Anda di halaman 1dari 14

KIMIA LAUT

SALINITAS AIR LAUT

OLEH :

1. NANDA DEWI WAHYUNI (E1M017044)

2. NIKEN RIZKY JOHANA(E1M017048)

3. ROFIAH (E1M017066)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2020
BAB IV

SALINITAS AIR LAUT

Salinitas adalah jumlah garam dalam gram yang terkandung dalam satu
kilogram air laut dimana iodin dan bromin digantikan nilainya oleh klorin, semua
karbonat diubah menjadi oksida dan semua bahan organik teroksidasi dengan
sempurna. Salinitas merupakan salah satu parameter yang penting di laut. Jika
dipelajari bersamaan dengan temperatur, akan diketahui nilai densitas air laut. Nah,
densitas ini sangat menentukan pergerakan massa air lautan.
Konsentrasi rata-rata garam terlarut di lautan (S) adalah 3,5% terhadap berat
atau dengan bagian per seribu menjadi 35 o/oo. Pada permukaan laut, nilai salinitas
bervariasi antara 33-37 psu. Nilai ini bervariasi tergantung dimana letak perairannya.
Jika perairan payau yang dekat dengan sungai nilai salinitas cenderung lebih rendah.
Namun di beberapa wilayah didunia, salinitas dapat memiliki nilai yang sangat
tinggi.  Hingga tahun 1980an, harga salinitas dinyatakan dalam bagian per seribu atau
per mil dengan lambang ‰. Oleh karena itu salinitas rata-rata air laut = 35‰. Harga
ini menjadi standar praktis untuk membagi dengan lambang sebab salinitas
didefinisikan dalam perbandingan. Tabel 1. 2 di atas berisi 11 ion-ion utama yang
menghasilkan 99,9% dari konstituten-konstituen terlarut dalam air laut. Lambang ‰
muncul dalam tabel tersebut hanya untuk mengingatkan bahwa pada prakteknya
angka yang merepresentasikan konsentrasi dalam bagian per seribu (berat, bisa dalam
gram per kg; gr kg-1 atau dalam gram per liter; gr L -1) sebab untuk banyak
kepentingan dapat diasumsikan bahwa 1 L air laut beratnya 1 kg. Di permukaan air
lautan terbuka, salinitas berada pada range mulai dari 33 sampai 37, tetapi bila shelf
seas dan kondisi lokal diikutkan, maka range nya bisa menjadi 28 – 40 atau lebih. Air
tertutup memiliki salinitas kurang dari 25 sementara air hypersaline memiliki
salinitas lebih besar dari 40.
Salinitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:

 Penguapan – Tingkat penguapan yang semakin tinggi disuatu wilayah perairan


akan menyebabkan salinitas semakin tinggi. Sebaliknya, jika tingkat penguapan
rendah maka kadar garamnya cenderung rendah.
 Curah Hujan – Semakin tinggi intensistas curah hujan di suatu wilayah perairan,
maka kadar garam akan semakin rendah. Sebaliknya, jika curah hujan srenfah
maka kadar garamnya akan semakin tinggi.
 Muara Sungai – Pada wilayah perairan laut yang menjadi muara banyak sungai,
maka salinitasnya cenderung rendah dibandingkan perairan laut yang memiliki
sedikit muara sungai.

Saat ini, NASA telah berhasil membuat peta salinitas laut dunia melalui


pengukuran khusus yang telah dilakukan. Peta ini menunjukkan kadar garam di
seluruh samudera yang dibedakan berdasarkan instensistas warna.
Warna merah dan kuning mengindikasikan kadar garam tinggi, sedangkan
warna biru dan ungu mengindikasikan kadar garam yang lebih rendah. Dengan
perkembangan ini, peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih rinci
mengenai pola iklim dan pergerakan air tawar di seluruh dunia.

Nilai salinitas di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 32-34.


Nilai salinitas rata-rata tahunan di perairan Indonesia yang terendah sering dijumpai
di daerah bagian barat dan semakin meningkat ke daerah timur. Hal ini disebabkan
karena sebelum memasuki perairan bagian barat Indonesia, massa air bersalinitas
tinggi dari Samudera Pasifik masuk ke Laut Cina Selatan dan mengalami penurunan
nilai salinitas karena terjadi pengenceran dari daratan Asia Tenggara sehingga ikut
menurunkan nilai salinitas di perairan bagian barat Indonesia.  Di perairan bagian
timur Indonesia, massa air dari Samudera Pasifik langsung masuk ke Perairan
Indonesia melalui Laut Sulawesi, Laut Maluku, dan Laut Halmahera tanpa
mengalami pengenceran yang berarti. Selain itu sedikitnya sungai-sungai besar di
Indonesia bagian timur dibandingkan di bagian barat ikut mempengaruhi besarnya
nilai salinitas pada daerah tersebut .

4. 1. Kekonstanan Komposisi

Kekonstanan komposisi air laut merupakan satu konsep yang penting dalam
oseanografi. Untuk kebanyakan ion-ion utama dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Konsentrasi rta-rata ion-ion utama dalam air laut dalam bagian per seribu (g
kg-1 atau gl-1) (The Open university, 1995).

o
Ion /oo Terhadap Berat Total Ion
Klorida (Cl-) 18,980 Total ion-ion negatif (anion) =
Sulfat (SO42-) 2,649 21,861o/oo
Bikarbonat (HCO3-) 0,140
Bromida (Br-) 0,065
Borat (H2Br3-) 0,026
Florida (F-) 0,001
Sodium (Na+) 10,556
Magnesium (Mg2+) 1,272 Total ion-ion positif (kation) =
Kalsium (Ca2+) 0,400 12,621o/oo
Potasium (K+) 0,380
Strontium (Sr2+) 0,013
Total Salinitas 34,482 o/oo

Konsentrasi ion-ion terlarut utama bervariasi menurut tempat di lautan tetapi


proporsi relatifnya tetap konstan secara virtual. Dengan kata lain, salinitas total dapat
berubah tetapi rasio konsentrasi ion utama tertentu tetap konstan dan begitu juga rasio
konsentrasi individu ion- ion utama. Salinitas bervariasi tergantung keseimbangan
antara penguapan dan presipitasi, serta besarnya pencampuran antara air permukaan
dan air di kedalaman. Secara umum, perubahan salinitas tidak mempengaruhi
proporsi relatif ion-ion utama. Konsentrasi ion-ion berubah dalam proporsi yang
sama yaitu rasio ioniknya tetap konstan. Pengecualian untuk generalisasi ini secara
relatif bervariasi kecil untuk perbandingan kalsium dan bikarbonat sebab
keterlibatannya dalam proses-proses biologi.dimana perbandingan Ca2+ dan HCO3-
terhadap total salinitas adalah kira-kira 0,5% dan 10 – 20% lebih besar di kedalaman
dibanding di permukaan air.

4. 1. 1. Perubahan karena kondisi lokal

Di beberapa lingkungan laut, kondisi seperti perbandingan ionik menunjukkan


perbedaan yang besar dari normalnya. Area yang mengalami hal seperti ini termasuk:

1. Laut tertutup, estuaria dan area lainnya dimana terdapat inflow air sungai
yang tidak hanya mengandung garam-garam terlarut total lebih kecil dari
kandungan air laut, tetapi juga memiliki perbandingan ionik yang sangat
berbeda.
2. Palung, fjord dan area-area lain dimana sirkulasi dasar laut terbatas, misalnya,
dengan adanya suatu ambang pada mulut palung yang mencegah komunikasi
bebas antara air dasar laut dan air laut teroksigenasi dari luar. Dalam hal
seperti ini peruraian bakterial (oksidasi) zat-zat organik di air dasar laut akan
menyebabkan total penurunan dan kondisi ini digambarkan sebagai anoksik
atau anaerobik. Kemudian anion-anion sulfat digunakan oleh mikro-
organisme sebagai sumber oksigen alternatif.
3. Daerah hangat yang luas, air dangkal, seperti yang terdapat di Bahama Bank
yang dikarakterisasi oleh pengendapan kimia dan atau biologi kalsium
karbonat yang sangat aktif menyebabkan perubahan yang signifikan dalam
perbandingan Ca2+ dan total salinitas.
4. Daerah bentangan dasar laut dan vulkanik submarine aktif dimana air laut
panas bersirkulasi melalui retakan dan belahan di dalam kerak lautan.
Perbandingan ionik dalam larutan hidrotermal sangat berbeda dari
perbandingan ionik di air laut normal dan menghasilkan campuran dengan air
laut yang memiliki perbandingan atipikal unsur utama : salinitas.
5. Di dalam sedimen lautan dimana terdapat interstisial atau pori perairan
berpartisipasi dalam sejumlah reaksi yang bervariasi dengan partikel-partikel
sedimen selama pe-rapi-an setelah sedimen terdeposit. Reaksi-reaksi seperti
ini berasal dari nama umum diagenesis dan dapat menyebabkan perubahan
yang sebanding dalam perbandingan ionik.

Dengan penguapan air laut, garam yang daya larut paling sedikit akan
mencapai titik jenuh pertama kali, sehingga urutan presipitasi berdasarkan
peningkatan solubilitas dan bukan terhadap banyaknya. Tahapan tersebut ditunjukkan
dalam Gambar 2.1 berkaitan dengan proporsi relatif garam yang mengalami
presipitasi. Unsur pertama yang mengalami presipitasi adalah kalsium karbonat
(CaCO3) yang membentuk sedikit garam karena kurangnya endapan ion-ion
bikarbonat (karbonat). Kalsium sulfat dipresipitasi sebagai anhidrit (CaSO4) atau
sebagai gipsum (CaSO4.2H2O), tergantung kondisi. Sodium klorida (halit, NaCl)
adalah garam terbanyak dan residu air garamnya mengandung klorida potasium dan
magnesium yang merupakan unsur yang paling larut sehingga menjadi yang terakhir
dipresipitasi.

Secara umum tiap negara pantai dapat memproduksi garam laut secara
komersil dan setidaknya ada 60 negara yang masih melakukannya, baik melalui
proses industri maupun dengan penguapan tradisional (Gambar 2.2). Terdapat 40 juta
ton sodium klorida diekstrak dari air laut tiap tahun secara intensif, antara lain untuk
konsumsi manusia tetapi kebanyakan adalah untuk manufaktur kimia. Magnesium
hidroksida adalah hasil presipitasi kimia dari air laut dan digunakan untuk
menghasilkan 600.000 ton magnesium dan senyawanya tiap tahun. Produksi
Bromin sebesar 30.000 ton yang dihasilkan secara elektrolisis sebagai suatu gas dan
kemudian dikondensasi menjadi cair. Metode ekstraksi litium (Li) dari air laut
dikembangkan di akhir tahun 1980-an. Kebanyakan elemen terlarut dalam air laut
mempunyai konsentrasi yang kecil tetapi total volume air laut sangat besar
sehingga jumlahnya sangat besar dan usaha mengekstrakkan elemen-elemen
berharga seperti emas dan uranium telah dilakukan berkali-kali, tetapi belum ada
teknik yang ekonomis.

4. 2. Garam-garam dari air laut

Ketika air laut menguap, garam-garam yang paling tidak larut akan menjadi
yang pertama mencapai keadaan saturation, sehingga urutan pengendapan terdapat
dalam orde naiknya kelarutan, bukan kelimpahan. Urutan ini ditunjukkan dalam
gambar 2. 1 di bawah ini bersama-sama dengan perbandingan relatif dari garam-
garam terlarut. Yang pertama mengendap adalah kalsium karbonat (CaCO3) yang
membentuk hanya sebagian kecil garam-garam sebab kelimpahan ion bikarbonat (dan
ion karbonat) yang relatif rendah. Kalsium sulfat diendapkan sebagai anhidrat
(CaSO4) atau sebagai gipsum (CaSO4.2H2O), tergantung pada kondisi. Natrium
klorida (halite, NaCl) merupakan garam paling melimpah dan residu air laut
mengandung klorida-klorida dari kalium dan magnesium yang adalah merupakan
yang paling larut dan karena itu menjadi yang paling akhir mengendap.

Urutan pengendapan air laut. Pada penguapan, CaCO3 yang pertama


diendapkan. Bila penendapan telah berkurang volumenya menjadi 19% dari volume
semula, CaSO4 mulai menfendap; pada 9,5%, dari volume semula NaCl mulai
mengendap dan seterusnya. Volume dari “gundukan” zat merepresentasikan
perbandingan relatif endapan garam-garam. Garam-garaman utama yang terdapat
dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%),
kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat,
bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di
lautadalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang
hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.

Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam


gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur
salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau
komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada
tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika
semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi
titrasi untuk menentukan kandungan klorida.

1. Klorida
Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah
larut. Kandungan klorida di alam berkisar < 1 mg/l sampai dengan beberapa ribu
mg/ldi dalam air laut. Air buangan industri kebanyakan menaikkan kandungan
klorida demikian juga manusia dan hewan membuang material klorida dan
nitrogen yang tinggi. Kadar Cl- dalam air dibatasi oleh standar untuk berbagai
pemanfaatan yaitu air minum, irigasi dan konstruksi.
Konsentrasi 250 mg/l unsure ini dalam air merupakan batas maksimal
konsentrasi yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorida
dalam air dapat meningkat dengan tiba-tiba dengan adanya kontak dengan air
bekas. Klorida mencapai air alam dengan banyak cara. Kotoran manusia
khususnya urine, mengandung klorida dalam jumlah yang kira-kira sama dengan
klorida yang dikonsumsi lewat makanan dan air. Jumlah ini rata-rata kira-kira 6 gr
klorida perorangan perhari dan menambah jumlah Cl dalam air bekas kira-kira 15
mg/l di atas konsentrasi di dalam air yang membawanya, disamping itu banyak air
buangan dari industri yang mengandung klorida dalam jumlah yang cukup besar.
Klorida dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia.
Klorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfectan. Unsur ini apabila
berikatan dengan ion Na+ dapat menyebabkan rasa asin (Sutrisno.T, 2004).
2. Kalium
Dalam air laut, jumlah Kalium jauh lebih sedikit daripada jumlah Natrium,
tetapi di dalam batuan endapan jumlah Kalium lebih banyak dibandingkan jumlah
Natrium. Bukti tertentu menjelaskan bahwa sel-sel kehidupan bertanggung jawab
terhadap pengambilan Kalium dari laut dalam jumlah besar. Organisme-organisme
laut mengabsorpsi Kalium ke dalam sel-sel tubuh mereka. Apabila organisme-
organisme ini mati, mereka akan menyatu dengan batu-batuan di dasar laut
bersama Kaliumnya. Apabila kadar Kalium darah meningkat lebih dari 3-4 kali
nilai normal, maka denyut jantung akan terhenti. Peningkatan sedikit lagi akan
mengakibatkan saraf berhenti menyampaikan impuls-impuls listrik dan otot-otot
menjadi lumpuh. Apabila 6% saja dari Kalium di dalam sel dibiarkan terlepas
dengan cepat ke dalam rongga luar sel, maka organisme akan segera mati.
Untunglah hal itu tidak terjadi dalam keadaan normal. Pengendalian
kesetimbangan ion Na-K dibantu oleh adanya pompa ion yang beroperasi. ATP
menarik kembali ion K yang keluar dari sel. Kadar ion K di luar sel pada
tumbuhan relatif lebih tinggi daripada kadar ion K dalam sel hewan. Unsur Kalium
juga diperlukan untuk proses fotosintesis.
3. Fosfat
Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua
organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfor di dalam air laut, berada
dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Dalam bentuk senyawa organik,
fosfor dapat berupa gula fosfat dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo
protein. Sedangkan dalam bentuk senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan
polifosfat. Senyawa anorganik fosfat dalam air laut pada umumnya berada dalam
bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90%
dalam bentuk HPO42-. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan
protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme (Hutagalung et al,
1997).
Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah
sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan
lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya.
Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain
dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton
dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan
berasal daari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan
tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan
menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya
dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat untuk
pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).

Gambar Urutan Pengendapan Air Laut


Secara virtual, ada kira-kira 60 negara di dunia memproduksi garam dapur secara
komersial baik dengan proses industri maupun dengan proses penguapan matahari.
Sekitar 40 juta ton NaCl diekstraksi dari air laut setiap tahun di seluruh dunia,
sebagian kecil untuk kepentingan konsumsi manusia dan sebagian besar untuk
kepentingan industri kimia. Mg(OH)2 secara kimia diendapkan dari air laut dan
digunakan untuk menghasilkan sekitar 600.000 ton magnesium dan senyawa-
senyawanya setiap tahun. Brom dilepaskan dari air laut dengan cara elektrolisis
sebagai suatu gas yang kemudian dikondensasi menjadi liquid yang mana produksi
per tahun kira-kira 30.000 ton. Satu metode untuk ekstraksi Li dari air laut telah
dikembangkan pada akhir tahun 1980an.

Kebanyakan unsur-unsur terlarut dakam air laut terdapat dalam konsentrasi yang
sangat kecil tetapi total volume air laut sangat amat besar sehingga usaha untuk
mengekstraksi unsur-unsur berharga seperti emas dan uranium telah dilakukan
berkali-kali tetapi sampai sejauh ini belum ditemukan tehnik yang menguntungkan
secara ekonomi.

4.3 Variasi Salinitas


Salinitas, pH, dan oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) merupakan
paramater oseanografi kimia yang memiliki peranan penting di suatu perairan. Pola
dan nilai sebaran ketiga parameter tersebut berbeda antara di perairan estuari dengan
di laut lepas. Distribusi salinitas dan temperatur memberikan informasi kepada
oseanografer yang memungkinkan mereka men-trace pola tiga dimensi sirkulasi
lautan. Bagian ini menggambarkan bagaimana salinitas bervariasi secara vertikal dan
horizontal di lautan. Seperti dengan distribusi temperatur, peta, bagian-bagian, dan
profil mengilustrasikan stabilitas jangka panjang dari distribusi yang dipertahankan
secara dinamik. Perlu diingat kembali bahwa salinitas di tempat tertentu tidak mudah
berubah dari tahun ke tahun tetapi air di tempat tersebut selalu berubah setiap waktu.

4.3.1 Distribusi Salinitas Secara Vertikal (Kedalaman)

Distribusi secara vertical terjadi dengan semakin bertambahnya kedalaman.


Pola distribusi vertikal menurut Ross (1970) dalam Rosmawati (2004), sebaran
salinitas dibagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan tercampur dengan ketebalan antara 50-
100 m dimana salinitas hampir homogen , lapisan haloklin yaitu lapisan dengan
perubahan sangat besar dengan bertambahnya kedalaman 600-1000 m dimana lapisan
tersebut dengan tegas memberikan nilai salinitas minimum. Angin sangat
menentukan penyebaran salinitas secara vertical. Di Indonesia, Sistem angin muson
berpengaruh bagi sebaran salinitas perairan secara vertikan maupun horizontal.

Angin menyebabkan arus yang membawa massa air seperti arus yang
bersalinitas tinggi dari Lautan Pasifik yang masuk melalui Laut Halmahera dan Selat
Torres. Di Laut Flores, salinitas perairan rendah pada Musim Barat sebagai akibat
dari pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan pada Musim Timur,
tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores mengakibatkan
meningkatnya salinitas Laut Flores. Laut Jawa memiliki massa air dengan salinitas
rendah yang diakibatkan oleh adanya run-off dari sungai-sungai  besar di P. Sumatra,
P. Kalimantan, dan P. Jawa Faktor selain angin adalah pengadukan. Pengadukan
dalam lapisan  permukaan seperti upwelling dapat memungkinkan salinitas menjadi
homogen. Upwelling mengangkat massa air dengan tingkat salinitas tinggi di lapisan
dalam dan mengakibatkan naiknya tingkat salinitas permukaan perairan.

(a)

(b)

Pada
gambar di atas menunjukkan suatu bagian vertikal yang mengilustrasikan range
salinitas yang relatif terbatas di pertemuan badan utama lautan. Salinitas ditentukan
oleh kesetimbangan antara pengendapan dan penguapan pada permukaan. Pengaruh
fluktuasi permukaan umumnya kecil di bawah 1000 meter dimana harga salinitas
antara 34,5 dan 35 pada semua garis lintang seperti yang terdapat pada gambar di
atas.

Gambar (a) Bagian vertikal menunjukkan distribusi salinitas di Lautan Atlantik


barat yang mengilustrasikan bahwa range salinitas di lapisan permukaan jauh lebih
besar dibanding di badan utama air laut di bawah 1.000 meter. Pola umum ini adalah
tipikal dari semua palung lautan walaupun detailnya bervariasi dari satu lautan ke
lautan lainnya. Garis yang menghubungkan titik-titik dari salinitas yang sama disebut
isohaline. Garis putus-putus dengan interval 0,1 dan 0,2, garis utuh dengan interval
0,5. Garis vertikal A dan B terhubung ke (b) dan digunakan untuk latihan di bawah,
(b) Profil salinitas sepanjang garis A dan B di (a), juga digunakan untuk latihan di
bawah.

Cepatan yang lebih besar ditemukan pada garis lintang rendah dan menengah
antara lapisan permukaan campuran dan puncak lapisan kedalaman yang mana
salinitas konstan. Zona-zona ini dikenal sebagai halocline. Terminologi ini
diaplikasikan juga kepada zona-zona dimana salinitas meningkat dengan kedalaman
(sementara termoklin menurun hampir tidak bervariasi dengan kedalaman).

Anda mungkin juga menyukai