplitudo komponen ke-i,
ωi = frekuensi sudut komponen ke-i = 2/Ti,
Ti = periode komponen ke-i,
t = waktu,
Gi = beda fase komponen ke-i.
2.50
Elevasi Muka Air pada Peilschaal (m)
2.00
1.50
1.00
0.50
Pengamatan
Prediksi
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360
Elevasi muka air acuan yang akan digunakan dalam Perencanaan Pengaman pantai
Kurolabu ini adalah :
HAT = HWL = 2.73 m dan LAT = LWL = 0.37 m.
Peilschaal 3
8.41 m Palm
BM
PASUT HWL 271 cm
690 cm
841 cm MSL 151 cm
151 cm
LWL 30 cm
0.0 Palm
Gambar III-4. Levelling elevasi BM dan elevasi muka air terhadap peilschaal 3
(Sumber : Survey Lapangan, 2018)
Peilschaal 3
6.90 m MSL
BM
PASUT HWL 120 cm
690 cm
841 cm
MSL 0 cm
151 cm
LWL -120 cm
0.0 Palm
Gambar III-5. Levelling elevasi BM dan elevasi muka air terhadap MSL
(Sumber : Survey Lapangan, 2018)
Gambar III-6. Bagan alir pelaksanaan survey dan analisis data topografi
Tabel III-3. Hasil pengukuran dan analisis data topografi terhadap MSL
Tabel III-4. Hasil analisis data bathimetri pantai Kurolabu terhadap MSL
Posisi / Koordinat Kedalaman Koreksi Sarat Kedalaman
No. X Y Tanggal Waktu (d) Pasut (MSL) Tranduser Terkoreksi ( Z )
Zona
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
1 51 M 585586 9383809 11-Nov-14 3:01:37 2.00 0.53 0.40 -1.87
2 51 M 585585 9383807 11-Nov-14 3:01:38 1.90 0.53 0.40 -1.77
3 51 M 585580 9383742 11-Nov-14 3:02:11 2.60 0.53 0.40 -2.47
4 51 M 585579 9383718 11-Nov-14 3:02:25 1.40 0.53 0.40 -1.27
5 51 M 585579 9383716 11-Nov-14 3:02:26 1.40 0.53 0.40 -1.27
6 51 M 585583 9383650 11-Nov-14 3:03:03 1.50 0.53 0.40 -1.37
7 51 M 585612 9383608 11-Nov-14 3:03:30 1.30 0.53 0.40 -1.17
8 51 M 585652 9383561 11-Nov-14 3:04:04 1.40 0.53 0.40 -1.27
9 51 M 585653 9383524 11-Nov-14 3:04:29 1.40 0.53 0.40 -1.27
10 51 M 585637 9383511 11-Nov-14 3:04:40 1.30 0.53 0.40 -1.17
11 51 M 585601 9383485 11-Nov-14 3:05:01 2.00 0.53 0.40 -1.87
12 51 M 585562 9383459 11-Nov-14 3:05:24 2.20 0.53 0.40 -2.07
13 51 M 585559 9383457 11-Nov-14 3:05:26 3.00 0.53 0.40 -2.87
14 51 M 585557 9383456 11-Nov-14 3:05:27 4.20 0.53 0.40 -4.07
15 51 M 585556 9383455 11-Nov-14 3:05:28 5.60 0.53 0.40 -5.47
16 51 M 585554 9383454 11-Nov-14 3:05:29 8.30 0.53 0.40 -8.17
17 51 M 585552 9383452 11-Nov-14 3:05:30 10.20 0.53 0.40 -10.07
18 51 M 585550 9383451 11-Nov-14 3:05:31 16.80 0.53 0.40 -16.67
19 51 M 585549 9383450 11-Nov-14 3:05:32 18.40 0.53 0.40 -18.27
20 51 M 585547 9383448 11-Nov-14 3:05:33 19.70 0.53 0.40 -19.57
21 51 M 585545 9383447 11-Nov-14 3:05:34 20.90 0.53 0.40 -20.77
22 51 M 585544 9383446 11-Nov-14 3:05:35 22.00 0.53 0.40 -21.87
23 51 M 585542 9383445 11-Nov-14 3:05:36 23.10 0.53 0.40 -22.97
24 51 M 585541 9383444 11-Nov-14 3:05:37 24.40 0.53 0.40 -24.27
25 51 M 585540 9383442 11-Nov-14 3:05:38 25.80 0.53 0.40 -25.67
26 51 M 585538 9383441 11-Nov-14 3:05:39 27.40 0.53 0.40 -27.27
27 51 M 585536 9383440 11-Nov-14 3:05:40 29.80 0.53 0.40 -29.67
Peta yang digambar yaitu peta topografi dan peta bathimetri digabung
menjadi satu dalam satu kesatuan lembar peta. Peta topogafi dan peta bathimetri
digabung dengan dasar satu kesatuan sistem koordinat yaitu koordinat UTM
dengan system proyeksi WGS 1984. Titik penggabungan yang menjadi acuan
yang mudah adalah titik-titik BM yang ada.
Dua sistem peta tersebut meskipun sama koordinat tetapi berbeda
ketinggian, dimana angka kedalaman laut dinyatakan negatif (-) pada arah
kedalaman, sebaliknya angka ketinggian dinyatakan positif (+) pada arah
ketinggian.
Waverose
Fetch Hindcasting
Data Gelombang
Hubungan Hs-Ts
10 tahun
Gelombang
Max/tahun
Gelombang Rencana
Analisa
di Laut Dalam
Harga Ekstrim
Gambar III-13. Bagan alir penentuan gelombang rencana berdasarkan data angin
umumnya adalah kecepatan hembus angin dan arah angin. Kecepatan angin
umumnya dicatat setiap jam berikut arahnya di stasiun pengukuran meteorologi.
Untuk kepentingan perencanaan, umumnya data yang digunakan adalah data
pengukuran dari stasiun meteorologi terdekat dengan lokasi rencana. Data
tersebut berisi data hasil pengukuran kecepatan dalam satuan knot ( 1 knot =
0.514 m/s), serta arah yang dinyatakan dalam sudut arah (derajat) searah jarum
jam maupun dinyatakan dalam delapan penjuru mata angin yakni Utara (U),
Timur Laut (TL), Timur (T), Tenggara (TG), Selatan (S), Barat Daya (BD), Barat
(B) dan Barat Laut (BL).
Data angin yang digunakan dalam studi ini diperoleh dari Stasiun
Meteorologi Kelas III Betoambari Kota Baubau selama 18 tahun pencatatan.
Ketinggian stasiun dari permukaan tanah adalah 10 m. Data yang diperoleh
adalah data angin tahun 1996 sampai 2013. Pada tabel berikut disajikan
pengolahan data angin maksimum bulanan pada stasiun Meteorologi Klas III
Betoambari.
Tabel III-5. Jumlah dan presentasi kejadian angin maksimum bulanan tahun
1996-2017
Jumlah dan Persentasi Kejadian Angin Maksimum Bulanan
Stasiun Meorologi Klas III Betombari - Baubau
Tahun 1996 - 2017
Jumlah Kejadian Angin Persentasi Kejadian Angin (%)
Arah Interval Kecepatan Angin (m/det) Interval Kecepatan Angin (m/det)
Jumlah Jumlah
<3 3-6 6-9 9-12 > 12 <3 3-6 6-9 9-12 > 12
Utara (U) 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Timur Laut (TL) 0 1 5 0 0 6 0.00 0.38 1.89 0.00 0.00 2.27
Timur (T) 0 23 91 11 1 126 0.00 8.71 34.47 4.17 0.38 47.73
Tenggara (TG) 0 1 9 1 0 11 0.00 0.38 3.41 0.38 0.00 4.17
Selatan (S) 0 4 10 1 1 16 0.00 1.52 3.79 0.38 0.38 6.06
Barat Daya (BD) 0 0 20 1 0 21 0.00 0.00 7.58 0.38 0.00 7.95
Barat (B) 0 11 59 10 2 82 0.00 4.17 22.35 3.79 0.76 31.06
Barat Laut (BL) 0 0 2 0 0 2 0.00 0.00 0.76 0.00 0.00 0.76
Jumlah Angin 264 Persentase Angin 100.00
Jumlah Tidak Ada Angin 0 Persentase Tidak Ada Angin 0.00
Total 264 Total 100.00
3.6.2 Fetch
Fetch adalah sebuah wilayah dimana kecepatan angin dan arahnya
diperkirakan relatif konstan, serta variasi arah dari angin tidak lebih dari 15
derajat, dan kecepatan rata-ratanya tidak lebih dari 5 knot. Fetch dibatasi oleh
daratan yang mengelilingi laut. Untuk laut lepas dimana tidak terdapat daratan,
batas fetch dilakukan dengan mengacu pada garis isobar yang sama, mengingat
pada fetch diperkirakan kecepatan angin yang berhembus adalah konstan. Untuk
memperkirakan feth pada lokasi studi, digunakan peta rupa bumi yang diperoleh
dari Google Earth.
Untuk keperluan peramalan gelombang, fetch efektif juga dapat dihitung
dengan menggunakan Saville’s Method (1962) atau dalam buku teknik pantai
Bambang Triatmodjo (1999) dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
Feff
F cos
i
cos
dengan : Feff = fetch efektif,
Fi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi
gelombang ke ujung akhir fetch,
ά = deviasi pada kedua sisi arah angin, dengan menggunakan
pertambahan 60 sampai sudut sebesar 420 pada kedua sisi
arah angin.
Mulai
2 2
U g Feff 3 Yes gt gF 3 No
t min 68.8 A td 68.8 eff2 7.15x104
g U 2 UA U
A NFDS A FDS
No
Duration Limited
3
U
2
gtd 2
Yes Fmin A UA
2
Fetch Limited g 68.8U 2 H0 0.2433
A
g
UA
1 Tp 8.134
UA
2
g Feff2 Feff = Fmin g
H0 0.0016
g U 2
A
1 Selesai
U gF 3
Tp 0.2857 A eff2
g UA
Selesai
dalam bentuk koreksi untuk mendapatkan faktor tegangan angin, UA (wind stress
factor).
a) Koreksi elevasi
Wind stress factor dihitung dari kecepatan angin yang diukur dari
ketinggian 10 m di atas permukaan. Bila data angin diukur tidak dalam ketinggian
ini, koreksi perlu dilakukan dengan persamaan berikut ini (persamaan ini dapat
dipakai untuk y < 20 m) :
1
10 7
U10 U y
y
dengan :
U10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/det),
Uy = kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m (m/det),
y = elevasi atau ketinggian alat ukur di atas permukaan laut (m).
U L R T . U 10
Sedangkan untuk menentukan kecepatan angin di laut, digunakan
persamaan sebagai berikut:
UW R L.UL
dengan :
U10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/det),
RT = rasio amplifikasi, (RT = 1.1),
UL = kecepatan angin di daratan (m/det),
RL = rasio kecepatan angin di atas laut dengan daratan, diperoleh dari
kurva,
UW = kecepatan angin di laut ((m/det).
Gambar III-17. Kurva rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan
(Sumber : CERC, 1984)
c) Koreksi durasi
Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau
merupakan data hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin
adalah selalu berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan
peramalan gelombang diperlukan juga durasi angin bertiup, dimana selama
dalam durasi tersebut dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu,
koreksi durasi ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama
durasi angin bertiup diinginkan. Berdasarkan data hasil pengamatan angin
sesaat, dapat dihitung kecepatan angin rata-rata untuk durasi angin tertentu,
dengan prosedur sebagai berikut :
a. Diketahui kecepatan angin hasil koreksi ketinggian adalah u10, akan
ditentukan angin dengan durasi t i detik (Ut).
1609
ti det
uW
b. Menghitung u3600
uW
c
u 3600
uW
d. u 3600
c
e. Menghitung Ut =, t = durasi yang ditentukan
Ut
c
u 3600
U t u3600 c
Pada tabel berikut, disajikan sebagian hasil analisis data angin dari tahun
1996-1998 berdasarkan stasiun meteorologi klas III Betoambari-Baubau.
Tabel III-9. Hasil peramalan gelombang di laut dalam dari arah barat dengan
metode CERC (1984)
Peramalan Gelombang Dengan Metode CERC (1984)
UA Feff gt/UA ≤ tmin Syarat NFDS: Fmin Ho Tp
gt/UA (...0 )
(m/det) (m) 71500 (det) (jam) T min ≤ t d (m) (m) (det)
11.38 23,539 10,118 NFDS 11736.30 3.3 FL - 0.89 4.02 300
9.63 9,119 6,720 NFDS 6594.44 1.8 FL - 0.47 2.77 260
10.22 0 0 - - - - - 0.00 0.00 90
7.79 0 0 - - - - - 0.00 0.00 120
8.41 0 0 - - - - - 0.00 0.00 130
9.02 0 0 - - - - - 0.00 0.00 80
8.41 0 0 - - - - - 0.00 0.00 110
9.63 0 0 - - - - - 0.00 0.00 70
10.22 0 0 - - - - - 0.00 0.00 220
9.63 0 0 - - - - - 0.00 0.00 180
7.15 9,119 9,987 NFDS 7281.09 2.0 FL - 0.35 2.51 270
11.38 9,119 5,377 NFDS 6237.08 1.7 FL - 0.56 2.93 260
10.09 9,119 6,315 NFDS 6492.87 1.8 FL - 0.49 2.81 270
11.10 9,119 5,559 NFDS 6289.15 1.7 FL - 0.54 2.91 270
11.38 9,119 5,377 NFDS 6237.08 1.7 FL - 0.56 2.93 270
5.84 0 0 - - - - - 0.00 0.00 90
10.22 0 0 - - - - - 0.00 0.00 90
11.38 0 0 - - - - - 0.00 0.00 180
10.22 0 0 - - - - - 0.00 0.00 110
11.10 0 0 - - - - - 0.00 0.00 100
10.80 0 0 - - - - - 0.00 0.00 110
10.80 0 0 - - - - - 0.00 0.00 110
13.05 0 0 - - - - - 0.00 0.00 200
13.60 9,119 4,240 NFDS 5877.47 1.6 FL - 0.66 3.11 250
10.22 9,119 6,205 NFDS 6464.37 1.8 FL - 0.50 2.83 270
8.41 9,119 8,045 NFDS 6897.94 1.9 FL - 0.41 2.65 250
8.41 9,119 8,045 NFDS 6897.94 1.9 FL - 0.41 2.65 250
8.41 0 0 - - - - - 0.00 0.00 120
8.41 0 0 - - - - - 0.00 0.00 150
9.02 0 0 - - - - - 0.00 0.00 140
6.30 7,370 10,259 NFDS 6589.57 1.8 FL - 0.28 2.24 60
11.10 7,370 4,823 NFDS 5456.41 1.5 FL - 0.49 2.71 50
10.22 0 0 - - - - - 0.00 0.00 80
10.22 0 0 - - - - - 0.00 0.00 210
9.57 9,119 6,774 NFDS 6607.66 1.8 FL - 0.47 2.77 250
10.09 9,119 6,315 NFDS 6492.87 1.8 FL - 0.49 2.81 260
Sumber : Hasil Analasis, 2018
Gelombang Rencana
Jenis Struktur
No. Jenis Kala ulang
Bangunan
Gelombang (tahun)
1 Struktur Fleksibel
a. Resiko rendah Hs, (H33) 5 – 10
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000
2 Struktur Semi Kaku
a. Resiko rendah 5 – 10
H10 – H1
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000
3 Struktur Kaku
a. Resiko rendah 5 – 10
H1 - Hmaks
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000
Ada dua metode yang biasa digunakan dalam menentukan suatu tinggi
gelombang yang representatif dengan kala ulang tertentu. Metode yang dimaksud
adalah distribusi Fisher-Tippet tipe I dan distribusi Weibull. Dalam studi ini,
digunakan metode Fisher-Tippet tipe I.
1
y r ln ln1
L.Tr
dengan :
Hsr : tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr
Tr : periode ulang (tahun)
N
L : rerata jumlah kejadian per tahun T dimana NT adalah jumlah kejadian
K
gelombang selama pencatatan, dan K adalah panjang data (tahun).
Bˆ H sm Aˆ y m
dengan :
n : jumlah data
H sm
: tinggi gelombang signifikan rata-rata
nr
1
N
1 y r c ln
2
1/ 2
dengan :
σnr : standar deviasi yang dinormalkan dari tinggi gelombang signifikan dengan
periode ulang Tr
N : jumlah data tinggi gelombang signifikan
1, 3
1 N
2 ln
Besaran absolut dari deviasi standar tinggi gelombang signifikan dihitung dengan
rumus :
r nr H s
dengan :
σr : kesalahan standar dari tinggi gelombang signifikan dengan periode
ulang Tr.
σHsr : deviasi standar dari data tinggi gelombang signifikan.
laut dalam dengan kala ulang tertentu. Pada tabel dibawah ini disajikan hasil
hitungan tinggi dan periode gelombang dari arah barat.
Tabel III-13. Tinggi gelombang signifikan di laut dalam dari arah barat dengan
kala ulang tertentu
Kala yr Hsr Hsr - 1.28 Hsr + 1.28
σnr σr
Ulang, Tr (tahun) (m) σr (m) σr (m)
2 1.94 0.52 0.32 0.05 0.46 0.58
5 2.90 0.63 0.29 0.05 0.58 0.69
10 3.60 0.72 0.74 0.12 0.57 0.87
25 4.53 0.83 1.93 0.30 0.45 1.21
50 5.23 0.91 3.27 0.51 0.26 1.56
100 5.92 1.00 4.99 0.77 0.01 1.99
Tabel III-14. Periode gelombang signifikan di laut dalam dari arah barat dengan
kala ulang tertentu
Kala yr Tsr Tsr - 1.28 Tsr + 1.428
σnr σr
Ulang, Tr (tahun) (det) σr (det) σr (det)
2 1.94 2.75 0.32 0.21 2.48 3.01
5 2.90 3.03 0.29 0.19 2.79 3.28
10 3.60 3.25 0.74 0.48 2.63 3.87
25 4.53 3.53 1.93 1.26 1.92 5.14
50 5.23 3.74 3.27 2.13 1.01 6.47
100 5.92 3.95 4.99 3.25 -0.22 8.11
BAB IV
KONSEP PENGAMAN PANTAI DAN
KRITERIA PERENCANAAN
4.1. Umum
Sand
Nourishment
Revetmen
Perlindungan
Alami
Dinding Pantai
Hutan Bakau
Grout Mattress
Perkuatan
Pantai
Batu
G
Perlindungan Menahan r
Pantai Transpor o Buis Beton
Sedimen i
Sepanjang n Blok Beton
Perlindungan Pantai
Buatan
(a)
(b)
Gambar IV-5. Contoh kedua tipe bangunan pantai
Seperti telah dijelaskan di depan bahwa salah satu fungsi utama dinding
pantai adalah menahan terjadinya limpasan gelombang. Air yang melimpas di
belakang bangunan akan terinfiltrasi melalui permukaan tanah dan mengalir
kembali ke laut. Apabila perbedaan elevasi muka air di belakang dan di depan
bangunan cukup besar dapat menimbulkan kecepatan aliran cukup besar yang
dapat menarik butiran tanah di belakang dan pada fondasi bangunan (piping).
Keadaan ini dapat mengakibatkan rusak/runtuhnya bangunan. Penanggulangan
dari keadaan tersebut dapat dilakukan dengan 1) membuat elevasi puncak
bangunan cukup tinggi sehingga tidak terjadi limpasan, 2) di belakang bangunan
dilindungi dengan lantai beton atau aspal dan dilengkapi dengan saluran drainasi,
atau 3) dengan membuat konstruksi yang dapat menahan terangkutnya butiran
tanah/pasir, misalnya dengan menggunakan geotekstil yang berfungsi sebagai
saringan.
Bangunan masif ini digunakan untuk menahan gelombang besar dan tanah
dasar relatif kuat. Apabila tanah dasar lunak maka diperlukan fondasi tiang.
Gambar IV-11. adalah dinding pantai terbuat dari susunan blok beton yang
dibangun pada tanah dasar relatif kuat (misalnya terdapat batu karang) untuk
melindungi bangunan (jalan raya) yang berada sangar dekat dengan garis pantai.
Bangunan tersebut didukung oleh fondasi tiang dan dilengkapi dengan turap baja
yang berfungsi untuk mencegah erosi tanah fondasi oleh serangan gelombang
dan piping oleh aliran air tanah. Selain itu kaki bangunan juga dilindungi
dengan batu pelindung. Fondasi bangunan harus direncanakan dengan baik
untuk menghindari terjadinya penurunan tidak merata yang dapat
menyebabkan pecahnya konstruksi.
Gambar IV-11. Dinding Pantai dengan Sisi Tegak yang Bisa Terbuat dari
Turap Baja, Kayu atau Bambu
Seperti halnya dengan groin, pemecah gelombang lepas pantai dapat juga
dibuat dari tumpukan batu, beton, tumpukan buis beton, turap, dan sebagainya.
Gambar IV-14. adalah contoh pemecah gelombang di Pantai Penyak.
a. Gelombang rencana
Kriteria gelombang rencana, meliputi penentuan jenis gelombang yang
dipakai dalam perancangan (Hs, H0,01, Hmaks dan sebagainya) dan
penentuan kala ulang gelombang.
b. Muka air laut rencana
Kriteria akan membahas cara untuk menentukan muka air laut rencana
(design water level). Elevasi ini akan dipakai sebagai pedoman penentuan
elevasi bangunan pengaman pantai.
c. Run Up dan Run down gelombang yang terjadi pada sisi bangunan
Kriteria akan membahas tinggi gelombang yang meluncur di sisi bangunan
pantai
d. Konstruksi pelindung kaki (toe protection)
Kriteria akan membahas pedoaman untuk menentukan ukuran dn struktur
pelindung kaki untuk mencegah kerusakan struktur akibat adanya gerusan
e. Struktur tumpukan batu
Kriteria akan membahas pedoaman untuk menentukan ukuran dn struktur
tumpukan batu untuk pemecah gelombang (breakwater) atau jetty.
Pemecah gelombang sisi miring merupakan salah satu tipe dari pemecah
gelombang yang terbuat dari tumpukan batu alam yang dilindungi oleh lapisan
pelindung berupa batu besar ataupun beton dengan bentuk tertentu. Tipe ini
banyak digunakan di Indonesia, mengingat dasar laut di pantai perairan Indonesia
kebanyakan dari tanah lunak, selain itu batu alam banyak tersedia serta
mempunyai sifat yang fleksibel. Butir batu pemecah gelombang ini disusun dalam
beberapa lapis, dengan lapisan terluar (lapis pelindung) terdiri dari batu dengan
ukuran besar dan semakin ke dalam ukurannya semakin kecil. Stabilitas batu
lapis pelindung tergantung pada berat dan bentuk butiran serta kemiringan sisi
bangunan.
bH 3
W
K D 3Cot ( )
Keterangan:
W = Berat minimum batu (tf)
H = Tinggi gelombang rencana (m)
KD = Koefisien stabilitas batu lindung
= Sudut lereng tanggul laut
b = Berat satuan batu lapis lindung (tf/m3)
a = Berat satuan air laut (tf/m3)
= ( b - a )/ a
Tebal lapis lindung (t) ditentukan minimum setebal dua diameter equivalen butiran
armor. Sedangkan diameter equivalen butiran nilainya diperkirakan sama dengan
sisi kubus.
1/ 3
W
t = 2 de = 2
b
Keterangan:
t = tebal lapis armor (m)
de = diameter equivalen (m)
W = berat armor (tf)
b = berat unit armor (tf/m3)
Untuk mengetahui jumlah batu yang dipergunakan untuk keperluan lapis lindung
dapat ditentukan dengan rumus:
2/3
N = A m (1-n) b
W
Keterangan:
N = jumlah batu lindung (biji)
A = luas daerah yang ditinjau (m2)
n = porositas tumpukan batu
m = jumlah tumpukan batu dalam lapis lindung (min 2)
W = berat batu (tf)
b = berat unit batu (tf/m3)
- Dolos n = 0,63
- Kubus beton n = 0,47
- Akmon n = 0,55 – 0,60
- Tetrapod n = 0,50
- Quadripod n = 0,50
- Tribar n = 0,47
Lebar mercu breakwater atau jetty paling tidak dibuat tiga kali diameter equivalen
batu lapis lindung. Mengingat pemecah gelombang pelindung areal pelabuhan
yang dipergunakan untuk jalan akses menuju dermaga atau dapat pula digunakan
untuk duduk-duduk atau bersantai, maka mercu breakwater atau jetty dapat
ditambah konstruksi berupa penutup beton (concrete cap) dan lebar puncaknya
pun biasanya juga disesuaikan dengan pemanfaatan mercu tersebut. Bila mercu
dipergunakan untuk jalan, maka lebar mercu dapat diambil antara 3,0 s.d. 6,0 m.
B=3-6m
W
½W t
Transisi = W/10
Core = W/500
Tabel IV-1. Koefisien Stabilitas Lapis Lindung (KD) untuk Bangunan Tidak
Terlimpasi
Lengan Ujung
Cara Bangunan Bangunan Sudut
Jenis Material m Penemp (m)
No Gelombang Gelombang
Lapis Lindung atan
armor Tidak Tidak
Pecah Pecah 1:m
Pecah pecah
Batu quarry, 2 Acak 1,2 2,4 1,1 1,9 1,5
1
Bulat >3 Acak 1,6 3,2 1,4 2,3 3,0
Batu quarry, 1,9 3,2 1,5
2 Kasar dan 2 Acak 2,0 4,0 1,6 2,8 2,0
bersudut 1,3 2,3 3,0
5,0 6,0 1,5
Tetrapod,
3 2 Acak 7,0 8,0 4,5 5,5 2,0
Quadripod
3,5 4,4 3,0
8,3 9,0 1,5
4 Tribar 2 Acak 9,0 10,0 7,8 8,5 2,0
6,0 6,5 3,0
8,0 16,0 2,0
5 Dolos 2 Acak 15,8 31,8
7,0 14,0 3,0
Kubus
6 2 Acak 6,5 7,5 - 5,0 2
dimodifikasi
Keterangan: Koefisien KD diambil dari SPM (CERC, 1984)
Koefisien KD diluar table tersebut diatas harus ditentukan
berdasarkan uji model hidraulik di laboratorium.
Model STWAVE
Model STWAVE adalah model gelombang untuk mentransformasi dan
membangun spektrum gelombang steady-state. Model ini menggunakan metode
beda hingga (finite difference method) dengan berdasar pada pembangkitan dan
penjalaran dengan grid rektilinear dua dimensi. STWAVE mensimulasikan
shoaling dan refraksi gelombang akibat kedalaman, arus, gelombang pecah,
difraksi, pertumbuhan angin-gelombang, dan interaksi antar gelombang. Dan
spektrum gelombang dalam model STWAVE adalah representasi statistik dari
kejadian gelombang dan secara konseptual, spektrum adalah superposisi linier
dari gelombang monokromatik, dimana spektrum menggambarkan distribusi
energi gelombang sebagai fungsi dari frekuensi (spektrum satu dimensi) atau
frekuensi dan arah (spektrum dua-dimensi).
BAB V
ANALISIS PERMASALAHAN DAN
ALTERNATIF PENANGANAN
Gambar V-1. Pembagian coastal cell dan pias pantai di desa Kurolabu
BAB VI
ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR
BANGUNAN PANTAI
6.1. Umum
1. kedalaman kaki tembok harus lebih dalam dari kemungkinan terjadinya erosi
kaki tembok akibat refleksi gelombang. Sebagai pendekatan (SPM, 1984),
kedalaman gerusan diambil sama dengan tinggi gelombang di kaki struktur,
2. di belakang tembok, dipasang filter untuk mencegah hanyutnya material halus
lewat lubang drainase atau bawah tembok. Filter dapat dibuat dari geotektil
atau atau kantong plastik yang diisi dengan pasir,
3. penentuan elevasi tembok harus memperhitungkan rayapan gelombang,
4. kualitas beton atau spesi adukan pada tembok harus mempunyai kualitas
beton yang tahan abrasi,
5. untuk mengurangi rayapan gelombang, mercu tembok laut dibuat
melengkung membentuk setengah lingkaran dengan jari-jari minimal 0.5 m,
atau dengan bentuk parabolik.
Sementara itu, pemecah gelombang lepas pantai adalah pemecah
gelombang yang diletakkan kurang lebih sejajar dengan garis pantai dengan
maksud untuk mengurangi atau bahkan mematikan secara total energi
gelombang yang sampai ke pantai. Ditinjau dari orientasi elevasi puncak struktur
dengan muka air laut rerata akibat pasang surut, maka pemecah gelombang
lepas pantai dibagi atas tiga, yakni emerged yaitu puncak muncul ke permukaan
meskipun pada kondisi pasang tertinggi), temporary submerged yaitu elevasi
puncak struktur terendam pada saat pasang dan muncul ke permukaan pada saat
surut dan permanent submerged, yaitu elevasi puncak struktur selalu terendam
meskipun pada kondisi surut (Paotonan C, 2012).
1.60 Hi = Ho Kr Ks
Tinggi Gelombang (m)
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Gambar VI-2. Superposisi nilai Hi dan Hb sebagai fungsi kedalaman air pada
zona 2 untuk gelombang dari arah barat
Tabel VI-2. Tinggi gelombang rencana (HD) pada Setiap Perletakkan Struktur
Breakwater
Elevasi
HWL
Rc Dasar dari ds (m) HD (m) Rc/HD KT HT (m)
(m)
MSL (m)
0.00 1.18 0.65 0.53 0.64 0.000 0.46 0.29
0.20 1.18 0.50 0.68 0.82 0.244 0.39 0.32
0.50 1.18 0.00 1.18 1.42 0.352 0.35 0.50
1.00 1.18 -0.50 1.68 2.02 0.494 0.31 0.63
1.50 1.18 -1.00 2.18 2.62 0.572 0.29 0.76
2.43 1.18 -1.25 2.43 2.93 0.831 0.21 0.62
2.50 1.18 -1.50 2.68 3.23 0.775 0.23 0.73
3.00 1.18 -2.00 3.18 3.83 0.784 0.22 0.86
4.00 1.18 -2.50 3.68 4.43 0.903 0.19 0.84
4.50 1.18 -2.75 3.93 4.73 0.951 0.17 0.83
5.00 1.18 -3.00 4.18 5.03 0.994 0.16 0.81
Untuk menentukan letak struktur dari garis pantai, maka dalam pekerjaan
ini digunakan grafik yang dikembangkan oleh Pope dan Dean (1986) sebagai
pendekatan. Adapun grafik yang dikembangkan oleh Pope dan Dean dapat dilihat
pada Gambar VI-3.
Pada gambar dibawah ini disajikan layout atau tata letak rencana
bangunan pengaman pantai dengan struktur breakwater di sepanjang pantai
penanganan (pias 2), dengan panjang strukur breakwater adalah 20 m dan jarak
antar breakwater (gab) adalah 10 m, serta total panjang struktur breakwater
adalah 100 m, seperti yang disajikan pada gambar berikut.
Dimensi pemecah gelombang terdiri dari berat batu lapis lindung, lebar
puncak struktur ketebalan lapis lindung dan pelindung kaki (toe protection). Untuk
menentukan berat batu lapis lindung, dianggap struktur sebagai pemecah
gelombang yang menerus ke permukaan dan yang kedua menganggap struktur
sebagai pondasi. Apabila struktur dianggap elevasi puncaknya sampai ke
permukaan air, maka dapat menggunakan formula Hudson seperti berikut :
b H3
W
K D 3 Cot ( )
Keterangan:
W = Berat minimum batu (kg)
H = Tinggi gelombang rencana (m)
KD = Koefisien stabilitas batu lindung
= Sudut lereng pemecah gelombang
b = Berat satuan batu lapis lindung (kg/m3)
a = Berat satuan air laut (kg/m3)
= ( b - a )/ a
rH3
W 3
N s ( S r 1) 3
Mengingat material batu pecah di lokasi studi tidak ada, bahkan di wilayah
sekitarnya pun tidak ada untuk ukuran yang besar, maka dalam studi ini diusulkan
menggunakan kubus-kubus beton. Dengan menggunakan persamaan di atas,
maka dimensi pemecah gelombang pada pias 2 dapat diestimasi dan hasilnya
seperti pada Tabel VI-5 dan VI-6.
0.00 1.18 1.18 0.92 2650 1030 3.89 1.5 7.0 51 33.2 34
-0.50 1.18 1.68 1.31 2650 1030 3.89 1.5 7.0 146 47.2 48
-1.00 1.18 2.18 1.70 2650 1030 3.89 1.5 7.0 319 61.3 62
-1.25 1.18 2.43 1.90 2650 1030 3.89 1.5 7.0 442 68.3 70
-1.50 1.18 2.68 2.09 2650 1030 3.89 1.5 7.0 593 75.3 76
Sumber : Hasil Analisis, 2018
0.00 1.18 0.92 2650 1030 3.89 1.5 7.0 51 3 1.15 0.92 1.00
-0.50 1.68 1.31 2650 1030 3.89 1.5 7.0 146 3 1.15 1.31 1.40
-1.00 2.18 1.70 2650 1030 3.89 1.5 7.0 319 3 1.15 1.70 1.70
-1.25 2.43 1.90 2650 1030 3.89 1.5 7.0 442 3 1.15 1.90 2.00
-1.50 2.68 2.09 2650 1030 3.89 1.5 7.0 593 3 1.15 2.09 2.10
Sumber : Hasil Analisis, 2018
0.00 1.18 0.92 2650 1030 3.89 1.5 7.0 51 2 1.15 0.61 0.70
-0.50 1.68 1.31 2650 1030 3.89 1.5 7.0 146 2 1.15 0.88 0.90
-1.00 2.18 1.70 2650 1030 3.89 1.5 7.0 319 2 1.15 1.14 1.20
-1.25 2.43 1.90 2650 1030 3.89 1.5 7.0 442 2 1.15 1.27 1.30
-1.50 2.68 2.09 2650 1030 3.89 1.5 7.0 593 2 1.15 1.40 1.40
Sumber : Hasil Analisis, 2018
BAB VII
RENCANA ANGGARAN BIAYA
7.1. Umum
Job mix design merupakan acuan campuran beton dari laboratorium agar
mencapai kualitas beton yang diinginkan sebagai kubus beton dari bangunan
pantai. Material campuran beton yang dimasukkan di laboratorium harus
merupakan material yang digunakan dalam kegiatan pelaksanaan. Selain itu
dilakukan pengecekan kualitas material batu alam yang digunakan sebagai
material tembok laut. Batu alam tersebut harus merupakan batu yang tidak
mudah rusak oleh air, berat, dan sesuai dengan perencanaan.
HARGA JUMLAH
NO U R A I A N SAT. VOLUME SATUAN HARGA
( Rp ) ( Rp )
1 2 3 4 5 6
I. PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Mobilisasi dan Demobilisasi Alat ls 1.00 35,000,000.00 35,000,000.00
2 Administrasi Pelaporan / Dokumentasi ls 1.00 3,000,000.00 3,000,000.00
3 As Built Drawing ls 1.00 2,000,000.00 2,000,000.00
HARGA
NO URAIAN PEKERJAAN
( Rp )
1 2 3
A JUMLAH 826,441,657.29
B P P N = A x 10 % 82,644,165.73
C T OT AL ( A + B ) 909,085,823.02
DIBULAT KAN 909,085,000.00
TERBILANG : SEMBILAN RATUS SEMBILAN JUTA DELAPAN PULUH LIMA RIBU RUPIAH
HARGA JUMLAH
NO U R A I A N SAT. VOLUME SATUAN HARGA
( Rp ) ( Rp )
1 2 3 4 5 6
I. PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Mobilisasi dan Demobilisasi Alat ls 1.00 35,000,000.00 35,000,000.00
2 Administrasi Pelaporan / Dokumentasi ls 1.00 3,000,000.00 3,000,000.00
3 As Built Drawing ls 1.00 2,000,000.00 2,000,000.00
Unit Kerja : Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara
Pekerjaan : Pembangunan Pengaman Pantai Kurolabu
Lokasi : Kab, Buton Utara
Sumber Dana : Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun Anggaran : 2019
Scope Pekerjaan : Pembangunan Breakwater-Kubus Beton (Alternatif-2), L = 100 m
HARGA
NO URAIAN PEKERJAAN
( Rp )
1 2 3
A JUMLAH 1,787,274,483.84
B P P N = A x 10 % 178,727,448.38
C T OT AL ( A + B ) 1,966,001,932.22
DIBULAT KAN 1,966,001,000.00
TERBILANG : SATU MILYAR SEMBILAN RATUS ENAM PULUH ENAM JUTA Se RIBU RUPIAH
BAB VIII
PENUTUP
LAMPIRAN