LAPORAN
Oleh :
IKHSAN KHOLID SAPUTRO (NIM : 410014020)
BAMBANG SADEWA R (NIM : 410014081)
GALIH P ARSYADA (NIM : 410014132)
ADITYA VIRGIWAN (NIM : 410014135)
I MADE DHARMA PUTRA K (NIM : 410014161)
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk
dan bimbingan serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Geologi model mengenai Isolated Carbonat Platform Great Bahama
Bank.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan ini.
Terima Kasih kepada :
1. Ketua STTNAS Bapak Ir. H .Ircham, MT
2. Ketua Jurusann Ibu Winarti, ST, MT
3. Dosen Geologi Model Ibu Siti Nuraini S.T.,M.T dan Ibu Fatimah S.Si.,
M.Si
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .. ........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.............. ................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................... .......................................... v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
I.2 Tujuan . ..................................................................................... 2
I.3 Batasan Masalah ....................................................................... 2
I.4 Lokasi Penelitian ...................................................................... 2
I.5 Tahapan Dan Metode Penelitian................................... ............. 3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi panas bumi
terbesar di dunia. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 29.038 MW atau
setara dengan 40% dari total potensi dunia. Wilayah potensi panas bumi di
Indonesia ini mencakup 276 lokasi yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
besar di Indonesia (Ditjen EBTKE, 2011).
Pulau Sumatera memiliki 86 lokasi potensi panas bumi dari total 276 lokasi
yang ada di Indonesia (Ditjen EBTKE, 2011). Salah satu lokasi panas bumi yang
cukup potensial adalah Gunung Rajabasa yang terletak di Kabupaten Lampung
Selatan, Provinsi Lampung. Gunung Rajabasa dipilih sebagai lokasi
penelitian karena pada kaki Gunung Rajabasa, ditemukan beberapa manifestasi
panas bumi seperti mata air panas, mata air hangat, geiser, fumarola, kolam
lumpur, dan tanah hangat.
1
I.2 TUJUAN
Tugas akhir ini disusun sebagai syarat kelulusan tingkat Sarjana Strata Satu
(S-1) bagi mahasiswa Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung. Bidang yang diteliti adalah
geologi di Waymuli dan sekitarnya yang berupa penyebaran batuan berdasarkan
data di permukaan. Penelitian dilanjutkan dengan studi khusus dengan topik
geokimia panas bumi Gunung Rajabasa. Aspek geokimia yang diteliti adalah
geokimia air, isotop, dan gas dari manifestasi untuk mengetahui sistem panas
bumi serta karakteristik fluida panas bumi di Gunung Rajabasa.
Penelitian untuk tugas akhir ini meliputi dua jenis penelitian yaitu pemetaan
geologi serta penelitian manifestasi panas bumi. Untuk pemetaan geologi,
lokasi yang diambil adalah Desa Waymuli yang termasuk ke dalam Kecamatan
Kalianda hingga Desa Kunjir yang termasuk ke dalam Kecamatan Rajabasa,
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung (Gambar I.1). Lokasi
pemetaan berbatasan dengan Teluk Lampung di bagian selatan. Luas lokasi
pemetaan ini adalah 15 km2 (6 km x 2,5 km) yang secara geografis terletak di
kaki selatan Gunung Rajabasa dengan koordinat 54900,00-55020,45 LS
dan 1053630,00-1053930,00 BT.
2
Lokasi penelitian manifestasi panas bumi terletak di kaki Gunung Rajabasa
bagian utara dan selatan. Daerah penelitian kaki utara Gunung Rajabasa berlokasi
di Desa Sumur Kumbang dan Desa Kecapi yang memiliki tiga menifestasi
berupa mata air hangat dan mata air panas. Daerah penelitian kaki selatan
Gunung Rajabasa terletak di Gunung Botak dan Desa Kunjir dengan manifestasi
berupa geiser, kolam lumpur, serta fumarola.
8
BAB II
GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA
Pulau Sumatera terdiri dari empat zona fisiografi (Badan Geologi, 2010)
yaitu Zona Dataran Rendah, Zona Dataran Tinggi, Zona Daerah Perbukitan,
dan Zona Daerah Pegunungan (Gambar II.1). Daerah penelitian termasuk ke
dalam Zona Daerah Pegunungan dengan morfologi berupa pegunungan
berkerucut. Batuan yang menyusun morfologi ini berupa batuan vulkanik muda
yang berasal dari kegiatan magmatisme dan pengangkatan (Badan Geologi,
2010).
II.2 STRATIGRAFI
10
Gambar II.2 Peta geologi kompleks Gunung Rajabasa bagian selatan
(Pusat Survei Geologi, 1989 dalam Pusat Survei Geologi, 2009).
1. Produk Vulkanik Tua Tangkil, terdiri dari Satuan Produk Vulkanik Tua
Tangkil (Tv) yang berumur Pliosen.
2. Produk Vulkanik Tua Pematang Taman, terdiri dari Satuan Produk Vulkanik
Tua Pematang Taman (PTv) yang berumur Pleistosen.
3. Produk Gunung Api Balerang, terdiri dari Satuan Piroklastik Aliran Balerang
(Bl) dan Satuan Lava Balerang (Ba) yang berumur Pleistosen.
11
Gambar II.3 Peta geologi kompleks Gunung Rajabasa (Suswati dkk., 2001).
4. Produk Erupsi Samping Bukit 845, terdiri dari Satuan Lava 845 (845l)
yang berumur Pleistosen.
5. Produk Gunung Api Rajabasa, terdiri dari Satuan Piroklastik Aliran Rajabasa
(Ra) dan Satuan Lava Rajabasa (Rl) yang berumur Pleistosen.
13
BAB III
TATANAN GEOLOGI DAERAH WAYMULI DAN SEKITARNYA
III.1 GEOMORFOLOGI
14
III.1.1 Satuan Kaki Gunung Bagian Tengah
Satuan ini menempati bagian utara hingga tengah daerah penelitian yang
mencakup 50% dari total luas daerah penelitian (Gambar III.2). Morfologi
dari satuan ini berupa kaki gunung api dengan lereng landai hingga agak
terjal (kemiringan 5-15, van Zuidam, 1985). Satuan ini terletak di ketinggian
100 hingga 500 m dpl dan terdiri dari litologi berupa lava andesit dan piroklastik
aliran. Penggunaan lahan di satuan ini berupa hutan sekunder dan perkebunan.
Sungai yang terdapat di satuan ini memiliki arus yang tenang. Pola aliran
sungainya berupa pola aliran radial yang berhulu di dekat puncak Gunung
Rajabasa dan bermuara di Teluk Lampung. Sungai-sungai di daerah ini memiliki
lembah berbentuk V dan bentuk salurannya lurus. Proses eksogen yang terjadi
adalah erosi secara vertikal, longsor, dan pelapukan.
Gambar III.2 Satuan Kaki Gunung Bagian Tengah dengan morfologi kaki gunung berlereng
landai hingga agak terjal (foto diambil dari Gunung Botak ke arah baratlaut). Ketinggian gunung
ini adalah 5 m dpl.
Gambar III.3 Satuan Kaki Gunung Bagian Bawah dengan morfologi kaki gunung berlereng datar
hingga landai (foto diambil dari Waymuli ke arah timur).
16
Gambar III.4 Pola aliran sungai di kompleks Gunung Rajabasa yang menunjukkan pola radial.
17
1053630
534900
1053930
55030
Dominasi arah yang serupa juga dapat dilihat pada pola kelurusan yang
ditarik dari peta topografi (Gambar III.6). Semua kelurusan yang ditarik, baik
dari citra SRTM maupun peta topografi, diukur arahnya dan ditentukan dominasi
arahnya dengan menggunakan diagram roset. Hasil pengeplotan pada diagram
roset menunjukkan dominasi arah kelurusan di daerah penelitian adalah
N325E (baratlaut-tenggara) (Gambar III.7).
18
III.1.5 Tahapan Geomorfik
III.2 STRATIGRAFI
Berdasarkan hasil pemetaan lapangan yang lebih rinci dan analisis sayatan
batuan, daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat satuan batuan. Satuan ini
dari tua ke muda yaitu Satuan Piroklastik Aliran Cugung, Satuan Lava Andesit
Piroksen Waymuli, Satuan Lava Andesit Gunung Botak, dan Satuan Aluvial
Pantai. Tabel III.1 menunjukkan kesebandingan stratigrafi daerah penelitian
dengan para peneliti terdahulu.
Satuan ini menempati bagian utara yang mencakup 35% daerah penelitian
(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini berupa breksi piroklastik yang
singkapannya berwarna coklat keabuan, lapuk, besar butir 2-40 cm, menyudut
tanggung, pemilahan sedang, kemas terbuka, terdiri dari fragmen andesit (lapuk,
coklat keabuan, masif, terdiri dari mineral plagioklas dan mineral opak)
yang tertanam dalam massa dasar tuf (Gambar III.8).
Sayatan mikroskopis fragmen andesit dalam satuan ini menunjukkan
tekstur hipokristalin porfiritik. Mineral yang teramati pada sayatan satuan ini
terdiri dari fenokris berupa plagioklas berkomposisi andesin, hornblenda,
20
gelas, dan mineral opak yang tertanam dalam massa dasar yang berupa
plagioklas berukuran mikrolit (Lampiran D).
21
22
Satuan ini tersingkap dengan baik di Waylubuk, Waykunjir, dan
Wayjuwet. Umur absolut satuan ini tidak ditentukan. Satuan ini dapat disetarakan
dengan Satuan
Aliran Piroklastik 2 Balerang (Ba.2) yang berumur Pleistosen (Suswati dkk.,
2001).
(a) (b)
Satuan ini menempati bagian tengah yang mencakup 40% daerah penelitian
(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini berupa lava andesit berwarna abu-
abu, agak lapuk, masif, porfiritik dengan mineral piroksen dan plagioklas
(Gambar III.9). Selain itu juga terdapat kekar berlembar dengan litologi
andesit yang memiliki kedudukan N330E/32NE.
(a) (b)
Gambar III.9 (a) Foto singkapan andesit piroksen dari Satuan Lava Andesit Piroksen Waymuli
di Waylubuk, (b) Foto singkapan kekar berlembar di Waylubuk (lokasi WK 3-10 dan WK 3-9 di
Waykunjir).
22
Sayatan mikroskopis satuan ini menunjukkan tekstur holokristalin
porfiritik. Mineral yang teramati pada sayatan satuan ini terdiri dari fenokris
berupa piroksen plagioklas berkomposisi andesin, hornblenda, dan mineral opak
yang tertanam dalam massa dasar yang berupa plagioklas dan piroksen berukuran
mikrolit. Massa dasar pada sayatan ini menunjukkan struktur aliran yang
merupakan karakteristik lava (Lampiran D).
Satuan ini tersingkap dengan baik di Waymuli dan Waykunjir. Umur
absolut satuan ini tidak ditentukan. Satuan ini dapat disetarakan dengan Satuan
Lava 7 Balerang (Bl.7) yang berumur Pleistosen (Suswati dkk., 2001).
(a) (b)
Gambar III.10 (a) dan (b) Foto singkapan andesit dari Satuan Lava Andesit
Gunung Botak di Gunung Botak (lokasi GB 5-27 di Gunung Botak).
23
Satuan ini tersingkap dengan baik di Gunung Botak. Umur absolut
satuan ini tidak ditentukan. Satuan ini berasal dari suatu sistem tersendiri yaitu
sistem Gunung Botak dan dapat disetarakan dengan Satuan Lava 12 Balerang
(Bl.12) yang berumur Pleistosen (Suswati dkk., 2001). Satuan Lava Andesit
Gunung Botak merupakan suatu kubah lava. Hal ini dapat dikenali dari bentuk
Gunung Botak yang berupa kubah dengan puncak cembung, membulat, tanpa
keberadaan depresi dari morfologi kepundan, dan mempunyai kenampakan halus
serta rata. Produk Gunung Botak ini juga hanya ditemukan di sekitar Gunung
Botak saja.
24
III.2.4 Satuan Aluvial Pantai
(a) (b)
Gambar III.11 (a) dan (b) Foto Satuan Aluvial Pantai di Pantai Wartawan
(sekitar Gunung Botak) (lokasi AP 1-3 di Gunung Botak).
25
III.3.2 Analisis Sesar
Struktur kekar berlembar dapat diamati dengan jelas pada singkapan lava
andesit piroksen di Waylubuk serta singkapan lava andesit di Gunung
Botak. Struktur sesar yang teramati di lapangan berupa gejala breksiasi (Gambar
III.12 (a)) dan kenampakan shear fractures (Gambar III.12 (b)) yang tampak di
sebelah barat Gunung Botak. Analisis kinematika dilakukan untuk mengetahui
jenis pergerakan sesar. Penentuan nama sesar dilakukan berdasarkan klasifikasi
ganda oleh Richard (1973 dalam Sapiie dan Harsolumakso, 2009). Penamaan
struktur ditetapkan dari nama daerah yang menunjukkan bukti-bukti keberadaan
sesar tersebut.
(a) (b)
Gambar III.12 (a) Zona breksiasi di sekitar Gunung Botak, (b) Shear fractures di sekitar Gunung
Botak (lokasi GB 5-25 dan GB 5-27 di Gunung Botak).
26
fractures (Gambar III.12). Data arah zona breksiasi dan kedudukan shear
fractures terdapat pada Lampiran E.
Berdasarkan analisis kinematika sesar, sesar di daerah penelitian
merupakan sesar menganan turun (Gambar III.13) dan dinamakan Sesar
Menganan Turun Gunung Botak. Sesar ini berumur relatif muda, yaitu
Pleistosen. Hal ini dibuktikan di lapangan, bahwa batuan lava andesit di Gunung
Botak terpotong oleh sesar ini, sehingga terkekarkan sangat kuat. Sesar ini juga
mengakibatkan munculnya geiser di Gunung Botak.
27
BAB IV
MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA
Manifestasi panas bumi adalah keluaran fluida panas bumi dari reservoar ke
permukaan melalui rekahan atau melalui suatu unit batuan yang permeabel
(Wohletz dan Heiken, 1992). Kemunculan manifestasi ini tergantung dari kondisi
reservoar termasuk fluida panas bumi dan proses-proses yang terjadi pada fluida
panas bumi tersebut. Manifestasi permukaan dari suatu sistem panas bumi di
daerah gunung api merupakan fitur penting yang dapat diteliti pertama kali pada
tahap penyelidikan pendahuluan dan penyelidikan lanjutan dalam tahapan
kegiatan pengusahaan panas bumi. Pada tahap ini, sistem panas bumi di suatu
daerah dikaji secara hidrogeokimia dengan cara pengambilan sampel air dan gas
untuk memperkirakan temperatur dan komposisi fluida reservoar (Wohletz dan
Heiken, 1992).
28
studi khusus di bagian selatan Gunung Rajabasa termasuk ke dalam Desa
Waymuli, Kecamatan
Kalianda dan Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten
Lampung Selatan.
55000 LS
1053600 BT
29
(temperatur, pH, dan debit), dan pengambilan sampel fluida (air dan gas) yang
hasilnya terangkum pada Tabel IV.1.
Gambar IV.2 Manifestasi panas bumi di Gunung Rajabasa, (a) Mata air hangat Rajabasa (AP-
1.1), (b) Mata air hangat Sumur Kumbang (AP-1.2), (c) Mata air hangat Kecapi (AP-2.4), (d)
Kolam lumpur dan fumarola Kunjir (AP-2.5), (e) Geiser Gunung Botak (AP-1.3) saat geiser
muncul, (f) Geiser Gunung Botak (AP-1.3) saat geiser tidak muncul.
30
31
IV.2.3 Tata Cara Pengambilan Sampel Air, Isotop dan Gas
mengambil sampel air, tetapi botol yang digunakan adalah botol kaca.
Peralatan tambahan yang diperlukan adalah kertas dan selotip. Sampel air
diambil sebanyak 100 mL (untuk satu botol) di lokasi manifestasi
dengan temperatur tertinggi menggunakan gelas ukur dan disaring
dengan kertas saring seperti pengambilan sampel air di atas. Botol langsung
ditutup dan dilapisi seluruh bagiannya dengan kertas dan selotip untuk
menghindari kontaminasi cahaya. Langkah selanjutnya adalah memberi
keterangan di setiap botol yang meliputi kode sampel, temperatur, pH, dan
jenis sampel (air, isotop atau gas). Sampel isotop ini kemudian disimpan di
dalam cool box.
31
IV.2.3.3 Pengambilan Sampel Gas
Sampel air dan gas yang diambil dari manifestasi panas bumi Gunung
Rajabasa dianalisis kimia air, isotop stabil, dan kimia gas di laboratorium. Hasil
analisis ini ditampilkan pada Tabel IV.3 hingga IV.5.
32
Tabel IV.3 Hasil analisis kimia air.
Manifestasi AP-1.1 AP-1.2 AP-2.4 AP-1.3 AP-2.5
Rajabasa Sumur Kecapi Gunung Kunjir
Kumbang Botak
Lokasi Utara Utara Utara Selatan Selatan
Gunung Gunung Gunung Gunung Gunung
Rajabasa Rajabasa Rajabasa Rajabasa Rajabasa
SiO2 (mg/kg) 102,50 89,28 104,43 123,93 360,21
2+
Ca (mg/kg) 24,73 121,60 97,00 401,70 141,20
2+
Mg (mg/kg) 4,86 20,10 13,70 267,00 54,30
+
Na (mg/kg) 14,85 32,08 63,00 4948,00 95,40
+
K (mg/kg) 15,15 18,6 23,93 402,43 18,91
Li+ (mg/kg) 0,00 0,00 0,00 2,24 0,30
NH3 (mg/kg) 13,33 14,17 13,13 12,00 66,67
-
Cl (mg/kg) 50,10 64,52 82,67 7986,58 223,70
2-
SO4 (mg/kg) 88,51 389,66 365,52 795,06 2643,68
-
HCO3 (mg/kg) 13,82 26,57 0,00 66,96 0,00
CO2 (mg/kg) - - 139,67 - 2514,07
B (mg/kg) 1,07 1,29 0,69 7,34 3,86
pH Lab 4,66 4,81 2,91 6,59 2,35
Kesetimbangan Kation (meq) 2,67 9,59 9,32 267,85 9,95
Kesetimbangan Anion (meq) 3,44 10,30 9,95 242,76 61,39
Kesetimbangan Ion (%) 12,71 3,54 3,26 4,91 67,63
31
Tabel IV.4 Hasil analisis isotop stabil.
Manifestasi Lokasi 18
D O
AP-1.1 Rajabasa Utara Gunung Rajabasa -42,8 ( 1,7 -6,77 ( 0,23
AP-1.2 Sumur Kumbang Utara Gunung Rajabasa -45,0 0,9 -7,41 0,17
AP-2.4 Kecapi Utara Gunung Rajabasa -42,8 ) 0,4 -6,88 ) 0,22
AP-1.3 Gunung Botak Selatan Gunung Rajabasa -27,6 0,6 -4,66 0,31
AP-2.5 Kunjir Selatan Gunung Rajabasa -5,7 0,7 -0,79 0,09
32
Tipe air yang ketiga adalah tipe klorida-sulfat ber-pH asam yang
ditunjukkan oleh manifestasi mata air hangat Rajabasa dan Sumur Kumbang serta
mata air panas Kecapi. Tipe air seperti ini dapat terbentuk akibat pencampuran air
reservoar dengan air kondensat atau pencampuran air meteorik dengan air
magmatik. Untuk itu, data isotop dan geoindikator digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya proses pencampuran ini.
31
Keterangan:
Rajabasa
Sumur Kumbang
Kecapi
Gunung Botak
Kunjir
Gambar IV.3 Tipe air pada manifestasi panas bumi Gunung Rajabasa
berdasarkan diagram Cl-SO4-HCO3.
IV.2.4.2 Geoindikator
Klorida (Cl-), litium (Li +), dan boron (B) merupakan unsur konservatif di
dalam sistem panas bumi dan termasuk unsur terlarut yang dapat digunakan
untuk mengetahui asal fluida panas bumi. Berdasarkan hasil pengeplotan
kandungan ketiga unsur tersebut pada diagram segitiga Cl-Li-B, sistem panas
bumi Gunung Rajabasa terdiri dari tiga reservoar.
32
Keterangan:
Rajabasa
Sumur Kumbang
Kecapi
Gunung Botak
Kunjir
Gambar IV.4 Diagram Cl-Li-B yang menunjukkan tiga reservoar pada Sistem Panas Bumi
Gunung Rajabasa.
Reservoar kedua terletak di Gunung Botak yaitu di kaki selatan Gunung
Rajabasa dan mengeluarkan manifestasi geiser Gunung Botak. Reservoar ini
menunjukkan nilai Cl yang lebih tinggi dibandingkan dengan manifestasi lain
dan memiliki nilai rasio B/Cl sekitar 0,01 (Gambar IV.4). Lokasi geiser Gunung
Botak yang berada di pantai mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
fluida di manifestasi ini sudah bercampur dengan air laut. Pada kimia air, hal ini
diindikasikan oleh konsentrasi unsur terlarut yang lebih tinggi dibandingkan
konsentrasi unsur terlarut air panas lainnya. Manifestasi dari reservoar kedua
ini merupakan upflow dari reservoar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rasio
Na/Ca, Na/K, Cl/SO4, dan HCO3/SO4 yang rendah (Tabel IV.6).
34
Tabel IV.6 Nilai rasio unsur-unsur yang menunujukkan aliran upflow di setiap
manifestasi panas bumi Gunung Rajabasa.
Sumur Gunung
Lokasi Rajabasa Kumbang Kecapi Botak Kunjir
Analisis isotop yang digunakan adalah isotop deuterium (D atau 2H) dan
oksigen-18 (18O). Isotop stabil ini diaplikasikan untuk mengetahui proses dan
asal fluida panas bumi (Nicholson, 1993). Menurut Craig (1963 dalam
Nicholson, 1993), kandungan D di fluida panas bumi memiliki nilai yang
hampir sama dengan air meteoriknya sementara nilai 18O di fluida panas bumi
lebih positif daripada air meteorik. Hal ini menunjukkan, bahwa fluida panas
bumi berasal dari air meteorik (Craig dkk., 1956 dan Craig, 1963 dalam
Nicholson, 1993).
Kelompok yang pertama terdiri dari mata air hangat Rajabasa dan Sumur
Kumbang serta mata air panas Kecapi. Kelompok ini memiliki nilai D
antara - 44,60 hingga -41,50 dan 18O antara -7,28 hingga -6,59
(Gambar IV.5). Proses interaksi antara fluida dengan batuan sekitar menyebabkan
terjadinya penambahan nilai 18O relatif terhadap air meteorik. Reaksi antara
batuan dengan fluida di kedalaman menyebabkan pertukaran oksigen dengan
isotop yang lebih berat akan terkonsentrasi dalam fase larutan (Nicholson, 1993).
36
Kelompok kedua ditunjukkan oleh geiser Gunung Botak. Nilai D dan
18O di geiser Gunung Botak adalah -27,60 dan -4,66 (Tabel IV.3). Air
panas ini, dari kimia air, merupakan pencampuran antara air klorida dengan air
laut tetapi data isotop stabilnya tidak menunjukkan keterdapatan pencampuran
dengan air laut tersebut.
Kandungan gas H2S dan CO2 menunjukkan sumber magmatik tetapi gas
yang diambil dari Kunjir menunjukkan nilai H2S dan CO2 yang rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa gas di Gunung Rajabasa tidak berasal dari sumber
magmatik. Berdasarkan kandungan relatif He, N2, dan Ar (Gambar IV.6), gas
yang diambil dari fumarola Kunjir berasal dari meteorik (meteoric origin).
37
IV.2.4.5 Temperatur Reservoar
38
Perkiraan temperatur reservoar 2 (Gunung Botak) dilakukan dengan
menggunakan dua metode. Metode yang pertama adalah geotermometer
unsur terlarut Na-K-Mg karena geiser Gunung Botak merupakan air klorida yang
termasuk partial mature. Berdasarkan hasil pengeplotan nilai Na, K, dan
Mg dari geiser Gunung Botak, temperatur reservoar yang didapatkan adalah
220C (Gambar IV.7).
Metode yang kedua adalah keberadaan endapan sinter silika yang
menunjukkan temperatur di bawah permukaan sekitar 260C berdasarkan
solubilitas silika (Nicholson, 1993). Berdasarkan kedua metode di atas,
temperatur di reservoar ini diperkirakan antara 220C hingga 260C.
Karena kolam lumpur Kunjir merupakan air sulfat, maka temperatur
reservoar 3 diperkirakan dengan menggunakan geotermometer gas CO2, karena
CO2 adalah gas yang paling dominan pada sistem panas bumi Gunung Rajabasa.
Geotermometer CO2 tidak dipengaruhi oleh proses kondensasi sehingga dapat
digunakan pada manifestasi fumarola dengan temperatur di atas 100C, dan
hanya dapat digunakan pada sistem panas bumi lingkungan vulkanik, seperti
di sistem panas bumi Gunung Rajabasa (Arnorsson dkk., 1983 dalam Nicholson,
1993). Dengan trial dan error, nilai temperatur reservoar 3 adalah 260C.
Perkiraan temperatur di ketiga reservoar pada sistem panas bumi Gunung
Rajabasa dirangkum dalam Tabel IV.7.
39
Tabel IV.7 Perkiraan temperatur dan kedalaman reservoar di reservoar 1
(Rajabasa, Sumur Kumbang, dan Kecapi), reservoar 2 (Gunung Botak), dan
reservoar 3 (Kunjir).
Reser Lokasi Temperatur Kedalaman
voar Reservoar
Metode T (C) Metode h
(m)
1 Rajabasa, Keberadaan 260 Data statistik Hochstein dan 1400
Sumur endapan sinter Sudarman (2008)
Kumbang, silika Gradien panas bumi 1000-
Kecapi 1500
2 Gunung Geotermometer 220-260 Data statistik Hochstein dan 1400
Botak Na-K-Mg Sudarman (2008)
Keberadaan Gradien panas bumi 1000-
endapan sinter 1500
silika
3 Kunjir Geotermometer 260 Data statistik Hochstein dan 1400
CO2 Sudarman (2008)
Gradien panas bumi 1000-
1500
40
IV.2.4 Analisis Geofisika
IV.2.4.1 Metode Magnetik
Anomali medan magnet dihasilkan oleh benda-benda yang mengandung
magnet yang telah diinduksi oleh medan magnet Bumi, sehingga benda tersebut
memiliki medan magnet tersendiri dan mempengaruhi besarnya pengukuran
medan magnet total. Benda yang memiliki anomali biasanya berasal dari batuan
yang memiliki kerentanan yang cukup besar. Dalam survei magnetik, medan
magnet yang diukur adalah medan magnet total yang terdiri dari medan magnet
utama Bumi, medan magnet eksternal dan anomali medan magnet (Telford et al.,
1990).
Pada tahap ini, interpretasi data magnetik melalui beberapa proses yang
meliputi: Koreksi IGRF, Pada tahap ini, koreksi IGRF untuk mendapatkan nilai
medan magnet Anomali total dari data magnetik. Koreksi ini dilakukan secara
terpisah dari dua data magnetik karena adanya perbedaan perolehan IGRF 1990
untuk data tahun 1991 dan IGRF 2010 untuk data tahun 2011, sehingga data akan
digabungkan. Koreksi diurnal tidak dilakukan karena data yang digunakan telah
diurnal dikoreksi. Pengurangan ke proses kutub dilakukan dengan cara
mengurangi data magnetik ke kutub dengan sudut kemiringan 90 dan deklinasi 0
. Hal ini dilakukan untuk menyebabkan anomali target di bawah permukaan.
Pemisahan anomali lokal dan regional dilakukan untuk mendapatkan
anomali lokal yang tidak dipengaruhi oleh anomali regional dengan metode filter
Butterworth. Filter ini sebaiknya digunakan dalam penelitian ini daripada filter
pass band-pass atau high-low pass untuk mengatasi efek dering (Pawlowski dan
Hansen, 1990 pada Ibrahim et al, 2012). Proses kelanjutan ke atas dilakukan untuk
mengurangi efek noise sehingga tampilan anomali lebih jelas dan mudah untuk
ditafsirkan.
Analisis magnetik dalam dua dimensi (2D) dilakukan untuk mendapatkan
ide respon magnetik permukaan yang terlihat. Total anomali magnetik di daerah
studi menunjukkan nilai anomali yang tinggi dengan nilai tertinggi sekitar 715 nT,
sedangkan daerah biru menunjukkan nilai anomali yang lebih rendah dengan nilai
terendah sekitar -868 nT. Fokus dalam pencarian lokasi reservoir panas bumi
adalah daerah anomali yang rendah. Anomali nilai rendah diperkirakan
41
disebabkan oleh proses demagnetisasi yang terjadi pada batuan yang mengandung
uap dan air panas. Meski tidak semua anomali rendah diakibatkan oleh prosesnya.
Oleh karena itu, perlu diperjelas indikasi pengolahan lebih lanjut adanya reservoir
panas bumi di Gunung Rajabasa.
Secara total anomali magnetik di daerah penelitian dipengaruhi efek
regional, sehingga fokus pada reservoir panas bumi perlu dilakukan dengan
memisahkan anomali regional. Dalam penelitian ini, anomali regional diperoleh
dengan menerapkan kelanjutan ke atas anomali magnetik secara keseluruhan.
Kelanjutan lanjutan dari proses ini akan menghilangkan efek lokal yang tersisa
adalah pengaruh regional. Proses kelanjutan ke atas dilakukan sampai bentuk
anomali regional yang cenderung stabil dan belum banyak berubah. Proses
kelanjutannya beberapa kali sampai ketinggian 4000 meter.
Anomali magnetik regional di daerah studi digunakan untuk mendapatkan
anomali residual. Dengan melakukan grid matematik pada anomali magnetik total,
mengurangi anomali magnetik regional dari anomali magnetik residu yang ada di
daerah penelitian. Anomali magnetik sisa di daerah penelitian menunjukkan
anomali rendah di tengah daerah studi yang diperkirakan sebagai respon daerah
reservoir panas bumi.
Respon magnetik memiliki dua kutub yang disebut dipol dan dipengaruhi
oleh sudut kemiringan dan deklinasi di daerah penelitian, sehingga lokasi anomali
target tidak diposisikan di daerah yang diharapkan. Untuk mendapatkan respon
reservoir panas bumi yang terletak tepat di bawah anomali magnetik rendah maka
perlu dilakukan transformasi reduksi ke kutub. Metode ini dilakukan karena sudut
kemiringan respons magnetik 90 (kutub) dari target terletak tepat di bawah
anomali. Hasil reduksi ke tiang seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki anomali
magnetik yang menunjukkan daerah reservoir panas bumi juga menunjukkan
respon yang rendah terhadap gravitasi. Analisis menunjukkan bahwa daerah yang
prospek panas bumi memiliki kerapatan yang lebih rendah daripada fluida
disekitarnya karena mengandung fluida. Daerah dengan respon magnetik dan
gravitasi sama rendahnya menjadi menarik untuk diamati sebagai zona reservoir.
Untuk menganalisis hubungan antara zona reservoir dengan kejadian manifestasi
42
panas bumi dapat dilakukan dengan melihat pola kelurusan magnetik dan struktur
manifestasi panas bumi.
Kawasan lapangan panas bumi dianggap daerah retakan akibat pertemuan
yang ada beberapa sesar di daerah studi. Karena rekahan dan patahan
menyebabkan permeabilitas tinggi sehingga mudah terisi cairan. Namun, sebagai
perangkap reservoir yang dibutuhkan itu (Darmawan dkk).
Batuan yang menjadi caprock mencegah pelepasan seluruh fluida panas.
Berdasarkan karakteristik kemungkinan terbentuknya daerah vulkanik pada
lapangan geothermal reservoir oleh batuan piroklastik.
43
IV.2.5 Model Sistem Panas Bumi
44
Air meteorik di kaki utara Gunung Rajabasa terserap ke bawah permukaan
dan terpanaskan oleh intrusi magma Gunung Rajabasa. Air meteorik ini
kemudian terpanaskan, naik, dan terkumpul di reservoar Sumur Kumbang
dengan temperatur 260C. Batuan reservoar diperkirakan berada di kedalaman
1000 hingga 1500 meter dan merupakan breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik
Aliran Cugung. Di dekat permukaan, fluida panas bumi akan mengalami
kondensasi dan membentuk air klorida sulfat yang keluar sebagai manifestasi
mata air hangat Rajabasa dan Sumur Kumbang serta mata air panas Kecapi.
45
Air meteorik di kaki selatan Gunung Rajabasa terserap ke bawah
permukaan dan terpanaskan oleh intrusi magma Gunung Rajabasa. Air meteorik
ini kemudian terpanaskan, naik, dan terkumpul di reservoar Kunjir dengan
temperatur 260C. Di dekat permukaan, fluida panas bumi akan mengalami
kondensasi dan membentuk air sulfat yang keluar sebagai manifestasi kolam
lumpur Kunjir. Gas dan uap air dari bawah permukaan mengalami migrasi
secara cepat ke permukaan dan muncul sebagai manifestasi fumarola Kunjir.
46
BAB V
SEJARAH GEOLOGI
43
komposisi lava berupaandesit piroksen dan merupakan produk yang
dihasilkan dari aktivitas Gunung Balerang periode kedua.
Pleistosen Tengah-Pleistosen Akhir
Holosen-Resen
Pada kala ini, Satuan Aluvial Pantai terendapkan secara tidak selaras
di atas satuan yang lebih tua. Satuan ini merupakan hasil sedimentasi dari
batuan yang tererosi pada satuan batuan yang lebih tua. Proses erosi dan
sedimentasi masih berlangsung hingga sekarang.
44
bumi di Gunung Rajabasa mulai terbentuk pada kala Pleistosen Tengah-
Pleistosen Akhir.
45
BAB VII
PENUTUP
VII.1 KESIMPULAN
Geologi daerah penelitian didominasi oleh andesit dan endapan lahar yang
terbagi menjadi empat unit yaitu unit Andesit Tangkil yang merupakan batuan
andesit tertua di daerah penelitian dan unit Andesite vulkanik muda. Balerang
unit Andesit yang merupakan lava andesit pyroxene yang merupakan produk dari
letusan Gunung Balerang. Unit andesit Rajabasa adalah unit termuda yang
tersusun atas lava andesit hornblenda yang merupakan produk dari letusan
Gunung Rajabasa. Batuan piroklastik berupa tuf di bagian tenggara wilayah
penelitian. Perubahan yang muncul di wilayah penelitian terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu ke dalam kelompok mineral alterasi argilik yang terdiri dari alunit,
kaolinit dan kuarsa, manifestasi panas yang cukup terlihat dan jelas dari panas
bumi di Jalan Balerang dan Kecapi Simpur. Kemudian mineral alterasi argilik
didominasi oleh kaolinit dan smektit yang muncul pada manifestasi tanah hangat
Way Kalam. Sebagian besar mineral besi oksida terdiri dari goethite yang muncul
di sekitar punggung bukit Rajabasa di atas Way Kalam. altrasi propilitik ditandai
dengan adanya mineral klorit dan zeolit sebagai pengganti epidot pada
manifestasi mata air panas suhu rendah yang muncul di Gunung Botak.
Pola dari arah kelurusan magnetik arah Northwest-Southeast mendominasi
dan dianggap sebagai sumber zona rekahan di reservoir panas bumi Gunung
Rajabasa. Hasil inversi magnetik tiga dimensi (3D) menunjukkan dua respon
suseptibilitas rendah di Selatan dan Utara diperkirakan sebagai reservoir panas
bumi dengan kedalaman 1000 meter dari permukaan. Sumber panas sistem
panas bumi di Gunung Rajabasa berasal dari intrusi magma yang merupakan sisa-
sisa gunung berapi. Air meteorik yang mencapai sumber panas kemudian
dipanaskan dan menuju melalui zona rekahan yang disebabkan oleh sistem sesar
yang berkembang di daerah penelitian. Cairan tersebut kemudian terakumulasi
dalam waduk dengan suhu 220 C karena adanya batuan kedap membentuk
bebatuan pyroclastic breksi yang membentuk mineral lempung yang berfungsi
46
sebagai batu penutup (cap rock). Dengan struktur melalui celah-celah, cairan
muncul sebagai manifestasi permukaan.
47
`
DAFTAR PUSTAKA
Brogi, A. 2008. The structure of the Monte Amiata Volcano Geothermal Area
(Northern Apennines, Italy): Neogene Quaternary Compression Versus
Extension. Int J Earth Sci (Geol Rundsch). VOL. 97, 677-703.
Dini, I., Ceccarelli, A., Brogi, A., Giorgi, N., Galleni, P., dan Rossi, L. 2010.
Geological Evolution of the Base Mt. Amiata Volcanic Complex
(Tuscany, Italy). Proceedings World Geothermal Congress 2010. Pp 1-9.
Hendrajaya, L., dan Bijaksana, S. 1990. Pengantar Seismologi. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
48
`
49