Anda di halaman 1dari 17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pengumuman dan Sosialisasi


Sosialisasi penandaan batas bertujuan untuk menginformasikan dan
memberikan pemahaman tentang batas kawasan, jenis tanda batas dan
peruntukannya. Sosialisasi dilakukan kepada masyarakat dan stakeholder
terkait di daerah yang dilengkapi dengan daftar hadir peserta sosialisasi serta
dokumentasi seperlunya. Daftar hadir dan dokumentasi tersebut dilampirkan
dalam berita acara tata batas.
Kegiatan sosialisasi juga dilakukan pada setiap tahapan pelaksanaan penataan
batas yang meliputi Perancangan Penataan Batas, Pemasangan Tanda Batas,
Pengukuran Batas, Pemetaan Batas Kawasan, penandaan batas, pembuatan
berita acara tata batas dan pengesahan tata batas.
Perancangan penataan batas meliputi langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan Analisis Data
Proses pengumpulan dan analisis data dilakukan oleh panitia tata batas
dengan ketentuan, panitia tata batas:
Memiliki data dan informasi batas-batas kawasan terverifikasi
sebagai referensi utama antara lain:

- Dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi


- Dokumen Penetapan Kawasan Konservasi, termasuk SK Penetapan
- Dokumen Laporan Pengumuman dan Sosialisasi Kawasan Konservasi
Mengumpulkan data dan informasi secara langsung dari para
pemangku kepentingan serta mengidentifikasi isu dan permasalahan
terkait tata batas

Melakukan analisis data dan informasi yang dikumpulkan dan


membandingkan dengan referensi utama, serta bila diperlukan dapat
melakukan verifikasi ulang batas kawasan kepada masyarakat di sekitar
kawasan yang telah ditetapkan.
2. Proyeksi Batas di Atas Peta
Setelah proses pengumpulan dan analisis data dilakukan, selanjutnya hasil
analisis ditumpangsusunkan (overlay) ke atas peta, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Panitia tata batas harus memastikan bahwa proyeksi yang dilakukan
menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 95) yang mencakup
elipsoid World Geodetic System 1984 (WGS 84) dan sistem koordinat
Universal Transverse Mercator (UTM) atau geografis. Selain itu panitia
tata batas juga harus memastikan bahwa semua komponen sudah
memenuhi kaidah-kaidah umum pemetaan.

Peta dasar yang diantaranya terdiri dari Peta Rupabumi Indonesia


(RBI) dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) digunakan dalam
referensi pembuatan peta penataan batas.

Proyeksi batas di atas peta dapat dilakukan dengan membuat


deliniasi batas luasan dan wilayah kawasan konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil. Bilamana dianggap perlu, panitia tata batas dapat meminta
bantuan tenaga ahli bidang pemetaan dalam proses proyeksi ini.

Hasil tumpang susun (overlay) selanjutnya dikonsultasikan dan


disosialisasikan dengan pihak-pihak terkait untuk menghasilkan
rancangan peta final tata batas.

3. Penetapan Jenis Tanda Batas


Setelah rancangan peta final tata batas hasil proyeksi selesai, panitia tata
batas menentukan jenis tanda batas yang akan digunakan di kawasan
konservasi. Penentuan jenis tanda batas disesuaikan dengan peruntukannya
sebagai titik referensi atau sebagai tanda batas. Jenis tanda batas ini juga
ditetapkan dengan mempertimbangkan lokasi penempatannya di lapangan
nanti, baik berada di daratan, ataupun di atas permukaan air. Sebagai acuan,
panitia tata batas harus mempertimbangkan jarak pandang, kekuatan dan
daya tahan tanda batas, serta tidak mudah untuk dipindah-pindahkan. Jika
dianggap perlu panitia tata batas dalam menentukan jenis tanda batas ini
dapat meminta bantuan tenaga ahli terkait.
4. Persiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk penataan batas harus sesuai dengan
SNI Jaring Kontrol Horisontal (SNI 19-6724-2002), SNI Jaring Kontrol Vertikal
dengan Sipat Datar (SNI 19-6988-2004) dan Jaring Kontrol Gaya Berat (SNI
19-7149-2005).
3.2. Koordinasi
Dalam pelaksanaan proses Wilayah Izin Usaha Pertambangan, perlu dibentuk
kepanitiaan yang akan melaksanakan fungsi koordinasi, komunikasi dan
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan semua tahapan penataan batas mulai
dari tahapan perancangan penataan batas hingga tahap pengesahan batas
kawasan Wilayah Izin Usaha Pertambangan. Untuk tujuan tersebut serta untuk
mendukung efektivitas tata laksana penataan batas dibentuk Sekretariat Nasional
untuk Penataan Batas (Seknas Patas), yang berkedudukan di Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral. Pembentukan panitia tata batas dilakukan oleh pejabat
yang ditunjuk sesuai kewenangannya dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Panitia Tata Batas dibentuk oleh Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dalam pembuatan
tanda batas wilayah.
2. Panitia Tata Batas tersebut terdiri dari Panitia Nasional dan
Panitia Daerah.
3. Keanggotaan Panitia Tata Batas meliputi instansi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang terkait, antara lain:
Lembaga yang menangani bidang Pertambangan (Kementerian
Energi dan Sumber daya Mineral diantaranya lingkup Direktorat Jenderal
Minyak dan Gas Bumi; Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan; Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara; Direktorat Jenderal Energi baru
terbarukan dan konservasi energi;

Lembaga Pemerintah yang menangani bidang survey dan pemetaan


rupa bumi;

Lembaga pemerintah yang menangani bidang perencanaan


pembangunan daerah provinsi atau kabupaten/kota;
Dinas/satuan kerja perangkat daerah yang terkait di provinsi atau
kabupaten/kota; dan
Instansi lain yang dianggap perlu;

4. Surat Keputusan Penetapan Panitia Tata Batas dilengkapi lampiran


daftar keanggotaan yang menunjukkan wewenang/jabatan tertentu;
5. Pembiayaan panitia tata batas disesuaikan dengan kewenangan
yang diamanatkan dalam Surat Keputusan Penetapan Panitia Tata Batas
(pembiayaan panitia nasional dibebankan kepada APBN Ditjen KP3K,
sedangkan pembiayaan panitia daerah dibebankan kepada APBD Provinsi,
Kabupaten/Kota yang bersangkutan). Pembiayaan kegiatan pelaksanaan
penataan batas dapat berasal dari sumber lain yang bersifat tidak mengikat;
6. Dalam pelaksanaan kegiatan yang bersifat teknis, panitia dapat
dibantu pihak ke-3.
3.3. Pengukuran Titik Batas
Beberapa waktu yang lalu, penentuan suatu batas wilayah dilakukan dengan
menggunakan saksi hidup, seorang atau lebih yang mengerti sejarah daerah
tersebut. Biasanya mereka menggunakan tanda-tanda alam yang dapat
dikenali. Hal ini disadari sangat rentan dan berpotensi menimbulkan masalah
dikemudian hari, misal saja jika tanda alam yang dijadikan patokan berubah
atau hilang, atau saksi hidup tersebut sudah tidak ada lagi, untuk itu diterapkan
sistem kordinat untuk penentuan titik batas tersebut. Nilai kordinat tersebut
didapat dari pengukuran dilapangan dengan merapkan pengetahuan tentang
pengukuran dan pemetaan.
Menurut prosedur di Ditjen Pertambangan Umum, batas wilayah kuasa
penambangan langsung diberikan koordinatnya, dan harus dipatok (dibuat
monumentasinya) dilapangan. Rekonstruksi titik batas tersebut dilapangan
menurut ketentuan harus ditentukan dengan bantuan alat Global Positioning
System (GPS) tipe geodetik (dual frequencies). Untuk itu dilakukan prosedur
sebagai berikut :
Persiapan nilai koordinat titik batasnya yang ditetapkan oleh
Ditjen Pertambangan Umum.
Karena titik batas yang diberikan biasanya diberikan dalam
bentuk derajat, menit, detik sedangkan untuk pematokan dan
pencarian dilapangan titik tersebut dalam satruan meter (koordinat
UTM) sehingga diperlukan kegiatan transformasi nilai koordinat
tersebut. Berikut adalah nilai koordinat titik batas yang diberikan
dari Ditjen Pertambangan Umum dan hasil konversinya dan siap
ditentukan dilapangan.

Tabel 2. Daftar Koordinat Titik Batas KP (dalam Koordinat geodetik)


No Lintang Bujur Faktor Kovergensi Timur Utara
(selatan) (Timur) Skala Meridian (m) (m)
1 63723,2 1070507,2 1.00026 1426,249 730556.944 9267430.490
2 63617,1 1070507,2 1.00025 1423,838 730565.462 9269461.533
3 63617,1 1070429,0 1.00025 1419,459 729391.738 9269466.436
4 63600,9 1070429,0 1.00025 1418,876 729392.811 9269964.207
5 63600,9 1070356,2 1.00025 1415,101 728386.003 9269968.394
6 63617,4 1070356,2 1.00025 1415,692 728383.900 9269461.408
7 63617,4 1070329,7 1.00024 1412,640 727569.676 9269464.780
8 63723,2 1070329,7 1.00024 1414,989 727561.307 9267442.989
Ket : dalam sistem proyeksi Universal Tranverse Mercator, titik yang terletak
pada garis lintang dan bujur pada elipsoid terletak pada garis yang samapada
bidang proyeksi (bidang datar) diproyeksikan tidak terletak pada satu garis yang
sama. Hal ini disebabkan ada konversi meridian

3.3.1. Kegiatan Pengukuran


Kegiatan pengukuran dibagi atas 2 tahap yaitu :
1. Kegiatan Pengambilan Data Lapangan (field data acusition)
Survei pendahuluan untuk penentuan kira-kira lokasi yang paling
mendekati koordinat batas yang diberikan oleh Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral Provinsi Sulawei Tenggara selama 3 Hari. Alat yang
digunakan adalah GPS South H66
2. Kegiatan Hitung Koordinat dan pengolahan data
Kegiatan ini berlangsung selama 1 minggu. Perangkat lunak yang
digunakan adalah Trimble Business Centre (TBC) Versi 2.2.
3.3.2. Peralatan Pengukuran
Adapun peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Untuk keperluan survei, peralatan alat penerima sinyal satelit
(receiver) GPS yang digunakan harus dari tipe geodetik.
b. Receiver GPS yang digunakan harus mampu melayani metode
penentuan posisi relatif statik (static relative positioning), dengan
strategi hitungan dengan menggunakan double difference carrier phase.
c. Receiver GPS yang digunakan minimal dapat mengamati kode dan
carrier phases pada satu frekuensi L1, dan sebaliknya dapat mengamati
pada dua frekuensi L1 dan L2.
d. Receiver GPS yang digunakan harus mampu mengamati minimal 4
(empat) satelit sekaligus pada setiap epoknya dan mempunyai
kemampuan untuk mengamati seluruh satelit yang berada diatas horison
antena secara simultan.
e. Jumlah receiver GPS yang digunakan minimum 2 (dua) unit, lebih
banyak dari peralatan yang digunakan akan mempercewpat pelaksanaan
survei yang bersangkutan.
f. Receiver GPS, antena berikut semua perlengkapan yang digunakan
sebaiknya unit peralatan dari merk, model dan tipe yang sama sesuai
peruntukannya, serta dilengkapi tripot, tribrach (yang dapat sentering
optis) dan unting-unting.
g. Receiver GPS yang digunakan harus mempunyai kemampuan
merekam data pengamatan paling sedikit 4 (empat) jam pengamatan
(dengan jarak baseline > 20 km).
h. Receiver GPS harus dilengkapi dengan komputer dilapangan yang
mempunyai perangkat lunak untuk perencanaan pengamatan, hitungan
basis antar titik yang diamati (baseline processing).
i. Alat komunikasi radio harus tersedia untuk koordinasi pengamatan
antar titik.
j. Peralatan bantu seperti tenda, kompas, pita ukur dan lain
sebagainya, terutama theodolite (untuk stake out/offset dari titik GPS ke
meridian titik batas wilayah pertambangan).

3.3.3. Metode dan Prinsip Pengukuran GPS


Konsep dasar pada penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi
(pengikatan kebelakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak
secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah
diketahui (Abidin, H.Z, 2007). Pada pelaksanaan pengukuran penentuan
posisi dengan GPS, pada dasarnya ada dua jenis/tipe alat penerima
sinyal satelit (receiver) GPS yang dapat digunakan, yaitu :
a. Tipe Navigasi digunakan untuk penentuan posisi yang tidak
menuntut ketelitian tinggi.
b. Tipe Geodetik digunakan untuk penentuan posisi yang
menuntut ketelitian tinggi.
Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi 3 dimensi (x,y,z atau ,,h)
yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984,
sedangkan tinggi yang diperoleh adalah tinggi ellipsoid. Pada pengukuran
GPS masing-masing memiliki empat parameter yang harus ditentukan yaitu
3 parameter koordinat x, y, z atau L, B, h dan satu parameter kesalahan
waktu akibat ketidaksinkronan jam osilator di satelit dengan jam di receiver
GPS. Oleh karena itu, diperlukan minimal pengukuran jarak ke empat satelit.
Metode penentuan posisi dengan GPS pertama-tama dibagi dua, yaitu
metode absolut, dan metode diferensial. Masing-masing metode dapat
dilakukan dengan carareal time dan atau post-processing. Apabila obyek
yang ditentukan posisinya diam, maka metodenya disebut statik.
Sebaliknya, apabila obyek yang ditentukan posisinya bergerak, maka
metodenya disebut kinematik. Selanjutnya, metode yang lebih detail antara
lain metodemetode seperti SPP, DGPS, RTK, Survei GPS, Rapid Statik,
Pseudo Kinematik, stop and go serta beberapa metode lainnya.
Metode absolut atau juga dikenal sebagai point positioning,
menentukan posisi hanya berdasarkan pada 1 pesawat penerima
(receiver) saja. Keteleitian posisi dalam beberapa meter (tidak
berketelitian tinggi) dan umumnya hanya diperuntukan bagi
keperluan navigasi.

Metode relatif atau sering disebut differential positioning,


menentukan posisi dengan menggunakan lebih dari sebuah receiver.
Satu GPS dipasang pada lokasi tertentu dimuka bumi dan secara
terus menerus menerima sinyal dari satelit dalam jangka waktu
tertentu dijadikan sebagai referensi bagi yang lainnya. Metode ini
menghasilkan posisi berketelitian tinggi (umumnya kurang dari 1
meter) dan diaplikasikan untuk keperluan survei geodesi ataupun
pemetaan yang memerlukan ketelitian tinggi.

A. Pengukuran Titik Batas


Metode pelaksanaan pemasangan tanda batas
yakni: a. Kegiatan Pengukuran
Pengukuran pengikatan BM ke JKHN
Prinsip :

- Pengukuran GPS/GNSS metode relatif statik;


- Menggunakan metode jaring; dan
- Post processing dengan perataan jaring. 2
Persyaratan :

- memiliki 1 (satu) buah titik ikat JKHN;


- lokasi BM berada di dalam WIUP atau WIUPK;
- lokasi BM berada pada tanah yang struktur dan
kondisinya stabil;
- lokasi BM untuk pengamatan satelit GPS/GNSS
memiliki ruang pandang ke atas langit/elevation mask
diatas 150;
- lama pengamatan minimal, paling sedikit 1 (satu) jam
dengan interval pengamatan (sampling rate) 15 detik; dan
- dalam hal panjang baseline > 20 km, lama
pengamatan minimal, paling sedikit 4 (empat) jam
dengan menggunakan receiver GPS/GNSS frekuensi
ganda (L1, L2).
Pengikatan Titik bantu ke BM
Prinsip

- pengukuran GPS/GNSS metode relatif statik;


- menggunakan metode radial; dan
- post processing dengan perataan baseline.
Persyaratan

- lokasi Titik Bantu berada di dalam WIUP atau WIUPK;


- lokasi Titik Bantu berada pada tanah yang struktur dan
kondisinya stabil;
- jarak maksimal Titik Bantu ke Titik Batas berada dalam
radius 100 m;
- lokasi Titik Bantu untuk pengamatan satelit GPS/GNSS
memiliki ruang pandang ke atas langit/elevation mask
diatas 150; dan
- lama pengamatan minimal, paling sedikit 1 (satu) jam
dengan interval pengamatan (sampling rate) 15 detik.
Pengolahan Data hasil pengukuran
Prinsip

- pengolahan data hasil pengukuran GPS/GNSS


pengikatan BM ke JKHN dilakukan secara post processing
menggunakan perataan jaring;
- pengolahan data hasil pengukuran GPS/GNSS
pengikatan Titik Bantu ke BM dilakukan secara post
processing menggunakan perataan baseline; dan
- perangkat lunak pengolah data yang digunakan adalah
perangkat lunak pengolahan data GPS/GNSS komersial
(commercial software).
Persyaratan

- solusi ambiguitas untuk baseline pada post processing


harus fixed;
- hasil reduksi/hitungan baseline harus memiliki standar
deviasi () yang memenuhi hubungan berikut:
N < M
E < M
H < M

dimana: M = [[10 + (10d)2]1/2]/1.96mm, dengan N,


E, H adalah komponen standar deviasi baseline dan d
adalah panjang baseline dalam kilometer; dan
- hasil perataan jaring pengolahan data pengukuran
GPS/GNSS pengikatan BM ke JKHN harus lolos uji statistik
yang dipersyaratkan secara default oleh perangkat lunak
pengolahan data GPS/GNSS.
Gambar 2.1 Skema alur kegiatan pengukuran
3.3.4. Pengolahan Data Surrvei GPS
Proses pengolahan data dari survey GPS dapat di gambarkan seperti
berikut:

Gambar 2.2. Alur Pengolahan Data Survey Gps (Abidin,H.Z,2007)

Pengolahan baseline pada dasarnya bertujuan menghitung vector baseline


(dX, dY, dZ) mengunakan data fase sinyal GPS yang dikumpulkan pada
dua titik ujung dari baseline yang bersangkutan.
Pada survey GPS, pengolahan baseline umumnya dilakukan secara
beranting satu persatu (single baseline) dari baseline ke baseline, dimulai
dari suatu baseline tetap yang telah diketahui koordinatnya, sehingga
membentuk suatu jaringan tertutup. Namun pengolahan baseline dapat
juga dilakukan secara sesi per sesi pengamatan, dimana satu sesi terdiri
dari beberapa baseline (single session, multi baseline).
Pada proses pengestimasi vector baseline, digunakan data fase double-
difference. Meskipun begitu, biasanya data pseudorange juga digunakan
oleh perangkat lunak koordinat pendekatan, sinkronisasi waktu kedua
receiver GPS yang digunakan, dan pendeteksian cycle slips. Secara
skematik, tahapan perhitungan suatu (vector) baseline ditunjukkan seperti
gambar berikut:
Gambar 2.3. Alur Perhitungan Baseline (Abidin,H.Z,2007)

Pada perataan jaringan, vector-vektor baseline yang telah dihitung


sebelumnya secara sendiri-sendiri, dikumpulkan dan diproses dalam suatu
hitung perataan jarring (network adjustmen) untuk menghitung koordinat
final dari titik dalam jaringan GPS yang bersangkutan. Hitung perataan
jaring ini umumnya menggunakan metode perataan kuadrat terkecil.
Pada prinsipnya hitung perataan jaring ini akan berguna untuk beberapa
hal, yaitu:
1. Menciptakan konsistensi pada data-data vector baseline.
2. Mendistribusikan kesalahan dengan cara merefleksikan
ketelitian pengukuran.
3. Menganalisa kualitas dari baseline-baseline.
4. Mengidentifikasi baseline-baseline serta titik-titik control yang
perlu dicurigai.
Pada hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter, persamaan
pengamatan suatu vector baseline yang lepas, baseline tidak ada titik
tetap, dapat dituliskan dalam bentuk persamaan vector sebagai berikut:
V+B=XB-XA

3.3.5. Stake Out Titik Batas


Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada
dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi).
Pekerjaan selanjutnya adalah pemasangan patok-patok di lapangan dengan
letak titik-titik yang ada dalam gambar rencana.
Sebelum pematokan dilaksanakan perlu dihitung terlebih dahulu berapa besar
sudut arahnya () dan jarak dari titik-titik patok yang sudah ada di lapangan.
Contoh :
Misalkan akan memasang patok pada titik A (lihat gambar pada peta situasi)
Patok titik Po dan P1 diketahui di lapangan
Koordinat titik Po = (100;100)
Koordinat titik P1 = (107;169)
Koordinat titik A dapat dibaca / dilihat pada peta rencana pengaplingan ;
hasilnya A = (119;153).

Langkah Kerja Pematokan


Pasang pesawat theodolit diatas titik P1, kemudian distel

Putar pesawat searah jarum jam ke titik Po

Stel sudut datarnya pada bacaan 00 0 0, kemudian kunci piringan


sudut mendatarnya

Buka pengunci gerak mendatar teropong, kemudian putar searah


jarum jam sampai mendapatkan bacaan sudut mendatar sebesar 3130 36
21,2 lalu kunci gerak mendatarnya

Ukur jarak dari P1 kearah bidikan teropong sepanjang 18,439 m,


kemudian pasang patoknya (patok titik A)
Untuk titik-titik yang lain dapat dikerjakan dengan cara yang sama
seperti tersebut diatas

Gambar 2.4 Langkah Kerja Permatokan Untuk Stake Out

1. Prinsip:
a. koordinat Titik Bantu dan Titik Batas terlebih dahulu dikonversi ke
sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) untuk dihitung
nilai azimut () dan jarak (d) antara Titik Bantu dengan Titik Batasnya;
b. Pengukuran Stake Out dilakukan menggunakan Theodolite/ETS
metode orientasi arah (azimut) dan jarak;
c. Dalam hal pengukuran Stake Out Titik Batas dari Titik Bantu tidak
dapat dilakukan dalam satu kali berdiri alat, maka harus dilakukan
pengukuran Titik Bantu tambahan dengan metode poligon terbuka
terikat sempurna atau metode poligon tertutup; dan
d. Dalam hal pengukuran Stake Out Titik Batas berada di area terbuka,
maka pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan GPS/GNSS
Real Time Kinematic (RTK).
2. Persyaratan:
Deviasi antara Titik Batas hasil Stake Out dengan Titik Batas tidak lebih
dari 12,5 cm.

3.3.6. Tenaga Pelaksana Pengukuran


Petugas pelaksana kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang tanah sistematis
lengkap dilaksanakan oleh panitia ajudikasi percepatan dan satuan tugas
(satgas) fisik. Satgas fisik dapat dilakukan oleh:
a. Petugas Ukur Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional;
b. Kantor Jasa Surveyor;
c. Surveyor Kadaster.

Anda mungkin juga menyukai