Anda di halaman 1dari 56

POTENSI PANASBUMI WAYMULI DAN SEKITARNYA

DI GUNUNG RAJABASA, KABUPATEN LAMPUNG


SELATAN, PROVINSI LAMPUNG

LAPORAN

Oleh :
IKHSAN KHOLID SAPUTRO (NIM : 410014020)
BAMBANG SADEWA R (NIM : 410014081)
GALIH P ARSYADA (NIM : 410014132)
ADITYA VIRGIWAN (NIM : 410014135)
I MADE DHARMA PUTRA K (NIM : 410014161)

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS)
YOGYAKARTA
2017

i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk
dan bimbingan serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Geologi model mengenai Isolated Carbonat Platform Great Bahama
Bank.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan ini.
Terima Kasih kepada :
1. Ketua STTNAS Bapak Ir. H .Ircham, MT
2. Ketua Jurusann Ibu Winarti, ST, MT
3. Dosen Geologi Model Ibu Siti Nuraini S.T.,M.T dan Ibu Fatimah S.Si.,
M.Si

Semoga laporan geologi model ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua


khususnya yang mendalami geologi.

Yogyakarta, 05 Juni 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .. ........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.............. ................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................... .......................................... v

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
I.2 Tujuan . ..................................................................................... 2
I.3 Batasan Masalah ....................................................................... 2
I.4 Lokasi Penelitian ...................................................................... 2
I.5 Tahapan Dan Metode Penelitian................................... ............. 3

BAB II GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA


II.1 Fisiografi Dan Morfologi ......................................................... 8
II.2 Stratigrafi . ................................................................................ 9
II.3 Struktur Geologi ....................................................................... 12

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH WAYMULI DAN


SEKITARNYA
III.1 Geomorfologi .......................................................................... 13
III.2 Stratigrafi ................................................................................. 18
III.3 Struktur Geologi ...................................................................... 23

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA


IV.1 Tinjauan Umum. ...................................................................... 26
IV.2 Studi Khusus. ........................................................................... 26

BAB V SEJARAH GEOLOGI ............................................................... 43


BAB VI KESIMPULAN ........................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi panas bumi
terbesar di dunia. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 29.038 MW atau
setara dengan 40% dari total potensi dunia. Wilayah potensi panas bumi di
Indonesia ini mencakup 276 lokasi yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
besar di Indonesia (Ditjen EBTKE, 2011).

Pulau Sumatera memiliki 86 lokasi potensi panas bumi dari total 276 lokasi
yang ada di Indonesia (Ditjen EBTKE, 2011). Salah satu lokasi panas bumi yang
cukup potensial adalah Gunung Rajabasa yang terletak di Kabupaten Lampung
Selatan, Provinsi Lampung. Gunung Rajabasa dipilih sebagai lokasi
penelitian karena pada kaki Gunung Rajabasa, ditemukan beberapa manifestasi
panas bumi seperti mata air panas, mata air hangat, geiser, fumarola, kolam
lumpur, dan tanah hangat.

Penulis melakukan studi umum berupa pemetaan geologi di kaki Gunung


Rajabasa, tepatnya di daerah Waymuli dan sekitarnya, serta studi khusus berupa
analisis geokimia air, isotop, serta gas untuk mempelajari fluida panas bumi di
Gunung Rajabasa. Hal ini dilakukan karena para peneliti terdahulu belum
melakukan pemetaan geologi dalam skala detil. Analisis geokimia yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu hanya mengkaji geokimia tanah sedangkan
penulis akan mengkaji geokimia air dan gas. Data geokimia yang didapatkan
dari sampel air dan gas pada manifestasi Gunung Rajabasa digunakan untuk
mengetahui proses-proses yang terjadi pada fluida panas bumi di bawah
permukaan bumi. Berdasarkan pengetahuan mengenai proses-proses pada fluida
panas bumi tersebut, sistem panas bumi di Gunung Rajabasa dapat diketahui.
Proses yang terjadi pada fluida panas bumi ini juga dapat digunakan untuk
membantu pelaksanaan tahap eksplorasi dan eksploitasi panas bumi Gunung
Rajabasa di kemudian hari.

1
I.2 TUJUAN

Tugas akhir ini disusun sebagai syarat kelulusan tingkat Sarjana Strata Satu
(S-1) bagi mahasiswa Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung. Bidang yang diteliti adalah
geologi di Waymuli dan sekitarnya yang berupa penyebaran batuan berdasarkan
data di permukaan. Penelitian dilanjutkan dengan studi khusus dengan topik
geokimia panas bumi Gunung Rajabasa. Aspek geokimia yang diteliti adalah
geokimia air, isotop, dan gas dari manifestasi untuk mengetahui sistem panas
bumi serta karakteristik fluida panas bumi di Gunung Rajabasa.

I.3 BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah pemetaan geologi


daerah Waymuli dan potensi panas bumi di Gunung Rajabasa secara umum.
Pemetaan geologi ini mencakup geologi, geomorfologi, dan struktur geologi
di daerah pemetaan yang didapatkan dari data di permukaan. Pemetaan geologi
dilakukan dengan skala 1:10.000. Secara lebih khusus, analisis geokimia air,
isotop, dan gas dari manifestasi panas bumi permukaan di Gunung Rajabasa
akan dibahas untuk mengetahui proses-proses yang mempengaruhi fluida panas
bumi di bawah permukaan.

I.4 LOKASI PENELITIAN

Penelitian untuk tugas akhir ini meliputi dua jenis penelitian yaitu pemetaan
geologi serta penelitian manifestasi panas bumi. Untuk pemetaan geologi,
lokasi yang diambil adalah Desa Waymuli yang termasuk ke dalam Kecamatan
Kalianda hingga Desa Kunjir yang termasuk ke dalam Kecamatan Rajabasa,
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung (Gambar I.1). Lokasi
pemetaan berbatasan dengan Teluk Lampung di bagian selatan. Luas lokasi
pemetaan ini adalah 15 km2 (6 km x 2,5 km) yang secara geografis terletak di
kaki selatan Gunung Rajabasa dengan koordinat 54900,00-55020,45 LS
dan 1053630,00-1053930,00 BT.

2
Lokasi penelitian manifestasi panas bumi terletak di kaki Gunung Rajabasa
bagian utara dan selatan. Daerah penelitian kaki utara Gunung Rajabasa berlokasi
di Desa Sumur Kumbang dan Desa Kecapi yang memiliki tiga menifestasi
berupa mata air hangat dan mata air panas. Daerah penelitian kaki selatan
Gunung Rajabasa terletak di Gunung Botak dan Desa Kunjir dengan manifestasi
berupa geiser, kolam lumpur, serta fumarola.

Gambar I.1 Lokasi penelitian.

8
BAB II
GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA

II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI

Pulau Sumatera terdiri dari empat zona fisiografi (Badan Geologi, 2010)
yaitu Zona Dataran Rendah, Zona Dataran Tinggi, Zona Daerah Perbukitan,
dan Zona Daerah Pegunungan (Gambar II.1). Daerah penelitian termasuk ke
dalam Zona Daerah Pegunungan dengan morfologi berupa pegunungan
berkerucut. Batuan yang menyusun morfologi ini berupa batuan vulkanik muda
yang berasal dari kegiatan magmatisme dan pengangkatan (Badan Geologi,
2010).

Gambar II.1 Peta fisiografi Lampung (Badan


Geologi, 2010).
9
Pada dasarnya, morfologi Gunung Rajabasa merupakan gunung api strato
dengan bentuk kerucut terpancung. Bentukan ini dibangun oleh pergantian
perlapisan antara aliran lava dan bahan lepas (Nazarwin, 1994).

II.2 STRATIGRAFI

Kompleks Gunung Rajabasa terdiri dari Gunung Tangkil, Gunung


Pematang Taman, Gunung Balerang, dan Gunung Rajabasa. Terdapat dua
penelitian mengenai produk vulkanik di kompleks Gunung Rajabasa. Penelitian
pertama dilakukan oleh Pusat Survei Geologi pada tahun 1989 (dalam Pusat
Survei Geologi, 2009). Penelitian ini berlokasi di bagian selatan Gunung
Rajabasa. Berdasarkan ciri litologi serta morfologi, produk vulkanik kompleks
Gunung Rajabasa dibagi menjadi lima produk (Gambar II.2), dari tua ke muda,
yaitu (Pusat Survei Geologi, 1989 dalam Pusat Survei Geologi, 2009):
1. Produk Gunung Tangkil, terdiri dari Satuan Lava Gunung Tangkil
(Qtlt) dan Satuan Piroklastik Gunung Tangkil (Qtpt) yang berumur
Pliosen.
2. Produk Gunung Botak, terdiri dari Satuan Lava Gunung Botak
(Qlbt) yang berumur Pliosen.
3. Produk Gunung Balerang, terdiri dari Satuan Lava Gunung Balerang 1
(Qlb 1), Satuan Lava Gunung Balerang 2 (Qlb 2), dan Satuan Lava
Gunung Balerang 3 (Qlb 3) yang berumur Pleistosen.
4. Produk Gunung Rajabasa, terdiri dari Satuan Lava Gunung Rajabasa (Qlr)
yang berumur Pleistosen.
5. Produk Endapan Permukaan, terdiri dari Endapan Pantai (Fd) dan
Endapan Kipas (Al) yang berumur Holosen-Resen.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan Suswati dkk. (2001) menyebutkan


bahwa produk vulkanik kompleks Gunung Rajabasa dapat dibagi menjadi lima
periode (Gambar II.3), dari tua ke muda, yang terdiri dari:

10
Gambar II.2 Peta geologi kompleks Gunung Rajabasa bagian selatan
(Pusat Survei Geologi, 1989 dalam Pusat Survei Geologi, 2009).

1. Produk Vulkanik Tua Tangkil, terdiri dari Satuan Produk Vulkanik Tua
Tangkil (Tv) yang berumur Pliosen.
2. Produk Vulkanik Tua Pematang Taman, terdiri dari Satuan Produk Vulkanik
Tua Pematang Taman (PTv) yang berumur Pleistosen.
3. Produk Gunung Api Balerang, terdiri dari Satuan Piroklastik Aliran Balerang
(Bl) dan Satuan Lava Balerang (Ba) yang berumur Pleistosen.

11
Gambar II.3 Peta geologi kompleks Gunung Rajabasa (Suswati dkk., 2001).
4. Produk Erupsi Samping Bukit 845, terdiri dari Satuan Lava 845 (845l)
yang berumur Pleistosen.
5. Produk Gunung Api Rajabasa, terdiri dari Satuan Piroklastik Aliran Rajabasa
(Ra) dan Satuan Lava Rajabasa (Rl) yang berumur Pleistosen.

Berdasarkan peta geologi Kompleks Gunung Rajabasa oleh Suswati


dkk. (2001), daerah penelitian termasuk ke dalam Satuan Lava Balerang (Bl).

II.3 STRUKTUR GEOLOGI

Struktur geologi yang berkembang di Gunung Rajabasa adalah sesar dan


kawah (Gambar II.3). Menurut van Bemmelen (1934 dalam Nazarwin, 1994),
Lampung Selatan dapat dibagi menjadi tiga blok yaitu Blok Bengkulu, Blok
Tengah, dan Blok Sekampung. Blok Bengkulu dan Blok Tengah dipisahkan oleh
Sesar Semangko sedangkan Blok Tengah dan Blok Sekampung dipisahkan
oleh Sesar Lampung. Sesar Lampung ini berlanjut hingga ke arah selatan dan
memotong kompleks Gunung Rajabasa serta Gunung Balerang.

Sesar yang mengontrol panas bumi di kompleks Gunung Rajabasa adalah


Sesar Lampung yang berarah baratlaut-tenggara dan sesar-sesar lokal yang
berarah timurlaut-baratdaya. Sesar Lampung merupakan sesar geser dan
diperkirakan mengontrol sistem panas bumi di bagian utara serta tenggara
Gunung Rajabasa. Sesar lokal adalah sesar normal dan mengontrol sistem panas
bumi di bagian selatan daerah penelitian (Amin, 1988 dalam Nazarwin, 1994).

Selain sesar, struktur geologi lain yang berkembang merupakan


struktur kawah. Kawah tersebut adalah Kawah Puncak Balerang yang terdapat di
puncak Gunung Balerang dan Kawah Puncak Rajabasa yang terletak di puncak
Gunung Rajabasa (Suswati dkk., 2001). Pada Kawah Puncak Rajabasa dan
Kawah Puncak Balerang, gawir-gawir terjal terbentuk di sekeliling
kawah. Gawir-gawir ini terbentuk dari peristiwa letusan yang diikuti
oleh fase penghancuran yang membentuk morfologi kawah (Suswati dkk.,
2001).

13
BAB III
TATANAN GEOLOGI DAERAH WAYMULI DAN SEKITARNYA

III.1 GEOMORFOLOGI

Daerah penelitian terletak di kaki Gunung Rajabasa bagian selatan dengan


ketinggian 0 hingga 500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Daerah ini
sebagian besar berupa rawa, perkebunan, dan hutan (Departemen Kehutanan,
1997). Sungai yang mengalir di daerah penelitian adalah Waymuli, Waymerak,
Waylubuk, Waykunjir, dan Wayjuwet. Kelima sungai ini memiliki hulu di dekat
puncak Gunung Rajabasa dan bermuara di Teluk Lampung yang membatasi
bagian selatan daerah penelitian (Gambar III.1).

Gambar III.1 Morfologi daerah penelitian


(http://maps.google.com, 2011).

Pembagian satuan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan berdasarkan


pengamatan di lapangan dan referensi dari publikasi yang terdahulu.
Penamaan satuan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan mengacu
kepada penamaan bentang alam daerah vulkanik oleh van Zuidam (1985).
Berdasarkan hasil analisis topografi dan pengamatan morfologi di lapangan,
daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan geomorfologi yaitu Satuan
Kaki Gunung Bagian Tengah dan Satuan Kaki Gunung Bagian Bawah.

14
III.1.1 Satuan Kaki Gunung Bagian Tengah
Satuan ini menempati bagian utara hingga tengah daerah penelitian yang
mencakup 50% dari total luas daerah penelitian (Gambar III.2). Morfologi
dari satuan ini berupa kaki gunung api dengan lereng landai hingga agak
terjal (kemiringan 5-15, van Zuidam, 1985). Satuan ini terletak di ketinggian
100 hingga 500 m dpl dan terdiri dari litologi berupa lava andesit dan piroklastik
aliran. Penggunaan lahan di satuan ini berupa hutan sekunder dan perkebunan.
Sungai yang terdapat di satuan ini memiliki arus yang tenang. Pola aliran
sungainya berupa pola aliran radial yang berhulu di dekat puncak Gunung
Rajabasa dan bermuara di Teluk Lampung. Sungai-sungai di daerah ini memiliki
lembah berbentuk V dan bentuk salurannya lurus. Proses eksogen yang terjadi
adalah erosi secara vertikal, longsor, dan pelapukan.

Gambar III.2 Satuan Kaki Gunung Bagian Tengah dengan morfologi kaki gunung berlereng
landai hingga agak terjal (foto diambil dari Gunung Botak ke arah baratlaut). Ketinggian gunung
ini adalah 5 m dpl.

III.1.2 Satuan Kaki Gunung Bagian Bawah

Satuan ini menempati bagian tengah hingga selatan yang mencakup


50% dari total luas daerah penelitian (Gambar III.3). Morfologi dari satuan ini
berupa kaki gunung api dengan lereng datar hingga landai (kemiringan 0-5, van
Zuidam, 1985). Satuan ini terletak di ketinggian 0 hingga 100 m dpl dan terdiri
dari litologi berupa lava andesit dan endapan aluvial pantai. Penggunaan
15
lahan di satuan ini berupa perkebunan, rawa, dan pemukiman. Pada satuan ini,
muncul manifestasi panas bumi berupa geiser, kolam lumpur, dan fumarola.
Sungai yang terdapat di satuan ini merupakan bagian hilir sungai dengan arus
yang sangat tenang. Pola aliran sungainya berupa pola aliran radial yang berhulu
di dekat puncak Gunung Rajabasa dan bermuara di Teluk Lampung. Sungai-
sungai di daerah ini memiliki lembah berbentuk V dan bentuk salurannya lurus.
Proses eksogen yang terjadi adalah erosi vertikal dan pelapukan.

Gambar III.3 Satuan Kaki Gunung Bagian Bawah dengan morfologi kaki gunung berlereng datar
hingga landai (foto diambil dari Waymuli ke arah timur).

III.1.3 Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai

Sungai-sungai yang berada di daerah penelitian adalah Waymuli,


Waymerak, Waylubuk, Waykunjir, dan Wayjuwet. Berdasarkan analisis
peta topografi skala 1:50.000 Lembar 1110 oleh Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal, 1993), sungai-sungai di daerah penelitian
memiliki pola aliran radial. Pola aliran ini dikontrol oleh topografi yang berupa
tinggian (kerucut gunung api). Sungai-sungai ini mengalir dari daerah
bertopografi tinggi yaitu puncak Gunung Rajabasa dan menuruni lereng
gunung hingga ke kaki gunung (Gambar III.4). Di daerah penelitian sendiri,
sungai pada umumnya mengalir dari utara ke selatan.

16
Gambar III.4 Pola aliran sungai di kompleks Gunung Rajabasa yang menunjukkan pola radial.

III.1.4 Pola Kelurusan

Pola kelurusan di daerah penelitian ditentukan berdasarkan kelurusan yang


ditarik dari peta topografi dan citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission).
Berdasarkan data kelurusan yang ditarik dari citra SRTM, dapat dilihat bahwa
pola kelurusan di daerah penelitian memiliki arah dominan baratlaut-tenggara
(Gambar III.5).

Gambar III.5 Pola kelurusan yang ditarik dari citra SRTM

17
1053630
534900
1053930
55030

Gambar III.6 Pola kelurusan yang ditarik dari peta


topografi.

Dominasi arah yang serupa juga dapat dilihat pada pola kelurusan yang
ditarik dari peta topografi (Gambar III.6). Semua kelurusan yang ditarik, baik
dari citra SRTM maupun peta topografi, diukur arahnya dan ditentukan dominasi
arahnya dengan menggunakan diagram roset. Hasil pengeplotan pada diagram
roset menunjukkan dominasi arah kelurusan di daerah penelitian adalah
N325E (baratlaut-tenggara) (Gambar III.7).

Gambar III.7 Dominasi arah kelurusan berdasarkan pengeplotan di


diagram roset.

18
III.1.5 Tahapan Geomorfik

Tahapan geomorfik di daerah penelitian adalah tahap muda. Hal ini


dibuktikan oleh karakteristik sungai yang terlihat di daerah penelitian. Sungai-
sungai di daerah penelitian memiliki lembah berbentuk V yang menunjukkan
erosi vertikal lebih dominan daripada erosi lateral. Kerucut Gunung Rajabasa
berbentuk kerucut terpancung dengan kawah yang membuka ke arah baratlaut-
utara. Karakteristik- karakteristik ini yang menunjukkan bahwa tahapan
geomorfik di daerah penelitian merupakan tahap geomorfik muda.

III.2 STRATIGRAFI

Penamaan satuan stratigrafi di daerah penelitian mengacu kepada Sandi


Stratigrafi Indonesia oleh IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1992 dalam
Yuwono, 2004) yang berdasarkan pengelompokan sumber, jenis batuan/endapan,
dan urutan kejadian serta penamaan satuan tidak resmi (lokal) yang telah
dilakukan para peneliti sebelumnya seperti Mangga dkk., (1993), Pusat Survei
Geologi (1989 dalam Pusat Survei Geologi, 2009), dan Suswati dkk. (2001).

Penggolongan mekanisme pengendapan material vulkanik menjadi lava


dan piroklastik aliran mengacu kepada klasifikasi oleh McPhie dkk. (1993
dalam Yuwono, 2004). Mekanisme aliran lava dicirikan oleh kenampakan
lava dengan struktur kekar berlembar dan/atau pengamatan mikroskopis yang
menunjukkan struktur aliran. Piroklastik aliran dicirikan oleh breksi piroklastik
aliran dengan fragmen monolitik berbentuk sangat menyudut hingga menyudut
tanggung, terpilah buruk sampai sedang, masif, kemas terbuka, dan tertanam
dalam massa dasar tuf.

Penamaan megaskopis batuan beku ditentukan berdasarkan klasifikasi


batuan beku secara megaskopis menurut IUGS (International Union of
Geological Science, 1973 dalam Sumintadireja, 2005) dan penamaan batuan
piroklastik berdasarkan klasifikasi batuan piroklastik secara megaskopis oleh
Schmidt (1981 dalam Sumintadireja, 2005). Penamaan batuan beku secara
mikroskopis ditentukan berdasarkan klasifikasi batuan beku mikroskopis oleh
Williams dkk. (1953).
19
Penamaan pusat erupsi sebagai sumber material vulkanik ditentukan
berdasarkan penamaan secara geografis dan disusun secara relatif dari yang
berumur tua ke muda. Di daerah penelitian, pusat erupsi adalah Gunung Rajabasa
dan Gunung Botak. Umur absolut dari setiap satuan batuan belum dapat
ditentukan karena pada daerah penelitian tidak didapatkan data umur dengan
metode pentarikhan umur. Metode yang digunakan untuk menentukan umur
setiap batuan adalah umur relatif berdasarkan tingkat erosi, ketinggian topografi,
pelamparan produk, dan penyetaraan dengan Peta Geologi Kompleks Gunung
Rajabasa oleh Suswati dkk. (2001).

Dalam Peta Geologi Lembar Tanjung Karang, Sumatera (Mangga dkk.,


1993), daerah penelitian termasuk ke dalam Endapan Gunung Api Muda
Rajabasa (Qhv(rb)). Satuan ini terdiri dari lava andesit hingga basalt, breksi, dan
tuf yang berumur Kuarter (Mangga dkk., 1993).

Berdasarkan hasil pemetaan lapangan yang lebih rinci dan analisis sayatan
batuan, daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat satuan batuan. Satuan ini
dari tua ke muda yaitu Satuan Piroklastik Aliran Cugung, Satuan Lava Andesit
Piroksen Waymuli, Satuan Lava Andesit Gunung Botak, dan Satuan Aluvial
Pantai. Tabel III.1 menunjukkan kesebandingan stratigrafi daerah penelitian
dengan para peneliti terdahulu.

III.2.1 Satuan Piroklastik Aliran Cugung

Satuan ini menempati bagian utara yang mencakup 35% daerah penelitian
(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini berupa breksi piroklastik yang
singkapannya berwarna coklat keabuan, lapuk, besar butir 2-40 cm, menyudut
tanggung, pemilahan sedang, kemas terbuka, terdiri dari fragmen andesit (lapuk,
coklat keabuan, masif, terdiri dari mineral plagioklas dan mineral opak)
yang tertanam dalam massa dasar tuf (Gambar III.8).
Sayatan mikroskopis fragmen andesit dalam satuan ini menunjukkan
tekstur hipokristalin porfiritik. Mineral yang teramati pada sayatan satuan ini
terdiri dari fenokris berupa plagioklas berkomposisi andesin, hornblenda,

20
gelas, dan mineral opak yang tertanam dalam massa dasar yang berupa
plagioklas berukuran mikrolit (Lampiran D).

21
22
Satuan ini tersingkap dengan baik di Waylubuk, Waykunjir, dan
Wayjuwet. Umur absolut satuan ini tidak ditentukan. Satuan ini dapat disetarakan
dengan Satuan
Aliran Piroklastik 2 Balerang (Ba.2) yang berumur Pleistosen (Suswati dkk.,
2001).

(a) (b)

Gambar III.8 (a) Foto singkapan breksi piroklastik dari Satuan


Piroklastik Aliran Cugung di Wayjuwet (lokasi WJ 4-23 di Wayjuwet),
(b) Foto singkapan breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik Aliran
Cugung di Waylubuk (lokasi WL 4-21 di Waylubuk).

III.2.2 Satuan Lava Andesit Piroksen Waymuli

Satuan ini menempati bagian tengah yang mencakup 40% daerah penelitian
(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini berupa lava andesit berwarna abu-
abu, agak lapuk, masif, porfiritik dengan mineral piroksen dan plagioklas
(Gambar III.9). Selain itu juga terdapat kekar berlembar dengan litologi
andesit yang memiliki kedudukan N330E/32NE.

(a) (b)

Gambar III.9 (a) Foto singkapan andesit piroksen dari Satuan Lava Andesit Piroksen Waymuli
di Waylubuk, (b) Foto singkapan kekar berlembar di Waylubuk (lokasi WK 3-10 dan WK 3-9 di
Waykunjir).

22
Sayatan mikroskopis satuan ini menunjukkan tekstur holokristalin
porfiritik. Mineral yang teramati pada sayatan satuan ini terdiri dari fenokris
berupa piroksen plagioklas berkomposisi andesin, hornblenda, dan mineral opak
yang tertanam dalam massa dasar yang berupa plagioklas dan piroksen berukuran
mikrolit. Massa dasar pada sayatan ini menunjukkan struktur aliran yang
merupakan karakteristik lava (Lampiran D).
Satuan ini tersingkap dengan baik di Waymuli dan Waykunjir. Umur
absolut satuan ini tidak ditentukan. Satuan ini dapat disetarakan dengan Satuan
Lava 7 Balerang (Bl.7) yang berumur Pleistosen (Suswati dkk., 2001).

III.2.3 Satuan Lava Andesit Gunung Botak

Satuan ini menempati bagian selatan yang mencakup 5% daerah penelitian


(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini berupa lava andesit berwarna
coklat, agak lapuk, porfiritik dengan mineral plagioklas dan hornblenda (Gambar
III.10).

Sayatan mikroskopis satuan ini menunjukkan tekstur holokristalin


porfiritik. Mineral yang teramati pada sayatan satuan ini terdiri dari fenokris
berupa plagioklas berkomposisi andesin, hornblenda, dan mineral opak yang
tertanam dalam massa dasar yang berupa plagioklas berukuran kriptolit.
Massa dasar pada sayatan ini menunjukkan struktur aliran yang merupakan
karakteristik lava (Lampiran D).

(a) (b)

Gambar III.10 (a) dan (b) Foto singkapan andesit dari Satuan Lava Andesit
Gunung Botak di Gunung Botak (lokasi GB 5-27 di Gunung Botak).

23
Satuan ini tersingkap dengan baik di Gunung Botak. Umur absolut
satuan ini tidak ditentukan. Satuan ini berasal dari suatu sistem tersendiri yaitu
sistem Gunung Botak dan dapat disetarakan dengan Satuan Lava 12 Balerang
(Bl.12) yang berumur Pleistosen (Suswati dkk., 2001). Satuan Lava Andesit
Gunung Botak merupakan suatu kubah lava. Hal ini dapat dikenali dari bentuk
Gunung Botak yang berupa kubah dengan puncak cembung, membulat, tanpa
keberadaan depresi dari morfologi kepundan, dan mempunyai kenampakan halus
serta rata. Produk Gunung Botak ini juga hanya ditemukan di sekitar Gunung
Botak saja.

24
III.2.4 Satuan Aluvial Pantai

Satuan ini menempati bagian selatan yang mencakup 20% daerah


penelitian (Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini terdiri dari bongkah-
bongkah andesit berwarna abu kecoklatan, membulat-menyudut tanggung,
berukuran 15-100 cm, dan agak lapuk (Gambar III.11).
Satuan ini tersingkap sangat baik di Pantai Wartawan (sekitar Gunung
Botak). Umur satuan ini adalah Holosen hingga Resen.

(a) (b)

Gambar III.11 (a) dan (b) Foto Satuan Aluvial Pantai di Pantai Wartawan
(sekitar Gunung Botak) (lokasi AP 1-3 di Gunung Botak).

III.3 STRUKTUR GEOLOGI

III.3.1 Analisis Kelurusan Citra SRTM dan Peta Topografi

Pola kelurusan di daerah penelitian memiliki arah baratlaut-tenggara


(N325E) seperti yang ditunjukkan pada Gambar III.6. Dominasi arah ini
didapatkan dari pengeplotan arah kelurusan-kelurusan dari citra SRTM dan peta
topografi pada diagram roset (Gambar III.7). Secara regional, arah sesar-sesar di
kompleks Gunung Rajabasa juga berarah baratlaut-tenggara (Suswati dkk., 2001).
Sesar-sesar regional berarah baratlaut-tenggara ini mengontrol sistem panas
bumi di Gunung Rajabasa bagian utara dan tenggara (Nazarwin, 1994). Di
daerah penelitian, pola kelurusan yang berarah baratlaut-tenggara mengikuti
kelurusan dari sesar di Gunung Botak.

25
III.3.2 Analisis Sesar

Struktur geologi di daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan


kelurusan dari citra SRTM dan peta topografi serta pengamatan langsung
di lapangan. Pola kelurusan di daerah penelitian menunjukkan arah pola struktur
yang berkembang. Berdasarkan hasil pengamatan, struktur geologi di daerah
penelitian terdiri dari struktur primer yang berupa kekar berlembar dan struktur
sekunder yang berupa sesar.

Struktur kekar berlembar dapat diamati dengan jelas pada singkapan lava
andesit piroksen di Waylubuk serta singkapan lava andesit di Gunung
Botak. Struktur sesar yang teramati di lapangan berupa gejala breksiasi (Gambar
III.12 (a)) dan kenampakan shear fractures (Gambar III.12 (b)) yang tampak di
sebelah barat Gunung Botak. Analisis kinematika dilakukan untuk mengetahui
jenis pergerakan sesar. Penentuan nama sesar dilakukan berdasarkan klasifikasi
ganda oleh Richard (1973 dalam Sapiie dan Harsolumakso, 2009). Penamaan
struktur ditetapkan dari nama daerah yang menunjukkan bukti-bukti keberadaan
sesar tersebut.

(a) (b)

Gambar III.12 (a) Zona breksiasi di sekitar Gunung Botak, (b) Shear fractures di sekitar Gunung
Botak (lokasi GB 5-25 dan GB 5-27 di Gunung Botak).

Sesar yang ditemukan di daerah penelitian adalah Sesar Gunung


Botak. Bukti pertama keberadaan sesar ini adalah munculnya geiser Gunung
Botak di sebelah barat Gunung Botak (tepatnya di Pantai Wartawan, Teluk
Lampung). Bukti selanjutnya adalah keberadaan zona breksiasi serta shear

26
fractures (Gambar III.12). Data arah zona breksiasi dan kedudukan shear
fractures terdapat pada Lampiran E.
Berdasarkan analisis kinematika sesar, sesar di daerah penelitian
merupakan sesar menganan turun (Gambar III.13) dan dinamakan Sesar
Menganan Turun Gunung Botak. Sesar ini berumur relatif muda, yaitu
Pleistosen. Hal ini dibuktikan di lapangan, bahwa batuan lava andesit di Gunung
Botak terpotong oleh sesar ini, sehingga terkekarkan sangat kuat. Sesar ini juga
mengakibatkan munculnya geiser di Gunung Botak.

27
BAB IV
MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

IV.1 TINJAUAN UMUM

Manifestasi panas bumi adalah keluaran fluida panas bumi dari reservoar ke
permukaan melalui rekahan atau melalui suatu unit batuan yang permeabel
(Wohletz dan Heiken, 1992). Kemunculan manifestasi ini tergantung dari kondisi
reservoar termasuk fluida panas bumi dan proses-proses yang terjadi pada fluida
panas bumi tersebut. Manifestasi permukaan dari suatu sistem panas bumi di
daerah gunung api merupakan fitur penting yang dapat diteliti pertama kali pada
tahap penyelidikan pendahuluan dan penyelidikan lanjutan dalam tahapan
kegiatan pengusahaan panas bumi. Pada tahap ini, sistem panas bumi di suatu
daerah dikaji secara hidrogeokimia dengan cara pengambilan sampel air dan gas
untuk memperkirakan temperatur dan komposisi fluida reservoar (Wohletz dan
Heiken, 1992).

Manifestasi panas bumi di permukaan dapat dibagi menjadi


manifestasi aktif (keluaran fluida) dan manifestasi fosil (alterasi batuan).
Contoh manifestasi aktif adalah mata air panas, fumarola, kolam lumpur, tanah
beruap, geiser, dan lain- lain. Contoh manifestasi fosil adalah alterasi batuan. Di
daerah penelitian, sampel air dan gas diambil dari manifestasi panas bumi aktif.
Sampel air dianalisis untuk mengetahui kandungan unsur, senyawa, dan isotop
stabilnya, sedangkan sampel gas dianalisis untuk mengetahui kandungan gas
yang dikeluarkan oleh manifestasi tersebut. Data hasil analisis ini digunakan
untuk mengetahui asal fluida panas bumi, karakteristik fluida panas bumi di
reservoar, dan proses pada fluida panas bumi di bawah permukaan.

IV.2 STUDI KHUSUS


IV.2.1 Lokasi
Studi khusus dilakukan pada setiap manifestasi panas bumi yang ditemukan di
kaki Gunung Rajabasa, terutama di kaki gunung bagian selatan dan utara.
Lokasi studi khusus di bagian utara Gunung Rajabasa termasuk ke dalam
Desa Sumur Kumbang dan Desa Kecapi, Kecamatan Kalianda, sedangkan lokasi

28
studi khusus di bagian selatan Gunung Rajabasa termasuk ke dalam Desa
Waymuli, Kecamatan
Kalianda dan Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten
Lampung Selatan.
55000 LS

1053600 BT

Gambar IV.1 Lokasi manifestasi di Gunung Rajabasa.

IV.2.2 Manifestasi Panas Bumi

Di Gunung Rajabasa, lima manifestasi panas bumi ditemukan di kaki


gunung bagian utara dan selatan (Gambar IV.1). Kelima manifestasi ini berupa
mata air hangat, mata air panas, geiser, kolam lumpur, dan fumarola (Gambar
IV.2). Pada setiap manifestasi dilakukan pengamatan manifestasi (penentuan
lokasi dan kenampakan manifestasi), pengukuran karakteristik manifestasi

29
(temperatur, pH, dan debit), dan pengambilan sampel fluida (air dan gas) yang
hasilnya terangkum pada Tabel IV.1.

Gambar IV.2 Manifestasi panas bumi di Gunung Rajabasa, (a) Mata air hangat Rajabasa (AP-
1.1), (b) Mata air hangat Sumur Kumbang (AP-1.2), (c) Mata air hangat Kecapi (AP-2.4), (d)
Kolam lumpur dan fumarola Kunjir (AP-2.5), (e) Geiser Gunung Botak (AP-1.3) saat geiser
muncul, (f) Geiser Gunung Botak (AP-1.3) saat geiser tidak muncul.

30
31
IV.2.3 Tata Cara Pengambilan Sampel Air, Isotop dan Gas

Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan prosedur yang disebutkan di


dalam Nicholson (1993).

IV.2.3.1 Pengambilan Sampel Air

Peralatan yang dibutuhkan adalah gelas ukur, kertas saring 40 m,


corong, larutan HNO3 5 N, pipet tetes, kertas lakmus, botol plastik (untuk
setiap manifestasi dibutuhkan dua botol), dan cool box. Sampel air
diambil sebanyak 500 mL (untuk dua botol dan setiap botol 250 mL) di
lokasi manifestasi dengan temperatur tertinggi dan keluaran langsung. Air
dimasukkan ke dalam botol plastik dengan disaring. Sampel air di botol
plastik pertama langsung ditutup, sedangkan botol kedua diasamkan
dengan cara diberi larutan HNO3 5 N hingga pH larutan di bawah 2.
Langkah selanjutnya adalah memberi keterangan di setiap botol yang
meliputi kode sampel, temperatur, pH, diasamkan atau tidak, dan jenis
sampel (air, isotop atau gas). Sampel air ini kemudian disimpan di dalam
cool box.

IV.2.3.2 Pengambilan Sampel Isotop

Peralatan yang dibutuhkan hampir sama dengan peralatan untuk


29

mengambil sampel air, tetapi botol yang digunakan adalah botol kaca.
Peralatan tambahan yang diperlukan adalah kertas dan selotip. Sampel air
diambil sebanyak 100 mL (untuk satu botol) di lokasi manifestasi
dengan temperatur tertinggi menggunakan gelas ukur dan disaring
dengan kertas saring seperti pengambilan sampel air di atas. Botol langsung
ditutup dan dilapisi seluruh bagiannya dengan kertas dan selotip untuk
menghindari kontaminasi cahaya. Langkah selanjutnya adalah memberi
keterangan di setiap botol yang meliputi kode sampel, temperatur, pH, dan
jenis sampel (air, isotop atau gas). Sampel isotop ini kemudian disimpan di
dalam cool box.

31
IV.2.3.3 Pengambilan Sampel Gas

Peralatan yang dibutuhkan adalah tabung Giggenbach, larutan NaOH


5 N, corong, selang silikon, tabung pipa, dan busa. Tabung Giggenbach
diisi dengan larutan NaOH 5 N yang kemudian divakum pada tekanan -5
bar. Untuk mengambil gas dari manifestasi, peralatan yang digunakan
adalah rangkaian corong, selang silikon, dan tabung Giggenbach yang
saling dihubungkan. Corong diletakkan di atas manifestasi dan perlu
ditunggu cukup lama agar gas terkumpul dan mengalir melalui selang. Saat
gas sudah mengalir di selang, katup tabung Giggenbach dibuka sedikit demi
sedikit agar gas masuk ke dalam tabung Giggenbach. Selama proses
pemasukan gas, tabung Giggenbach digoyang pelan agar gas yang masuk
larut ke dalam larutan NaOH. Setelah 15 hingga 20 menit, katup tabung
Giggenbach ditutup lalu selang dilepaskan dari tabung Giggenbach. Untuk
penyimpanan, tabung Giggenbach dimasukkan ke dalam tabung pipa yang
sudah dilapisi busa di bagian dalamnya. Langkah selanjutnya adalah
memberi keterangan di setiap tabung Giggenbach dan tabung pipa yang
meliputi kode sampel, temperatur, dan jenis sampel (air, isotop atau gas).

IV.2.4 Hasil Analisis Sampel

Sampel air dan gas yang diambil dari manifestasi panas bumi Gunung
Rajabasa dianalisis kimia air, isotop stabil, dan kimia gas di laboratorium. Hasil
analisis ini ditampilkan pada Tabel IV.3 hingga IV.5.

32
Tabel IV.3 Hasil analisis kimia air.
Manifestasi AP-1.1 AP-1.2 AP-2.4 AP-1.3 AP-2.5
Rajabasa Sumur Kecapi Gunung Kunjir
Kumbang Botak
Lokasi Utara Utara Utara Selatan Selatan
Gunung Gunung Gunung Gunung Gunung
Rajabasa Rajabasa Rajabasa Rajabasa Rajabasa
SiO2 (mg/kg) 102,50 89,28 104,43 123,93 360,21
2+
Ca (mg/kg) 24,73 121,60 97,00 401,70 141,20
2+
Mg (mg/kg) 4,86 20,10 13,70 267,00 54,30
+
Na (mg/kg) 14,85 32,08 63,00 4948,00 95,40
+
K (mg/kg) 15,15 18,6 23,93 402,43 18,91
Li+ (mg/kg) 0,00 0,00 0,00 2,24 0,30
NH3 (mg/kg) 13,33 14,17 13,13 12,00 66,67
-
Cl (mg/kg) 50,10 64,52 82,67 7986,58 223,70
2-
SO4 (mg/kg) 88,51 389,66 365,52 795,06 2643,68
-
HCO3 (mg/kg) 13,82 26,57 0,00 66,96 0,00
CO2 (mg/kg) - - 139,67 - 2514,07
B (mg/kg) 1,07 1,29 0,69 7,34 3,86
pH Lab 4,66 4,81 2,91 6,59 2,35
Kesetimbangan Kation (meq) 2,67 9,59 9,32 267,85 9,95
Kesetimbangan Anion (meq) 3,44 10,30 9,95 242,76 61,39
Kesetimbangan Ion (%) 12,71 3,54 3,26 4,91 67,63

31
Tabel IV.4 Hasil analisis isotop stabil.
Manifestasi Lokasi 18
D O
AP-1.1 Rajabasa Utara Gunung Rajabasa -42,8 ( 1,7 -6,77 ( 0,23
AP-1.2 Sumur Kumbang Utara Gunung Rajabasa -45,0 0,9 -7,41 0,17
AP-2.4 Kecapi Utara Gunung Rajabasa -42,8 ) 0,4 -6,88 ) 0,22
AP-1.3 Gunung Botak Selatan Gunung Rajabasa -27,6 0,6 -4,66 0,31
AP-2.5 Kunjir Selatan Gunung Rajabasa -5,7 0,7 -0,79 0,09

Tabel IV.5 Hasil analisis kimia gas.


Manifestasi Lokasi Gas Unit
(% mol)
He 0,000
H2 0,014
O2 + Ar 3,257
N2 2,654
Selatan CH4 0,100
SG 01 Kunjir Gunung CO 0,000
Rajabasa CO2 7,815
SO2 0,000
H2S 0,172
HCl 0,000
H2O 85,988

IV.2.4 Analisis Geokimia

IV.2.4.1 Tipe Air


Fluida panas bumi dibedakan berdasarkan kandungan anion utamanya yaitu
kandungan ketiga anion tersebut, manifestasi panas bumi Gunung
Rajabasa menunjukkan tiga tipe air (Gambar IV.3).
Tipe yang pertama adalah tipe air klorida yang ditunjukkan oleh fluida dari
manifestasi geiser di Gunung Botak. Tipe air ini menunjukkan air reservoar yang
dicirikan oleh pH mendekati netral (6,59), jernih, dan keterdapatan endapan sinter
silika di dekat manifestasi.
Tipe air panas yang kedua adalah tipe air sulfat yang ditunjukkan oleh fluida dari
manifestasi kolam lumpur Kunjir. Tipe air ini terbentuk akibat kondensasi gas
H2S (uap air dan volatil lainnya) ke dalam air tanah dekat permukaan (steam
heatewater). Pada sistem panas bumi bertopografi tinggi, air sulfat merupakan
upflow dari reservoar. Tipe air ini memiliki pH asam (2,35).

32
Tipe air yang ketiga adalah tipe klorida-sulfat ber-pH asam yang
ditunjukkan oleh manifestasi mata air hangat Rajabasa dan Sumur Kumbang serta
mata air panas Kecapi. Tipe air seperti ini dapat terbentuk akibat pencampuran air
reservoar dengan air kondensat atau pencampuran air meteorik dengan air
magmatik. Untuk itu, data isotop dan geoindikator digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya proses pencampuran ini.

31
Keterangan:

Rajabasa

Sumur Kumbang

Kecapi

Gunung Botak

Kunjir

Gambar IV.3 Tipe air pada manifestasi panas bumi Gunung Rajabasa
berdasarkan diagram Cl-SO4-HCO3.

IV.2.4.2 Geoindikator

Klorida (Cl-), litium (Li +), dan boron (B) merupakan unsur konservatif di
dalam sistem panas bumi dan termasuk unsur terlarut yang dapat digunakan
untuk mengetahui asal fluida panas bumi. Berdasarkan hasil pengeplotan
kandungan ketiga unsur tersebut pada diagram segitiga Cl-Li-B, sistem panas
bumi Gunung Rajabasa terdiri dari tiga reservoar.

Reservoar pertama terletak di kaki utara Gunung Rajabasa yaitu yang


mengeluarkan mata air hangat Rajabasa dan Sumur Kumbang serta mata air
panas Kecapi. Reservoar ini menunjukkan nilai B/Cl antara 0,02-0,07. Proses
yang terjadi pada fluida di reservoar ini adalah proses interaksi dengan batuan
sekitar yang dicirikan oleh kandungan Li dan B yang hampir sama (Gambar
IV.4). Nilai rasio yang rendah mencirikan bahwa manifestasi yang keluar
merupakan upflow dari reservoar. Hal ini dibuktikan oleh nilai rasio Na/K
kurang dari 15, Na/Ca antara 0.5-1, Cl/SO4 antara 0,45-1,53, dan HCO3/SO4
antara 0,00-0,25 (Tabel IV.6).

32
Keterangan:

Rajabasa

Sumur Kumbang

Kecapi

Gunung Botak

Kunjir

Gambar IV.4 Diagram Cl-Li-B yang menunjukkan tiga reservoar pada Sistem Panas Bumi
Gunung Rajabasa.
Reservoar kedua terletak di Gunung Botak yaitu di kaki selatan Gunung
Rajabasa dan mengeluarkan manifestasi geiser Gunung Botak. Reservoar ini
menunjukkan nilai Cl yang lebih tinggi dibandingkan dengan manifestasi lain
dan memiliki nilai rasio B/Cl sekitar 0,01 (Gambar IV.4). Lokasi geiser Gunung
Botak yang berada di pantai mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
fluida di manifestasi ini sudah bercampur dengan air laut. Pada kimia air, hal ini
diindikasikan oleh konsentrasi unsur terlarut yang lebih tinggi dibandingkan
konsentrasi unsur terlarut air panas lainnya. Manifestasi dari reservoar kedua
ini merupakan upflow dari reservoar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rasio
Na/Ca, Na/K, Cl/SO4, dan HCO3/SO4 yang rendah (Tabel IV.6).

Reservoar ketiga adalah reservoar Kunjir yang mengeluarkan manifestasi


kolam lumpur dan fumarola Kunjir. Tipe air di manifestasi ini adalah air sulfat
yang merupakan steam heated water. Proses pemanasan oleh uap (kondensasi)
ini dapat ditunjukkan oleh nilai SO4, NH3, dan B yang tinggi (Nicholson, 1993).
Tipe air ini sudah mengalami proses interaksi dengan batuan sekitar sehingga
nilai B dan Li meningkat dengan rasio B/Cl sekitar 0,057 (Gambar IV.4). Pada
sistem panas bumi bertopografi tinggi seperti di Gunung Rajabasa, air sulfat
merupakan upflow dari reservoar.

34
Tabel IV.6 Nilai rasio unsur-unsur yang menunujukkan aliran upflow di setiap
manifestasi panas bumi Gunung Rajabasa.

Sumur Gunung
Lokasi Rajabasa Kumbang Kecapi Botak Kunjir

Kode Lokasi AP 1-1 AP 1-2 AP 2-4 AP 1-3 AP 2-5


Na (mg/kg) 14,85 32,08 63 4948 95,4
K (mg/kg) 15,15 18,6 23,93 402,43 18,91
Ca (mg/kg) 24,73 121,6 97 401,7 141,2
Cl (mg/kg) 50,1 64,52 82,67 7986,58 223,7
SO4 (mg/kg) 88,51 389,66 365,52 795,06 2643,68
HCO3 (mg/kg) 13,82 26,57 0,00 66,96 0,00
Na/K 1,67 2,93 4,48 20,91 8,58
Na/Ca 1,05 0,46 1,13 21,47 1,18
Cl/SO4 1,53 0,45 0,61 27,22 0,23
HCO3/SO4 0,25 0,11 0,00 0,13 0,00

IV.2.4.3 Isotop Stabil

Analisis isotop yang digunakan adalah isotop deuterium (D atau 2H) dan
oksigen-18 (18O). Isotop stabil ini diaplikasikan untuk mengetahui proses dan
asal fluida panas bumi (Nicholson, 1993). Menurut Craig (1963 dalam
Nicholson, 1993), kandungan D di fluida panas bumi memiliki nilai yang
hampir sama dengan air meteoriknya sementara nilai 18O di fluida panas bumi
lebih positif daripada air meteorik. Hal ini menunjukkan, bahwa fluida panas
bumi berasal dari air meteorik (Craig dkk., 1956 dan Craig, 1963 dalam
Nicholson, 1993).

Hasil analisis isotop stabil yang digambarkan pada Gambar IV.5


memperkuat pernyataan mengenai keberadaan tiga reservoar di sistem panas
bumi Gunung Rajabasa. Ketiga reservoar tersebut adalah reservoar 1 yang
mengeluarkan mata air hangat Rajabasa dan Sumur Kumbang, serta mata
air panas Kecapi, reservoar 2 yang mengeluarkan geiser Gunung Botak, dan
reservoar 3 yang mengeluarkan kolam lumpur dan fumarola Kunjir.

Berdasarkan pengeplotan kandungan D dan 18O setiap manifestasi, fluida


panas bumi di Gunung Rajabasa memiliki kandungan D dan 18O yang
35
tidak berbeda jauh dengan air meteorik (Gambar IV.5). Sedikit pergeseran nilai
18O menunjukkan bahwa fluida panas bumi telah mengalami interaksi dengan
batuan sekitar. Hasil pengeplotan kandungan D dan 18O pada Gambar IV.5
menunjukkan keterdapatan tiga kelompok reservoar yang berbeda.

Gambar IV.5 Data isotop stabil manifestasi Gunung


Rajabasa.

Kelompok yang pertama terdiri dari mata air hangat Rajabasa dan Sumur
Kumbang serta mata air panas Kecapi. Kelompok ini memiliki nilai D
antara - 44,60 hingga -41,50 dan 18O antara -7,28 hingga -6,59
(Gambar IV.5). Proses interaksi antara fluida dengan batuan sekitar menyebabkan
terjadinya penambahan nilai 18O relatif terhadap air meteorik. Reaksi antara
batuan dengan fluida di kedalaman menyebabkan pertukaran oksigen dengan
isotop yang lebih berat akan terkonsentrasi dalam fase larutan (Nicholson, 1993).

36
Kelompok kedua ditunjukkan oleh geiser Gunung Botak. Nilai D dan
18O di geiser Gunung Botak adalah -27,60 dan -4,66 (Tabel IV.3). Air
panas ini, dari kimia air, merupakan pencampuran antara air klorida dengan air
laut tetapi data isotop stabilnya tidak menunjukkan keterdapatan pencampuran
dengan air laut tersebut.

Kelompok ketiga ditunjukkan oleh kolam lumpur Kunjir yang mempunyai


nilai D -5,70 dan 18O -0,79. Air ini mempunyai kandungan isotop
paling berat di antara manifestasi yang lain. Peningkatan nilai 18O dan D
menunjukkan adanya proses steam heating atau surface evaporation.

IV.2.4.4 Sumber Gas


Gas pada fluida panas bumi berasal dari fluida magmatik (magmatic
origin), misalnya H2S dan SO2, air meteorik (meteoric origin), misalnya He dan
Ar, serta batuan, misalnya CO2 pada batuan karbonat. Pengeplotan kandungan
relatif N2-He- Ar dilakukan untuk menentukan asal gas pada fluida panas bumi.

Kandungan gas H2S dan CO2 menunjukkan sumber magmatik tetapi gas
yang diambil dari Kunjir menunjukkan nilai H2S dan CO2 yang rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa gas di Gunung Rajabasa tidak berasal dari sumber
magmatik. Berdasarkan kandungan relatif He, N2, dan Ar (Gambar IV.6), gas
yang diambil dari fumarola Kunjir berasal dari meteorik (meteoric origin).

37
IV.2.4.5 Temperatur Reservoar

Geotermometer merupakan suatu perhitungan untuk memperkirakan


temperatur reservoar pada suatu sistem panas bumi. Geotermometer unsur
terlarut digunakan berdasarkan variasi kandungan beberapa unsur dalam fluida
panas bumi yang hadir sebagai fungsi dari temperatur, misalnya SiO2, rasio
Na/K, dan lain-lain. Selain unsur terlarut, temperatur reservoar juga dapat
diperkirakan berdasarkan kandungan gas dan isotop stabil D dan 18O.
Berdasarkan kandungan fluida panas bumi, tiga reservoar diindentifikasi
terbentuk pada sistem panas bumi Gunung Rajabasa.
Reservoar 1 (Rajabasa, Sumur Kumbang, dan Kecapi) mempunyai
temperatur yang diperkirakan berdasarkan keberadaan endapan sinter silika di
sekitar mata air hangat Sumur Kumbang, yaitu sekitar 260C. Geotermometer
unsur terlarut tidak bisa digunakan karena air di reservoar 1 merupakan immature
water.

38
Perkiraan temperatur reservoar 2 (Gunung Botak) dilakukan dengan
menggunakan dua metode. Metode yang pertama adalah geotermometer
unsur terlarut Na-K-Mg karena geiser Gunung Botak merupakan air klorida yang
termasuk partial mature. Berdasarkan hasil pengeplotan nilai Na, K, dan
Mg dari geiser Gunung Botak, temperatur reservoar yang didapatkan adalah
220C (Gambar IV.7).
Metode yang kedua adalah keberadaan endapan sinter silika yang
menunjukkan temperatur di bawah permukaan sekitar 260C berdasarkan
solubilitas silika (Nicholson, 1993). Berdasarkan kedua metode di atas,
temperatur di reservoar ini diperkirakan antara 220C hingga 260C.
Karena kolam lumpur Kunjir merupakan air sulfat, maka temperatur
reservoar 3 diperkirakan dengan menggunakan geotermometer gas CO2, karena
CO2 adalah gas yang paling dominan pada sistem panas bumi Gunung Rajabasa.
Geotermometer CO2 tidak dipengaruhi oleh proses kondensasi sehingga dapat
digunakan pada manifestasi fumarola dengan temperatur di atas 100C, dan
hanya dapat digunakan pada sistem panas bumi lingkungan vulkanik, seperti
di sistem panas bumi Gunung Rajabasa (Arnorsson dkk., 1983 dalam Nicholson,
1993). Dengan trial dan error, nilai temperatur reservoar 3 adalah 260C.
Perkiraan temperatur di ketiga reservoar pada sistem panas bumi Gunung
Rajabasa dirangkum dalam Tabel IV.7.

IV.2.4.6 Kedalaman Reservoar

Kedalaman setiap reservoar dilakukan dengan menggunakan dua metode.


Metode pertama menggunakan data statistik pengukuran temperatur
reservoar di beberapa lokasi pemboran lapangan panas bumi di Indonesia yang
dikemukakan oleh Hochstein dan Sudarman (2008, Gambar IV.7). Metode kedua
menggunakan data gradien panas bumi di lokasi panas bumi Gunung
Rajabasa yaitu sebesar 1,73-2,85C/10 m (Pusat Survei Geologi, 1992 dalam
Pusat Survei Geologi, 2009). Kedalaman setiap reservoar pada sistem panas bumi
Gunung Rajabasa ditampilkan pada Tabel IV.7.

39
Tabel IV.7 Perkiraan temperatur dan kedalaman reservoar di reservoar 1
(Rajabasa, Sumur Kumbang, dan Kecapi), reservoar 2 (Gunung Botak), dan
reservoar 3 (Kunjir).
Reser Lokasi Temperatur Kedalaman
voar Reservoar
Metode T (C) Metode h
(m)
1 Rajabasa, Keberadaan 260 Data statistik Hochstein dan 1400
Sumur endapan sinter Sudarman (2008)
Kumbang, silika Gradien panas bumi 1000-
Kecapi 1500
2 Gunung Geotermometer 220-260 Data statistik Hochstein dan 1400
Botak Na-K-Mg Sudarman (2008)
Keberadaan Gradien panas bumi 1000-
endapan sinter 1500
silika
3 Kunjir Geotermometer 260 Data statistik Hochstein dan 1400
CO2 Sudarman (2008)
Gradien panas bumi 1000-
1500

40
IV.2.4 Analisis Geofisika
IV.2.4.1 Metode Magnetik
Anomali medan magnet dihasilkan oleh benda-benda yang mengandung
magnet yang telah diinduksi oleh medan magnet Bumi, sehingga benda tersebut
memiliki medan magnet tersendiri dan mempengaruhi besarnya pengukuran
medan magnet total. Benda yang memiliki anomali biasanya berasal dari batuan
yang memiliki kerentanan yang cukup besar. Dalam survei magnetik, medan
magnet yang diukur adalah medan magnet total yang terdiri dari medan magnet
utama Bumi, medan magnet eksternal dan anomali medan magnet (Telford et al.,
1990).
Pada tahap ini, interpretasi data magnetik melalui beberapa proses yang
meliputi: Koreksi IGRF, Pada tahap ini, koreksi IGRF untuk mendapatkan nilai
medan magnet Anomali total dari data magnetik. Koreksi ini dilakukan secara
terpisah dari dua data magnetik karena adanya perbedaan perolehan IGRF 1990
untuk data tahun 1991 dan IGRF 2010 untuk data tahun 2011, sehingga data akan
digabungkan. Koreksi diurnal tidak dilakukan karena data yang digunakan telah
diurnal dikoreksi. Pengurangan ke proses kutub dilakukan dengan cara
mengurangi data magnetik ke kutub dengan sudut kemiringan 90 dan deklinasi 0
. Hal ini dilakukan untuk menyebabkan anomali target di bawah permukaan.
Pemisahan anomali lokal dan regional dilakukan untuk mendapatkan
anomali lokal yang tidak dipengaruhi oleh anomali regional dengan metode filter
Butterworth. Filter ini sebaiknya digunakan dalam penelitian ini daripada filter
pass band-pass atau high-low pass untuk mengatasi efek dering (Pawlowski dan
Hansen, 1990 pada Ibrahim et al, 2012). Proses kelanjutan ke atas dilakukan untuk
mengurangi efek noise sehingga tampilan anomali lebih jelas dan mudah untuk
ditafsirkan.
Analisis magnetik dalam dua dimensi (2D) dilakukan untuk mendapatkan
ide respon magnetik permukaan yang terlihat. Total anomali magnetik di daerah
studi menunjukkan nilai anomali yang tinggi dengan nilai tertinggi sekitar 715 nT,
sedangkan daerah biru menunjukkan nilai anomali yang lebih rendah dengan nilai
terendah sekitar -868 nT. Fokus dalam pencarian lokasi reservoir panas bumi
adalah daerah anomali yang rendah. Anomali nilai rendah diperkirakan

41
disebabkan oleh proses demagnetisasi yang terjadi pada batuan yang mengandung
uap dan air panas. Meski tidak semua anomali rendah diakibatkan oleh prosesnya.
Oleh karena itu, perlu diperjelas indikasi pengolahan lebih lanjut adanya reservoir
panas bumi di Gunung Rajabasa.
Secara total anomali magnetik di daerah penelitian dipengaruhi efek
regional, sehingga fokus pada reservoir panas bumi perlu dilakukan dengan
memisahkan anomali regional. Dalam penelitian ini, anomali regional diperoleh
dengan menerapkan kelanjutan ke atas anomali magnetik secara keseluruhan.
Kelanjutan lanjutan dari proses ini akan menghilangkan efek lokal yang tersisa
adalah pengaruh regional. Proses kelanjutan ke atas dilakukan sampai bentuk
anomali regional yang cenderung stabil dan belum banyak berubah. Proses
kelanjutannya beberapa kali sampai ketinggian 4000 meter.
Anomali magnetik regional di daerah studi digunakan untuk mendapatkan
anomali residual. Dengan melakukan grid matematik pada anomali magnetik total,
mengurangi anomali magnetik regional dari anomali magnetik residu yang ada di
daerah penelitian. Anomali magnetik sisa di daerah penelitian menunjukkan
anomali rendah di tengah daerah studi yang diperkirakan sebagai respon daerah
reservoir panas bumi.
Respon magnetik memiliki dua kutub yang disebut dipol dan dipengaruhi
oleh sudut kemiringan dan deklinasi di daerah penelitian, sehingga lokasi anomali
target tidak diposisikan di daerah yang diharapkan. Untuk mendapatkan respon
reservoir panas bumi yang terletak tepat di bawah anomali magnetik rendah maka
perlu dilakukan transformasi reduksi ke kutub. Metode ini dilakukan karena sudut
kemiringan respons magnetik 90 (kutub) dari target terletak tepat di bawah
anomali. Hasil reduksi ke tiang seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki anomali
magnetik yang menunjukkan daerah reservoir panas bumi juga menunjukkan
respon yang rendah terhadap gravitasi. Analisis menunjukkan bahwa daerah yang
prospek panas bumi memiliki kerapatan yang lebih rendah daripada fluida
disekitarnya karena mengandung fluida. Daerah dengan respon magnetik dan
gravitasi sama rendahnya menjadi menarik untuk diamati sebagai zona reservoir.
Untuk menganalisis hubungan antara zona reservoir dengan kejadian manifestasi

42
panas bumi dapat dilakukan dengan melihat pola kelurusan magnetik dan struktur
manifestasi panas bumi.
Kawasan lapangan panas bumi dianggap daerah retakan akibat pertemuan
yang ada beberapa sesar di daerah studi. Karena rekahan dan patahan
menyebabkan permeabilitas tinggi sehingga mudah terisi cairan. Namun, sebagai
perangkap reservoir yang dibutuhkan itu (Darmawan dkk).
Batuan yang menjadi caprock mencegah pelepasan seluruh fluida panas.
Berdasarkan karakteristik kemungkinan terbentuknya daerah vulkanik pada
lapangan geothermal reservoir oleh batuan piroklastik.

Untuk mendapatkan gambaran anomali magnetik dalam tiga dimensi (3D)


kemudian dilakukan inversi magnetis sisa inversi kerentanan magnetik menjadi
model dalam tiga dimensi. Proses inversi dilakukan dengan menggunakan sumbu
(xyz) 200 200 50 yang dimulai dari ketinggian 1000 meter sampai -4000
meter di atas permukaan laut. Penggunaan resolusi 50 meter pada arah vertikal ini
dimaksudkan untuk mengetahui kedalaman reservoir dengan baik. Dari hasil
inversi tiga dimensi (3D) yang ditunjukkan pada Gambar 12, pemotongan
sectional dilakukan untuk melihat hasil inversi di bagian dalam model. Profil cross
section dari hasil inversi tiga dimensi menunjukkan luas kontras susut magnetik
rendah yang diperkirakan sebagai reservoir panas bumi.

43
IV.2.5 Model Sistem Panas Bumi

Model tentatif sistem panas bumi di Gunung Rajabasa dibuat berdasarkan


lokasi manifestasi, tipe air, asal fluida, geotermometer, dan kedalaman reservoar
(Gambar IV.9). Dilihat dari topografi dan sumber panasnya, sistem panas bumi di
Gunung Rajabasa merupakan sistem panas bumi yang berasosiasi dengan gunung
api strato andesitik (Hochstein, 1991).

Sistem panas bumi Gunung Rajabasa dapat digambarkan pada Gambar


IV.9. Sumber panas pada sistem panas bumi Gunung Rajabasa merupakan
sumber panas vulkanogenik yang berasal dari intrusi magma. Berdasarkan
kondisi geologi, magma ini sendiri berasal dari dua sumber berbeda, yaitu
sumber panas Gunung Botak dan Gunung Rajabasa. Panas dari kedua sumber
panas ini dialirkan ke tiga reservoar, yaitu reservoar Sumur Kumbang, Gunung
Botak, dan Kunjir. Reservoar Sumur Kumbang dan Kunjir kemungkinan besar
mendapatkan suplai panas dari sumber panas Gunung Rajabasa, sedangkan
reservoar Gunung Botak mendapat suplai panas dari sumber panas Gunung
Botak (Gambar IV.9).

44
Air meteorik di kaki utara Gunung Rajabasa terserap ke bawah permukaan
dan terpanaskan oleh intrusi magma Gunung Rajabasa. Air meteorik ini
kemudian terpanaskan, naik, dan terkumpul di reservoar Sumur Kumbang
dengan temperatur 260C. Batuan reservoar diperkirakan berada di kedalaman
1000 hingga 1500 meter dan merupakan breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik
Aliran Cugung. Di dekat permukaan, fluida panas bumi akan mengalami
kondensasi dan membentuk air klorida sulfat yang keluar sebagai manifestasi
mata air hangat Rajabasa dan Sumur Kumbang serta mata air panas Kecapi.

Air meteorik di kaki selatan Gunung Rajabasa terserap ke bawah


permukaan dan terpanaskan oleh intrusi magma Gunung Botak. Air laut dari
Teluk Lampung juga terserap ke bawah permukaan dan terpanaskan oleh intrusi
magma Gunung Botak. Air meteorik dan air laut ini kemudian terpanaskan, naik,
dan terkumpul di Reservoar Gunung Botak dengan temperatur 220C hingga
260C. Batuan reservoar diperkirakan berada di kedalaman 1000 hingga 1500
meter dan merupakan breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik Aliran Cugung.
Di dekat permukaan, fluida panas bumi membentuk air klorida yang keluar
sebagai manifestasi geiser Gunung Botak.

45
Air meteorik di kaki selatan Gunung Rajabasa terserap ke bawah
permukaan dan terpanaskan oleh intrusi magma Gunung Rajabasa. Air meteorik
ini kemudian terpanaskan, naik, dan terkumpul di reservoar Kunjir dengan
temperatur 260C. Di dekat permukaan, fluida panas bumi akan mengalami
kondensasi dan membentuk air sulfat yang keluar sebagai manifestasi kolam
lumpur Kunjir. Gas dan uap air dari bawah permukaan mengalami migrasi
secara cepat ke permukaan dan muncul sebagai manifestasi fumarola Kunjir.

Batuan reservoar diperkirakan berada di kedalaman 1000 hingga 1500


meter dan merupakan breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik Aliran Cugung.
Sedangkan batuan yang berperan sebagai batuan penudung (caprock)
diperkirakan berupa breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik Aliran Cugung
yang berada di atas reservoar. Batuan ini diperkirakan mengalami proses alterasi
sehingga membentuk mineral lempung yang sesuai untuk membentuk lapisan
tidak permeabel pada batuan penudung.

46
BAB V
SEJARAH GEOLOGI

Berdasarkan pembahasan mengenai stratigrafi serta sistem panas bumi di


Gunung Rajabasa, berikut ini dapat disampaikan sejarah geologi di daerah
Waymuli dan sekitarnya.

Pliosen Awal-Pliosen Akhir


Pada Pliosen Awal-Pliosen Akhir, evolusi pertama kompleks Gunung
Rajabasa terjadi. Evolusi ini terdiri dari dua fase. Fase pertama berupa
kegiatan pembentukan Gunung Tangkil di bagian timur-tenggara,
sedangkan fase kedua berupa pembentukan Gunung Pematang Taman di
bagian timurlaut-tenggara (Suswati dkk., 2001).
Pleistosen Awal-Pleistosen Tengah

Pada Pleistosen Awal, evolusi kompleks Gunung Rajabasa periode


kedua terjadi yang ditandai oleh pembentukan Gunung Balerang yang
menghasilkan produk berupa piroklastik aliran dan lava. Pembentukan
gunung ini dipengaruhi oleh munculnya sesar geser Rajabasa yang
berarah baratlaut-tenggara. Di tengah-tengah aktivitas Gunung
Balerang periode pertama, sesar normal Balerang yang berarah
baratdaya-timurlaut terbentuk (Suswati dkk., 2001).

Pada Pleistosen Tengah, aktivitas Gunung Balerang periode kedua


terjadi dan ditandai dengan dihasilkannya Satuan Piroklastik Aliran
Cugung yang berupa fragmen andesit tertanam dalam massa dasar tuf.
Dengan melihat besarnya ukuran fragmen yang mencapai 40 cm, aktivitas
Gunung Balerang periode kedua ini diperkirakan cukup besar, sehingga
menghasilkan bentuk kawah yang terbuka ke arah selatan-baratdaya.
Periode ini merupakan periode ketiga dari proses evolusi kompleks Gunung
Rajabasa seperti disebutkan oleh Suswati dkk. (2001).
Setelah Satuan Piroklastik Aliran Cugung terbentuk, Satuan Lava
Andesit Piroksen Waymuli terendapkan. Satuan ini menunjukkan

43
komposisi lava berupaandesit piroksen dan merupakan produk yang
dihasilkan dari aktivitas Gunung Balerang periode kedua.
Pleistosen Tengah-Pleistosen Akhir

Periode ini merupakan kegiatan pembentukan Gunung Rajabasa


yang diikuti oleh fase penghancuran yang membentuk kawah
Rajabasa. Pada Pleistosen Tengah-Pleistosen Akhir, evolusi kompleks
Gunung Rajabasa periode keempat terjadi (Suswati dkk., 2001).

Pada kala ini di daerah penelitian, Satuan Lava Andesit Gunung


Botak terbentuk yang berasal dari sistem Gunung Botak. Gunung Botak
diperkirakan sebagai kubah lava di kaki Gunung Rajabasa. Setelah satuan
ini terbentuk, sesar Gunung Botak terbentuk yang memicu terjadinya kekar
di litologi andesit Gunung Botak dan memicu kemunculan geiser Gunung
Botak.

Holosen-Resen
Pada kala ini, Satuan Aluvial Pantai terendapkan secara tidak selaras
di atas satuan yang lebih tua. Satuan ini merupakan hasil sedimentasi dari
batuan yang tererosi pada satuan batuan yang lebih tua. Proses erosi dan
sedimentasi masih berlangsung hingga sekarang.

Sistem panas bumi di Gunung Rajabasa memiliki panas yang


berasal dari sisa panas Gunung Rajabasa dan Gunung Botak. Batuan yang
berperan sebagai reservoar adalah breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik
Aliran Cugung yang berumur Pleistosen Tengah. Batuan yang berperan
sebagai batuan penudung adalah breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik
Aliran Cugung yang berumur Pleistosen Tengah. Batuan penudung ini
terletak di atas reservoar dan diperkirakan telah mengalami alterasi
hidrotermal sehingga membentuk mineral lempung pada lapisan tidak
permeabel. Rekahan yang terbentuk sebagai hasil pembentukan sesar,
terutama pada Pleistosen Tengah-Pleistosen Akhir, menyebabkan
banyak jalur yang dapat digunakan sebagai media lewatnya fluida panas
bumi dari reservoar. Sehingga dapat diperkirakan bahwa aktivitas panas

44
bumi di Gunung Rajabasa mulai terbentuk pada kala Pleistosen Tengah-
Pleistosen Akhir.

45
BAB VII
PENUTUP

VII.1 KESIMPULAN
Geologi daerah penelitian didominasi oleh andesit dan endapan lahar yang
terbagi menjadi empat unit yaitu unit Andesit Tangkil yang merupakan batuan
andesit tertua di daerah penelitian dan unit Andesite vulkanik muda. Balerang
unit Andesit yang merupakan lava andesit pyroxene yang merupakan produk dari
letusan Gunung Balerang. Unit andesit Rajabasa adalah unit termuda yang
tersusun atas lava andesit hornblenda yang merupakan produk dari letusan
Gunung Rajabasa. Batuan piroklastik berupa tuf di bagian tenggara wilayah
penelitian. Perubahan yang muncul di wilayah penelitian terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu ke dalam kelompok mineral alterasi argilik yang terdiri dari alunit,
kaolinit dan kuarsa, manifestasi panas yang cukup terlihat dan jelas dari panas
bumi di Jalan Balerang dan Kecapi Simpur. Kemudian mineral alterasi argilik
didominasi oleh kaolinit dan smektit yang muncul pada manifestasi tanah hangat
Way Kalam. Sebagian besar mineral besi oksida terdiri dari goethite yang muncul
di sekitar punggung bukit Rajabasa di atas Way Kalam. altrasi propilitik ditandai
dengan adanya mineral klorit dan zeolit sebagai pengganti epidot pada
manifestasi mata air panas suhu rendah yang muncul di Gunung Botak.
Pola dari arah kelurusan magnetik arah Northwest-Southeast mendominasi
dan dianggap sebagai sumber zona rekahan di reservoir panas bumi Gunung
Rajabasa. Hasil inversi magnetik tiga dimensi (3D) menunjukkan dua respon
suseptibilitas rendah di Selatan dan Utara diperkirakan sebagai reservoir panas
bumi dengan kedalaman 1000 meter dari permukaan. Sumber panas sistem
panas bumi di Gunung Rajabasa berasal dari intrusi magma yang merupakan sisa-
sisa gunung berapi. Air meteorik yang mencapai sumber panas kemudian
dipanaskan dan menuju melalui zona rekahan yang disebabkan oleh sistem sesar
yang berkembang di daerah penelitian. Cairan tersebut kemudian terakumulasi
dalam waduk dengan suhu 220 C karena adanya batuan kedap membentuk
bebatuan pyroclastic breksi yang membentuk mineral lempung yang berfungsi

46
sebagai batu penutup (cap rock). Dengan struktur melalui celah-celah, cairan
muncul sebagai manifestasi permukaan.

47
`

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 2008. Ensiklopedi Seismik Online. E-Book


Ensiklopediseismik.
Indonesia.
Afnimar. 2009. Seismologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Amatullah, B.A. 2015. Identifikasi Potensi Fracture Permeability Dengan


Metode Shear Wave Splitting (SWS) Pada Lapangan Panas Bumi Wayang
Windu. Intitut Teknologi Bandung. Tesis.
Anissofira, A. 2013. Penentuan Struktur Patahan di Lapangan Panasbumi X
Dengan Menggunakan Metode Relokasi Relatif Kasus Gempa Mikro.
Universitas Pendidikan Indonesia. Skripsi.
Barelli, A., Ceccarelli, A., Dini, I., Fiordelisi, A., Giorgi, N., Lovari, F., dan
Romagnoli, P. 2010. A Riview of the Mt. Amiata Geothermal System
(Italy). Proceedings World Geothermal Congress 2010. Pp 1-6.
Batini, F., Brogi, A., Lazzarotto, A., Liotta, D., dan Pandeli, E. 2003. Geological
features of Larderello-Travale and Mt Amiata geothermal areas (southern
Tuscany Italy). Episodes 26, 239-244.
Brogi, A. 2004. Miocene extension in the inner Northern Apennines: the Tuscan
Nappe megaboudins in the Mt. Amiata geothermal area and their influence
on Neogene sedimentation. Boll. Soc. Geol. It. VOL. 123, 513-529.

Brogi, A. 2008. The structure of the Monte Amiata Volcano Geothermal Area
(Northern Apennines, Italy): Neogene Quaternary Compression Versus
Extension. Int J Earth Sci (Geol Rundsch). VOL. 97, 677-703.
Dini, I., Ceccarelli, A., Brogi, A., Giorgi, N., Galleni, P., dan Rossi, L. 2010.
Geological Evolution of the Base Mt. Amiata Volcanic Complex
(Tuscany, Italy). Proceedings World Geothermal Congress 2010. Pp 1-9.
Hendrajaya, L., dan Bijaksana, S. 1990. Pengantar Seismologi. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.

48
`

Hidayati, S. 2010. Pengenalan Seismologi Gunungapi. Diklat Pelaksana Pemula


Pengamat Gunungapi Baru, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi. Bandung.
Nariswari, D. 2012. Analisis Shear Wave Splitting Pada Data Gempa Mikro
Untuk Identifikasi Anisotropi Rekahan Mikro Lapangan Panas Bumi X
Gunung Rajabasa Lampung. Universitas Pembangunan Nasional
Veteran. Skripsi.

Satriawan, M. 2007. Kinematika Fisika Dasar. Universitas Gadjah


Mada. Yogyakarta.

49

Anda mungkin juga menyukai