Anda di halaman 1dari 20

Terminal Penumpang dan Sistem Jaringan Angkutan Umum..

Posted on Juni 24, 2012by jaya pos indonesia

HARDI RANGGA, SH.

TERMINAL
Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang
penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya
perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang terpadu. Untuk terlaksananya
keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib maka ditempat-tempat
tertentu perlu dibangun dan diselenggarakan terminal.

DEFINISI TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan:
1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan
umum.
2. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas.
3. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk
melancarkan arus penumpang dan barang.
4. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan
kota.
FUNGSI TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995. Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3
unsur:
1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau
kendaraan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir kendaraan
pribadi.
2. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan
manajemen lalu lintas untuk menata lalulintas dan angkutan serta menghindari
dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai pengendali
kendaraan umum.
3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah pengaturan operasi bus,
penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai fasilitas
pangkalan.
JENIS TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal dibedakan berdasarkan jenis angkutan,
menjadi:
1. Terminal Penumpang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar
moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan
umum.
2. Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda
transportasi.
KETENTUAN MENGENAI TERMINAL ANGKUTAN PENUMPANG
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 31/1995, Terminal penumpang
berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi:

1. Terminal Penumpang Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk


angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.
2. Terminal Penumpang Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan
pedesaan.
3. Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan pedesaan.
Persyaratan Lokasi terminal
Penentuan lokasi terminal penumpang harus memperhatikan:

rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum
jaringan transportasi jalan.
rencana umum tata ruang
kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal
keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda.
kondisi topografi, lokasi terminal.
kelestarian lingkungan.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe A
Terletak di Ibukota Propinsi, Kotamadya atau Kabupaten dalam jaringan trayek
antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara.
Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA.
Jarak antara dua terminal penumpang Tipe A sekurang-kurangnya 20 km di
Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya. Luas lahan
yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan
Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya.
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurang-
kurangnya berjarak 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter di pulau lainnya.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B
Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan dalam jaringan trayek angkutan kota
dalam propinsi.
Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas
IIIB.
Jarak antara dua terminal penumpang Tipe B atau dengan terminal tipe A
sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau lainnya.
Tersedia luas lahan sekuarng-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan
Sumatera, dan 2 ha di pulau lainnya.
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurang-
kurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter di pulau lainnya.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe C
Terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan dalam jaringan
trayek angkutan pedesaan..
Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi IIIA. Tersedia
lahan yang sesuai dengan permintaan angkutan.
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sesuai
kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.
Kriteria Pembangunan Terminal
Pembangunan terminal dilengkapi dengan:

Rancang bangun terminal


Analisis dampak lalu lintas
Analisis mengenai dampak lingkungan
Dalam rancang bangun terminal penumpang harus memperhatikan:

Fasilitas penumpang yang disyaratkan.


Pembatasan yang jelas antara lingkungan kerja terminal dengan lokasi
peruntukkan lainnya, misalnya pertokoan, perkantoran, sekolah dan sebagainya.
Pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam terminal.
Pemisahan yang jelas antara jalur angkutan antar kota antar propinsi, angkutan
antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Manajemen
lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal.
Kriteria Perencanaan Terminal
1. Sirkulasi lalu lintas
Jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar, dan dapat bergerak dengan mudah.
Jalan masuk dan keluar calon penumpang kendaraan umum harus terpisah dengan
keluar masuk kendaraan.

Kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang tidak perlu.
Sistem sirkulasi kendaraan di dalam terminal ditentukan berdasarkan:

Jumlah arah perjalanan


Frekuensi perjalanan
Waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang
Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan jalur bus/kendaraan dalam
kota dengan jalur bus angkutan antar kota.

Fasilitas utama terminal yang terdiri dari:

jalur pemberangkatan kendaraan umum


jalur kedatangan kendaraan umum
tempat tunggu kendaraan umum
tempat istirahat sementara kendaraan umum
bangunan kantor terminal
tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket
penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, yang memuat petunjuk
jurusan, tarif, dan jadwal perjalanan, pelataran parkir kendaraan pengantar dan
taksi.
kamar kecil/toilet
musholla
kios/kantin
ruang pengobatan
ruang infromasi dan pengaduan telepon umum
tempat penitipan barang
Taman.
Kegiatan sirkulasi penumpang, pengantar, penjemput, sirkulasi barang dan
pengelola terminal.
Macam tujuan dan jumlah trayek, motivasi perjalanan, kebiasaan penumpang
dan fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian terminal antara
lain:

1. Turun naik penumpang dan parkir bus harus tidak mengganggu kelancaran
sirkulasi bus dan dengan memperhatikan keamanan penumpang.
2. Luas bangunan ditentukan menurut kebutuhan pada jam puncak berdasarkan
kegiatan adalah:
3. Tata ruang dalam dan luar bangunan terminal harus memberikan kesan yang
nyaman dan akrab.
Luas pelataran parkir terminal tersebut di atas ditentukan berdasarkan kebutuhan pada
jam puncak berdasarkan:

Frekuensi keluar masuk kendaraan


Kecepatan waktu naik/turun penumpang
Kecepatan waktu bongkar/muat barang
Banyaknya jurusan yang perlu di tampung dalam sistem jalur
Sistem parkir kendaraan di dalam terminal harus ditata sedemikian rupa sehingga rasa
aman, mudah dicapai, lancar dan tertib. Ada beberapa jenis sistem tipe dasar
pengaturan platform, teluk dan parkir adalah:
Membujur, dengan platform yang membujur bus memasuki teluk pada ujung
yang satu dan berangkat pada ujung yang lain. Ada tiga jenis yang dapat
digunakan dalam pengaturan membujur yaitu satu jalur, dua jalur, dan shallow
saw tooth.
Tegak lurus, teluk tegak lurus bus-bus diparkir dengan muka menghadap
ke platform, maju memasuki teluk dan berbalik keluar. Ada beberapa jenis teluk
tegak lurus ini yaitu tegak lurus terhadap platform dan membentuk sudut
dengan platform.
Alternatif standar terminal
Terminal penumpang berdasarkan tingkat pelayanan yang dinyatakan dengan jumlah
arus minimum kendaraan per satu satuan waktu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Terminal tipe A 50 -100 kendaraan/jam


Terminal tipe B 25 50 kendaraan /jam
Terminal tipe C 25 kendaraan/jam
Persyaratan teknis, luas, akses dan pejabat penentu lokasi pembangunan
terminal
Luas terminal penumpang
Untuk masing-masing tipe terminal memiliki luas berbeda, tergantung wilayah dan
tipenya, dengan ketentuan ukuran minimal:

Untuk terminal tipe A di pulau Jawa dan Sumatra seluas 5 Ha, dan di pulau
lainnya seluas 3 Ha.
Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa dan Sumatra seluas 3 Ha, dan
dipulau lainnya seluas 2 Ha.
Untuk terminal tipe C tergantung kebutuhan.
Akses
Akses jalan masuk dari jalan umum ke terminal, berjarak minimal:

Untuk terminal tipe A di pulau Jawa 100 m dan di pulau lainnya 50 m,


Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa 50 m dan di pulau lainnya 30 m,
Untuk terminal penumpang tipe C sesuai dengan kebutuhan.
Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi dan letak terminal penumpang dilaksanakan oleh:

Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur Kepala Daerah Tingkat


I, untuk Terminal penumpang Tipe A,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan Direktur
Jenderal, untuk terminal penumpang tipe B,
Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya daerah Tingkat II setelah mendapat
persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terminal penumpang tipe C.
Daerah kewenangan/pengelolaan terminal
Daerah kewenangan/pengelolaan terminal terdiri dari:
Daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang diperuntukkan untuk
fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal,
Daerah pengawasan terminal, adalah daerah di luar daerah lingkungan kerja
terminal yang diawasi oleh petugas terminal untuk menjamin kelancaran arus
lalu lintas di sekitar terminal.
Penyelenggaraan terminal penumpang
Penyelenggaraan terminal penumpang meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan,
dan penertiban terminal. Kewenangan pengelolaan terminal berada pada Pemerintah
Daerah Tingkat II dengan Dinas LLAJ sebagai penyelenggaraannya, sedang Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat sebagai pembinanya.

Pengelolaan terminal
Pengelolaan terminal penumpang yang harus dilakukan adalah meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengoperasian terminal.

Perencanaan
Kegiatan perencanaan terminal meliputi:

penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan,


penataan fasilitas penumpang,
penataan fasilitas penunjang terminal,
penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal,
penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan,
penyusunan jadwal perjalanan berdasarkn kartu pengawasan,
pengaturan jadwal petugas di terminal,
evaluasi sistem pengoperasian terminal.
Pelaksanaan Pengoperasian Terminal
Kegiatan pelaksanaan pengoperasian terminal penumpang meliputi:

pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam terminal,


pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadwal yang
telah ditetapkan,
pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang,
pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum
kepada penumpang,
pengaturan arus lalu lintas did aerah pengawasan terminal.
Pengawasan Pengoperasian Terminal
Kegiatan pengawasan pengoperasian, terminal penumpang meliputi:

pemantauan pelaksanaan tarif,


pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan,
pemeriksaan kendaraan yang secara jelas tidak memenuhi kelaikan jalan,
pemeriksaan batas kapasitas muatan yang diijinkan,
pemeriksaan pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan,
pencatatan dan pelaporan pelanggaran yang terjadi,
pemeriksaan kewajiban pengusaha angkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
pemantauan pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan
peruntukkannya,
pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat.
Pemeliharaan Terminal
Terminal penumpang harus senantiasa dipelihara sebaik-baiknya untuk menjamin agar
terminal tetap bersih, teratur, tertib, rapi serta berfungsi sebagaimana mestinya.
Pemeliharaan terminal meliputi:

menjaga kebersihan bangunan beserta perbaikannya,


menjaga kebersihan pelataran terminal, perawatan tanda-tanda dan perkerasan
pelataran,
merawat saluran-saluran air yang ada,
merawat instalasi listrik dan lampu-lampu penerangan,
menjaga dan merawat alat komunikasi,
menyediakan dan merawat sistem hidrant atau alat pemadam kebakaran lainnya
yang siap pakai.
Untuk keperluan pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud diatas, harus
dialokasikan anggaran pemeliharaan terminal.

TIPOLOGI TERMINAL
Secara tabelaris tipologi terminal dapat disarikan menjadi sebagai berikut:

Tabel tipologi terminal


Ketentuan TIPE A TIPE B TIPE C

Melayani
kendaraan umum
untuk angkutan
antar kota antar
propinsi dan atau Melayani
angkutan lintas kendaraan umum
batas negara, untuk angkutan
angkutan antar antar kota dalam
kota dalam propinsi,
Fungsi Terminal propinsi, angkutan angkutan kota dan Melayani
(KM 31 TH kota dan angkutan angkutan angkutan
1995) pasal 2 pedesaan pedesaan pedesaan

(a) jalur (a) jalur


pemberangkatan pemberangkatan
dan kedatangan dan kedatangan

(b) tempat (b) tempat


parkir parkir

(c) kantor (c) kantor


terminal terminal
(a) jalur
(d) tempat (d) tempat pemberangkatan
tunggu tunggu dan kedatangan

(e) menara (e) menara (b) kantor


pengawas pengawas terminal

(f) loket (f) loket (c) tempat


penjualan karcis penjualan karcis tunggu
Fasilitas
Terminal (KM (g) rambu- (g) rambu- (d) rambu-
31 TH 1995) rambu dan papan rambu dan papan rambu dan papan
pasal 3 informasi informasi informasi
(h) pelataran (h) pelataran
parkir pengantar parkir pengantar
atau taksi atau taksi

1) terletak
dalam jaringan
trayek antar kota
antar propinsi
dan/atau angkutan
lintas batas negara 1) terletak
dalam jaringan
2) terletak di trayek antar kota
jalan arteri dengan dalam propinsi. 1) terletak di
kelas jalan dalam wilayah
sekurang- 2) terletak di kabupaten Dati II
kurangnya kelas jalan arteri dan dalam trayek
IIIA dengan kelas jalan pedesaan.
sekurang-
3) jarak antar kurangnya kelas 2) terletak di
dua terminal IIIB jalan arteri
penumpang tipe dengan kelas
Aekurang- 3) jarak antar jalan sekurang-
kurangnya 20 KM dua terminal kurangnya kelas
di Pulau Jawa penumpang tipe A III C

4) Luas lahan 4) Luas lahan 3) luas lahan


yang tersedia yang tersedia yang tersedia
sekurang- sekurang- sesuai dengan
kurangnya 5 ha kurangnya 3 ha permintaan
angkutan
5) Mempunyai 5) Mempunyai
akses jalan masuk akses jalan masuk 4) mempunyai
atau jalan keluar atau jalan keluar akses jalan masuk
Lokasi Terminal ke dan dari ke dan dari atau jalan keluar
(KM 31 TH terminal dengan terminal dengan ke dan dari
1995) pasal 11, jarak sekurang- jarak sekurang- terminal sesuai
12, dan 13 kurangnya 100 m kurangnya 50 m dengan kebutuhan

Dirjend HubDar Gubernur setelah Bupati setelah


mendengar mendengar mendengar
Instansi Penetap pendapat pendapat dan pendapat dan
Lokasi Terminal Gubernur dan Kepala Kanwil Kepala Kanwil
(KM 31 TH Kepala Kanwil DepHub dan DepHub dan
1995) pasal 14 DepHub setempat mendapat mendapat
persetujuan dari persetujuan dari
Dirjend Gubernur

Ketentuan TIPE A TIPE B TIPE C

Penyelenggara
Terminal (KM
31 TH 1995) Direktorat
Pasal 17 Jenderal Gubernur Bupati

SISTEM JARINGAN ANGKUTAN UMUM


Untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kebutuhan angkutan
dibutuhkan fasilitas jaringan angkutan yang saling menghubungkan antara wilayah
kota, pemukiman, daerah komersil dan rekreasi. Sasaran umum kebijaksanaan
pemerintahan di dalam lalu lintas dan angkutan umum adalah untuk menciptakan
suatu sistem transportasi sehingga mobilitas orang dan barang dapat menunjang
pertumbuhan ekonomi dan dapat memenuhi kebutuhan sosial, perniagaan dan
rekreasi.

Jika kita tinjau sistem angkutan umum dari suatu daerah perkotaan secara keseluruhan,
kita akan dapatkan bahwa dalam sistem yang kita amati akan terdapat sekumpulan
rute-rute individual yang satu dengan lainnya membentuk suatu jaringan rute. Selain
itu, dalam sistem yang kita amati tersebut, akan terdapat juga titik-titik perhentian,
terminal dan prasarana tambahan lainnya. Jadi di sini, yang dimaksud dengan jaringan
rute angkutan umum adalah sekumpulan lintasan rute individual, sekumpulan titik-titik
perhentian dan beberapa terminal yang membentuk sistem prasarana angkutan umum
secara keseluruhan.

Ditinjau dari sistem pengoperasian angkutan umum, suatu jaringan rute adalah
sekumpulan lintasan rute, titik-titik perhentian dan terminal yang memungkinkan
terjadinya pergerakan penumpang secara aman, efisien dan efektif. Kondisi ideal seperti
inilah biasanya yang menjadi acuan dalam menciptakan ataupun merencanakan suatu
jaringan rute.
Sistem jaringan rute yang ada dalam suatu perkotaan biasanya dapat dibagi menjadi (2)
dua kelompok, yaitu:

1) jaringan rute yang terbentuk secara evolutif yang pembentukannya dimulai oleh
pihak-pihak pengelola individu secara sendiri-sendiri,
2) jaringan rute yang terbentuk simultan secara menyeluruh, yakni pembentukannya
dilakukan oleh pengelola angkutan uumum yang besar (swasta ataupun milik
pemerintah) ataupun oleh sekelompok pengelola individual secara simultan dan
bersama-sama.

Pada kelompok yang pertama, pembentukkan jaringan rute benar-benar tidak


terkoordinasi, karena sistem tumbuh secara parsial. Masing-masing lintasan rute
terbentuk karena keinginan pengguna jasa (penumpang) ataupun karena keinginan
pihak pengelola. Akibatnya keterkaitan antar rute menjadi lemah. Lintasan rute hanya
terkonsentrasi pada jalan-jalan arteri yang secara geometrik mempunyai kapasitas lalu
lintas yang besar dan juga mempunyai potensi demand yang tinggi.
Pada daerah-daerah lain jarang dijumpai rute angkutan umum. Akibatnya tingkat
aksesibilitas masyarakat terhadap angkutan umum sangatlah tidak merata. Ada
beberapa daerah tertentu yang dijumpai kemudahan yang tinggi untuk menggunakan
angkutan umum dan di daerah-daerah lain yang mempunyai tingkat kemudahan yang
rendah terhadap penggunaan angkutan umum. Secara keseluruhan sistem rute menjadi
tidak efektif dan efisien.

Pada kelompok yang kedua, di lain pihak, karena pembentukannya secara simultan dan
dilakukan oleh pengelola skala besar ataupun sekelompok pengelola individual, maka
jaringan rute yang terbentuk biasanya merupakan jaringan rute yang komprehensif dan
integral. Hal ini dimungkinkan karena pembentukan yang secara simultan ini biasanya
didahului dengan perencanaan yang matang dan komprehensif. Dalam jaringan rute
seperti ini, keterkaitan antar individual rute sangatlah kentara, sehingga penumpang
dengan mudah dapat menggunakan sistem jaringan rute yang ada untuk kepentingan
mobilitas mereka. Selain itu, pembentukan jaringan rute secara keseluruhan biasanya
didasarkan pada kondisi tata guna tanah secara keseluruhan biasanya didasarkan pada
kondisi tata guna tanah secara keseluruhan pula. Semua potensi pergerakan betul-betul
diantisipasi sedemikian rupa sehingga tingkat aksesibilitas setiap daerah perkotaan
cukup merata. Orang dengan mudah menggunakan angkutan umum dimanapun dia
berada untuk tujuan kemanapun yang diinginkan. Dengan demikian, secara
keseluruhan, sistem jaringan rute angkutan umum menjadi efektif dan efisien.

TRAYEK ANGKUTAN UMUM


DEFINISI TRAYEK
Untuk mengisi kebutuhan terhadap permintaan angkutan dengan pelayanan angkutan
umum maka dibentuk disusun trayek sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut,
yang merupakan trayek yang sudah ada, perpanjangan, modifikasi rute serta rute-rute
baru.
JARINGAN TRAYEK
Berdasarkan, Pedoman Teknis Ditjen HubDar, 1996, Jaringan trayek adalah kumpulan
trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang.
Faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek
adalah sebagai berikut:

1. Pola tata guna lahan, pelayanan angkutan umum diusahakan mampu


menyediakan aksesibilitas yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek
angkutan umum diusahakan melewati tata guna tanah dengan potensi
permintaan yang tinggi.
2. Pola pergerakan penumpang angkutan umum, rute angkutan yang baik
adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang.
3. Kepadatan penduduk, salah satu faktor yang menjadi prioritas pelayanan
angkutan umum adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang pada
umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi.
4. Daerah pelayanan, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial
pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada.
5. Karakteristik jaringan jalan, kondisi jaringan jalan, kondisi jaringan jalan
akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum.
Berdasarkan ciri pelayanannya dan kawasan yang dihubungkan trayek terbagi atas:

1. Trayek utama melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama
dan kawasan pendukung dengan ciri-ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara
tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal
2. Trayek cabang melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan
pendukung dan kawasan pemukiman
3. Trayek Ranting melayani angkutan dalam kawasan pemukiman
4. Trayek Langsung melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat
massal dan langsung
Hubungan antara klasifikasi trayek dan jenis pelayanan/jenis angkutan dapat dilihat
pada tabel berikut (berdasarkan, Pedoman Teknis Ditjen Hubdar, 1996).
Tabel : Klasifikasi Trayek Menurut Jenis Pelayanan dan Jenis Angkutan

Kapasitas Penumpang
Klasifikasi Jenis Per

Trayek Pelayanan Jenis Angkutan Hari/Kendaraan

Bus besar
(lantai ganda)
1.500 1.800
Bus sedang
Cepat (lantai tunggal) 1.000 1.200

Utama Lambat Bus sedang 500 600

Bus besar 1.000 1.200

Cepat Bus sedang 500 600

Cabang Lambat Bus kecil 300 400

500 600
Bus sedang
300 400
Bus kecil
Ranting Lambat 250 300
MPU*)
Bus besar 1.000 1.200

Bus sedang 500 600

Langsung Cepat Bus kecil 300 400


) mobil penumpang umum
*

Penentuan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek secara umum dapat
dilihat pada tabel berikut

Tabel : Jenis Angkutan Menurut Ukuran Kota

Kota
Besar Kota Sedang
Ukuran Kota Kota Raya 500.000- 100.000- Kota Kecil
Klasifi- kasi >1.000.000 1.000.000 500.000 <100.000
Trayek Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk
KA

Bus
besar Bus Bus
Utama (SD/DD) Bus besar besar/sedang sedang

Bus
besar
Bus Bus
Cabang Sedang sedang sedang/kecil Bus kecil

Bus
Ranting Sedang/kecil Bus kecil MPU*) MPU*)

Bus Bus
Langsung besar Bus besar Bus sedang sedang

*) mobil penumpang umum

Tabel . Klasifikasi Trayek Berdasarkan Penjadwalan

Trayek Trayek
Trayek Utama Trayek Cabang Ranting Langsung 2)
Mempunyai
Mempunyai jadwal tetap jadwal tetap
Melayani angkutan
antar kawasan utama,
antara kawasan utama
dan kawasan Melayani
pendukung dengan angkutan antar Melayani
ciri-ciri melakukan kawasan Melayani angkutan antar
perjalanan ulang-alik pendukung, angkutan kawasan secara
secara tetap dengan antara kawasan dalam tetap yang
pengangkutan yang pendukung dan kawasan bersifat massal
bersifat kawasan permukiman dan langsung
pemukiman 1)
Dilayani
dengan
mobil bus
umum
dan/atau
mobil Dilayani oleh
Dilayani oleh bus penumpang mobil bus
umum umum umum

Pelayanan
Pelayanan cepat dan/atau lambat lambat Pelayanan cepat

Jarak pendek

Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang3)
1)kawasan pemukiman ialah suatu kawasan perumahan tempat penduduk bermukim
yang memerlukan jasa angkutan.
2)Trayek langsung yaitu trayek yang menghubungkan langsung antar dua kawasan yang

permintaan angkutan antara kedua kawasan tersebut tinggi, dengan syarat bahwa
kondisi prasarana jalan memungkinkan untuk dilaksanakan trayek tersebut. Dengan
demikian akan terjadi pengurangan perpindahan angkutan.
3)Tempat-tempat sebagaimana dimaksud dengan ketentuan ini dapat berupa halte, stop

bus, atau terminal.


Terminal tersebut merupakan terminal untuk perpindahan penumpang angkutan
umum antar kota ke angkutan kota atau sebaliknya.
JENIS JARINGAN TRAYEK
Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum dalam Trayek Tetap dan
Teratur
Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan
teratur dilakukan dalam jaringan trayek.

Jaringan trayek terdiri dari:

a. Trayek antar kota antar propinsi


yaitu trayek yang melalui lebih dari satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.

b. Trayek antar kota dalam propinsi


Yaitu trayek yang melalui antar Daerah Tingkat II dalam satu wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I.

c. Trayek Kota
Yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
atau trayek dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

d. Trayek lintas batas negara


Yaitu trayek yang melalui batas negara

Jaringan taryek lintas batas antar negara ditetapkan dengan Keputusan Menteri
berdasarkan perjanjian antar negara.

Tabel : Jaringan Trayek

Trayek antar kota


antar propinsi dan
trayek lintas batas Trayek antar kota
negara dalam propinsi Trayek pedesaan
Mempunyai jadwal tetap
Mempunyai jadwal tetap 1) dan/atau tidak berjadwal5)
Pelayanan cepat dan/atau
lambat
Pelayanan cepat 2) Pelayanan lambat3)
Dilayani oleh bus umum
dan/atau mobil
penumpang umum
Dilayani oleh bus umum 4)
Tersedianya terminal
Tersedianya terminal penumpang sekurang- Tersedianya terminal
penumpang tipe Apada kurangnya tipe Bpada penumpang sekurang-
awal pemberangkatan, awal pemberangkatan, kurangnya tipe Cpada
persinggahan, dan persinggahan, dan awal pemberangkatan
terminal tujuan terminal tujuan dan terminal tujuan
Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan

1)Yang dimaksud memiliki jadwal tetap adalah pengaturan jam perjalanan setiap mobil
bus umum, meliputi jam keberangkatan, persinggahan, dan kedatangan pada terminal-
terminal yang wajib disinggahi.
2)Pelayanan cepat yaitu pelayanan angkutan dengan pembatasan jumlah terminal yang

wajib disinggahi selama perjalanannya.


3)Pelayanan lambat yaitu pelayanan angkutan dengan kewajiban memasuki terminal

sesuai dengan izin trayek.


4)Pelayanan oleh mobil bus umum dimaksudkan agar tercapai efisiensi penggunaan
sarana angkutan dan ruang jalan.
5)Yang dimaksud dengan tidak terjadwal yaitu pelayanan angkutan dengan jam

keberangkatan dan kedatangan tidak tetap pada terminal-terminal yang wajib


disinggahi.
KETENTUAN MENGENAI TRAYEK DAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN
Ketentuan mengenai trayek ditentukan berdasarkan PP No. 41 tahun 1993 Pasal 4 dan
Pasal 5.

Jaringan trayek ditetapkan oleh:

1. Direktur Jenderal Perhubungan darat, untuk jaringan trayek yang melalui dari
satu Propinsi Dati I.
2. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang melalui antar Dati I, untuk
jaringan trayek yang melalui antar Dati II dalam satu wilayah Propinsi Dati I.
3. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam
kabupaten Dati II, atas usul Bupati/Kepala Dati II.
4. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam
wilayah kotamadya Dati II, atas usul Walikotamadya Kepala Dati II.
Masalah perijinan angkutan diatur menurut LLAJ RI No. 14 tahun 1992, pasal 41
mengenai Ijin Usaha Angkutan dan PP RI No. 41 tahun 1993, Pasal 18 sampai dengan
pasal 25. Sedangkan mengenai perijinan pengeluaran trayek diatur oleh PP No. 41
tahun 1993, Pasal 26 sampai dengan 34. Ijin Operasi Angkutan diatur oleh PP No. 41
tahun 1993, Pasal 35 sampai dengan Pasal 42. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di
lampiran.

TIPOLOGI TRAYEK
Tipologi trayek ini adalah sari dari penjelasan kebijaksanaan-kebijaksanaan mengenai
trayek, beserta karakteristik trayeknya (fungsi, pelayanan, klasifikasi, jenis) dan jenis
moda yang digunakannya. Adapun bentuk sarinya ini dapat diperlihatkan dalam
tabelaris sebagai berikut.

Tabel . Tipologi Trayek

Jenis
Kawasan
Jaringan Klasifikasi yang Jenis Moda yang Tipe Terminal yang
Trayek Trayek Dilayani Pelayanan Digunakan Disinggahi

Bus Besar
Melayani untuk Kota
angkutan Raya dan
antar Kota Besar Tersedianya terminal
kawasan dan Bus penumpang tipe A
secara tetap Sedang pada awal
yang bersifat untuk kota pemberangkatan,
massal dan Cepat, sedang dan persinggahan, dan
AKAP Langsung langsung terjadwal kecil terminal tujuan

Bus besar
Melayani untuk Kota
angkutan Raya dan
antar Kota Besar Tersedianya terminal
kawasan dan Bus penumpang sekurang-
secara tetap Sedang kurangnya tipe B pada
yang bersifat untuk kota awal pemberangkatan,
massal dan Cepat, sedang dan persinggahan, dan
AKDP Langsung langsung terjadwal kecil terminal tujuan
Melayani
angkutan
antar
kawasan
utama, antara
kawasan
utama dan
kawasan
pendukung
dengan ciri-
ciri
melakukan
perjalanan
ulang-alik Tersedianya terminal
secara tetap Bus besar penumpang sekurang-
dengan sampai kurangnya tipe B pada
Utama, pengangkutan Cepat, Mobil awal pemberangkatan,
cabang, yang bersifat lambat, penumpang persinggahan, dan
KOTA ranting massal berjadwal Umum terminal tujuan

Bus sedang Tersedianya terminal


sampai penumpang sekurang-
Lambat, Mobil kurangnya tipe C pada
Cabang, tidak Penumpang awal pemberangkatan,
Pedesaan ranting berjadwal Umum dan terminal tujuan

Anda mungkin juga menyukai